BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang masih termasuk dalam kondisi negara berkembang, karena itu pemerintahan di Indonesia masih akan terus menerus melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia sehingga dapat menciptakan kesejahteraan nasional. Pembangunan nasional tentu akan membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam menjalankan kegiatan pembangunannya. Terdapat dua sumber dana dalam melaksanakan pembangunan nasional, yaitu sumber pendanaan yang berasal dari pajak dan non pajak. Namun, pajak merupakan sumber penerimaan utama sekaligus menjadi yang paling penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri ( Pranata, 2014 ) Pajak merupakan unsur penting dalam menopang penerimaan negara. Dilain pihak, pajak ditempatkan sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu sebagai sarana masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam rangka membantu pelaksanaan tugas bernegara yang ditangani oleh pemerintah. Upaya mengoptimalkan penerimaan sektor pajak dilakukan melalui usaha intensifikasi dan eksentifikasi penerimaan jumlah pajak. Kendala utama dalam rangka penerimaan pajak adalah penggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance) (Tandean, 2015). 1 Penghindaran pajak sendiri merupakan usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat legal (Lawful), sedangkan penggelapan pajak (Tax Evasion) adalah usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat tidak legal (Unlawful) (Xynas, 2011 dalam Budiman dan setiyono, 2012 ) dan Tax avoidance merupakan bagian dari tax planning yang dilakukan dengan tujuan meminimalkan pembayaran pajak. Lim (2011) dlm Pricilia (2015) mendefinisikan pengertian tax avoidance sebagai penghematan pajak yang timbul dengan memanfaatkan ketentuan perpajakan yang dilakukan secara legal untuk meminimalkan kewajiban pajak. Secara hukum pajak tax avoidance tidak dilarang meskipun seringkali mendapat sorotan yang kurang baik dari kantor pajak karena dianggap memiliki konotasi yang negatif. Oleh karna itu persoalan penghindaran pajak ini menjadi cukup rumit karena disisi lain diperbolehkan karena tidak melanggar hukum, tapi disisi lain penerimaan negara akan menjadi lebih sedikit dari yang seharusnya. Para otoritas pajak tampaknya telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar bisa menegakkan batas yang jelas antara penghindaran pajak dan penggelapan pajak dalam upaya perencanaan pajak, tidak hanya itu para otoritas pajak juga semaksimal mungkin mencegah agar wajib pajak tidak masuk kedalam celah ambiguitas yang ditimbulkan oleh peraturan perpajakan (Bovi, 2005 dalam Winata 2014). Karena pajak haruslah dipungut dengan optimal agar penerimaan pajak dapat meningkat dan membiayai pengeluaran Negara maupun daerah. 2 Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pajak 2011-2014 No Tahun Rencana Penerimaan Pajak Realisasi Penerimaan Pajak Persentase Realisasi 1 2010 306,8 Triliun 297, 7 Triliun 97 % 2 2011 366,74 Triliun 358,02 Triliun 97,62 % 3 2012 445,73 Triliun 381,29 Triliun 85,54 % 4 2013 459,98 Triliun 416,14 Triliun 90,47 % Penerimaan 5 2014 485,97 Triliun 362,6 Triliun 74,6 % Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia (2015) Berikut adalah data penerimaan pajak dari Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang tercantum dalam tabel 1.1 diatas. Kenyataanya penerimaan pajak di Indonesia masih belum mampu dicapai dengan maksimal. Dari data Kementrian Keuangan Republik Indonesia, tahun 2010 realisasi penerimaan PPh non migas mencapai Rp 297,7 triliun atau 97% dari target APBN-P 2010 sebesar Rp 306,8 triliun. Tahun 2011 penerimaan pajak di Indonesia dari PPh Non Migas tercatat 358.02 Triliun Rupiah dari target yang ingin dicapai yaitu 366.74 Triliun Rupiah. Jumlah tersebut berada pada angka 97.62% dari target. Pada tahun selanjutnya, tahun 2012 pencapaian penerimaan pajak PPh Non Migas tercatat 381.29 Triliun Rupiah dari target yang ditetapkan yaitu 445.73 Triliun Rupiah.Jumlah tersebut mencapai angka 85.54% dari target.Selanjutnya realisasi tahun 2013 mencapai angka 416.14 Triliun Rupiah dari target yang ditetapkan yaitu 459.98 Triliun Rupiah. Jumlah tersebut baru mencapai 90.47% dari target yang ditetapkan. Terakhir pada tahun 2014 tercatat penerimaan PPh Non 3 Migas mencapai angka 362.6 Triliun Rupiah dari target yang ditetapkan sebesar 485.97 Triliun Rupiah.Angka tersebut mencapai 74.6%. Belum mampunya pemerintah merealisasi penerimaan pajak secara maksimal menimbulkan pertanyaan apakah dari sisi wajib pajak terdapat beberapa tindakan penghindaran pajak, ataukah memang pemungutan yang dilakukan belum mampu berjalan secara maksimal. Penerimaan pajak harus mampu mencapai tingkat yang maksimal karena hasil penerimaan pajak nantinya akan digunakan untuk pembiayaan, baik di tingkat pusat maupun daerah Pranata (2014). Aktivitas penghindaran pajak yang dilakukan oleh manajemen suatu perusahaan dilakukan semata-mata bertujuan untuk meminimalisasi kewajiban pajak perusahaan. Karena tindakan penghindaran pajak ini dianggap legal, membuat perusahaan melakukan berbagai cara agar bisa mengurangi pajak yang harus dibayarkan. Namun, kegiatan penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan dapat menjerumuskan perusahaan itu sendiri jika mereka tidak cermat dalam melakukan perencanaan pajak mereka (Tresno Eka Jaya dkk, 2013). Sebagai contoh perusahaan yang melakukan penghindaran pajak yaitu perusahaan tambang Bakrie Group. Tahun 2009, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di bawah kepemimpinan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap BUMI Resources, Kaltim Prima Coal (KPC), dan Arutmin terindikasi penghindaran pajak senilai Rp 2,176 triliun. Menurut laporan Ditjen Pajak, tunggakan pajak paling besar adalah KPC senilai Rp 1,5 triliun, sementara Bumi Resources Rp 376 miliar dan Arutmin Rp 300 miliar ( Dwiarto, 2014) Sesuai dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak merupakan "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh 4 orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan isi undang-undang tersebut, terlihat jelas bahwa pajak merupakan sumber pendapatan bagi negara. Sedangkan, bagi perusahaan pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih. Perbedaan kepentingan negara yang menginginkan penerimaan pajak yang besar dan berkelanjutan bertolak belakang dengan kepentingan perusahaan yang menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin. (Pranata, 2014) Dikarnakan perusahaan yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan laba agar nilai saham perusahaan dapat meningkat dan perusahaan semakin diminati oleh para investor. Perbedaan kepentingan ini yang menyebabkan perusahaan berusaha untuk membayar pajak seminimal mungkin dengan melakukan manajemen pajak tanpa melanggar undang – undang. Tuntutan bagi perusahaan dalam melakukan manajemen pajak yang harus diawasi menjadikan dibentuknya corporate governance yang diharapkan dapat mendorong terwujudnya transparansi, accountability, responsibility, independency dan fairness (Winarsih dkk,2014 dalam Tandean, 2015) Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan (Haruman, 2008). Banyaknya perusahaan yang melakukan penghindaran pajak membuktikan bahwa corporate governance belum sepenuhnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan publik di Indonesia. 5 Selanjutnya Faktor pertama yang mungkin dapat mempengaruhi perusahaan dalam melakukan tindakan penghindaran pajak yaitu kepemilikan institusional dalam penelitian yang dilakukan shleifer dan Vishne (1986) dalam Annisa dan Kurniasih (2012) menyatakan bahwa pemilik institusional memainkan peran penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajer. Mereka berpendapat bahwa seharusnya pemilik institusional berdasarkan besar dan hak suara yang dimiliki, dapat memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja ekonomi dan menghindari peluang untuk perilaku mementingkan diri sendiri.Adanya tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham, maka pemilik institusional memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen perusahaan membuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.(Annisa dan Kurniasih, 2012) Faktor kedua yaitu kepemilikan manajerial, Kepemilikan manajerial adalah besarnya kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajerial perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) dalam Pricilia (2015) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham oleh manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga ada pada dirinya sendiri. Pohan (2008) mengatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham oleh manajerial maka akan semakin baik kinerja perusahaan, dikarenakan hal tersebut membantu menyatukan kepentingan pemegang saham dan manajer. Faktor ketiga yaitu leverage Perusahaan dimungkinkan menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan operasional dan investasi perusahaan. Akan tetapi, 6 utang akan menimbulkan beban tetap (fixed rate of return) yang disebut dengan bunga. Semakin besar utang maka laba kena pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar. Hal tersebut membawa implikasi meningkatnya penggunaan utang oleh perusahaan. Penelitian Ozkan, (2001) dalam Prakosa, (2014) memberikan bukti bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak. Faktor keempat yaitu ukuran perusahaan Machfoedz (1994) dalam Suwito dan Herawati (2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva atau total aset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah penjualan, bisa disimpulkan semakin besar ukuran perusahaan . Semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan semakin kompleks, sehingga memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah atau kelemahan yang ada pada ketentuan perundangundangan untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan tax avoidance , diantaranya Penelitian Budiman dan Setyono,(2012) dengan variable karakter eksekutif, Sales growth, Ukuran perusahaan, Leverage dan Net operating loss. Hasilnya menyatakan bahwa kelima variable tersebut semuanya secara signifikan berpengaruh terhadap tax avoidance. Selanjutnya Penelitian Tresno Eka Jaya dkk (2013) dengan variable Komposisi kepemilikan saham institusional, Ukuran dewan 7 dereksi, Kualitas audit dan Konservatisme akuntansi. Hasilnya menyatakan bahwa Komposisi kepemilikan saham institusional, Ukuran dewan dereksi, Kualitas audit dan Konservatisme akuntansi tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak. Penelitian Prakosa (2014) dengan variable profitabilitas, kepemilikan keluarga, komisaris independan, komite audit, leverage, ukuran perusahaan dan kompensasi kerugian pajak. Hasilnya menyatakan bahwa variable profitabilitas ,kepemilikan keluarga dan komisaris independen merupakan variable yang secara signifikan berpengaruh terhadap penghindaran pajak, sedangkan komite audit, leverage, ukuran perusahaan dan kompensasi kerugian pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak. Penelitian Ngadiman (2014) dengan variable variabel Hasilnya menyatakan bahwa variabel kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance sedangkan variable leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Penelitian Tandean (2015) dengan variable kepemilikan institusional, independensi auditor, komite audit dan ukuran perusahaan. Hasilnya menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance, sedangakan kepemilikan institusional, independensi auditor dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Penelitian Pricilia dan Nugrahanti,(2015) dengan variable kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Hasilnya menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil penelitian tersebut terangkum dalam tabel sebagai berikut : 8 Tabel 1.2 Tabel hasil Penelitian Variabel indedenden kepemilikan intitusional Tresno Eka Jaya dkk (2013) Vivi Adeyani Tandean (2015) Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Kepemilikan manajerial Peneliti Refila Pricilia Kesit dan Bambang Yeterina Widi Prakosa Nugrahanti (2014) (2015) Berpengaruh Ngadiman (2014) Judi Budiman dan Setiyono (2012) Berpengaruh Berpengaruh Komite audit Berpengaruh Independensi auditor Ukuran perusahaan Ukuran dewan dereksi Kualitas audit Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Konservatisme akuntansi Leverage Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Berpengaruh Tidak Berpengaruh Berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Tidak berpengaruh Komppensasi kerugian pajak Profitabilitas Kepemilikan Keluarga Komisaris Independen Berpengaruh Berpengaruh Struktur Kepemilikan Mekanisme kepemilikan Pertumbuhan penjualan Berpengaruh Net Operating Loss Berpengaruh Resiko perusahaan Berpengaruh Dari beberapa peneliti yang terangkum dalam tabel 1.2 terdapat perbedaan Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholder pada akhir tahun (Wahyudi dan Pawestri dalam 9 Tandean, 2015). Kepemilikan institusioanal ini memiliki pengaruh yang penting bagi perusahaan dalam memonitor manajemen, karena akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal sehingga mempengaruhi tindakan tax avoidance , Penelitian yang dilakukan Pricilia dan Nugrahanti, (2015) dan Ngadiman (2014) menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh pada tax avoidance sehingga makin besar persentase kepemilikan makin tinggi tax avoidance yang dilakukan perusahaan, sedangkan menurut Tandean, (2015) menemukan bahwa kepemilkan institusional perusahaan tidak berpengaruh pada tax avoidance. Variable profitabilitas, kepemilikan keluarga, komisaris independan dan kompensasi kerugian pajak baru dilakukan oleh satu peneliti Prakosa (2014) yang menemukan bahwa variable profitabilitas ,kepemilikan keluarga dan komisaris independen merupakan variable berpengaruh terhadap penghindaran pajak ,sedangkan kompensasi kerugian pajak tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Selanjutnya variable karakter eksekutif, Sales growth dan Net operating loss baru dilakukan oleh satu peneliti Budiman dan Setyono, (2012) Hasilnya menyatakan bahwa variable tersebut berpengaruh terhadap tax avoidance Penelitian sebelumnya juga dilakukan Budiman dan Setiyono, (2012) dan Ngadiman (2014) yang terkait dengan penghindaran pajak, mereka menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance). Menurut Rego (2003) dalam Mar’fuah, (2015) semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin kompleks. Jadi hal itu memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah yang ada untuk 10 melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi. Selain itu perusahaan yang beroperasi lintas negara memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tax avoidance yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang beroperasi lintas domestik, karena mereka bisa melakukan transfer laba ke perusahaan yang ada di negara lain, dimana negara tersebut memungut tarif pajak yang lebih rendah dibandingkan negara lainnya Sedangkan menurut Prakoso (2014) dan Tandean (2015) variable ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance). Kepemilikan Manajerial menurut Senda (2012) dalam (Pricilia dan Nugrahanti, 2015) adalah kepemilikan atas saham perusahaan yang dimiliki manajemen. Kepemilikan manajerial diukur dengan membagi jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali dengan jumlah saham yang beredar, semakin besar proporsi kepemilikan manajerial, maka semakin kecil upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk melakukan tax avoidance. Penelitian baru dilakukan oaleh satu peneliti . Dalam penelitian (Pricilia dan Nugrahanti, 2015) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap tax avoidance. Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian Ngadiman (2014). Alasan dilakukan replikasi karena masih ada perbedaan hasil penelitian dan ada beberapa variable yang masih diteliti oleh satu peneliti. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ngadiman (2014) yaitu dilakukan penambahan satu variabel independen yaitu kepemilikan manajerial, Hal ini dikarenakan proporsi kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap 11 kinerja perusahaan dengan demikian hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada tindakan perusahaan dalam melakukan penghindaran pajak ,bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham oleh manajerial maka akan semakin baik kinerja perusahaan, dikarenakan hal tersebut membantu menyatukan kepentingan pemegang saham dan manajer (Pohan, 2008). Dan perbedaan objek penelitian saat ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai tahun 2014. Dikarnakan dalam perusahaan pertambangan membutuhkan biaya operasional yang ditinggi dengan demikian perusahaan akan berusaha meningkatkan laba untuk memenuhi hal tersebut, dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan maupun dengan melakukan tindakan tax avoidance. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul “Pengaruh Kepemilikan institusional, Kepemilikan manajerial, Leverage dan Ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak (tax avoidance) (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014)” 12 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penelitian ini, masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap praktik tax avoidance? 2. Apakah jumlah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap praktik tax avoidance ? 3. Apakah leverage berpengaruh terhadap praktik tax avoidance ? 4. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik tax avoidance ? 1.3.1.1 Tujuan dan Kegunaan Penelitan 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini secara empiris ingin menguji apakah variabel yaitu, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, leverage, dan ukuran perusahaan apakah memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik penghindaran pajak perusahaan, khususnya pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Dengan hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat yang antara lain adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis Memberi masukan terhadap pemerintah dalam membuat peraturan atau kebijakan–kebijakan perpajakan sehingga potensi penerimaan negara dari sektor pajak dapat dimaksimalkan dan untuk perusahaan sendiri agar menjadi tambahan 13 pertimbangan pihak manajemen dalam melakukan penghindaran pajak yang benar dan efisien tanpa melanggar undang-undang perpajakan yang berlaku, sehingga dapat lebih efisien dalam masalah pajak perusahaan di masa mendatang. 1. Manfaat Akademis Untuk menambah wawasan dan informasi bagi perkembangan studi akuntansi dan pajak yang berkaitan dengan implementasi dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tax avoidance 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut yang kemudian ditarik menjadi sebuah kesimpulan. Variabel merupakan konstruk atau sifat yang akan dipelajari. Disebut sebagai variabel apabila obyek tersebut memiliki variasi. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel penelitian merupakan atribut, sifat, nilai, dari orang, obyek atau kegiatan yang memiliki variasi yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diambil sebuah kesimpulan. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, variabel yang diteliti dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi variabel dependen dan variabel independen (Sugiono,2012) 3.1.1.1 Variabel Dependen Variabel dependen sering disebut sebagai variabel utput, kriteria, atau konsekuen atau dengan kata lain variabel dependen merupakan variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiono, 2012). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tax avoidance. 40 41 3.1.1.2 Variabel Independen Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecendent atau sering juga disebut dengan variabel bebas. Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiono, 2012). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, Leverage dan ukuran perusahaan. 3.1.2 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup obyek penelitian/obyek yang diteliti. Definisi operasional variabel penelitian merupakan penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian terhadap indikator-indikator yang membentuknya. Definisi operasional pada penelitian adalah unsur penelitian yang terkait dengan variabel yang terdapat dalam judul penelitian atau yang tercakup dalam paradigma penelitian sesuai dengan hasil perumusan masalah. Teori ini dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab ( J.Supranto, 2003 ) 1. Kepemilikan institusional Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir tahun. Kepemilikan Institusional dinyatakan dalam presentase (%) yang diukur dengan cara membandingkan jumlah 42 lembar saham yang dimiliki oleh Investor Institusional dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar, Kepemilikan institusional = 2. jumlah saham yang dimiliki institusi jumlah saham yang beredar Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen secara pribadi atau saham yang dimiliki oleh anak perusahaan bersangkutan beserta afiliasinya, Susiana dan Herawati (2007). Kepemilikan manajerial diukur dengan menghitung presentase (%) saham yang dimiliki oleh pihak manajemen yaitu manajer, komisaris terafiliasi (diluar komisaris independen) dibagi dengan total jumlah lembar saham yang beredar. Kepemilikan manajerial = kepemilikan saham manajerial jumlah saham beredar 3. Leverage Sumber pendanaan dari hutang dapat memberikan perbedaan antara perusahaan yang memiliki persentase pendanaan dari hutang yang besar ataupun yang lebih kecil. Perusahaan dengan persentase yang lebih kecil dianggap lebih mampu menyelesaikan hutang-hutangnya dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki persentase lebih besar. Sumber pendanaan dihitung leverage, yaitu penggunaan hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek dari investor maupun kreditor untuk membiayai operasional dan aktiva perusahaan yang diukur menggunakan debt to equity ratio dengan rumus: 43 DER = Total liabilities Total equity 4. Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau kecil perusahaan, salah satunya berdasarkan total aset Ukuran Perusahaan (UKP) diukur dengan menggunakan hasil logaritma natural dari total aset perusahaan. Total aset digunakan sebagai proksi ukuran perusahaan dengan pertimbangan total aset perusahaan relatif lebih stabil dibandingkan dengan jumlah penjualan dan nilai kapitalisasi pasar Guna dan Herawaty, (2010) dalam Tandean, (2015) 5. Tax avoidance Tax avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak, yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Tax avoidance diukur menggunakan current ETR. Current ETR dihitung dengan membandingkan pajak kini (current tax) dengan laba sebelum pajak penghasilan (pretax income). Pajak kini terdapat dalam Laporan Laba Rugi pada pos “manfaat (beban) pajak penghasilan” sedangkan laba perusahaan sebelum pajak terdapat pada pos “laba sebelum pajak penghasilan”. Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Tandean (2015) menghitung current ETR sebagai berikut : Current ETR = 𝑐𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑡𝑎𝑥 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒 𝑝𝑟𝑒−𝑡𝑎𝑥 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 44 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Variabel Penelitian Tax avoidance Kepemilikan institusional Kepemilikan manajerial Definisi Operasional Indikator Sumber Tax avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak, yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir tahun Tax avoidance yang (Tandean 2015) diukur menggunakan current ETR.Current ETR dihitung dengan membandingkan pajak kini (current tax) dengan laba sebelum pajak penghasilan (pre-tax income) Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen secara pribadi atau saham yang dimiliki oleh anak perusahaan bersangkutan beserta Kepemilikan manajerial diukur dengan menghitung presentase (%) saham yang dimiliki oleh pihak manajemen yaitu manajer, komisaris terafiliasi (diluar (Tandean, Kepemilikan Institusional 2015) dinyatakan dalam presentase (%) yang diukur dengan cara membandingkan jumlah lembar saham yang dimiliki oleh Investor Institusional dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar, (Pricillia ,2015) , 45 afiliasinya, Susiana komisaris independen) dibagi dan Herawati (2007) dengan total jumlah lembar saham yang beredar. . Leverage Ukuran perusahaan Sumber pendanaan dihitung leverage, yaitu penggunaan hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek dari investor maupun kreditor untuk membiayai operasional dan aktiva perusahaan yang diukur menggunakan debt to equity ratio Ngadiman, (2014) Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau kecil perusahaan, salah satunya berdasarkan total aset Ngadiman, diukur menggunakan debt (2014) to equity ratiodengan rumus: DER = Total liabilities / total equity Ukuran Perusahaan (Tandean, (UKP) diukur 2015) dengan menggunakan hasil logaritma natural dari total aset perusahaan. 3.2 Obyek Penelitian, Unit saampel, Populasi, dan Penentuan Sampel 3.2.1 Obyek Sampel dan Unit Sampel Obyek dari penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa efek Indonesia (BEI) dengan periode tahun 2011 – 2014. Unit sampel dalam 46 penelitian ini adalah data kuantitatif yang berupa laporan keuangan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2014 . 3.2.2 Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini dilakukan pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014. Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik dimana yang akan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah yang hanya memenuhi kriteri-kriteria yang telah ditentukan, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut: a. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2014 b. Menerbitkan laporan keuangannya per 31 Desember setiap tahunnya c. Tidak mengalami kerugian dalam laporan komersial dan laporan keuangan pajak dan d. Memiliki data yang berkaitan dengan variabel penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, baik yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan sampel. 47 3.3.2 Sumber Data Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2014, serta data perusahan yang diperoleh dari www.idx.co.id. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu teknik pengambilan data dengan cara mengumpulkan, mencatat dan mengkaji data sekunder yang berupa laporan keuangan perusahaan pertambangan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia. Serta dari berbagai buku pendukung dan sumber lainnya yang berhubungan dengan tax avoidance. 3.5 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, untuk menganalisis pengaruh tiap variable independen dan dependen digunakan analisis regresi linier berganda. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diolah dan kemudian dianalisis dengan berbagai uji statistik sebagai berikut: 3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif Pengujian statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dan perilaku suatu data, Ghozali (2011). Dalam penelitian ini statistik deskriptif dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum. 48 3.5.2 Uji Asumsi Klasik 3.5.2.1 Uji Normalitas Uji Normalitas data dimaksudkan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan grafik normal probability p-plot dan KolmogorovSmirnov (1-Sampel K-S). Bila nilai p-value > 0,05 maka data dinyatakan berditribusi normal, Ghozali (2011). 3.5.2.2 Uji Multikoliniearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen, Ghozali (2011). Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas atau tidak dilakukan dengan melihat nilai dari VIF (Variance Influence Factor) dan Tolerance. Bila nilai VIF < 10 dan tolerance > 0,10 maka model regresi yang digunakan terbebas dari masalah multikoliearitas. 3.5.2.3 Uji Autokorelasi Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi, Ghozali (2011). Pengujian ini menggunakan uji Durbin-Watson. Jika nilai dU < d < 4dU maka dapat dikatakan data terbebas dari autokorelasi. Berikut adalah kriteria pengambilan keputusan dengan menggunakan nilai Durbin-Watson. 49 Tabel 3. 2 Nilai Durbin-Watson Hipotesis nol Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl Tidak ada auto korelasipositif No desicion 𝑑𝑙 ≤ 𝑑 ≤ 𝑑𝑢 Tidak ada korelasi Tidak ada korelasi negative Tidak ada auto korelasi, Positif atau negatif Tolak 4 − 𝑑𝑙 < 𝑑 < 4 No decision 4 − 𝑑𝑢 ≤ 𝑑 ≤ 4 − 𝑑𝑙 Tidak ditolak 𝑑𝑢 < 𝑑 < 4 − 4 Sumber: Ghozali (2011) 3.5.2.4 Uji Heterokedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual tetap maka disebuthomokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot, yaitu titik yang menyebar secara acak, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Pengujian yang lebih valid dapat dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual dengan variabel independennya atau disebut uji glejser. Dasar pengambilan keputusan uji heteroskedastisitas melalui uji Glejser dilakukan sebagai berikut : 50 1. Apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi signifikan statistik, yang berarti data empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas. 2. Apabila probabilitas nilai tes tidak signifikan statistik, maka berarti data empiris yang diestimasi tidak terdapat heteroskedastisitas. Jika tingkat signifikansinya > 5% maka data terbebas dari heterokedastisitas, Ghozali (2011). 3.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda 3.5.3.1 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis menggunakan metode analisis regresi linier berganda Regresi ini digunakan untuk mengukur nilai Y dan seberapa besar pengaruh variabel yaitu, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, Leverage dan ukuran perusahaan terhadap praktik tax avoidance. Adapun model regresi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4X4 + e Keterangan: Y = Tax avoidance b0 = Konstanta b = Koefisien Regresi X1 = Kepemilikan institusional X2 = Kepemilikan manajerial X3 = Leverage X4 = Ukuran perusahaan e = eror 51 Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of Fit. Secara statistik ketepatan fungsi tersebut dapat diukur dari nilai statistik F, nilai statistik t, dan nilai koefisien determinasi. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak), sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima, Ghozali (2011) 3.5.3.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji t bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variable dependen, Ghozali (2011:98). Apabila p-value < tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, dengan demikian hipotesis diterima. Nilai t dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5% (0,05). 3.5.3.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen, Ghozali (2011). Bila nilai F lebih besar dari pada 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen 52 3.5.3.4 Uji Ketepatan Perkiraan (Koefisien Determinasi( 𝐑𝟐 )) Pada intinya uji ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variable dependen. Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variable-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted 𝑅2 ), Ghozali (2011). 53