Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi

advertisement
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
(1) Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga dengan menggunakan pengeluaran
adalah sebesar Rp.10.541.000,- per tahun dengan distribusi pengeluaran pada
kelompok keluarga sejahtera mencapai 79,4 persen. Alokasi untuk kebutuhan
pangan 48,9 persen, non-pangan (sandang, energi, komunikasi, sosial dan
lainnya) sebesar 33 persen, dan sebesar 18,1 persen adalah pengeluaran untuk
kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Dengan menggunakan kriteria
Badan Pusat Statistik (BPS), ternyata keluarga contoh di daerah penelitian
tergolong sejahtera karena rata-rata pengeluaran lebih besar dari rata-rata
standar kebutuhan minimum dan alokasi pengeluaran kebutuhan pangan lebih
rendah dari keluarga miskin.
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif keluarga (subjective economic well-being)
di daerah penelitian adalah tergolong relatif baik. Hal ini ditandai dengan
tingginya persentase (60,3 %) keluarga contoh yang merasa puas dalam
pemenuhan keperluan mereka sehari- hari, baik kebutuhan pangan, non
pangan maupun kebutuhan investasi sumberdaya manusia. Persentase
keluarga dengan kesejahteraan yang memuaskan terbesar terdapat di wilayah
pegunungan yaitu mencapai 68,4 persen, sedangkan di wilayah pesisir pantai
yang merasa puas dalam pemenuhan kebutuhan mereka sehari- hari hanya
sekitar 51 persen.
Distribusi tingkat kesejahteraan keluarga (kesejahteraan ekonomi objektif dan
kesejahteraan ekonomi subjektif) di daerah penelitian relatif merata namun
tingkat kesejahteraan keluarga contoh di wilayah pegunungan lebih merata
dibandingkan dengan keluarga contoh di wilayah pesisir pantai.
(2) Kesejahteraan ekonomi objektif keluarga secara positif dipengaruhi oleh faktor
manajemen sumberdaya keluarga, dan faktor modal sosial terutama faktor
manajemen keuangan keluarga, tingkat partisipasi keluarga dalam asosiasi
lokal, manfaat asosiasi bagi keluarga, dan faktor keterpercayaan masyarakat.
Artinya, semakin baiknya faktor manajemen keuangan keluarga, besarnya
tingkat partisipasi keluarga dalam 241
asosiasi lokal, besarnya manfaat asosiasi
265
lokal bagi keluarga, dan tingginya keterpercayaan masyarakat maka tingkat
kesejahteraan ekonomi objektif semakin baik.
(3) Modal sosial (asosiasi lokal dan karakter masyarakat) baik secara langsung
maupun tidak langsung berpengaruh positif sangat nyata terhadap tingkat
kesejahteraan
keluarga
terutama
di
wilayah
pegunungan.
Hal
ini
membuktikan hipotesis yang dibangun sebelumnya yaitu asosiasi lokal dan
karakter
masyarakat
secara
kausalitas
dapat
mempengaruhi
tingkat
kesejahteraan keluarga. Artinya, semakin tinggi tingkat modal sosial yang
dimiliki oleh keluarga maka tingkat kesejahteraan mereka semakin baik.
Modal sosial
berperan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga baik
dilihat dari aspek peningkatan kesejahteraan dalam penyediaan akan produksi
pangan, non pangan maupun aspek investasi sumberdaya manusia melalui
jaringan kelompok sosial dan kelompok ekonomi. Besarnya peran modal
sosial ini dilihat dari tingk at keterlibatan anggota keluarga dalam kelompok
produktif, sosial dan kelompok lainnya yang berkembang di masyarakat,
misalnya: kelompok KP3A, KUT, ”handel” dan ”kelompok adat.”
Kontribusi modal sosial terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga melalui
tiga aspek, yakni: (1) aspek dimensi (asosiasi lokal: jumlah asosiasi yang
diikuti, tingkat partisipasi, dan manfaat asosiasi, sedangkan dimensi karakter
masyarakat terdiri dari: keterpercayaan, solidaritas, dan semangat kerja; (2)
aspek mekanisme, melalui: jaringan informasi diantara anggota kelompok,
sistem kerja bersama atau gotong royong (collective action) baik untuk
kegiatan produktif maupun kegiatan sosial, dan mekanisme melalui
pengambilan keputusan bersama (musyawarah); dan (3) aspek tipe jaringan
(bonding, bridging dan linking).
(4) Model pemberdayaan keluarga di wilayah perdesaan adalah berbasis modal
sosial. Pemberdayaan masyarakat perdesaan berbasis modal sosial diartikan
sebagai proses pembelajaran orang dewasa yang berkesinambungan dan
ditujukan untuk memberikan kekuatan baik kekuatan ekonomi, ilmu
pengetahuan, sosial maupun kekuatan spritual. Proses pemberdayaan dimulai
dari memahami dan mempelajari berbagai input, proses pemberdayaan,
output, dan outcome. Faktor input adalah: struktur sosial masyarakat, karakter
266
individu, dan status sosial ekonomi masyarakat. Proses pemberdayaan
tentang: sistem kerja kelompok, pendidikan dan pelatihan, azas demokrasi,
dan pemberdayaan tentang interaksi sosial di masyarakat. Output yang
diharapkan adalah: lapangan pekerjaan, sumberdaya ekonomi, jaringan kerja,
produktivitas kerja, ilmu pengetahuan, keterpercayaan masyarakat, kepaduan
sosial, transaction cost, dan kepuasan dalam mengontrol diri. Outcome dari
proses pemberdayaan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga
(kesejahteraan ekonomi objektif dan subjektif).
Saran
(4) Oleh karena kesejahteraan individu tidak sama dan tidak dapat disamakan
maka kedepan, kebijakan pemerintah menetapkan tolok ukur kesejahteraan
keluarga tidak terbatas pada tolok ukur kesejahteraan objektif yang mengukur
kesejahteraan dari nilai pendekatan baku tetapi sudah harus melihat kepada
kebutuhan masyarakat dengan pendekatan kepuasan (subjective economic
well-being).
(5) Faktor manajemen sumberdaya sangat berperan dalam meningkatkan
kesejahteraan keluarga (kesejahteraan ekonomi objektif dan kesejahteraan
ekonomi subjektif) maka penelitian yang berkaitan dengan sistem keluarga
struktural- fungsional harus memperhatikan variabel manajemen sumberdaya
sebagai confounding factor.
(6) Asosiasi lokal yang telah terbentuk di masyarakat perdesaan terutama asosiasi
lokal yang berakar dari masyarakat perlu dipertahankan dan dikembangkan
sebagai sarana berbagai kegiatan pemberdayaan untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga.
(7) Perlu penelitian lebih mendalam mengkaji dinamika asosiasi lokal masyarakat
perdesaan dalam berbagai dimensi, mekanisme dan tipe jaringan yang
berkembang dimasyarakat.
(8) Dalam mengambil kebijakan peningkatan kesejahteraan keluarga di daerah
perdesaan perlu mempertimbangkan indikator ”modal sosial” sebagai variabel
penentu kesejahteraan.
267
(9) Penguatan modal sosial sangat tepat dalam pemberdayaan masyarakat
perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan tujuan
mencapai masyarakat madani (civil society).
268
Download