4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pare (Momordica charantia L.) Pare adalah salah satu obat tradisional yang telah lama dipercaya masyarakatdapatmenyembuhkanpenyakitkanker,selainituparejugaberfungsi sebagai anti AIDS. Efek buah kandunganproteinmomorchorinalfa pare sebagai anti-virus HIV terletak pada dan betaatau pada proteinMAP30 (Momordicaantiviralprotein30). Buahpare yangbelummasakmengandung saponin, flavonoid, dan polifenol serta glikosida cucurbitasin, charantin, asam butirat,senyawasteroid,monosiklikalkoholdanbeberapasenyawatriterpenoid (Nugroho, 2006). Ekstrakbuahpare kuantitasdan yangdicobakanpada hewanpercobaanmenurunkan kualitasspermatozoa,tidaktoksikterhadaporganhati reversibel.Rasa pahitbuahPare (momordikosida K perkembangansel. dan bersifat disebabkanolehkandungankukurbitasin dan L), yang dapat menghambat pertumbuhan dan Kukurbitasinyangdigolongkandalamglikosidatriterpen memilikistrukturdasarsiklopentanperhidrofenantrenayang juga, dimilikioleh steroid.Steroiddapatberperansebagaipenghambatspermatogenesisdanbersifat reversibel.Spermatozoaadalahselhaploid,yangberasaldariperkembangandan diferensiasisel-selindukgerminaldi ekstrakbuahpare dalamtestis.Dengandasarinimaka,bila diberikanpadamamaliajantan,akandapatmenghambat spermatogenesis(Adimunca,1996). Buahpareyangberkhasiatsebagaiantivirusdapatjugaberfungsisebagai antispermatogenik(Widotama,2008).Konsumsibuah pare dalamjangkawaktuyang panjangbaik dalambentukjus, lalapatau sayurdapatmematikansperma,memicu impotensi,merusakbuahzakar atau testis hormonpriabahkanberpotensimerusakliver (Kumala Sari, triterpenoid yang terkandung dalambuah dan 2006). pare Glikosida dapat 4 Universitas Sumatera Utara 5 dijadikansebagaialternatifkontrasepsialami karenaberkhasiatsebagai antispermatognik. Berikut adalah klasifikasi dari buah pare yang di identifikasi oleh Herbarium Medanense, Biologi, FMIPA USU: Kingdom: Plantae Divisi: Spermatophyta Kelas: Dikotiledoneae Ordo: Cucurbitales Famili: Cucurbitaceae Genus: Momordica Spesies: M. charantia L. ZAIS Gambar 1. buah pare (Momordica charantia L.) 2.2. Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) DMPA merupakan suatu progesteron sintetik dan jika diberikan secara intramuskular (injeksi) akan memberikan efek kerja panjang (long acting). Dosis moderoksiprogesteron asetat (MPA) yang dianjurkan adalah 150 mg setiap 12 minggu. MPA berbentuk seperti bubuk kristal tidak berbau, berwarna putih, lebih stabil dalam udara, tidak larut dalam air, dapat larut dalam alkohol dan metanol, mudah larut dalam kloroform, aseton, dan di-oksan, tetapi sukar larut dalam eter, serta dapat meleleh pada suhu antara 200-210°C. Struktur molekul MPA merupakan esterifikasi progesteron pada rantai C-17 gugus hidroksil yang menghasilkan rantai alkil. Jika rantai alkilnya makin panjang maka akan lebih 5 Universitas Sumatera Utara 6 lama efek kerjanya di dalam tubuh karena waktu biotransformasinya menjadi lebih lama. Bentuk lain adanya penambahan rantai metil (CH3) pada C-6. Bentuk ini dapat diberikan secara oral dengan efektifitasnya hampir sama dengan injeksi (Henzl, 2010). Progesteron atau progestin merupakan hormon wanita yang disekresi oleh sel-sel korpus luteum. Melalui umpan balik negatif ke hipotalamus, hormon ini dapat menekan sekresi gonadotropin hipofisis. Sedangkan pada pria, progesteron dihasilkan oleh testis dan kelenjar adrenal testis sebagai hasil antara biosintesis androgen testis dan kortiko steroid (Franca et al., 1998) Berdasarkan umpan balik negatif ke hipotalamus pada wanita, maka progesteron untuk penekanan spermatogenesis pada pria(Henzl, 2010). Penggunaan MPA sendiri dapat menekan spermatogenesis tetapi menyebabkan penurunan kadarnya dalam serum. Hal ini memungkinkan terjadinya penurunan libido, sehingga ditambahkan TE pada saat penelitian berlangsung. 2.3. Organ Hati (Hepar) 2.3.1. Struktur Anatomi dan Histologi Hati Hati (hepar) merupakan organ yang paling besar didalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya 1500 gram. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hepar terletak di quadran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae), sehingga dalam keadaan normal (hepar yang sehat tidak teraba). Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah yang tidak teroksigenasi tetapi kaya akan nutrien vena porta hepatica (Setiadi, 2007). Menurut Price & Wilson (2012), hepar berupa organ lunak yang lentur dan memiliki permukaan superior yang cembung. Dimana hepar terletak di bawah diafragma dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. Kelenjar terbesar dalam tubuh merupakan hati, rata-rata sekitar 1500 gram atau 2.5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan di bagi menjadi segmen anterior dan superior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi 6 Universitas Sumatera Utara 7 menjadisegmen medial dan lateral oleh ligmentatum falsiforme yang dapat dilihat dari luar (Amiria, 2008). Hatidibungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang disebut kapsul Glisson dan secara makroskopis dipisahkan menjadi lobulus kiri dan kanan. Kapsul Glisson berisi pembuluh darah, pembuluh limfa, dan saraf. Kedua lobulus hepar tersusun oleh unit-unit yang lebih kecil disebut lobulus. Lobulus terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit), yang menyatu dalam suatu lempeng. Hepatosit dianggap sebagai unit fungsional hepar. Sel-sel hepar dapat melakukan pembelahan sel dan mudah dibentuk kembali mengganti jaringan yang rusak (Corwin, 2009). Sel-sel hepar (hepatosit) tersusun dalam rangkaian lempengan-lempeng lembaran bercabang-cabang dan beranastomosis membentuk labirin atau mirip karet busa, dengan diantaranya terdapat ruangan sinusoid. Lempeng-lempeng ini secara radial bermula dari tepi lobulus klasik menuju vena sentralis sebagai pusatnya (Davis et al., 1990). Menurut Dellman & Brown (1992), sitoplasma hepatosit agak berbulir, tetapi dapat tergantung pada perubahan nutrisi serta fungsi selular. Mitokondria relatif banyak dan apparatus golgi lazimnya terletak dekat kanalikuli empedu atau juga bersifat jukstanuklear. Lisosom banyak tersebar, kelompok ribososm bebas, rER d sER cukup berkembang dan sering berdampingan. Dengan pengamatan lebih teliti glikogen tampak sebagai butir dengan konfigurasi roset. Pada sediaan histologi biasa, glikogen tampak sebagai rongga-rongga yang tidak teratur, sedangkan rongga-rongga yang ditepati oleh lemak tampak kosong dan bulat, sebab glikogen dan lemak larut dalam silol serta air dipakai pada metode pewarnaan biasa (Hematoksilin dan Eosin). Tidak heran tampak pigmen empedu dalam hepatosit normal. Menurut Junqueira&Carneiro (2007), Lobulus hati merupakan komponen struktural utama hati, termasuk sel-sel hati atau hepatosit. Sel-sel epitelnya berkelompok membentuk lempeng-lempeng yang saling berhubungan. Pada sediaan mikroskop cahaya, tampak satuan struktural yang disebut lobulus hati. Pada daerah perifer tertentu, lobulus dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung duktus biliaris, pembuluh limfa, saraf dan pembuluh darah. Daerah ini, yaitu celah portal, dijumpai pada sudut-sudut lobulus. Hepatosit berbentuk 7 Universitas Sumatera Utara 8 polihedral, dengan 6 atau lebih permukaan dan berdiameter 20-30 µm. Permukaan masing-masing hepatosit berkontak dengan dinding sinusoid melalui celah Disse dan dengan permukaan hepatosit lain. Permukaan hepatosit yang menghadap celah Disse mengandung banyak mikrovili yang menonjol ke dalam celah. Hepatosit memiliki banyak retikulum endoplasma (RE) baik yang halus maupun kasar. RE kasar membentuk agregat yang tersebar dalam sitoplasma, agregat ini seringkali disebut badan basofilik. Sedangkan RE halus bertanggung jawab atas proses oksidasi, metilasi dan konjugasi yang diperlukan untuk menonaktifkan atau mendetoksifikasi berbagai zat sebelum diekskresi dari tubuh. Gambar 2. Skema Lobulus Hepar, Asini Hepar, dan Lobulus Porta. Lobulus hepar terdiri dari vena sentralis (CV) dan dibatasi oleh garis yang menghubungkan celah porta (PS). Romawi I,II dan III adalah pembagian zona asinus hepar. (Jimena, 2001). 2.3.2. Fungsi Hati Hati merupakan organ yang sangat penting karena berfungsi dalam berbagai proses biotransformasi dan detoksifikasi substansi endogen dan eksogen yang masuk ke tubuh. Organ tersebut berfungsi sebagai gerbang pertama yang menyaring darah dari berbagai organ seperti lambung, usus halus, usus besar, pankreas, limpa, dan paru-paru. Darah dari berbagai organ tersebut dapat mengandung substansi berupa sari-sari makanan, obat-obatan, toksikan, serta bakteri (Kariawati, 2012). Menurut Junqueira dkk (1997), Hati memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa. Hilangnya jaringan hati akibat tindakan bedah atau oleh kerja substansi toksik memicu mekanisme yang merangsang sel-sel hati membelah, sampai massa jaringan aslinya pulih kembali. Tetapi bila kerusakan itu terjadi berulang-ulang 8 Universitas Sumatera Utara 9 atau secara terus menerus pada organ ini, maka terbentuk banyak jaringan ikat bersama regenerasi sel hati. Kelebihan jaringan ikat ini berakibat kacaunya struktur hati sehingga fungsi hati terganggu. Secara fisiologis, salah satu fungsi hati adalah membentuk dan mensekresikan empedu. Dalam keadaan normal jumlah sekresi empedu adalah kira-kira 600-1200 ml per hari. Ada dua fungsi empedu yang sangat penting yaitu ; (1) membantu proses digesti dan absorbsi lemak dalam usus kecil dan (2) membantu proses ekskresi beberapa bahan buangan dari dalam darah, terutama sekali bilirubin serta kelebihan kolesterol yang disintesis oleh sel-sel hati. Bilirubin, pada prinsipnya merupakan pigmen dasar dari empedu. Bilirubin sendiri berasal dari heme yang terbentuk dari hasil pemecahan hemoglobin, sementara hemoglobin merupakan hasil dari pemecahan eritrosit. Bilirubin yang masuk ke dalam usus kecil bersama dengan cairan empedu dipecah dan salah satu hasilnya adalah urobilinogen yang memberi warna coklat pada feses normal (Herman, 2004). Menurut Setiadi (2007), hati memiliki beberapa fungsi di dalam tubuh yaitu: a. Sekresi. Hati memproduksi empedu dibentuk dalam sistem retikulo endothelium yang dialirkan ke empeduyang berperan dalam mengemulsi dan absorbs lemak serta menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen. b. Metabolisme Hati berperan serta dalam mempertahankan homeostatik gula darah. hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan oleh tubuh dan hati juga mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak dan hasil penguraian protein menghasilkan urea dari asam amino berlebih dan sisa nitrogen, dimana hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. c. Penyimpanan Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K dan zat besi yang disimpan sebagai feritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi dan dapat dilepaskan bila zat besi diperlukan. 9 Universitas Sumatera Utara 10 d. Detoksifikasi Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat serta memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah dan hati juga mengubah zat buangan dan bahan racun untuk disekresi dalam empedu dan urin (mendetoksifikasi). e. Membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama 6 bulan masa kehidupan fetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang belakang. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa. Daya regenerasi hati setelah mengalami luka sangat tinggi. Proses regenerasi tergantung pada sifat luka, tetapi sel-sel hati yang masih ada mempunyai daya hipertofi dan hyperplasia. Duktus biliaris juga aktif berpoliferasi dan mungkin sel-sel hati juga dapat timbul dari sumber ini (Leeson dkk., 1996). 2.4. Toksikologi dan Keruskan Hati (Hepar) Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hepar. Beberapa kerusakan hepar yang terjadi yaitu: a. Degenerasi ialah perubahan-perubahan morfologik akibat dari jejas nonfatal. Perubahan tersebut masih bisa pulih (reversible). Meskipun sebab yang menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan lama dan drajatnya berlebih, akhirnya mengakibatkan kematian sel. Degenerasi Parenkimatosa (degenerasi bengkak keruh atau degenerasi albumin) merupakan kemunduran akibat jejas yang tidak keras. Perubahan ini ditandai dengan adanya sel-sel yang membengkak disertai sitoplasma yang bergranul sehingga jaringan nampak keruh. Organ yang terkena akan menjadi besar, padat dan pucat. Perubahan ini hampir selalu reversible. Pada degenerasi sel berupa hidrofik, edema intraseluler lebih mencolok daripada sel berupa degenerasi parenkimatosa. Meskipun bersifat reversible, tetapi menunjukkan kerusakan yang lebih keras. Penyebabnya hampir sama dengan degenerasi parenkimatosa, hanya intensitasnya lebih dan jangka waktunya lebih lama. (Himawan, 1973). 10 Universitas Sumatera Utara 11 Degenerasi hidrofik merupakan satu atau kelompok hepatosit yang membengkak, sitoplasma jernih berbentuk baon dan kadang-kadang disebut degenerasi balon (Tambunan, 1994). Menurut Sutisna (1973), degenerasi hidrofik (vakuoler) mendahului nekrosis dan masih bersifat reversibel. b. Sirosis Hati Sirosis hati ditandai dengan adanya kolagen yang tersebar di sebagian besar organ hati. Kumpulan sel hati atau hepatosit muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan berserat (Sullivan & Krieger. 1989). Menurut Sodeman (1995) dalam Amalia (2008), Deskripsi patologis dari sirosis adalah: 1) nekrosis hati utama yang benar-benar ada atau disimpulkan yang cukup untuk merusak seluruh lobulus pada sekurang-kurangnya dua pertiga hati. 2) pembentukan jaringan parut besar permanen dengan pembentukan tali-tali fibrosa yang melingkari jaingan hati. 3) pembentukan hati baru melalui proses regenerasi. Menurut Lu (1995), beberapa karsinogen kimia dan pemberian CCl4 jangka panjang dapat menyebabkan sirosis pada hewan. Penyebab sirosis pada manusia yang paling penting adalah adanya konsumsi minuman alkohol secara kronis. c. Nekrosis Hati Nekrosis hati merupakan kematian sel hati atau hepatosis. Kematian ini dapat bersifat sentral atau perifer serta massif. Nekrosis terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma. Tanda jelas kematian sel terdapat di dalam inti. Kematian sel ini akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut: (a) kariolisis, bahan inti atau kromatin mecair, (b) pignosis, penyusutan inti, dan (c) karioreksis dimana inti pignosis atau sebagian sel yang pignosis mengalami fragmentasi (Robbins & Kumar, 1992). Menurut Hirmawan (1973), Nekrosis ialah kerusakan sel hati yang ditandai dengan tampaknya fragmen sel, atau sel hepar nekrotik tanpa pulasan inti atau tidak tampaknya sel disertai reaksi radang, kolaps, atau bendungan rangka 11 Universitas Sumatera Utara 12 hepar dengan eritrosit. Kelainan ini adalah lanjutan dari degenerasi dan kerusakan irreversible. 12 Universitas Sumatera Utara