Ujian Nasional (UN) jangan Menjadi Sebuah Teater dalam Dunia Pendidikan nasional. (Oleh: Adelbertus, S.Pd) Pendidikan adalah topik yang tak akan pernah habis dibicarakan orang. Begitu banyak pendapat, konsep, teori, strategi maupun taktik seputar pendidikan yang diperkenalkan para pakar sampai sekarang, namun bidang kegiatan tersebut tetap menjadi perhatian kita berhubungan perannya dalam mempersiapkan masyarakat menyongsong hari depan mereka. Pendidikan selama ini dirancang dengan mengedepankan proses perkembangan kognitif yang melibatkan otak rasional, sangat jarang bahkan mungkin langka melibatkan otak emosional yang dominan pada belahan otak kanan. Akibatnya, hasil pendidikan di Indonesia melahirkan lulusan yang pintar, tetapi kurang cerdas. Anak-anak ibarat bunga beraneka warna di taman yang indah, mereka akan tumbuh dan merekah dengan keelokanya masing-masing. kita sebagai guru, sebagai orang tua, bagunlah potensi-potensi mereka agar mereka tumbuh mekar dengan sempurna. Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang dihadapkan kepada banyak sekali masalah-masalah. Satu diantaranya yaitu masalah dunia pendidikan yang ada saat ini walaupun kelihatannya berjalan dengan lancar sampai sekarang ini, tetapi sesungguhnya Indonesia masih membutuhkan penyelengaraan pendidikan yang mengarah pada kemandirian bangsa. Jika kita bicara dunia pendidikan di Indonesia tentunya tidak akan habis-habisnya, dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, pertanyaannya apakah itu sudah terjadi?. Bicara masalah pendidikan, saat ini Indonesia dihadapkan kepada satu cara yang menentukan keberhasilan para peserta didik yang berada di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, pendidikan yang telah mereka tempuh selama bertahun-tahun dan pada akhir pendidikan tersebut, masa depan mereka harus ditentukan dua kata yaitu Ujian Nasional (UN). Dengan adanya dua kata ini masa depan mereka benar-benar ditentukan apakah mereka akan tetap melangkah maju atau sebaliknya berhenti ditempat. Ujian Nasional (UN) yang merupakan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Walaupun sebagian pengamat berpendapat bahwa Ujian Nasional Dinilai Gagal Meningkatkan Kualitas Pendidikan akan tetapi Pemerintah tetap berkomitmen bahwa ujian nasional (UN) sebagai satu diantara indikator kelulusan harus tetap dilaksanakan. Menurut Pemerintah, UN masih merupakan satu diatara sarana yang dipandang ideal untuk memetakan mutu pendidikan. Tanpa UN dinilai sulit melakukan pemetaan dan akan berdampak buruk, khususnya pada daerah-daerah yang pembangunan pendidikannya masih lemah yang mungkin tidak ada dilaksanakan di negara-negara lain justru menjadi satu persoalan dalam mensejahterakan kehidupa bangsa, pertanyaanya bagaimana dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa? UN seharusnya bukan sebagai penentu keberhasilan pendidikan bagi anak-anak perserta didik di tingkat sekolah dasar dan menengah. Ujian Nasional (UN) mengapa bisa dikatakan sebuah masalah dalam dunia pendidikan? Karena apa, karena sekarang ini UN hanyalah menjadi sebuah teater dalam dunia pendidikan nasional yang didalamnya terdapat tokoh-tokoh protagogis dan antagonis yang berperan di dalamnya dan memilikit plot atau jalinan cerita yang begitu menarik. Mengapa UN samapai di katakana sebuah teater dalam dunia pendidiakan saat ini, karena tujuan di selengarakannya UN tidak lagi sesuai dengan tujuaan awal yaitu penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada sekolah dasar dan sekolah menengah, melaikan menjadi sebuah permainan yang meresahkan para peserta didik sehingga mereka di hantui oleh uji kompetensi tersebut. Setiap tahun diselenggarakannya UN sebagai tolak ukur keberhasilan peserta didik yang telah bertahuntahun menempuh pendidikan tersebut. Mengapa UN yang harus menjadi ujung tombak keberhasilan para peserta didik? Dan membuat para peserta didik bagaikan singa lapar hanya untuk memburu UN tersebut, yang pada akhirnya UN yang dilaksanakan dengan kunci jawabanya yang bocor kemana-mana itu. Apa artinya UN sekarang ini, jika terjadi kebocaran kunci jawaban tersebut. Tidak perlu dilaksanakan UN dan tidak ada alasan lagi bagi para untuk tidak lulus dari sekolah dasar dan menengah untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya. UN hanya membuat para peserta didik seolah bermain dalam lingkaran api yang sulit untuk keluar dari lingkaran tersebut dan mempertaruhkan nasib mereka sebagai tarunannya. Menjebak para pesrta didik dalam lingkaran api tersebut yang merupakan sebuah permainan dan teater yang sedang di pertujukan dalam dunia pendidikan nasional. UN juga menjadi peluang komersialisasi pendidikan Setiap tahun dilaksanakan UN pasti kebocoran naskah UN tetap terjadi. Mengapa hal itu bisa terjadi? Dan mengapa UN tetap saja dilaksanakan? Para peserta didik bukan lagi memburu bagaimana menjawab soal tersebut, melaikan memburu kunci jawaban yang bocor yang telah beredar kemana-mana dari sumber yang tidak jelas, sehingga mereka akan terbunuh dengan diskripsi-diskripsi yang menjebak merekan kedalam dokrin-dokrin beku, seharusnya mereka bisa mengalir bagaikan mata air, bagai suara alam dalam pendidikan yang merekan tempuh dan bukan menjadikan UN sebagai ujung tombak keberhasilan, karena kita lihat juga tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. UN seharusnya hanya menjadi evaluasi pendidikan secara nasional, dan para peserta didik tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya karena sekolah yang telah membimbing dan membentuk kepribadian mereka. UN jangan menjadi dokrin-dokrin beku bagi peserta didik, misalnya jika banya yang tidak lulus UN merka menjadi steres, prustasi, dan mengalir bagaikan lava panas kejalanan dengan membuka mulut menuntut ketidak puasan dan keadilan karena tidak lulus dari UN langkah mereka menjadi terhenti setapak bahkan tidak mampu melangkah lebih jauh lagi dalam dunia pendidikan, dan sebenarnya hal itu wajar karena mereka telah kecewa dengan sistem pendidikan yang seperti itu. Pertanyaanya apakah mereka sebodoh itu? Para pengamat katakana bahwa UN dinilai gagal meningkatkan kualitas pendidikan, mengapa masih terus dilaksanakan dan seharusnya memang tida ada UN untuk menguji kompetensi peserta didik karena sekarang sudah di nilai salah kaprah. Dilaksanakan bisa tetapi hanya sebagai penilaian dan mengukur kompetensi peserta didik secara nasional saja. Buka sebagai syarat untuk lulus dari jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah. Jadi bisa dikatakan sia-sia ilmu yang telah mereka dapatkan selama beberapa tahun di bangku sekolah dasar dan menengah, hanya karena UN keberhasilan mereka menjadi tertunda satu langkah bahkan menjadikan mereka putus asa. Bagaimana kita melihat pola pendidikan yang ada di daerah-daerah terpencil, jika mereka harus dihadapkan kepada UN yang menentukan kelulusan bagi mereka. Mungkin itu akan sangat sulit. UN seharusnya hanya menjadi penilaian. Seharusnya yang dilakukan secara nasional yaitu evaluasi pendidikan dan tingkat kelulusan tetap pada sekolah yang merujuk pada 60% nya, kemudian dari evaluasi atau penilaian kompetensi secara nasional yaitu 40%. Sehingga letak atau kunci kelulusan ada pada sekolah bukan pada UN sebagai ujung tombak keberhasilan peserta didik. Sama. Inikan hanyalah sebuah permainan saja. UN hanya membuat siswa resah, takut, dihantu-hantui prasaan dan beban pikiran yang begitu besar. Bahkan ada yang sampai strees jika dia sampai tidak lulus dalam UN tersebut, tentunya dia tidak sebodoh yang kita pikirkan. Hanya karena permainan tadi harapan mereka menjadi sebuah Tanya Tanya besar, tentunya asumsi masyarakat pendidikan yang sudah berjalan sekiaan tahun dinyatakan gagal dalam membentuk peserta didik untuk menuju masa depan yang lebih baik. Harapan semua orang dengan adanya pendidikan menjadikan hidup lebih baik, dan bisa berpikir lebih kreatif dalam menghadapai persoalan hidup. Pendidikan yang memandang bahwa seharusnya pembelajaran tidak saja didesain dari keberagaman karakteristik siswa secara dangkal, tetapi lebih dari itu, yakni hendaknya digagas dan dikelola dengan sedapat mungkin memperhatikan faktor kecerdasan. Pentingnya faktor kecerdasan untuk diperhatikan dalam mendesain pembelajaran, antara lain terlihat dari bebepara hasil penelitian yang menunjukan bahwa sekitar sepertiga peserta didik yang dapat digolongkan sebagai peserta didik berbakat mengalami gejala “prestasi kurang”, peserta didik berbakat disekolah tidak mencerminkan potensi intelektual mereka menonjol, sebuah hasil yang imitasi. Fungsi seorang guru bukan hanya mengajar tetapi juga melihatkecerdasan anak dalam proses pembelajar tersebut. Bagaimana kita mengali potensi belajar dengan cara mengaktifkan keerdasar dalam pembelajaran, hal inilah yang perlu dipikirkan. Ada beberapa kecerdasan yang bisa kita aktifkan dari peserta didik terhadap pembelajaran yaitu mencangkup kecerdasan liguitik, logis/matematis, spasial/visual, musikal, interpersonal dan intrapersonal, serta naturalis. Pertanyaannya, bagaimana kita mengaktifkan kecerdasan-kecerdasan tersebut dalam pembelajaran? Jika kita liha berbagai kecerdasan dalam pembelajaran tersebut, tidak ada alasan bagi para peserta didik untuk tidak melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Fungsi sekolah bisa melihat semua kecerdasan tersebut yang ada pada setiap individu karena memang tidak ada peserta didik yang dikatakan bodoh dalam pembelajaran. Jika hal ini hanya di ukur dengan UN sebagai ujujng tombak keberhasilan tentu tidak akan tercapai tujuan pendidikan nasional tadinya yaitu mencerdaskan kehidupan bangasa. Penulis, Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA St. Fransiskus Asisi Pontianak.