Templat tugas akhir S1

advertisement
ANALISIS GUILD BURUNG DI BEBERAPA TIPE HABITAT
DI HUTAN LAMBUSANGO, PULAU BUTON,
SULAWESI TENGGARA
HAFIYYAN SASTRANEGARA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Guild Burung
di Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Hafiyyan Sastranegara
NIM E34090076
ABSTRAK
HAFIYYAN SASTRANEGARA. Analisis Guild Burung di Beberapa Tipe
Habitat di Hutan Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh
ANI MARDIASTUTI dan YENI ARYATI MULYANI.
Kehadiran kelompok guild dapat dijadikan sebagai indikator perubahan
habitat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi komposisi guild dan
menganalisa faktor yang mempengaruhi keragaman guild pada hutan primer,
hutan sekunder, dan kebun campuran. Penelitian dilakukan pada tanggal 4-31 Juli
2013 di hutan primer, hutan sekunder, dan kebun campuran di hutan Lambusango.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan sekunder memiliki jumlah anggota
penyusun guild tertinggi, tetapi tidak terdapat perbedaan yang besar dalam hal
komposisi guild penyusun di ketiga tipe habitat. Burung insektivora selalu
mendominasi komposisi guild di setiap tipe habitat. Hal ini diduga karena
serangga sebagai sumber pakannya dapat ditemukan sepanjang tahun, sehingga
turut mempengaruhi keberadaan burung ini. Guild yang memiliki tingkat
dominansi di bawah burung insektivora adalah frugivora. Keberadaan buah
sebagai sumber pakan burung frugivora merupakan faktor utama keberadaan guild
ini. Tajuk tengah dan tajuk atas adalah substrat yang paling sering digunakan oleh
burung insektivora dan frugivora. Bentuk perilaku makan dominan yang
dilakukan oleh burung insektivora adalah perilaku sally, sedangkan burung
frugivora lebih banyak melakukan perilaku makan berupa glean dan reach.
Kata kunci: Guild, habitat, hutan Lambusango
ABSTRACT
HAFIYYAN SASTRANEGARA. Guild Analyze in Several Habitat Types in
Lambusango Forest, Buton Island, Southeast Sulawesi. Supervised by ANI
MARDIASTUTI and YENI ARYATI MULYANI.
The existence of a guild can be used as the indicator of habitat change. The
objective of this research is to identify guild composition and analyze factors that
influence guild diversity in primary forest, secondary forest, and mix plantation. This
research was conducted on July, 4th-31st in primary forest, secondary forest, and mix
plantation in Lambusango forest. The result shows that secondary forest holds the highest
guild composition although there was no big difference in the number of guild among the
three habitat types. Insectivores always dominate guild composition in every habitat types.
It might be influenced by the stability and availability of the insect population throughout
the year. Frugivore is the next dominance guild in every habitat type. Middle and upper
canopy are the dominant substrate used by insectivore and frugivore. Sally is the
dominant behavior type that frequently used by insectivore while glean and reach is the
dominant behavior that frequently used by frugivore.
Keywords: Guild, habitat, Lambusango forest
ANALISIS GUILD BURUNG DI BEBERAPA TIPE HABITAT
DI HUTAN LAMBUSANGO, PULAU BUTON,
SULAWESI TENGGARA
HAFIYYAN SASTRANEGARA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Guild Burung di Beberapa Tipe Habitat di Hutan
Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara
Nama
: Hafiyyan Sastranegara
NIM
: E34090076
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ani Mardiastuti MSc
Pembimbing I
Dr Ir Yeni Aryati Mulyani MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
- - - - --
Judul Skripsi: A:- .
. ng di Beberapa Tipe Habitat di Hutan
u Buton, Sulawesi Tenggara
L <4.
~~ -
Nama
NIM
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Ani Mardiastuti MSc
Pembimbing I
Dr Ir Yeni Aryati Mulyani MSc Pembimbing II Diketahui oleh Tanggal Lulus:
,,;
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan Juli-Agustus 2013 ini ialah guild burung, dengan
judul Analisis Guild Burung di Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lambusango,
Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Ani Mardiastuti M.Sc
dan Ibu Dr Ir Yeni Aryati Mulyani M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, Dr Ir Noor Farikhah Haneda M.Si dan Eva Rachmawati
S.Hut M.Sc atas saran yang diberikan. Terima kasih kepada Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara, Operation Wallacea, dan Tim
Lambusango IPB (Reza, mba Aron, bang Bucok, bang Nara, bang Malau, mba
Yane) yang telah membantu selama pengumpulan data. Penelitian ini juga
dimungkinkan dengan dukungan transportasi dan logistik oleh Operation
Wallacea. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga
tercinta, keluarga besar Himakova, keluarga besar Anggrek Hitam, Nindya Gita
Utami, dan sahabat atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Hafiyyan Sastranegara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Metode Pengumpulan Data
2
Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kondisi Tipe Habitat di Hutan Lambusango
5
Keragaman Guild pada Suatu Tipe Habitat
7
Kondisi Guild di Hutan Lambusango
9
Substrat dan Perilaku Makan Guild Frugivora dan Insektivora
12
Implikasi terhadap Pengelolaan Burung
13
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
17
DAFTAR TABEL
1 Jenis perilaku makan yang diamati pada burung (dimodifikasi dari
Remsen dan Robinson 1990)
2 Keragaman guild di lokasi penelitian
5
9
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian
2 Skema klasifikasi guild insektivora dan frugivora di Hutan Lambusango
(dimodifikasi dari Wiens 1989)
3 Profil habitat hutan primer
4 Profil habitat hutan sekunder
5 Profil habitat kebun campuran
3
4
6
7
8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi kelompok guild Insektivora di habitat hutan primer (HP),
hutan sekunder (HS), dan kebun campuran (KC).
2 Komposisi guild burung di hutan primer
3 Komposisi guild burung di hutan sekunder
4 Komposisi guild burung di kebun campuran
5 Perilaku makan burung frugivora di hutan primer
6 Perilaku makan burung frugivora di hutan sekunder
7 Perilaku makan burung frugivora di kebun campuran
8 Perilaku makan burung insektivora di hutan primer
9 Perilaku makan burung insektivora di hutan sekunder
10 Perilaku makan burung insektivora di kebun campuran
17
21
22
23
24
25
26
27
28
29
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Guild merupakan sekelompok spesies dalam sebuah komunitas yang
mengeksploitasi sumberdaya pada suatu kelas yang sama dengan cara yang serupa
(Root 1967), dengan demikian kelompok jenis burung dalam suatu guild tidak
selalu berasal dari jenis dan suku yang sama tetapi dapat berasal dari jenis dan
suku yang berbeda. Pengelompokan dapat dilakukan dengan membuat klasifikasi
berdasarkan jenis pakan, teknik mendapatkan makanan, dan tempat mencari
makan (Novarino 2008). Blondel (2003) menjelaskan bahwa tingkat persaingan
antar spesies di dalam satu guild yang sama lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan tingkat persaingan antar spesies antar guild, karena mereka menggunakan
sumber pakan yang sama. Tingkat persaingan antar kelompok guild dapat
menyebabkan perbedaan keragaman guild.
Keragaman guild dalam suatu habitat dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti keberadaan predator, tingkat kompetensi dalam ekosistem, dan perubahan
kondisi habitat. Perubahan ketersediaan sumberdaya tertentu dalam suatu habitat
akan direspon oleh guild yang bergantung terhadap sumberdaya tersebut.
Croonquist dan Brooks (1991) menyebutkan bahwa respon tersebut dapat menjadi
indikator gangguan habitat yang cukup efektif. Wiens (1989) menjelaskan bahwa
pola pemilihan habitat oleh sekelompok spesies burung dalam mengeksploitasi
sumberdaya pakan berhubungan dengan kondisi suatu habitat itu sendiri.
Hutan sekunder sering dipandang kurang memiliki nilai konservasi karena
gangguan yang pernah dialaminya. Namun, beberapa penelitian menunjukkan
bahwa hutan sekunder memiliki keanekaragaman burung yang lebih tinggi
dibandingkan hutan primer yang masih alami (Wong 1986; Newmark 2006).
Gangguan-gangguan yang terjadi dalam suatu habitat dapat menyebabkan
perbedaan keragaman guild. Aktivitas manusia, terutama penebangan liar, dan
bencana alam merupakan jenis gangguan habitat yang berpotensi merubah tatanan
vegetasi. Perubahan yang terjadi pada suatu habitat dapat diketahui dengan
melihat komposisi vegetasinya. Struktur vertikal pohon dapat digunakan untuk
melihat kondisi strata vegetasi serta hubungannya dengan kondisi guild pada suatu
tipe habitat.
Menurut Sodhi (2002) adanya gangguan pada suatu habitat dapat
meningkatkan keragaman sumberdaya pakan sehingga mempengaruhi
keanekaragaman burung (Sodhi 2002). Imanuddin (2009) mendapatkan bahwa
hutan primer dan hutan sekunder memiliki kemiripan guild yang cukup tinggi
sedangkan Adamik (2003) mendapatkan bahwa hutan sekunder memiliki jumlah
anggota kelompok guild yang lebih tinggi daripada hutan primer. Hal ini
membuktikan bahwa perubahan yang terjadi pada suatu tipe habitat dapat
mempengaruhi keragaman guild di habitat tersebut. Perubahan yang
mempengaruhi keragaman guild dapat digunakan untuk melihat gambaran aliran
energi dan makanan dalam suatu ekosistem. Selain itu, penelitian ini juga dapat
dilakukan untuk mengetahui tingkat kompetensi atau persaingan dalam
pemenuhan kebutuhan pakan.
2
Tujuan Penelitian
1.
2.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengidentifikasi komposisi guild burung pada tipe habitat hutan primer,
hutan sekunder, dan kebun campuran di kawasan hutan Lambusango.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi keragaman guild burung pada
setiap tipe habitat yang diamati di hutan Lambusango.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan berupa data dan informasi mengenai komposisi
guild dan karakteristiknya di kawasan hutan Lambusango. Data dan informasi
tersebut yang diharapkan menjadi kontribusi dalam pengetahuan mengenai
struktur komunitas burung dan dapat digunakan dalam pengelolaan burung.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian mengenai analisis guild burung dilaksanakan di habitat hutan
primer, hutan sekunder, kebun campuran di hutan Lambusango, Pulau Buton,
Sulawesi Tenggara pada tanggal 4 Juli hingga 31 Juli 2013 (Gambar 1). Pada
Hutan Lambusango telah tersedia jalur pengamatan (transek) yang telah dibuat
semenjak kegiatan Operation Wallacea diadakan. Pada habitat hutan primer
dilakukan pada transek 2 dan transek 3. Namun, pengamatan di hutan sekunder
dilakukan di jalur pengamatan Jalan Kodok dan Jalan Tarsius sedangkan
pengamatan di kebun campuran dilakukan di jalur pengamatan Kebun Toroku.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam memperoleh data adalah peta lokasi,
binokuler, pita meter, kompas, tali tambang, kamera, pencatat waktu, alat tulis,
tally sheet, buku panduan lapang burung-burung di kawasan Wallacea (Coates dan
Bishop 1997). Obyek yang diamati dalam penelitian ini adalah burung-burung
yang berada di hutan Lambusango, Pulau Buton.
Metode Pengumpulan Data
Orientasi lapangan dilakukan sebelum pengumpulan data untuk memastikan
penempatan jalur pengamatan sesuai kondisi lapangan selama enam hari. Data
yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data
struktur vertikal pohon dan data burung. Data sekunder dilakukan dengan
melakukan studi pustaka yang mendukung data primer.
3
Gambar 1 Lokasi Penelitian
Struktur vertikal pohon
Satu plot pengukuran berukuran 10 x 50 m untuk pembuatan profil pohon di
setiap tipe habitat. Pengukuran dilakukan terhadap jenis pohon dan tiang yaitu
tinggi total pohon, tinggi bebas cabang, diameter pohon, tutupan tajuk.
Burung
Pengamatan dilakukan di dua jalur pengamatan yang telah ada di hutan
Lambusango pada tiap tipe habitat. Pengamatan dilakukan pada pagi hari (pukul
05.30-09.00 WITA), dengan pertimbangan bahwa waktu teraktif burung dalam
mencari makan adalah pagi hari. Parameter yang dicatat adalah jenis burung, jenis
pakan, teknik mendapatkan makanan, tempat mencari makan, dan waktu aktif
dalam mencari makan.
Analisis Data
Struktur vertikal pohon
Kondisi habitat akan diuraikan melalui penggambaran profil tingkat pohon
dan tiang serta deskripsi umum habitat.
Komposisi guild burung pada beberapa tipe habitat
Analisis komposisi guild burung pada tiap tipe habitat dilakukan dengan
cara menggolongkan burung berdasarkan pakan utama, tempat mencari makan,
dan perilaku makan dari setiap spesies burung. Pengelompokan suatu spesies
burung ke dalam guild dilakukan dengan pendekatan a priori dan a posteriori
4
Insektivora/Frugivora
(Wiens 1989). Pendekatan a priori dilakukan secara subyektif dengan melihat
data penelitian burung pada tahun-tahun sebelumnya (Wiens 1989). Pendekatan a
posteriori dilakukan dengan mengelompokkan spesies burung berdasarkan hasil
pengamatan ke dalam kelompok guild. Pengelompokan spesies dalam penelitian
ini mengacu pada Wong (1986) dan Coates dan Bishop (1997), sedangkan
perilaku mencari makan anggota guild mengacu pada Remsen dan Robinson
(1990) serta Coates dan Bishop (1997). Pengelompokan anggota guild
berdasarkan substratnya mengacu pada Wilson (1974), Wong (1986), dan Coates
dan Bishop (1997).
Pada kelompok guild insektivora dan frugivora, struktur guild
diklasifikasikan berdasarkan skema jenis pakan utama (Wong 1986; Coates dan
Bishop 1997), tempat mencari makan (Wilson 1974; Wong 1986; Coates dan
Bishop 1997), dan perilaku makan (Remsen dan Robinson 1990; Coates dan
Bishop 1974) (Gambar 2). Jenis perilaku makan yang diamati pada burung
insektivora dan frugivora dijelaskan pada Tabel 1. Komposisi guild dikaitkan
dengan kondisi habitat yang dianalisis secara deskriptif berdasarkan diagram
profilnya dan kondisi aktual habitat untuk melihat keterkaitan antara spesies
burung dengan sumberdaya pakan yang mendukungnya.
Lantai
hutan
Perilaku makan
burung
Batang
Di atas
lantai hutan
Tajuk
pohon
Jenis burung
Perilaku
makan
Jenis burung
burung
Tajuk
bawah
Perilaku
makan
burung
Jenis burung
Tajuk
tengah
Perilaku
makan
burung
Jenis burung
Tajuk atas
Aerial
Perilaku
makan
burung
Perilaku
makan
burung
Jenis
burung
Jenis burung
Gambar 2 Skema klasifikasi guild insektivora dan frugivora di Hutan
Lambusango (dimodifikasi dari Wiens 1989)
Faktor yang mempengaruhi keragaman guild pada suatu tipe habitat
Data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman guild pada
suatu tipe habitat dianalisis dengan menggunakan data perbandingan komposisi
guild dan kondisi habitat. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman guild pada suatu tipe
habitat. Faktor-faktor yang dijelaskan yaitu faktor karakteristik habitat dan faktor
pakan.
5
Tabel 1 Jenis perilaku makan yang diamati pada burung (dimodifikasi dari
Remsen dan Robinson 1990)
Jenis perilaku
Glean
Reach
Hang
Probe
Gape
Peck
Flake
Sally
Screen
Deskripsi
Mengambil pakan dari substrat terdekat tanpa perlu
memanjangkan kaki atau leher.
Mengambil pakan dari substrat dengan menjulurkan
kaki atau leher.
Menggantungkan kaki atau jari kaki untuk
mengambil pakan yang berada di bawah tubuh.
Menggunakan paruh pada lubang atau substrat
untuk mengambil pakan yang tersembunyi.
Menggunakan paruh seperti probe tetapi paruh
digunakan untuk membuka lubang lebih besar
ketika mengambil pakan.
Mendorong atau menggerakkan paruh pada substrat
untuk menyingkirkan lapisan luar pada substrat.
Menyisihkan substrat yang longgar dengan gerakan
paruh seperti menyapu substrat.
Menyerang mangsa dengan cara terbang dari
tenggeran setelah sebelumnya mengintai pergerakan
mangsa.
Gerakan menyerang mangsa dengan serangan
terbang secara beruntun.
Sub-perilaku
Reach-down,
reach-out.
Hang-glean,
hang-reach.
Sally-hover.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Tiap Tipe Habitat di Hutan Lambusango
Habitat hutan primer
Hutan primer yang berada di Hutan Lambusango merupakan tipe habitat
hutan primer yang masih cukup terjaga kelestariannya. Tipe hutan ini berada di
sekitar hutan produksi yang memiliki ketinggian antara 600-800 mdpl.
Berdasarkan hasil observasi vegetasi di hutan primer, terdapat sembilan jenis
pohon dengan rata-rata diameter 97,1 cm dan rata-rata tinggi 23,87 m (Gambar 3).
Pohon Lithocarpus elegans adalah jenis pohon yang mendominasi di hutan primer
dengan rata-rata tinggi 91,7 cm dan rata-rata tinggi 23,4 m.
Pada hutan primer tersebut, terdapat tujuh jenis pohon yang sedang berbuah
dan berpotensi menjadi sumber pakan bagi jenis burung frugivora yaitu pohon
Lithocarpus elegans, Calophyllum inophyllum, Ficus variegata, F. virens,
Tectona grandis, Metrosideros petiolata, dan Vitex cofassus. Tumbuhan bawah
yang terdapat di hutan primer didominasi oleh rotan yang bergerombol. Hal ini
menyebabkan tingkat permudaan pohon menjadi sulit untuk tumbuh sehingga
jarang terdapat permudaan pohon di hutan primer. Selain itu, tajuk yang cukup
rapat menyebabkan cahaya matahari sulit menembus hingga permukaan tanah.
Kondisi ini mengakibatkan semak belukar tidak dapat berkembang biak dengan
baik di tipe habitat ini.
6
Keterangan: 1. Lithocarpus elegans; 2. Calophyllum inophyllum; 3. Ficus
variegata; 4. Ficus virens; 5. Cinnamomum zeylanicum; 6. Tectona
grandis; 7. Metrosideros petiolata; 8. Vitex cofassus; 9. Dillenia sp.
Gambar 3 Profil habitat hutan primer
Habitat hutan sekunder
Hutan sekunder yang berada pada ketinggian 200 mdpl di kawasan Hutan
Lambusango memiliki karakteristik yang khas seperti permudaan pohon yang
cukup melimpah dan komposisi tajuk yang tidak rapat. Gangguan yang pernah
terjadi pada masa lampau yaitu adanya aktivitas manusia seperti penebangan
pohon, pengambilan rotan, bahkan perburuan terhadap satwaliar mengakibatkan
terbukanya tajuk. Tajuk yang tidak rapat dapat menyebabkan cahaya matahari
yang mudah menembus hingga lantai hutan sehingga menyebabkan beragamnya
jenis tumbuhan bawah.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, terdapat sepuluh jenis pohon dengan
rata-rata diameter 88,68 cm dan rata-rata tinggi 20,03 m (Gambar 4). Pohon
Tabernaemontana sphaerocarpa merupakan jenis pohon yang mendominasi
dengan rata-rata diameter 75,75 cm dan rata-rata tinggi 16,38 m. Pada hutan
sekunder tersebut, terdapat lima jenis pohon yang sedang berbuah dan berpotensi
menjadi sumber pakan bagi burung frugivora yaitu Ficus variegata, Vitex
cofassus, F. tinctoria, Pometia pinnata dan F. septica.
7
Keterangan: 1. Ficus variegata; 2. Vitex cofassus; 3. Polyalthea cf. lateriflora; 4.
Tetrameles nudiflora; 5. Ficus tinctoria; 6. Tabernaemontana
sphaerocarpa; 7. Pterospermum celebicum; 8. Buchanania
arborescens; 9. Pometia pinnata; 10. Ficus septica
Gambar 4 Profil habitat hutan sekunder
Habitat kebun campuran
Kebun campuran merupakan salah satu tipe habitat yang ditumbuhi oleh
tumbuhan perkebunan dan tumbuhan hutan. Pada awalnya kebun campuran
merupakan sebuah kawasan hutan yang dialihfungsikan oleh masyarakat sekitar
sebagai lahan perkebunan. Kebun campuran yang terdapat di kawasan Hutan
Lambusango berada pada ketinggian 100 mdpl dan didominasi oleh pohon jambu
mete (Anacardium occidentale) dan pohon kapuk (Ceiba pentandra). Jarak tanam
yang cukup teratur menyebabkan komposisi tajuk yang tidak begitu rapat
sehingga memudahkan tumbuhan bawah untuk berkembang dengan baik.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, terdapat lima jenis pohon dengan
diameter rata-rata 110 cm dan tinggi rata-rata 16,05 m (Gambar 5). Pohon jambu
mete merupakan jenis pohon yang mendominasi di kebun campuran dengan
diameter rata-rata 74,45 cm dan tinggi rata-rata 16,18 m. Pada kebun campuran
tersebut, terdapat pohon kapuk yang sedang berbuah dan menjadi sumber pakan
bagi burung frugivora yaitu Prioniturus platurus.
Keragaman Guild pada Suatu Tipe Habitat
Sumber daya pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
keberadaan suatu satwa dalam suatu habitat (Alikodra 2002; Sodhi 2002).
8
Keragaman sumber pakan bergantung pada kondisi habitat pada suatu tipe habitat.
Gangguan yang terjadi pada suatu habitat dapat menyebabkan sumber pakan
menjadi semakin berkurang maupun semakin beragam dan secara tidak langsung
turut mempengaruhi keragaman guild pada suatu tipe habitat.
Keterangan: 1. Anacardium occidentale; 2. Ceiba pentandra; 3. Artocarpus
heterophyllus; 4. Areca catechu; 5. Dillenia sp.
Gambar 5 Profil habitat kebun campuran
Komposisi penyusun guild akan menurun seiring bertambahnya gangguan
yang terjadi pada suatu tipe habitat (Waltert et.al. 2004). Namun, pada penelitian
di masing-masing tipe habitat ditemukan enam kelompok guild dengan anggota
kelompok penyusun yang berbeda-beda. Kondisi abiotik dan biotik suatu habitat
merupakan faktor penting yang mempengaruhi sumberdaya pakan bagi burung.
Kondisi habitat pada tiga lokasi penelitian memiliki karakteristik yang hampir
sama sehingga komposisi penyusun guild juga tidak berbeda jauh.
Pengamatan yang dilakukan mencatat 63 jenis burung dari 30 suku burung
yang dapat digolongkan ke dalam tujuh guild yaitu pemakan serangga atau
insektivora, pemakan buah atau frugivora, pemakan nektar atau nektarivora,
pemakan daging atau karnivora, pemakan campuran atau omnivora, pemakan ikan
atau piscivora, serta pemakan biji dan padi-padian atau granivora (Tabel 2).
Insektivora selalu mendominasi guild di semua tipe habitat sedangkan granivora
hanya ditemukan di tipe habitat kebun campuran. Burung insektivora memang
merupakan jenis burung yang paling banyak apabila dibandingkan dengan jenis
burung lainnya di kawasan hutan Lambusango (Coates dan Bishop 1997). Selain
itu, potensi pakan berupa serangga yang melimpah menjadi faktor penyebab
kehadiran burung insektivora.
Hutan primer dan hutan sekunder memiliki kelompok penyusun guild yang
sama yaitu insektivora, frugivora, nektarivora, karnivora, dan omnivora. Anggota
kelompok guild pada hutan sekunder rata-rata lebih banyak daripada hutan primer.
9
Kondisi habitat pada hutan primer yang tidak begitu kompleks menyebabkan
hanya spesies tertentu saja yang dapat mencari makan di hutan primer (Simons
et.al. 2006). Gangguan yang terjadi pada hutan sekunder menyebabkan
permudaan pohon dan semak belukar dapat tumbuh dengan baik sehingga
menyebabkan sumber pakan yang lebih beragam (Barlow et.al. 2007). Selain itu,
jumlah individu pohon Ficus sp. yang sedang berbuah cukup banyak sehingga
secara tak langsung mempengaruhi sumberdaya pakan di hutan sekunder.
Tabel 2 Keragaman guild di lokasi penelitian
Jumlah guild
Kategori guild
Jumlah anggota guild
(spesies):
a. Insektivora
b. Frugivora
c. Nektarivora
d. Karnivora
e. Omnivora
f. Piscivora
g. Granivora
Hutan primer
6 guild
Insektivora
Frugivora
Nektarivora
Karnivora
Omnivora
Piscivora
16
12
3
2
3
2
0
Tipe habitat
Hutan sekunder
6 guild
Insektivora
Frugivora
Nektarivora
Karnivora
Omnivora
Piscivora
Kebun campuran
6 guild
Insektivora
Frugivora
Nektarivora
Karnivora
Omnivora
Granivora
20
14
6
4
3
2
0
22
13
6
4
2
0
1
Komposisi guild yang terdapat di kebun campuran tidak berbeda jauh
dengan kedua habitat sebelumnya. Pada kebun campuran, ditemukan guild
granivora yang tidak ditemukan pada tipe habitat lainnya. Tipe vegetasi di hutan
primer dan hutan sekunder yang tidak menghasilkan biji-bijian menyebabkan
burung granivora tidak ditemukan di kedua tipe habitat tersebut. Wiens (1986)
menjelaskan bahwa individu burung akan memilih suatu habitat sebagai tempat
hidupnya apabila habitat tersebut dapat menyediakan kebutuhan hidup individu
burung. Kondisi ini juga menjadi penyebab hilangnya burung piscivora di kebun
campuran. Oleh karena itu, perbedaan karakteristik habitat antara kebun campuran
dengan habitat lainnya dapat menjadi faktor penyebab keragaman guild di kebun
campuran.
Kondisi Tiap Kelompok Guild di Hutan Lambusango
Burung granivora hanya dapat dijumpai di habitat kebun campuran. Kondisi
vegetasi yang secara umum berupa tanaman pertanian menyediakan sumber pakan
berupa biji tanaman yang cukup melimpah bagi burung granivora. Kondisi
sumberdaya pakan tersebut tidak ditemukan di habitat hutan primer dan hutan
sekunder. Sumber pakan biji merupakan faktor utama kelimpahan burung
granivora pada suatu ekosistem (Blendinger dan Ojeda 2001). Iklim juga
10
merupakan faktor penting yang mempengaruhi produksi biji sebagai sumber
pakan burung granivora. Kondisi kebun campuran yang terbuka dapat
menyebabkan sinar matahari mempercepat produksi biji tanaman.
Burung piscivora merupakan spesies burung yang hanya ditemukan pada
habitat hutan primer dan hutan sekunder. Ketidakhadiran guild piscivora di kebun
campuran menunjukkan bahwa kebun campuran tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidup burung piscivora. Komponen habitat seperti aliran sungai merupakan
komponen habitat yang mempengaruhi keberadaan kelompok guild piscivora pada
suatu tipe habitat (Harris et.al. 2008). Keberadaan aliran sungai atau lahan basah
pada suatu tipe habitat mempengaruhi produksi sumber pakan burung piscivora
yang berupa ikan. Selain itu, ketidakberadaan kelompok guild piscivora di habitat
kebun campuran menunjukkan ketergantungan burung piscivora terhadap lahan
basah (Breuning-Madsen et.al. 2010).
Burung omnivora dapat ditemukan pada hutan primer, hutan sekunder, dan
kebun campuran. Pada hutan primer dan sekunder terdapat tiga spesies burung
omnivora sedangkan pada kebun campuran hanya ditemukan dua spesies burung
omnivora. Corvus enca dan C. typicus merupakan spesies burung omnivora yang
dapat ditemukan pada ketiga tipe habitat yang diamati. Hal ini menunjukkan
kondisi habitat yang terganggu seperti hutan sekunder dan kebun campuran masih
dapat menyediakan sumber pakan bagi spesies burung dari suku Corvidae ini.
Gallus gallus adalah satu-satunya spesies burung omnivora yang tidak ditemukan
pada kebun campuran. Kondisi habitat yang tidak sesuai merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keberadaan spesies ini. Selain itu, melimpahnya ayam
peliharaan (Gallus domesticus) warga di kebun campuran menyebabkan
persaingan dalam mencari makan sehingga Gallus gallus tidak dapat bersaing
dengan spesies domestik ini.
Burung karnivora merupakan spesies burung yang menggunakan daging
satwa lain sebagai sumber pakan utamanya. Kelompok guild karnivora merupakan
salah satu top predator yang terdapat di hutan Lambusango. Keberadaan top
predator dalam sebuah ekosistem mempengaruhi keseimbangan ekosistem
terutama kondisi populasi mangsanya. Kelompok guild ini dapat ditemukan pada
hutan primer, hutan sekunder, dan kebun campuran. Pada habitat hutan sekunder
dan kebun campuran, ditemukan empat spesies burung karnivora sedangkan pada
hutan primer hanya ditemukan dua spesies burung karnivora. Hal ini
menunjukkan bahwa hutan sekunder dan kebun campuran menyediakan sumber
pakan yang lebih baik daripada hutan primer. Kelimpahan sumberdaya pakan
berbanding lurus dengan kelimpahan burung karnivora pada suatu habitat
(Wallace 1987).
Guild karnivora terdiri dari dua tipe yaitu burung karnivora diurnal dan
burung karnivora nokturnal. Burung karnivora diurnal berasal dari suku
Accipitridae sedangkan burung karnivora nokturnal berasal dari suku Strigidae.
Burung karnivora diurnal dapat ditemukan pada tiga tipe habitat yang diamati
sedangkan spesies burung karnivora nokturnal hanya dapat ditemukan pada hutan
sekunder. Pada hutan primer dan kebun campuran tidak ditemukan burung
karnivora nokturnal karena tidak dilakukan pengamatan pada malam hari.
Burung nektarivora dapat ditemukan pada hutan primer, hutan sekunder,
dan kebun campuran. Namun, jumlah anggota guild ini lebih banyak terdapat di
hutan sekunder dan kebun campuran. Sumber pakan berupa nektar yang berasal
11
dari bunga lebih banyak ditemukan pada vegetasi di hutan sekunder dan kebun
campuran yang memiliki vegetasi penghasil nektar lebih banyak daripada vegetasi
di hutan primer (Barlow 2007). Selain itu, habitat yang terganggu (seperti hutan
sekunder dan kebun campuran) menyebabkan cahaya matahari lebih mudah
masuk ke lantai hutan dan menyebabkan tumbuhan bawah dan semak belukar
berkembangbiak dengan baik. Cahaya matahari dapat meningkatkan produksi
nektar suatu tanaman yang secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan
burung nektarivora. Keberadaan tumbuhan bawah dan semak belukar
menyediakan nektar yang cukup melimpah bagi burung nektarivora (Carstensen
dan Olesen 2009). Anthreptes malacensis, Leptocoma sericea, dan Dicaeum
aureolimbatum merupakan spesies burung nektarivora yang dapat ditemukan pada
tiga tipe habitat yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga spesies burung
ini dapat bertahan hidup sesuai dengan kondisi habitat yang ada.
Burung frugivora merupakan spesies burung yang dapat ditemukan pada
hutan primer, hutan sekunder, dan kebun campuran. Hal ini dikarenakan sumber
pakan burung frugivora yang berupa buah dapat ditemukan di setiap tipe habitat.
Habitat hutan sekunder memiliki jumlah anggota kelompok guild frugivora yang
lebih banyak daripada tipe habitat lainnya. Keberadaan sumber pakan di hutan
sekunder lebih baik daripada tipe habitat lainnya seperti keberadaan pohon Ficus
sp. yang sedang berbuah. Kondisi pohon yang sedang berbuah mempengaruhi
keberadaan burung frugivora pada suatu tipe habitat (Heindl dan Curio 1999).
Hutan primer memiliki jumlah anggota kelompok guild frugivora yang
paling sedikit karena hanya sedikit jenis pohon yang sedang berbuah pada saat
pengamatan. Spesies Ducula forsteni merupakan salah satu contoh burung
frugivora yang hanya dapat dijumpai pada habitat hutan primer. Hal ini
dikarenakan kebutuhan relung ekologi spesies ini yang masih bergantung pada
tipe habitat hutan yang belum terganggu. Keller et.al. (2003) menjelaskan bahwa
kehadiran dan kelimpahan suatu guild dapat berhubungan dengan perkembangan
dan penurunan hubungan burung dengan asosiasi tipe vegetasi selama proses
suksesi. Selain itu, keberadaan suatu jenis buah tertentu menjadi penting karena
frugivora dikenal selektif dalam pemilihan jenis buah sebagai pakannya (Heindl
dan Curio 1999).
Burung insektivora dapat ditemukan pada tiap lokasi pengamatan bahkan
mendominasi kelompok guild di setiap tipe habitat. Serangga yang menjadi
sumber pakan spesies burung ini merupakan jenis pakan yang tersedia sepanjang
tahun sehingga kondisi pakannya selalu stabil (Arslangundogdu 2010). Kondisi
populasi serangga melimpah pada tiap lokasi pengamatan khususnya pada musim
hujan. Kondisi habitat yang lembab karena sering terjadi hujan menyebabkan
serangga dapat berkembangbiak dengan baik (Anu et.al. 2009). Selain itu, hujan
menyebabkan pepohonan tumbuh dengan baik yang secara tidak langsung
memberikan sumber pakan yang melimpah bagi serangga khususnya ulat dan
belalang. Kondisi seperti ini sangat mendukung perkembangbiakan ulat
khususnya pada habitat kebun campuran yang didominasi oleh tumbuhan
pertanian. Selain itu, area terbuka yang terdapat di kebun campuran juga
merupakan tempat yang paling disenangi oleh serangga terbang. Kondisi ini
menjadi penyebab kehadiran burung insektivora yang sangat melimpah di kebun
campuran.
12
Luas area terbuka di habitat hutan primer dan sekunder, tidak seluas di
kebun campuran sehingga sumberdaya pakan pun menjadi lebih sedikit. Selain itu,
persaingan terhadap sumber pakan menyebabkan hanya spesies insektivora
tertentu yang dapat hidup pada suatu kondisi habitat (Thiollay 2003). Hal ini
dapat dilihat dari perbandingan jumlah anggota kelompok guild insektivora yang
terdapat di hutan primer, hutan sekunder, dan kebun campuran. Kebun campuran
memiliki jumlah anggota kelompok insektivora yang lebih banyak daripada
habitat lainnya. Kondisi habitat yang semakin terganggu menyebabkan areal
terbuka menjadi semakin banyak dan secara tidak langsung memberikan ruang
hidup yang besar bagi serangga-serangga (de Casenave et.al. 2008).
Substrat dan Perilaku Makan Guild Frugivora dan Insektivora
Spesies burung frugivora hanya dapat ditemukan pada substrat tajuk pohon
khususnya tajuk tengah dan tajuk atas (Lampiran 5, 6, 7), karena buah pada
umumnya berada pada tajuk tengah dan tajuk atas. Macropygia amboinensis
merupakan satu-satunya jenis burung frugivora yang dapat memakan buah-buahan
pada tajuk bawah maupun lantai hutan pada habitat kebun campuran (Lampiran 7).
Macropygia amboinensis dapat turun ke lantai hutan untuk mengambil buahbuahan yang telah jatuh dari pohonnya. Perilaku ini cukup berbeda dengan yang
dilakukan burung dari suku Columbidae lainnya yang selalu mencari makan pada
tajuk tengah dan tajuk atas. Herrera (1981) menyebutkan bahwa spesies burung
yang mencari makan secara soliter seperti Macropygia amboinensis memiliki
tingkah laku yang berbeda dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kompetensi
dalam mencari makan dengan spesies burung frugivora lainnya. Kondisi seperti
ini tidak terdapat pada hutan primer dan hutan sekunder karena diduga spesies ini
kalah bersaing dengan bajing dan tupai yang lebih sering turun ke lantai hutan
(Schupp 1993).
Secara umum, jenis perilaku yang sering digunakan oleh burung frugivora
adalah jenis perilaku glean, reach, gape maupun kombinasi dari ketiga jenis
perilaku ini. Ketiga jenis perilaku ini merupakan jenis perilaku yang sering
digunakan oleh burung frugivora karena menyesuaikan dengan posisi buah dan
tidak membutuhkan energi yang besar untuk melakukannya (Remsen dan
Robinson 1990). Selain itu, suku Columbidae merupakan suku burung frugivora
yang paling sering terlihat menggunakan perilaku ini. Suku ini sering mendatangi
jenis pohon yang sedang berbuah secara berkelompok pada habitat hutan primer
dan hutan sekunder (Heindl dan Curio 1999). Pada habitat kebun campuran, suku
burung ini jarang terlihat berkelompok karena adanya persaingan dengan burung
frugivora lain yang juga mencari makan secara berkelompok seperti Prioniturus
platurus. Kelompok burung P. platurus mendominasi burung frugivora di habitat
kebun campuran. Spesies burung ini menggunakan kombinasi perilaku glean,
reach, hang-glean, hang-reach. Kombinasi perilaku ini merupakan jenis perilaku
yang sering digunakan oleh burung frugivora dari suku Psittacidae.
Spesies burung insektivora dapat ditemukan pada tiap substrat di setiap tipe
habitat (Lampiran 8, 9, 10). Hal ini menandakan bahwa serangga yang menjadi
pakan burung insektivora dapat hidup di berbagai substrat sehingga mendukung
kebutuhan hidup burung insektivora. Kelompok burung insektivora paling banyak
13
ditemukan pada substrat tajuk khususnya substrat tajuk tengah dan tajuk atas. Ulat
dan serangga lain memanfaatkan dedaunan dan bunga pada tajuk pohon sebagai
pakan mereka dan secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan burung
insektivora (Anu et.al. 2009). Suku Cuculidae dan Campephagidae merupakan
suku burung insektivora yang sering berada pada substrat ini. Suku burung ini
dapat ditemukan pada tiap tipe habitat sehingga dapat dikatakan kondisi
habitatnya sesuai dengan kebutuhan hidup burung. Kondisi habitat yang semakin
kompleks menyebabkan kondisi sumber pakan pun menjadi semakin beragam dan
secara tidak langsung turut mempengaruhi keragaman burung insektivora (Jones
et.al. 2004). Hal ini dapat dilihat dari kompleksnya habitat kebun campuran yang
ditandai dengan tingginya jumlah anggota guild insektivora.
Secara umum, jenis perilaku yang digunakan oleh burung insektivora untuk
mencari makan adalah jenis perilaku sally, glean, reach, peck, dan flake
(Lampiran 8, 9, 10). Jenis perilaku sally merupakan jenis perilaku yang paling
sering digunakan oleh burung insektivora. Remsen dan Robinson (1990)
menyebutkan bahwa perilaku sally merupakan perilaku utama burung insektivora
yang memiliki tipe berburu wait and attack. Tipe perilaku ini menggunakan
tempat tenggeran sebagai tempat untuk mengintai mangsa sebelum akhirnya
menyerang mangsa tersebut. Jenis perilaku ini dilakukan oleh burung insektivora
pada tiap tipe habitat. Perilaku ini digunakan oleh burung insektivora pada tajuk
tengah dan tajuk atas.
Keberadaan batang atau ranting pohon sebagai tempat tenggeran merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan burung insektivora yang
menggunakan jenis perilaku ini. Suatu jenis perilaku burung dapat dilakukan
apabila suatu kondisi habitat menyediakan sarana atau tempat untuk
melakukannya (Arslangundogdu 2010). Spesies burung Rhamphococcyx
calyorhynchus merupakan spesies burung insektivora yang hanya dapat
ditemukan pada kebun campuran dan menggunakan kombinasi perilaku glean dan
sally (Lampiran 10). Kondisi habitat yang memiliki tumbuhan yang tidak begitu
tinggi menyediakan tempat yang baik untuk spesies burung ini dalam pencarian
pakannya. Kondisi seperti ini tidak terjadi di hutan primer dan hutan sekunder
yang memiliki pohon yang tingginya rata-rata lebih dari 15 meter. Hal yang sama
terjadi pada spesies Turnix suscitator dan Amaurornis isabellina yang terdapat
pada substrat lantai hutan di kebun campuran dan menggunakan kombinasi
perilaku reach-down dan peck.
Implikasi terhadap Pengelolaan Burung
Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa hutan primer sebagai
tipe habitat yang paling sedikit mengalami gangguan ternyata tidak ditemukan
komposisi guild yang kompleks. Bahkan, tipe habitat hutan sekunder dan kebun
campuran yang lebih mengalami gangguan habitat dapat ditemukan komposisi
guild yang lebih kompleks. Perubahan kondisi habitat yang terjadi akibat
gangguan yang dialami dapat merubah tatanan vegetasi dan merubah komposisi
guild.
Pada habitat hutan primer, spesies burung yang ditemukan sebagian besar
merupakan spesies burung interior yang rentan atau sulit untuk beradaptasi
14
apabila terjadi suatu gangguan di habitatnya. Selain itu, apabila dilihat dari
karakteristik guild-nya, terlihat bahwa hutan primer memiliki jumlah anggota
spesies burung yang lebih sedikit daripada hutan sekunder dan kebun campuran.
Pengelolaan spesies burung yang sensitif terhadap suatu gangguan dapat dijadikan
kunci pengelolaan burung di suatu kawasan konservasi (Mengesha et.al. 2011).
Hal ini dikarenakan spesies burung yang dapat beradaptasi dengan gangguan
habitat yang terjadi dapat bertahan hidup tetapi spesies burung yang tidak dapat
beradaptasi akan pergi atau bahkan punah. Waltert et.al. (2004) menjelaskan
bahwa hilangnya suatu komponen habitat dapat menuju kepunahan suatu spesies
burung. Selain itu, pengelolaan habitat khususnya dari gangguan-gangguan yang
mungkin terjadi juga perlu diperhatikan dalam mengelola burung di hutan primer.
Pada hutan sekunder dan kebun campuran, spesies burung yang ditemukan
sebagian besar berupa spesies burung eksotik yang mudah beradaptasi dengan
lingkungan baru. Jenis spesies burung ini mudah ditemukan karena dapat
berkompetisi dengan spesies burung lain dalam hal sumber pakan maupun tempat
bersarang (Simons et.al. 2006). Selain itu, berdasarkan karakteristik guild terlihat
bahwa anggota guild di hutan sekunder dan kebun campuran lebih banyak
daripada hutan primer. Oleh karena itu, pengelolaan hutan sekunder dan kebun
campuran perlu dikelola dengan baik mengingat tipe habitat ini dapat menjadi tipe
habitat buffer bagi spesies burung.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pada tiap tipe habitat, terdapat enam guild dengan komposisi guild yang
hampir sama. Guild insektivora mendominasi pada habitat hutan primer, hutan
sekunder, dan kebun campuran. Substrat yang paling sering didatangi oleh
burung insektivora dan frugivora adalah substrat tajuk pohon khususnya tajuk
tengah dan tajuk atas. Jenis perilaku yang dominan digunakan oleh burung
insektivora adalah jenis perilaku sally sedangkan jenis perilaku yang sering
digunakan burung frugivora adalah jenis perilaku glean dan reach. Habitat
kebun campuran memiliki jumlah anggota kelompok guild insektivora yang
paling banyak sedangkan habitat hutan primer memiliki jumlah anggota
kelompok guild insektivora yang paling sedikit. Habitat hutan sekunder
memiliki jumlah anggota kelompok guild frugivora yang paling banyak
sedangkan habitat hutan primer memiliki jumlah anggota kelompok guild
frugivora yang paling sedikit.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keragaman guild pada suatu tipe habitat
adalah faktor kondisi habitat dan faktor ketersediaan pakan.
Saran
Penelitian mengenai komposisi guild merupakan suatu data dasar yang
sangat penting untuk mengetahui struktur komunitas burung pada suatu lokasi.
15
Penelitian ini membutuhkan waktu penelitian jangka panjang dan kontinyu. Areal
lokasi penelitian perlu diperluas pada tipe habitat lainnya sehingga dapat dilihat
perbedaan komposisi guild dan faktor yang mempengaruhinya. Selain itu, perlu
pengawasan dan pengelolaan habitat yang lebih baik lagi sehingga dapat
meminimalisir gangguan yang terjadi pada suatu habitat.
DAFTAR PUSTAKA
Adamik P, Kornan M, Vojtek J. 2003. The Effect of Habitat Structure on Guild
Patterns and The Foraging Strategies of Insectivorous Birds in Forest.
Biologia 58/2:275-285.
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Anu A, Sabu TK, Vineesh PJ. 2009. Seasonality of Litter Insects and Relationship
with Rainfall in A Wet Evergreen Forest in South Western Ghats. Journal of
Insect Science 9:46-56.
Arslangundogdu Z. 2010. Presence of Insectivorous Birds in the Forest Area of
Istanbul University, Turkey. Journal of Environmental Biology 31:197-206.
Barlow J, Mestre LAM, Gardner TA, Peres CA. 2006. The Value of Primary,
Secondary, and Plantation Forest for Amazonian Birds. Biology
Conservation.
Blendinger PG, Ojeda RA. 2001. Seed Supply as A Limiting Factor for
Granivorous Bird Assemblages in the Monte Desert, Argentina. Austral
Ecology 26:000-000.
Blondel J. 2003. Guild or Functional Groups: Does it matter?. Oikos 100:223-231.
Breuning-Madsen H, Ehlers-Koch C, Gregersen J, Lejtnant CL. 2010. Influence
of Perennial Colonies of Piscivorous Birds on Soil Nutrient Contents in A
Temperate Humid Climate. Danish Journal of Geography 110(1):25-35.
Cartensen DW, Olesen JM. 2009. Wallacea and Its Nectarivorous Birds:
Nestedness and Modules. Journal of Biogeography 36:1540-1550.
de Casenave JL, Cueto VR, Marone L. 2008. Seasonal Dynamics of Guild
Structure in A Bird Assemblage of the Central Monte Desert. Basic and
Applied Ecology 9:78-90.
Coates BJ, Bishop KD. 1997. A Guide to The Birds of Wallacea. Alderley (AU):
Dove Publications.
Croonquist MJ, Brooks RP. 1991. Use of Avian and Mammalian Guilds as
Indicators of Cumulative Impacts in Riparian-wetland Areas. Environmental
Management 15:701-714.
Harris CM, Calladine JR, Wernham CV, Park KJ. 2008. Impacts of Piscivorous
Birds on Salmonid Populations and Game Fisheries in Scotland. Wildlife
Biology 14(4): 395-411.
Heindl M, Curio E. 1999. Observations of Frugivorous Birds at Fruit-bearing
Plants in The North Negros Forest Reserve, Philippines. ECOTROPICA
5:167-181.
Herrera CM. 1981. Fruit, Vegetation, and Competition for Dispersers in Natural
Populations of Smilax aspera. Oikos 36:51-58.
16
Imanuddin. 2009. Komunitas Burung di Bawah Tajuk pada Hutan Primer dan
Hutan Sekunder di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [tesis]. Bogor
(ID): Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Keller JK, Richmond ME, Smith CR. 2003. An Explanation of Patterns of
Breeding Bird Species Richness and Density Following Clearcutting in
Northeastern USA Forest. Forest Ecology and Management 174:541-564.
Mengesha G, Mamo Y, Bekele A. 2011. A Comparison of Terrestrial Bird
Community Structure in the Undisturbed and Disturbed Areas of the Abijata
Shalla Lakes National Park, Ethiopia. International Journal of Biodiversity
and Conservation 3(9):389-404.
Newmark WD. 2006. A 16-year Study of Forest Disturbance and Understory Bird
Community Structure and Composition in Tanzania. Conservation Biology
20:122-134.
Novarino W. 2008. Dinamika Jangka Panjang Komunitas Burung Strata Bawah di
Sipisang, Sumatera Barat [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Remsen JV, Robinson SK. 1990. A Classification Scheme for Foraging Behavior
of Birds in Terrestrial Habitats. Studies in Avian Biology 13:144-160.
Root RB. 1967. The niche exploitation pattern of the blue-grey gnatcatcher. Ecol.
Monogr. 37:335. [Abstrak]
Schupp EW. 1993. Quantity, Quality, and The Effectiveness of Seed Dispersal by
Animals. Vegetatio 107/108:15-29.
Simons TR, Shriner SA, Fansworth GL. 2006. Comparison of Breeding Bird and
Vegetation Communities in Primary and Secondary Forest of Great Smoky
Mountains National Park. Biological Conservation 126:302-311
Sodhi NS. 2002. The Effects of Food-supply on Southeast Asian Forest Birds.
Ornithology Science 1:89-93.
Thiollay JM. 2003. Comparative Foraging Behavior Between Solitary and
Flocking Insektivoras in A Neotropical Forest: Does vulnerability matter?.
Ornitologia Neotropical 14:47-65.
Wallace MP, Temple SA. 1987. Competitive Interactions Within and Between
Species in A Guild of Avian Scavenger. The Auk 104:290-295.
Waltert M, Mardiastuti A, Muhlenberg, M. 2004. Effects of Land Use on Bird
Species Richness in Sulawesi, Indonesia. Conservation Biology 18(5):
1339-1346
Wiens JA. 1989. The Ecology of Bird Communities. Cambridge (GB): Cambridge
University Press.
Wilson MF. 1974. Avian Community Organization and Habitat Structure.
Ecology. 55:1017-1029.
Wong M. 1986. Trophic Organization of Understory Birds in a Malaysian
Dipterocarp Forest. Auk 103:100-116.
17
Lampiran 1 Komposisi kelompok guild Insektivora di habitat hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), dan kebun campuran (KC).
Lokasi
Jenis pakan
No.
Suku
Nama Inggr is
Nama Ilmiah
utama
HP
HS
Insektivora
Turnicidae
Barred Buttonquail
Turnix suscitator
1
Insektivora
Rallidae
Isabelline Bush-hen
Amaurornis isabellina
2
Insektivora
Cuculidae
Sulawesi Hawk-Cuckoo
Cuculus crassirostris
√
√
3
Insektivora
Asian Drongo-Cuckoo
Surniculus lugubris
√
√
4
Rhamphococcyx
Insektivora
Yellow-billed Malkoha
5
calyorhynchus
Bay Coucal
Centropus celebensis
√
√
Insektivora
6
Insektivora
Lesser
Coucal
Centropus
bengalensis
7
Insektivora
Apodidae
Glossy Swiftlet
Collocalia esculenta
√
√
8
Insektivora
Uniform Swiftlet
Collocalia vanikorensis
√
√
9
Insektivora
Hemiprocnidae
Grey-rumped Treeswift
Hemiprocne longipennis
√
√
10
Insektivora
Collared
Kingfisher
Halcyon
chloris
√
11
Insektivora
Coraciidae
Purple-winged Roller
Coracias temminckii
√
12
Insektivora
Picidae
Ashy Woodpecker
Mulleripicus fulvus
√
√
13
Insektivora
Pittidae
Red-bellied Pitta
Pitta erythrogaster
√
√
14
Insektivora
Hirundinidae
Barn
Swallow
Hirundo
rustica
15
Insektivora
Pasific Swallow
Hirundo tahitica
16
Insektivora
Campephagidae
Pied Cuckooshrike
Coracina bicolor
√
√
17
White-rumped
Insektivora
Coracina leucopygia
√
18
Cuckooshrike
Insektivora
Sulawesi Cicadabird
Coracina morio
√
√
19
Insektivora
White-shouldered Triller
Lalage sueurii
√
20
Insektivora
Dicruridae
Hair-crested Drongo
Dicrurus hottentottus
√
√
21
KC
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
18
Lampiran 1 Komposisi kelompok guild Insektivora di habitat hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), dan kebun campuran (KC)
(lanjutan).
Jenis pakan
No.
Suku
Nama Inggr is
Nama Ilmiah
Lokasi
utama
HP
HS
KC
Insektivora
Timaliidae
Sulawesi Babbler
Trichastoma celebense
√
√
√
22
Insektivora
Acanthizidae
Golden-bellied Gerygone
Gerygone sulphurea
√
23
Insektivora
Monarchidae
Black-naped Monarch
Hypothymis azurea
√
√
√
24
Insektivora
Muscicapidae
Citrine Canary-Flycatcher Culicicapa helianthea
√
√
25
White-breasted
Insektivora
Artamidae
Artamus leucorhynchus
√
√
√
26
Woodswallow
Insektivora
Zosteropidae
Pale-bellied White-eye
Zosterops consobrinorum
√
√
√
27
Jumlah
16
20
22
Frugivora
Columbidae
Brown
Cuckoo
Dove
Macropygia
amboinensis
√
1
Frugivora
White-faced Dove
Turacoena manadensis
√
√
√
2
Grey-cheeked
Green
Frugivora
Treron griseicauda
√
√
3
Pigeon
Frugivora
Black-naped Fruit-dove
Ptilinopus melanospila
√
√
√
4
White-bellied
Imperial
Frugivora
Ducula forsteni
√
5
Pigeon
Frugivora
Green Imperial Pigeon
Ducula aenea
√
√
√
6
√
Frugivora
White Imperial Pigeon
Ducula luctuosa
√
√
7
8
Frugivora
9
Frugivora
Psittacidae
Golden-mantled RacketPrioniturus platurus
tail
Blue-backed Parrot
Tanygnathus sumatranus
√
√
√
√
√
19
Lampiran 1 Komposisi kelompok guild Insektivora di habitat hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), dan kebun campuran (KC)
(lanjutan).
Lokasi
Jenis pakan
No.
Suku
Nama Inggr is
Nama Ilmiah
utama
HP
HS
KC
Frugivora
Sulawesi Hanging Parrot
Loriculus stigmatus
√
√
√
10
Frugivora
Pygmy Hanging Parrot
Loriculus exilis
√
11
Frugivora
Bucerotidae
Sulawesi Hornbill
Penelopides exarhatus
√
√
12
Frugivora
Knobbed Hornbill
Aceros cassidix
√
√
13
Frugivora
Oriolidae
Black-naped Oriole
Oriolus chinensis
√
√
√
14
Frugivora
Sturnidae
Asian Glossy Starling
Aplonis panayensis
√
√
15
Frugivora
Short-crested Myna
Basilornis celebensis
16
Frugivora
White-necked Myna
Streptocitta albicollis
√
√
√
17
Frugivora
Grosbeak Starling
Scissirostrum dubium
√
√
18
Jumlah
12
14
13
Nektarivora
Nectariniidae
Brown-throated Sunbird
Anthreptes malacensis
√
√
√
1
Nektarivora
Black Sunbird
Leptocoma sericea
√
√
√
2
Nektarivora
Olive-backed Sunbird
Cinnyris jugularis
√
√
3
Nektarivora
Crimson Sunbird
Aethopyga siparaja
√
√
4
Yellow-sided
Nektarivora
Dicaeidae
Dicaeum aureolimbatum
√
√
√
5
Flowerpecker
Nektarivora
Grey-sided Flowerpecker
Dicaeum celebicum
√
√
6
Jumlah
3
6
6
Karnivora
Accipitridae
Sulawesi Serpent Eagle
Spilornis rufipectus
√
√
√
1
Karnivora
Spot-tailed Sparrowhawk
Accipiter trinotatus
√
√
√
2
Karnivora
Sulawesi Hawk-Eagle
Spizaetus lanceolatus
√
3
20
Lampiran 1 Komposisi kelompok guild Insektivora di habitat hutan primer (HP), hutan sekunder (HS), dan kebun campuran (KC)
(lanjutan).
Lokasi
Jenis pakan
No.
Suku
Nama Inggr is
Nama Ilmiah
utama
HP
HS
KC
Karnivora
Rufous-bellied Eagle
Hieraaetus kienerii
√
4
Karnivora
Barred Honey-buzzard
Pernis celebensis
√
5
Karnivora
Strigidae
Sulawesi Scops Owl
Otus manadensis
√
6
Jumlah
2
4
4
Omnivora
Phasianidae
Red Junglefowl
Gallus gallus
√
√
1
Omnivora
Corvidae
Slender-billed Crow
Corvus enca
√
√
√
2
Omnivora
Piping Crow
Corvus typicus
√
√
√
3
Jumlah
3
3
2
Piscivora
Alcedinidae
Green-backed Kingfisher
Actenoides monachus
√
√
1
Piscivora
Sulawesi
Dwarf
Kingfisher
Ceyx
fallax
√
√
2
Jumlah
2
2
0
Granivora
Columbidae
Spotted Dove
Streptopelia chinensis
√
1
Jumlah
0
0
1
21
Lampiran 2 Komposisi guild burung di hutan primer
Spilornis rufipectus
Accipiter trinotatus
Gallus gallus
Omnivora Corvus enca
Corvus typicus
Actenoides monachus
Piscivora
Ceyx fallax
Cuculus crassirostris
Surniculus lugubris
Centropus celebensis
Collocalia esculenta
Collocalia vanikorensis
Hemiprocne longipennis
Mulleripicus fulvus
Pitta erythrogaster
Insektivora
Coracina bicolor
Coracina morio
Dicrurus hottentottus
Trichastoma celebense
Hypothymis azurea
Culicicapa helianthea
Artamus leucorhynchus
Zosterops consobrinorum
Turacoena manadensis
Ptilinopus melanospila
Ducula forsteni
Ducula aenea
Ducula luctuosa
Prioniturus platurus
Frugivora
Tanygnathus sumatranus
Penelopides exarhatus
Aceros cassidix
Oriolus chinensis
Streptocitta albicollis
Scissirostrum dubium
Anthreptes malacensis
Nektarivora Leptocoma sericea
Dicaeum auerolimbatum
Berdasarkan jenis pakan utamanya
Karnivora
22
Lampiran 3 Komposisi guild burung di hutan sekunder
Karnivora
Omnivora
Berdasarkan jenis pakan utamanya
Piscivora
Insektivora
Frugivora
Nektarivora
Spilornis rufipectus
Accipiter trinotatus
Hieraaetus kienerii
Otus manadensis
Gallus gallus
Corvus enca
Corvus typicus
Actenoides monachus
Ceyx fallax
Cuculus crassirostris
Surniculus lugubris
Centropus celebensis
Collocalia esculenta
Collocalia vanikorensis
Hemiprocne longipennis
Halcyon chloris
Coracias temminckii
Mulleripicus fulvus
Pitta erythrogaster
Coracina bicolor
Coracina leucopygia
Coracina morio
Lalage sueurii
Dicrurus hottentottus
Trichastoma celebense
Hypothymis azurea
Culicicapa helianthea
Artamus leucorhynchus
Zosterops consobrinorum
Turacoena manadensis
Treron griseicauda
Ptilinopus melanospila
Ducula aenea
Ducula luctuosa
Prioniturus platurus
Tanygnathus sumatranus
Loriculus stigmatus
Penelopides exarhatus
Aceros cassidix
Oriolus chinensis
Aplonis panayensis
Streptocitta albicollis
Scissirostrum dubium
Anthreptes malacensis
Leptocoma sericea
Cinnyris jugularis
Aethopyga siparaja
Dicaeum aureolimbatum
Dicaeum celebicum
23
Berdasarkan jenis pakan utamanya
Lampiran 4 Komposisi guild burung di kebun campuran
Spilornis rufipectus
Accipiter trinotatus
Karnivora Spizaetus lanceolatus
Pernis celebensis
Corvus enca
Omnivora Corvus typicus
Turnix suscitator
Amaurornis isabellina
Surniculus lugubris
Rhamphococcyx calyorhynchus
Centropus celebensis
Centropus bengalensis
Collocalia esculenta
Collocalia vanikorensis
Hemiprocne longipennis
Halcyon chloris
Mulleripicus fulvus
Insektivora Pitta erythrogaster
Hirundo rustica
Hirundo tahitica
Coracina leucopygia
Coracina morio
Dicrurus hottentottus
Trichastoma celebense
Gerygone sulphurea
Hypothymis azurea
Artamus leucorhynchus
Zosterops consobrinorum
Granivora Streptopelia chinensis
Macropygia amboinensis
Turacoena manadensis
Treron griseicauda
Ptilinopus melanospila
Ducula aenea
Ducula luctuosa
Frugivora Prioniturus platurus
Tanygnathus sumatranus
Loriculus stigmatus
Loriculus exilis
Oriolus chinensis
Aplonis panayensis
Streptocitta albicollis
Anthreptes malacensis
Leptocoma sericea
Cinnyris jugularis
Nektarivora Aethopyga siparaja
Dicaeum aureolimbatum
Dicaeum celebicum
24
Lampiran 5 Perilaku makan burung frugivora di hutan primer
Turacoena manadensis
Reach-out
dan peck
Ptilinopus melanospila
Ducula aenea
Tajuk
tengah
Oriolus chinensis
Glean dan
reach
Penelopides exarhatus
Aceros cassidix
Frugivora
Gape
Di atas
lantai
hutan
Streptocitta albicollis
Ptilinopus melanospila
Tajuk
Reach-out
dan peck
Ducula forsteni
Ducula aenea
Ducula luctuosa
Oriolus chinensis
Tajuk
atas
Glean dan
reach
Penelopides exarhatus
Aceros cassidix
Streptocitta albicollis
Gape
Scissirostrum dubium
Glean,
reach, hangglean, hangreach
Prioniturus platurus
Loriculus stigmatus
25
Lampiran 6 Perilaku makan burung frugivora di hutan sekunder
Turacoena manadensis
Reach-out
dan peck
Ptilinopus melanospila
Ducula aenea
Tajuk
tengah
Oriolus chinensis
Glean dan
reach
Penelopides exarhatus
Aceros cassidix
Gape
Streptocitta albicollis
Frugivora
Ptilinopus melanospila
Di atas
lantai
hutan
Reach-out
dan peck
Tajuk
Treron griseicauda
Ducula aenea
Ducula luctuosa
Oriolus chinensis
Glean dan
reach
Tajuk
atas
Penelopides exarhatus
Aceros cassidix
Streptocitta albicollis
Gape
Scissirostrum dubium
Aplonis panayensis
Glean,
reach,
hangglean,
hang-reach
Prioniturus platurus
Loriculus stigmatus
Tanygnathus sumatranus
26
Lampiran 7 Perilaku makan burung frugivora di kebun campuran
Tajuk
bawah
Reach-out
dan peck
Macropygia amboinensis
Macropygia amboinensis
Reach-out
dan peck
Frugivora
Tajuk
tengah
Di atas
lantai
hutan
Tajuk
Turacoena manadensis
Ptilinopus melanospila
Ducula aenea
Glean dan
reach
Gape
Oriolus chinensis
Streptocitta albicollis
Ptilinopus melanospila
Reach-out
dan peck
Treron griseicauda
Ducula aenea
Ducula luctuosa
Glean dan
reach
Tajuk atas
Oriolus chinensis
Streptocitta albicollis
Gape
Aplonis panayensis
Prioniturus platurus
Glean,
Loriculus stigmatus
reach,
hang-glean, Loriculus exilis
hang-reach
Tanygnathus sumatranus
27
Lampiran 8 Perilaku makan burung insektivora di hutan primer
Lantai
hutan
Flake
Pitta erythrogaster
Reach-down dan peck
Probe
Mulleripicus fulvus
Tajuk
bawah
Flake dan glean
Trichastoma celebense
Glean dan sally-pounce
Insektivora
Batang
Centropus celebensis
Dicrurus hottentottus
Sally
Tajuk
Di atas
lantai
hutan
Tajuk
tengah
Cuculus crassirostris
Surniculus lugubris
Hypothymis azurea
Culicicapa helianthea
Flake dan
glean
Trichastoma celebense
Surniculus lugubris
Sally
Centropus celebensis
Dicrurus hottentottus
Tajuk atas
Screen
Aerial
Sally-hover
Glean
Coracina bicolor
Coracina morio
Reach-out
Zosterops consobrinorum
dan peck
Collocalia esculenta
Collocalia vanikorensis
Hemiprocne longipennis
Artamus leucorhynchus
28
Lampiran 9 Perilaku makan burung insektivora di hutan sekunder
Lantai
hutan
Flake
Pitta erythrogaster
Reach-down dan
peck
Batang
Probe
Mulleripicus fulvus
Insektivora
Tajuk
bawah
Tajuk
Di atas
lantai
hutan
Aerial
Flake dan glean
Trichastoma celebense
Glean dan sallypounce
Centropus celebensis
Dicrurus hottentottus
Cuculus crassirostris
Sally
Surniculus lugubris
Hypothymis azurea
Tajuk
Culicicapa helianthea
tengah
Coracias temminckii
Flake dan
Trichastoma celebense
glean
Surniculus lugubris
Centropus celebensis
Sally
Dicrurus hottentottus
Coracias temminckii
Halcyon chloris
Coracina bicolor
Tajuk atas
Coracina morio
Glean
Coracina leucopygia
Lalage sueurii
Reach-out
Zosterops consobrinorum
dan peck
Collocalia esculenta
Screen
Collocalia vanikorensis
Hemiprocne longipennis
Sally-hover
Artamus leucorhynchus
29
Lampiran 10 Perilaku makan burung insektivora di kebun campuran
Lantai
hutan
Flake
Reachdown dan
peck
Batang
Pitta erythrogaster
Turnix suscitator
Amaurornis isabellina
Probe
Insektivora
Tajuk
bawah
Mulleripicus fulvus
Flake dan
Trichastoma celebense
glean
Rhamphococcyx
Glean dan
calyorhynchus
sally-pounce Centropus bengalensis
Centropus celebensis
Centropus bengalensis
Dicrurus hottentottus
Sally
Tajuk
Tajuk
tengah
Surniculus lugubris
Rhamphococcyx
calyorhynchus
Hypothymis azurea
Gerygone sulphurea
Flake dan
glean
Di atas
lantai
hutan
Trichastoma celebense
Surniculus lugubris
Centropus celebense
Sally
Dicrurus hottentottus
Halcyon chloris
Gerygone sulphurea
Tajuk atas
Glean
Coracina morio
Coracina leucopygia
Reach-out Zosterops
dan peck
consobrinorum
Collocalia esculenta
Screen
Aerial
Collocalia vanikorensis
Hirundo rustica
Hirundo tahitica
Sally-hover
Hemiprocne longipennis
Artamus leucorhynchus
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pemalang pada tanggal 24 Januari 1991 dari ayah
Moh. Husein Sastranegara dan ibu Sri Murtiyati. Penulis adalah putra pertama
dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Purwokerto dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor dan
diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum
Ekologi Satwaliar pada tahun 2012/2013. Penulis telah melakukan Praktik
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang Barat pada tahun
2011, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) pada tahun 2012, serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman
Nasional Baluran pada tahun 2013.
Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan Ketua Kelompok Pemerhati
Burung (KPB) Himakova. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan ekspedisi dan
eksplorasi yang diadakan oleh Himakova, yaitu Eksplorasi Flora Fauna Indonesia
(Rafflesia) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2010), Studi Konservasi
Lingkungan (Surili) di Taman Nasional Kerinci Seblat (2011), Eksplorasi Flora
Fauna Indonesia (Rafflesia) di Cagar Alam Tangkuban Perahu (2012), dan Studi
Konservasi Lingkungan (Surili) di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (2012).
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanann IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Analisis Guild Burung di Beberapa Tipe Habitat di Hutan
Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, dibimbing oleh Prof Dr Ir Ani
Mardiastuti MSc dan Dr Ir Yeni Aryati Mulyani MSc.
Download