BAB IV ANALISA PROSES KERJA DAN KINERJA DENGAN PENERAPAN PENELITIAN 4.1. Metodologi analisa penerapan penelitian Studi dari penelitian ini ialah mendapatkan kerangka kerja manajemen risiko yang dapat dipergunakan oleh semua skala perusahaan untuk mendorong pertumbuhan usaha atau organisasi melalui inovasi dengan tetap berjalan pada koridor akuntabilitas dan kepatuhan. Analisa penerapan penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisa pada proses kerja dan kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan penerapan Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi. Perusahaan yang akan dianalisa mencakup skala usaha besar, yaitu perusahaan rokok di Jawa Timur, skala usaha kecil menengah, yaitu pada perdagangan atau retail modern, dan sektor keuangan yaitu Bank Umum dengan pelaksanaan peraturan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko, khususnya untuk Teknologi Informasi. 4.2. Skala usaha besar, perusahaan rokok di Jawa Timur Perusahaan rokok Bentoel (selanjutnya ditulis perusahaan) dimulai pada tahun 1930 di Malang, Jawa Timur. Bapak Ong Hok Liong mendirikan pabrik rokok dirumahnya yang diberi nama Strootjes-Fabriek Ong Hok Liong, yang kemudian menjadi Hien An Kongsie, sebagai cikal bakal PT Perusahaan Tjap Bentoel (PTRB). Inovasi dalam perusahaan sudah dimulai dari mesin pengering cengkeh, mesin pelintingan sampai pada produksi rokok kretek filter yang pertama pada akhir tahun 1970-an yang kenal dengan rokok Bentoel International. Pada tahun 1984 perusahaan melakukan kerja sama dengan perusahaan rokok terbesar di dunia, Philip Morris untuk memproduksi dan mendistribusikan rokok Marlboro di Indonesia. Produk perusahaan yang menjadi unggulan adalah Star Mild yang diluncurkan pada tahun 1996 untuk segment mild, kemudian X Mild pada tahun 2004 dan 58 59 Country yang merupakan rokok putih diluncurkan pada tahun yang sama. Ditambah dengan produk lainnya seperti rokok Bentoel Biru, Bentoel Sejati, Rawit, Prinsip, Joget, Tali Jagat, Bintang Buana, Club Mild dan One Mild, membawa perusahaan menjadi perusahaan rokok terbesar ke-empat di Indonesia pada tahun 2007. Pada tahun 2000, perusahaan mencatatkan diri pada bursa efek Jakarta dan Surabaya, yang menempatkan perusahaan secara resmi sebagai perusahaan publik. Setahun kemudian manajemen meletakan dasar-dasar manajemen modern melalui Bentoel Strategic Scenario atau BSS yang menandai dimulainya perkembangan perusahaan di masa mendatang. Dengan BSS, perusahaan menetapkan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan yang menjadi dasar dan prinsip kerja bagi manajemen dan karyawannya. Visi perusahaan adalah ”Menjadi perusahaan besar yang terpandang, menguntungkan dan memiliki peran dominan dalam industri rokok domestik”. Sedangkan misi perusahaan adalah ”Menyediakan produk-produk inovatif bermutu tinggi yang memenuhi, bahkan melebihi harapan konsumen sekaligus memberikan manfaat bagi semua stake holders”. Dan nilai-nilai perusahaan adalah : • People, Karyawan adalah aset utama perusahaan • Professionalism, Profesionalisme harus dimiliki oleh setiap karyawan • Innovation, Inovasi merupakan kunci untuk meraih sukses masa depan • Team Work, Kerjasama tim adalah kekuatan kita • Excellence, Keunggulan harus menjadi budaya kerja kita 4.2.1. Proses kerja Proses kerja yang akan dilakukan analisa adalah proses kerja di Direktorat Sales dan Distribusi yang mempunyai fungsi untuk menjual dan mendistribusikan produk perusahaan pada seluruh wilayah Indonesia, baik yang dilakukan oleh tenaga penjual dari perusahaan ataupun pihak ketiga yang ditunjuk oleh perusahaan untuk beberapa wilayah di Indonesia. 60 Struktur organisasi untuk Direktorat Sales dan Distribusi dipimpin oleh seorang Chief Sales and Distribution Officer atau CSDO yang membawahi tiga divisi, yaitu • Divisi Operasional Penjualan atau Sales Field Operational, yang bertanggung jawab atas operasional penjualan di seluruh wilayah Indonesia, yang dikelompokan menjadi wilayah regional yang dipimpin oleh Regional Sales Manager, wilayah area yang dipimpin oleh Area Sales Manager dan wilayah seksi yang dipimpin oleh Sales Supervisor. • Divisi Pengembangan Organisasi atau Organization Development, yang bertanggung jawab atas perkembangan organisasi Direktorat Sales dan Distribusi, mencakup pengembangan sistim, pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan operasional. • Divisi Pendukung Penjualan atau Sales Support, yang bertanggung jawab atas pengiriman produk perusahaan dari Malang ke seluruh kantor perwakilan dan pihak ketiga di seluruh Indonesia dan juga proses administrasi penjualan. Strategi Direktorat Sales dan Distribusi Wilayah Indonesia dengan luas sekitar 1.9 juta km2 dengan 17,508 pulau yang terbagi dalam 33 propinsi 440 kabupaten dan kotamadya dengan 6,131. kecamatan merupakan wilayah kerja yang harus dijangkau oleh tenaga penjualan perusahaan merupakan faktor yang perlu diantisipasi dengan baik oleh Direktorat Sales dan Distribusi. Termasuk juga tingginya tingkat persaingan dari rokok-rokok yang beredar di Indonesia yang dapat mencapai sekitar 2,500 merek rokok yang diproduksi oleh sekitar 1,500 pabrikan dan juga perubahan peraturan-peraturan mengenai rokok yang akan semakin membatasi kebebasan operasional dan promosi perusahaan. Proses kerja Direktorat Sales dan Distribusi yang dijabarkan dalam beberapa tugas sales dan distribusi yang dikelompokkan menjadi lima aspek utama yaitu 1. menjangkau wilayah seluas-luasnya; 2. dengan program promosi penjualan yang inovatif; 3. dengan tenaga penjualan yang mempunyai kinerja tinggi dan; 4. juga mempunyai sistim penjualan yang kuat dan; 5. pendukung penjualan yang kuat. 61 Dari lima aspek utama Direktorat Sales dan Distribusi ini dibuat strategistrategi kunci, yaitu : 1. Widest Reach - Expand & Deepen Coverage Area, yaitu tenaga penjualan harus dapat menjangkau wilayah penjualan secara luas dan menjangkau semua tempat penjualan, mulai dari pedagang besar sampai pada pedagang kecil atau eceran. 2. Innovative Trade Relation & Trade Promotion, yaitu program promosi penjualan dan membina hubungan yang baik dengan pedagang sebagai perpanjangan tangan perusahaan dan melakukan distribusi produk perusahaan sampai kepada konsumen. 3. Build High Performing Sales Team, yaitu melakukan pengembangan sumber daya manusia, yaitu tenaga penjualan yang mempunyai kinerja yang tinggi 4. Strong Sales System – Continuous Improvement & Development, yaitu kebutuhan sistim penjualan diperlukan oleh Direktorat Sales dan Distribusi untuk membantu meningkatkan kinerja penjualan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pengembangan ataupun terus meningkatkan sistim penjualan di Direktorat Sales dan Distribusi. 5. Strong Sales Support, yaitu dukungan yang baik untuk ketersediaan produk perusahaan dan proses adminsitrasi akan membantu meningkatkan kinerja penjualan. Pelaksanaan dari setiap strategi kunci tersebut diatas diberikan kepada divisi yang terkait, seperti divisi operasional penjualan untuk strategi pertama dan kedua, divisi pengembangan organisasi untuk strategi ketiga dan keempat, dan divisi pendukung penjualan untuk strategi kelima. Widest Reach - Expand & Deepen Coverage Area Strategi pertama ini dalam pelaksanaan yang dilakukan oleh divisi operasional penjualan diterjemahkan dalam dua program kerja. Program pertama yaitu program coverage optimization, yaitu program untuk dapat menjangkau wilayah penjualan seluas mungkin untuk mendapatkan hasil penjualan yang optimal dari kunjungan yang dilakukan oleh tenaga penjualan. Program ini akan memberikan pola 62 kunjungan penjualan oleh tenaga penjualan yang terbaik, yang mencakup pemilihan pelanggan yang ditentukan berdasarkan prioritas dengan mempertimbangkan potensi dari pelanggan dan lokasi yang strategis, dengan hasil akhir berupa jadwal kunjungan yang ditentukan untuk masing-masing tipe pelanggan, pembuatan jadwal kunjungan harian oleh tenaga penjualan yang terdiri dari daftar kunjungan dan peta kunjungan untuk memudahkan tenaga penjualan dalam melakukan kunjungan penjualan. Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsi-fungsi yang akan melakukan kunjungan penjualan, seperti Sales Supervisor, Sales Force dan dukungan aplikasi dari sistim yang sudah ada. Program kedua yaitu program war map analysis, yaitu program yang akan membantu Area Sales Manager dalam menentukan wilayah mana yang akan dikembangkan berdasarkan semua faktor yang ada, baik faktor internal maupun faktor eksternal, seperti tingkat persaingan rokok, tingkat per-ekonomian penduduk setempat data faktor-faktor lainnya. Penentuan wilayah yang akan dikembangkan ini juga memperhitungkan biaya yang akan timbul, potensi yang ada dan alokasi dari sumber daya yang tersedia. Dalam program ini diperlukan data atau informasi yang cepat dan akurat. Data atau informasi ini dapat diberikan oleh sistim yang sudah dimiliki oleh perusahaan. Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsifungsi yang akan melakukan pengembangan aplikasi, kebutuhan bisnis dalam menentukan wilayah yang akan dikembangkan, seperti tim dari information system, dan pengguna aplikasi yaitu Area Sales Manager. Innovative Trade Relation & Trade Promotion Strategi kedua ini diperlukan sebagai antisipasi akan adanya ketentuan atau peraturan yang akan membatasi kegiatan promosi dari produk rokok, baik berupa media luar ruang atau kegiatan promosi lainnya. Sehingga peluang untuk melakukan kegiatan promosi hanya dapat dilakukan pada lokasi perdagangan. Program ini mencakup kegiatan promosi pada pelanggan berupa pemasangan media promosi pada lokasi penjualan, penataan pemasangan produk perusahaan secara maksimal dan program-program untuk meningkatkan penjualan pada pelanggan tersebut. Dan juga program untuk membina hubungan lebih dekat dengan para pelanggan tersebut. 63 Build High Performing Sales Team Strategi ketiga ini lebih merupakan program pengembangan sumber daya manusia, untuk mendapatkan tenaga penjualan yang mempunyai kinerja yang tinggi. Program ini merupakan program yang tidak memberikan hasil secara langsung, tetapi merupakan program untuk memperkuat kompetensi dan juga pengetahuan dari Sales Force. Program ini dimulai dari pembuatan standar operasional kerja yang harus dapat terukur dengan baik, dan disosialisasikan kepada semua karyawan untuk mendapat kepastian mengenai pemahaman dan juga kemampuan untuk dapat melaksanakan standar tersebut. Secara berkala kinerja dari Sales Force harus di ukur untuk mengetahui perkembangan kinerja mereka dan juga potensi dari masingmasing Sales Force. Dan kesempatan untuk mendapatkan promosi ataupun kenaikan jabatan, khususnya untuk Sales Force yang mempunyai kinerja baik dan potensi yang juga baik. Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsi-fungsi yang akan melakukan pengembangan sumber daya manusia dan juga pengembangan operasional kerja seperti tim dari human capital, tim information system dan juga divisi operasional penjualan. Strong sales system - Continuous improvement & development Strategi keempat ini menyatakan perkembangan information technology dapat membantu operasional penjualan untuk meningkatkan kinerja penjualan secara signifikan. Sistim penjualanyang dimaksud dalam strategi ini adalah sistim penjualan yang sesuai dengan kebutuhan operasional penjualan. Pengembangan sistim penjualan ini tidak dapat lepas dari pengembangan aplikasi enterprise oleh perusahaan pada tahun 2003, yaitu aplikasi SAP R3. Pengembangan sistim penjualan dimulai pada tahun 2005 dengan penggunaan Personal Data Assistant atau PDA oleh setiap Sales Force saat melakukan kunjungan penjualan. Dilanjutkan dengan pembuatan laporan-laporan yang standar secara sistim untuk mempercepat dan memudahkan koordinasi antar fungsi dan juga sebagai parameter kinerja dari setiap Sales Force. 64 Pada tahun 2007 penggunaan Personal Data Assistant atau PDA dikembangkan untuk fungsi Sales Supervisor dan Area Sales Manager, sehingga masing-masing fungsi dapat segera mengetahui data atau informasi kinerja-nya dan dapat membuat keputusan dengan cepat dan benar. Penggunaan sistim penjualan yang dapat membantu operasional penjualan bekerja lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan kinerja penjualan adalah sasaran utama dari pengembangan sistim penjualan di perusahaan. Pengembangan sistim penjualan ini juga harus di-ikuti dengan proses training, sosialisasi, pengembangan laporan dan proses optimalisasi penggunaan sistim penjualan ini. Dalam rencana kerja yang sudah dibuat, pada tahun 2009 ini direncanakan untuk melakukan pengembangan aplikasi untuk penggunaan fungsi GPRS sebagai sarana pengiriman data penjualan, khususnya yang berada diluar kota atau jauh dari lokasi kantor perusahaan, penggunaan fungsi mobile printer untuk memcetak laporan-laporan penjualan yang diperlukan oleh Sales Force dan penggunaan fungsi GPS untuk mengetahui posisi pelanggan, yang dapat dipergunakan untuk pembuatan jadwal kunjungan yang lebih efisien. Strong Sales Support Strategi terakhir ini merupakan program pengembangan operasional yang akan memberikan dukungan pada ketersediaan produk perusahaan dan proses administrasi yang akan membantu operasional penjualan meningkatkan kinerja penjualannya. Strategi ini dapat dikembangkan dalam beberapa program terpisah seperti program stock management yang akan mengatur stock level yang optimal untuk penjualan, program warehouse management yang akan memurunkan kesalahan penanganan produk di gudang, program transportation management yang akan mengatur pola pengiriman produk perusahaan ke setiap lokasi penjualan, program sales administration yang akan membantu mengatur proses pelaporan dan juga penyimpanan laporan dan juga program kontrol budget yang akan memastikan operasional penjualan sesuai dengan rencana kerja yang sudah dibuat, termasuk alokasi budget. 65 Pelaksanaan program ini akan melibatkan fungsi-fungsi yang terkair, baik dari divisi operasional penjualan dan divisi pengembangan organisasi Direktorat Sales dan Distribusi, juga fungsi-fungsi lainnya diluar Directorat Sales dan Distribusi. 4.2.2. Kinerja perusahaan Strategi Direktorat Sales dan Distribusi yang ditindak lanjut dengan program kerja dari fungsi dibawahnya memberikan dampak yang positif untuk kinerja perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan angka penjualan dan pendapatan dari tahun 2005 sampai tahun 2007. Parameter kinerja lainnya yang mencakup pangsa pasar rokok juga meningkat cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan industri sejenis. Dalam pengukuran kinerja operasional penjualan, peningkatan kinerja juga terlihat pada peningkatan jumlah pelanggan yang dikunjungi oleh Sales Force, dan juga tingkat keberhasilan kunjungan penjualan dari tahun ke tahun. Kinerja perusahaan (Tabel 4.1) terlihat dari pertumbuhan penjualan dibanding tahun sebelumnnya yang mencapai 58.2 % untuk penjualan tahun 2006 dan tetap tumbuh 42.2 % untuk penjualan tahun 2007. Tahun +/- Volume (milyard batang) Absolut Var 2005 6.70 2006 10.60 3.90 58.2 % 2007 15.07 4.47 42.2 % Tabel 4.1. Kinerja perusahaan Bentoel (2005 – 2007) Sedangkan untuk pangsa pasar dari rokok perusahaan dapat dilihat dari data AC Nielsen (lembaga survey) untuk tahun 2005 – 2007 (Tabel 4.2) menunjukan pertumbuhan yaitu dari pengguasaan pangsa pasar atau Share of Market (SOM) sebesar 3.32 % dari total industri sejenis pada tahun 2005, tumbuh menjadi 4.42 % pada tahun 2006 dan terus tumbuh menjadi 5.57 % pada tahun 2007. Bahkan pada 66 tahun 2006 pangsa pasar perusahaan tumbuh 28.85 % dari tahun 2005 saat industri sejenis mengalami penurunan terjadinya penurunan sebesar 3.20 %. Tahun Absolute Growth SOM Perusahaan Perusahaan Industri 2005 3.32 % 2006 4.42 % 28.85 % - 3.20 % 2007 5.57 % 50.05 % 19.13 % Tabel 4.2. Pangsa Pasar perusahaan Bentoel (2005 – 2007) sumber data AC Nielsen Pertumbuhan pangsa pasar perusahaan tetap berlanjut pada tahun 2007, dimana industri sejenis tumbuh 19.13 % dari tahun sebelumnya, tetapi pertumbuhan perusahaan tetap diatas pertumbuhan industri, yaitu 50.05 % dibanding tahun sebelumnya. Tahun Jumlah Pelangan +/- outlet rasio Var 2005 277.355 12.26 % 2006 441.448 19.51 % 59.2 % 2007 512.339 22.64 % 16.1 % Tabel 4.3. Jumlah pelanggan perusahaan Bentoel (2005 – 2007) Selain pertumbuhan kinerja perusahaan dari penjualan dan pengguasaan pangsa pasar, secara operasional terjadi juga peningkatan dari jumlah pelanggan yang dikunjungi secara rutin oleh perusahaan dari tahun 2005 – 2007 (Tabel 4.3), yaitu meningkat 59.2 % pada tahun 2006 dibanding tahun 2005 dan tetap meningkat pada tahun 2007 sejumlah 16.1 %. Peningkatan jumlah pelanggan ini akan membuat penyaluran produk perusahaan ke pelanggan atau ke konsumen akan semakin baik dan cepat. Secara rasio, yang dihitung dari jumlah pelanggan yang 67 dikunjungi dengan total pedagang di Indonesia (data AC Nielsen sekitar 2.26 juta pelanggan), jumlah pelanggan yang dikunjungi oleh perusahaan juga mengalami peningkatan dari 12.26 % pada tahun 2005 menjadi 22.64 % pada tahun 2007. 4.2.3. Kerangka kerja manajemen risiko berbasis risiko Dari penjelasan sebelumnya yang mengambarkan proses kerja dan kinerja di perusahaan rokok tersebut, dapat dilakukan pemetaan kembali ke dalam Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi untuk mendapatkan analisa akhir mengenai penerapan Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi di perusahaan tersebut. Sruktur organisasi Struktur organisasi pada perusahaan dengan skala besar ini sudah mencakup fungsi-fungsi yang ada pada kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi, yaitu fungsi Dewan Direksi, fungsi Senior Manajemen dan fungsi Satuan Unit Kerja. Yang dapat digambarkan sebagai berikut : • Dewan Direksi, dimiliki secara lengkap oleh perusahaan, seperti Chief Executive Officer atau CEO, dengan sembilan Director, termasuk Chief Sales and Distribution Officer atau CSDO. • Senior Manajemen, juga dimiliki secara lengkap oleh perusahaan seperti Kepala Divisi Operasional Penjualan sampai pada Regional Sales Manager, Kepala Divisi Pengembangan Organisasi dan Kepala Divisi Penunjang Penjualan. • Satuan Unit Kerja, yang dalam pembahasan ini juga dimiliki secara lengkap oleh perusahaan, dari Area Sales Manager, Sales Supervisor dan Sales Force. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan Dari penjelasan dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan, khususnya untuk Direktorat Sales dan Distribusi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. • Faktor internal - Organisasi perusahaan, mulai dari tingkat nasional, regional dan area yang 68 masing-masing dipimpin oleh seorang Manager. - Sumber daya manusia, yang disebut dengan Sales Force yang melakukan kunjungan langsung ke pelanggan secara rutin. - Bisnis proses, yang sudah menggunakan aplikasi enterprise SAP R3 dengan bisnis proses manual yang mengatur oprasional kerja Sales Force dalam melakukan kunjungan penjualan. - Teknologi, yang diimplementasikan pada perusahaan merupakan teknologi terkini dengan tetap mempertimbangkan peningkatan kinerja dari Sales Force dalam melakukan kunjungan penjualan. • Faktor eksternal - Peraturan pemerintah, yang mencakup harga jual eceran rokok, pembayaran cukai kepada pemerintah, ketentuan perihal media ruang ruang, ketentuan mengenai kegiatan promosi dan peraturan lainnya sangat membatasi perkembangan industri rokok di Indonesia. - Demografi wilayah Indonesia, yang tersebar 1.9 juta km2 yang tersebar pada 17,508 pulau merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan dalam melakukan kegiatan penjualan dan distribusi rokok. - Tingkat per-ekonomian daerah, dimana terdapat perbedaan yang cukup menyolok antar satu wilayah dengan wilayah lain memerlukan penanganan yang berbeda antar satu wilayah dengan wilayah lain, khususnya dalam perhitungan biaya transportasi dengan potensi penjualan yang akan didapat. - Pelanggan, yang dihitung secara total nasional terdapat 2.26 juta pedagang akan menjadi perpanjangan tangan perusahaan dalam menyalurkan produk perusahaan sampai kepada konsumen - Perusahaan pesaing, dengan total jumlah sekitar 2,500 merek rokok yang diproduksi oleh sekitar 1,500 perusahaan rokok, akan membuat suatu wilayah pemasaran menjadi area medan perang dengan tingkat persaingan yang cukup tinggi, dimana harapan setiap perusahaan harus memenangkan persaingan perebutan pangsa pasar rokok disana. 69 Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi Perusahaan sudah memiliki visi dan misi yang harus dicapai oleh perusahaan. Dari visi, dan misi tersebut dengan mempetimbangkan faktor internal dan faktor internal, Dewan Direksi dapat melakukan identifikasi risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran, yaitu demograsi wilayah Indonesia yang luas, jumlah pedagang yang cukup banyak, dengan tingkat persaingan yang cukup ketat, perubahan peraturan pemerintah mengenai rokok dan risiko lainnya. Risiko ini dapat dikelompokan pada risiko strategic, dikarenakan risiko yang dapat timbul bila perusahaan tidak dapat menentukan sasaran strategik, membuat rencana kerja strategi dalam operasional terkait yang disesuaikan atau mendukung sasaran perusahaan. Respon risiko yang dilakukan untuk risiko tersebut adalah pengurangan risiko, yaitu tindakan yang diambil untuk mengurangi kemungkinan risiko atau dampak atau keduanya. Dan ini biasanya melibatkan banyak keputusan bisnis harian. Setelah melakukan identifikasi risiko, perusahaan juga melakukkan identifkasi peluang dengan memperhatikan potensi dan kekuatan yang ada diperusahaan, seperti penggunaan teknologi canggih untuk mendukung operasional penjualan, pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara rutin dan kerja sama yang baik dari masing-masing bagian untuk mencapai sasaran perusahaan. Solusi inovatif dapat dilihat dari strategi untuk Direktorat Sales dan Distribusi yang dikemas dalam lima strategi Direktorat Sales dan Distribusi yang mudah untuk dipahami oleh semua karyawan. Pelaksanaan dari lima strategi Direktorat Sales dan Distribusi tersebut dilakukan oleh fungsi Senior Manajemen, dan menghasilkan program-program kerja lainnya. Program kerja ini disampaikan kepada fungsi lainnya untuk dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. 4.2.4. Analisa akhir Perusahaan sudah menerapkan Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi secara tepat, dimulai dari Dewan Direksi yang membuat strategi sampai pada fungsi Satuan Unit Kerja yang melakukan kunjungan penjualan. perusahaan Bentoel R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I P E L A K S A N A A N R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G Peluang : - Teknologi - Sumber daya Peluang : - Teknologi - Sumber daya Pelaksanaan : - Strategi sales & distribution P E L A K S A N A A N S A S A R A N R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I FAKTOR INTERNAL SATUAN UNIT KERJA ASM, Supervisor, Sman P E L A K S A N A A N Pelaksanaan : - Jadwal Kunjungan Solusi Inovatif : - Seleksi pelanggan Peluang : - Teknologi - Database pelanggan Risiko : - Demography Indonesai - Persaingan - Kemampuan dan pengetahuan Sasaran : - Visi, Misi perusahaan, Strategi S&D dan program kerja Pelaksanaan : - pengembangan aplikasi Solusi Inovatif : - Aplikasi bergerak / PDA Risiko : - Peraturan - Demography Indonesai - Persaingan Risiko : - Peraturan - Demography Indonesai - Persaingan Solusi Inovatif : - Bisnis model S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I Sasaran : - Visi, Misi perusahaan dan Strategi S&D S A S A R A N FAKTOR INTERNAL FAKTOR INTERNAL Sasaran : - Visi dan Misi perusahaan S A S A R A N SENIOR MANAJEMEN NSM, RSM, SS, SOD DEWAN DIREKSI CSDO 70 Gambar 4.1. Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi 71 Bila dilihat dari proses kerja dan kinerja perusahaan tersebut dapat disimpulkan bahwa kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi (gambar 4.1), dapat dilaksanakan dengan baik dan akan memberikan hasil yang cukup signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan. 4.3. Skala Usaha kecil menengah, Minimarket di Jakarta Utara Usaha perdagangan ke konsumen atau retail dikota-kota besar saat ini mengalami perubahan dalam proses operasionalnya, yaitu menempati lokasi usaha yang cukup yang representatif, dilengkapi dengan pendingin udara dan penerangan yang cukup, serta penataan barang pada rak-rak yang dikelompok-kan menurut kategori produk (product grouping) dan juga kebebasan pelanggan untuk melihat, memegang dan memilih barang-barang yang akan dibeli atau yang disebut dengan swalayan. Perubahan ini menimbulkan kategori perdagangan baru yang dikenal dengan kategori modern outlet, yang mencakup hypermarket (untuk skala besar), supermarket (untuk skala menenggah), minimarket (untuk skala kecil) ataupun convenience store (untuk skala sangat kecil) Salah satu perusahaan yang mempunyai jenis usaha modern outlet, yaitu perusahaan XYZ memiliki modern outlet, khususnya untuk type minimarket di wilayah Jakarta Utara (selanjutnya ditulis perusahaan) dengan pembukaan minimarket pertama di tahun 2005. Awal pendirian minimarket yang pertama ini dimulai dari adanya permintaan dari manajemen apartemen untuk mengisi ruang usaha yang kosong di area umum untuk jenis usaha minimarket, yang akan melayani kebutuhan harian dari penghuni apartemen. ”Melayani kebutuhan harian dari penghuni apartemen” akhirnya menjadi visi dan misi perusahaan baru tersebut. Melihat potensi dan kelancaran operasional minimarket pertama, maka pada tahun selanjutnya perusahaan melakukan pengembangan usaha dengan melakukan pembukaan minimarket kedua pada lokasi apartemen lainnya yang masih berada pada wilayah Jakarta Utara. 72 4.3.1. Proses kerja Minimarket pertama yang dioperasikan oleh perusahaan menggunakan pola usaha mandiri atau tidak menggunakan pola kerja sama dengan operator minimarket yang sudah ada. Pemilihan ini didasarkan pada kemampuan dari perusahaan untuk mengelola operasional minimarket, serta keterbatasan modal usaha yang dimiliki. Untuk kerja sama dengan operator minimarket, diperlukan modal usaha yang cukup besar untuk mengikuti standar operasional mereka, seperti setoran awal, perangkat komputer dan aplikasinya, standar ruangan dan perangkat lainnya. Keuntungan yang akan didapat dengan adanya kerjasama tersebut adalah manajemen operasional minimarket, aplikasi penjualan minimarket, kekuatan brand yang sudah ada, sumber daya manusia yang terlatih dan juga kelancaran penyediaan barangbarang untuk penjualan. Dengan pola usaha minimarket mandiri yang dipilih oleh perusahaan, selain kesiapan aplikasi penjualan yang baik, juga diperlukan team kerja dengan struktur yang lengkap dan mampu untuk melakukan operasional minimarket, seperti fungsi pengadaan barang, fungsi keuangan, fungsi operasional, fungsi pencatatan, dan fungsi pendukung lainnya. Perusahaan bekerja sama dengan programer, dilakukan pengembangan aplikasi penjualan untuk operasional minimarket, yang harus mencakup master database barang, pencatatan transaksi barang masuk dan keluar, pencatatan transaksi penjualan dan laporan-laporan operasional minimarket. Pada saat pembukaan minimarket pertama, perusahaan melakukan pengabungan beberapa fungsi untuk melengkapi fungsi-fungsi yang diperlukan, tetapi dengan peningkatan pengawasan oleh pemilik perusahaan. Pengabungan fungsi dilakukan pada fungsi pengadaan barang dengan fungsi pencatatan, fungsi keuangan dengan fungsi operasional, dan fungsi lainnya masih dilakukan oleh pemilik perusahaan. Tugas dan tanggung jawab dari masing-masing fungsi sebagai berikut : • Fungsi pengadaan barang, bertugas untuk melakukan pembelian barang-barang untuk penjualan sesuai dengan kebutuhan penjualan minimarket, penerimaan barang dan pengembalian barang atau retur. Fungsi ini juga bertugas untuk 73 melakukan pencarian barang-barang yang baru ataupun yang masih belum dijual oleh minimarket. • Fungsi keuangan, bertugas untuk mengelola keuangan perusahaan, mencakup kebutuhan untuk pembelian barang, hasil penjualan harian dan juga biaya-biaya operasional lainnya. • Fungsi operasional, bertugas untuk memastikan operasional penjualan berjalan dengan baik dan lancar. Fungsi ini memiliki sejumlah kasir yang akan melakukan pencatatan transaksi penjualan pada aplikasi penjualan, pengaturan dan pengisian kembali barang-barang di minimarket dan juga bertugas untuk menjaga kebersihan dari minimarket. • Fungsi pencatatan, bertugas untuk mencatat penambahan barang-barang, pembuatan master database barang dan melaporkan transaksi penjualan penjualan kepada fungsi keuangan. Master database barang dibuat berdasarkan pengelompokan jenis barang untuk memudahkan pemilik perusahaan melakukan analisa penjualan. • Fungsi pendukung operasional, bertugas untuk memastikan kelancaran operasional penjualan di minimarket, seperti koordinasi dengan pengelola apartemen, proses kepegawaian, melakukan training kepada karyawan baru, pembelian barang-barang operasional perusahaan, dan pekerjaan lainnya. Operasional minimarket pertama berjalan dengan baik dan lancar. Perbaikan dengan skala kecil dilakukan oleh masing-masing fungsi sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang timbul dan tetap menjadi tanggung jawab dari fungsi yang bersangkutan. Dengan pembukaan minimarket kedua, terjadi perubahan dari struktur organisasi perusahaan, yaitu pemisahan fungsi-fungsi yang sebelumnya digabung. Pemisahan fungsi ini dimulai dengan penambahan pegawai yang didapat dengan melakukan promosi dari fungsi kasir atau pegawai baru, yang dikuti dengan training oleh pejabat sebelumnya. Dan juga adanya perubahan tugas dan tanggung jawab untuk dapat mengelola operasional minimarket di dua lokasi yang berbeda. Operasional harian dua minimarket tetap dikelola di lokasi minimarket pertama, 74 dilengkapi dengan pengaturan untuk melakukan pengawasan secara rutin ke minimarket kedua. Memandang operasional perusahaan dengan dua minimarket sudah dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pada akhir tahun 2007 perusahaan melakukan program pengurangan stock level barang-barang di setiap minimarket dengan melakukan perbaikan pada proses pengadaan barang. Program ini dimulai dengan menggunakan data penjualan untuk mengetahui informasi penjualan dari masing-masing barang, dan juga pola pengiriman barang oleh pemasok. Dari data tersebut dilakukan pengurangan jumlah pembelian barangbarang untuk kebutuhan penjualan. Dari proses tersebut timbul beberapa permasalahan seperti trend penjualan dapat berubah secara cepat, khususnya disaat tertentu seperti liburan, musin hujan dan kondisi lainnya. Hal ini menimbulkan risiko terjadinya kekosongan barangbarang untuk penjualan. Setelah dilakukan analisa lebih lanjut, seperti fleksibilitas dari pemasok untuk melakukan pengiriman diluar jadwal, frekwensi terjadinya peningkatan penjualan dan juga ketersediaan barang-barang di pasar bebas, perusahaan memutuskan untuk melakukan pengadaan barang-barang dari dua sumber yang berbeda, yang pertama tetap dari pemasok yang sudah melakukan pengiriman barang secara rutin dan yang kedua melakukan pencarian barang-barang dipasar bebas untuk memenuhi kebutuhan minimarket. Hal ini dapat dilakukan oleh perusahaan, dikarenakan tidak adanya kerjasama pengelolaan minimarket dengan operator minimarket yang pasti mewajibkan minimarket untuk melakukan pengadaan barang hanya dari satu sumber saja. Proses ini berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang sangat signifikan bagi perusahaan, yaitu peningkatan penjualan pada masing-masing minimarket. Hal ini dapat terjadi dikarenakan beberapa hal sebagai berikut : • Terjadinya kekurangan atau kekosongan barang untuk penjualan dapat ditekan atau tidak ada sama sekali. 75 • Pengadaan barang dari pasar bebas dapat memberikan harga pembelian yang lebih murah dibanding harga pembelian dari pemasok. Hal ini secara langsung memberikan penambahan keuntungan perusahaan. • Pengadaan barang dari pasar bebas membuat fungsi pengadaan barang lebih mengetahui adanya barang-barang baru yang belum disediakan oleh minimarket. • Pengadaan barang dari pasar bebas mengurangi ketergantungan minimarket terhadap pemasok. 4.3.2. Kinerja perusahaan Program pengurangan stock level barang-barang di setiap minimarket dengan melakukan perbaikan pada proses pengadaan barang yang dilakukan oleh perusahaan memberikan dampak positif bagi perusahaan. Selain mengurangi stock level yang secara langsung akan mengurangi kebutuhan permodalan dari 15 hari menjadi 12 hari (Tabel 4.4), yang juga diikuti dengan penambahan item barang yang dijual dari 1,784 item pada akhir tahun 2007 menjadi 2,034 item pada akhir tahun 2008. Hal lainnya adalah pengurangan stock level ini ternyata tetap dapat menghasilkan peningkatan pendapatan usaha sebesar 23.6 % pada tahun 2008. Data 2007 2008 Pendapatan usaha Rp. 2.9 milyard Rp. 3.6 milyard 23.6 % Inventory - Desember Rp. 121.2 juta Rp. 124.5 juta 2.79 % 15 hari 12 hari 1.784 item 2.034 item - rata-2 inventory - jumlah item var - 16.89 % 14.01 % Tabel 4.4. Kinerja perusahaan XYZ (tahun 2007 – 2008) 4.3.3. Kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi Dari awal pembukaan minimarket pertama, perusahaan dapat menjalankan operasionalnya dengan baik dan lancar. Hal ini memberikan pengalaman dan pengetahuan pada setiap fungsi, sehingga pembukaan minimarket kedua dapat berhasil dilakukan dengan baik. S A S A R A N pada perusahaan XYZ. P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F P E L A K S A N A A N perusahaan melakukan pengabungan fungsi strategi dan taktikal menjadi satu untuk mendukung operasional FAKTOR EKSTERNAL R I S I K O I D E N T I F I K A S I R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I Gambar 4.2. Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi P E L A K S A N A A N R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I P E L A K S A N A A N Pelaksanaan : - Tambah barang baru Solusi Inovatif : - Penambahan item barang Peluang : - Perkembangan produk - Perdagangan bebas Risiko : - pengadaan Barang - Sumber daya manusia - Persaingan Sasaran : - Visi, Misi perusahaan, dan program kerja S A S A R A N FAKTOR INTERNAL SATUAN UNIT KERJA Pengadaan Barang Pelaksanaan : - suplier dari perdagangan bebas Solusi Inovatif : - suplier kedua Peluang : - Teknologi - Perdagangan bebas Risiko : - Pengadaan barang - Sumber daya manusai - Persaingan Sasaran : - Visi dan Misi perusahaan S A S A R A N FAKTOR INTERNAL FAKTOR INTERNAL I D E N T I F I K A S I SENIOR MANAJEMEN Pemilik DEWAN DIREKSI Pemilik 76 77 Program pengurangan stock level barang-barang di setiap minimarket dengan melakukan perbaikan pada proses pengadaan barang yang dilakukan oleh perusahaan dengan mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal adalah hasil dari identifikasi risiko dan peluang yang pada akhirnya memberikan solusi inovatif tersebut (gambar 4.2). Program yang dapat diterjemahan dengan baik oleh fungsi pengadaan barang memberikan dampak positif pada operasional perusahaan, seperti peningkatan item barang, peningkatan kepercayaan dari pelanggan dan pada akhirnya secara nyata memberikan peningkatan kinerja bagi perusahaan. 4.3.4. Analisa akhir Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi ini dapat dilaksanakan dengan baik pada perusahaan dengan skala usaha kecil dan menengah secara sederhana dengan pola yang umum untuk setiap fungsi pada akhirnya akan memberikan hasil yang cukup signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan. 4.4. Usaha perbankan dengan peraturan Bank Indonesia mengenai Manajemen Risiko, khususnya Teknologi Informasi. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Republik Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah, yaitu kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi, serta kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar. Hal ini terlihat pada visi dan misi Bak Indonesia, visi : ”Menjadi lembaga bank sentral yang dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil” dengan misi ”Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan” Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan UU 78 No.3/2004 tanggal 15 Januari 2004. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan Undang-Undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4785), yang diatur dengan surat edaran Bank Indonesia kepada semua Bank Umum di Indonesia Nomor 9/30/DPNP tanggal 12 Desember 2007 perihal Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Peraturan peraturan tersebut mengatur mengenai kewajiban bank umum untuk menerapkan manajemen risiko, khususnya mengenai penggunaan teknologi informasi. Bank umum wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang dipergunakan oleh bank tersebut dalam mengelola sumber daya teknologi informasi dalam rangka 79 mendukung kelangsungan bisnis bank terutama pelayanan kepada nasabah. Sumber daya ini mencakup perangkat keras, perangkat ringan, jaringan, sumber daya manusia serta data atau informasi. 4.2.1. Proses kerja Penggunaan teknologi informasi selain meningkatkan kecepatan dan keakuratan transaksi serta pelayanan kepada nasabah, juga meningkatkan risiko misalnya risiko operasional, risiko reputasi, risiko hukum, risiko kepatuhan dan risiko strategis. Untuk itu diharapkan bank umum memiliki manajemen risiko yang terpadu untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Namun demikian mengingat adanya perbedaan kondisi pasar, struktur, ukuran dan kompleksitas usaha bank, maka tidak terdapat satu sistim risiko manajemen risiko yang bersifat universal untuk seluruh bank, sehingga setiap bank harus membangun sistim manajemen risiko yang sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen risiko pada bank tersebut. Kebijakan dan prosedur bank umum mengenai penggunaan teknologi informasi harus mengacu pada Pedoman Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum yang merupakan Lampiran satu Surat Edaran nomor 9/30/DPNP tanggal 12 Desember 2007 maupun Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bank yang diatur dalam Surat Edaran nomor 5/21/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Kebijakan dan prosedur juga harus sudah mencakup aspek-aspek manajemen, pengembangan dan pengadaan, operasional teknologi informasi, jaringan komunikasi, pengamanan informasi, Business Continuity Plan End, User Computing , Audit, Electronic Banking dan penggunaan pihak penyedia jasa teknologi informasi. Pedoman dalam lampiran satu Surat Edaran nomor 9/30/DPNP merupakan pokok-pokok penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi yang harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan penyelengaraan teknologi informasi. 80 Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar menggunakan parameter yang lebih ketat sebagai tambahan dari hal-hal yang dikemukan pada pedoman dalam lampiran satu Surat Edaran nomor 9/30/DPNP. Sedangkan untuk bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang relatif lebih kecil dapat menggunakan parameter yang lebih ringan, sepanjang bank tersebut telah mempertimbangkan hasil penelitian terhadap risiko dalam aktivitas bisnis bank, profil keamanan teknologi informasi serta biaya dan manfaatnya. Dalam rangka penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, bank umum wajib membuat laporan-laporan sebagai berikut : • • Laporan penggunaan Teknologi Informasi - Menggunakan format dalam lampiran 2.1 - Wajib disampaikan paling lambat tanggal 30 September 2008 Laporan Tahunan penggunaan Teknologi informasi - Menggunakan format dalam lampiran 2.4 - Wajib disampaikan paling lambat satu bulan setelah berakhirnya tahun laporan. • Laporan Rencana Perubahan mendasar Teknologi Informasi - Menggunakan fromat dalam lampiran 2.2 - Wajib disampaikan paling lambat dua bulan sebelum perubahan tersebut efektif dioperasikan. - Khusus untuk perubahan-perubahan tersebut dibawah ini, wajib disampaikan empat bulan sebelum efektif dioperasikan Penyelengaraan Data Center oleh pihak lain di luar negeri Penyelengaraan Disaster Recovery Center oleh pihak lain di luar negeri Penyelengaraan pemrosesan transaksi berbasis teknologi informasi oleh pihak lain di luar negeri • Laporan Realisasi Rencana Perubahan mendasar Teknologi Informasi - Menggunakan fromat dalam lampiran 2.3 - Wajib disampaikan paling lambat satu bulan sejak perubahan tersebut efektif dioperasikan. 81 Semua laporan diatas tetap wajib disampaikan oleh bank walaupun penyelengaraan teknologi informasi yang dipergunakan oleh bank diserahkan kepada pihak penyedia jasa. Khusus untuk penyelengaraan teknologi informasi kepada pihak lain di luar negeri, bank umum harus mengajukan permohonan persetujuan ke Bank Indonesia. • Permohonan baru untuk Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan Pemrosesan transaksi berbasis teknologi diluar negeri. - Bank wajib mengajukan permohonan untuk rencana tersebut dan dilampiran dengan dokumen pendukung sebagaimana tercantum pada Lampiran 2.3 dan Lampiran 2.2.5 - Bank baru dapat menyelengarakan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan Pemrosesan transaksi berbasis teknologi diluar negeri setelah mendapat persetujuan dari bank Indonesia atas rencana tersebut. • Bank yang telah menyelengarakan teknologi informasi yang diserahkan kepada pihak lain di luar negeri sebelum berlakunya ketentuan ini wajib mengajukan permohonan persetujuan ulang kepada Bank Indonesia - Bank wajib mengajukan permohonan persetujuan ulang untuk tetap menggunakan pihak lain di luar negeri dalam penyelengaraan teknologi informasi yang digunakan oleh Bank - Pengajuan permohonan ulang didukung dengan dokumen pendukung sebagaimana tercantum pada Lampiran 2.2.3 dan Lampiran 2.2.5 - Khusus untuk Data Center dan Disaster Recovery Center dari kantor cabang Bank Asing menggunakan formulir dalam lampiran 2.6 - Bank baru dapat menyelengarakan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan Pemrosesan transaksi berbasis teknologi diluar negeri setelah mendapat persetujuan dari bank Indonesia atas rencana tersebut. Lampiran tersebut diatas terdapat pada Formulir Pelaporan dan Permohonan Persetujuan Penggunaan Teknologi yang merupakan Lampiran dua Surat Edaran nomor 9/30/DPNP tanggal 12 Desember 2007. 82 4.2.3. Kerangka kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi Dari penjelasan sebelumnya yang mengambarkan peraturan Bank Indonesia mengenai proses kerja manajemen risiko pada bank umum di Indonesia, khususnya untuk pengunaaan teknologi informasi, Bank Indonesia hanya memperhatikan fungsi kontrol terhadap risiko yang berpotensi mengancam keamanan dan operasional bank. Hal ini terlihat dari laporan-laporan yang wajib disampaikan oleh pihak bank kepada Bank Indonesia, mulai dari perencanaan penggunaan teknologi informasi, realisasi dan penggunaan teknologi informasi sampai pada laporan tahunan penggunaan teknologi informasi pada bank tersebut. Dan pada beberapa rencana perubahan teknologi informasi yang di ajukan oleh bank umum kepada Bank Indonesia, untuk pelaksanaannya harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia untuk realisasinya. Pada Pedoman Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum yang merupakan Lampiran satu Surat Edaran nomor 9/30/DPNP sebagai pedoman bank umum dalam manajemen risiko penggunaan teknologi informasi hanya mencakup empat hal penting, yaitu : • Merencanakan penggunaan teknologi informasi • Menilai risiko terkait teknologi informasi • Menetapkan proses pengukuran dan pemantauan risiko terkait penyelengaraan dan penggunaan teknologi informasi • Implementasi pengendalian teknologi informasi. Bila dilihat dari proses kerja pada peraturan Bank Indonesia mengenai Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, hanya fokus pada proses identifikasi risiko saja. Tidak ada proses identifikasi peluang dan mencari solusi inovatif untuk merubah dampak negatif dari penggunaan teknolgi informasi menjadi dampak positif. Identifikasi peluang dan solusi inovatif ini diperlukan oleh bank umum di Indonesia untuk dapat segera keluar dari proses transaksi perbankan yang masih bersifat traditional, khususnya disaat-saat krisis keuangan seperti ini. Dan dalam pelaksanaan-nya harus tetap mendapatkan pengawasan dari pihak internal atau eksternal, seperti Bank Indonesia. 83 Hal ini dapat dimulai dari kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab bank umum, khususnya untuk sektor teknologi informasi yang secara umum terdiri dari Dewan Komisaris, Dewan Direksi, IT Steering Committee dan Manager IT atau yang bertanggung jawab membawahi bidang teknologi informasi. Dewan Komisaris • Mengarahkan, memantau dan mengevaluasi Rencana Strategis Teknologi Informasi dan kebijakan bank terkait penyelengaraan teknologi informasi. • Melakukan pemantauan dan mengevaluasi kesesuaian antara kebijakan dengan penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi. • Melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan audit, memastikan audit dilaksanakan dengan frekwensi dan lingkup yang memadai serta melakukan pemantauan atas tindak lanjut hasil audit. • Melakukan evaluasi terhadap pengelolaan pengamanan yang andal dan efektif atas penggunaan teknologi informasi guna menjamin ketersediaan, kerahasiaan, keakuratan informasi. Dewan Direksi • Menetapkan Rencana Strategis Teknologi Informasi dan rencana pelaksanaan / pengembangan teknologi informasi jangka pendek yang sejalan dengan rencana strategis dan rencana tahunan bank. • Menetapkan kebijakan dan prosedur terkait penyelengaraan teknologi informasi yang memadai dan mengkomunikasikannya secara efektif baik pada satuan kerja penyelenggara maupun pengguna teknologi informasi tersebut. • Melakukan review, menyetujui dan memantau proyek teknologi informasi yang berdampak secara signifikan terhadap operasional dan kondisi keuangan bank.. • Memastikan bahwa bank memiliki kontrak tertulis yang mengatur peran, hubungan, kewajiban, tanggung jawab dari semua pihak yang terikat kontrak dalam pelaksanaan / pengembangan teknologi informasi tersebut. 84 IT Steeting Committee Memberikan rekomendasi kepada Dewan Direksi yang paling kurang mencakup • Rencana Strategis Teknologi Informasi. • Perumusan kebijakan dan prosedur teknologi informasi yang utama,. • Kesesuaian proyek teknologi informasi yang disetujui dengan Rencana Strategis Teknologi Informasi. • Kesesuaian pelaksanaan proyek teknologi informasi dengan kebutuhan sistim informasi manajemen yang mendukung pengelolaan kegiatan usaha bank. • Efektivitas langkah-langkah me-minimalisasi risiko atas investasi bank pada sektor teknologi informasi. • Pemantauan atas kinerja teknologi informasi dan upaya penyelesaian berbagai masalah terkait teknologi informasi dan kecukupan dan alokasi sumber daya yang dimiliki bank. Manager Teknologi Informasi • Merumuskan kebijakan, rencana dan anggaran teknologi informasi. • Menerapkan semua kebijakan teknologi informasi dan rencana yang telah ditetapkan oleh Dewan Direksi. • Memberikan dukungan pemberian jasa teknologi informasi kepada Satuan Unit Kerja untuk mencapai target bisnis secara responsif dan tepat waktu. • Memastikan setiap informasi yang dimiliki oleh teknologi informasi mendapatkan perlindungan yang baik terhadap semua gangguan yang dapat menyebabkan kerugian akibat bocornya data / informasi penting. • Memastikan kecukupan dan efektivitas kebijakan dan prosedur teknologi informasi serta penerapan manajemen risiko untuk mengidentifikasi, mengukur, menilai dan mengawasi teknologi informasi. Berdasarkan faktor internal bank dan eksternal, khususnya disaat-saat krisis keuangan seperti ini, penerapan Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi pada bank umum dapat di-ilustrasikan pada pengembangan echannel berbasi internet untuk melakukan transaksi perbankan : 85 Dewan Direksi bank • Sasaran Strategic business plan bank dan kepatuhan pada Peraturan Bank Indonesia • Risiko Turbelensi industri keuangan dunia • Peluang Meningkatkan citra bank dan kepercayaan nasabah • Solusi mengembangkan e-channel dengan meningkatkan keamanan dan kenyamanan bertransaksi bagi nasabah • Pelaksanaan Rencana Strategis Teknologi Informasi dan Roadmap Manager Teknologi Informasi • Sasaran Pengembangan e-channel yang aman dan nyaman • Risiko Teknologi belum mature • Peluang Nasabah semakin familier dengan layanan elektronik • Solusi Menambah fitur keamanan yang memberikan kenyamanan bertransaksi bagi nasabah • Pelaksanaan Implementasi One Time Authentication Internet Banking Satuan Unit Kerja Teknologi Informasi • Sasaran Implementasi One Time Authentication Internet Banking • Risiko Distribusi authentication keys • Peluang Kerjasama dengan PT PLN dan PT POS Indonesia untuk memperluas jangkauan distribusi • Solusi Bundling service dengan PT PLN dan PT Pos Indonesia • Pelaksanaan Pengembangan e-channel Penerapan Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi dapat dilakukan oleh bank umum sebagai tahap lanjutan dari pelaksanaan peraturan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko untuk penggunaan teknologi informasi pada bank umum. Hal ini akan merubah dampak negatif dari penggunaan teknologi informasi menjadi dampak positif bagi bank umum. Gambar 4.3. pada Bank Umum R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I P E L A K S A N A A N Pelaksanaan : - IT strategic Plan & roadmap Solusi Inovatif : - E-Channel dengan meningkatkan keamanan & kenyamanan bertransaksi bagi nasabah Peluang : - Meningkatkan citra bank - Meningkatkan kepercayaan nasabah Risiko : - Turbelensi industri keuangan dunia R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I P E L A K S A N A A N Pelaksanaan : - One Time Authentication Internet Banking S A S A R A N R I S I K O I D E N T I F I K A S I P E L U A N G S O L U S I I N O V A T I F FAKTOR EKSTERNAL I D E N T I F I K A S I FAKTOR INTERNAL P E L A K S A N A A N Pelaksanaan : - Pengembangan E-Channel Solusi Inovatif : - Budling service dengan PLN dan PT Pos Peluang : - Adanya kerjasama dengan PLN dan PT Pos untuk memperluas distribusi Risiko : - Distribusi authentication keys Sasaran : - Implementasi One Time Authencation Internet Banking Solusi Inovatif : - Penambahan fitur keamanan yang memberikan kenyamanan bertransaksi bagi nasabah Peluang : - Nasabah semakin familiar dengan layanan elektronik Risiko : - Teknologi belum mature Sasaran : - Pengembangan E-Channel yang aman & nyaman S A S A R A N FAKTOR INTERNAL FAKTOR INTERNAL SATUAN UNIT KERJA Unit Kerja IT . Sasaran : -Strategic Business Plan Bank dan Kepatuhan pada peraturan Bank Indonesia S A S A R A N SENIOR MANAJEMEN Pimpinan Unit IT DEWAN DIREKSI Dewan Direksi Bank 86 Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi 87 4.2.4. Analisa akhir Pada peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, Bank Indonesia hanya memperhatikan fungsi kontrol terhadap risiko yang berpotensi mengancam keamanan dan operasional bank. Bila dilihat dari Kerangka Kerja Manajemen Risiko berbasis Peluang dan Inovasi, peraturan Bank Indonesia hanya fokus pada proses identifikasi risiko saja. Tidak ada proses identifikasi peluang dan mencari solusi inovatif untuk merubah dampak negatif dari penggunaan teknolgi informasi menjadi dampak positif. Pihak bank dapat secara cermat memasukkan tahap identifikasi peluang dan solusi inovatif sebagai tahap lanjutan dari pelaksanaan peraturan Bank Indonesia mengenai Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Tahap lanjutan ini untuk dapat mewujudkan peluang atau kesempatan usaha dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku pada saat bersamaan. Bila manajemen risiko di bank umum dilengkapi dengan tahap identifikasi peluang dan solusi inovatif pada penggunaan teknologi informasi pada bank umum di Indonesia berdasarkan kekuatan internal bank tersebut dan potensi yang ada di sektor keuangan khususnya yang berhubungan dengan perkembangan tehnologi informasi, akan menghasilkan program-program yang dapat meningkatkan kinerja dari bank umum tersebut. Seperti transaksi perbankan dengan internet / e-channel, pembayaran bergerak (mobile payment) menggunakan fasilitas telekomunikasi, transaksi pembayaran pada pasar-pasar traditional, potensi sektor keuangan di perdesaan dan solusi inovatif lainnya.