Bab III Metodologi Manajemen Risiko

advertisement
BAB IV
ANALISA PROSES KERJA DAN KINERJA
DENGAN PENERAPAN PENELITIAN
4.1. Metodologi analisa penerapan penelitian
Studi dari penelitian ini ialah mendapatkan kerangka kerja manajemen risiko
yang dapat dipergunakan oleh semua skala perusahaan untuk mendorong
pertumbuhan usaha atau organisasi melalui inovasi dengan tetap berjalan pada
koridor akuntabilitas dan kepatuhan.
Analisa penerapan penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisa pada
proses kerja dan kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan penerapan
Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi.
Perusahaan yang akan dianalisa mencakup skala usaha besar, yaitu perusahaan
rokok di Jawa Timur, skala usaha kecil menengah, yaitu pada perdagangan atau
retail modern, dan sektor keuangan yaitu Bank Umum dengan pelaksanaan
peraturan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko, khususnya untuk Teknologi
Informasi.
4.2. Skala usaha besar, perusahaan rokok di Jawa Timur
Perusahaan rokok Bentoel (selanjutnya ditulis perusahaan) dimulai pada tahun
1930 di Malang, Jawa Timur. Bapak Ong Hok Liong mendirikan pabrik rokok
dirumahnya yang diberi nama Strootjes-Fabriek Ong Hok Liong, yang kemudian
menjadi Hien An Kongsie, sebagai cikal bakal PT Perusahaan Tjap Bentoel (PTRB).
Inovasi dalam perusahaan sudah dimulai dari mesin pengering cengkeh, mesin
pelintingan sampai pada produksi rokok kretek filter yang pertama pada akhir tahun
1970-an yang kenal dengan rokok Bentoel International. Pada tahun 1984
perusahaan melakukan kerja sama dengan perusahaan rokok terbesar di dunia,
Philip Morris untuk memproduksi dan mendistribusikan rokok Marlboro di
Indonesia.
Produk perusahaan yang menjadi unggulan adalah Star Mild yang diluncurkan
pada tahun 1996 untuk segment mild, kemudian X Mild pada tahun 2004 dan
58
59
Country yang merupakan rokok putih diluncurkan pada tahun yang sama. Ditambah
dengan produk lainnya seperti rokok Bentoel Biru, Bentoel Sejati, Rawit, Prinsip,
Joget, Tali Jagat, Bintang Buana, Club Mild dan One Mild, membawa perusahaan
menjadi perusahaan rokok terbesar ke-empat di Indonesia pada tahun 2007.
Pada tahun 2000, perusahaan mencatatkan diri pada bursa efek Jakarta dan
Surabaya, yang menempatkan perusahaan secara resmi sebagai perusahaan publik.
Setahun kemudian manajemen meletakan dasar-dasar manajemen modern melalui
Bentoel Strategic Scenario atau BSS yang menandai dimulainya perkembangan
perusahaan di masa mendatang. Dengan BSS, perusahaan menetapkan visi, misi
dan nilai-nilai perusahaan yang menjadi dasar dan prinsip kerja bagi manajemen
dan karyawannya.
Visi perusahaan adalah ”Menjadi perusahaan besar yang terpandang,
menguntungkan dan memiliki peran dominan dalam industri rokok domestik”.
Sedangkan misi perusahaan adalah ”Menyediakan produk-produk inovatif
bermutu tinggi yang memenuhi, bahkan melebihi harapan konsumen sekaligus
memberikan manfaat bagi semua stake holders”.
Dan nilai-nilai perusahaan adalah :
•
People, Karyawan adalah aset utama perusahaan
•
Professionalism, Profesionalisme harus dimiliki oleh setiap karyawan
•
Innovation, Inovasi merupakan kunci untuk meraih sukses masa depan
•
Team Work, Kerjasama tim adalah kekuatan kita
•
Excellence, Keunggulan harus menjadi budaya kerja kita
4.2.1. Proses kerja
Proses kerja yang akan dilakukan analisa adalah proses kerja di Direktorat
Sales dan Distribusi yang mempunyai fungsi untuk menjual dan mendistribusikan
produk perusahaan pada seluruh wilayah Indonesia, baik yang dilakukan oleh
tenaga penjual dari perusahaan ataupun pihak ketiga yang ditunjuk oleh perusahaan
untuk beberapa wilayah di Indonesia.
60
Struktur organisasi untuk Direktorat Sales dan Distribusi dipimpin oleh
seorang Chief Sales and Distribution Officer atau CSDO yang membawahi tiga
divisi, yaitu
•
Divisi Operasional Penjualan atau Sales Field Operational, yang bertanggung
jawab atas operasional penjualan di seluruh wilayah Indonesia, yang
dikelompokan menjadi wilayah regional yang dipimpin oleh Regional Sales
Manager, wilayah area yang dipimpin oleh Area Sales Manager dan wilayah
seksi yang dipimpin oleh Sales Supervisor.
•
Divisi Pengembangan Organisasi atau Organization Development, yang
bertanggung jawab atas perkembangan organisasi Direktorat Sales dan
Distribusi, mencakup pengembangan sistim, pengembangan sumber daya
manusia dan pengembangan operasional.
•
Divisi Pendukung Penjualan atau Sales Support, yang bertanggung jawab atas
pengiriman produk perusahaan dari Malang ke seluruh kantor perwakilan dan
pihak ketiga di seluruh Indonesia dan juga proses administrasi penjualan.
Strategi Direktorat Sales dan Distribusi
Wilayah Indonesia dengan luas sekitar 1.9 juta km2 dengan 17,508 pulau
yang terbagi dalam 33 propinsi 440 kabupaten dan kotamadya dengan 6,131.
kecamatan merupakan wilayah kerja yang harus dijangkau oleh tenaga penjualan
perusahaan merupakan faktor yang perlu diantisipasi dengan baik oleh Direktorat
Sales dan Distribusi. Termasuk juga tingginya tingkat persaingan dari rokok-rokok
yang beredar di Indonesia yang dapat mencapai sekitar 2,500 merek rokok yang
diproduksi oleh sekitar 1,500 pabrikan dan juga perubahan peraturan-peraturan
mengenai rokok yang akan semakin membatasi kebebasan operasional dan promosi
perusahaan.
Proses kerja Direktorat Sales dan Distribusi yang dijabarkan dalam beberapa
tugas sales dan distribusi yang dikelompokkan menjadi lima aspek utama yaitu 1.
menjangkau wilayah seluas-luasnya; 2. dengan program promosi penjualan yang
inovatif; 3. dengan tenaga penjualan yang mempunyai kinerja tinggi dan; 4. juga
mempunyai sistim penjualan yang kuat dan; 5. pendukung penjualan yang kuat.
61
Dari lima aspek utama Direktorat Sales dan Distribusi ini dibuat strategistrategi kunci, yaitu :
1. Widest Reach - Expand & Deepen Coverage Area, yaitu tenaga penjualan harus
dapat menjangkau wilayah penjualan secara luas dan menjangkau semua tempat
penjualan, mulai dari pedagang besar sampai pada pedagang kecil atau eceran.
2. Innovative Trade Relation & Trade Promotion, yaitu program promosi
penjualan dan membina hubungan yang baik dengan pedagang sebagai
perpanjangan tangan perusahaan dan melakukan distribusi produk perusahaan
sampai kepada konsumen.
3. Build High Performing Sales Team, yaitu melakukan pengembangan sumber
daya manusia, yaitu tenaga penjualan yang mempunyai kinerja yang tinggi
4. Strong Sales System – Continuous Improvement & Development, yaitu
kebutuhan sistim penjualan diperlukan oleh Direktorat Sales dan Distribusi
untuk membantu meningkatkan kinerja penjualan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan pengembangan ataupun terus meningkatkan sistim penjualan
di Direktorat Sales dan Distribusi.
5. Strong Sales Support, yaitu dukungan yang baik untuk ketersediaan produk
perusahaan dan proses adminsitrasi akan membantu meningkatkan kinerja
penjualan.
Pelaksanaan dari setiap strategi kunci tersebut diatas diberikan kepada divisi
yang terkait, seperti divisi operasional penjualan untuk strategi pertama dan kedua,
divisi pengembangan organisasi untuk strategi ketiga dan keempat, dan divisi
pendukung penjualan untuk strategi kelima.
Widest Reach - Expand & Deepen Coverage Area
Strategi pertama ini dalam pelaksanaan yang dilakukan oleh divisi operasional
penjualan diterjemahkan dalam dua program kerja. Program pertama yaitu program
coverage optimization, yaitu program untuk dapat menjangkau wilayah penjualan
seluas mungkin untuk mendapatkan hasil penjualan yang optimal dari kunjungan
yang dilakukan oleh tenaga penjualan. Program ini akan memberikan pola
62
kunjungan penjualan oleh tenaga penjualan yang terbaik, yang mencakup pemilihan
pelanggan yang ditentukan berdasarkan prioritas dengan mempertimbangkan
potensi dari pelanggan dan lokasi yang strategis, dengan hasil akhir berupa jadwal
kunjungan yang ditentukan untuk masing-masing tipe pelanggan, pembuatan jadwal
kunjungan harian oleh tenaga penjualan yang terdiri dari daftar kunjungan dan peta
kunjungan untuk memudahkan tenaga penjualan dalam melakukan kunjungan
penjualan. Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsi-fungsi yang akan
melakukan kunjungan penjualan, seperti Sales Supervisor, Sales Force dan
dukungan aplikasi dari sistim yang sudah ada.
Program kedua yaitu program war map analysis, yaitu program yang akan
membantu Area Sales Manager dalam menentukan wilayah mana yang akan
dikembangkan berdasarkan semua faktor yang ada, baik faktor internal maupun
faktor eksternal, seperti tingkat persaingan rokok, tingkat per-ekonomian penduduk
setempat data faktor-faktor lainnya. Penentuan wilayah yang akan dikembangkan
ini juga memperhitungkan biaya yang akan timbul, potensi yang ada dan alokasi
dari sumber daya yang tersedia. Dalam program ini diperlukan data atau informasi
yang cepat dan akurat. Data atau informasi ini dapat diberikan oleh sistim yang
sudah dimiliki oleh perusahaan. Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsifungsi yang akan melakukan pengembangan aplikasi, kebutuhan bisnis dalam
menentukan wilayah yang akan dikembangkan, seperti tim dari information system,
dan pengguna aplikasi yaitu Area Sales Manager.
Innovative Trade Relation & Trade Promotion
Strategi kedua ini diperlukan sebagai antisipasi akan adanya ketentuan atau
peraturan yang akan membatasi kegiatan promosi dari produk rokok, baik berupa
media luar ruang atau kegiatan promosi lainnya. Sehingga peluang untuk melakukan kegiatan promosi hanya dapat dilakukan pada lokasi perdagangan. Program
ini mencakup kegiatan promosi pada pelanggan berupa pemasangan media promosi
pada lokasi penjualan, penataan pemasangan produk perusahaan secara maksimal
dan program-program untuk meningkatkan penjualan pada pelanggan tersebut. Dan
juga program untuk membina hubungan lebih dekat dengan para pelanggan tersebut.
63
Build High Performing Sales Team
Strategi ketiga ini lebih merupakan program pengembangan sumber daya
manusia, untuk mendapatkan tenaga penjualan yang mempunyai kinerja yang tinggi.
Program ini merupakan program yang tidak memberikan hasil secara langsung,
tetapi merupakan program untuk memperkuat kompetensi dan juga pengetahuan
dari Sales Force. Program ini dimulai dari pembuatan standar operasional kerja
yang harus dapat terukur dengan baik, dan disosialisasikan kepada semua karyawan
untuk mendapat kepastian mengenai pemahaman dan juga kemampuan untuk dapat
melaksanakan standar tersebut. Secara berkala kinerja dari Sales Force harus di
ukur untuk mengetahui perkembangan kinerja mereka dan juga potensi dari masingmasing Sales Force. Dan kesempatan untuk mendapatkan promosi ataupun
kenaikan jabatan, khususnya untuk Sales Force yang mempunyai kinerja baik dan
potensi yang juga baik.
Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsi-fungsi yang akan melakukan
pengembangan sumber daya manusia dan juga pengembangan operasional kerja
seperti tim dari human capital, tim information system dan juga divisi operasional
penjualan.
Strong sales system - Continuous improvement & development
Strategi keempat ini menyatakan perkembangan information technology dapat
membantu operasional penjualan untuk meningkatkan kinerja penjualan secara
signifikan. Sistim penjualanyang dimaksud dalam strategi ini adalah sistim
penjualan yang sesuai dengan kebutuhan operasional penjualan. Pengembangan
sistim penjualan ini tidak dapat lepas dari pengembangan aplikasi enterprise oleh
perusahaan pada tahun 2003, yaitu aplikasi SAP R3. Pengembangan sistim
penjualan dimulai pada tahun 2005 dengan penggunaan Personal Data Assistant
atau PDA oleh setiap Sales Force saat melakukan kunjungan penjualan. Dilanjutkan
dengan pembuatan laporan-laporan yang standar secara sistim untuk mempercepat
dan memudahkan koordinasi antar fungsi dan juga sebagai parameter kinerja dari
setiap Sales Force.
64
Pada tahun 2007 penggunaan Personal Data Assistant atau PDA
dikembangkan untuk fungsi Sales Supervisor dan Area Sales Manager, sehingga
masing-masing fungsi dapat segera mengetahui data atau informasi kinerja-nya dan
dapat membuat keputusan dengan cepat dan benar.
Penggunaan sistim penjualan yang dapat membantu operasional penjualan
bekerja lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan kinerja penjualan adalah
sasaran utama dari pengembangan sistim penjualan di perusahaan. Pengembangan
sistim penjualan ini juga harus di-ikuti dengan proses training, sosialisasi,
pengembangan laporan dan proses optimalisasi penggunaan sistim penjualan ini.
Dalam rencana kerja yang sudah dibuat, pada tahun 2009 ini direncanakan
untuk melakukan pengembangan aplikasi untuk penggunaan fungsi GPRS sebagai
sarana pengiriman data penjualan, khususnya yang berada diluar kota atau jauh dari
lokasi kantor perusahaan, penggunaan fungsi mobile printer untuk memcetak
laporan-laporan penjualan yang diperlukan oleh Sales Force dan penggunaan fungsi
GPS untuk mengetahui posisi pelanggan, yang dapat dipergunakan untuk
pembuatan jadwal kunjungan yang lebih efisien.
Strong Sales Support
Strategi terakhir ini merupakan program pengembangan operasional yang
akan memberikan dukungan pada ketersediaan produk perusahaan dan proses
administrasi yang akan membantu operasional penjualan meningkatkan kinerja
penjualannya.
Strategi ini dapat dikembangkan dalam beberapa program terpisah seperti
program stock management yang akan mengatur stock level yang optimal untuk
penjualan, program warehouse management yang akan memurunkan kesalahan
penanganan produk di gudang, program transportation management yang akan
mengatur pola pengiriman produk perusahaan ke setiap lokasi penjualan, program
sales administration yang akan membantu mengatur proses pelaporan dan juga
penyimpanan laporan dan juga program kontrol budget yang akan memastikan
operasional penjualan sesuai dengan rencana kerja yang sudah dibuat, termasuk
alokasi budget.
65
Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsi-fungsi yang terkair, baik dari
divisi operasional penjualan dan divisi pengembangan organisasi Direktorat Sales
dan Distribusi, juga fungsi-fungsi lainnya diluar Directorat Sales dan Distribusi.
4.2.2. Kinerja perusahaan
Strategi Direktorat Sales dan Distribusi yang ditindak lanjut dengan program
kerja dari fungsi dibawahnya memberikan dampak yang positif untuk kinerja
perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka penjualan dan pendapatan
dari tahun 2005 sampai tahun 2007. Parameter kinerja lainnya yang mencakup
pangsa pasar rokok juga meningkat cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan
industri sejenis.
Dalam pengukuran kinerja operasional penjualan, peningkatan kinerja juga
terlihat pada peningkatan jumlah pelanggan yang dikunjungi oleh Sales Force, dan
juga tingkat keberhasilan kunjungan penjualan dari tahun ke tahun.
Kinerja perusahaan (Tabel 4.1) terlihat dari pertumbuhan penjualan dibanding
tahun sebelumnnya yang mencapai 58.2 % untuk penjualan tahun 2006 dan tetap
tumbuh 42.2 % untuk penjualan tahun 2007.
Tahun
+/-
Volume
(milyard batang)
Absolut
Var
2005
6.70
2006
10.60
3.90
58.2 %
2007
15.07
4.47
42.2 %
Tabel 4.1. Kinerja perusahaan Bentoel (2005 – 2007)
Sedangkan untuk pangsa pasar dari rokok perusahaan dapat dilihat dari data
AC Nielsen (lembaga survey) untuk tahun 2005 – 2007 (Tabel 4.2) menunjukan
pertumbuhan yaitu dari pengguasaan pangsa pasar atau Share of Market (SOM)
sebesar 3.32 % dari total industri sejenis pada tahun 2005, tumbuh menjadi 4.42 %
pada tahun 2006 dan terus tumbuh menjadi 5.57 % pada tahun 2007. Bahkan pada
66
tahun 2006 pangsa pasar perusahaan tumbuh 28.85 % dari tahun 2005 saat industri
sejenis mengalami penurunan terjadinya penurunan sebesar 3.20 %.
Tahun
Absolute Growth
SOM
Perusahaan Perusahaan
Industri
2005
3.32 %
2006
4.42 %
28.85 %
- 3.20 %
2007
5.57 %
50.05 %
19.13 %
Tabel 4.2. Pangsa Pasar perusahaan Bentoel (2005 – 2007) sumber data AC Nielsen
Pertumbuhan pangsa pasar perusahaan tetap berlanjut pada tahun 2007,
dimana industri sejenis tumbuh 19.13 % dari tahun sebelumnya, tetapi pertumbuhan
perusahaan tetap diatas pertumbuhan industri, yaitu 50.05 % dibanding tahun
sebelumnya.
Tahun
Jumlah Pelangan
+/-
outlet
rasio
Var
2005
277.355
12.26 %
2006
441.448
19.51 %
59.2 %
2007
512.339
22.64 %
16.1 %
Tabel 4.3. Jumlah pelanggan perusahaan Bentoel (2005 – 2007)
Selain pertumbuhan kinerja perusahaan dari penjualan dan pengguasaan
pangsa pasar, secara operasional terjadi juga peningkatan dari jumlah pelanggan
yang dikunjungi secara rutin oleh perusahaan dari tahun 2005 – 2007 (Tabel 4.3),
yaitu meningkat 59.2 % pada tahun 2006 dibanding tahun 2005 dan tetap meningkat
pada tahun 2007 sejumlah 16.1 %. Peningkatan jumlah pelanggan ini akan
membuat penyaluran produk perusahaan ke pelanggan atau ke konsumen akan
semakin baik dan cepat. Secara rasio, yang dihitung dari jumlah pelanggan yang
67
dikunjungi dengan total pedagang di Indonesia (data AC Nielsen sekitar 2.26 juta
pelanggan), jumlah pelanggan yang dikunjungi oleh perusahaan juga mengalami
peningkatan dari 12.26 % pada tahun 2005 menjadi 22.64 % pada tahun 2007.
4.2.3. Kerangka kerja manajemen risiko berbasis risiko
Dari penjelasan sebelumnya yang mengambarkan proses kerja dan kinerja di
perusahaan rokok tersebut, dapat dilakukan pemetaan kembali ke dalam Kerangka
Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi untuk mendapatkan analisa
akhir mengenai penerapan Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi di
perusahaan tersebut.
Sruktur organisasi
Struktur organisasi pada perusahaan dengan skala besar ini sudah mencakup
fungsi-fungsi yang ada pada kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang
dan Inovasi, yaitu fungsi Dewan Direksi, fungsi Senior Manajemen dan fungsi
Satuan Unit Kerja. Yang dapat digambarkan sebagai berikut :
•
Dewan Direksi, dimiliki secara lengkap oleh perusahaan, seperti Chief
Executive Officer atau CEO, dengan sembilan Director, termasuk Chief Sales
and Distribution Officer atau CSDO.
•
Senior Manajemen, juga dimiliki secara lengkap oleh perusahaan seperti Kepala
Divisi Operasional Penjualan sampai pada Regional Sales Manager, Kepala
Divisi Pengembangan Organisasi dan Kepala Divisi Penunjang Penjualan.
•
Satuan Unit Kerja, yang dalam pembahasan ini juga dimiliki secara lengkap
oleh perusahaan, dari Area Sales Manager, Sales Supervisor dan Sales Force.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan
Dari penjelasan dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pencapaian sasaran perusahaan, khususnya untuk Direktorat Sales dan Distribusi,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
•
Faktor internal
-
Organisasi perusahaan, mulai dari tingkat nasional, regional dan area yang
68
masing-masing dipimpin oleh seorang Manager.
-
Sumber daya manusia, yang disebut dengan Sales Force yang melakukan
kunjungan langsung ke pelanggan secara rutin.
-
Bisnis proses, yang sudah menggunakan aplikasi enterprise SAP R3 dengan
bisnis proses manual yang mengatur oprasional kerja Sales Force dalam
melakukan kunjungan penjualan.
-
Teknologi, yang diimplementasikan pada perusahaan merupakan teknologi
terkini dengan tetap mempertimbangkan peningkatan kinerja dari Sales
Force dalam melakukan kunjungan penjualan.
•
Faktor eksternal
-
Peraturan pemerintah, yang mencakup harga jual eceran rokok, pembayaran
cukai kepada pemerintah, ketentuan perihal media ruang ruang, ketentuan
mengenai kegiatan promosi dan peraturan lainnya sangat membatasi
perkembangan industri rokok di Indonesia.
-
Demografi wilayah Indonesia, yang tersebar 1.9 juta km2 yang tersebar
pada 17,508 pulau merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh
perusahaan dalam melakukan kegiatan penjualan dan distribusi rokok.
-
Tingkat per-ekonomian daerah, dimana terdapat perbedaan yang cukup
menyolok antar satu wilayah dengan wilayah lain memerlukan penanganan
yang berbeda antar satu wilayah dengan wilayah lain, khususnya dalam
perhitungan biaya transportasi dengan potensi penjualan yang akan didapat.
-
Pelanggan, yang dihitung secara total nasional terdapat 2.26 juta pedagang
akan menjadi perpanjangan tangan perusahaan dalam menyalurkan produk
perusahaan sampai kepada konsumen
-
Perusahaan pesaing, dengan total jumlah sekitar 2,500 merek rokok yang
diproduksi oleh sekitar 1,500 perusahaan rokok, akan membuat suatu
wilayah pemasaran menjadi area medan perang dengan tingkat persaingan
yang cukup tinggi, dimana harapan setiap perusahaan harus memenangkan
persaingan perebutan pangsa pasar rokok disana.
69
Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
Perusahaan sudah memiliki visi dan misi yang harus dicapai oleh perusahaan.
Dari visi, dan misi tersebut dengan mempetimbangkan faktor internal dan faktor
internal, Dewan Direksi dapat melakukan identifikasi risiko yang dapat
mempengaruhi pencapaian sasaran, yaitu demograsi wilayah Indonesia yang luas,
jumlah pedagang yang cukup banyak, dengan tingkat persaingan yang cukup ketat,
perubahan peraturan pemerintah mengenai rokok dan risiko lainnya. Risiko ini
dapat dikelompokan pada risiko strategic, dikarenakan risiko yang dapat timbul bila
perusahaan tidak dapat menentukan sasaran strategik, membuat rencana kerja
strategi
dalam operasional terkait yang disesuaikan atau mendukung sasaran
perusahaan. Respon risiko yang dilakukan untuk risiko tersebut adalah pengurangan
risiko, yaitu tindakan yang diambil untuk mengurangi kemungkinan risiko atau
dampak atau keduanya. Dan ini biasanya melibatkan banyak keputusan bisnis
harian.
Setelah melakukan identifikasi risiko, perusahaan juga melakukkan identifkasi
peluang dengan memperhatikan potensi dan kekuatan yang ada diperusahaan,
seperti penggunaan teknologi canggih untuk mendukung operasional penjualan,
pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara rutin dan kerja sama
yang baik dari masing-masing bagian untuk mencapai sasaran perusahaan.
Solusi inovatif dapat dilihat dari strategi untuk Direktorat Sales dan Distribusi
yang dikemas dalam lima strategi Direktorat Sales dan Distribusi yang mudah untuk
dipahami oleh semua karyawan.
Pelaksanaan dari lima strategi Direktorat Sales dan Distribusi tersebut
dilakukan oleh fungsi Senior Manajemen, dan menghasilkan program-program
kerja lainnya. Program kerja ini disampaikan kepada fungsi lainnya untuk dapat
dilaksanakan dengan baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
4.2.4. Analisa akhir
Perusahaan sudah menerapkan Manajemen Risiko berbasis Peluang dan
Inovasi secara tepat, dimulai dari Dewan Direksi yang membuat strategi sampai
pada fungsi Satuan Unit Kerja yang melakukan kunjungan penjualan.
perusahaan Bentoel
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
Peluang :
- Teknologi
- Sumber daya
Peluang :
- Teknologi
- Sumber daya
Pelaksanaan :
- Strategi sales & distribution
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
S
A
S
A
R
A
N
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
FAKTOR INTERNAL
SATUAN UNIT KERJA
ASM, Supervisor, Sman
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
Pelaksanaan :
- Jadwal Kunjungan
Solusi Inovatif :
- Seleksi pelanggan
Peluang :
- Teknologi
- Database pelanggan
Risiko :
- Demography Indonesai
- Persaingan
- Kemampuan dan pengetahuan
Sasaran :
- Visi, Misi perusahaan, Strategi S&D dan program kerja
Pelaksanaan :
- pengembangan aplikasi
Solusi Inovatif :
- Aplikasi bergerak / PDA
Risiko :
- Peraturan
- Demography Indonesai
- Persaingan
Risiko :
- Peraturan
- Demography Indonesai
- Persaingan
Solusi Inovatif :
- Bisnis model
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
Sasaran :
- Visi, Misi perusahaan dan Strategi S&D
S
A
S
A
R
A
N
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR INTERNAL
Sasaran :
- Visi dan Misi perusahaan
S
A
S
A
R
A
N
SENIOR MANAJEMEN
NSM, RSM, SS, SOD
DEWAN DIREKSI
CSDO
70
Gambar 4.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
71
Bila dilihat dari proses kerja dan kinerja perusahaan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
(gambar 4.1), dapat dilaksanakan dengan baik dan akan memberikan hasil yang
cukup signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan.
4.3. Skala Usaha kecil menengah, Minimarket di Jakarta Utara
Usaha perdagangan ke konsumen atau retail dikota-kota besar saat ini
mengalami perubahan dalam proses operasionalnya, yaitu menempati lokasi usaha
yang cukup yang representatif, dilengkapi dengan pendingin udara dan penerangan
yang cukup, serta penataan barang pada rak-rak yang dikelompok-kan menurut
kategori produk (product grouping) dan juga kebebasan pelanggan untuk melihat,
memegang dan memilih barang-barang yang akan dibeli atau yang disebut dengan
swalayan. Perubahan ini menimbulkan kategori perdagangan baru yang dikenal
dengan kategori modern outlet, yang mencakup hypermarket (untuk skala besar),
supermarket (untuk skala menenggah), minimarket (untuk skala kecil) ataupun
convenience store (untuk skala sangat kecil)
Salah satu perusahaan yang mempunyai jenis usaha modern outlet, yaitu
perusahaan XYZ memiliki modern outlet, khususnya untuk type minimarket di
wilayah Jakarta Utara (selanjutnya ditulis perusahaan) dengan pembukaan
minimarket pertama di tahun 2005.
Awal pendirian minimarket yang pertama ini dimulai dari adanya permintaan
dari manajemen apartemen untuk mengisi ruang usaha yang kosong di area umum
untuk jenis usaha minimarket, yang akan melayani kebutuhan harian dari penghuni
apartemen. ”Melayani kebutuhan harian dari penghuni apartemen” akhirnya
menjadi visi dan misi perusahaan baru tersebut.
Melihat potensi dan kelancaran operasional minimarket pertama, maka pada
tahun selanjutnya perusahaan melakukan pengembangan usaha dengan melakukan
pembukaan minimarket kedua pada lokasi apartemen lainnya yang masih berada
pada wilayah Jakarta Utara.
72
4.3.1. Proses kerja
Minimarket pertama yang dioperasikan oleh perusahaan menggunakan pola
usaha mandiri atau tidak menggunakan pola kerja sama dengan operator minimarket
yang sudah ada. Pemilihan ini didasarkan pada kemampuan dari perusahaan untuk
mengelola operasional minimarket, serta keterbatasan modal usaha yang dimiliki.
Untuk kerja sama dengan operator minimarket, diperlukan modal usaha yang cukup
besar untuk mengikuti standar operasional mereka, seperti setoran awal, perangkat
komputer dan aplikasinya, standar ruangan dan perangkat lainnya. Keuntungan
yang akan didapat dengan adanya kerjasama tersebut adalah manajemen
operasional minimarket, aplikasi penjualan minimarket, kekuatan brand yang sudah
ada, sumber daya manusia yang terlatih dan juga kelancaran penyediaan barangbarang untuk penjualan.
Dengan pola usaha minimarket mandiri yang dipilih oleh perusahaan, selain
kesiapan aplikasi penjualan yang baik, juga diperlukan team kerja dengan struktur
yang lengkap dan mampu untuk melakukan operasional minimarket, seperti fungsi
pengadaan barang, fungsi keuangan, fungsi operasional, fungsi pencatatan, dan
fungsi pendukung lainnya.
Perusahaan bekerja sama dengan programer, dilakukan pengembangan
aplikasi penjualan untuk operasional minimarket, yang harus mencakup master
database barang, pencatatan transaksi barang masuk dan keluar, pencatatan
transaksi penjualan dan laporan-laporan operasional minimarket.
Pada
saat
pembukaan
minimarket
pertama,
perusahaan
melakukan
pengabungan beberapa fungsi untuk melengkapi fungsi-fungsi yang diperlukan,
tetapi dengan peningkatan pengawasan oleh pemilik perusahaan. Pengabungan
fungsi dilakukan pada fungsi pengadaan barang dengan fungsi pencatatan, fungsi
keuangan dengan fungsi operasional, dan fungsi lainnya masih dilakukan oleh
pemilik perusahaan. Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing fungsi sebagai
berikut :
•
Fungsi pengadaan barang, bertugas untuk melakukan pembelian barang-barang
untuk penjualan sesuai dengan kebutuhan penjualan minimarket, penerimaan
barang dan pengembalian barang atau retur. Fungsi ini juga bertugas untuk
73
melakukan pencarian barang-barang yang baru ataupun yang masih belum
dijual oleh minimarket.
•
Fungsi keuangan, bertugas untuk mengelola keuangan perusahaan, mencakup
kebutuhan untuk pembelian barang, hasil penjualan harian dan juga biaya-biaya
operasional lainnya.
•
Fungsi operasional, bertugas untuk memastikan operasional penjualan berjalan
dengan baik dan lancar. Fungsi ini memiliki sejumlah kasir yang akan
melakukan pencatatan transaksi penjualan pada aplikasi penjualan, pengaturan
dan pengisian kembali barang-barang di minimarket dan juga bertugas untuk
menjaga kebersihan dari minimarket.
•
Fungsi pencatatan, bertugas untuk mencatat penambahan barang-barang,
pembuatan master database barang dan melaporkan
transaksi penjualan
penjualan kepada fungsi keuangan. Master database barang dibuat berdasarkan
pengelompokan
jenis barang
untuk
memudahkan
pemilik
perusahaan
melakukan analisa penjualan.
•
Fungsi pendukung operasional, bertugas untuk memastikan kelancaran
operasional penjualan di minimarket, seperti koordinasi dengan pengelola
apartemen, proses kepegawaian, melakukan training kepada karyawan baru,
pembelian barang-barang operasional perusahaan, dan pekerjaan lainnya.
Operasional minimarket pertama berjalan dengan baik dan lancar. Perbaikan
dengan skala kecil dilakukan oleh masing-masing fungsi sesuai dengan
permasalahan-permasalahan yang timbul dan tetap menjadi tanggung jawab dari
fungsi yang bersangkutan.
Dengan pembukaan minimarket kedua, terjadi perubahan dari struktur
organisasi perusahaan, yaitu pemisahan fungsi-fungsi yang sebelumnya digabung.
Pemisahan fungsi ini dimulai dengan penambahan pegawai yang didapat dengan
melakukan promosi dari fungsi kasir atau pegawai baru, yang dikuti dengan training
oleh pejabat sebelumnya. Dan juga adanya perubahan tugas dan tanggung jawab
untuk dapat mengelola operasional minimarket di dua lokasi yang berbeda.
Operasional harian dua minimarket tetap dikelola di lokasi minimarket pertama,
74
dilengkapi dengan pengaturan untuk melakukan pengawasan secara rutin ke
minimarket kedua.
Memandang operasional perusahaan dengan dua minimarket sudah dapat
berjalan dengan baik dan lancar. Pada akhir tahun 2007 perusahaan melakukan
program pengurangan stock level barang-barang di setiap minimarket dengan
melakukan perbaikan pada proses pengadaan barang.
Program ini dimulai dengan menggunakan data penjualan untuk mengetahui
informasi penjualan dari masing-masing barang, dan juga pola pengiriman barang
oleh pemasok. Dari data tersebut dilakukan pengurangan jumlah pembelian barangbarang untuk kebutuhan penjualan.
Dari proses tersebut timbul beberapa permasalahan seperti trend penjualan
dapat berubah secara cepat, khususnya disaat tertentu seperti liburan, musin hujan
dan kondisi lainnya. Hal ini menimbulkan risiko terjadinya kekosongan barangbarang untuk penjualan.
Setelah dilakukan analisa lebih lanjut, seperti fleksibilitas dari pemasok untuk
melakukan pengiriman diluar jadwal, frekwensi terjadinya peningkatan penjualan
dan juga ketersediaan barang-barang di pasar bebas, perusahaan memutuskan untuk
melakukan pengadaan barang-barang dari dua sumber yang berbeda, yang pertama
tetap dari pemasok yang sudah melakukan pengiriman barang secara rutin dan yang
kedua melakukan pencarian barang-barang dipasar bebas untuk memenuhi
kebutuhan minimarket. Hal ini dapat dilakukan oleh perusahaan, dikarenakan tidak
adanya kerjasama pengelolaan minimarket dengan operator minimarket yang pasti
mewajibkan minimarket untuk melakukan pengadaan barang hanya dari satu
sumber saja.
Proses ini berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang sangat
signifikan bagi perusahaan, yaitu peningkatan penjualan pada masing-masing
minimarket. Hal ini dapat terjadi dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :
•
Terjadinya kekurangan atau kekosongan barang untuk penjualan dapat ditekan
atau tidak ada sama sekali.
75
•
Pengadaan barang dari pasar bebas dapat memberikan harga pembelian yang
lebih murah dibanding harga pembelian dari pemasok. Hal ini secara langsung
memberikan penambahan keuntungan perusahaan.
•
Pengadaan barang dari pasar bebas membuat fungsi pengadaan barang lebih
mengetahui adanya barang-barang baru yang belum disediakan oleh minimarket.
•
Pengadaan barang dari pasar bebas mengurangi ketergantungan minimarket
terhadap pemasok.
4.3.2. Kinerja perusahaan
Program pengurangan stock level barang-barang di setiap minimarket dengan
melakukan perbaikan pada proses pengadaan barang yang dilakukan oleh
perusahaan memberikan dampak positif bagi perusahaan. Selain mengurangi stock
level yang secara langsung akan mengurangi kebutuhan permodalan dari 15 hari
menjadi 12 hari (Tabel 4.4), yang juga diikuti dengan penambahan item barang
yang dijual dari 1,784 item pada akhir tahun 2007 menjadi 2,034 item pada akhir
tahun 2008. Hal lainnya adalah pengurangan stock level ini ternyata tetap dapat
menghasilkan peningkatan pendapatan usaha sebesar 23.6 % pada tahun 2008.
Data
2007
2008
Pendapatan usaha
Rp. 2.9 milyard
Rp. 3.6 milyard
23.6 %
Inventory - Desember
Rp. 121.2 juta
Rp. 124.5 juta
2.79 %
15 hari
12 hari
1.784 item
2.034 item
- rata-2 inventory
- jumlah item
var
- 16.89 %
14.01 %
Tabel 4.4. Kinerja perusahaan XYZ (tahun 2007 – 2008)
4.3.3. Kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
Dari awal pembukaan minimarket pertama, perusahaan dapat menjalankan
operasionalnya dengan baik dan lancar. Hal ini memberikan pengalaman dan
pengetahuan pada setiap fungsi, sehingga pembukaan minimarket kedua dapat
berhasil dilakukan dengan baik.
S
A
S
A
R
A
N
pada perusahaan XYZ.
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
perusahaan melakukan pengabungan
fungsi strategi dan taktikal menjadi satu
untuk mendukung operasional
FAKTOR EKSTERNAL
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
Gambar 4.2. Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
Pelaksanaan :
- Tambah barang baru
Solusi Inovatif :
- Penambahan item barang
Peluang :
- Perkembangan produk
- Perdagangan bebas
Risiko :
- pengadaan Barang
- Sumber daya manusia
- Persaingan
Sasaran :
- Visi, Misi perusahaan, dan program kerja
S
A
S
A
R
A
N
FAKTOR INTERNAL
SATUAN UNIT KERJA
Pengadaan Barang
Pelaksanaan :
- suplier dari perdagangan bebas
Solusi Inovatif :
- suplier kedua
Peluang :
- Teknologi
- Perdagangan bebas
Risiko :
- Pengadaan barang
- Sumber daya manusai
- Persaingan
Sasaran :
- Visi dan Misi perusahaan
S
A
S
A
R
A
N
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR INTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
SENIOR MANAJEMEN
Pemilik
DEWAN DIREKSI
Pemilik
76
77
Program pengurangan stock level barang-barang di setiap minimarket dengan
melakukan perbaikan pada proses pengadaan barang yang dilakukan oleh
perusahaan dengan mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal adalah
hasil dari identifikasi risiko dan peluang yang pada akhirnya memberikan solusi
inovatif tersebut (gambar 4.2). Program yang dapat diterjemahan dengan baik oleh
fungsi pengadaan barang memberikan dampak positif pada operasional perusahaan,
seperti peningkatan item barang, peningkatan kepercayaan dari pelanggan dan pada
akhirnya secara nyata memberikan peningkatan kinerja bagi perusahaan.
4.3.4. Analisa akhir
Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi ini dapat
dilaksanakan dengan baik pada perusahaan dengan skala usaha kecil dan menengah
secara sederhana dengan pola yang umum untuk setiap fungsi pada akhirnya akan
memberikan hasil yang cukup signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan.
4.4. Usaha perbankan dengan peraturan Bank Indonesia mengenai Manajemen
Risiko, khususnya Teknologi Informasi.
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Republik Indonesia mempunyai
satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah, yaitu
kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju
inflasi, serta kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang
tercermin pada perkembangan nilai tukar.
Hal ini terlihat pada visi dan misi Bak Indonesia, visi : ”Menjadi lembaga
bank sentral yang dipercaya secara nasional maupun internasional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah
dan stabil” dengan misi ”Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui
pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan
untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan”
Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen dimulai ketika sebuah
undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan
berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan UU
78
No.3/2004 tanggal 15 Januari 2004. Undang-undang ini memberikan status dan
kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas dari campur
tangan pemerintah ataupun pihak lainnya.
Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai
otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan
wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar
tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank
Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam
bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan
hukum perdata ditetapkan dengan Undang-Undang. Sebagai badan hukum publik
Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang
merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat
luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank
Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar
pengadilan.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia
dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih
efektif dan efisien.
Salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah Peraturan
Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang
Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank
Umum (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4785), yang diatur dengan surat
edaran Bank Indonesia kepada semua Bank Umum di Indonesia Nomor 9/30/DPNP
tanggal 12 Desember 2007 perihal Penerapan Manajemen Risiko dalam
Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Peraturan peraturan tersebut mengatur mengenai kewajiban bank umum untuk
menerapkan manajemen risiko, khususnya mengenai penggunaan teknologi
informasi. Bank umum wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang dipergunakan
oleh bank tersebut dalam mengelola sumber daya teknologi informasi dalam rangka
79
mendukung kelangsungan bisnis bank terutama pelayanan kepada nasabah. Sumber
daya ini mencakup perangkat keras, perangkat ringan, jaringan, sumber daya
manusia serta data atau informasi.
4.2.1. Proses kerja
Penggunaan teknologi informasi selain meningkatkan kecepatan dan
keakuratan transaksi serta pelayanan kepada nasabah, juga meningkatkan risiko
misalnya risiko operasional, risiko reputasi, risiko hukum, risiko kepatuhan dan
risiko strategis. Untuk itu diharapkan bank umum memiliki manajemen risiko yang
terpadu untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko. Namun demikian mengingat adanya perbedaan kondisi pasar, struktur,
ukuran dan kompleksitas usaha bank, maka tidak terdapat satu sistim risiko
manajemen risiko yang bersifat universal untuk seluruh bank, sehingga setiap bank
harus membangun sistim manajemen risiko yang sesuai dengan fungsi dan
organisasi manajemen risiko pada bank tersebut.
Kebijakan dan prosedur bank umum mengenai penggunaan teknologi
informasi harus mengacu pada Pedoman Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum yang merupakan Lampiran satu Surat
Edaran nomor 9/30/DPNP tanggal 12 Desember 2007 maupun Pedoman Standar
Penerapan Manajemen Risiko Bank yang diatur dalam Surat Edaran nomor
5/21/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
Kebijakan dan prosedur juga harus sudah mencakup aspek-aspek manajemen,
pengembangan dan pengadaan, operasional teknologi informasi, jaringan
komunikasi, pengamanan informasi, Business Continuity Plan End, User
Computing , Audit, Electronic Banking dan penggunaan pihak penyedia jasa
teknologi informasi.
Pedoman dalam lampiran satu Surat Edaran nomor 9/30/DPNP merupakan
pokok-pokok penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi
yang harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan
penyelengaraan teknologi informasi.
80
Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar menggunakan parameter
yang lebih ketat sebagai tambahan dari hal-hal yang dikemukan pada pedoman
dalam lampiran satu Surat Edaran nomor 9/30/DPNP. Sedangkan untuk bank
dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang relatif lebih kecil dapat menggunakan
parameter yang lebih ringan, sepanjang bank tersebut telah mempertimbangkan
hasil penelitian terhadap risiko dalam aktivitas bisnis bank, profil keamanan
teknologi informasi serta biaya dan manfaatnya.
Dalam rangka penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi
informasi, bank umum wajib membuat laporan-laporan sebagai berikut :
•
•
Laporan penggunaan Teknologi Informasi
-
Menggunakan format dalam lampiran 2.1
-
Wajib disampaikan paling lambat tanggal 30 September 2008
Laporan Tahunan penggunaan Teknologi informasi
-
Menggunakan format dalam lampiran 2.4
-
Wajib disampaikan paling lambat satu bulan setelah berakhirnya tahun
laporan.
•
Laporan Rencana Perubahan mendasar Teknologi Informasi
-
Menggunakan fromat dalam lampiran 2.2
-
Wajib disampaikan paling lambat dua bulan sebelum perubahan tersebut
efektif dioperasikan.
-
Khusus
untuk
perubahan-perubahan
tersebut
dibawah
ini,
wajib
disampaikan empat bulan sebelum efektif dioperasikan
ƒ
Penyelengaraan Data Center oleh pihak lain di luar negeri
ƒ
Penyelengaraan Disaster Recovery Center oleh pihak lain di luar negeri
ƒ
Penyelengaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi oleh
pihak lain di luar negeri
•
Laporan Realisasi Rencana Perubahan mendasar Teknologi Informasi
-
Menggunakan fromat dalam lampiran 2.3
-
Wajib disampaikan paling lambat satu bulan sejak perubahan tersebut
efektif dioperasikan.
81
Semua laporan diatas tetap wajib disampaikan oleh bank walaupun
penyelengaraan teknologi informasi yang dipergunakan oleh bank diserahkan
kepada pihak penyedia jasa.
Khusus untuk penyelengaraan teknologi informasi kepada pihak lain di luar
negeri, bank umum harus mengajukan permohonan persetujuan ke Bank Indonesia.
•
Permohonan baru untuk Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center
dan Pemrosesan transaksi berbasis teknologi diluar negeri.
-
Bank wajib mengajukan permohonan untuk rencana tersebut dan dilampiran
dengan dokumen pendukung sebagaimana tercantum pada Lampiran 2.3 dan
Lampiran 2.2.5
-
Bank baru dapat menyelengarakan Pusat Data (Data Center), Disaster
Recovery Center dan Pemrosesan transaksi berbasis teknologi diluar negeri
setelah mendapat persetujuan dari bank Indonesia atas rencana tersebut.
•
Bank yang telah menyelengarakan teknologi informasi yang diserahkan kepada
pihak lain di luar negeri sebelum berlakunya ketentuan ini wajib mengajukan
permohonan persetujuan ulang kepada Bank Indonesia
-
Bank wajib mengajukan permohonan persetujuan ulang untuk tetap
menggunakan pihak lain di luar negeri dalam penyelengaraan teknologi
informasi yang digunakan oleh Bank
-
Pengajuan permohonan ulang didukung dengan dokumen pendukung
sebagaimana tercantum pada Lampiran 2.2.3 dan Lampiran 2.2.5
-
Khusus untuk Data Center dan Disaster Recovery Center dari kantor cabang
Bank Asing menggunakan formulir dalam lampiran 2.6
-
Bank baru dapat menyelengarakan Pusat Data (Data Center), Disaster
Recovery Center dan Pemrosesan transaksi berbasis teknologi diluar negeri
setelah mendapat persetujuan dari bank Indonesia atas rencana tersebut.
Lampiran tersebut diatas terdapat pada Formulir Pelaporan dan Permohonan
Persetujuan Penggunaan Teknologi yang merupakan Lampiran dua Surat Edaran
nomor 9/30/DPNP tanggal 12 Desember 2007.
82
4.2.3. Kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
Dari penjelasan sebelumnya yang mengambarkan peraturan Bank Indonesia
mengenai proses kerja manajemen risiko pada bank umum di Indonesia, khususnya
untuk pengunaaan teknologi informasi, Bank Indonesia hanya memperhatikan
fungsi kontrol terhadap risiko yang berpotensi mengancam keamanan dan
operasional bank. Hal ini terlihat dari laporan-laporan yang wajib disampaikan oleh
pihak bank kepada Bank Indonesia, mulai dari perencanaan penggunaan teknologi
informasi, realisasi dan penggunaan teknologi informasi sampai pada laporan
tahunan penggunaan teknologi informasi pada bank tersebut. Dan pada beberapa
rencana perubahan teknologi informasi yang di ajukan oleh bank umum kepada
Bank Indonesia, untuk pelaksanaannya harus mendapat persetujuan dari Bank
Indonesia untuk realisasinya.
Pada Pedoman Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi
oleh Bank Umum yang merupakan Lampiran satu Surat Edaran nomor 9/30/DPNP
sebagai pedoman bank umum dalam manajemen risiko penggunaan teknologi
informasi hanya mencakup empat hal penting, yaitu :
•
Merencanakan penggunaan teknologi informasi
•
Menilai risiko terkait teknologi informasi
•
Menetapkan proses pengukuran dan pemantauan risiko terkait penyelengaraan
dan penggunaan teknologi informasi
•
Implementasi pengendalian teknologi informasi.
Bila dilihat dari proses kerja pada peraturan Bank Indonesia mengenai
Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum,
hanya fokus pada proses identifikasi risiko saja. Tidak ada proses identifikasi
peluang dan mencari solusi inovatif untuk merubah dampak negatif dari
penggunaan teknolgi informasi menjadi dampak positif. Identifikasi peluang dan
solusi inovatif ini diperlukan oleh bank umum di Indonesia untuk dapat segera
keluar dari proses transaksi perbankan yang masih bersifat traditional, khususnya
disaat-saat krisis keuangan seperti ini. Dan dalam pelaksanaan-nya harus tetap
mendapatkan pengawasan dari pihak internal atau eksternal, seperti Bank Indonesia.
83
Hal ini dapat dimulai dari kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab bank
umum, khususnya untuk sektor teknologi informasi yang secara umum terdiri dari
Dewan Komisaris, Dewan Direksi, IT Steering Committee dan Manager IT atau
yang bertanggung jawab membawahi bidang teknologi informasi.
Dewan Komisaris
•
Mengarahkan, memantau dan mengevaluasi Rencana Strategis Teknologi
Informasi dan kebijakan bank terkait penyelengaraan teknologi informasi.
•
Melakukan pemantauan dan mengevaluasi kesesuaian antara kebijakan dengan
penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi.
•
Melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan audit, memastikan
audit dilaksanakan dengan frekwensi dan lingkup yang memadai serta
melakukan pemantauan atas tindak lanjut hasil audit.
•
Melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pengamanan yang andal dan efektif
atas penggunaan teknologi informasi guna menjamin ketersediaan, kerahasiaan,
keakuratan informasi.
Dewan Direksi
•
Menetapkan Rencana Strategis Teknologi Informasi dan rencana pelaksanaan /
pengembangan teknologi informasi jangka pendek yang sejalan dengan rencana
strategis dan rencana tahunan bank.
•
Menetapkan kebijakan dan prosedur terkait penyelengaraan teknologi informasi
yang memadai dan mengkomunikasikannya secara efektif baik pada satuan
kerja penyelenggara maupun pengguna teknologi informasi tersebut.
•
Melakukan review, menyetujui dan memantau proyek teknologi informasi yang
berdampak secara signifikan terhadap operasional dan kondisi keuangan bank..
•
Memastikan bahwa bank memiliki kontrak tertulis yang mengatur peran,
hubungan, kewajiban, tanggung jawab dari semua pihak yang terikat kontrak
dalam pelaksanaan / pengembangan teknologi informasi tersebut.
84
IT Steeting Committee
Memberikan rekomendasi kepada Dewan Direksi yang paling kurang mencakup
•
Rencana Strategis Teknologi Informasi.
•
Perumusan kebijakan dan prosedur teknologi informasi yang utama,.
•
Kesesuaian proyek teknologi informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis
Teknologi Informasi.
•
Kesesuaian pelaksanaan proyek teknologi informasi dengan kebutuhan sistim
informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha bank.
•
Efektivitas langkah-langkah me-minimalisasi risiko atas investasi bank pada
sektor teknologi informasi.
•
Pemantauan atas kinerja teknologi informasi dan upaya penyelesaian berbagai
masalah terkait teknologi informasi dan kecukupan dan alokasi sumber daya
yang dimiliki bank.
Manager Teknologi Informasi
•
Merumuskan kebijakan, rencana dan anggaran teknologi informasi.
•
Menerapkan semua kebijakan teknologi informasi dan rencana yang telah
ditetapkan oleh Dewan Direksi.
•
Memberikan dukungan pemberian jasa teknologi informasi kepada Satuan Unit
Kerja untuk mencapai target bisnis secara responsif dan tepat waktu.
•
Memastikan setiap informasi yang dimiliki oleh teknologi informasi
mendapatkan perlindungan yang baik terhadap semua gangguan yang dapat
menyebabkan kerugian akibat bocornya data / informasi penting.
•
Memastikan kecukupan dan efektivitas kebijakan dan prosedur teknologi
informasi serta penerapan manajemen risiko untuk mengidentifikasi, mengukur,
menilai dan mengawasi teknologi informasi.
Berdasarkan faktor internal bank dan eksternal, khususnya disaat-saat krisis
keuangan seperti ini, penerapan Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis
Peluang dan Inovasi pada bank umum dapat di-ilustrasikan pada pengembangan echannel berbasi internet untuk melakukan transaksi perbankan :
85
Dewan Direksi bank
•
Sasaran
Strategic business plan bank dan kepatuhan pada Peraturan
Bank Indonesia
•
Risiko
Turbelensi industri keuangan dunia
•
Peluang
Meningkatkan citra bank dan kepercayaan nasabah
•
Solusi
mengembangkan e-channel dengan meningkatkan keamanan
dan kenyamanan bertransaksi bagi nasabah
•
Pelaksanaan
Rencana Strategis Teknologi Informasi dan Roadmap
Manager Teknologi Informasi
•
Sasaran
Pengembangan e-channel yang aman dan nyaman
•
Risiko
Teknologi belum mature
•
Peluang
Nasabah semakin familier dengan layanan elektronik
•
Solusi
Menambah fitur keamanan yang memberikan kenyamanan
bertransaksi bagi nasabah
•
Pelaksanaan
Implementasi One Time Authentication Internet Banking
Satuan Unit Kerja Teknologi Informasi
•
Sasaran
Implementasi One Time Authentication Internet Banking
•
Risiko
Distribusi authentication keys
•
Peluang
Kerjasama dengan PT PLN dan PT POS Indonesia untuk
memperluas jangkauan distribusi
•
Solusi
Bundling service dengan PT PLN dan PT Pos Indonesia
•
Pelaksanaan
Pengembangan e-channel
Penerapan Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
dapat dilakukan oleh bank umum sebagai tahap lanjutan dari pelaksanaan peraturan
Bank Indonesia mengenai manajemen risiko untuk penggunaan teknologi informasi
pada bank umum. Hal ini akan merubah dampak negatif dari penggunaan teknologi
informasi menjadi dampak positif bagi bank umum.
Gambar 4.3.
pada Bank Umum
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
Pelaksanaan :
- IT strategic Plan & roadmap
Solusi Inovatif :
- E-Channel dengan meningkatkan
keamanan & kenyamanan
bertransaksi bagi nasabah
Peluang :
- Meningkatkan citra bank
- Meningkatkan kepercayaan nasabah
Risiko :
- Turbelensi industri keuangan dunia
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
Pelaksanaan :
- One Time Authentication
Internet Banking
S
A
S
A
R
A
N
R
I
S
I
K
O
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
P
E
L
U
A
N
G
S
O
L
U
S
I
I
N
O
V
A
T
I
F
FAKTOR EKSTERNAL
I
D
E
N
T
I
F
I
K
A
S
I
FAKTOR INTERNAL
P
E
L
A
K
S
A
N
A
A
N
Pelaksanaan :
- Pengembangan E-Channel
Solusi Inovatif :
- Budling service dengan PLN dan
PT Pos
Peluang :
- Adanya kerjasama dengan PLN dan
PT Pos untuk memperluas distribusi
Risiko :
- Distribusi authentication keys
Sasaran :
- Implementasi One Time Authencation Internet Banking
Solusi Inovatif :
- Penambahan fitur keamanan yang
memberikan kenyamanan bertransaksi
bagi nasabah
Peluang :
- Nasabah semakin familiar dengan
layanan elektronik
Risiko :
- Teknologi belum mature
Sasaran :
- Pengembangan E-Channel yang aman & nyaman
S
A
S
A
R
A
N
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR INTERNAL
SATUAN UNIT KERJA
Unit Kerja IT
.
Sasaran :
-Strategic Business Plan Bank dan Kepatuhan pada
peraturan Bank Indonesia
S
A
S
A
R
A
N
SENIOR MANAJEMEN
Pimpinan Unit IT
DEWAN DIREKSI
Dewan Direksi Bank
86
Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi
87
4.2.4. Analisa akhir
Pada peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November
2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi
Informasi oleh Bank Umum, Bank Indonesia hanya memperhatikan fungsi kontrol
terhadap risiko yang berpotensi mengancam keamanan dan operasional bank.
Bila dilihat dari Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan
Inovasi, peraturan Bank Indonesia hanya fokus pada proses identifikasi risiko saja.
Tidak ada proses identifikasi peluang dan mencari solusi inovatif untuk merubah
dampak negatif dari penggunaan teknolgi informasi menjadi dampak positif.
Pihak bank dapat secara cermat memasukkan tahap identifikasi peluang dan
solusi inovatif sebagai tahap lanjutan dari pelaksanaan peraturan Bank Indonesia
mengenai Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi
oleh Bank Umum. Tahap lanjutan ini untuk dapat mewujudkan peluang atau
kesempatan usaha dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku pada saat
bersamaan.
Bila manajemen risiko di bank umum dilengkapi dengan tahap identifikasi
peluang dan solusi inovatif pada penggunaan teknologi informasi pada bank umum
di Indonesia berdasarkan kekuatan internal bank tersebut dan potensi yang ada di
sektor keuangan khususnya yang berhubungan dengan perkembangan tehnologi
informasi, akan menghasilkan program-program yang dapat meningkatkan kinerja
dari bank umum tersebut. Seperti transaksi perbankan dengan internet / e-channel,
pembayaran bergerak (mobile payment) menggunakan fasilitas telekomunikasi,
transaksi pembayaran pada pasar-pasar traditional, potensi sektor keuangan di
perdesaan dan solusi inovatif lainnya.
Download