Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang
pendidikan. Dalam sebuah universitas, jasa pendidikan merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap perkembangan sebuah universitas. Kualitas
pelayanan yang buruk akan membuat mahasiswa tidak puas dan kecewa akan
universitas yang telah dipilihnya tersebut. Dengan memperhatikan pentingnya
kualitas pelayanan dalam perkembangan Universitas, para ahli pemasaran kemudian
memasukan unsur kualitas jasa dalam mengelola pemasaran, yang kemudian
membakukannya kedalam manajemen pemasaran jasa. Untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai kualitas jasa, yang merupakan bagian dari manajemen khususnya
manajemen pemasaran jasa, akan dipaparkan sebagai berikut :
2.1 Pemasaran
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Berikut ini definisi pemasaran menurut Philip Kotler dan Kevin Lane
Keller (2007;6) menyatakan sebagai berikut :
Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses
untuk menciptakan, mengomunikasika, dan menyerahkan nilai kepada
pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara
menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya .
Sedangkan menurut Fandy Tjiptono (2006;2) menyatakan pengertian
pemasaran sebagai berikut :
Pemasaran merupakan sistem total aktivitas bisnis yang dirancang
untuk merencanakan, menetapkan harga dan mendistribusikan produk,
jasa dan gagasan yang mampu memuaskan keinginan pasar sasaran
dalam rangka mencapai tujuan organisasional .
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan suatu aktivitas organisasi perusahaan, yang dilakukan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan konsumen melalui suatu proses pertukaran yang adil. Bagi
perusahaan sendiri, tujuan pemasaran salah satunya adalah untuk mencapai laba, hal
tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan
datang.
Pemasaran dari kegiatan bisnis dirancang untuk menentukan harga,
mempromosikan, dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan
kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.1.2 Bauran Pemasaran
Dalam pemasaran terdapat strategi yang disebut Marketing mix (Bauran
Pemasaran) mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi
konsumen untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan di pasar. Kegiatan
pemasaran ditentukan oleh konsep yang disebut bauran pemasaran. Elemen-elemen
bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan untuk
memuaskan pelanggan sasaran.
Berikut ini definisi bauran pemasaran (Marketing Mix) menurut Philip Kotler
dan Kevin Lane Keler (2007;23) menyatakan bahwa :
Bauran Pemasaran adalah perangkat alat pemasaran yang digunakan
perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya .
Sedangkan menurut Rambat Lupiyoadi (2006:70) menyatakan pengertian
bauran pemasaran sebagai berikut :
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah alat bagi pemasar yang
terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu
dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning
yang ditetapkan dapat berjalan sukses .
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah
suatu perangkat alat pemasaran yang dapat dilakukan perusahaan untuk
mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut
akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan.
Unsur marketing menurut Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani (2006;70)
sering kali kita kenal dengan sebutan 4P. Pengertian unsur-unsur marketing mix dapat
diklasifikasikan menjadi 4P (Product, Price, Place, Promotion). Sedangkan bauran
pemasaran dalam bentuk jasa perlu ditambahkan 3P, sehingga bauran pemasaran
menjadi 7P (Product, Price, Place, Promotion, People, Phisical Evidence, Process).
Adapun pengertian masing-masing bauran pemasaran diatas adalah :
1.
Produk (Product)
Produk merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang
mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemampuan produk.
2.
Harga (Price)
Adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan
produk.
3.
Tempat (Place)
Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar
dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pasaran.
4.
Promosi (Promotion)
Adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan
keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya.
5.
Orang (People)
Adalah semua pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam
hal ini mempengaruhi persepsi pembeli, yang termasuk elemen ini adalah
personel perusahaan dan konsumen.
6.
Bukti Fisik (Physical Evidence)
Adalah bukti fisik jasa mencakup semua hal yang berwujud berkenaan dengan
suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan, dan peralatan.
7.
Proses (Process)
Adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dengan mana
jasa disampaikan yang merupakan sistem pengujian atau operasi.
2.2
Ruang Lingkup Jasa
2.2.1 Pengertian Jasa
Pengertian pemasaran jasa yang baik perlu didukung dengan pengertian jasa
itu sendiri, faktor-faktor pendukung pelaksanaan jasa dan strategi yang harus
diperhatikan oleh para penyedia jasa.
Menurut Philip Kotler dan Armstrong (2007;199) mendefinisikan jasa
sebagai berikut :
Service is any activity or benefit that one party can offer to another that is
essentially intangible and does not result in the ownership of anything .
Sedangkan menurut Zeithaml (2007;4) menyatakan jasa adalah sebagai
berikut :
Include all economics activities whose output is not a physical product or
construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides
added value in form (such as convinence, amusement, timeliness,comfort or
health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser .
Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi
bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan,
hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.
2.2.2 Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa adalah suatu sifat dari jasa yang ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain dan berfungsi untuk membedakannya dengan produk barang.
Menurut Philip Kotler dan Armstrong (2007;223) ada empat karakteristik jasa yaitu
sebagai berikut :
1.
Tidak berwujud (intangible)
Service cannot be seen, tested, felt, heard, or smelled before purchase.
Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik,
jasa tidak dapat dilihat, dirasa diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli.
Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut, maka para calon pembeli akan
mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. Konsumen mencari bukti kualitas
jasa berdasarkan enam hal berikut ini :
1. Tempat (place)
Tempat yang mendukung seperti kebersihan yang terjaga, kenyamanan
untuk konsumen, dan suasana yang mendukung.
2. Orang (people)
Orang yang menangani mampu melaksanakan tugas dengan baik. Sudah
terlatih, cepat dalam menangani masalah dan lain-lain.
3. Peralatan (equipment)
Peralatan penunjang seperti komputer, meja, infokus, dan lain-lain.
4. Komunikasi material (communication material)
Bukti-bukti berupa teks tertulis dan foto, misalnya kontrak atau hasil jadi
dalam foto.
5. Simbol (symbol)
Nama dan simbol pemberi jasa mencerminkan kemampuan dan
kelebihannya dalam melayani konsumen.
6. Harga (price)
Harga yang masuk akal dan dapat pula dipadukan dengan berbagai macam
promosi penjualan, seperti bonus, diskon, dan lain-lain.
2.
Bervariasi (variability)
Quality of services depends on who provides them and when, where, and how.
Jasa bersifat non standard dan sangat variabel. Berbeda dengan kualitas
produk fisik yang sudah terstandar, kualitas jasa bergantung pada siapa
penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu diberikan. Oleh karena
itu jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan yang lainnya.
3.
Tidak dapat dipisahkan (inseparebility)
Service cannot be separated from their provides.
Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan
dengan partisipasi konsumen didalamnya.
4.
Tidak dapat disimpan (perishability)
Service cannot be stored for later sale or use.
Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya
pada
saat
jasa
tersebut
diproduksi
dan
langsung
diterima
oleh
ada
si
penerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud
yang dapat diproduksi terlebih dulu, disimpan dan dipergunakan di lain
waktu.
2.2.3 Klasifikasi Jasa
Penawaran suatu perusahaan kepada pasar biasanya mencakup beberapa jenis
jasa. Komponen jasa ini dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama dari
keseluruhan penawaran tersebut. Pada kenyataannya, suatu penawaran dapat
bervariasi dari dua kutub ekstrim, yaitu murni berupa barang pada satu sisi dan jasa
murni pada sisi lainnya.
Menurut Fandy Tjiptono (2006;6) penawaran jasa dapat dibedakan menjadi
lima kategori, yaitu :
1.
Produk fisik murni
Penawaran semata-mata hanya terdiri atas produk fisik. Misalnya sabun
mandi, pasta gigi, atau sabun cuci, tanpa ada jasa atau pelayanan yang
menyertai produk tersebut.
2.
Produk fisik dengan jasa pendukung
Pada kategori ini penawaran terdiri atas suatu produk fisik yang disertai
dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik pada
konsumennya. Misalnya produsen mobil harus memberikan penawaran yang
jauh lebih banyak daripada hanya sekedar jual mobil saja, yaitu meliputi jasa
pengantaran, reparasi, pemasangan suku cadang, dan sebagainya.
3.
Campuran (hybrid)
Penawaran terdiri dari barang dan jasa yang sama besar porsinya.
4.
Jasa utama yang didukung dengan barang dan jasa minor
Penawaran terdiri atas suatu jasa pokok bersama-sama dengan jasa tambahan
(pelengkap) dan atau barang-barang pendukung. Contohnya penumpang
pesawat yang membeli jasa transportasi. Selama menempuh perjalanan
menuju tempat tujuannya, ada beberapa unsur produk fisik yang terlibat,
seperti makanan dan minuman, majalah atau surat kabar yang disediakan, dan
lain-lain. Jasa sepert ini memerlukan barang yang bersifat capital intensif
(dalam hal ini pesawat) untuk realisasinya, tetapi penawaran utama adalah
jasa.
5.
Jasa murni
Penawaran hampir seluruhnya berupa jasa. Misalnya fisioterapi, konsultasi,
psikologi, pemijitan, dan lain-lain.
Sebagai konsekuensi dari adanya macam variasi bauran antara barang dan jasa
maka sulit untuk mengklasifikasikan jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih
lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli
menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masingmasing.
Klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria menurut Lovelock
(1987) yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2006;8) yaitu :
a. Segmen pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada pelanggan
akhir ( misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan ) dan jasa kepada pelanggan
organisasional (misalnya jasa akuntansi dan perpajakan, jasa konsultan
manajemen, dan jasa konsultan hukum). Perbedaan utama di antara kedua segmen
tersebut adalah alasan dalam memilih jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan
kompleksitas pengerjaan jasa tersebut.
b. Tingkat keberwujudan ( tangibility )
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan
pelanggan. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu :
1. Rented goods service
Dalam jenis ini, pelanggan menyewa dan menggunakan produk-produk
tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Pelanggan hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya
tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakannya.Contohnya
penyewaan mobil, kaset video, laser disc, villa, dan apartemen.
2. Owned goods service
Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki pelanggan
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara /
dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk
pada produk yang dimiliki pelanggan. Contohnya jasa reparasi (arloji, mobil,
sepeda motor, komputer, dan lain-lain.), pencucian mobil, perawatan rumput
lapangan golf, perawatan taman, pencucian pakaian (laundry dan dry
cleaning), dan lain-lain.
3. Non-goods service
karakteristik khusus pada jenis jasa ini adalah jasa personal bersifat intangible
(tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada pelanggan. Contohnya
supir, baby-sitter, dosen, tutor, pemandu wisata, ahli kecantikan, dan lain-lain.
c. Keterampilan penyedia jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas professional
service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum, konsultan pajak,
konsultan sistem informasi, dokter, perawat, dan arsitek) dan nonprofessional
service (misalnya supir taksi dan penjaga malam). Pada jasa yang memerlukan
keterampilan tinggi dalam proses operasinya, pelanggan cenderung sangat selektif
dalam memilih penyedia jasa. Hal inilah yang menyebabkan para profesional
dapat mengikat para pelanggannya. Sebaliknya jika tidak memerlukan
keterampilan tinggi, seringkali loyalitas pelanggan rendah karena penawarannya
sangat banyak.
d. Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau
profit service (misalnya penerbangan, bank, dan jasa parsel) dan nonprofit service
(misalnya sekolah, yayasan dana bantuan, panti asuhan, panti wreda,
perpustakaan, dan museum).
e. Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya
pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan nonregulated service (seperti
makelar, katering, dan pengecatan rumah).
f. Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment-based service (seperti cuci
mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, ATM, vending machine, dan
binatu) dan people-based service (seperti pelatih sepakbola, satpam, jasa
akuntansi, konsultasi manajemen, dan konsultasi hukum).
g. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan.
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi highcontact service (seperti universitas, bank, dokter, dan pengadaian) dan lowcontact service (misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak pelanggannya
tinggi, keterampilan interpersonal harus diperhatikan oleh perusahaan jasa.
Sebaliknya pada jasa yang tingkat kontaknya rendah, justru keahlian teknis
karyawan yang paling penting.
2.3
Jasa Pendidikan Tinggi
2.3.1 Pengertian Jasa Pendidikan
Menurut Fuad Ihsan dalam dalam bukunya Dasar
(2009:7),
pendidikan
dapat
diartikan
sebagai
Dasar Kependidikan
proses
dimana
seseorang
mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk- bentuk tingkah laku lainnya di
masyarakat dimana dia hidup, proses sosial dimana ia dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya dari sekolah), sehingga ia dapat
memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan
individu yang optimum.
Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan
pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk
mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan keinginan individu sehingga tercapai pola
hidup pribadi dan sosial yang memuaskan. Pendidikan bukan semata-mata sebagai
sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi kehidupan anak sekarang
yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaanya.
Terdapat cirri-ciri atau unsur umum dalam pendidikan menurut Fuad Ihsan
(2009:6), yaitu :
a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang
kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk
kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, warga Negara atau warga
masyarakat.
b. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha-usaha yang
disengaja dan berencana dalam memilih isi (materi), strategi kegiatan dan teknik
penilaian yang sesuai.
c. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat, pendidikan formal dan pendidikan non formal.
2.3.2 Jasa Pendidikan Tinggi
Menurut Rambat Lupioyadi dan A. Hamdani (2006;148) ditinjau dari sudut
lembaga pendidikn tinggi, karakteristik penting yang terdapat didalamnya antara lain
bahwa :
a. Perguruan tinggi termasuk ke dalam jasa murni (pure services) dimana pemberian
jasa yang dilakukan didukung alat kerja atau sarana pendukung semata, seperti
ruangan kelas, kursi, meja, dan buku-buku.
b. Jasa yang diberikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa (mahasiswa), yang
dalam hal ini pelanggan mendatangi lembaga pendidikan
tersebut untuk
mendapatkan jasa yang diinginkan (meski dalam perkembangannya ada juga yang
menawarkan program kuliah jarak jauh (distance learning), universitas terbuka,
dll).
c. Penerima jasa adalah orang, jadi merupakan pemberian jasa yang berbasis orang.
Atau dalam jasa biasanya disebut dengan kontak tinggi. Pelanggan dan penyedia
jasa terus berinteraksi selama proses pemberian jasa berlangsung. Dengan kata
lain, untuk menerima jasa, pelanggan harus menjadi bagian dari sistem jasa
tersebut.
d. Hubungan
dengan
pelanggan
adalah
hubungan
keanggotaan
(member
relationship) dimana pelanggan telah menjadi anggota lembaga pendidikan
tersebut. Sistem pemberian jasanya secara terus menerus dan teratur sesuai
dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
2.3.3 Peserta Didik
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, setiap
peserta didik pada setiap tahun pendidikan berhak :
a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama.
b. Mendapatkan
pelayanan
pendidikan
sesuai
dengan
bakat,
minat,
dan
kemampuannya.
c. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikan.
d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikan.
e. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan yang setara.
f. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masingmasing dan tidak menyimpang dari ketentuan dan batas waktu yang ditetapkan.
2.3.4 Konsep Pemasaran dalam Jasa Pendidikan Tinggi
Ada beberapa tahap pengembangan konsep marketing yang digunakan oleh
para pengusaha dalam menghadapi persaingan, menurut Buchari Alma (2005;46)
terdapat lima tahap pengembangan proses marketing :
a. Konsep Produksi
Konsep produksi dalam jasa pendidikan, harus tetap memegang teguh
peningkatan mutu lulusannya, dan uang kuliah tidak terlalu tinggi.
b. Konsep Produk
Dalam lembaga
pendidikan, pimmpinan lembaga
tidak boleh berbuat
sekehendaknya, walaupun dalam rangka ingin meningkatkan mutu. Pimpinan
sekali-kali harus memonitor apa kehendak konsumen, apa keluhan-keluhan yang
di obrolkan oleh para mahasiswa diluuar ataupun dosen, tenaga administrasi dan
sebagainya. Jadi pimpinan perguruan tinggi, tidak tinggal diam di kamar di
kantornya, berlagak seperti birokrat sebuah departemen, yang sulit dihubungi.
Pimpinan lembaga pendidikan harus sering turun kebawah melihat ruang kuliah,
memperhatikan taman-taman kampus, bertegur sapa dengan mahasiswa, dosen
dan orang lain yang berkunjung ke kampus.
c. Konsep Penjualan
Pengusaha yang menganut konsep penjualan (selling concept) berpendapat bahwa
yang penting produsen menghasilkan produk, kemudian produk tersebut dijual
kepasar dengan menggunakan promosi secara besar-besaran. Produsen ini
mempunyai keyakinan bahwa dengan jalan promosi, konsumen dipengaruhi,
dirangsang, dimotivasi untuk membeli, maka mereka pasti akan membeli. Jika ini
diterapkan pada lembaga pendidikan maka ada kecenderungan lembaga
menggunakan surat kabar, TV untuk memasang iklan layaknya seperti iklan
barang saja. Iklan ini bisa saja, asal ada bukti nyata yang menunjang kekuatan
iklannya. Iklan tanpa usaha perbaikan mutu / performance lembaga pendidikan
akan berakibat sebaliknya, menjadi boomerang bagi lembaga pendidikan sendiri.
d. Konsep Marketing (marketing concept)
Lembaga pendidikan yang menganut konsep marketing ini, tahu persis apa yang
harus dilakukan. Lembaga pendidikan, bisnisnya bukan hanya sekedar mengejar
siswa tiap hari sesuai jadwal kemudian melaksanakan ujian, lulus, habis perkara.
Tapi layanan lembaga dalam banyak hal misalnya dalam suasana belajar
mengajar, ruang kelas yang bersih, taman yang asri, dosen-dosen yang ramah,
perpustakaan, lab, lapangan olahraga, dan sebagainya harus siap melayani siswa.
e. Konsep Kemasyarakatan
Sebuah perguruan tinggi harus bertanggung jawab terhadap masyarakat luas, atas
mutu lulusan yang dihasilkannya. Jangan sampai lulusan yang dihasilkan malah
membawa ekses di masyarakat. Lembaga pendidikan harus bertanggung jawab
terhadap uang masyarakat yang dipungut dan yang digunakan, sehingga betulbetul memberikan hasil yang maksimal buat kepentingan masyarakat.
2.3.5 Strategi Produk Jasa Pendidikan Tinggi
Menurut Lambat Lupioyadi dan A. Hamdani (2006;149), analisis terhadap
jasa pendidikan dapat dilakukan berdasarkan pada tingkatan produk, yaitu:
1. Penawaran Inti (Core Offer)
Pemasar harus memahami program apa yang diinginkan dan bermanfaat dari
sudut pandang pelanggan. Selain itu, pemasar juga harus dapat menjelaskan
program manfaat yang dapat memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan.
2. Kepuasan Nyata (Tangible Offer)
Kepuasan yanta dapat digambarkan berdasarkan empat karakteristik sebagai
berikut:
a.
Fasilitas (feature), komponen individual dari penawaran yang mudah
ditambahkan atau dikurangi tanpa mengubah kualitas dan model jasa.
Fitur juga merupakan alat untuk menbedakan program lembaga
pendidikan yang satu dengan yang lain.
b.
Kualitas (quality), mewakili tingkat penerimaan kinerja jasa. Kualitas
jasa sangat penting karena sangat bervariasi, tergantung keahlian
penyedia jasa. Contoh : arsitektur gedung, halaman kampus, dan
lingkungannya akan mendukung fungsi pendidikan.
c.
Merek (branding), program dan jasa dari suatu lembaga pendidikan
dapat diberikan suatu merek, seperti diberikan nama, simbol, dan desain
atau beberapa kombinasi yang dapat membedakan mereka dari
penawaran pesaing lainnya penawaran pesaing lainnya
3. Penambahan Lainnya (Augmented Offer)
Untuk menarik lebih banyak konsumen, suatu penawaran jasa dapat
ditambahkan atau diperbesar. Persaingan baru bukanlah apa yang ditawarkan
lembaga pendidikan di dalam kelas tetapi pada apa yang mereka tawarkan pada
standar penawaran dari segi pengemasan, layanan, periklanan, pembiayaan ,
pengaturan penyampaian jasa sehingga dapat memberikan nilai bagi konsumen.
Contoh : penawaran untuk keanggotaan di organisasi alumni. Jika llembaga
ingin bertahan di pasar, maka akan menghadapi pilihan strategi yang lebih jauh
diantarany :
Strategi berkelanjutan (Continuation Strategy), dalam hal ini perguruan
tinggi memutuskan melanjutkan strategi pemasaran yang lalu. Dengan kata
lain, melakukan segmen pasar, saluran distribusi, harga dan promosi yang
sama. Hal demikian bisa mengakibatkan konsumen menyusut.
Strategi konsentrasi (Consentration Strategy), mengkonsentrasikan sumber
daya yang ada hanya pada pasar yang paling potensial.
Strategi pemotongan (Harvesting strategy), mengurangi biaya-biaya yang
tidak begitu perlu untuk meningkatkan pemasukan atau arus kas positif
(mengurangi yang negatif).
2.3.6 Corporate Culture di Perguruan Tinggi
Budaya perguruan tinggi dimaknai sebagai karakteristik khas suatu perguruan
tinggi yang dapat diidentifikasi melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya,
kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkannya dan tindakan yang ditunjukan oleh seluruh
personil yang membentuk satu kesatuan khusus dari sistem perguruan tinggi.
Menurut Sallis yang dikutip oleh Aan Komariah dalam Buchari Alma dan
Ratih Hurriyati (2008;261) mengungkapkan ciri pendidikan bermutu adalah:
a. Rencana strategis memberi visi jangka panjang yang diwujudkan dalam
program yang bersifat operasional dalam menentukan pasar dan corak budaya
yang diinginkan.
b. Kebijakan mutu yang memberikan pola standar program utama yang berisi
pernyataan tentang hak-hak peserta didik.
c. Pertanggungjawaban manajemen dari peran-peran badan pemerintah dan
aparat yang merealisasikan mutu.
d. Organisasi mutu sebagai wadah kegiatan dalam mengatur, mengarahkan, dan
memonitor pelaksanaan program.
e. Penyelidikan dan pengakuan terhadap keberadaan peserta didik dalam wujud
sistem administrasi peserta didik yang sesuai dengan kebutuhannya.
f. Pemasaran dan publisitas dalam membentuk informasi yang jelas, akurat dan
up to date bagi masyarakat pemakai tentang apa yang ditawarkan dalam
program.
2.4
Kualitas Jasa
2.4.1 Pengertian Kualitas dan Kualitas Jasa
Kualitas atau mutu produk perlu mendapat perhatian besar dari manajer, sebab
kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kualitas yang rendah akan menempatkan
perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan.Apabila pelanggan merasa
kualitas dari suatu produk tidak memuaskan, maka kemugkinan besar ia tidak akan
menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi.
Sebuah
perusahaan
jasa
dapat
memenangkan
persaingan
dengan
menyampaikan secara konsisten layanan yang berkualitas tinggi dibandingkan para
pesaing dan yang lebih tinggi daripada harapan pelanggan.
Menurut Goetsh dan Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono (2006;51)
yang dimaksud kualitas adalah :
Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa,
yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau
dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa
dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih
rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan
demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa
dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Menurut Wyckof yang dikutip Tjiptono (2006;59) menyatakan sebagai
berikut :
Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.
2.4.2 Faktor Utama Dalam Menentukan Kualitas Jasa
Harapan
maupun
penilaian
konsumen
terhadap
kinerja
perusahaan
menyangkut beberapa faktor penentu kualitas jasa.
Menurut Parasuraman yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2006:69)
Terdapat 10 faktor utama yang menentukan kualitas jasa yaitu :
1. Reliability
Mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan
untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti setiap perusahaan memberikan
jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Selain itu juga berarti bahwa
perusahaan yang bersangkutan memnuhi janjinya, misalnya menyampaikan
jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati.
2. Responsiveness
Yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasanya sesuai
dengan jadwal yang disepakati.
3. Competence
Artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu.
4. Access
Meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini bererti lokasi fasilitas
jasa yang mudah dijangkau, waktu enunggu yang tidak terlalu lama, saluran
komunikasi perusahaan mudah dihubungi, dan lain-lain.
5. Courtesy
Meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimilki para
contact personel (seperti resepsionis, operator telepon, dan lain-lain)
6. Communication
Artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat
mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan
7. Credibility
Yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan,
reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi dengan
pelanggan.
8. Security
Yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan
secara fisik (physical safety) dan keamanan financial (financial security)
9. Understanding Knowing the Consumer
Yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
10. Tangibles
Yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik,peralatan yang
dipergunakan, refresentasi fisik dari jasa.
Apabila kelima elemen tersebut diperhatikan, diharapkan akan memberikan
kepuasan kepada konsumen. Kepuasan aadalah fungsi dari perceived pervormance
dan expectation
S= f (E.P)
S = Satisfaction
E = Expectation
P = Product Perceived Performance
Jika jasa atau barang yang dibeli sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
konsumen, maka akan terdapat kepuasan dan sebaliknya akan timbul rasa kecewa.
Bila kenikmatan yang diperoleh konsumen melebihi harapannya, maka konsumen
betul-betul puas, mereka akan mengacungkan jempol, dan mereka akan mengadakan
pembelian ulang serta member rekomendasi produk kepada rekan-rekannya.
Menurut Parasuraman yang dikuti oleh Fandy Tjiptono (2006;80) ada lima
gap yang menyebabkan kegagalan perusahaan dalam menyampaikan jasanya, kelima
gap tersebut adalah :
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat.
Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya
didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan
pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang
jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu :
-
Tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa.
-
Kekurangan sumber daya.
-
Atau karena adanya kelebihan permintaan.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya :
-
Karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya).
-
Beban kerja melampaui batas.
-
Tidak dapat memenuhi standar kinerja,
-
Atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji
yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi perusahaan adalah janji yang
diberikan ternyata tidak terpenuhi.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan
cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
Gambar 2.1
Analisis Lima Kesenjangan
KONSUMEN
Komunikasi dari
mulut kemulut
Kebutuhan
Sosial
Pengalaman yang
lalu
Jasa yang diharapkan
Pelanggan
Jasa yang dirasakan
Pemasaran
Penyampaian Jasa
GAP 1
Komunikasi
GAP 4
GAP 3
Perubahan dari persepsi
menjadi spesifikasi
kualitas jasa
GAP 2
Persepsi Manajemen
tentang harapan
Konsumen
Sumber : Rambat Lopiyoadi dan A.Hamdani (2006), Manajemen Pemasaran
Jasa, hal 185.
2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa Buruk
Menurut Fandy Tjiptono (2006;85) berbagai macam faktor yang dapat
menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor-faktor tersebut meliputi :
a. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan
Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability, artinya jasa
diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Dengan kata lain dalam
memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya
timbul masalah-masalah sehubungan interaksi produsen dan pelanggan jasa.
Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat
berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya
tidak
terampil dalam melayani pelanggan, cara berpakaian tidak sesuai, tutur katanya
kurang sopan atau bahkan menyebalkan, bau badannya mengganggu, selalu
cemberut atau pasang tampang angker .
b. Intensitas kerja yang tinggi
Keterlibatan tenaga kerja yang insentif dalam penyampaian jasa dapat pula
menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi. Halhal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang kurang
memadai atau bahkan tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang tinggi, dan
lain-lain.
c. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang
memadai.
Karyawan front line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa. Supaya
mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatkan
dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan,
dan sumber daya manusia). Dukungan tersebut dapat berupa peralatan,
keterampilan, maupun informasi.
d. Kesenjangan-kesenjangan komunikasi
Bila terjadi gap/kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau
persepsi negatif terhadap kualitas jasa. Ada beberapa jenis kesenjangan
komunikasi yang biasa terjadi, yaitu :
1) Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat
memenuhinya.
2) Perusahaan tidak bisa menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan,
misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur/aturan, perubahan
susunan barang di rak pajangan supermarket, dan lain-lain.
3) Pesan komunikasi perusahaan tidak dipahami pelanggan.
4) Perusahaan tidak memperhatikan atau segera menangggapi keluhan/saran
pelanggan.
e. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama
Dalam hal interaksi dengan pemberi jasa, tidak semua pelanggan bersedia
menerima pelayanan/jasa yang seragam (standarized service). sering terjadi ada
pelanggan yang menginginkan atau bahkan menuntut jasa yang bersifat personal
dan berbeda dari pelanggan lain. Hal ini menimbulkan tantangan bagi perusahaan
agar dapat memahami kebutuhan-kebutuhan khusus pelanggan individual dan
memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan kepada
pelanggan.
f. Perluasan atau pengembangan jasa sacara berlebihan
Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat
meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang
buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan
terhadap jasa yang sudah lama ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah selalu
optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar
standar kualitas jasa.
g. Visi bisnis jangka pendek
Visi bisnis jangka pendek (seperti orientasi pada pencapaian target penjualan dan
laba tahunan, penghematan biaya, peningkatan produktivitas tahunan, dan lainlain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang.
2.4.4 Strategi Meningkatkan KualitasJasa
Meningkatkan kualitas jasa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan
atau menekan saklar lampu, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Upaya
tersebut juga berdampak luas, yaitu terhadap budaya organisasi secara keseluruhan.
Menurut Fandy Tjiptono (2006;88) ada beberapa cara yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kualitas jasa, yaitu :
1. Mengidentifikasi Detrminan Utama Kualitas Jasa
Setiap perusahaan jasa perlu berupaya memberikan kualitas yang terbaik kepada
pelanggannya. Untuk itu dibutuhkan identifikasi determinan utama kualitas jasa
dari sudut pandang pelanggan. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan
adadalh melakukan riset untuk mengidentifikasi determinan jasa yang paling
penting bagi pasar sasaran. Langkah berikutnya adalah memperkirakan penilaian
yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan
determinan-determinan tersebut.
2. Mengelola Harapan Pelanggan
Semakin banyak janji yang diberikan perusahaan, maka semakin besar pula
harapn pelanggan (bahkan bisa menjurus menjadi tidak realistis) yang pada
gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan
oleh perusahaan. Untuk itu ada suatu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu :
Jangan janjikan apa yang tidak bsa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang
dijanjikan .
3. Mengelola Bukti (evidence) Kualitas Jasa
Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan
selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak
dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka pelanggan cenderung
memperhatikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti
kualitas.
4. Mendidik Kosumen Tentang Jasa
Membantu pelanggan dalam memahami suatu jasa merupakan upaya yang sangat
positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang lebih
terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik.
5. Mengembangkan Budaya Kualitas
Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan
lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara
terus-menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai
tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat tercipta
budaya kualitas yang baik, dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh
anggota organisasi.
6. Menciptakan Automating Quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi varibilitas kualitas jasa yang disebabkan
kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki. Meskipun demikian, sebelum
memutuskan akan melakukan otomatisasi, perusahaan perlu melakukan penelitian
secara seksama untuk menentukan bagian yang membutuhkan sentuhan manusia
dan bagian yang memerlukan otomatisasi.
7. Menindaklanjuti Jasa
Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu
ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian
atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka
terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan
bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun
keluhan mereka.
8. Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa
Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan
berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan
menyebarkuaskan informasi dan kualitas jasa guna mendukung pengambilan
keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek yaitu data saat ini
dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi
mengenai perusahaan dan pelanggan.
2.5
Kepuasan Konsumen
2.5.1 Pengertian Kepuasan Konsumen
Pelanggan dalam menggunakan jasa tertentu akan menghasilkan tingkat
kepuasan tertentu. Dari service performance (tampilan Pelayanan), maka perceived
service (pelayanan yang diberikan) tidak mungkin selalu sama (sesuai) dengan
customer expectation (harapan pelanggan).
Masalah kepuasan adalah merupakan masalah yang sifatnya subyektif, karena
kepuasan seseorang belum tentu sama dengan kepuasan yang dirasakan orang lain,
walaupun jasa yang diberikannya mempunyai kualitas yang sama, karena itu
kepuasan ini sangat sulit diukur secara kuantitatif.
Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keler (2007;177) yang dimaksud
dengan kepuasan adalah :
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan kinerja (hasil)
produk yang dipikirkan
terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan .
Menurut Engel et al yang dikutip oleh Tjiptono (2006;146) menyatakan
kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut:
Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif
yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau
melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila
hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan .
Ada kesamaan di antara beberapa definisi di atas, yaitu menyangkut komponen
kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan) Umumnya harapan
pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan
diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa).
Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia
terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Secara konseptual, kepuasan
pelanggan dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Gambar 2.2
Konsep Kepuasan Pelanggan
Kebutuhan dan
Keinginan Pelanggan
Tujuan Perusahaan
Harapan Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai Produk
Tingkat
Kepuasan
Sumber : Tjiptono, Fandy (2006;147), Strategi Pemasaran. Yogyakarta:
Penerbit Andi Offset,p.28
2.5.2 Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler dan Keller dalam bukunya Manajemen Pemasaran
(2007;137) ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan
pesaing). Ada empat metode untuk mengukur kepuasan yaitu :
a. Sistem keluhan dan saran (suggestion and recommended)
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran,
pendapat, dan keluhan mereka. Media yang dapat digunakan berupa kotak saran
yang diletakan di tempa-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering
dilewati pelanggan), menyediakan kartu komentar (yang bisa diisi langsung atau
dikirim via pos kepada perusahaan), menyediakan saluran telepon khusus
(customer hot lines), dan lain-lain.
b. Survei Periodik (periodic surveys)
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan
menggunakan metode survey, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara
pribadi. Melalui survai, perusahan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik
secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga memberikan tanda (signal)
positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya.
c. Pembeli Misterius (mystery shoppers)
Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost
shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial
produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahan dan
pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk
tersebut.
d. Analisa Konsumen yang Hilang (customer loss rate)
Metode ini sedikit unik. Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya
yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan
adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi
ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya
dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
2.5.3 Faktor-faktor Timbulnya Ketidakpuasan Pelanggan
Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, diantaranya
pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan
janji-janji peusahaan dan para pesaing (Kotler dan Armstrong) yang dikutip oleh
Tjiptono (2006;150). Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan harapn seseorang
biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 2.3
Penyebab Utama Tidak Terpenhinya Harapan Pelanggan
Pelanggan Keliru
Mengkomunikasikan Jasa
Yang Dinginkan
Pelanggan Keliru
Menafsirkan Siganal
(Harga, Positioning, dll)
Miskominikasi
Rekomendasi Mulut
Ke Mulut
Harapan
Tidak Terpenuhi
Kinerja Karyawan
Perusahaan Jasa
Yang Buruk
Miskomunikasi
Penyediaan Jasa
Oleh Pesaing
Sumber : Tjiptono (2006;151)
Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan
berpengaruh pada pola prilaku selanjutnya, hal ini ditunjukan pelanggan setelah
terjadi proses pembelian. Apabila pelanggan merasa puas, maka dia akan menunjukan
besarnya kemungkinan untuk membeli kembali produk yang sama. Pelanggan yang
puas juga cenderung akan memberikan referensi yang baik terhadap produk kepada
orang lain.
Tidak demikian dengan seorang pelanggan yang tidak puas. Pelanggan yang
tidak puas dapat melakukan tindakan pengembalian produk, atau secara ekstrim
bahkan dapat mengajukan gugatan terhadap perusahaan.
Tentu banyak sebab-sebab timbulnya ketidakpuasan tersebut, menurut
Buchari Alma (2004;286) munculnya rasa tidak puas terhadap sesuatu antara lain:
1. Tidak sesuai harapn dengan kenyataan
2. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan
3. Perilaku personil kurang memuaskan
4. Suasana dan kondisi fisik lingkungan tidak menunjang
5. Cost terlalu tinggi, karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga
tidak sesuai.
6. Promosi/iklan terlalu muluk, tidak sesuai dengan kenyataan.
2.5.4 Strategi Kepuasan Konsumen
Ada beberapa strategi untuk memenuhi kepuasan konsumen, menurut Fandy
Tjiptono (2006;161) strategi kepuasan konsumen adalah sebagai berikut :
1. Relationship Marketing Strategy
Dslsm strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin
suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus-menerus sehingga
diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business)
2. Strategy Superior Customer Service
Strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para
pesaing. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana
yang besar, kemampuan
sumber daya manusia, dan usaha gigih.
3. Strategy Unconditional Guarantess
Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan
yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan kualitas
jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga akan meningkatkan motivasi para
karyawan untuk mencari tingat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya.
4. Strategi Penanganan Keluhan
Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan pelanggan
abadi ).
2.6
Hubungan antara Kualitas Jasa terhadap Kepuasan Konsumen
Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa jasa tidak nyata (intangible) dimana
jasa tersebut tidak dapat dirasakan, dilihat, diraba sebelum membeli. Dengan
demikian pelanggan akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa (pelayanan)
tersebut melalui orang lain. Sudah menjadi tugas para penyedia jasa untuk
membuktikan atau menyatakan yang tidak nyata dari produk yang ditawarkan.
Sesuatu yang dapat memberikan bukti fisik dan citra dari penawaran abstrak mereka,
sehingga pelanggan dapat merasakan jasa-jasa (pelayanan) yang diberikan
perusahaan untuk kemudian dievaluasi oleh pelanggan, apakah jasa tersebut sesuai
dengan yang diharapkan, memberi harapan mereka ataukah berada di bawah harapan
mereka. Tjiptono (2004;32) menyatakan bahwa dengan terciptanya kepuasan
konsumen maka akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak antara lain
membina hubungan yang harmonis antara konsumen dengan perusahaan.
Apabila perusahaan bisa memberikan kualitas jasa pelayanan yang baik maka
konsumen pun akan merasa puas, maka mereka akan melakukan konsumsi yang sama
dengan yang sebelumnya atau melakukan konsumsi yang baru atau pemakaian jasa
yang lebih besar lagi, sehingga hubungan dengan pelanggan untuk jangka panjang
dan tahan lama akan tercapai.
Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap kualitas jasa yang ada, maka
pelanggan tersebut akan meninggalkan perusahaan untuk mencari dan mencoba jasa
dari perusahaan lain dan kemudian membandingkannya atau mereka benar-benar
pergi meninggalkan perusahaan dan tidak ingin kembali lagi.
Suatu hal yang perlu diketahui adalah jika para pelanggan melepas diri karena
merasa tidak puas, maka mereka bisa menyebarkan image buruk yang beredar dari
mulut ke mulut tentang perusahaan sehingga berakibat kerugian ekonomi yang besar
bagi perusahaan.Oleh karena itu maka kualitas jasa sangat berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan.
Download