Beginilah Kerja Obat Anti Obesitas

advertisement
Republika
AHAD
5 Desember
2010
Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM
Mengapa Mudah
Tertular TBC?
A4
MUSIRON/REPUBLIKA
Dokter Zubairi Yth,
Assalamualaikum wr wb,
Adik saya yang masih muda sekali, 18 tahun,
sekarang ini harus berobat bolak balik ke dokter
setiap bulan. Pasalnya ia diketahui tertular penyakit
AIDS akibat menggunakan putauw. Walaupun kondisinya sekarang sudah pulih dan sudah
masuk sekolah, namun ia harus minum
obat banyak sekali, 10 pil yang harus ia
telan setiap hari. Tiga obat untuk AIDS,
1 pil gabungan untuk TBC, 1 obat maag,
1 vitamin, 1 obat untuk penyakit paru
dan 2 obat untuk tokso serta satu obat
merilprednisolon yang katanya untuk meminimalkan efek buruk akibat minum
sekaligus obat AIDS dan TB.
Pertanyaan saya, kok ia begitu mudah
tertular beragam penyakit, khususnya TBC, sehingga
badannya yang dulunya kekar menjadi kurus, turun 15
kg. Alhamdulillah sekarang nafsu makannya pulih, berat
badan mulai naik 2 kg.
Sonya (bukan nama sebenarnya), Jakarta
Jawab:
Waalaikumsalam wr wb,
Mbak Sonya yang sedang prihatin, orang biasanya
sakit hanya satu macam, kecuali pada usia lanjut.
Namun penyakit AIDS memang sering diikuti berbagai
macam penyakit ––termasuk TBC, toksoplasma otak
dan pneumonia— akibat dirusaknya sistem kekebalan
tubuh oleh virus HIV, sehingga berbagai kuman tersebut
lebih mudah masuk tubuh orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) dan menyebabkan sakit.
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah besar di
Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan RI, TB menduduki peringkat pertama penyebab
kematian akibat penyakit menular di Indonesia, yaitu
sebesar 27,8 persen. Penyakit ini dapat menyerang berbagai organ manusia. TB yang paling sering muncul di
Indonesia adalah TB pada paru, kelenjar, selaput otak dan
usus. Selain itu infeksi TB dapat juga mengenai hati.
Indonesia —bersama dengan India, Bangladesh,
Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Myanmar— termasuk
dalam 22 negara dengan beban TB yang tinggi. TB
diperkirakan membunuh lebih dari 2 juta orang setiap
tahun, dan meliputi 26 persen dari kematian yang sebetulnya dapat dicegah di negara-negara berkembang.
Cara Salah
Perangi Obesitas
Reiny Dwinanda
ina (34 tahun) telah mencoba banyak cara
untuk bisa melangsingkan tubuhnya. Ia
pernah akupuntur, diet berdasarkan golongan darah, hingga mengonsumsi teh
hijau. “Berhasil sesaat tapi kemudian
melar lagi,” keluhnya.
Trik menurunkan berat badan sebetulnya sederhana. Standarnya cukup dengan pengaturan
makan dan olahraga. Persoalannya, kedua
langkah tersebut sukar diterapkan. ”Terutama,
mengontrol makan,” cetus dr Samuel Oetoro MS
SpGK.
Tak heran jika perusahaan farmasi berlomba
menawarkan bantuan untuk mengerem nafsu
makan. Apalagi, obesitas merupakan penyakit
dengan faktor genetik. Indeks Massa Tubuh yang
lebih dari 25 itu tidak terjadi tunggal karena
kesalahan karakter saja.”Oleh karenanya diperlukan obat yang dapat dikonsumsi dalam jangka
panjang untuk memerangi obesitas,” ucap dokter
ahli gizi klinis tersebut.
Pabrikan farmasi menjanjikan obat produksinya
dapat menurunkan berat badan secara menakjubkan. Itulah yang membuat masyarakat tergiur.
”Tetapi, mereka belum tentu mengantongi izin
dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM),” imbuh Samuel.
Apa perlunya izin tersebut? Dra Endang Woro
MSc menegaskan itu penting untuk menjamin
obat pelangsingan yang beredar aman, berkhasiat, dan bermutu. ”Masyarakat harus kritis, teliti
membaca indikasi dan menaati aturan pakai
untuk menghindari efek yang tidak diinginkan,”
tutur Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi
BPOM.
Endang mengimbau masyarakat untuk tidak
membeli obat penurun berat badan secara bebas.
Sebab, produk farmasi yang satu ini tergolong
obat keras. Kontra indikasinya tidak ringan,
terutama pada jatung dan pembuluh darah. ”Anda
harus memperolehnya di bawah pengawasan
dokter.”
D
Menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 yang dikeluarkan
oleh Departemen Kesehatan RI, TB menduduki peringkat pertama penyebab
kematian akibat penyakit menular di
Indonesia, yaitu sebesar 27,8 persen.
Kejadian infeksi tuberkulosis paru pada ODHA cukup
tinggi, sekitar 50 persen pasien AIDS (infeksi HIV yang
sudah lanjut) juga terkena TB, sedangkan pada tahap
infeksi HIV yang lebih dini 30 persen.
Masalah yang penting pada infeksi bersama (koinfeksi),
tuberkulosis dan HIV adalah beberapa obat antiberkulosis
yang cenderung toksik untuk liver, padahal pada saat yang
bersamaan ODHA juga mengonsumsi obat antiretroviral
yang juga bersifat hepatotoksik.
Masalahnya semakin serius jika ditambah dengan
infeksi lain yang juga sering dialami oleh ODHA, yaitu
infeksi virus hepatitis C, yang terutama ditularkan
melalui penggunaan narkotika suntikan. Sekadar
pengingat, sebagian besar ODHA (70 persen) terutama
yang tertular akibat memakai narkotika suntikan, juga
terinfeksi oleh virus hepatitis C. Artinya liver yang sudah
sakit terbebani oleh toksisitas obat anti-TB dan obat
AIDS yang disebut obat antiretroviral (ARV).
TB paru dan HIV/AIDS merupakan dua entitas
penyakit yang dapat saling memperberat morbiditas dan
mortalitas. Namun demikian ODHA yang terinfeksi TB
dan hepatitis C tetap bisa diobati dengan obat anti-TB
standar dengan hasil yang baik (rifampisin, INH, etambutol dan pirasinamid).
Pengobatan HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral,
terutama dengan kombinasi, berhasil menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas HIV/AIDS secara signifikan. Ketersediaan antiretroviral lini satu di Indonesia
pada saat ini masih terbatas, diantaranya adalah
Lamivudin (3TC), Zidovudin (AZT), Stavudin (d4T),
Nevirapin (NVP) dan Efavirenz (EFV). Keterbatasan ini
membuat perpaduan pemilihan di antara kelima antiretroviral di atas menjadi sangat penting, dan harus
diusahakan pemilihan regimen antiretroviral mampu
memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi. Belum lagi
WHO mulai tahun ini tidak lagi menganjurkan pemakaian
stavudin karena efek sampingnya.
Kabar baiknya, seperti disebutkan tadi, tuberkulosis
pada ODHA dapat disembuhkan total dengan obat-obat
baku yang ada di Indonesia, sama seperti pengobatan
TB tanpa penyakit HIV/AIDS. Obat maag yang diberikan
dokter untuk melindungi lambung mengatasi efek
samping berbagai obat yang sedang diminum adik. Jadi,
saya ikut senang, kondisi kesehatan adiknya Mbak
Sonya mulai pulih, tentu perlu melanjutkan minum obat
sesuai pengobatan yang diberikan dokter. Kalau obat
ARV perlu diminum bertahun tahun, maka obat TB
biasanya dikonsumsi selama 6-12 bulan. Obat untuk
mencegah pneumonia sering kali bisa dihentikan
setelah 3 sampai 6 bulan, tergantung cepatnya pulih
kekebalan tubuh adik mbak Sonya. Mbak Sonya tentu
bisa menjaga kesinambungan minum obat, dengan ikut
mengawasi ketika adik mengkosumsi obat dan sekali
sekali menghitung sisa jumlah obat, mencocokkan
dengan yang seharusnya telah diminum, serta mendampingi adik sewaktu berobat ke dokter. Wassalam. ■
Banyak orang
kalah perang
dengan obesitas. Mengapa
melangsingkan
tubuh menjadi
sebegitu sulit?
Orang yang mengonsumsi
berisiko terkena serangan
jantung atau stroke.
Alternatif
Di toko obat ataupun apotek, banyak produk
yang dipasarkan dengan klaim dapat menurunkan berat badan. Baca labelnya dengan cermat agar
tidak menyesal mengeluarkan dana besar untuk
membelinya. “Hindari produk yang membuat
frekuensi buang air kecil dan/atau buang air besar
menjadi meningkat,” dr Johanes Chandrawinata
MND SpGK mengingatkan.
Produk seperti teh pelangsing bersifat diuretik.
Begitu dikonsumsi, ia akan memicu tubuh mengeluarkan cairan. Otomatis, angka timbangan pun berkurang setengah sampai dua kilogram dalam satu
hari. “Tubuh manusia mayoritas terdiri dari air.”
Jika diminum berkelanjutan teh pelangsing
dapat membuat orang terkena dehidrasi. Organ
vital pun terancam kekurangan pasokan cairan.
“Ujungnya, gangguan ginjal,” cetus Johanes.
Selain teh pelangsing, jauhi juga berbagai merek
suplemen fat burner yang tinggi kafein.
Kandungan kanfein dapat meningkatkan tekanan
darah dan gangguan irama jantung. “Orang yang
mengonsumsi berisiko terkena serangan jantung
atau stroke,” urai Johanes.
Bagaimana dengan carbohidrat blocker? Johanes
melihat suplemen ini hanya tepat untuk digunakan oleh diabetesi. “Sifatnya carb blocker
menghambat penyerapan gula setelah makan.”
Suplemen, lanjut Johanes, biasanya ditawarkan
dengan harga yang tak pula murah. Namun, tidak
efektif untuk membantu menurunkan berat
badan. “Coba saja lihat kemasannya pasti tetap
ada anjuran untuk menjaga pola makan dan
melakukan aktivitas fisik.” ■ ed: nina chairani
Indeks
Massa
Tubuh
besitas merupakan kelebihan lemak
tubuh. Seseorang
dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT)
lebih dari 25 tergolong obesitas.
Berikut cara mengetahui kisaran IMT
Anda.
IMT = Berat
Badan (kg)/(Tinggi
Badan (cm)/100)2
Normalnya IMT
berada di kisaran
18,5- 22,9. ”Jangan
terlalu kurus, nanti
risiko infeksi malah
meningkat,” jelas
Johanes. ■
O
Beginilah Kerja Obat Anti Obesitas
besitas merupakan masalah kesehatan besar. Orang yang
mengalaminya, menurut dr Johanes Chandrawinata MND
SpGK, berada dalam bayang-bayang penyakit serius. Mereka
rawan terkena gangguan irama jantung, payah jantung, kanker
pankreas, kanker kandungan pascamenopause, mendengkur
keras, diabetes, asam urat, dan batu empedu. “Juga, sakit sendi
terutama pada lutut,” ungkap dokter dari Perhimpunan Dokter Gizi
Klinis Indonesia ini.
Selain itu, orang dengan obesitas dapat pula terkena gangguan hormonal. Perempuan obesitas lebih sukar memiliki anak, kaki berbulu,
dan tumbuh kumis. “Sementara jika yang mengalaminya adalah pria,
alat kelamin kecil dan tumbuh payudara,” tutur Johanes.
Seserius itulah masalah kesehatan yang bisa menyertai orang
yang obesitas. Tak heran jika masyarakat mulai terpanggil untuk
mengenyahkan beberapa kilogram berat badan yang menjadi selisih
dari IMT normal. “Sebagian masyarakat sudah sadar, melakukan
perubahan gaya hidup, dan menggunakan obat-obatan anti obesitas,” ujar dr Victor Tambunan MS SpGK selaku ketua PDGKI cabang
DKI Jakarta.
Obat anti obesitas bekerja dengan dua alternatif cara. Ia bisa
beraksi lokal di usus maupun dengan menekan sistem syaraf
pusat. “Obatnya akan berbeda antarindividu, tergantung kondisi
dan latar belakang penyakit penyerta,” imbuh Johanes.
Tatalaksana obesitas dijalankan dalam jangka panjang. Anda
mesti rutin menggunakan obat dokter jika tak ingin melar lagi.
“Posisinya seperti obat hipertensi yang harus dikonsumsi terus
menerus,” kata Johanes dalam Seminar Media dengan tajuk
Keamanan Obat Anti Obesitas Terkait Perijinan BPOM, Rabu (1/12)
O
di Jakarta.
Di Indonesia, pilihan obat anti obesitas sangat sedikit. Dokter
hanya dapat meresepkan golongan orlistat dan diethylpropion.
“Sedangkan golongan sibutramine yang dapat digunakan dalam
jangka panjang sudah dibekukan izin edarnya,” ucap Johanes.
Dokter lebih menyukai obat yang dapat dipakai dalam jangka
panjang. Namun, di Indonesia, cuma tersedia orlistat yang bekerja
di usus. “Ia menghambat enzim lipase sehingga trigliserida tidak
bisa dipecah dan keluar utuh,” urai Johanes.
Orlistat indikasi pemakaiannya sama dengan sibutramin. Di usus
menghambat penyerapan zat makanan, memblokir 30 persen penyerapan minyak. Ia aman dipergunakan bagi pasien dengan penyakit
metabolik dan kardiovaskular. Kontraindikasi pada kronik malabsorbsis, gangguan empedu
Meski begitu, efek sampingnya kurang menyenangkan. Orang
yang menggunakan orlistat lebih sering mulas, kotorannya
berminyak, dan keluar feses berminyak tanpa bisa dikontrol. ”Tentu
tidak nyaman karena kotorannya bisa merembes ke pakaian
dalam,” ucap Johanes.
Orlistat dapat menghambat penyerapan vitamin yang larut dalam
lemak yakni A, D, E, dan K. Terkadang, diperlukan suplementasi
vitamin tersebut bagi orang yang mengonsumsi orlistat.
Sementara itu, diethylpropion hanya bisa dipergunakan untuk
jangka pendek. Ia bekerja secara sentral demham menekan nafsu
makan, meningkatkan rasa kenyang yang agak lama, dam
meningkatkan metabolisme. ”Biasanya diresepkan untuk dua
minggu dan dapat kembali dikonsumsi setelah jeda beberapa
waktu,” kata Johanes. ■
Download