BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori sinyal menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk (Hartono, 2005). Teori ini berakar pada teori akuntansi pragmatik yang memusatkan perhatiannya kepada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan mempunyai informasi lebih banyak daripada pihak luar (investor, kreditor). Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang. Teori ini juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal yang diberikan berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau 7 8 informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Agar memberikan sinyal yang positif berupa laporan yang baik kepada pihak eksternal, maka perusahaan dapat memberikan informasi-informasi mengenai manajemen modal kerja dan rasio-rasio keuangan. Pemberian informasi-informasi manajemen modal kerja dan rasio-rasio keuangan dapat membuat para pihak eksternal menjadi lebih yakin mengenai laba yang disajikan oleh perusahaan. Terutama untuk pihak eksternal yang belum terlalu paham mengenai laporan keuangan dapat menngunakan informasi-informasi manajemen modal kerja dan rasiorasio keuangan dalam menilai kinerja perusahaan. Hal ini dapat membuat pihak eksternal yakin bahwa laba yang dihasilkan perusahaan adalah murni berupa hasil kinerja perusahaan bukan merupakan laba yang direkayasa oleh pihak preusan demi memberikan sinyal yang positif bagi pihak eksternal. B. Modal Kerja 1. Pengertian Modal Kerja Dalam sebuah aktivitas perusahaan tidak bisa dipungkiri dibutuhkan dana untuk menjalankan operasionalnya, misalkan untuk membeli bahan mentah, membayar gaji karyawan, rekening listrik, biaya transportasi, hutang dan sebagainya. Dana yang dialokasikan tersebut diharapkan akan diterima kembali dalam waktu yang tidak lama, sehingga dapat dipergunakan kembali untuk kegiatan operasional selanjutnya. Oleh karena itu, dalam satu periode akuntansi (1 9 tahun) dana ini akan diharapkan berputar secepat mungkin agar perusahaan tetap bisa menjalankan aktivitasnya. Dana yang digunakan tersebut dapat dikatakan dana lancar atau lebih umumnya dikenal dengan istilah modal kerja. Hal ini sesuai dengan pengertian modal kerja yang diungkapkan oleh Martono dan Agus (2002:72) bahwa, ”dana yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari disebut dengan modal kerja (working capital)”. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Sawir (2003:129) yang menyatakan bahwa, ”modal kerja adalah investasi perusahaan didalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekritas (surat berharga), piutang dagang dan persediaan”. Kasmir (2010:210), mendefinisikan, ”Modal kerja adalah investasi perusahaan yang ditanamkan pada asset jangka pendek, seperti kas, surat berharga, piutang, persediaan, dan asset lancar lainnya yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan”. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal kerja adalah investasi perusahaan pada aktiva jangka pendek dalam bentuk kas, sekuritas, piutang dan persediaan yang digunakan untuk memenuhi kegiatan operasi perusahaan. 2. Konsep Modal Kerja Munawir (2007,104-116) mengklasifikasikan konsep modal kerja kedalam tiga konsep sebagai berikut : 10 a. Konsep kuantitatif Konsep ini menitikberatkan pada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang bersifat rutin atau menunjukkan jumlah dana yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital). Dalam konsep ini tidak mementingkan kualitas dari modal kerja, apakah modal kerja dibiayai dari modal para pemilik, hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek; sehingga dengan modal kerja yang besar tidak mencerminkan margin of safety para kreditur jangka pendek yang besar juga, bahkan modal kerja yang besar menurut konsep ini tidak menjamin kelangsungan operasi yang akan datang, serta tidak mencerminkan likuiditas perusahaan yang bersangkutan. b. Konsep Kualitatif Konsep ini menitikberatkan pada kualitas modal kerja, dalam konsep ini pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari pemilik perusahaan. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancarnya (hutang jangka pendek) dan menunjukkan pula margin of protection atau tingkat keamanan bagi para kreditur jangka pendek, serta menjamin kelangsungan operasi dimasa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman jangka pendek dengan jaminan aktiva lancarnya. 11 c. Konsep fungsional Konsep ini menitikberatkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh suatu perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income) ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Misalnya: bangunan, mesin-mesin, pabrik, alat-alat kantor dan aktiva tetap. 3. Pentingnya Modal Kerja Lebih dari separuh dari total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar. Sebagian dari investasi yang besar dan mudah diuangkan, maka aktiva lancar memerlukan perhatian yang besar dan seksama dari manager keuangan. Karena bagaimanapun aktiva lancar mempunyai pengaruh yang besar dalam menjalankan bisnis. Modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran operasi sehari-hari, karena dengan modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, tidak mengalami kesulitan keuangan, juga akan memberikan beberapa keuntungan lain. Pentingnya modal kerja menurut Munawir (2007:116-117) adalah sebagai berikut: 12 a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar. b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya. c. Menjamin dimilikinya kredit perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk menghadapi bahaya-bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi. d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumennya. e. Memungkinkan bagi para pengusaha untuk memberi syarat kredit yang lebih menguntungkan bagi para pelanggannya. f. Memungkinkan bagi para perusahan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau pun jasa yang dibutuhkan. 4. Jenis – jenis Modal Kerja Menurut Sawir (2005:132), modal kerja digolongkan menjadi dua yaitu: a. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Yaitu modal kerja yang harus selalu ada pada perusahaan atau dengan kata lain jumlah modal kerja itu harus tetap ada agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan modal kerja tersebut secara terus menerus selalu diperlukan untuk kelancaran usaha dalam suatu periode akuntansi. Modal kerja permanent terbagi menjadi dua yaitu : 13 1) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) Yaitu sejumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kelangsungan kegiatan usahanya. 2) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) Yaitu sejumlah modal kerja yang digunakan untuk dapat menyelenggarakan luas produksi yang normal. Normal disini mempunyai pengertian yang fleksibel menurut kondisi perusahaannya. Apabila suatu perusahaan misalnya selama 4 atau 5 bulan rata-rata per bulannya mempunyai produksi 1000 unit. Apabila kemudian ternyata 4 atau 5 bulan berikutnya luas produksi rata-rata per bulannya 2000 unit, maka luas produksi normalnya disinipun berubah menjadi 2000 unit. b. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) Yaitu modal kerja yang berubah-ubah sesuai dengan perolehan keadaan dalam suatu periode. Modal kerja ini dibagi menjadi 3 yaitu: 1) Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital), yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah disebabkan musim. 2) Modal Kerja Siklis (Cylical Working Capital), yaitu sejumlah modal kerja yang besarnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi kontinyunitas produk. 3) Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital), yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya kebakaran, banjir, gempa bumi, buruh mogok, perubahan ekonomi yang mendadak dan sebagainya). 14 5. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Djarwanto (2001) mengemukakan bahwa pada umumnya modal kerja suatu perusahaan berasal dari berbagai sumber, yaitu : a. Hasil operasi perusahaan Modal kerja perusahaan yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan menganalisa laporan penghitungan laba rugi perusahaan. Dengan adanya keuntungan atau laba dari usaha perusahaan dan apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan maka laba tersebut akan menambah modal perusahaan yang bersangkutan. b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek) Surat-surat berharga merupakan salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber bertambahnya modal kerja, sebaliknya apabila terjadi kerugian maka modal kerja akan berkurang. c. Penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja. 15 d. Penjualan saham atau obligasi Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya atau dengan menerbitkan obligasi. e. Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama sebagai tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman, siklis, keadaan darurat atau kebutuhan jangka pendek lainnya. f. Kredit dari supplier Salah satu sumber modal kerja adalah kredit yang diberikan supplier. Material, barang-barang dan jasa bisa dibeli secara kredit. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu hutang harus dilunasi, perusahaan hanya memerlukan modal kerja yang kecil. Sedangkan pemakaian atau penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya jumlah modal kerja yang dimiliki oleh perusahaan. Penggunaan aktiva lancar yang dapat mengakibatkan menurunnya modal kerja, menurut Munawir (2007:125-127) adalah sebagai berikut : 16 a. Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos perusahaan. b. Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahan karena adanya penjualan surat berharga atau efek. c. Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-tujuan tertentu dalam jangka panjang. d. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka panjang atau aktiva lancar lainnya. e. Pembayaran hutang-hutang jangka panjang. f. Pengambilan uang atau barang dagang oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadinya (prive). 6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Jumlah Modal Kerja Besar kecilnya jumlah modal kerja pada suatu perusahaan berbeda-beda dari waktu ke waktu. Dalam menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan bukanlah persoalan yang mudah, karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Munawir, 2004) : a. Sifat atau jenis perusahaan Kebutuhan modal kerja tergantung pada jenis dan sifat dari usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Modal kerja dari perusahaan jasa relatiflebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industri, karena untuk perusahaan jasa tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang tunai 17 untuk membayar pegawai maupun untuk membiayai operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau penerimaan-penerimaan saat itu juga, sedangkan piutang biasanya ditagih dalam waktu relatif pendek. Bagi perusahaan industri dibutuhkan modal kerja yang lebih besar karena perusahaan harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak mengalami kesulitan di dalam operasinya. b. Waktu yang diperoleh untuk memproduksi barang yang akan dijual Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan jangka waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang yang akan dijual. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang, maka jumlah modal kerja yang diperlukan semakin besar. c. Syarat pembelian dan penjualan Syarat kredit pembelian barang dagangan atau bahan baku akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja. Syarat kredit pembelian yang menguntungkan akan memperkecil kebutuhan uang kas yang harus ditanamkan dalam persediaan dan sebaliknya. Di samping itu modal kerja juga dipengaruhi oleh syarat penjualan. Semakin lunak kredit (jangka kredit lebih panjang) yang diberikan kepada langganan akan semakin besar kebutuhan modal kerja yang harus ditanamkan dalam piutang. d. Tingkat perputaran persediaan Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan maka jumlah modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan (barang) akan semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan 18 perencanaan dan pengawasan persediaan yang efisien. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan mengurangi risiko kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau perubahan selera konsumen, di samping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. e. Tingkat perputaran piutang Kebutuhan modal kerja juga dipengaruhi jangka waktu penagihan piutang. Apabila piutang terkumpul dalam waktu pendek berarti kebutuhan akan modal kerja semakin rendah atau kecil. Untuk mencapai tingkat perputaran piutang yang tinggi diperlukan pengawasan piutang yang efektif dan kebijaksanaan yang tepat sehubungan dengan perluasan kredit, syarat kredit penjualan, maksimum kredit bagi langganan serta penagihan piutang. f. Volume Penjualan Perusahaan membutuhkan modal kerja untuk mendukung kegiatan operasional pada saat terjadi peningkatan penjualan. Jika tingkat penjualan tinggi maka modal kerja yang diperlukan relatif tinggi, sebaliknya bila penjualan rendah dibutuhkan modal kerja yang rendah. g. Faktor Musim dan Siklus Fluktuasi dalam penjualan yang disebabkan oleh faktor musim dan siklus akan mempengaruhi kebutuhan akan modal kerja. Perusahaan yang dipengaruhi oleh musim membutuhkan jumlah modal kerja yang relatif pendek. Modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan barang berangsur-angsur meningkat dalam bulan-bulan menjelang puncak penjualan. 19 C. Manajemen Modal Kerja Manajemen modal kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam perusahaan. Apabila perusahaan tidak dapat mempertahankan tingkat modal kerja yang memuaskan maka kemungkinan perusahaan akan berada dalam keadaaan insolvent (tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo). Aktiva lancar harus cukup untuk dapat menutup hutang lancar sehingga menggambarkan tingkat keamanan (margin of safety) yang memuaskan. Menurut Weston dan Copeland (2010) manajemen modal kerja adalah semua aspek pengelolaan aktiva lancar dan hutang lancar. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Van Horne dan Wachowiez (2007), mengemukakan bahwa manajemen modal kerja adalah administrasi aktiva lancar perusahaan dan pendanaan yang dibutuhkan untuk mendukung aktiva lancar (Van Horne dan Wachowiez, 2007). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perhatian utama dalam manajemen modal kerja adalah pada manajemen aktiva lancar perusahaan, yaitu kas, sekuritas, piutang dan persediaan serta pendanaan (terutama kewajiban lancar) yang diperlukan untuk mendukung aktiva lancar. Martono dan Agus Harjito (2004) mengemukakan beberapa alasan yang mendasari pentingnya manajemen modal kerja, yaitu: 1. Aktiva lancar dari perusahaan baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa memiliki jumlah yang cukup besar dibanding dengan jumlah aktiva secara keseluruhan. 20 2. Untuk perusahaan kecil, hutang jangka pendek merupakan sumber utama bagi pendanaan eksternal. Perusahaan ini tidak memiliki akses pada pasar modal untuk pendanaan jangka panjangnya. 3. Manajer keuangan dan anggotanya perlu memberikan porsi waktu yang sesuai untuk pengelolan tentang hal-hal yang berkaitan dengan modal kerja. 4. Keputusan modal kerja berdampak langsung terhadap tingkat risiko, laba, dan harga saham perusahaan. 5. Adanya hubungan langsung antara pertumbuhan penjualan dengan kebutuhan dana untuk membelanjai aktiva lancar. Adapun sasaran yang ingin dicapai dari manajemen modal kerja adalah sebagai berikut (Agnes Sawir, 2005) : 1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan mengelola aktiva lancar sehingga tingkat pengembalian investasi marginal adalah sama atau lebih besar dari biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva-aktiva lancar tersebut. 2. Meminimalkan dalam jangka panjang biaya modal yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar. 3. Pengawasan terhadap arus dana dalam aktiva lancar dan ketersediaan dana dari sumber utang sehingga perusahaan selalu dapat memenuhi kewajiban keuangannya ketika jatuh tempo. Sasaran tersebut mengindikasikan bahwa modal kerja perusahaan harus cukup jumlahnya, dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. Tersedianya modal yang cukup akan 21 menguntungkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan juga tidak akan mengalami kesulitan keuangan. D. Komponen Modal Kerja Menurut Lukas (2001), Modal kerja atau working capital, sering juga disebut gross working capital atau modal kerja kotor didefinisikan sebagai itemitem pada aktiva lancar, yakni kas (cash), surat berharga (security), piutang (account receivable) dan persediaan (inventory). Komponen modal berikutnya adalah hutang lancar. Mengenai hutang lancar Munawir (2004:18) mengemukakan bahwa : Hutang lancar atau hutang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun setelah tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa komponen modal kerja terdiri dari aktiva lancar dan hutang lancar. Nurak (2001 : 70) menyatakan bahwa kebijakan modal kerja dapat dilihat dari 4 (empat) aspek yang saling terkait secara serentak yaitu rasio cara pembelanjaan modal kerja, tingkat rasio lancar, tingkat perputaran modal kerja dan rasio jumla aktiva lancar terhadap jumlah aktiva. Dalam penelitian ini rasio komponen modal kerja yang digunakan adalah sebagai berikut : 22 1. Working Capital Turnover Ratio (WCTR) Djarwanto (2001:141) mengemukakan perputaran modal kerja (working capital turn over) adalah rasio antara penjualan dengan modal kerja. Perputaran modal kerja ini menunjukkan jumlah rupiah penjualan bersih yang diperoleh bagi setiap rupiah modal kerja. perputaran modal kerja yang tinggi menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba melalui penjualan dan akhirnya akan meningkatkan laba. Rumus : Net sales WCTR = ---------------------------Current Asset 2. Current Asset to Total Asset Ratio (CATAR) Syamsudin (2001:209) mengemukakan bahwa rasio aktiva lancar terhadap total aktiva adalah rasio yang menunjukkan berapa bagian dari total aktiva yang tertanam dalam pos-pos yang lancar. Rasio aktiva lancar atas total aktiva yang tinggi menunjukkan bahwa baik profitabilitas maupun risiko yang dihadapi akan menurun, hal ini berarti laba juga mengalami penurunan. Profitabilitas yang tinggi disebabkan karena aktiva lancar yang menghasilkan lebih sedikit dibanding dengan aktiva tetap. Djarwanto (2004:25) mengemukakan bahwa yang termasuk dalam aktiva lancar (current asset) adalah Kas (Cash), Investasi Jangka Pendek (Temporary Investment), Wesel Tagih (Notes receivable), Piutang dagang (Account Receivable), Penghasilan yang masih akan diterima (Accrual Receivable), 23 Persediaan barang (Inventories), dan Biaya yang dibayar dimuka (Prepaid expenses). Rumus : Current assets CATAR = ---------------------------Total assets 3. Current Liabilities to Total Asset Ratio (CLTAR) Sundjaja & Barlian (2001:114) mengemukakan bahwa rasio kewajiban lancar terhadap total aktiva dapat menunjukkan persentase total aktiva yang dibiayai oleh kewajiban lancar. Jika rasio kewajiban lancar terhadap total aktiva meningkat, laba meningkat karena perusahaan menggunakan banyak pembiayaan jangka pendek yang berdampak pada naiknya resiko perusahaan atas pembayaran jangka hutang lancarnya. Rumus : Current liabilities CLTAR = ----------------------------Total assets E. Prifitabilitas 1. Pengertian Profitabilitas Profit merupakan elemen terpenting dalam kegiatan operasional perusahaan agar kelanjutan dari perusahaan terjamin. Setiap usaha selalu mengutamakan keuntungan dalam pendirian perusahaan, baru setelah itu tujuan perusahaan yang lain. Seperti, kemampuan perusahaan untuk dapat bersaing dan 24 kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan mengadakan ekspansi usaha yang disebut develop. Pengertian profitabilitas suatu perusahaan merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu (Bambang Riyanto, 2002:35). Profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan (Robert Ang, 1997:18). Selain itu, profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektifitas manajemen yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan investasi perusahaan (J. Fred & Thomas. E. Copeland, 1999:23). Menurut Handono (2009:54) profitabilitas adalah mengukur kesanggupan perusahaan untuk menghasilkan laba. Masalah perusahaan memperoleh laba pada umumnya sangat penting, karena laba yang besar merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan produktif. Produktivitas baru dapat diketahui dengan kekayaan atas modal yang menghasilkan laba tersebut. Sutrisno (2009:16) mendefinisikan bahwa, ”profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan semua modal yang bekerja di dalamnya”. Profitabilitas menurut Sofyan (2009:304) adalah: “Menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang perusahaan, dan lain sebagainya”. 25 Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. 2. Rasio Profitabilitas Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Rasio profitabilitas menurut Brigham dan Houston (2009:107): Sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan efek-efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasi. Rasio ini meliputi margin laba atas penjualan, rasio kemampuan dasar untuk menghasilkan laba, 26 tingkat pengembalian atas total aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas saham biasa. Rasio profitabilitas menurut Sutrisno (2009:222), ”rasio untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan”. Rasio profitabilitas menurut Weston dan Copeland (2010:237), ”mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi”. Macam-macam Rasio Profitabilitas : a. Gross Profit Margin (GNP) Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. (Sawir, 2001 : 18) Rumus : Penjualan – Hpp GPM = -----------------------------Penjualan b. Net Profit Margin (NPM) Menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. (Sawir, 2001 : 18) Rumus : Laba Setelah Pajak NPM = ------------------------Penjualan 27 c. Return On Asset (ROA) Return On Asset (ROA) merupakan salah satu bentuk dari rasio prifitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. (Lukman Dendawijaya, 2001: 201). Rumus : Laba Setelah Pajak ROA = -------------------------Total Aset d. Return On Equity (ROE) ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk mengetahui besarnya pengembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. (Sawir, 2001 : 20). Rumus : Laba Setelah Pajak ROE = -------------------------------Modal Sendiri Salah satu rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA) yang merupakan salah satu bentuk dari rasio prifitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. 28 F. Pengaruh Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat 1. Hubungan WCTR dengan ROA Rasio perputaran modal kerja (Working Capital Turnover Ratio) merupakan perbandingan antara penjualan dengan jumlah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. (Abdullah , 2005:71) Semakin besar rasio perputaran modal kerja maka semakin baik suatu perusahan dimana persentase modal kerja yang ada mampu menghasilkan jumlah penjualan tertentu. Selain itu semakin besar rasio ini menunjukkan efektifnya pemanfaatan modal kerja yang tersedia dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. 2. Hubungan antara CATAR terhadap ROA Rasio jumlah aktiva lancar terhadap total aktiva (Current Asset to Total Asset Ratio) merupakan perbandingan jumlah aktiva lancar terhadap total aktiva yang terdapat diperusahaan (Sawir, 2005 :144). Semakin besar rasio semakin baik karena menunjukkan tersedianya kas, piutang dan persediaan yang merupakan harta lancar yang paling likuid dibanding dengan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan. Adanya aktiva yang likuid dapat digunakan sewaktu-waktu untuk membiayai kebutuhan operasional perusahaan dalam rangka menghasilkan laba. Tersedianya aktiva lancar akan mempermudah perusahaan dalam melakukan operasional sehari-hari dengan tujuan untuk meningkatkan profitabilitas. 29 3. Hubungan antara CLTAR terhadap ROA Rasio jumlah kewajiban lancar terhadap total aktiva merupakan perbandingan jumlah hutang lancar terhadap total aktiva (Current Liabilities to Total Asset Ratio) yang terdapat diperusahaan (Barlian & Sundjaja, 2001:78). Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang bagi perusahaan dengan jalan menunjukkan besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai dengan hutang jangka pendek. Semakin besar persentase pendanaan berasal dari ekuitas pemegang saham maka dari sudut kreditur bermakna makin besar perlindungan bagi pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko keuangan yang dapat mengganggu capaian profitabilitas perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka semakin baik atau semakin kecil resiko keuangan. G. Penelitian Terdahulu Soffia Pudji Estiasih (2005) meneliti mengenai pengaruh modal kerja terhadap ROA pada perusahaan textile yang go publik di BES. Penelitian ini menggunakan variabel ROA, rasio pembelanjaan modal kerja, current ratio, rasio perputaran modal kerja dan rasio jumlah aktiva lancar terhadap jumlah aktiva. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa variabel pembelanjaan modal kerja, current ratio, dan perputaran modal kerja mempunyai hasil yang positif. Berdasarkan uji t, maka variabel yang paling signifikan mempengaruhi perubahan ROA adalah perputaran modal kerja, dimana r2 = 70,83% dengan probabilitas kesalahan sebesar 0,00008. 30 Sri Wartini (2006) meneliti mengenai pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabililitas perusahaan publik PMA dan PMDN. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROI, likuiditas, rasio hutang, perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan dan perputaran modal kerja, Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan, likuiditas dan perputaran modal kerja tidak berpengaruh terhadap ROI. Hanya rasio hutang yang berpengaruh terhadap ROI. Irene (2008) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh modal kerja terhadap profitabilitas pada perusahaan indusri kimia dasar yang listing di BEI dalam ICMD periode tahun 2003-2006. Rasio-rasio yang digunakan adalah cash to total assets (CTA), cash turnover (CT), receivable turnover (RT), inventory turnover (IT), current ratio (CR), working capital turnover (WCT), dan return on investment (ROI). Sampel yang digunakan sebanyak 59 perusahaan. Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi yang hasilnya menunjukkan bahwa secara parsial variabel WCT mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap profitabilitas (ROI) dan variabel CTA berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas (ROI). Secara simultan menunjukkan bahwa secara bersama-sama semua variabel independen (CTA, RT, WCT, IT, CT, CR) terbukti mempengaruhi variabel dependen ROI. Dari keenam variabel terdapat empat variabel (CTA, RT, WCT, CT) yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen ROI. M. Rajesh dan N.R.V. Ramana Reddy (2011) melakukan penelitian tentang impact of working capital management on firm’s profitability. Penelitian 31 ini menggunakan 9 variabel, yaitu current ratio, acid test ratio, current assets to total assets ratio, current assets to sales ratio, working capital turnover, inventory turnover, debtors turnover ratio, cash turnover dan ROI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa current ratio, working capital turnover, inventory turnover ratio dan debtors turnover ratio berpengaruh positif terhadap ROI. Sedangkan acid test ratio, current assets to total assets ratio, current assets to sales ratio dan cash turnover ratio berpengaruh negatif terhadap ROI. Ringkasan dari hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut : 32 Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian Metode Variabel Soffia Pudji Estiasih (2005) Analisis regresi linear berganda ROA, rasio pembelanjaan modal kerja, current ratio, rasio perputaran modal kerja, rasio jumlah aktiva lancar terhadap jumlah aktiva Variable pembelanjaan modal kerja, current ratio, dan perputaran modal kerja mempunyai hasil yang positif. Berdasarkan uji t, maka variabel yang paling signifikan mempengaruhi perubahan ROA adalah perputaran modal kerja. Sri Wartini (2006) Analisis regresi berganda ROI, perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan, likuiditas dan perputaran modal kerja Perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan, likuiditas dan perputaran modalkerja tidak berpengaruh terhadap ROI. Hanya rasio hutang yang berpengaruh terhadap ROI. Irene (2008), analisis pengaruh modal kerja terhadap profitabilitas. Regresi Dependen: ROI Independen: CTA, CT, RT, IT, CR dan WCT WCT berpengaruh positif sigtifikan terhadap ROI CTA berpengaruh negatif signifikan terhadap ROI. M. Rajeshdan N.R.V. Ramana Reddy (2011) Analisis regresi berganda Current ratio, acid test ratio, current assets to total assets ratio, current assets to sales ratio, working capital turnover, inventory turnover, debtors turnover ratio, cash turnover, ROI Current ratio, working capital turnover, inventory turnover, debtors turnover ratio berpengaruh signifikan terhadap ROI. Sedangkan acid test ratio, current assets to total assets ratio, current assets to sales ratio dan cash turnover berpengaruh negatif terhadap ROI. Sumber: Berbagai jurnal dan penelitian Hasil Penelitian 33 H. Kerangka Pemikiran Secara sistematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : H3 WCTR (X1) H1 CATAR (X2) H2 ROA (Y) H3 CLTAR (X3) H4 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : X1 = WCTR (Working Capital Turnover Ratio). X2: = CATAR (Current Asset to Total Asset Ratio). X3 = CLTAR (Current Liabilities to Total Asset Ratio). Y = ROA (Return On Asset)