BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam ketahanan nasional. Sistem transportasi yang handal memiliki kemampuan daya dukung struktur tinggi dan kemampuan jaringan yang efektif dan efisien dibutuhkan untuk mendukung pengembangan wilayah, pembangunan ekonomi, mobilitas manusia, barang, dan jasa. Prasarana jalan, sebagai bagian dari sistem transportasi, diharapkan dapat menciptakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dalam transportasi nasional dengan melayani sekitar 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang pada jaringan jalan yang ada. Sejauh ini total nilai kapitalisasi aset prasarana jalan Nasional telah melebihi dua ratus triliun rupiah, yang perannya sangat strategis dalam menurunkan biaya transportasi. Apabila prasarana jalan terus menerus dikembangkan agar semakin handal, maka jalan akan menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh positif bagi pembangunan ekonomi. Hal tersebut juga akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah dalam perekonomian nasional, yang selanjutnya diharapkan meningkatkan daya saing ekonomi nasional terhadap perekonomian internasional. Pembangunan prasarana jalan memperlancar arus distribusi barang dan orang. Secara ekonomi makro, ketersediaan jasa pelayanan prasarana jalan mempengaruhi tingkat produktivitas marginal modal swasta, sedangkan secara ekonomi mikro, prasarana jalan menekan ongkos transportasi yang berpengaruh pada pengurangan biaya produksi. Prasarana jalan pun berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain peningkatan 1 2 nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan akses kepada lapangan kerja. Disamping itu, pelayanan tersebut juga berpengaruh pada peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu: keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan tiga strategi pembangunan ekonomi: pro growth, pro jobs dan pro poor. Dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan prasarana jalan dalam menciptakan peluang usaha dan menampung angkatan kerja juga sangat besar dan berpotensi untuk memberikan multiplier effect terhadap perekonomian lokal maupun kawasan. Contohnya adalah, pembangunan Jalan Tol Cipularang sepanjang 58 km yang menelan biaya sekitar 1,6 triliun rupiah dan 100% dikerjakan oleh tenaga lokal. Proyek pembangunan ini melibatkan 50 ribu tenaga kerja. Disamping menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton, 1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir. Jaringan jalan sebagai prasarana distribusi sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah harus dapat memberikan pelayanan transportasi secara efisien (lancar), aman (selamat), dan nyaman. Jaringan jalan juga harus dapat memfasilitasi peningkatan produktivitas masyarakat, sehingga secara ekonomi produk-produk yang dikembangkan menjadi lebih kompetitif. Pembangunan prasarana jalan harus memperhatikan secara bersamaan tiga aspek utama yang sangat penting yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada, karena jaringan jalan merupakan bagian dari interaksi tata ruang dan sistem transportasi yang ada di sekitarnya. Dengan memperhatikan aspek lingkungan, pembangunan infrastruktur juga mendukung salah satu strategi pembangunan pemerintah, pro green. Peran prasarana jalan dalam menggerakkan roda perekonomian sangat penting karena ketersediaan prasarana jalan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi terutama berkaitan dengan Produk Domestik Bruto (PDB). 3 Setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan pertumbuhan lalulintas sebesar 1,5% (Renstra Bina Marga, 2010), sehingga dari sini harus diantisipasi kebutuhan tersebut baik dengan menyediakan penambahan kapasitas fisik maupun melalui bentuk pengaturan dan pengendalian kebutuhan transportasi atau Transport Demand Management (TDM). Berdasarkan hasil pengamatan empirik di lapangan, pembangunan prasarana jalan memiliki hubungan yang positif dan efek “saling ketergantungan” dengan harga tanah. Dengan adanya prasarana jalan, harga tanah di sepanjang koridor yang ada umumnya dapat meningkat pada tahun-tahun pertama. Untuk itu, disamping manfaat jangka panjang, pembangunan prasarana jalan juga secara langsung berpotensi untuk menggairahkan dan menggerakkan roda perekonomian pada jangka pendek. Penyediaan prasarana jalan yang berdaya-guna dan berhasil-guna sangat berpengaruh terhadap peningkatan daya saing produk yang dihasilkan dalam suatu wilayah. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penyediaan pendanaan untuk penanganan prasarana jalan tersebut mengharuskan penyelenggara jalan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, melakukan usaha dan upaya untuk mencari sumber-sumber pembiayaan di luar APBN/APBD. Dalam mendukung kegiatan-kegiatan penanganan jalan tersebut dibutuhkan pandanaan dengan sumber dana dari manapun termasuk yang berasal dari pinjaman dan hibah luar negeri disamping dari sumber dana yang secara tradisional berasal dari APBN/APBD. Keberhasilan penyelenggara jalan dalam mendapatkan sumber pembiayaan berupa pinjaman dan hibah luar negeri baik sebagai pendukung sumber dana APBN/APBD maupun sebagai sumber pembiayaan utama dalam penanganan jaringan jalan akan memberikan pengaruh positif yang cukup signifikan dalam menghasilkan layanan prasarana transportasi bagi mobilitas masyarakat. Dalam mewujudkan kerjasama dengan pemberi pinjaman (lender) diperlukan dokumen perjanjian kerjasama atau dokumen yang dipersamakan. Kesepakatan kerjasama 4 pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) adalah merupakan perjanjian tertulis yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan PHLN, hubungan antara Pemerintah dengan pemberi pinjaman. Selama ini sumber dana PHLN yang digunakan untuk membiayai penanganan jalan adalah berasal dari institusi pemberi pinjaman yang bersifat multilateral seperti Bank Dunia (IBRD), Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Islamic Development Bank (IsDB), serta yang bersifat bilateral seperti JICA (Jepang), Ausaid (Australia), Usaid (Amerika Serikat), EDCF (Korea), Cina dan Spanyol. Sumber Pembiayaan Pinjaman Luar Negeri dapat dikelompokkan sebagai berikut: A. Pinjaman bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara yang tergabung dalam CGI (Consultative Groups on Indonesia), seperti Jepang, Jerman Barat, Amerika Serikat dan lain-lain, melalui suatu lembaga/badan keuangan yang dibentuk oleh negara yang bersangkutan untuk mengelola/ melaksanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberian bantuan luar negeri tersebut kepada negara peminjam. Sebagai contoh, Jepang dengan JICA (Japan International Cooperation Agency). B. Non CGI terdiri dari : 1. Pinjaman bilateral yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari suatu badan yang dibentuk oleh negara pemberi bantuan seperti SFD (Saudi Fund for Development) dan KFAED (Kuwait Fund for Arab Economic Development). 2. Pinjaman multilateral, yaitu bantuan luar negeri yang berasal dari lembaga/badan keuangan internasional dimana Indonesia termasuk anggotanya seperti IDB (Islamic Development Bank). C. Pinjaman/hibah lainnya seperti dari PBB, UNDP, US-Exim Bank, Japan Exim Bank dan KFW (Jerman). 5 Penggunaan pinjaman luar negeri oleh pemerintah dalam membiayai penanganan jalan mengakibatkan hutang luar negeri yang besar. Setiap pemberian pinjaman luar negeri disertai dengan perjanjian atau persyaratan tertentu. Misalnya penggunaan barang/jasa yang belum dapat diproduksi/dipenuhi dari dalam negeri harus diimpor dari negara pemberi pinjaman atau negara lainnya. Dalam perkembangannya ternyata hutang luar negeri di masa lalu telah membebani keuangan negara dalam jumlah yang tidak sedikit berupa beban pembayaran cicilan pokok hutang beserta bunganya yang sampai saat ini masih dirasakan cukup berat. Oleh karenanya beban hutang tersebut secara berangsurangsur harus dikurangi sehingga beban anggaran atas kewajiban membayar hutang luar negeri menjadi lebih kecil. Kebijakan untuk mengurangi ketergantungan tersebut memberikan implikasi bahwa kementerian/lembaga teknis sebagai pelaksana pinjaman (executing agency) beserta Bappenas harus menentukan proyek-proyek usulan yang mempunyai prioritas tinggi yang dapat dilaksanakan, dan akan mendapatkan pinjaman atau hibah luar negeri. Hal tersebut memberikan kewajiban kepada pelaksana pinjaman dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Bina Marga untuk menyeleksi paket-paket proyek yang sangat memungkinkan pekerjaannya dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah disetujui dan disepakati. Dalam rangka mendapatkan cara terbaik untuk mendapatkan sumber pinjaman luar negeri, maka perlu dilakukan analisis pinjaman luar negeri baik pinjaman multilateral maupun pinjaman bilateral agar didapatkan hasil tepat guna. 1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana proses dan mekanisme pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum? 6 2. Bagaimana karakteristik masing-masing pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum? 3. Bagaimana kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum? 4. Bagaimana hasil evaluasi kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis proses dan mekanisme pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum. 2. Mengetahui karakteristik masing-masing pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum. 3. Menganalisis kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum. 4. Mengevaluasi kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan referensi kepada pemerintah dalam menentukan prioritas pinjaman mana yang lebih baik sehingga dapat mengurangi beban hutang luar negeri Indonesia. 2. Memberikan masukan kepada pemerintah sebagai Executing Agency untuk dapat memilih prioritas pinjaman mana yang lebih baik, lebih efektif dan efisien sehingga memberikan manfaat yang optimal. 7 1.5 Batasan Masalah Lingkup kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan analisis peraturan dan persyaratan terkait dengan bantuan luar negeri dengan peraturan dan persyaratan penggunaan dana dalam penyelenggaraan jalan yang menggunakan dana bantuan luar negeri di Indonesia di lingkungan Dirjen Bina Marga Kementerian pekerjaan Umum. 2. Melakukan identifikasi bentuk-bentuk kesepakatan kerjasama pada program penanganan jalan dan jembatan di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga. 3. Menganalisis dan mengevaluasi proses pelaksanaan pinjaman luar negeri di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga. 4. Pinjaman luar negeri yang dianalisis untuk pinjaman bilateral adalah JBIC Loan No.IP-529 (JICA) dan EINRIP AIPRD Loan No.L-002 (AusAid), sedangkan untuk pinjaman multilateral adalah SRIP IBRD Loan No.4834IND dan RRDP ADB Loan No.2817-INO. 5. Periode waktu pelaksanaan pinjaman luar negeri dibatasi mulai dari diterbitkannya Blue Book tahun 2002 sampai dengan pelaksanaan pinjaman bulan Desember tahun 2013. 1.6 Keaslian Penelitian Sepengetahuan Penyusun, penelitian tentang Analisis Kinerja Pelaksanaan Pinjaman Luar Negeri Pada Bidang Kebinamargaan di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang difokuskan pada analisis kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah : 8 1. Suryabrata (2012) dengan judul Pengembangan kerangka dialog kerjasama bilateral dalam rangka optimalisasi sumber pendanaan luar negeri bilateral. Hasil dari penelitian tersebut adalah Kerangka dialog yang digunakan oleh mitra pembangunan dengan Pemerintah Indonesia yang tercantum dalam Country Partnership Strategy mitra pembangunan menunjukkan kelengkapan kerangka dialog seperti istilah forum dialog, tujuan forum, muatan/isu/agenda yang dibahas dan pihak yang bertanggung jawab dalam forum tersebut menunjukkan keberagaman. Oleh karena itu masih membutuhkan penyesuaian bersama pihak Pemerintah Indonesia dan mitra pembangunan dengan mengedepankan prinsip Kesetaraan. Hal ini secara khusus akan membantu dalam menentukan pelaksanaan sektor prioritas kerja sama. Beberapa mitra pembangunan memiliki dorongan kuat untuk menawarkan pinjaman/hibah kepada Pemerintah Indonesia namun koordinasi Pemerintah yang kurang optimal akan cenderung menjadi beban. Terjadinya proliferasi saluran pinjaman/hibah sejalan dengan fragmentasi secaraoptimal dimana pada nilai pinjaman/hibah sektor-sektor prioritas tidak atau terkonsentrasi disebut Country Programmable Aid (CPA). 2. Juari (2006) dengan judul penelitian Implikasi keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri terhadap commitment fee dan faktor-faktor yang mempengaruhinya : studi kasus proyek pinjaman luar negeri dari Asian Development Bank dan World Bank. Hasil dari penelitian tersebut adalah keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri mempunyai implikasi terhadap meningkatnya jumlah commitment fee. Fungsi commitment fee dipengaruhi oleh besarnya pinjaman (Pin), besarnya pencairan pinjaman saat perpanjangan (Disext), dan variable dummy berupa lender (LD), dengan daya penjelas sebesar 62,5%. Sementara itu 37,5% sisanya yang tidak dapat dijelaskan, kemungkinan disebabkan oleh penggunaan data statis sehingga tidak menampung dinamika data antar waktu, dan adanya variabel-variabel yang mempunyai 9 hubungan positif dengan besarnya jumlah commitment fee, namun tidak signifikan. 3. Rostiati (2007) dengan judul penelitian Evaluasi kebijakan pinjaman luar negeri : Studi kasus pinjaman Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Hasil dari penelitian tersebut adalah Efektivitas pinjaman JICA sangat tergantung pada beberapa hal, tidak semuanya semata-mata karena faktor ekonomis, ataupun yang langsung terkait dengan bantuan itu sendiri, melainkan ada faktor-faktor non ekonomis, seperti misalnya proses pengambilan keputusan. Pada penelitian ini secara khusus dibahas tentang kinerja pelaksanaan pinjaman luar negeri pada bidang Kebinamargaan di Kementerian Pekerjaan Umum sehingga hal tersebut membedakan dengan penelitian yang lainnya.