7 TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila (Oreochromis niloticus) Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Ikan nila termasuk ke dalam genus Oreochromis, karena golongan ikan ini mempunyai sifat yang unik setelah memijah yakni induk betina mengerami telur yang telah dibuahi di dalam mulutnya. Menurut Suyanto (2009) klasifikasi lengkap ikan nila adalah: Filum : Chordata Kelas : Osteichthyes Ordo : Percomorphi Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis Species : Orochromis niloticus Ikan nila mampu tumbuh cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25%. Ikan nila dapat memijah sepanjang tahun. Apabila induk ikan dipelihara dengan baik dan diberi pakan yang berkualitas maka ikan nila dapat memijah setiap 1,5 bulan sekali. Apabila persediaan pakan dalam habitat ikan nila sebanding dengan jumlah ikan maka pertumbuhan akan semakin cepat. Ikan nila mempunyai sifat yang menguntungkan yakni nila lebih efisien menggunakan pakan, bersifat omnivora, cepat pertumbuhannya, berdaging tebal, dan rasa dagingnya mirip dengan kakap merah (Suyanto 2009). Ikan nila memiliki eurihaline yang menyebabkan ikan nila dapat hidup di dataran rendah yang berair tawar hingga perairan bersalinitas, sehingga pembudidayaannya sangat mudah. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0 – 35 ‰ (Watanabe 1988). 8 Kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) Pilsbryoconcha exilis termasuk ke dalam filum moluska. Ciri umum dari filum ini mempunyai bentuk tubuh bilateral atau simetri, tidak beruas-ruas, tubuh lunak dan ditutupi mantel yang menghasilkan zat kapur, bentuk kepala jelas, bernapas dengan paru-paru atau insang (Gambar 1). Tubuhnya berbentuk pipih secara lateral dan memiliki dua cangkang (valve) yang berengsel dorsal dan menutupi seluruh tubuh membuatnya termasuk ke dalam kelas Pelecypoda. Famili Unionidae pada umumnya banyak ditemukan di kolam-kolam, danau, sungai, situ atau perairan-perairan tawar lainnya (Suwignyo et al. 1981). Klasifikasi kijing lokal adalah sebagai berikut: Filum : Moluska Kelas : Pelecypoda (Bivalvia) Famili : Unionidae Genus : Pilsbryoconcha Spesies : Pilsbryoconcha exilis Lea Kijing terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu mantel, insang, dan organ dalam. Mantel menggantung di seluruh tubuh, dan membentuk lembaran yang luas dari jaringan yang berada di bawah cangkang. Tepi mantel menghasilkan tiga lipatan yaitu dalam, tengah, dan luar. Otot radial dan circular terdapat pada lapisan dalam, lapisan tengah berfungsi sebagai sensori, dan lapisan luar terdapat cangkang. Seluruh permukaan mantel mensekresi zat kapur. Kijing memakan detritus, alga bersel satu, dan bakteri. Proses yang terjadi terhadap makanan yang masuk ke dalam tubuhnya (Suwignyo et al. 1998) adalah sebagai berikut: 1. Makanan masuk melalui sifon inhalant akan dijebak pada insang karena hanya mukus yang dihasilkan oleh kelenjar hypobranchial. 2. Zat makanan ini akan dialirkan ke mulut oleh sistem silia yang berkembang dengan baik, yang dikhususkan mengambil makanan dari permukaan insang menuju mulut. Kemudian makanan akan disortir oleh palp yang mengelilingi mulut yang mampu membedakan antara makanan dengan kerikil atau pasir, karena mengandung chemoreceptor. 9 3. Kerikil atau pseudofeces akan dikeluarkan oleh sifon exhalant, makanan ditransformasikan ke mulut. 4. Bagian ventral dari perut atau style sac berisi crystalline sac merupakan mucopolysaccharide yang memproyeksikan makanan ke perut. Sel-sel yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan terdapat pada style sac. Sel-sel pada style sac tersebut mempunyai cillia yang secara perlahan memutari style sac, gerakan rotasi ini berlangsung pada chitinous plate (gastric shield). 5. Gerakan rotasi ini akan mengakibatkan bercampurnya kandungan perut dan kemudian makanan akan hancur secara mekanis. Material yang tidak dicerna akan dibuang melalui anus sebagai feses. Gambar 1. Kerang air tawar (Pilsbryoconcha exilis) Kijing bersifat filter feeder, mekanisme makan bergabung dengan mekanisme pernafasan. Zat-zat makanan seperti fitoplankton serta organisme mikroskopik lain akan ikut tersaring dan kemudian diubah menjadi jaringan tubuh ketika kijing menyaring air. Kijing lokal menyukai perairan yang dalam dengan kecerahan yang tinggi, mengandung bahan organik total yang tinggi dan substrat liat atau berlumpur. Pola distribusinya memencar dengan populasi berkelompok pada habitatnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan kijing adalah suhu, pH, 10 oksigen, endapan lumpur, dan fluktuasi permukaan air (Prihartini 1999). Kijing familia Unionidae bermanfaat secara ekologis karena mampu menjernihkan air berkat efisiensinya menyaring partikel-partikel tersuspensi dan alga. Selain itu, kerang Unionidae memiliki potensi ekonomis yaitu sebagai bahan pangan sumber protein bagi manusia, sumber pakan ternak, industri kancing dan penghasil mutiara (Prihartini 1999) serta komoditas budidaya perikanan darat (Suwignyo et al. 1998). Tepung dari daging kijing juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan fortifikasi dalam pembuatan kerupuk (Mathlubi 2006). Volume air yang dapat disaring oleh kerang adalah 1,44 liter/individu dewasa/jam. Makanan yang masuk bersama air tadi digerakkan, diperas, lalu dicerna dengan bantuan cilia (rambut getar) pada tubuhnya. Cilia mampu bergerak 2-20 kali per detik. Makanan kerang dapat berupa zooplankton, fitoplankton, bakteri, flagellate, protozoa, detritus, alga, dan berbagai zat yang tersuspensi dalam perairan tempat tinggalnya. Umumnya kijing dapat mengatur tingkat metabolisme oksigen dengan baik sehingga masih dapat hidup pada keadaan dengan kadar oksigen dalam air sangat sedikit (Hart dan Fuller 1974). Keistimewaan dari kerang adalah perkembangbiakannya yang cepat. Di daerah tropis seperti Indonesia, kerang dapat berkembang biak sepanjang tahun. Sekali berkembang biak keturunannya bisa 300.000 individu (Suwignyo 1975). Sementara itu menurut Suhardjo (1977), setiap kali memijah kerang dapat menghasilkan telur sebanyak 369.227-458.000 butir. Karena daya tahan hidupnya yang tinggi dan jumlahnya yang berlimpah ini, maka kerang layak dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mengatasi pencemaran perairan akibat polutan termasuk logam berat. Kajian mengenai peranan hewan filter feeder sebagai biofilter dalam pengelolaan limbah telah banyak dilakukan. Hamsiah (2000) menyatakan bahwa keong bakau (Telescopium telescopium L.) dapat digunakan sebagai biofilter dalam pengelolaan limbah budidaya tambak udang intensif. Keberadaan keong bakau yang dipelihara dalam limbah budidaya berpengaruh terhadap parameter kualitas air (fisika, kimia dan biologi) yaitu kadar padatan tersuspensi total (TSS) (fisika), kebutuhan oksigen biokimia (BOD 5 ), nitrit, nitrat (kimia) dan populasi bakteri (biologi). 11 Limbah N dan P Nitrogen Ikan dapat memanfaatkan protein dengan sangat efisien, meskipun faktanya ikan menggunakan bagian yang penting dari protein yang dapat dicerna untuk tujuan mendapatkan energi, dan memproduksi buangan nitrogen dalam jumlah yang besar (Dosdat et al. 1996). Seperti sudah diketahui bahwa pemberian pakan dengan asam amino yang berlebih dapat menyebabkan katabolisme asam amino disertai dengan ekskresi ammonia dalam jumlah besar. Dalam hal ini keseimbangan antara protein yang dapat dicerna dan energi yang dapat dicerna dalam pakan juga penting. Produk akhir yang utama dari metabolisme protein pada ikan teleost adalah ammonia. Secara alami limbah budidaya ikan akan menghasilkan ammonia (NH3 ) dari pakan yang tidak termakan, urin dan feses. Amonia melalui proses nitrifikasi akan berubah bentuk menjadi nitrit dan nitrat. Amonia dan nitrit bersifat racun dan dapat menghambat pertumbuhan ikan, sedangkan nitrat tidak berbahaya dan dapat dimanfaatkan bagi tumbuhan. Proses perubahan ammonia menjadi nitrit dan nitrat melibatkan bakteri Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp. Produksi ammonia pada ikan terutama tergantung pada protein yang masuk dan efisiensi metabolisme dari ikan, dimana species-spesifik dan dipengaruhi oleh tingkat kelarutan ammonia dalam air. Jenis ikan air tawar biasanya mengeluarkan total ammonia nitrogen (TAN) yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan air laut (Jobling 1995). Boyd (1988) menyatakan bahwa kadar NH 3 0,2-2,0 mg/l dalam waktu singkat bersifat racun bagi ikan dan NH3 sudah berbahaya pada konsentrasi 0,04 mg/l, karena dapat menurunkan kapasitas darah untuk membawa oksigen sehingga jaringan akan kekurangan oksigen. Konsentrasi ammonia (NH3 ) yang diizinkan untuk budidaya ikan nila tidak melebihi 0,06 mg/l (Eding et al. 2006). Kapasitas penggunaan protein pada ikan berbeda tergantung jenis ikan, stadia hidup, dan ada hubungan yang kuat antara tingkat protein pada makanan dan produksi ammonia N (Begum et al. 1994). Protein biasanya mengandung 12 16% N (NRC 1993). Produksi ammonia dipengaruhi oleh hubungan protein atau energi dan keseimbangan asam amino dalam pakan (Kaushik 1998). Pakan yang diformulasikan dengan sumber protein dengan profil asam amino yang rendah akan menghasilkan ekskresi ammonia yang lebih tinggi. Fosfor Di perairan umum fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfor berbentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, besifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Adenosine Triphosphate) dan ADP (Adenosine Diphosphate). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk fosfor yang paling sederhana di perairan (Boyd 1988). Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat yang berkaitan dengan ferri (Fe 2 (PO 4 ) 3 ) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan. Saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan melepaskan fosfat ke perairan, sehingga meningkatkan keberadaan fosfat di perairan (Brown 1987). Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor organik biasanya disebut soluble reactive phosphours, misalnya ortofosfat. Fosfor organik banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung bahan organik. Oleh karena itu, pada perairan yang memiliki kadar bahan organik tinggi sebaiknya ditentukan juga kadar fosfor total, di samping ortofosfat (Mackereth et al. 1989). 13 Unsur fosfor berubah bentuk secara terus-menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengandung bakteri berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih. Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit dari pada kadar nitrogen, karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral, misalnya fluorapatite [Ca 5 -(PO 4 ) 3 F], hydroxylapatite [Ca 5 -(PO 4 ) 3 OH], strengite [Fe(PO 4 )2H 2 O], whitlockite [Ca 3 -(PO 4 ) 2 ], dan berlinite (AIPO 4 ). Selain itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi 2003). Fosfor adalah nutrisi mineral penting karena dibutuhkan untuk pertumbuhan, mineralisasi tulang, reproduksi, sintesis asam nukleat, dan metabolisme energi. Tanda-tanda kekurangan fosfor seperti mengurangi pertumbuhan tulang dan kelainan bentuk dan kuantitatif persyaratan telah ditentukan untuk beberapa jenis ikan. Seperti fosfat rendah di sebagian besar lingkungan perairan, sumber utama fosfor terutama berasal dari daging atau premixes, tulang ikan dan tanaman. Bentuknya sangat beragam, namun umumnya anorganik (kalsium dan kalium garam) dan organik (fosfolipid) yang ditemukan pada ikan dan tersedia bagi ikan daripada phytates ditemukan di tumbuhan.