6 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Entrepreneur 2.1.1.1. Pengertian Entrepreneur Menurut Zimmerer dalam Winardi (2003, p.17) Entrepreneur adalah orang yang berinovasi sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru, dengan menghadapi tantangan, resiko dan juga ketidakpastian dengan tujuan mencari laba dengan mengidentifikasi peluang dengan jalan mengkombinasikan beberapa sumber daya. Menurut Drucker dalam Alma (2008, p.2) Entrepreneur adalah seorang yang mampu memanfaatkan peluang. Sedangkan menurut Schumpeter dalam Alma (2008, p.24) Entrepreneur adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaat peluang tersebut. Menurut Sarosa (2005, p.2) Entrepreneur adalah seseorang yang mempunyai visi, semangat, dan melakukan tindakan-tindakan nyata dalam usaha meciptakan dan mengembangkan sendiri sumber-sumber income nya tanpa bergantung semata-mata pada orang lain. Menurut teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa entrepreneur adalah seorang yang memiliki visi dan semangat serta kemampuan dalam memanfaatkan peluang yang ada dengan berinovasi dan memberdayakan beberapa sumber daya yang tersedia. 7 2.1.1.2. Sifat-sifat entrepreneur Alma (2008, p.53) Adapun sifat-sifat yang perlu di miliki seorang entrepreneur agar berhasil adalah sebagai berikut : 1. Percaya diri Sifat utama dari percaya diri di mulai dari pribadi yang mantap, tidak mudah terombang-ambing oleh pendapat dan saran orang lain melainkan menggunakan sebagian saran tersebut sebagai masukan. 2. Berorientasi pada tugas dan hasil Sifat seorang entrepreneur tidak mengutamakan prestige dahulu melainkan focus kepada prestasi yg ingin di capai. 3. Pengambilan resiko Ciri pengambilan resiko berpengaruh penting dalam dunia wirausaha yang penuh resiko dan tantangan. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa bagaimana seorang entrepreneur mengambil sebuah resiko dengan penuh pertimbangan. 4. Kepemimpinan Dalam diri seorang entrepreneur mutlak memiliki jiwa kepemimpinan. Seorang pemimpin yang baik harus mendengar saran dan kritik dari bawahannya demi kemajuan kinertja perusahan. 5. Keorisinilan Yang di maksud dengan orisinil disini adalah seorang entrepreneur tidak hanya mengekor pada orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ide yang orisinil dan mampu menrealisasikan ide tersebut. 8 6. Berorientasi pada masa depan Seorang entrepreneur haruslah perspektif, mempunyai visi ke depan. Sebab sebuah usaha bukan didirikan untuk sementara tetapi untuk selamanya. Untuk menyiapkan visi yang jauh ke depan, entrepreneur perlu menyusun perencanaan dan strategi yang matang. 7. Kreatifitas dan inovasi kreatifitas meurpakan kemampuan untuk mengembangkan ide baru dan menemukan cara baru dalam melihat peluang ataupun problem yang akan dihadapi. Inovasi adalah kemampuan untuk menggunakan solusi kreatif dalam mengisi peluang sehingga dapat membawa manfaat dalam kehidupan masyarakat. 2.1.1.3. Tipe-tipe Entrepreneur Menurut Alma (2008, p.33) ada tiga tipe utama dari seorang entrepreneur adalah sebagai berikit : 1) Craftman Wirausaha ahli pada umumnya adalah seorang penemu dalam bidang penelitian yang menjual lisensi idenya untuk dijadikan produk komersial. 2) The Promoter Seorang individu yang berlatar belakang marketing yang kemudian mengembangkan perusahaannya sendiri. 3) General Manager Seorang individu yang ideal yang secara sukses bekerja pada perusahaan dan menguasai banyak keahlian. 9 2.1.1.4. Keuntungan dan Kelemahan Seorang Entrepreneur Menurut Alma (2008, p.4), keuntungan dan kelemahan entrepreneur dapat dijelaskan sebagai berikut 1. Keuntungan Entrepreneur : a. Membuka peluang untuk mencapai tujuan pribadi. b. Membuka peluang untuk mendemonstrasikan kemampuan pribadi. c. Membuka peluang untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal. d. Membuka peluang untuk membantu masyarakat. 2. Kelemahan Entrepreneur : a. Memperoleh pendapatan yang tidak pasti dan memikul resiko. b. Bekerja keras tanpa batasan waktu. c. Tanggung jawabnya besar. 2.1.1.5. Karakteristik entrepreneur Terdapat beberapa karakteristik yang harus di miliki oleh seorang entrepreneur, yaitu : 1. Creation, yaitu menciptakan suatu peluang bisnis dari peluang yang ada 2. Innovation, mengembangkan inovasi dalam lingkup bisnisnya yang meliputu produk baru, proses, market, material atau organisasi. 3. Risk undertake, setiap entrepreneur menerima dan mengambil resiko bahwa bisnis yang dijalankannya kegagalan. mungkin akan mengalami kerugian atau 10 4. General management, pemilik bisnis harus dapat mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya yang terbatas, dan yang terakhir adalah performance intention, menciptakan pertumbuhan yang tinggi dan menghasilkan laba. (Yulianto, 2009) Empat (4) sisi potensial yang dimiliki manusia untuk maju (menurut Stephen Covey, dalam bukunya The First Thing’ First) : 1. Self awareness adalah sikap mawas diri 2. Cousience adalah mempertajam suara hati, supaya menjadi manusia berkehendak baik, seraya memunculkan keunikan serta memiliki misi dalam hidup. 3. Independent Will adalah pandangan independent untuk bekal bertindak dan kekuatan untuk mentrandensi 4. Creatif Imagination adalah berfikir dan mengarah ke depan untuk memecahkan masalah dengan imajinasi, khayalan serta adaptasi yang tepat. (http://www.scribd.com/kewirausahaan/d/28609207) 11 2.1.2. Leadership 2.1.2.1. Pengertian Leadership Dubrin (2005, p.3) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan tujuan. Siagian (2002, p.62) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran (2004, p.64) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan suatu proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan dikehendaki. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok orang kearah pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Daft (2003, P.514). House (1998) seperti yang dikutip Yukl (2002, p.3) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, memotivasi dan memungkinkan orang lain memberikan sumbangsih bagi keefektifan serta keberhasilan organisasi. Kegiatan kepemimpinan manajemen dapat berpengaruh pada sikap karyawan. Beech (2000, P.210-218) Dari berbagai macam teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk bertindak di dalam sebuah organisasi demi mencapai tujuan organisasi tersebut. 12 2.1.2.2. Peranan Leadership Siagian (2002, p.66) mengemukakan bahwa peranan pemimpin atau kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu peranan yang bersifat interpersonal, peranan yang bersifat informasional, dan peran pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang bersifat interpersonal dalam organisasi adalah bahwa seorang pemimpin dalam perusahaan atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi, seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada bawahan, dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung. Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima dan penganalisa informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi dan menjalankan usaha dengan konsisten. Yasin (2001, p.6) mengemukakan bahwa keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan atau pengelolanya dan komitmen pimpinan puncak organisasi untuk investasi energi yang diperlukan maupun usaha-usaha pribadi pimpinan. 13 Anoraga et al. (1995) dalam Tika (2006, p.64) mengemukakan bahwa ada sembilan peranan kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli, pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang atau simbol, pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain. 2.1.2.3. Gaya Kepemimpinan Dalam buku Purwanto (2006, p.25-26) Adapun gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi, maka komunikasi antarpribadi yaitu manajer dan bawahan (karyawan) harus tetap terjaga dengan baik. menurut Ludlow dan Panton, terdapat empat gaya kepemimpinan (Leadership style) yang dapat diterapkan dalam situasi dan kondisi yang juga berbeda, antara lain: pengarahan (directing), pembekalan (coaching), dukungan (supporting), dan pendelegasian (delegating). a. Directing (pengarahan) Gaya kepemimpinanpengarahan tepat digunakan pada situasi dan kondisi dimana para karyawan belum memiliki pengalaman yang cukup dalam menjalankan suatu tugas tertentu. Di samping itu, tugas pekerjaan yang harus diselesaikan juga cendurung kompleks dan rumit. Oleh karena itu, seorang manajer harus mampu menjelaskan sejelas mungkin dan rinci tentang apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, dan kapan pekerjaan tersebut harus dapat diselesaikan. 14 b. Coaching (pembekalan) Gaya kepemimpinan pembekalan tepat digunakan pada situasi dan kondisi dimana para karyawan telah memiliki pengalaman yang cukup dalam menyelesaikan pekerjaan. Disamping itu, para karyawan memiliki motivasi yang cukup tinggi dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya. Dalam hal ini, seorang manajer perlu juga memberikan penjelasan seperlunya terhadap tugas dan pekerjaan yang belum dipahami dengan baik oleh para karyawan. c. Supporting (dukungan) Gaya kepemimpinan dukungan tepat digunakan pada situasi dan kondisi dimana para karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang baik dengan seorang manajer. Dalam hal ini seorang manajer lebih banyak terlibat dalam berbagai keputusan kerja dan memperoleh berbagai masukan dan saran - saran dari para karyawan yang sangat berharga bagi peningkatan prestasi kerja. d. Delegating (pendelegasian) Gaya kepemimpinan pendelegasian tepat digunakan pada situasi dan kondisi dimana para karyawan telah memahami dengan baik tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan, sehingga mereka layak untuk menerima pendelgasian tugas dari seorang manajer. Meskipun telah mendelagasikan sebagai tugas pekerjaannya, seorang manajer juga harus tetap melakukan pemantauan (monitoring) atas kinerja para karyawannya, untuk memastikan bahwa mereka tetap berada pada jalur sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 15 2.1.2.4. Teori Kepemimpinan ( Leadership ) Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Di antara berbagai teori mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya yang paling menonjol yaitu sebagai berikut : 1. Teori Genetie Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and not made". Bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin.Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin. 2. Teori Sosial Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not made", make penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu : "Leaders are made and not born". Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu. 3. Teori Ekologis Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu. 16 Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan.Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik. (http://akbar-fadilah.blogspot.com/2010/01/teori-kepemimpinan-dan-tipetipe.html ) 2.1.3. Entrepreneurial Leadership (Kepemimpinan Wirausaha) 2.1.3.1. Pengertian Entrepreneurial Leadership Thornberry (2006, p.24) Entrepreneurial Leadership adalah lebih sebagai pengusaha yang bisa menciptakan perubahan dari pada bertransaksi dengan perusahaan lain, karena dengan adanya perubahan akan menjadikan perubahan lebih berkembang dan berjalan mengikuti trend pasar yang berlaku. Goosen leadership), (2007, baik p.104) individu kepemimpinan maupun entrepreneur organisasi (entrepreneurial menciptakan kebudayaan entrepreneur dengan mengembangkan pelatihan budaya kewirausahaan dan penggabungan proses-proses entrepreneur, serta inisiatif-inisiatif baru yang brilliant. Entrepreneurial leadership merupakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam memimpin menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya cara kerja teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan keuntungan yang lebih besar. (Yulianto , 2009 ) 17 Menurut Winardi (2008, p.20) Entrepreneur yang inovatif bereksperimentasi secara agresif, dan mereka terampil mempraktekkan transformasi-transformasi kemungkinan-kemungkinan atraktif. Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurial leadership merupakan semangat, sikap dan kemampuan seseorang dalam memimpin suatu organisasi agar dapat menjadi lebih inovatif dan mampu menciptakan perubahan serta dapat menciptakan suatu kebudayaan yang baru di dalam sebuah organisasi. 2.1.3.2. Dimensi penting dalam Entrepreneurial Leadership Dalam bukunya J.Winardi (2008, p.193-196), terdapat 5 dimensi di dalam perusahaan yang dijalankan dengan entrepreneurial leadership, yaitu : 1. Orientasi strategi yang di dorong persepsi peluang Seorang entrepreneur tergantung kepada persepsinya tentang peluang yang ada. Entrepreneur menggunakan sistem-sistem perencanaan dan pengukuran kinerja guna mengendalikan sumber-sumber daya yang ada. 2. Komitmen terhadap peluang-peluang Entrepreneur dengan jelas bersedia menerima resiko dari keputusan dan peluang-peluang yang diambilnya. Dan entrepreneur dengan teliti dan dalam jangka waktu singkat mampu melihat suatu peluang dan memanfaatkannya. 3. Komitmen sumber-sumber daya Seorang entrepreneur terbiasa dengan kondisi dimana ia menyalurkan sumber-sumber daya dan memantaunya secara periodik. 4. Pengendalian sumber-sumber daya Entreperenur yang menyediakan sumber-sumber daya bagi perusahaan, juga ikut mengendalikan. Mereka disiplin dalam aturan mengendalikan 18 sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan, sehingga bersikap kurang fleksibel, namun bukan pula memaksa. Terhadap pihak-pihak yang bekerja dengannya dalam perusahaan, seorang entrepreneur yang memimpin secara entrepreneurial akan senantiasa memberikan ide-ide kepada mereka. ikut membantu mereka saat mengalami kesulitan dalam mencari suatu metode atau cara terbaik yang dapat ditempuh dalam perusahaan. 5. Visi yang realistik Entrepreneur memang bersedia mengambil resiko yang telah diperhitungkan, hal ini dikarenakan mereka memiliki visi yang realistik yang sudah mereka rencanakan dalam pencapaian tujuan. Visi tersebut pun direalisasikan dengan mendukung penuh orang-orang dalam perusahaannya. 2.1.3.3. Persyaratan yang efektif dalam Entrepreneurial Leadership Menurut (Bergstrom, 2005) ada 5 persyaratan yang efektif dalam entrepreneurial leadership, sebagai berikut : 1. Memiliki komitmen dan upaya yang istimewa dari pihak perusahaan. 2. Meyakinkan para karyawan bahwa mereka dapat mencapai tujuan perusahaan. 3. Membuat visi perusahaan yang menarik. 4. Menunjukan kepemimpinan yang baik sesuai dengan yang telah dijanjikan untuk perkembangan perusahaan guna mencapai hasil yang luar biasa. 5. Tetap bertahan dalam menghadapin perubahan lingkungan. ( Yulianto , 2009 ) 19 2.1.4. Motivasi 2.1.4.1. Pengertian Motivasi Dalam bukunya Robbins (2006, p.213) mengemukakan motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Hasibuan (2000, p.142) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Jadi motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahannya, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan Menurut Bruce (2003) yang dikutip oleh Rahayuningsih, pertumbuhan dan perkembangan pribadi merupakan salah satu cara mempengaruhi motivasi pekerja sehingga memaksimalkan kontribusi dan memperbaiki produktivitas perusahaan. Beberapa faktor penting yang menghubungkan motivasi pekerja dengan tingkat kinerja serta produktivitas yang lebih tinggi yaitu kondisi kerja, penugasan khusus, gaji, teknik-teknik yang sesuai dan inovatif serta menggunakannya sesuai gaya kepemimpinan, naluri bisnis dan keterampilan Radig (1998), Soegiri (2004, p.27-28) dalam Antoni (2006, p.24) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil 20 kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk motivasi dapat dilihat antara lain dari tingkat kehadiran karyawan, tanggung jawab terhadap waktu kerja yang telah ditetapkan. Mangkunegara (2005, p.101) mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: 1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja. 2) Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah “AIDDAS” yaitu Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (hasrat), Decision (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction (kepuasan). Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya. Menurut teori-teori di atas, disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu proses mempengaruhi orang lain dengan bentuk pemberian dorongan yang dapat menggairahkan seseorang sehingga orang tersebut dapat bekerja lebih efektif dan memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan. 21 2.1.4.2. Jenis-Jenis motivasi Pada garis besarnya, motivasi yang diberikan manajer kepada karyawan dapat dibagi menjadi dua yaitu “motivasi positif dan motifasi negatif” (Heidjrachman & Husnan, 2002, p.204; hasibuan, 2007, P.150) : 1. Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain menjalankan sesuatu yang di inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Manajer memberikan kemungkinan karyawan untuk mendapatkan “hadiah” dapat berupa tambahan uang, tambahan penghargaan, promosi, dan lain sebagainya. 2. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agarbersedia melakukan sesuatu yang di inginkan manajer, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan atau ancaman. Karyawan apabila tidak melakukan sesuatu yang diinginkan, maka manajer data mengancam bahwa karyawan tersebut akan kehilangan suatu pengakuan, kesempatan yang baik, uang, atau mungkin jabatan. Para manajer dapat melakukan dua jenis motivasi tersebut tergantung pada situasi dan karakteristik karyawan, sebab setiap individu karyawan adalah berbeda antara satu dengan yang lain. Artinya manajer dapat menggunakan motivasi negatif kepada bawahan yang sulit berubah ke arah yang lebih baik, kecuali dengan menerapkan suatu ancaman. Sebaliknya manajer dapat menggunakan motivasi positif kepada karyawan, apabula karyawan yang bersangkutan dapat dengan mudah melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. 22 2.1.4.3. Teori Hierarki Kebutuhan Dalam buku karangan Robbin (2006, p.214) Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan yang di ungkapkan Abaraham Maslow, hipotesis mengatakan bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan berikut: 1. Psikologis : Antara lain rasa lapar, haus, perlindungan [pakaian dan perumahan], seks dan kebutuhan jasmani lain. 2. Keamanan : Antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. 3. Sosial : Mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan. 4. Penghargaan : Mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat eskternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian. 5. Aktualisasi-diri : Dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan-diri. Dalam buku Robbin (2006, p.215) menurut Maslow, jika anda ingin memotivasi seseorang, anda perlu memahami sedang berada pada anak-tangga manakah orang itu dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan di atas tingkat itu. 23 Sumber : www.Google.co.id Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow 2.1.4.4. Teori X dan Teori Y Dalam buku Robbin (2006, p.216-218) Douglas McGregor mengemukan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Setelah mengkaji cara para manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu, dan menurut asumsi-asumsi ini, manajer cenderung menularkan cara berperilakunya ke para bawahan. Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manajer adalah sebagai berikut : 1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan bila dimungkinkan akan mencoba menghindarinya. 2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk sasaran. 3. karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila mungkin. 4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah. 24 Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor mencatat empat asumsi positif yang disebutnya sebagai Teori Y : 1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan istirahat atau bermain. 2. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen pada sasaran. 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab. 4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi manajemen. Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu. Teori Y mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu. MCGregor sendiri menganut keyakinan bahwa asumsi Teori Y lebih sahih daripada Teori X. Oleh karena itu ia mengusulkan ide-ide seperti pengambilan keputusan partisipasif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang, dan hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi kerja karyawan. Sayangnya tidak ada bukti yang mengkonfirmasikan bahwa masing-masing rangkaian asumsi itu sahih atau bahwa menerima asumsi Teori Y dan mengubah tindakan seorang agar sesuai dengan asumsi itu akan mendorong pekerja lebih termotivasi. 25 2.1.4.5. Teori Dua Faktor Herzberg sebagaimana diuraikan dalam Davis & Newstrom, (1995), Parrek, (1996), Munandar, (2001), dan Hasibuan, (2003), membagi motivasi kerja kedalam 2 (dua) faktor, yang diberi nama Teori Dua Faktor (Herzberg’s Two Factors Motivation Theory), yaitu : 1. Faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor instrinsik dari pekerjaan tersebut, antara lain : a) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan b) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan dapat maju dalam pekerjaannya; c) Pekerjaan itu sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya d) Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan mencapai prestasi kerja, mencapai kinerja yang tinggi e) Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada karyawan atas kinerja yang dicapai. 2. Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks pekerjaan, yaitu : pekerjaan, berupa faktor-faktor ekstrinsik dari 26 a) Kebijakan dan administrasi perusahaan (company policy and administration, derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi b) Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya c) Gaji dan upah (wages or salaries), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya d) Hubungan antar pribadi (interpersonal relation), derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan yang lain e) Kualitas supervisi (quality supervisor), derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. ( http://www.psikomedia.com/art/artikel.php?id=44 ) Menurut Frederick Herzberg dalam Robbins (2006, p.218) teori motivasi dua faktor ini dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik berhubungan dengan kepuasan kerja, sedangkan faktor-faktor ekstrinsik berhubungan dengan ketidakpuasan. 2.1.5. Kinerja Karyawan 2.1.5.1. Pengertian Kinerja Karyawan Performance atau kinerja menurut Prawirosentono (2000, p.1) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenangnya dan tanggung jawabnya masingmasing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. 27 Kinerja Sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Aktual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000:67). Dari teori-teori di atas, disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah besarnya kontribusi yang diberikan oleh seseorang di dalam sebuah organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. 2.1.5.2. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Mangkunegara (2000: 67): a. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media dan informasi yang diterima. b. Ketrampilan (skill ) Kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu yang dimiliki karyawan.Seperti ketrampilan konseptual (Conseptual Skill), ketrampilan manusia (Human Skill), dan Ketrampilan Teknik (Technical Skill ) 28 c. Faktor motivasi (Motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja dilingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi sebaiknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja. 2.1.5.3. Cara - Cara untuk Meningkatkan Kinerja 1. Memberikan dukungan atau dorongan kepada karyawan untuk berkembang • Memberi kesempatan kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan yang berbeda, mengembangkan potensi diri, tumbuh dan berkembang. • Memberi motivasi kepada karyawan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai pekerjaan 2. Membuat standart kerja yang jelas • Memudahkan mengontrol kinerja atau performance karyawan • Dengan adanya standart yang jelas, karyawan akan berusaha mencapai standart tersebut dengan cara memperbaiki performance atau kinerja 3. Menetapkan area tanggung jawab dalam bekerja • Adanya tanggung jawab yang tinggi, memotivasi karyawan untuk meningkatkan performance agar tanggung jawabnya terselesaikan dengan baik 29 4. Mendorong karyawan untuk dapat mencapai standart kerja atau Performance yang baik • Menjadikan karyawan sebagai partner • Menghargai pendapat mereka atau mengajak mereka berkomunikasi 5. Membuat dokumen kesepakatan dengan karyawan • Dokumen berisi kesepakatan untuk mencapai standart • Digunakan untuk kontrol kinerja karyawan 6. Menentukan rangkaian atau urutan kegiatan • Menjadikan situasi kerja lebih sistematis • Karyawan tidak tumpang tindih dalam melakukan pekerjaan 7. Mengawasi dan mengikuti karyawan dalam melakukan pekerjaan • Mengetahui kebutuhan karyawan untuk mencapai standart • Menunjukkan kepedulian kepada karyawan sehingga mereka termotivasi untuk mencapai kesuksesan 8. Memperjelas tentang pemberian reward atau penghargaan • Mendorong karyawan untuk berperilaku lebih baik • Reward faktor pendorong meningkatnya performance (http://www.kebijakankesehatan.co.cc/2009/10/cara-meningkatkanperformance-karyawan.html) 30 2.1.5.4. Siklus Manajemen Kinerja Jerome (2001, p.5-6), evaluasi kineja hanyalah salah satu bagian siklus berkelanjutan yang bisa digunakan oleh manajer untuk mengelola kinerja individu dan tim. Bole percaya atau tidak, untuk bisa mencapai evaluasi kinerja yang efektif harus memulai dengan fase perencanaan. Sumber : Paul J.Jerome, ”Mengevaluasi Kinerja Karyawan” Gambar 2.2 Siklus Manajemen Kinerja Selama fase perencanaan, manajer dan karyawan bersama-sama menyusun rencana kinerja. Rencana kinerja berfungsi sebagai peta siklus manajemen kinerja, dan berdampak pada fase pembinaan maupun evaluasi. 31 Ada 3 komponen rencana kinerja : 1. Deskripsi jabatan Secara jelas menetapkan tanggung jawab pekerjaan dan juga mencakup pengukuran evaluasi. 2. Sasaran kinerja Menetapkan sasaran individual secara spesifik, dalam bidang proyek, proses, kegiatan rutin, dan nilai inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan. sasaran kinerja ini ditambahkan pada deskripsi jabatan. 3. Rencana tindakan kinerja Menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai masing-masing sasaran tersebut. Dalam fase pembinaan, rencana kinerja yang disepakati diimplementasikan. Seorang manajer harus membantu karyawannya yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, yaitu mendiagnosis kebutuhan kinerja, memberikan pengarahan dan dukungan terus-menerus, sering memberikan umpan balik untuk mendorong dan mengarahkan upaya kinerja. Sepanjang proses, seorang manajer juga mendokumentasikan cara karyawan melakukan pekerjaannya. Karena dengan mendokumentasikan, ketika melakukan fase evaluasi dan melakukan evaluasi kinerja, pekerjaan anda akan menjadi jauh lebih mudah. 32 2.1.5.5. Penilaian dan Pengukuran Kinerja Menurut buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2008, p.161) Kinerja merupakan prestasi nyata yang di tampilkan seseorang setelah yang bersangkutan menjalankan tugas dan perannya dalam organisasi. kinerja produktif merupakan tingkatan prestasi yang menunjukkan hasil guna yang tinggi. Muchdarsyah Sinungan (2003, p.3) menegaskan bahwa ketercapaian kinerja produktif perlu ditunjang oleh : ”kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang memadai, kondisi kerja yang manusiawi, dan hubungan kerja yang harmonis.” Oleh karena itu, kinerja produktif pada akhirnya tumbuh dari inovasi cara kerja. Penilaian dan pengukuran kinerja merupakan bagian penting dalam menentukan tingkat produktivitas seseorang. Penilaian kinerja adalah bagian dari proses manajemen sumber daya manusia yang menitikberatkan pada upaya ”memotret” hasil yangtelah dicapai secara objektif, sebagai bahan dasar ketika dilakukan pengukuran; sedangkan pengukuran kinerja lebih menitikberatkan pada upaya untuk melakukan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan rencana atau standar yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian bisa diketahui kadar atau tingkat ketercapaiannya, untuk kemudian dijadikan feedback ataupun feedforward. 33 2.1.6. Kajian Penelitian Terdahulu 2.1.6.1 Brahmasari, Ida Ayu (2008) Hasil penelitian ini membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya meskipun motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja tetapi belum tentu mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena karyawan yang merasa puas karena telah dipenuhi kebutuhannya oleh manajemen dapat bekerja secara optimal. Belum optimalnya kerja seorang karyawan dibatasi oleh adanya kebijakan atasan misalnya berhubungan dengan waktu lembur, yaitu karyawan yang telah terpuaskan kebutuhannya merasa bahwa manajemen telah memberikan penghargaan kepada dirinya sehingga dia merasa harus bekerja dengan profesional artinya apabila terdapat pekerjaan yang melekat pada dirinya yang sampai dengan jam kerja belum selesai tetapi dapat diselesaikan hari tersebut, karyawan tersebut bermaksud untuk menyelesaikannya karena dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaannya meskipun tidak diperhitungkan waktu lembur. Tetapi pihak manajemen menentukan bahwa sesuai ketentuan yang ada hal tersebut tidak diperkenankan, akhirnya karyawan tersebut akan menyelesaikan pada hari berikutnya. Hal inilah yang salah satunya menjadi suatu pertimbangan dan alasan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja tetapi motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. 34 Sedangkan Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya kepemimpinan merupakan suatu upaya untuk memengaruhi banyak orang melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi diharapkan dapat menimbulkan perubahan positif berupa kekuatan dinamis yang dapat mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan jika diterapkan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan kedua belah pihak sesuai dengan jabatan yang dimilik. 2.1.6.2 Wahyuddin, Muhammad and A, Djumino (2002). Berdasarkan hasil penelitian dari variabel independen yaitu kepemimpinan, dan motivasi membenarkan hipotesis, yang menyatakan, baik masing-masing atau secara bersama-sama, variabel kepemimpinan, dan motivasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai terbukti Kontribusi variabel kepemimpinan, dan motivasi terhadap kinerja pegawai yang dinyatakan dengan nilai prosentase sebesar 90,0 %, sedangkan sisanya sebesar 10,0 % dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, sehingga boleh dikatakan variabel yang diambil dalam penelitian mampu memberikan gambaran mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. 35 2.2. Kerangka Pemikiran Sumber : Hasil pengolahan data Gambar 2.3 Kerangka Konspetual Penelitian 2.3. Hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh antara entrepreneurial leadership dan motivasi terhadap kinerja karyawan dalam perusahaan. H1 : Ada pengaruh antara entrepreneurial leadership dan motivasi terhadap kinerja karyawan dalam perusahaan.