SEMINAR NASIONAL TEKNIK KETENAGALISTRIKAN 2005 Teknik Elektro Fak. Teknik – Universitas Diponegoro KAJIAN AWAL TENTANG KARAKTERISTIK POLUTAN PADA DAERAH PANTAI, KAWASAN INDUSTRI DAN PANAS BUMI, DAN KEMUNGKINAN PENGARUHNYA PADA ISOLATOR PASANGAN LUAR Waluyo*), Parouli M. Pakpahan**), Suwarno**) *) Mahasiswa Program Doktor, Departemen Teknik Elektro, ITB Staf Akademik, Jurusan Teknik Elektro, Itenas, Bandung e-mail : [email protected] **) Staf Akademik, Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung, Bandung Abstract Overhead transmission and distribution lines are predominantly used to dispatch electric power from generation station to distribution points. The lines, especially those in Java Island, spread out through some electrically severe areas, such as coastal, industrial and geothermal zones. Those areas might produce different typical pollutants. This paper presents a comparison of some pollution severities in coastal, industrial and geothermal zones based on literature reviews and possibility of their effects on outdoor insulators of high or medium voltage transmission/distribution lines. As preliminary results, it reveals that in coastal zones, the most pollutant is NaCl which becomes conductive when humidity increases. Whilst for industrial areas, it will depend on pollutants produced by the industries. For example, in a cement industrial area, the most pollutant is Si element. Such element, if hit by rain and simultaneously under high voltage condition, it will not be so conductive. While in geothermal areas, the most pollutant is H2S where if hit by rain and under high voltage it will be conductive. As addition, H2S gas has a corrosive property and in fact even it will be sulphate acid if hit by rain. Beside above pollutants, there are some other pollutants which play an important role too on the performance of outdoor insulators. Keywords : coastal zones, industrial areas, geothermal zones, natrium chloride, silicone, hydrogen sulfide. 1. Pendahuluan Saluran udara transmisi dan distribusi sangat banyak digunakan dalam sistem daya listrik saat ini untuk menyalurkan dan mendistribusikan Semarang, 24 -25 Nopember 2005 daya atau energi listrik dari pusat-pusat pembangkit ke konsumen. Saluran-saluran tersebut, sebagai contoh untuk pulau Jawa, membentang melalui beberapa daerah padat polusi yang bersifat kimiawi, seperti daerah pantai, industri dan panas bumi. Sebagaimana telah banyak diketahui, pulau Jawa merupakan pulau yang terbesar dalam menghasilkan dan mengkonsumsi energi listrik di Indonesia. Sementara daerah-daerah tersebut menghasilkan beberapa jenis polutan, yang akan berpengaruh terhadap kinerja isolator transmisi dan distribusi. 2. Daerah Polusi a. Daerah Pantai Menurut Vosloo [7], yang telah melakukan penelitian di daerah empat titik, dimana di dalamnya termasuk daerah pantai, secara ratarata diperoleh unsur-unsur kimia seperti berikut Tabel 1. Tabel 1 Unsur kimia polusi pada umumnya menurut Vosloo Unsur Na Mg Al Si S Cl K Ca Ti Fe Prosentase (%) 2,85 1,16 1,2 29,74 9,77 46,41 1,63 6,22 0,43 0,59 A-55 SEMINAR NASIONAL TEKNIK KETENAGALISTRIKAN 2005 Teknik Elektro Fak. Teknik – Universitas Diponegoro Sedangkan di daerah pantai sendiri, umumnya terdiri dari polusi dengan senyawa seperti Tabel 2 sebagai berikut. Tabel 2. Senyawa polutan pada daerah pantai (Na+) (Mg2+) (K+) 3+) 4+) (Al (Si (Ca2+) NaCl MgCl2 AlCl3 SiO2 K2SO4 CaCl2 Na2SO4 MgSO4 KCl Penelitian tersebut menggunakan directional dust deposit gauge (DDG), untuk mengumpulkan partikel polusi di atmosfer. Alat tersebut mempunyai 4 (empat) arah utama, yaitu Selatan, Barat, Utara dan Timur. Dimana arah Barat menghadap ke lautan dan arah Timur menghadap ke daratan. Alat dipasang tiga meter di atas tanah. b. Daerah Industri Menurut Salama M. et al [4], dari analisis komposisi unsur menggunakan Spectrophoto Meter Model 340 dengan merek Sequoia – Tunner, didapatkan komposisi unsur dari polutan Gardu Distribusi PT Pabrik Semen Tonasa II. Tabel 3 Polutan Gardu Distribusi PT Pabrik Semen Tonasa II Unsur polutan Tingkat kandungan (ppm) Sulfur (S) 0,007 Seng (Zn) 0,200 Natrium (Na) 0,650 Fosfor (P) 0,309 Aluminium (Al) 3,620 Besi (Fe) 0,005 Kalsium (Ca) 10,420 Silicon (Si) 0,102 Pada gardu distribusi. PT. Pabrik Semen Tonasa II berasal dari debu dan industri sekitarnya, komposisi silikon (Si) 0,102 ppm. Selain dari limbah polusi udara PT. Pabrik Semen Tonasa, juga berasal dari tetes–tetes air peralatan Cooling Water PT.Pabrik Semen Tonasa. Dengan adanya Silikon (Si) yang di alam biasanya berbentuk senyawa – senyawa silikat akan membuat polutan bisa mengeras seperti efek dari semen. Nilai kandungan komposisi Natrium (Na) 0,65 ppm dimungkinkan karena lokasi gardu distribusi. PT. Pabrik Semen Tonasa cukup jauh dari laut sekitar ±55 km dari pantai. Komposisi Besi (Fe) 0,005 ppm, Kalsium (Ca) 10,41 ppm, Fosfor (P) 0,309 ppm, Zeng (Zn) 0,20 ppm, Sulfur (S) 0,007 ppm dan Aluminium (Al) 3,62 ppm merupakan komposisi unsur yang berasal Semarang, 24 -25 Nopember 2005 dari debu–debu terbang yang bersumber dari pabrik semen. Larutan yang terbentuk merupakan suspensi, zat pelarut (air aqua) dan zat yang dilarutkan (polutan gardu distribusi PT.Pabrik Semen Tonasa) tidak dapat bercampur. Partikel dari zat dilarutkan hanya menyebar dan akan mengendap bila didiamkan. Konduktivitas larutan naik dengan bertambahnya konsentrasi polutan. Fenomena tersebut menunjukkan sebagai perbandingan bahwa untuk konsentrasi polutan yang sama larutan polutan gardu distribusi PT.Pabrik Semen Tonasa ± 4,1 kali lebih konduktif dari pada larutan Kaolin. Silikon dalam bentuk oksidanya (SiO2 atau Quartz) bukanlah senyawa yang dapat larut dalam air. Besi dalam bentuk oksidanya (Fe2O3 atau Hematite) dalam air tidak bisa larut. Untuk almunium dalam oksidanya (Al2O3 atau Corundum) juga bukanlah suatu senyawa yang bisa larut dalam air. Prosentase yang besar dari ketiga unsur di atas ialah (Si, Al, dan Fe) bukan penyumbang komponen konduktif polutan gardu distribusi PT. Pabrik Semen Tonasa. Natrium (Na) sangat mungkin berbentuk NaCl, merupakan penyumbang konduktivitas polutan gardu distribusi PT Pabrik Semen Tonasa. Sedangkan menurut Vosloo [7], umumnya daerah industri mempunyai senyawa polutan H2SO4, SOx, HCl, CaSO4, FeCl2, Fe2O3, FeSO4, COx, NOx dan HNO3. Sementara menurut Zhiyi Su [8] isolator yang dipasang pada gardu induk Guojiagang berjarak sekitar 0,5 km dari pabrik semen mempunyai 90% kandungan Kalsium. c. Daerah Panas Bumi Menurut Jorn Larsen-Basse et al [3] penelitian pada panas bumi dilakukan selama perioda Agustus 1981 sampai November 1982. Tempat uji spesimen dalam kolam pengendapan dan dalam uap untuk berbagai perioda waktu. Cairan mempunyai laju kecepatan 400 l/min., suhu 76oC, pH 7,15 dan kandungan berikut garam dan gas terlarut dalam ppm Tabel 4 Kandungan kimia pada lingkungan panas bumi Jenis garam / gas ppm H 2S 20 Cl 7230 Na 3750 K 120 Ca 150 SiO2 650 O2 1,6 A-56 SEMINAR NASIONAL TEKNIK KETENAGALISTRIKAN 2005 Teknik Elektro Fak. Teknik – Universitas Diponegoro Uap yang terkena angin terdiri sekitar 20% udara, dengan pH berkisar 4-4,5, dan mengandung 100 ppm CO2 dan 80 ppm H2S. Uap yang tidak terkena angin pada pH yang sama, hanya mempunyai sedikit CO2, dan 100 ppm H2S. Gas-gas yang termasuk sedikit dalam uap (<3 ppm) adalah He, CO, metana, dan tidak seperti sistem geothermal lain, tidak ditemukan gas amonia. Suhu pada pengujian berkisar 100oC dan uap mengalir pada laju. 75 l/min. Pada bagian lain disebutkan bahwa kandungan H2S di lokasi Matsukawa sebesar 1500 ppm, Cerro Prieto sebesar 1500 ppm dan Ahnachapan sebesar 130 ppm. Menurut Sharma [5] pada RH (relative humidity) rendah, reaksi H2S dengan tembaga terbuka (bare copper) berlangsung pada laju lebih rendah dan bersifat linier. Pada sampel sebelum oksidasi, tidak timbul film bercak atau noda secara signifikan yang terjadi pada kelembaban relatif rendah. Karena ketebalan oksida pada sampel sebelum oksidasi cukup lebih besar dari ketebalan oksida yang ada (~60A) pada suhu kamar, dan Cu2O secara termodinamik lebih stabil dari pada Cu2S atau CuS, film oksida terlindung terhadap serangan selanjutnya pada kelembaban relatif rendah. Tembaga bereaksi dengan H2S kering (0%RH), begitu juga pada kelembaban relatif yang tinggi. Laju reaksi H2S dengan tembaga terbuka pada 0% RH lebih kecil daripada pada RH tinggi. Cu dapat bereaksi dengan H2S menurut salah satu skema berikut. Tabel 5 Skema reaksi kimia Cu dan H2S Reaksi Kimia ∆G (cal/mole) 2Cu+H2SCu2S+H2 -10 900-1.72T (298-376K) Cu+H2SCuS+H2 -5400+5,35T (298-376K) Cu2S+H2S2CuS+H2 150+12,43T (298-376K) Pada kelembaban relatif yang tinggi, Cu2O bereaksi dengan H2S. Laju reaksi dengan Cu terbuka juga jauh lebih besar. Oksidasi H2S terhadap sulfur dalam cairan pelarut, dengan reaksi [H2S]aq + [O2]aq S + H2O Pada kondisi tertentu kedua gas tersebut bereaksi menjadi H2S +2O2 H2SO4 (asam sulfat) Semarang, 24 -25 Nopember 2005 Dengan adanya medan listrik yang tinggi, senyawa tersebut dapat terurai H2SO4 2H+ + SO42Dengan unsur besi, ion tersebut bereaksi menjadi 2Fe3+ +3 SO42- Fe2(SO4)3 Sedangkan menurut Bacci et al [1], di sekitar pusat listrik panas bumi di gunung Amiata (Italia), gas CO menempati bagian 94-98%, sekitar 1% gas H2S atau 20-40 µg/m3, dan mercury 10-20 ng/m3. Di sisi lain, disebutkan bahwa selang laju emisi mercury 300-400 g/h atau 3-4 g/h per MW kapasitas listrik terpasang, dimana emisi tersebut menyatu dengan pelepasan 7-8 kg/(h.MW) H2S. Merkuri merupakan pelepasan senyawa gas HgO dan mencapai atmosfer bersama gas berat lainnya. Menurut Dai Jianjun et al [2] dan Tourreil et al [6] asam sulfuric, termasuk H2SO4, berasal dari hujan asam yang akan menyebabkan retak-rapuh (brittle-fractured) pada isolator komposit. 3. Diskusi Di daerah pantai (coastal) umumnya mengandung garam dengan jenis senyawa Natrium, Magnesium dan Calsium. Senyawa dapat larut dalam air dan berhamburan di udara dalam kondisi kering sebagai polutan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa garam-garam tersebut dalam larutan air akan bersifat konduktif dan bilamana menempel pada permukaan isolator tegangan tinggi pasangan luar, maka akan meningkatkan konduktifitas permukaan tersebut. Besar konduktifitas tersebut sangat bergantung pada jenis dan besar kandungan garam-garam tersebut dan tingkat kandungan air atau kelembaban. Saluran udara tegangan tinggi dan ekstra tinggi di pulau Jawa sebagian besar membentang pada daerah pesisir utara. Tentu saja membutuhkan isolator pasangan luar, dimana kinerjanya akan sangat dipengaruhi oleh daerah pantai yang berpolusi tersebut. Sedangkan di lingkungan industri semen, umumnya polusi terdiri dari senyawa dengan unsur silikon, ferrum, kalsium dan aluminium. Unsur-unsur tersebut tidak larut dalam air, sehingga ketiganya bukan penyumbang komponen kondukftif polutan. Akan tetapi dengan ketebalan tertentu akan berpengaruh terhadap hidrofobisitas atau penolakan terhadap air, sementara air akan meningkatkan arus bocor dan/atau medan listrik pada permukaan isolator. A-57 SEMINAR NASIONAL TEKNIK KETENAGALISTRIKAN 2005 Teknik Elektro Fak. Teknik – Universitas Diponegoro Sedangkan di lingkungan panas bumi atau geothermal, terdapat gas-gas CO, H2S dan HgO. Kedua gas pertama apabila terkena air hujan akan menyebabkan hujan asam dan medan listrik yang tinggi dimungkinkan menjadi asam karbonat dan asam sulfat, dimana pada tingkat tertentu menjadi bersifat konduktif. Sedangkan menurut beberapa literatur asam tersebut menyebabkan retak-rapuh (brittle-fractured) pada isolator. Selain itu gas H2S akan merusak logam tembaga atau aluminium (yang pada umumnya sebagai live part atau bagian bertegangan untuk peralatan tegangan tinggi seperti bushing, konduktor, dll) berupa korosi. Akibat korosi tersebut, memungkinkan untuk meninggalkan bekas pada isolator di sekitarnya, yang mana tentu saja akan meningkatkan konduktifitas permukaan isolator. Bahkan dimungkinkan isolator mengalami pelepasan dari bagian penghantar yang bertegangan dan bagian grounding. Sedangkan senyawa HgO (senyawa merkuri) sudah jelas bersifat konduktif, yang akan meningkatkan konduktifitas permukaan isolator pasangan luar. Daerah pantai umumnya mengandung polutan garam yang terlarut pada air. Dengan demikian dapat dievaluasi dengan ESDD (Equivalent Salt Deposit Density). Sedangkan kawasan industri semen sebagian besar mengandung polutan tak larut. Oleh karena itu perlu dievaluasi dengan NSDD (Non Soluble Deposit Density). Sedangkan untuk daerah panas bumi dapat dievaluasi dengan beberapa cairan asam (sulfuric dan nitric), sebagaimana representasi hujan asam. 4. Kesimpulan Kawasan pantai dan industri merupakan daerah dengan polutan yang tinggi dan sangat berpengaruh terhadap kinerja isolator tegangan tinggi pasangan luar. Di daerah pantai polutan akan meningkatkan konduktifitas permukaan isolator, sedangkan di daerah industri semen belum terbukti meningkatkan konduktifitas permukaan isolator pasangan luar. Namun bergabung dengan air dan zat konduktif lainnya Sedangkan di daerah panas bumi, yang umumnya mengandung gas H2S dan HgO, dimana apabila terkena hujan diduga akan bersifat konduktif. Daftar Pustaka [1] Bacci E., Gaggic, Lanzillotti E., Ferrozzis, Valli L., Geothermal Power Plant at Mt. Amiata (Tuscany-Italy): Mercury and Hydrogen Sulphide Deposition Revealed by Vegetation, Dipartimento di Biologia Ambientale, Universita Degli Studi di Siena, Italy. [2] Dai Jianjun, Liang Xidong, Study on the Acid Sources of Field Brittle Fractured 500 kV Composite Insulator, Proceedings of the XIVth International Symposium on High Voltage Engineering, Tsinghua University, Beijing, China, August 25-29, 2005. [3] Jorn Larsen-Basse, Kam-Fai Lam, Corrosion Test in Hawaiian Geothermal Fluids, National Association of Corrosion Engineer, 1985. [4] Salama M., Herman, Unjuk Kerja Isolator 20 kV akibat Pengaruh Polutan Tak Larut (Studi Kasus Gardu Distribusi PT Semen Tonasa II), Prosiding Seminar Nasional Teknik Tenaga Listrik 2004, ITB Bandung, 2004. [5] Sharma, SP., Reaction of Copper and Copper Oxide with H2S, Journal of Electrochemical Society, Electrochemical Science and Technology, January 1980. [6] Tourreil, C. de, Thevenet, G. Brocard, E., Siampiringue, N., Pichon, N., Determination of the Brittle Fracture Process of Field Failed HV Insulators, Proceedings of the XIVth International Symposium on High Voltage Engineering, Tsinghua University, Beijing, China, August 25-29, 2005. [7] Vosloo, WL., A Comparison of the Performance of High Voltage Insulator Materials in a Severity Polluted Coastal Environment, PhD Dissertation, Department of Electrical and Electronic Engineering, University of Stellenbosch, South Africa, 2002. [8] Zhiyi Su, Weimin Ma, Urban Astrom, Greger Karlsson, Measurement of Site Pollution Severity under DC Voltage by Means of A Portable Test Station, Proceedings of the XIVth International Symposium on High Voltage Engineering, Tsinghua University, Beijing, China, August 25-29, 2005. 5. Saran Untuk memastikan polusi yang dimaksud perlu dilakukan penelitian secara intensif pada ketiga daerah tersebut. Semarang, 24 -25 Nopember 2005 A-58