BAB 1 PENDAHULUAN

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang masih termasuk dalam kondisi negara
berkembang, karena itu pemerintahan di Indonesia masih akan terus menerus
melaksanakan pembangunan di segala bidang demi mewujudkan kesejahteraan
seluruh masyarakat Indonesia sehingga dapat menciptakan kesejahteraan nasional.
Pembangunan nasional tentu akan membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam
menjalankan kegiatan pembangunannya. Terdapat dua sumber dana dalam
melaksanakan pembangunan nasional, yaitu sumber pendanaan yang berasal dari pajak
dan non pajak. Namun, pajak merupakan sumber penerimaan utama sekaligus menjadi
yang paling penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari
dalam negeri ( Pranata, 2014 )
Pajak merupakan unsur penting dalam menopang penerimaan negara. Dilain
pihak, pajak ditempatkan sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu sebagai
sarana masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam rangka membantu pelaksanaan
tugas bernegara yang ditangani oleh pemerintah. Upaya mengoptimalkan penerimaan
sektor pajak dilakukan melalui usaha intensifikasi dan eksentifikasi penerimaan
jumlah pajak. Kendala utama dalam rangka penerimaan pajak adalah penggelapan
pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance) (Tandean, 2015).
1
Penghindaran pajak sendiri merupakan usaha untuk mengurangi hutang
pajak yang bersifat legal (Lawful), sedangkan penggelapan pajak (Tax Evasion)
adalah usaha untuk mengurangi hutang pajak yang bersifat tidak legal (Unlawful)
(Xynas, 2011 dalam Budiman dan setiyono, 2012 ) dan Tax avoidance merupakan
bagian dari tax planning yang dilakukan dengan tujuan meminimalkan pembayaran
pajak. Lim (2011) dlm Pricilia (2015) mendefinisikan pengertian tax avoidance
sebagai penghematan pajak yang timbul dengan memanfaatkan ketentuan
perpajakan yang dilakukan secara legal untuk meminimalkan kewajiban pajak.
Secara hukum pajak tax avoidance tidak dilarang meskipun seringkali mendapat
sorotan yang kurang baik dari kantor pajak karena dianggap memiliki konotasi yang
negatif.
Oleh karna itu persoalan penghindaran pajak ini menjadi cukup rumit
karena disisi lain diperbolehkan karena tidak melanggar hukum, tapi disisi lain
penerimaan negara akan menjadi lebih sedikit dari yang seharusnya. Para otoritas
pajak tampaknya telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar bisa
menegakkan batas yang jelas antara penghindaran pajak dan penggelapan pajak
dalam upaya perencanaan pajak, tidak hanya itu para otoritas pajak juga
semaksimal mungkin mencegah agar wajib pajak tidak masuk kedalam celah
ambiguitas yang ditimbulkan oleh peraturan perpajakan (Bovi, 2005 dalam Winata
2014). Karena pajak haruslah dipungut dengan optimal agar penerimaan pajak
dapat meningkat dan membiayai pengeluaran Negara maupun daerah.
2
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Pajak 2011-2014
No
Tahun
Rencana Penerimaan
Pajak
Realisasi Penerimaan
Pajak
Persentase Realisasi
1
2010
306,8 Triliun
297, 7 Triliun
97 %
2
2011
366,74 Triliun
358,02 Triliun
97,62 %
3
2012
445,73 Triliun
381,29 Triliun
85,54 %
4
2013
459,98 Triliun
416,14 Triliun
90,47 %
Penerimaan
5
2014
485,97 Triliun
362,6 Triliun
74,6 %
Sumber : Kementrian Keuangan Republik Indonesia (2015)
Berikut adalah data penerimaan pajak dari Kementrian Keuangan Republik
Indonesia yang tercantum dalam tabel 1.1 diatas. Kenyataanya penerimaan pajak
di Indonesia masih belum mampu dicapai dengan maksimal. Dari data Kementrian
Keuangan Republik Indonesia, tahun 2010 realisasi penerimaan PPh non migas
mencapai Rp 297,7 triliun atau 97% dari target APBN-P 2010 sebesar Rp 306,8
triliun. Tahun 2011 penerimaan pajak di Indonesia dari PPh Non Migas tercatat
358.02 Triliun Rupiah dari target yang ingin dicapai yaitu 366.74 Triliun Rupiah.
Jumlah tersebut berada pada angka 97.62% dari target.
Pada tahun selanjutnya, tahun 2012 pencapaian penerimaan pajak PPh Non
Migas tercatat 381.29 Triliun Rupiah dari target yang ditetapkan yaitu 445.73
Triliun Rupiah.Jumlah tersebut mencapai angka 85.54% dari target.Selanjutnya
realisasi tahun 2013 mencapai angka 416.14 Triliun Rupiah dari target yang
ditetapkan yaitu 459.98 Triliun Rupiah. Jumlah tersebut baru mencapai 90.47% dari
target yang ditetapkan. Terakhir pada tahun 2014 tercatat penerimaan PPh Non
3
Migas mencapai angka 362.6 Triliun Rupiah dari target yang ditetapkan sebesar
485.97 Triliun Rupiah.Angka tersebut mencapai 74.6%.
Belum mampunya pemerintah merealisasi penerimaan pajak secara maksimal
menimbulkan pertanyaan apakah dari sisi wajib pajak terdapat beberapa tindakan
penghindaran pajak, ataukah memang pemungutan yang dilakukan belum mampu
berjalan secara maksimal. Penerimaan pajak harus mampu mencapai tingkat yang
maksimal karena hasil penerimaan pajak nantinya akan digunakan untuk
pembiayaan, baik di tingkat pusat maupun daerah Pranata (2014).
Aktivitas penghindaran pajak yang dilakukan oleh manajemen suatu
perusahaan dilakukan semata-mata bertujuan untuk meminimalisasi kewajiban pajak
perusahaan. Karena tindakan penghindaran pajak ini dianggap legal, membuat
perusahaan melakukan berbagai cara agar bisa mengurangi pajak yang harus
dibayarkan. Namun, kegiatan penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan dapat
menjerumuskan perusahaan itu sendiri jika mereka tidak cermat dalam melakukan
perencanaan pajak mereka (Tresno Eka Jaya dkk, 2013). Sebagai contoh perusahaan
yang melakukan penghindaran pajak yaitu perusahaan tambang Bakrie Group.
Tahun 2009, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di bawah kepemimpinan mantan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap BUMI Resources, Kaltim Prima Coal
(KPC), dan Arutmin terindikasi penghindaran pajak senilai Rp 2,176 triliun.
Menurut laporan Ditjen Pajak, tunggakan pajak paling besar adalah KPC senilai Rp
1,5 triliun, sementara Bumi Resources Rp 376 miliar dan Arutmin Rp 300 miliar (
Dwiarto, 2014)
Sesuai dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara
perpajakan, pajak merupakan "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
4
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang,
dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan isi
undang-undang tersebut, terlihat jelas bahwa pajak merupakan sumber pendapatan
bagi negara. Sedangkan, bagi perusahaan pajak adalah beban yang akan
mengurangi laba bersih. Perbedaan kepentingan negara yang menginginkan
penerimaan pajak yang besar dan berkelanjutan bertolak belakang dengan
kepentingan perusahaan yang menginginkan pembayaran pajak seminimal
mungkin. (Pranata, 2014)
Dikarnakan perusahaan yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan laba
agar nilai saham perusahaan dapat meningkat dan perusahaan semakin diminati
oleh para investor. Perbedaan kepentingan ini yang menyebabkan perusahaan
berusaha untuk membayar pajak seminimal mungkin dengan melakukan
manajemen pajak tanpa melanggar undang – undang. Tuntutan bagi perusahaan
dalam melakukan manajemen pajak yang harus diawasi menjadikan dibentuknya
corporate
governance
yang
diharapkan
dapat
mendorong
terwujudnya
transparansi, accountability, responsibility, independency dan fairness (Winarsih
dkk,2014 dalam Tandean, 2015)
Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan
hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah
kinerja perusahaan (Haruman, 2008). Banyaknya perusahaan yang melakukan
penghindaran pajak membuktikan bahwa corporate governance belum sepenuhnya
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan publik di Indonesia.
5
Selanjutnya Faktor pertama yang mungkin dapat mempengaruhi perusahaan
dalam melakukan tindakan penghindaran pajak yaitu kepemilikan institusional
dalam penelitian yang dilakukan shleifer dan Vishne (1986) dalam Annisa dan
Kurniasih (2012) menyatakan bahwa pemilik institusional memainkan peran
penting dalam memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajer. Mereka
berpendapat bahwa seharusnya pemilik institusional berdasarkan besar dan hak
suara yang dimiliki, dapat memaksa manajer untuk berfokus pada kinerja ekonomi
dan menghindari peluang untuk perilaku mementingkan diri sendiri.Adanya
tanggung jawab perusahaan kepada pemegang saham, maka pemilik institusional
memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen perusahaan membuat
keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.(Annisa dan
Kurniasih, 2012)
Faktor kedua yaitu kepemilikan manajerial, Kepemilikan manajerial adalah
besarnya kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajerial perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) dalam Pricilia (2015) menyatakan bahwa semakin
besar proporsi kepemilikan saham oleh manajemen dalam suatu perusahaan maka
manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang
saham yang juga ada pada dirinya sendiri. Pohan (2008) mengatakan bahwa
semakin besar proporsi kepemilikan saham oleh manajerial maka akan semakin
baik kinerja perusahaan, dikarenakan hal tersebut membantu menyatukan
kepentingan pemegang saham dan manajer.
Faktor ketiga yaitu leverage Perusahaan dimungkinkan menggunakan utang
untuk memenuhi kebutuhan operasional dan investasi perusahaan. Akan tetapi,
6
utang akan menimbulkan beban tetap (fixed rate of return) yang disebut dengan
bunga. Semakin besar utang maka laba kena pajak akan menjadi lebih kecil karena
insentif pajak atas bunga utang semakin besar. Hal tersebut membawa implikasi
meningkatnya penggunaan utang oleh perusahaan. Penelitian Ozkan, (2001) dalam
Prakosa, (2014) memberikan bukti bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban
pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi pajak. Dengan
sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat
disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak.
Faktor keempat yaitu ukuran perusahaan Machfoedz (1994) dalam Suwito
dan Herawati (2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala
yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan besar dan kecil
menurut berbagai cara seperti total aktiva atau total aset perusahaan, nilai pasar
saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah penjualan, bisa disimpulkan semakin
besar ukuran perusahaan . Semakin besar ukuran perusahaannya, maka transaksi
yang dilakukan semakin kompleks, sehingga memungkinkan perusahaan untuk
memanfaatkan
celah-celah
atau
kelemahan
yang
ada
pada
ketentuan
perundangundangan untuk melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan tax avoidance
, diantaranya Penelitian Budiman dan Setyono,(2012) dengan variable karakter
eksekutif, Sales growth, Ukuran perusahaan, Leverage dan Net operating loss.
Hasilnya menyatakan bahwa kelima variable tersebut semuanya secara signifikan
berpengaruh terhadap tax avoidance. Selanjutnya Penelitian Tresno Eka Jaya dkk
(2013) dengan variable Komposisi kepemilikan saham institusional, Ukuran dewan
7
dereksi, Kualitas audit dan Konservatisme akuntansi. Hasilnya menyatakan bahwa
Komposisi kepemilikan saham institusional, Ukuran dewan dereksi, Kualitas audit
dan Konservatisme akuntansi tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran
pajak.
Penelitian Prakosa (2014) dengan variable profitabilitas, kepemilikan
keluarga, komisaris independan, komite audit, leverage, ukuran perusahaan dan
kompensasi kerugian pajak. Hasilnya menyatakan bahwa variable profitabilitas
,kepemilikan keluarga dan komisaris independen merupakan variable yang secara
signifikan berpengaruh terhadap penghindaran pajak, sedangkan komite audit,
leverage, ukuran perusahaan dan kompensasi kerugian pajak tidak berpengaruh
signifikan terhadap penghindaran pajak. Penelitian Ngadiman (2014) dengan
variable variabel Hasilnya menyatakan bahwa variabel kepemilikan institusional
dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance sedangkan
variable leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance.
Penelitian Tandean (2015) dengan variable kepemilikan institusional,
independensi auditor, komite audit dan ukuran perusahaan. Hasilnya menyatakan
bahwa komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance, sedangakan kepemilikan
institusional, independensi auditor dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap tax avoidance. Penelitian Pricilia dan Nugrahanti,(2015) dengan variable
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Hasilnya menunjukkan
bahwa kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
tax avoidance. Hasil penelitian tersebut terangkum dalam tabel sebagai berikut :
8
Tabel 1.2
Tabel hasil Penelitian
Variabel
indedenden
kepemilikan
intitusional
Tresno Eka
Jaya dkk
(2013)
Vivi Adeyani
Tandean
(2015)
Tidak
berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Kepemilikan
manajerial
Peneliti
Refila Pricilia
Kesit
dan
Bambang
Yeterina Widi
Prakosa
Nugrahanti
(2014)
(2015)
Berpengaruh
Ngadiman
(2014)
Judi
Budiman
dan Setiyono
(2012)
Berpengaruh
Berpengaruh
Komite audit
Berpengaruh
Independensi
auditor
Ukuran
perusahaan
Ukuran dewan
dereksi
Kualitas audit
Tidak
berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Konservatisme
akuntansi
Leverage
Tidak
berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Berpengaruh
Berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Berpengaruh
Tidak
Berpengaruh
Berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Tidak
berpengaruh
Komppensasi
kerugian pajak
Profitabilitas
Kepemilikan
Keluarga
Komisaris
Independen
Berpengaruh
Berpengaruh
Struktur
Kepemilikan
Mekanisme
kepemilikan
Pertumbuhan
penjualan
Berpengaruh
Net Operating
Loss
Berpengaruh
Resiko
perusahaan
Berpengaruh
Dari beberapa peneliti yang terangkum dalam tabel 1.2 terdapat perbedaan
Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh
pemilik institusi dan blockholder pada akhir tahun (Wahyudi dan Pawestri dalam
9
Tandean, 2015). Kepemilikan institusioanal ini memiliki pengaruh yang penting
bagi perusahaan dalam memonitor manajemen, karena akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal sehingga mempengaruhi tindakan tax
avoidance , Penelitian yang dilakukan Pricilia dan Nugrahanti, (2015) dan
Ngadiman (2014) menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh pada tax
avoidance sehingga makin besar persentase kepemilikan makin tinggi tax
avoidance yang dilakukan perusahaan, sedangkan menurut Tandean, (2015)
menemukan bahwa kepemilkan institusional perusahaan tidak berpengaruh pada
tax avoidance.
Variable profitabilitas, kepemilikan keluarga, komisaris independan dan
kompensasi kerugian pajak baru dilakukan oleh satu peneliti Prakosa (2014) yang
menemukan bahwa variable profitabilitas ,kepemilikan keluarga dan komisaris
independen merupakan variable berpengaruh terhadap penghindaran pajak
,sedangkan kompensasi kerugian pajak tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Selanjutnya variable karakter eksekutif, Sales growth dan Net operating loss
baru dilakukan oleh satu peneliti Budiman dan Setyono, (2012)
Hasilnya
menyatakan bahwa variable tersebut berpengaruh terhadap tax avoidance
Penelitian sebelumnya juga dilakukan Budiman dan Setiyono, (2012) dan
Ngadiman (2014) yang terkait dengan penghindaran pajak, mereka menemukan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak (tax
avoidance). Menurut Rego (2003) dalam Mar’fuah, (2015) semakin besar ukuran
perusahaannya, maka transaksi yang dilakukan akan semakin kompleks. Jadi hal
itu memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah-celah yang ada untuk
10
melakukan tindakan tax avoidance dari setiap transaksi. Selain itu perusahaan yang
beroperasi lintas negara memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan tax
avoidance yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang beroperasi lintas
domestik, karena mereka bisa melakukan transfer laba ke perusahaan yang ada di
negara lain, dimana negara tersebut memungut tarif pajak yang lebih rendah
dibandingkan negara lainnya Sedangkan menurut Prakoso (2014) dan Tandean
(2015) variable ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak
(tax avoidance).
Kepemilikan Manajerial menurut Senda (2012) dalam (Pricilia dan
Nugrahanti, 2015) adalah kepemilikan atas saham perusahaan yang dimiliki
manajemen. Kepemilikan manajerial diukur dengan membagi jumlah saham yang
dimiliki oleh pemegang saham pengendali dengan jumlah saham yang beredar,
semakin besar proporsi kepemilikan manajerial, maka semakin kecil upaya yang
dilakukan pihak manajemen untuk melakukan tax avoidance. Penelitian baru
dilakukan oaleh satu peneliti . Dalam penelitian (Pricilia dan Nugrahanti, 2015)
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap tax
avoidance.
Penelitian ini merupakan replikasi dan pengembangan dari penelitian
Ngadiman (2014). Alasan dilakukan replikasi karena masih ada perbedaan hasil
penelitian dan ada beberapa variable yang masih diteliti oleh satu peneliti. Adapun
perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ngadiman (2014) yaitu dilakukan
penambahan satu variabel independen yaitu kepemilikan manajerial, Hal ini
dikarenakan proporsi kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap
11
kinerja perusahaan dengan demikian hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada
tindakan perusahaan dalam melakukan penghindaran pajak ,bahwa semakin besar
proporsi kepemilikan saham oleh manajerial maka akan semakin baik kinerja
perusahaan, dikarenakan hal tersebut membantu menyatukan kepentingan
pemegang saham dan manajer (Pohan, 2008). Dan perbedaan objek penelitian saat
ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek
Indonesia tahun 2011 sampai tahun 2014. Dikarnakan dalam perusahaan
pertambangan membutuhkan biaya operasional yang ditinggi dengan demikian
perusahaan akan berusaha meningkatkan laba untuk memenuhi hal tersebut, dengan
cara meningkatkan kinerja perusahaan maupun dengan melakukan tindakan tax
avoidance.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian yang akan dilaksanakan
ini berjudul “Pengaruh Kepemilikan institusional, Kepemilikan manajerial,
Leverage dan Ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak (tax
avoidance) (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek
Indonesia tahun 2011-2014)”
12
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya
dalam penelitian ini, masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap praktik tax
avoidance?
2. Apakah jumlah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap praktik tax
avoidance ?
3. Apakah leverage berpengaruh terhadap praktik tax avoidance ?
4. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik tax avoidance ?
1.3.1.1 Tujuan dan Kegunaan Penelitan
1.3.1
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini secara empiris ingin menguji apakah variabel
yaitu, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, leverage, dan ukuran
perusahaan apakah memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik penghindaran
pajak perusahaan, khususnya pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
1.3.2
Kegunaan Penelitian
Dengan hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat yang
antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Manfaat Praktis
Memberi masukan terhadap pemerintah dalam membuat peraturan atau
kebijakan–kebijakan perpajakan sehingga potensi penerimaan negara dari sektor
pajak dapat dimaksimalkan dan untuk perusahaan sendiri agar menjadi tambahan
13
pertimbangan pihak manajemen dalam melakukan penghindaran pajak yang benar
dan efisien tanpa melanggar undang-undang perpajakan yang berlaku, sehingga
dapat lebih efisien dalam masalah pajak perusahaan di masa mendatang.
1.
Manfaat Akademis
Untuk menambah wawasan dan informasi bagi perkembangan studi akuntansi
dan pajak yang berkaitan dengan implementasi dari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tax avoidance
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1
Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut yang kemudian ditarik menjadi sebuah kesimpulan. Variabel
merupakan konstruk atau sifat yang akan dipelajari. Disebut sebagai variabel
apabila obyek tersebut memiliki variasi. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa
variabel penelitian merupakan atribut, sifat, nilai, dari orang, obyek atau
kegiatan yang memiliki variasi yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan diambil sebuah kesimpulan. Untuk menguji hipotesis yang diajukan,
variabel yang diteliti dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi variabel
dependen dan variabel independen (Sugiono,2012)
3.1.1.1 Variabel Dependen
Variabel dependen sering disebut sebagai variabel utput, kriteria, atau
konsekuen atau dengan kata lain variabel dependen merupakan variabel terikat.
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas (Sugiono, 2012). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah Tax avoidance.
40
41
3.1.1.2 Variabel Independen
Variabel
independen
sering
disebut
sebagai
variabel
stimulus,
predictor, antecendent atau sering juga disebut dengan variabel bebas. Variabel
independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiono, 2012). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, Leverage dan ukuran perusahaan.
3.1.2
Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam
definisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam
lingkup obyek penelitian/obyek yang diteliti. Definisi operasional variabel penelitian
merupakan penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian
terhadap indikator-indikator yang membentuknya. Definisi operasional pada
penelitian adalah unsur penelitian yang terkait dengan variabel yang terdapat dalam
judul penelitian atau yang tercakup dalam paradigma penelitian sesuai dengan hasil
perumusan masalah. Teori ini dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa
suatu yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau
merupakan salah satu penyebab ( J.Supranto, 2003 )
1.
Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki
oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir tahun. Kepemilikan Institusional
dinyatakan dalam presentase (%) yang diukur dengan cara membandingkan jumlah
42
lembar saham yang dimiliki oleh Investor Institusional dibagi dengan jumlah lembar
saham yang beredar,
Kepemilikan institusional =
2.
jumlah saham yang dimiliki institusi
jumlah saham yang beredar
Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen secara
pribadi atau saham yang dimiliki oleh anak perusahaan bersangkutan beserta
afiliasinya, Susiana dan Herawati (2007). Kepemilikan manajerial diukur dengan
menghitung presentase (%) saham yang dimiliki oleh pihak manajemen yaitu manajer,
komisaris terafiliasi (diluar komisaris independen) dibagi dengan total jumlah lembar
saham yang beredar.
Kepemilikan manajerial =
kepemilikan saham manajerial
jumlah saham beredar
3. Leverage
Sumber pendanaan dari hutang dapat memberikan perbedaan antara
perusahaan yang memiliki persentase pendanaan dari hutang yang besar ataupun yang
lebih kecil. Perusahaan dengan persentase yang lebih kecil dianggap lebih mampu
menyelesaikan hutang-hutangnya dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
persentase lebih besar. Sumber pendanaan dihitung leverage, yaitu penggunaan hutang
baik jangka panjang maupun jangka pendek dari investor maupun kreditor untuk
membiayai operasional dan aktiva perusahaan yang diukur menggunakan debt to
equity ratio dengan rumus:
43
DER = Total liabilities
Total equity
4.
Ukuran perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau
kecil perusahaan, salah satunya berdasarkan total aset Ukuran Perusahaan (UKP)
diukur dengan menggunakan hasil logaritma natural dari total aset perusahaan. Total
aset digunakan sebagai proksi ukuran perusahaan dengan pertimbangan total aset
perusahaan relatif lebih stabil dibandingkan dengan jumlah penjualan dan nilai
kapitalisasi pasar Guna dan Herawaty, (2010) dalam Tandean, (2015)
5. Tax avoidance
Tax avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib pajak apakah
berhasil atau tidak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak, yang
tidak melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Tax
avoidance diukur menggunakan current ETR. Current ETR dihitung dengan
membandingkan pajak kini (current tax) dengan laba sebelum pajak penghasilan (pretax income). Pajak kini terdapat dalam Laporan Laba Rugi pada pos “manfaat (beban)
pajak penghasilan” sedangkan laba perusahaan sebelum pajak terdapat pada pos “laba
sebelum pajak penghasilan”. Hanlon dan Heitzman (2010) dalam Tandean (2015)
menghitung current ETR sebagai berikut :
Current ETR =
𝑐𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑡𝑎𝑥 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒
𝑝𝑟𝑒−𝑡𝑎𝑥 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
44
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
Variabel
Penelitian
Tax avoidance
Kepemilikan
institusional
Kepemilikan
manajerial
Definisi Operasional
Indikator
Sumber
Tax
avoidance
merupakan
usaha
yang dilakukan oleh
wajib pajak apakah
berhasil atau tidak
untuk
mengurangi
atau sama sekali
menghapus
utang
pajak, yang tidak
melanggar ketentuan
peraturan perundang –
undangan perpajakan
Kepemilikan
institusional adalah
proporsi kepemilikan
saham yang dimiliki
oleh pemilik institusi
dan blockholders pada
akhir tahun
Tax avoidance yang (Tandean
2015)
diukur
menggunakan
current ETR.Current
ETR dihitung dengan
membandingkan
pajak kini (current
tax) dengan laba
sebelum
pajak
penghasilan (pre-tax
income)
Kepemilikan
manajerial
adalah
kepemilikan saham
oleh
manajemen
secara pribadi atau
saham yang dimiliki
oleh anak perusahaan
bersangkutan beserta
Kepemilikan
manajerial diukur
dengan menghitung
presentase (%)
saham yang dimiliki
oleh pihak
manajemen yaitu
manajer, komisaris
terafiliasi (diluar
(Tandean,
Kepemilikan
Institusional
2015)
dinyatakan
dalam
presentase (%) yang
diukur dengan cara
membandingkan
jumlah
lembar
saham yang dimiliki
oleh
Investor
Institusional dibagi
dengan
jumlah
lembar saham yang
beredar,
(Pricillia
,2015)
,
45
afiliasinya, Susiana komisaris
independen) dibagi
dan Herawati (2007)
dengan total jumlah
lembar saham yang
beredar.
.
Leverage
Ukuran perusahaan
Sumber
pendanaan
dihitung
leverage,
yaitu
penggunaan
hutang baik jangka
panjang
maupun
jangka pendek dari
investor
maupun
kreditor
untuk
membiayai
operasional dan aktiva
perusahaan
yang
diukur menggunakan
debt to equity ratio
Ngadiman, (2014)
Ukuran perusahaan
adalah suatu skala
dimana dapat
diklasifikasikan besar
atau kecil perusahaan,
salah satunya
berdasarkan total aset
Ngadiman,
diukur
menggunakan debt (2014)
to
equity
ratiodengan rumus:
DER
=
Total
liabilities / total
equity
Ukuran Perusahaan (Tandean,
(UKP)
diukur 2015)
dengan
menggunakan hasil
logaritma
natural
dari
total
aset
perusahaan.
3.2 Obyek Penelitian, Unit saampel, Populasi, dan Penentuan Sampel
3.2.1 Obyek Sampel dan Unit Sampel
Obyek dari penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di
Bursa efek Indonesia (BEI) dengan periode tahun 2011 – 2014. Unit sampel dalam
46
penelitian ini adalah data kuantitatif yang berupa laporan keuangan perusahaan
pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2014 .
3.2.2
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini dilakukan pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014. Teknik pengambilan sampel
adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik dimana
yang akan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah yang hanya memenuhi
kriteri-kriteria yang telah ditentukan, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI pada tahun 2011-2014
b. Menerbitkan laporan keuangannya per 31 Desember setiap tahunnya
c. Tidak mengalami kerugian dalam laporan komersial dan laporan keuangan
pajak dan
d. Memiliki data yang berkaitan dengan variabel penelitian
3.3
Jenis dan Sumber Data
3.3.1
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media
perantara, baik yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data sekunder dalam
penelitian ini berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan sampel.
47
3.3.2
Sumber Data
Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan keuangan masing-masing
perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2014,
serta data perusahan yang diperoleh dari www.idx.co.id.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi, yaitu teknik pengambilan data dengan cara mengumpulkan, mencatat
dan mengkaji data sekunder yang berupa laporan keuangan perusahaan pertambangan
yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia. Serta dari berbagai buku pendukung
dan sumber lainnya yang berhubungan dengan tax avoidance.
3.5 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis pengaruh tiap variable independen
dan dependen digunakan analisis regresi linier berganda. Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini diolah dan kemudian dianalisis dengan berbagai uji statistik
sebagai berikut:
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif
Pengujian statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau
deskripsi dan perilaku suatu data, Ghozali (2011). Dalam penelitian ini statistik
deskriptif dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum.
48
3.5.2 Uji Asumsi Klasik
3.5.2.1 Uji Normalitas
Uji Normalitas data dimaksudkan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam penelitian ini,
uji normalitas menggunakan grafik normal probability p-plot dan KolmogorovSmirnov (1-Sampel K-S). Bila nilai p-value > 0,05 maka data dinyatakan berditribusi
normal, Ghozali (2011).
3.5.2.2 Uji Multikoliniearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen, Ghozali (2011). Untuk
mendeteksi adanya multikolinearitas atau tidak dilakukan dengan melihat nilai dari
VIF (Variance Influence Factor) dan Tolerance. Bila nilai VIF < 10 dan tolerance >
0,10 maka model regresi yang digunakan terbebas dari masalah multikoliearitas.
3.5.2.3 Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi,
Ghozali (2011). Pengujian ini menggunakan uji Durbin-Watson. Jika nilai dU < d < 4dU maka dapat dikatakan data terbebas dari autokorelasi. Berikut adalah kriteria
pengambilan keputusan dengan menggunakan nilai Durbin-Watson.
49
Tabel 3. 2
Nilai Durbin-Watson
Hipotesis nol
Keputusan
Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tolak
0 < d < dl
Tidak ada auto korelasipositif
No desicion
𝑑𝑙 ≤ 𝑑 ≤ 𝑑𝑢
Tidak ada korelasi
Tidak ada korelasi negative
Tidak ada auto korelasi, Positif
atau negatif
Tolak
4 − 𝑑𝑙 < 𝑑 < 4
No decision
4 − 𝑑𝑢 ≤ 𝑑 ≤ 4 − 𝑑𝑙
Tidak ditolak
𝑑𝑢 < 𝑑 < 4 − 4
Sumber: Ghozali (2011)
3.5.2.4 Uji Heterokedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual tetap maka disebuthomokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak
terjadi heterokedastisitas. Ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat pada grafik
scatterplot, yaitu titik yang menyebar secara acak, baik di atas maupun di bawah angka
0 pada sumbu Y. Pengujian yang lebih valid dapat dilakukan dengan meregresikan
nilai absolute residual dengan variabel independennya atau disebut uji glejser. Dasar
pengambilan keputusan uji heteroskedastisitas melalui uji Glejser dilakukan sebagai
berikut :
50
1. Apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi signifikan statistik,
yang berarti data empiris yang diestimasi terdapat heteroskedastisitas.
2. Apabila probabilitas nilai tes tidak signifikan statistik, maka berarti data empiris
yang diestimasi tidak terdapat heteroskedastisitas.
Jika tingkat signifikansinya > 5% maka data terbebas dari heterokedastisitas,
Ghozali (2011).
3.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda
3.5.3.1 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan metode analisis regresi linier berganda
Regresi ini digunakan untuk mengukur nilai Y dan seberapa besar pengaruh variabel
yaitu, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, Leverage dan ukuran
perusahaan terhadap praktik tax avoidance.
Adapun model regresi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4X4 + e
Keterangan:
Y
= Tax avoidance
b0
= Konstanta
b
= Koefisien Regresi
X1
= Kepemilikan institusional
X2
= Kepemilikan manajerial
X3
= Leverage
X4
= Ukuran perusahaan
e
= eror
51
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
Goodness of Fit. Secara statistik ketepatan fungsi tersebut dapat diukur dari nilai
statistik F, nilai statistik t, dan nilai koefisien determinasi. Perhitungan statistik disebut
signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis
(daerah dimana Ho ditolak), sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima, Ghozali (2011)
3.5.3.2 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji t bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variable dependen, Ghozali
(2011:98). Apabila p-value < tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, dengan demikian
hipotesis diterima. Nilai t dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%
(0,05).
3.5.3.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model memiliki pengaruh secara bersama-sama
atau simultan terhadap variabel dependen, Ghozali (2011). Bila nilai F lebih besar dari
pada 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita
menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen
secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen
52
3.5.3.4 Uji Ketepatan Perkiraan (Koefisien Determinasi( 𝐑𝟐 ))
Pada intinya uji ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model
regresi dalam menerangkan variasi variable dependen. Nilai R2 yang kecil
menunjukkan bahwa kemampuan variable-variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen sangat terbatas. Setiap tambahan satu variabel independen, maka
R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah
variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien determinasi
yang telah disesuaikan (Adjusted 𝑅2 ), Ghozali (2011).
53
Download