BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Rawat inap ulang

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Rawat inap ulang merupakan masalah kesehatan yang penting. Hal ini
disebabkan karena morbiditas yang bermakna dan mempengaruhi pembiayaan
kesehatan yang meningkat. Meskipun prosentase bayi lahir hidup yang mengalami
rawat inap ulang sulit didapatkan karena seringnya rawat inap ulang bisa terjadi
pada seorang bayi dalam awal kehidupannya sejak perawatan saat kelahirannya
(Martens et al., 2004). Rawat inap ulang yang tidak direncanakan pada bayi
setelah pulang dari perawatan saat lahir oleh American Academy of Pediatrics
(AAP) merupakan indikator potensial dari penilaian yang inadekuat pada saat bayi
akan dipulangkan dari perawatan. Indikator yang harus dinilai antara lain kesiapan
fisiologis bayi yang akan dipulangkan, persiapan keluarga untuk merawat bayi,
adanya dukungan lingkungan sosial dan sistem kesehatan dan pelayanan
kesehatan yang tersedia (AAP, 2010).
Pada beberapa penelitian menyebutkan rawat inap ulang pada bayi yang
berat lahir rendah lebih tinggi daripada bayi yang berat lahir cukup (OR: 1,95,
95% CI: 1,16-3,28) (Oddie et al., 2005). Dalam penelitian Marten et al., (2004)
didapatkan bayi berat lahir rendah yang mengalami rawat inap ulang 4,66% dari
keseluruhan bayi yang mengalami rawat inap ulang di rumah sakit. Pada
penelitian Simiyu et al., didapatkan diagnosis saat masuk pada rawat inap ulang
adalah sepsis, ikterus, pneumonia, omphalitis, dehidrasi, serangan apnoe,
2
hipotermia (Martens et al., 2004). Sedangkan pada penelitian Escobar et al.,
penyebab utama rawat inap ulang pada usia 2 minggu pertama kehidupan bayi
adalah ikterus neonatorum (34,3%) dan penyebab lainnya adalah kesulitan
pemberian minum, sepsis (Escobar et al., 2005).
Menurut UNICEF tahun 2011, di Negara berkembang 15% bayi atau lebih
dari 1:7 mempunyai berat lahir kurang dari 2500 gram. Menurut data dari
RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) di Indonesia tahun 2013 persentase bayi
berat lahir rendah 10,2% dari seluruh bayi yang lahir lebih rendah daripada tahun
2010 (11,1%). Persentase bayi berat lahir rendah tertinggi terdapat di provinsi
Sulawesi Tengah (16,9%) dan terendah di provinsi Sumatera Utara (3,99%) dari
seluruh kelahiran bayi hidup. Bayi berat lahir rendah di provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) pada tahun 2004 sekitar 1,35%, tahun 2005 sekitar 3,4% dan
tahun 2006 sekitar 3,99% (Walikota DIY, 2007).
Berat lahir rendah dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
bayi. Pada penelitian oleh McIntire et al pada tahun 1999, tingkat kematian
meningkat dari 0,03 persen pada berat lahir cukup menjadi 0,3 persen pada bayi
berat lahir rendah. Insidensi skor Apgar ≤ 3 pada menit ke lima dan pH ≤ 7,0
menjadi 2 kali lipat pada bayi lahir rendah. Insidensi intubasi saat lahir, kejang
selama hari pertama kehidupan, dan sepsis juga meningkat secara bermakna bayi
dengan berat badan lahir rendah (McIntire et al., 1999). Penyebab utama bayi
berat lahir rendah yang meninggal kurang dari 24 jam sejak masuk ke rumah sakit
adalah sepsis, pneumonia dan hipotermia (Martens et al., 2004). Berat lahir bayi
salah satu faktor penting untuk bertahan hidup, pertumbuhan dan perkembangan
3
selanjutnya. Berat bayi lahir rendah mempunyai risiko 3 kali lipat untuk memiliki
gangguan perkembangan dan neurologis dan kelainan kongenital daripada bayi
yang berat lahir normal (Singh et al., 2009).
Pertumbuhan janin terhambat (PJT) merupakan penyebab utama bayi berat
lahir rendah di Negara berkembang, sementara di Negara maju dikarenakan
prematuritas (Gowen et al., 2011; Kliegmann et al., 2007). Bayi berat lahir rendah
terutama yang umur kehamilan kurang bulan karena prematuritasnya lebih tinggi
morbiditasnya. Rerata rawat inap ulang dari beberapa penelitian bervariasi.
Tomashek et al., (2006) menyebutkan rerata rawat inap pada bayi kurang bulan 43
per 1000 dan 27 pada bayi cukup bulan. Escobar et al., (2005) menyebutkan 1037 per 1000 pada usia 2 minggu setelah perawatan pertama dan Meara et al.,
(2004) menyebutkan 10-15 per 1000 pada 10 hari pertama setelah keluar dari
perawatan pertama.
Usia konsepsi
Faktor prediktor terjadinya rawat inap ulang pada bayi dibagi dua faktor
yaitu ibu dan bayi. Menurut penelitian Paul et al., faktor ibu adalah ras asia dan
pasifik, usia ibu < 30 tahun, primipara, ibu berpendidikan perguruan tinggi,
mempunyai jaminan asuransi pemerintah, ibu yang tidak pernah melakukan
antenatal care (ANC) bermakna meningkatkan risiko rawat inap ulang, ibu
dengan diabetes, ibu dengan hipertensi, hipertensi di induksi kehamilan, ketuban
pecah dini, kelahiran dengan sectio caesaria, forceps, dan vaccum. Sedangkan
faktor bayi adalah jenis kelamin perempuan kurang bermakna dibandingkan laki-
4
laki, umur kehamilan 35- 36 minggu, berat lahir rendah, skor apgar ≤ 8 pada
menit pertama dan menit ke- 5 (Paul et al., 2006).
Beberapa prediktor rawat inap ulang juga diteliti oleh Marten et al., adalah
faktor ibu: umur ibu ≤ 19 tahun, tinggal di daerah pedesaan, tingkat ekonomi
rendah, dan faktor bayi antara lain: lahir kurang bulan, tidak ASI (Air Susu Ibu)
eksklusif, lahir dengan operasi Caesar. Sedangkan pada penelitian oleh Escobar et
al., prediktor yang meningkatkan rawat inap ulang adalah ibu dengan ras Asia dan
bayi berjenis kelamin laki-laki, kecil masa kehamilan, umur kehamilan 34-36
minggu tanpa masuk perawatan NICU (Neonatal Intensive Care Unit), dilakukan
kunjungan rumah setelah pulang ≤ 72 jam.
Maka pada penelitian ini akan meneliti tentang beberapa prediktor pada
bayi berat lahir rendah yang mengalami rawat inap ulang sejak perawatan pertama
saat dilahirkan sampai 44 minggu usia konsepsi. Dengan faktor prediktor dari
faktor ibu dan faktor bayi. Selain prediktor, penyebab klinis saat datang rawat
inap ulang juga akan diteliti.
I.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka diajukan
rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Rawat inap ulang berat bayi lahir rendah merupakan isu penting untuk
mengetahui morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah.
2. Bayi berat lahir rendah dapat meningkatkan risiko rawat inap ulang sejak
perawatan pertama saat dilahirkan sampai 44 minggu usia konsepsi.
5
3. Belum ada penelitian tentang prediktor rawat inap ulang pada bayi berat lahir
rendah sejak perawatan pertama saat dilahirkan sampai 44 minggu usia
konsepsi di Indonesia.
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui prevalensi penyebab rawat inap ulang bayi berat lahir rendah
sejak perawatan pertama saat dilahirkan sampai 44 minggu usia konsepsi dan
mengetahui faktor prediksi rawat inap ulang bayi berat lahir rendah dan besar
konstribusi masing-masing faktor tersebut.
I.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Bidang Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
informasi yang cukup bagi perjalanan klinis bayi berat lahir rendah dan faktor
prediksi terjadinya rawat inap ulang bayi berat lahir rendah sejak perawatan
pertama saat dilahirkan sampai 44 minggu usia konsepsi.
2. Bidang Pengabdian Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
orangtua bayi berat lahir rendah. Beberapa manfaat juga diperoleh baik para
dokter, perawat, maupun petugas kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan
bayi berat lahir rendah dan perawatan lanjutan sehingga dapat mencegah rawat
inap ulang pada bayi berat lahir rendah.
3.
Bidang Pengembangan Penelitian
6
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan
untuk melakukan penelitian yang lain, yang berhubungan dengan prognosis
bayi berat lahir rendah.
7
I.5. KEASLIAN PENELITIAN
Dari penelusuran secara manual di perpustakaan pusat Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta tidak ditemukan artikel mengenai prediktor rawat inap
ulang bayi berat lahir rendah sejak perawatan pertama saat dilahirkan sampai 44
minggu usia konsepsi.
Sepanjang yang kami ketahui, belum pernah dilakukan penelitian
mengenai prediktor rawat inap ulang bayi berat lahir rendah sejak perawatan
pertama saat dilahirkan sampai 44 minggu usia konsepsi di Yogyakarta atau di
Indonesia.
Dari penelusuran kepustakaan tahun 1950 – 2013 melalui elektronik
(internet) melalui Medline (Pubmed) dengan kata kunci readmission, low birth
weight, 44 weeks conception, predictors, didapatkan 3 artikel berupa penelitian
yang kesemuanya dilakukan di luar Indonesia, yang meneliti tentang prediktor
rawat inap ulang bayi berat lahir rendah sejak perawatan pertama saat dilahirkan
sampai 44 minggu usia konsepsi.
No
Peneliti
(Tahun)
1. Martens
et al.,
(2004)
Judul
(Tempat)
Predictor of
Hospital
Readmission of
Manitoba
Newborns
Within Six
Weeks Postbirth
Discharge : A
PopulationBased Study
Subjek
(Metode)
Hasil
Subjek: 68.881
bayi yang lahir
antara 1 Januari
199731
Desember 2001
dan keluar dari
perawatan
RS
Manitoba masih
hidup. Kemudian
dianalisis
prediktor
Proporsi bayi yang mengalami
rawat inap ulang dalam umur 6
minggu awal kehidupannya
3,95% (2.716 bayi) dengan
penyebab utama gangguan
sistem pernapasan (22,3% dari
keseluruhan rawat inap ulang).
Bayi berat lahir rendah (BBLR)
yang mengalami rawat inap
ulang 4,66% dari keseluruhan
subjek.
8
No
Peneliti
(Tahun)
2. Escobar
et al.,
(2005)
Judul
(Tempat)
Subjek
(Metode)
Hasil
(Manitoba,
Kanada)
penyebab rawat
inap ulang sampai
umur 6 minggu
kehidupannya
(cross-sectional)
Prediktor rawat inap ulang
adalah lahir kurang bulan
(Adjusted Odds Ratio (AOR):
2,02; interval kepercayaan (IK)
95%: 1,55-2,10),
tingkat
ekonomi rendah (AOR: 2,02; IK
95%: 1,77-2,32), tidak ASI
eksklusif (AOR: 1,32; IK 95%:
1,20-1,44), lahir dengan operasi
Caesar (AOR: 1,30; IK 95%:
1,19-1,32), umur ibu kurang
dari < 17 tahun (AOR: 1,32; IK
95%: 1,10-1,55), 18-19 tahun
(AOR 1,30; IK: 1,09-1,44),
tinggal di daerah pedesaan
(AOR: 1,25; IK 95%: 1,1,141,36). Bayi berat lahir rendah
bermakna
pada
analisis
univariat (Crude Odds Ratio:
1,88; IK 95%: 1,63-2,16; AOR:
1,17; IK 95%: 0,98-1,18).
Rehospitalisati
on after birth
hospitalisation
: pattern
among infant
of all
gestations
(California,
Amerika
Serikat)
Subjek : 33.269
bayi yang lahir
antara 1 Oktober31 Maret 2000
dan keluar dari
perawatan
di
7(tujuh) Program
Perawatan Medis
Kaiser RS masih
hidup. Kemudian
dianalisis
prediktor
yang
menyebabkan
rawat inap ulang
pada 2 minggu
setelah
pulang
dari
perawatan
saat kelahiran.
(cohort
retrospective)
Rerata rawat inap ulang dalam 2
minggu setelah keluar 738 bayi
(1,5%) Penyebab utama adalah
ikterus
neonatorum(34,3%).
Penyebab lainnya kesulitan
pemberian minum, sepsis.
Faktor
prediktor
yang
meningkatkan rawat inap ulang
adalah ras Asia AOR: 1,49; IK
95%: 1,22-1,82), jenis kelamin
laki-laki (AOR: 1,28; (IK 95%:
1,11-1,49),
kecil
masa
kehamilan (AOR: 1,76; IK 95%:
1,07-2,91), umur kehamilan 3436 minggu tanpa masuk
perawatan NICU (Neonatal
Intensive Care Unit) (AOR:
3,10; IK 95% 2,38-4,02),
kunjungan rumah setelah pulang
≤ 72 jam (AOR: 1,94; IK 95%:
1,32-2,84).
9
No
Peneliti
(Tahun)
Judul
(Tempat)
3. Paul
al.,
et Preventable
Newborn
Readmissions
(2006)
Since
Passage
of
the Newborn’
and Mother’s
Health
Protection
Act
(Pennsylvania
,
Amerika
Serikat)
Subjek
(Metode)
Subjek : 407.826
bayi yang rawat
inap ulang dari
tahun 1998-2002
dengan
umur
kehamilan > 35
minggu.
Kasus: 2.540 bayi
rawat inap ulang
karena
ikterus,
dehidrasi,
gangguan
pemberian
minum
dan
keluhan lainnya
dalam usia 10
hari
pertama
hidupnya.
Kontrol:
5.080
bayi yang tidak
mengalami rawat
inap dalam 10
hari setelah lahir.
Analisis
prediktornya
dengan analisis
multipel logistik
regresi.
(cohort
prospective)
Hasil
Rerata waktu rawat inap ulang
adalah 111,4 ±37,8 jam sejak
lahir dan 61,9 ±38,1 jam setelah
pulang dari perawatan saat lahir.
Diagnosis saat datang 91,5%
dikarenakan ikterus, sedangkan
sisanya dikarenakan dehidrasi,
kesulitan makan, abnormalitas
elektrolit.
Faktor prediktor rawat inap
ulang pada usia 10 hari pertama
kehidupan bayi dibagi faktor
ibu dan faktor bayi.
Faktor ibu adalah ras Asia dan
Pasifik OR: 1,60; IK 95%: 1242,06), usia ibu < 30 tahun (OR:
0,85; IK 95%: 0,77-0,93),
primipara (OR: 1,7; IK 95%:
1,59-1,93), ibu berpendidikan
perguruan tinggi (p < 0,0001),
mempunyai jaminan asuransi
pemerintah (OR: 0,78; IK 95%:
0,70-0,88). Ibu yang tidak
pernah melakukan antenatal
care
(ANC)
bermakna
meningkatkan risiko rawat inap
ulang (p = 0,001), dan ibu
dengan diabetes (OR: 1,88; IK
95%: 1,47-2,41), ibu dengan
hipertensi (OR: 1,67; IK 95%:
1,03-2,35), hipertensi di induksi
kehamilan (OR: 1,67; OR: 1,332,09), ketuban pecah dini (OR:
2,03; IK 95%: 1,61-2,57),
kelahiran dengan sectio caesaria
(OR: 0,37; IK 95%: 0,31-0,43),
10
No
Peneliti
(Tahun)
Judul
(Tempat)
Subjek
(Metode)
Hasil
dengan forceps (OR: 1,60; IK
95%:
1,25-2,07),
dengan
vaccum (OR: 2,64; IK 95%:
2,28-3,07).
Faktor bayi adalah jenis kelamin
perempuan kurang bermakna
dibandingkan laki-laki (OR:
0,75; IK 95%: 0,68-0,82), umur
kehamilan 35- 36 minggu (OR:
5,96; IK 95%: 4,96-7,16), berat
lahir rendah (OR: 1,60; IK 95%:
1,43-1,79), skor apgar ≤ 8 pada
menit pertama (OR: 1,19; IK
95%: 1,08-1,31), skor apgar ≤ 8
pada menit ke- 5 (OR: 1,39; IK
95%: 1,14-1,70).
Download