7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lele Dumbo (Clarias gariepenus

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lele Dumbo (Clarias gariepenus)
Sistematika
atau klasifikasi lele dumbo menurut Saanin (1984/1995)
adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Pisces
Ordo
: Ostariophysi
Sub ordo
: Siluroidea
Famili
: Clariideae
Genus
: Clarias
Spesie
: Clarias gariepinus
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) berasal dari daerah Afrika karena
merupakan jenis ikan persilangan antara induk betina Clarias fuscus dari Taiwan
dengan induk jantan Clarias mossambicus dari Kenya (Suyanto, 2007). Di
Indonesia lele dumbo menjadi komoditas yang sangat populer karena lele dumbo
memiliki beberapa keunggulan dibandingan jenis ikan yang lain, di antaranya:
tumbuh lebih cepat, dapat mencapai ukuran lebih besar, lebih banyak jumlah telur
dan pakan tambahan dapat bermacam- macam (Suyanto,2007). Hal tersebut
menjadi motifasi bagi petani ikan untuk membudidayakan lele dumbo.
7
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
8
Dilihat dari marfologi tubuhnya, tubuh ikan lele dumbo bentuknya panjang,
kepalanya berbentuk gepeng, mulutnya lebar, batok kepala keras dan meruncing
ke belakang, warna tubuhnya kehitaman (Santoso, 1994). Ikan lele dumbo
mempunyai 5 sirip yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, sirip perut, dan
sirip dubur. Sirip ekor membulat, tidak bergabung dengan sirip punggung maupun
sirip anal, sirip perut berbentuk membulat dan panjangnya mencapai sirip anal,
sirip dada berbentuk bulat dan memanjang, serta dilengkapi sepasang duri yang
umum disebut taji atau patil (Khairuman, 2005). Mulut lele dumbo pada sudutnya
dapat ditemukan 4 pasang misai (sungut) yang fungsinya sebagai alat peraba
(Soetomo, 2007). Kepala sampai punggung lele berwarna coklat kehitaman
(gelap) dan pada bagian leher terdapat bercak – bercak putih kusam seperti panu.
Kandungan protein ikan lele dumbo lebih tinggi dibandingkan jenis ikan air tawar
lainya yaitu 37 % (Soetomo, 1998).
Lele dumbo memiliki alat pernafasan tambahan untuk hidup di air dengan
kadar oksigen rendah yaitu organ epibranchial atau organ arborescent. Organ
epibranchial atau organ arborescent merupakan modifikasi dari lembaran insang
yang berfungsi mengambil oksigen secara langsung dari udara (Lagler et al.,
1977). Lele dumbo juga memiliki keistimewaan yaitu dapat bereproduksi
sepanjang tahun (Angka, 2001). Hernowo & Suyanto (2007) menyatakan bahwa
lele dumbo memiliki sifat – sifat sebagai berikut: apabila terkejut atau menderita
stress maka warna badannya berubah menjadi bercak – bercak hitam atau putih
dan gerakannya menjadi lebih agresif serta patilnya tidak beracun.
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
9
Suhu air yang optimal untuk
pemeliharaan lele dumbo 25 – 30o C
(Soetomo, 2007). Faktor lain yang berpengaruh dalam kehidupan lele dumbo
adalah DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut, Mulyanto (1992) dalam
Handayani (2011) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen yang optimal untuk
lele dumbo yaitu 5 ppm dan akan lebih baik jika konsentrasinya 7 ppm. pH air
yang lebih kecil dari 5 dan lebih besar dari 9,5 dapat menyebabkan kematian pada
lele dumbo (Soetomo, 2007). Keadaan tersebut juga harus didukung dengan
adanya pakan.
2.2.
Bakteri Aeromonas hydrophila
Sistematika A. hydrophila menurut Holt et al. (1994) sebagai berikut :
Phylum
: Protophyta
Class
: Schizomycetes
Ordo
: Pseudanonadeles
Famili
: Vibrionaceae
Genus
: Aeromonas
Spesies
: Aeromonas hydrophila
Bakteri A. hydrophila termasuk dalam genus Aeromonas yang berarti dapat
memproduksi gas dan spesies hydrophila yang berarti senang terhadap air, bakteri
ini dapat menyerang hampir semua jenis ikan air tawar (Sarono et al., 1993).
Infeksi bakteri A. hydrophila menimbulkan penyakit yang dikenal dengan MAS
(Motile Aeromonas Septicemia) atau dikenal sebagai penyakit bercak merah
(Angka, 2001). Di Indonesia, A. hydrophila menyerang beberapa macam ikan
seperti : tawes, karper, nila, jambal siam (Sarono, 1993 & Suryatinah et al.,2005).
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
10
Pada daerah subtropik ikan yang banyak diserang oleh A. hydrophila yaitu
Rainbow Trout dan Chinook Salmon (Sarono et al.,1993). Bakteri A. hydrophila
merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dan bersifat motil (Irianto,
2005). A. hydrophila memiliki sifat biokimia, genetik, serologi, dan fenotip yang
beragam (Newman, 1982; Stevenson, 1988 dalam Mulia, 2012). A. hydrophila
memiliki kemampuan menimbulkan penyakit yang cukup tinggi. Tingkat
keganasan yang diukur dengan LD 50 cukup bervariasi, yaitu berkisar antara 104106sel/ml (Sarono et al., 1993).
Hasil penelitian Mulia (2007) pada ikan yang terinfeksi A. hydrophila
muncul gejala eksternal dan internal. Gejala eksternal ikan yang terserang A.
hydrophila yaitu insang dan tubuh pucat, disertai bercak – bercak merah pada
punggung, sirip, lendir banyak, sirip ikan geripis serta adanya borok dan tumbuh
jamur pada permukaan tubuh ikan. Gejala internal yang timbul yaitu ginjal merah
pucat, bahkan ada yang timbul bintil – bintil putih, organ hati berwarna merah
pucat, lambung kecoklatan bahkan ada yang haemoragik, warna usus pucat, serta
menggelembung. Sarono et al. (1993) juga menyatakan bahwa infeksi A.
hydrophila menyebabkan haemoragik pada sirip, sekitar mulut, bahkan terjadi
pembengkakan ginjal, usus tidak terisi makanan tetapi berisi lendir yang berwarna
kuning serta terkumpulnya sejumlah besar cairan pada rongga perut.
Bakteri A. hydrophila sulit untuk dikendalikan karena memiliki banyak
strain dan dapat menjadi resisten terhadap obat – obatan (Kamiso & Triyanto,
1996). Isolat A. hydrophila sendiri dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan
baik pada suhu 37o C dan pada kisaran pH 4,7 – 11,0 (Robinson et al., 2000).
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
11
2.3.
Karakterisitik Isolat GK-01 & GB-01
GK-01 merupakan penyebutan untuk A. hydrophila yang diambil dari
sampel gurami sakit yang diisolasi dari daerah Kaliwinasu (Banjarnegara),
sedangkan GB-01 merupakan penyebutan untuk A. hydrophila yang diambil dari
sampel gurami sakit yang diisolasi dari daerah Belimbing (Banjarnegara).
Penyebutan GK-01 serta GB-01 tersebut untuk mempermudah penamaan. Strain
bakteri yang berasal dari daerah yang berbeda umumnya memiliki tingkat
virulensi atau patogenisitas (keganasan) yang berbeda –beda, patogenisitas sangat
berpengaruh terhadap imunogenisitas vaksin yang dihasilkan (Mulia, 2007).
Tabel 2.3. Beberapa Karakterisitik Isolat GK-01 & GB-01
Karakterisasi
GK -01
GB-01
Bentuk
Sirkular
Sirkular
Tepi
Rata
Rata
Elevansi
Cembung
Cembung
Ukuran (mm)
2,00
2,00
Warna (TSA)
Krem
Krem
Warna (TSB)
Kuning
Kuning
Bentuk
Batang pendek
Batang pendek
Gram
Batang pendek
Batang pendek
Marfologi koloni:
Marfologi sel :
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
12
Sifat biokimia:
Oksidase
+
+
Katalase
+
+
Motilitas
+
+
Produksi indol
+
+
Ornithine
+
+
D-Manosa asam
+
+
D-Manosa gas
+
+
D-Mannitol, asam
+
+
D-Mannitol, gas
+
+
D-Glukosa, asam
+
+
D-Glukosa, gas
+
+
Dextrosa, asam
+
+
Dextrosa, gas
+
+
Inositol
-
+
Sukrosa, asam
+
+
+
+
Tumbuh pada 30 C
+
+
Laktosa, asam
-
-
Sukrosa, gas
0
Keterangan: + : 90% strain adalah positif, - 90% atau lebih strain adalah
negatif.
Karakteristik juga dilakukan melalui pengujian postulat koch. Postulat koch
dilakukan dengan menginfeksi bakteri secara suntik intramuskular sebanyak 0,1
ml pada masing – masing 8 ekor gurami yang berukuran 10-12 cm dengan dosis
109 sel/ikan. Gurami tersebut diamati gejalanya. Hasil pengujian postulat koch
diketahui bahwa semua isolat A. hydrophila patogen karena menyebabkan
kematian 87,50-100 % serta menyebabkan penyakit pada ikan uji, hal tersebut
menunjukan bahwa isolat memiliki tingkat keganasan yang sama (Mulia, 2007).
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
13
2.4.
Vaksin
Vaksin merupakan organisme patogen yang telah dilemahkan sehingga
dapat merangsang sistem tanggap kebal inang untuk memproduksi antibodi yang
spesifik yang dapat melawan penyakit yang disebabkan oleh organisme yang
sama (Handayani, 2011). Ada dua jenis vaksin yaitu vaksin hidup dan vaksin
mati. Vaksin hidup memiliki kelebihan yaitu dapat menyebabkan imunitas yang
kuat dan seumur hidup, mengurangi resiko hipersensitivitas dan memiliki
kelemahan yaitu dapat membahayakan karena tingkat virulensinya residual,
sedangkan vaksin mati yaitu tidak mungkin menyebabkan penyakit karena sifat
virulensinya sudah mati, akan tetapi memiliki kelemahannya yaitu sifat
imunogeniknya lemah (Tizard, 1982 dalam Handayani, 2011).
Vaksin merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit pada ikan dengan
merangsang kekebalan ikan terhadap penyakit tertentu atau spesifik. Vaksinasi
merupakan cara efektif untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh suatu
organisme, keberhasilan vaksinasi pada ikan dapat dilihat dari meningkatnya
sistem imun yang ditandai dengan meningkatnya produksi titer antibodi (Mulia,
2012). Efektivitas vaksinasi tergantung pada cara vaksinasi, cara vaksinasi dapat
dilakukan melalui suntik (injeksi), pakan, rendaman, celupan, dan semprotan
(Smith, 1982 dalam Apriyanti, 2011).
Subowo (1993) menyatakan bahwa titer antibodi yang terbentuk sebagai
respons imun tergantung pada cara pemasukan antigen ke dalam tubuh. Agius
(1984) & Evelyn et al. (1984) dalam Mulia (2004) mengemukakan bahwa pada
umumnya efikasi vaksin tertinggi diperoleh dengan cara sutik disusul rendaman
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
14
dan kemudian oral. Hasil penelitian Mulia et al. (2004) menggunakan beberapa
kombinasi vaksinasi secara suntik dan beberapa cara booster yaitu suntik, oral dan
rendaman dapat meningkatakan titer antibodi. Vaksinasi dengan cara suntik lebih
baik dalam meningkatkan titer antibodi.
Keuntungan cara vaksinasi suntik secara intramuskular adalah difusi
vaksin kedalam tubuh berjalan konstan untuk merangsang antibodi atau
memproteksi tubuh. Selain itu cara ini juga memiliki rute vaksinasi secara
sistemik sehingga dapat lebih tepat sasaran (Anderson, 1974). Pendapat ini juga
didukung Horne & Ellis (1988) dalam Mulia et al. (2006) yang menyatakan
bahwa keuntungan cara suntik adalah jalur imunisasi yang potensial karena
sistemik, melalui peredaran darah sehingga lebih bisa efektif.
Vaksinasi booster merupakan vaksinasi ulang atau vaksinasi penguat
setelah selang beebrapa waktu, biasanya 1-2 minggu setelah vaksin pertama
dengan cara yang sama atau cara berbeda yang bertujuan untuk meningkatkan
efikasi vaksin (Kamiso, 1996). Vaksinasi booster dapat meningkatkan respon
imun, hal ini disebabkan karena ikan uji telah mempunyai memori imunitas
(Lamers et al.,1986), dan adanya proses pengenalan terhadap imunogen yang
sama untuk kedua kalinnya (Subowo, 1993).
Kamiso (1990) menyatakan, vaksin memiliki beberapa keuntungan dalam
penggunaan vaksin untuk mengendalikan penyakit pada ikan, yaitu 1) efek
samping vaksinasi bagi ikan maupun lingkungan hidupnya sangat kecil atau
bahkan tidak ada; 2) tingkat perlindunganya sangat tinggi; 3) perlindungan
terhadap ikan cukup lama, sehingga dapat dilakukan hanya dengan satu kali
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
15
vaksinasi dapat melindungi ikan terhadap infeksi selama pemeliharaan kira – kira
tiga sampai empat bulan. Selain memiliki keuntungan dalam vaksinasi, Kamiso
(1990) juga menyatakan vaksinasi memiliki beberapa kelemahan, kelemahan
tersebut yaitu diperlukan alat dan cara penyimpanan khusus karena vaksin mudah
rusak dan tidak semua bakteri patogen dapat dikembangkan menjadi vaksin.
2.5. Imunogenisitas
Imunogenisitas merupakan substansi yang memiliki potensi menyebabkan
induksi respon imun apabila dipertemukan dengan tubuh, baik tubuh hewan
maupun manusia. Substansi yang memiliki potensi demikian disebut antigen atau
imunogen. Imunogen (imunogenisitas) adalah tingkat kemampuan dalam
merangsang kekebalan tubuh atau sistem imun baik pada tubuh hewan maupun
manusia (Subowo, 2009).
Imunogenisitas tergantung pada antigenya, cara mempertemukan antigen
dengan tubuh, dan kepekaan metode yang dipakai unuk mengamati ada tidaknya
respon imun (Subowo, 2009). Respon imun merupakan tanggapan sistem imun
terhadap konfigurasi asing, setelah terjadi proses pengenalan oleh sel pengenal
(limfosit). Sistem imun terdiri dari komponen genetik, molekular, dan seluler
yang saling berinteraksi membentuk jaringan komunikasi yang luas dan rumit.
Proses respon imun akan melibatkan interaksi antar sel dan substansi humoral
yang disebut sitokin, dan berbagai molekul pada permukaan sel (Subowo, 2009).
Sistem pertahanan pada tubuh ikan dipengaruhi oleh kondisi anatomis,
fisiologis, spesies, umur, berat badan serta lingkungan luar yang menyebabkan
adanya tingkatan yang berbeda (Schaperclaus, 1992 dalam Mulia, 2012). Sistem
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
16
pertahanan pada tubuh ikan terdiri dari dua macam yaitu sistem pertahanan
spesifik dan nonspesifik (Davies, 1997 dalam Mulia, 2012).
1.
Sistem pertahanan spesifik
Sistem pertahanan spesifik berfungsi untuk mempertahankan diri terhadap
penyakit tertentu dan pembentukanya memerlukan rangsangan terlebih dahulu.
Rangsangan dapat terjadi secara alami atau buatan atau dengan vaksinasi (Ellis,
1989). Sistem pertahanan spesifik terdiri dari dua macam yaitu sistem pertahanan
selular atau
cell mediated immunity (CMI) dan sistem pertahanan humoral
(produksi antibodi), (Ellis, 1989; Noble & Noble, 1989).
Sistem pertahanan seluler dihasilkan oleh aktifitas limfosit yang biasa
disebut sel – sel T, yang berlangsung dikelenjat timus. Sel T juga disebut dengan
sel pembunuh karena apabila terjadi kontak dengan antigen spesifik sel – sel T
berdiferensiasi menjadi sel yang mampu mengadakan interaksi langsung dengan
sel atau jaringan asing kemudian merusaknya. Pertahanan humoral diprakarsai
oleh golongna limfosit yang disebut sel – sel B, yang apabila diaktivasi oleh
pengenalan suatu benda atau substansi asing berusaha menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi (Noble & Noble, 1989). Antibodi tersebut dihasilkan di
hati, ginjal, limpha dan kelenjar timus (Lagler et al., 1977).
2.
Sistem pertahanan nonspesifik
Sistem pertahanaan nonspesifik berfungsi untuk melawan segala jenis
patogen, bersifat permanen, diturunkan kepada anaknya dan tidak diperlukan
adanya rangsangan (Schapercalus, 1992 dalam Mulia, 2012). Pertahanan pertama
pada ikan untuk melawan patogen terdapat pada permukaan tubuh. Secara fisik
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
17
daerah permukaan tubuh dapat menghambat masuknya patogen kedalam tubuh
ikan (Atlas, 1997) yang meliputi mukus, kulit, insang, dan saluran
gastrointestinal. Sistem pertahanan nonspesifik kimiawi meliputi komponen –
komponen dalam serum darah yang berfungsi mengambat pertumbuhan mikrobia
(Ellis, 1989). Sistem pertahanan nonspesifik menggunakan mekanisme efektor
seluler berupa aktifitas fagositosis yang melibatkan sel – sel organ dan sel motil.
Sel – sel organ meliputi sel jaringan penghubung, jaringan lymphoid dari saluran
pencernaan, sel reticuloendothelial, sel dinding kapiler, dan jaringan monosit. Sel
motil terdiri dari makrofag dan leukosit nongranular (monosit dan limfosit), dan
leukosit granular (neutrofil, eosinofil dan basofil) (Ingram, 1980; Schaperclaus,
1992 dalam Mulia, 2012).
2.6. Kualitas Air
Air memiliki peranan yang sangat penting sebagai media dalam kehidupan
ikan. Kualitas air yang baik yaitu yang tidak berpengaruh negatif terhadap
perkembangan ikan, penetasan telur dan kelulushidupan ikan atau dapat dikatakan
kualitas air yang baik yang dapat diterima ikan (Zonneveld et al., 1991). Kualitas
dan kuantitas air merupakan hal yang dijadikan sebagai ukuran untuk dapat
menilai layak tidaknya suatu perairan atau sumber air untuk digunakan dalam
budidaya ikan dengan menggunakan wadah tertentu (Kordi, 2004). Beberapa
parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas air meliputi suhu air, oksigen
terlarut / Dissolved Oxygen (DO), dan derajat keasamaan (pH) (Prihartono, 2004).
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
18
2.6.1. Suhu
Setiap ikan memerlukan suhu air yang optimal untuk dapat hidup dengan
baik. Suhu dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme makhluk hidup di perairan.
Khususnya kehidupan dan pertumbuhan ikan. Laju pertumbuhan ikan dapat
meningkat sejalan dengan kenaikan suhu dan dapat menekan kehidupan ikan
bahkan dapat menyebabkan kematian pada ikan apabila suhu mengalami kenaikan
secara drastis. Faktor yang dapat menjaga kestabilan suhu didalam air adalah
kedalaman air (Nurcahyo, 2008). Suhu air yang optimal untuk pemeliharaan lele
dumbo 25 – 30o C (Soetomo, 2007). Suhu diluar batas tertentu dapat mengurangi
selera makan ikan. Suhu juga berpengaruh dalam sistem metabolisme lele dumbo,
suhu air yang rendah menyebabkan ikan tidak banyak bergerak dan tidak nafsu
makan sedangkan pada suhu yang tinggi lele dumbo akan mudah terserang
penyakit (Pamunjtak, 2011). Suhu air berpengaruh pada pembentukan antibodi.
Pada suhu yang optimal pembentukan antibodi akan berjalan dengan baik,
sedangkan pada suhu yang tidak optimal pemebentukan antibodi akan terhambat
(Mulia, 2012).
2.6.2. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) dalam air diperlukan oleh
ikan untuk pernafasan dan proses pembakaran untuk dapat menjalankan
aktifitasnya, seperti berenang, pertumbuhan dan reproduksi. DO sangat
berpengaruh terhadap aktivitas hidup ikan ( Zonneveld et al ., 1991)
Menurut Afrianto & Liviawaty (1994) dalam Handayani (2011) konsentrasi
oksigen minimum yang masih dapat diterima sebagian besar ikan untuk dapat
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
19
bertahan hidup dengan baik adalah 5 ppm pada air dengan konsentrasi oksigen di
bawah 4 ppm ikan masih dapat bertahan, namun nafsu makan cenderung rendah
atau bahkan tidak memiliki nafsu makan sehingga pertumbuhan ikan dapat
terhambat. Mulyanto (1992) dalam Handayani (2011) menyatakan bahwa
konsentrasi oksigen yang optimal untuk lele dumbo yaitu 5 ppm dan akan lebih
baik jika konsentrasinya 7 ppm. Kandungan minimum oksigen terlarut di dalam
air yang masih ditolerir lele dumbo yaitu 3 mg/L (Khairuman & Khairul, 2005).
Oksigen juga merupakan salah satu faktor pembatas, oleh sebab itu jika kebutuhan
didalam air tidak tercukupi maka semua aktifitas ikan akan terhambat (Kordi,
2004).
2.6.3. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) peranannya cukup berpengaruh terhadap kehidupan
ikan lele dumbo. Keadaan pH terlalu rendah atau tinggi dapat mengganggu
kehidupan ikan. pH air yang lebih kecil dari 5 dan lebih besar dari 9,5 dapat
menyebabkan kematian pada lele dumbo (Soetomo, 2007). pH air yang lebih
rendah dari 5 akan menyebabkan terjadinya penggumpalan lendir pada insang,
sehingga lele dapat mati lemas, dan pH air yang lebih besar dari 9,5 akan
menyebabkan lele tidak bernafsu makan (Soetomo, 2007).
Imunogenisitas Aeromonas hydrophila..., Siti Nurfaidah, FKIP UMP, 2015
Download