28 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Metode Pengelompokan Biaya, Perhitungan Biaya Produk Gabungan dan Pengakuan Pendapatan Sampingan Menurut Perusahaan X 1. Jenis-jenis produk menurut jenis biaya Dari penjelasan jenis-jenis hasil produksi dan penjelasan proses produksi dapat kita ketahui bahwa terdapat dua jenis hasil produksi dalam keseluruhan proses produksi pada Perusahaan X. Pembagian tersebut berdasarkan atas jenis biaya yang mempengaruhinya. Dua jenis produksi tersebut adalah produk gabungan dan produk sampingan. Jenis-jenis produk menurut jenis biaya yang mempengaruhinya antara lain : a. Produk gabungan 1) Tahu potong 2) Tahu bandung 3) Tahu goreng 4) Tahu pong b. Produk sampingan 1) Ampas tahu 2. Pengelompokkan biaya menurut Perusahaan X a. Metode pengelompokan biaya menurut Perusahaan X 28 29 Perusahaan X mengelompokan jenis-jenis biaya menjadi tiga macam, yaitu: 1) biaya alat produksi, 2) biaya bahan baku, dan 3) biaya pegawai. Penjelasan masing-masing jenis biaya tersebut adalah sebagai berikut : 1) Biaya alat produksi Biaya alat produksi adalah biaya yang dikeluarkan setiap bulannya oleh Perusahaan X yang berkaitan dengan alat produksi tahu. Biaya alat produksi terdiri dari: a) Biaya depresiasi mesin yang terdiri dari mesin penggiling, mesin tungku untuk memasak tahu dengan uap dan kayu pemampat untuk mencetak tahu. b) Biaya bahan bakar tungku yang berasal dari pembakaran kayu bakar, biaya listrik dan air, dan minyak goreng. Perusahaan X tidak memiliki biaya sewa pabrik karena pabrik tersebut sudah dimiliki penuh oleh Perusahaan X. 30 Tabel 4.1 Tabel Rincian Biaya Kelompok Alat Produksi Menurut Perusahaan X di Bulan April 2010 No Jenis Biaya Alat Produksi Biaya/Bulan (Rp) 1. Biaya Depresiasi Tungku 420.000 2. Biaya Depresiasi Mesin Penggiling 100.000 3. Biaya Depresiasi Pencetak Tahu 35.000 4. Biaya Depresiasi Alat Goreng 20.000 5. Biaya Kayu Bakar 6. Biaya Listrik dan Air Jumlah 3.000.000 186.000 3.761.000 Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen PerusahaanX Rincian biaya alat produksi tersebut adalah sebagai berikut : a) Biaya depresiasi tungku adalah sebesar Rp 420.000,00 per bulan. Tungku tersebut mempunyai nilai buku senilai Rp 25.000.000,00 dengan masa manfaat 5 tahun. Perusahaan X mendepresiasi nilai buku tersebut dengan menggunakan metode garis lurus. b) Biaya depresiasi mesin penggiling sebesar Rp 100.000,00 per bulan. Mesin penggiling mempunyai nilai buku senilai Rp 6.000.000,00 dengan masa manfaat 5 tahun. Perusahaan X mendepresiasi nilai buku tersebut dengan menggunakan metode garis lurus. c) Biaya depresiasi pencetak tahu sebesar Rp 35.000,00 per bulan. Pencetak tahu tersebut mempunyai nilai buku senilai Rp 800.000,00 dengan masa manfaat 2 tahun. Perusahaan X mendepresiasikan nilai buku tersebut dengan menggunakan metode garis lurus. 31 d) Biaya depresiasi alat goreng sebesar Rp 20.000,00 perbulan. Alat goreng tersebut mempunyai nilai buku senilai Rp 720.000,00 dengan masa manfaat 3 tahun. Perusahaan X mendepresiasikan nilai buku tersebut dengan menggunakan metode garis lurus. e) Biaya pembelian kayu bakar sebesar Rp 100.000,00 per hari, sehingga per bulan dengan 30 hari kerja menghabiskan biaya sebesar Rp 3.000.000,00. Kayu bakar digunakan Perusahaan X sebagai bahan bakar tungku selepas konversi minyak tanah ke gas pada awal tahun 2000 yang lalu yang mengakibatkan pembengkakan biaya produksi. f) Biaya listrik dan air rata-rata sebesar Rp 186.000,00 per bulan. Perusahaan X tidak menggunakan jasa suplai air dari perusahaan air minum daerah, melainkan menggunakan air tanah yang dipompa dengan mesin dari tenaga listrik. Oleh karena itu biaya air untuk produksi juga termasuk dalam tagihan listrik Perusahaan X. Dari uraian di atas jumlah biaya alat produksi pada Perusahaan X adalah sebesar Rp 3.761.000,00 per bulan. 2) Biaya bahan baku Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku untuk proses produksi hingga menjadi barang jadi. Perusahaan X mengelompokkan seluruh bahan baku tersebut pada kelompok biaya bahan baku. Bahan baku tersebut antara lain kedelai yang menjadi bahan baku utama tahu, kunyit, minyak goreng dan garam. 32 Tabel 4.2 Tabel Rincian Biaya Kelompok Bahan Baku Menurut Perusahaan X di Bulan April 2010 No Jenis Biaya Bahan Baku Biaya/Bulan 1. Biaya Pembelian Kedelai 82.800.000 2. Biaya Pembelian Kunyit 3.600.000 3. Biaya Pembelian Garam 270.000 4. Biaya Pembelian Minyak Goreng 33.264.000 Jumlah 119.934.000 Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen Perusahaan X Rincian biaya bahan baku adalah sebagai berikut : a) Biaya pembelian kedelai adalah sebesar 6 kuintal dengan harga perkuintal sebesar Rp 460.000,00 atau sebesar Rp 2.760.000,00 per hari, atau sebesar Rp 82.800.000,00 per bulan dengan rata-rata 30 hari kerja setiap bulannya. Perusahaan X tidak menyimpan persediaan bahan baku selama lebih dari satu hari, hal tersebut berarti bahwa setiap pembelian kedelai setiap harinya akan habis diproduksi pada hari itu juga. Sehingga Perusahaan X tidak terdapat pos biaya penyimpanan maupun kerugian akibat penyimpanan. b) Biaya pembelian minyak goreng sebesar Rp 1.108.800,00 per hari atau sebanyak 126 kg perhari. Sehingga biaya pembelian minyak goreng per bulan dengan 30 hari kerja menghabiskan biaya sebesar Rp 33.264.000,00. c) Biaya pembelian kunyit sebesar Rp 120.000,00 per hari, atau sebesar Rp 3.600.000,00 per bulan dengan rata-rata 30 hari kerja setiap bulannya. 33 d) Biaya pembelian garam sebesar Rp 9.000,00 per hari atau sebesar Rp 270.000,00 per bulan dengan rata-rata 30 hari kerja setiap bulannya. Dari uraian di atas jumlah biaya bahan baku pada Perusahaan X adalah sebesar Rp 119.934.000,00 per bulan. 3) Biaya pegawai Biaya pegawai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai belanja honor pegawai pabrik pada Perusahaan X. Pegawai dimaksud adalah pegawai yang pekerjaannya berkaitan langsung dengan proses produksi tahu. Tabel 4.3 Tabel Rincian Biaya Kelompok Pegawai Menurut Perusahaan X di Bulan April 2010 No Jenis Biaya Pegawai 1. Mandor/Pengawas Produksi 2.000.000 2. Pegawai Produksi 9.450.000 Jumlah Biaya/Bulan (Rp) 11.450.000 Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen Perusahaan X Seperti tertulis dalam penjelasan struktur organisasi, pegawai produksi terbagi menjadi dua, yaitu : a) Mandor/Pengawas Produksi Mandor adalah pegawai yang bertugas untuk mengawasi proses produksi dan memastikan proses produksi menggunakan seluruh bahan baku yang ada dengan efektif dan efisien. Jumlah mandor yang dipekerjakan pada Perusahaan X adalah satu orang. Peran mandor penting 34 sekali karena Perusahaan X tidak menerapkan kebijakan untuk menyimpan bahan baku untuk kemudian dilakukan proses produksi pada hari berikutnya karena seluruh bahan baku yang dibeli harus habis pada hari itu juga. Biaya honor mandor perbulannya adalah sebesar Rp 2.000.000,00. b) Pegawai produksi Pegawai produksi adalah pegawai yang bertugas untuk melakukan proses produksi dari bahan baku kedelai menjadi tahu. Jumlah pegawai yang dipekerjakan pada Perusahaan X adalah 9 orang dengan honor perhari sebesar Rp 35.000,00 dengan jumlah hari kerja perbulan rata-rata adalah 30 hari. Sehingga total biaya honor pegawai produksi tersebut perbulan adalah sebesar Rp 9.450.000,00. Perusahaan X menetapkan kebijakan bahwa jika jumlah hari produksi pada suatu bulan di bawah dari sepuluh hari, Perusahaan X tetap memberikan honor yang bersifat tetap sebesar Rp 350.000,00 perbulannya. Sehingga apabila pada bulan tersebut jumlah hari produksinya hanya enam hari, pegawai tetap akan mengantungi honor sebesar Rp 350.000,00 bukan Rp 210.000,00 yang setara dengan enam hari kerja dikalikan dengan honor Rp 35.000/hari. Dari uraian di atas jumlah biaya pegawai mandor dan produksi pada Perusahaan X adalah sebesar Rp 11.450.000,00 per bulan. Berdasarkan uraian di atas, jumlah keseluruhan biaya produksi adalah sebesar Rp 135.145.000,00 seperti terangkum dalam tabel berikut. 35 Tabel 4.4 Tabel Rincian Biaya Produksi Tahu Pada Perusahaan X di Bulan April 2010 No Jenis Biaya Alat Produksi Biaya/Bulan (Rp) 1. Biaya Depresiasi Tungku 420.000 2. Biaya Depresiasi Mesin Penggiling 100.000 3. Biaya Depresiasi Pencetak Tahu 35.000 4. Biaya Depresiasi Alat Goreng 20.000 5. Biaya Kayu Bakar 6. Biaya Listrik dan Air 3.000.000 186.000 Jumlah 3.761.000 No Jenis Biaya Bahan Baku 1. Biaya Pembelian Kedelai 82.800.000 2. Biaya Pembelian Kunyit 3.600.000 3. Biaya Pembelian Garam 270.000 4. Biaya Pembelian Minyak Goreng 33.264.000 Jumlah 119.934.000 No Jenis Biaya Pegawai 1. Mandor/Pengawas Produksi 2.000.000 2. Pegawai Produksi 9.450.000 Jumlah Jumlah Seluruh Biaya Perbulan 11.450.000 135.145.000 Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen Perusahaan X b. Rincian pendapatan Perusahaan X 1) Pendapatan utama Perusahaan X menjual beragam produk tahunya per kaleng dengan isi tiap kalengnya adalah tahu-tahu yang telah dipotong hasil dari satu pemampatan tahu oleh sebuah alat pencetak. Jumlah tahu tiap kalengnya 36 berbeda tergantung jenis tahu yang diproduksi. Jumlah produksi tahu Perusahaan X pada bulan April 2010 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.5 Tabel Jumlah Produksi Tahu Perusahaan X Pada Bulan April 2010 No 1. 2. 3. 4. Jenis Tahu Jumlah Produksi dalam Sebulan (Satuan Kaleng) Jumlah Tahu Per Kaleng Jumlah Produksi dalam Sehari (Satuan Kaleng) A B C D=B/30 hari 5.250 56 175 3.750 56 125 2.640 56 88 960 12.600 200 32 420 Tahu Potong Tahu Bandung Tahu Goreng Tahu Pong JUMLAH Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen Perusahaan X Dalam satu kali pemampatan dari alat pencetak dapat dihasilkan tahu berjumlah sebagai berikut: a) 56 buah tahu potong, b) 56 buah tahu bandung, c) 56 buah tahu goreng, dan d) 200 buah tahu pong. Setiap harinya, Perusahaan X rata-rata memproduksi 420 hasil pemampatan yang kemudian diolah atau dikemas lebih lanjut. Setiap hasil 37 pemampatan tersebut kemudian dipotong hingga menghasilkan potonganpotongan tahu untuk kemudian dikemas dalam satu kaleng. Dari 420 hasil pemampatan dapat dihasilkan tahu kalengan dengan jumlah sebagai berikut: a) 175 kaleng tahu potong dalam sehari, atau sebanyak 5.250 kaleng dalam sebulan, b) 125 kaleng tahu bandung dalam sehari, atau sebanyak 3.750 kaleng dalam sebulan, c) 88 kaleng tahu goreng dalam sehari, atau sebanyak 2.640 kaleng dalam sebulan, d) 32 kaleng tahu pong dalam sehari, atau sebanyak 960 kaleng dalam sebulan. Setiap tahu dijual dengan harga yang berbeda, hal tersebut dikarenakan perbedaan kerumitan proses produksi yang telah dilakukan. Tahu polos yang tidak memerlukan proses produksi lanjutan setelah dimampatkan oleh alat pencetak dijual lebih murah daripada tahu bandung yang harus direbus kembali dengan kunyit atau dengan tahu goreng yang harus digoreng terlebih dahulu sebelum bisa dijual. Rincian pendapatan Perusahaan X dapat dilihat pada tabel berikut. 38 Tabel 4.6 Tabel Rincian Pendapatan Perusahaan X Pada Bulan April 2010 Jenis Tahu Jumlah Produksi dalam Sebulan (Satuan Kaleng) Harga Jual Tiap Jenis Tahu Pendapatan Per Jenis Tahu A B C D=BxC 1. Tahu Potong 5.250 13.700 71.925.000 2. Tahu Bandung 3.750 14.500 54.375.000 3. Tahu Goreng 2.640 18.400 48.576.000 4. Tahu Pong 960 19.500 18.720.000 JUMLAH 12.600 No 193.596.000 Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen Perusahaan X Harga jual setiap jenis tahu per kalengnya adalah sebagai berikut: a) Tahu Potong dijual seharga Rp 13.700,00/kaleng b) Tahu Bandung dijual seharga Rp 14.500,00/kaleng c) Tahu Goreng dijual seharga Rp 18.400,00/kaleng d) Tahu Pong dijual seharga Rp 19.500,00/kaleng Pendapatan setiap jenis tahu tersebut antara lain: a) Tahu Potong sebesar Rp 71.925.000,00, b) Tahu Bandung sebesar Rp 54.375.000,00, c) Tahu Goreng sebesar Rp 48.576.000,00, d) Tahu Pong sebesar Rp 18.720.000,00. 39 Sehingga total pendapatan Perusahaan X dalam satu bulan adalah sebesar Rp 193.596.000,00. 2) Pendapatan produk sampingan Perusahaan X mempunyai produk sampingan ampas tahu. Produk sampingan tersebut dijual berdasarkan harga pasar yang berlaku. Perusahaan X juga tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk pengemasan ataupun biaya produksi lanjutan agar dipasarkan. Ampas tahu tersebut kemudian dijual per satuan karung dengan harga Rp 8.000,00 per karungnya. Sedangkan dalam satu hari dapat dihasilkan ampas tahu sebanyak 11 karung. Sehingga dalam sebulan selama 30 hari kerja dapat dihasilkan pendapatan sebesar Rp 2.640.000,00. 3. Metode alokasi biaya produk gabungan dan pengakuan produk sampingan menurut Perusahaan X a. Alokasi biaya produk gabungan menurut Perusahaan X 1) Perusahaan X menggunakan satuan kaleng sebagai acuan perhitungan pendapatan dan biaya Perusahaan X menyandingkan biaya dengan pendapatan yang diterima berdasarkan satuan kaleng yang berisi seluruh tahu yang berasal dari satu kali pemampatan yang kemudian dipotong-potong menjadi 56 buah tahu potong, tahu bandung dan tahu goreng dan sebanyak 200 tahu pong. 2) Perusahaan X mengalokasikan seluruh biaya produksinya dengan metode unit kuantitatif 40 Perusahaan X mengalokasikan seluruh biaya produksinya dengan metode unit kuantitatif. Metode tersebut adalah metode dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi untuk kemudian dibagi dengan jumlah hasil pemampatan tahu yang dikemas dalam satu kaleng. Oleh karena itu Perusahaan X tidak membedakan biaya produksi berdasarkan jenis tahunya melainkan dihitung berdasarkan hitungan biaya rata-rata perkaleng. Tabel 4.7 Rincian Alokasi Pemampatan Tahu No. Jenis Tahu 1. Tahu Potong Tahu Bandung Tahu Goreng Tahu Pong 2. 3. 4. Hasil Pemampatan per 600 Kg Kedelai selama Satu Hari Hasil Pemampatan Selama Satu Bulan (420x30 hari) Alokasi Per Jenis Tahu (kaleng) 5.250 420 Pemampatan 12.600 Pemampatan 3.750 2.640 960 Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen Perusahaan X Perhitungan alokasi biaya produksi gabungan kepada tiap jenis tahu menurut Perusahaan X dapat dilihat pada tabel berikut. 41 Tabel 4.8 Metode Alokasi Biaya Produk Gabungan Menurut Perusahaan X Berdasarkan data Bulan April 2010 No 1. 2. 3. 4. Jenis Tahu A Tahu Potong Tahu Bandung Tahu Goreng Tahu Pong Jumlah Seluruh Biaya per Bulan Total Produksi per Bulan (Satuan Kaleng) B C Rp 135.145.000 Biaya Produksi per Kaleng Jumlah Produksi per Jenis Tahu dalam Sebulan (Satuan Kaleng) Biaya Produksi per Jenis Tahu dalam Sebulan D=B/C Rp 10,725.79 E 5.250 F=DxE Rp 56,310,416.67 Rp 10725.79 3.750 Rp 40,221,726.19 Rp 10725.79 2.640 Rp 28,316,095.24 Rp 10725.79 JUMLAH 960 12.600 Rp 10,296,761.90 Rp 135.145.000 12.600 Sumber : Rangkuman hasil wawancara dengan manajemen Perusahaan X Setiap hasil pemampatan tersebut dikemas dalam kaleng untuk kemudian dipasarkan. Oleh karena itu biaya produksi per satuan kaleng adalah: jumlah seluruh biaya perbulan , atau jumlah hasil pemampatan tahu perbulan Rp 135.145.000,00 = Rp 10.725,79 12.600 kaleng 42 Setiap bulannya, Perusahaan X rata-rata memproduksi 12.600 hasil pemampatan yang kemudian diolah dan dikemas. Dari 12.600 hasil pemampatan tersebut dihasilkan tahu yang berjumlah sebagai berikut: 1) 5.250 kaleng tahu potong, 2) 3.750 kaleng tahu bandung, 3) 2.640 kaleng tahu goreng, 4) 960 kaleng tahu pong. Sehingga biaya produksi setiap jenis tahu jika dikalikan antara jumlah kaleng yang dihasilkan dengan biaya produksi per kaleng antara lain. 1) Tahu potong sebesar Rp 56.310.416,67, 2) Tahu bandung sebesar Rp 40.221.726,19, 3) Tahu goreng sebesar Rp 28.316.095,24, 4) Tahu pong sebesar Rp 10.296.761,90. b. Pengakuan pendapatan produk sampingan menurut Perusahaan X Perusahaan X memperlakukan pendapatan dari produk sampingan berupa ampas tahu sebagai pendapatan lain-lain. Pendapatan tersebut dilaporkan pada laporan keuangan di pos pendapatan lain-lain setelah pendapatan bersih. B. Analisis Pengelompokan Biaya, Metode Perhitungan Alokasi Biaya Produk Gabungan dan Pengakuan Pendapatan Produk Sampingan Menurut Perusahaan X Untuk mempermudah analisis atas metode alokasi biaya gabungan dan biaya sampingan, terlebih dahulu akan dijelaskan kelemahan dalam pengelompokan jenis biaya yang diterapkan dalam Perusahaan X. Hal tersebut 43 dilakukan agar dapat lebih memahami sifat dari biaya-biaya yang terdapat pada Perusahaan X. Setelah itu analisis akan dilakukan terhadap metode yang digunakan perusahaan X untuk mengalokasikan biaya produksi terhadap produk gabungan. Analisis juga akan dilakukan untuk mengetahui dampak kelemahan metode alokasi biaya yang digunakan perusahaan X terhadap margin keuntungan penjualan masing-masing produk dan efeknya terhadap laba bersih secara keseluruhan. 1. Analisis terhadap pengelompokan biaya menurut Perusahaan X Dari penjabaran rincian biaya, pendapatan, dan metode alokasi biaya yang diterapkan pada perusahaan X, terdapat beberapa kelemahan yang dapat diidentifikasikan jika diukur dengan teori akuntansi biaya yang ada, terutama teori dan metode dalam pengalokasian jenis biaya. Kelemahan tersebut terjadi pada metode yang digunakan dalam pengalokasian jenis biaya dan pada metode pengalokasian biaya gabungan pada masing-masing jenis tahu. Kelemahan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut. a. Perusahaan X menggunakan dasar pengelompokan biaya yang tidak tepat Perusahaan X mengelompokkan komponen-komponen biaya produksinya berdasarkan alat produksi, bahan baku dan pegawai. Hal tersebut diterapkan karena keterkaitan dan kesamaan yang terjalin antara komponen-komponen biaya tersebut. Namun menurut Carter dan Usry (2006,57) agar seorang manajer dapat merencanakan aktivitas-aktivitas perusahaan dengan baik, maka ia harus mengendalikan biaya yang ada dengan efektif dan memahami hubungan antara 44 terjadinya biaya dengan aktivitas maupun sebaliknya bagaimana dampak perubahan aktivitas terhadap biaya. Hal seperti itu sulit untuk dilakukan pada Perusahaan X, karena tidak terbagi dengan jelas apa komponen-komponen biaya yang berhubungan langsung dengan kapasitas produksi pabrik, serta sulit untuk mengidentifikasi biaya apa saja yang dapat dikurangi tanpa mempengaruhi kapasitas produksi pabrik. b. Metode pengelompokan biaya oleh Perusahaan X menyulitkan manajemen dalam mengambil keputusan Pada pengelompokan yang dilakukan oleh Perusahaan X, manajer akan kesulitan dalam menentukan dengan cepat biaya-biaya apa saja yang tetap harus dikeluarkan oleh perusahaan jika harus menurunkan jumlah produksinya. Manajer juga akan kesulitan untuk menentukan margin antara keuntungan dan biaya dalam beberapa tingkat jumlah produksi. Hal tersebut dikarenakan pengelompokan yang dilakukan oleh Perusahaan X tidak merepresentasikan sifatnya dalam kegiatan produksi perusahaan. c. Pengelompokan biaya yang diterapkan Perusahaan X sudah mendekati prinsip teori akuntasi biaya Pada dasarnya pengelompokan biaya yang telah dilakukan oleh perusahaan X sudah mendekati prinsip pengelompokan biaya sesuai dengan elemen produksi. Perusahaan X mengelompokkan biaya berdasarkan bahan baku, alat produksi, dan tenaga kerja. Pada kelompok biaya bahan baku, perusahaan X sudah menetapkan dengan benar komponen-komponen biaya yang termasuk di dalamnya. Namun 45 pada kelompok tenaga kerja, tidak semua komponen produksi di dalamnya termasuk dalam tenaga kerja langsung. Pada kelompok biaya tenaga kerja, honor mandor tidak termasuk dalam biaya tenaga kerja langsung. Hal tersebut dikarenakan honor mandor bukan tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Karena mandor hanya mempunyai fungsi pengawas, bukan pegawai yang melaksanakan proses produksi. 2. Pengelompokan biaya menurut teori Akuntansi Biaya a. Pengelompokan biaya berdasarkan aktivitas produksi 1) Pengelompokan biaya berdasarkan aktivitas produksi dibagi menjadi biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel Dalam kaitannya dengan aktivitas, biaya-biaya yang terjadi terbagi menjadi tiga bagian yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semivariabel. Pengelompokan tersebut berguna karena berhubungan langsung dengan aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan tersebut. Sehingga manajer misalnya dapat dengan mudah mengidentifikasi biayabiaya apa saja yang dapat dikurangi jika ingin mengurangi biaya produksi dengan catatan tidak mengurangi kapasitas produksi pabrik. Aktivitas dan biaya adalah isitilah untuk menggambarkan apakah biaya mengalami perubahan seiring dengan berubahnya output produksi. Sehingga terbagilah kelompok biaya menjadi biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel. Seperti yang diutarakan oleh Hansen dan Mowen (2006,84) biaya tetap adalah biaya yang akan tetap dikeluarkan oleh perusahaan, berapapun tingkat aktivitas produksi perusahaan tersebut. 46 Contoh yang terdapat dalam Perusahaan X adalah biaya depresiasi dan biaya gaji mandor. Biaya tersebut tidak akan mengalami perubahan walaupun tingkat produksi mengalami kenaikan maupun penurunan yang signifikan. Berbeda dengan biaya tetap yang nilainya bersifat tetap, biaya variabel justru berfluktuasi menyesuaikan dengan perubahan output produksi. Pada perusahaan X, biaya yang bersifat variabel diantaranya adalah, biaya bahan baku kedelai karena berhubungan langsung dengan target produksi tahu pada periode produksi tersebut. Selain itu juga ada biaya kayu bakar yang tiap jam pembakarannya memerlukan beberapa potong kayu bakar seharga Rp 10.000,00. Sehingga apabila Perusahaan X ingin menambah waktu produksi di luar jam produksi normal, hal tersebut juga akan berpengaruh terhadap berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian kayu bakar setara dengan berapa jam Perusahaan X akan menambah jam kerjanya. Sedangkan biaya semi variabel adalah biaya yang mempunyai dua komponen biaya tetap dan biaya variabel. Contoh yang terdapat pada Perusahaan X adalah biaya listrik yang digunakan untuk penerangan pabrik dan memompa air tanah untuk bahan baku produksi. Biaya listrik mempunyai komponen biaya tetap berupa abodemen yang nilainya tetap walaupun pada bulan tersebut Perusahaan X sama sekali tidak menggunakan jasa listrik untuk operasional pabriknya. Namun biaya 47 tersebut akan menjadi bertambah berdasarkan jumlah listrik yang dikonsumsi oleh Perusahaan X. 2) Pengelompokan biaya berdasarkan aktivitas menurut teori Akuntansi Biaya Pengelompokan jenis biaya pada Perusahaan X berdasarkan aktivitas menurut teori Akuntansi Biaya seharusnya adalah sebagai berikut: a) Biaya tetap (1) Depresiasi tungku, (2) Depresiasi mesin penggiling, (3) Depresiasi pencetak tahu, (4) Depresiasi alat goreng, (5) Honor mandor. b) Biaya variabel (1) Biaya pembelian kayu bakar, (2) Biaya pembelian minyak goreng, (3) Biaya pembelian kedelai, (4) Biaya pembelian kunyit, (5) Biaya pembelian garam. c) Biaya semi variabel (1) Biaya listrik, (2) Honor pegawai produksi. 48 b. Pengelompokan biaya berdasarkan hubungannya dengan elemen produksi Pengelompokan biaya berdasarkan elemen produksi bertujuan agar manajemen dapat dengan mudah mengidentifikasi sebuah biaya dengan bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik. Pengelompokan ini dapat dengan mudah mengikhtisarkan komponen-komponen biaya jika manajemen ingin memanipulasi biaya dengan berpatokan pada produk pendukung produksinya. Manajemen akan dapat dengan mudah mengatur biaya apa yang harus dikurangi jika ingin memanipulasi biaya komponen-komponen bahan baku produksi. Atau manajemen juga dapat mengevaluasi apakah biaya tenaga kerja mereka sudah efektif dan efisien. 1) Pengelompokan biaya berdasarkan elemen produksi terdiri dari biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik Menurut Carter dan Usry (2002,40), biaya manufaktur atau biaya pabrik adalah biaya yang terdiri dari tiga elemen biaya. Biaya manufaktur terdiri dari bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung yang disebut juga dengan biaya utama. Biaya manufaktur juga terdiri dari biaya overhead pabrik yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke elemen tertentu. Biaya overhead tersebut biasanya terdiri dari bahan baku tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, dan biaya tidak langsung lainnya. Seluruh biaya tersebut jika kemudian ditambahkan dengan biaya komersial yang terdiri dari beban pemasaran dan administratif akan menjadi total biaya operasi perusahaan. 2) Pengelompokan biaya berdasarkan elemen produksi menurut teori Akuntansi Biaya 49 Berdasarkan teori Akuntansi Biaya, pengelompokan biaya berdasarkan elemen produksi pada Perusahaan X terdiri dari: a) Bahan baku langsung yang terdiri dari: (1) Biaya pembelian kedelai, (2) Biaya pembelian kunyit, (3) Biaya pembelian garam. b) Tenaga kerja langsung (1) Honor pegawai produksi Sedangkan biaya overhead pada perusahaan X terdiri dari: a) Bahan baku tidak langsung terdiri dari: (1) Pembelian kayu bakar, (2) Pembelian minyak goreng. b) Tenaga kerja tidak langsung yang terdiri dari: (1) Honor mandor c) Biaya tidak langsung lainnya yang terdiri dari: (1) Depresiasi tungku, (2) Depresiasi mesin penggiling, (3) Depresiasi pencetak tahu, (4) Depresiasi alat goreng, (5) Biaya listrik. 3. Analisis terhadap metode alokasi biaya produk gabungan menurut Perusahaan X. 50 Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, perusahaan X mengalokasikan seluruh biaya produksinya dengan metode unit kuantitatif. Metode tersebut adalah metode dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi untuk kemudian dibagi dengan jumlah kaleng hasil pengemasan tahu yang telah diproduksi. Hal itu dikarenakan perusahaan X menjual tahu-tahu yang diproduksinya dengan satuan kaleng yang berisi potongan-potongan tahu dari hasil satu kali pemampatan. Selain itu Perusahaan X tidak menjual hasil produksi tahunya per satuan atau kemasan yang berisi beberapa tahu saja, namun hanya menjualnya dengan satuan kaleng. Perusahaan X merasa bahwa karena penjualan yang mereka lakukan adalah dengan satuan kaleng yang seragam. Metode unit kuantitatif dipandang sebagai metode yang tepat untuk digunakan dalam alokasi biaya produksi. Metode unit kuantitatif sendiri merupakan salah satu metode yang lazim digunakan dalam pengalokasian biaya produk gabungan. Metode unit kuantitatif adalah metode yang menganggap bahwa produk-produk hasil produksi yang simultan mempunyai satuan pengukuran yang sama. Oleh karena hal tersebut, pengalokasian biaya gabungan dilakukan dengan cara membagi total biaya produksi dengan seimbang ke tiap-tiap satuan hasil produksi. a. Alasan penerapan metode unit kuantitatif pada Perusahaan X tidak tepat Metode unit kuantitatif sebenarnya kurang tepat untuk diterapkan pada Perusahaan X. Hal tersebut dikarenakan antara lain: 1) Perusahaan X memproduksi tahu dengan menambahkan proses produksi tambahan tergantung dengan jenis tahu yang diproduksi. 51 2) Perusahaan X memproduksi beberapa jenis produk tahu. 3) Perusahaan X menjual jenis-jenis tahu tersebut dengan harga yang berbedabeda. 4) Perusahaan X memproduksi tahu yang dapat dijual pada titik pisah batas dan juga produk yang tidak dapat dijual pada titik pisah batas. b. Alasan bahwa metode harga pasar adalah metode paling tepat diterapkan pada Perusahaan X Dari keempat metode yang terdapat pada teori akuntansi biaya, Perusahaan X lebih tepat menggunakan metode harga pasar dibanding metode lainnya. Perusahaan X kurang tepat untuk menggunakan metode biaya rata-rata per unit. Karena jenis hasil produksi Perusahaan X masih dapat dibedakan dengan jelas baik bentuk dan bahan baku yang membentuknya. Perusahaan X juga tidak tepat untuk menggunakan metode rata-rata tertimbang, karena walaupun pembobotan atas atribut ukuran, tingkat kesulitan, dan kualitas produksi dapat ditentukan, serta produk-produk individual dapat dibedakan sifat dan bentuknya. Metode ini kurang tepat diterapkan karena biayabiaya gabungan sebelum titik pisah batas masih dapat dengan mudah ditelusuri, begitu pula proses produksi tambahan yang dilakukan untuk jenis tahu tertentu. Sehingga lebih tepat jika ditelusuri menurut biaya yang telah dikeluarkan oleh Perusahaan X. Berdasarkan penjelasan tersebut, metode yang paling tepat untuk digunakan adalah metode harga pasar. Mengingat harga jual tahu dapat dengan 52 mudah diketahui dan harga jual tahu tergolong dalam harga jual yang nilainya stabil di pasar. Metode harga pasar adalah metode yang menggunakan persentase harga pasar suatu produk dengan total harga pasar seluruh produk yang berasal dari produksi bersama. Persentase tersebut kemudian digunakan untuk menentukan berapa biaya yang dialokasikan dari total biaya produksi bersama sebelum titik pisah. Metode tersebut digunakan untuk produk-produk yang dapat dijual setelah titik pisah dan tidak memerlukan biaya produksi lebih lanjut. Untuk produkproduk yang memerlukan biaya pemrosesan lebih lanjut, metode yang digunakan adalah harga pasar masing-masing produk terlebih dahulu dikurangi dengan biaya produksi lanjutan setelah titik pisah batas untuk kemudian dihitung persentasenya antara total biaya produksi gabungan dengan total harga pasar setelah dikurangi biaya produksi lanjutan. Mudah ditelusurinya biaya tersebut itulah yang juga menjadi alasan lainnya mengapa Perusahaan X kurang tepat menggunakan metode rata-rata tertimbang jika dibandingkan dengan metode harga pasar. c. Penerapan metode harga pasar berdasarkan kondisi Perusahaan X Dalam kasus pada proses produksi Perusahaan X, produk-produk yang dihasilkan mempunyai jenis produk yang dapat langsung dijual pada titik pisah, yaitu tahu potong dan juga mempunyai jenis produk yang memerlukan biaya produksi tambahan setelah titik pisah batas yang terdiri dari 1) Tahu Bandung, 2) Tahu Goreng, dan 3) Tahu Pong. Kombinasi tersebut tidak memungkinkan bagi perusahaan X untuk menggunakan metode harga pasar dengan alokasi 53 berdasarkan harga pasar ketika titik pisah batas. Metode yang paling tepat adalah metode harga pasar setelah dikurangi dengan biaya produksi tambahan setelah titik pisah batas, meskipun ada satu produk yang tidak memerlukan biaya produksi lebih lanjut. Namun hal tersebut dapat disetarakan dengan cara ketiga harga jual tahu yang memerlukan biaya produksi tambahan dikurangi dahulu dengan biaya produksi tambahan untuk mendapatkan harga jual hipotesis, untuk kemudian disandingkan dengan harga jual tahu potong yang sudah memiliki harga jual setelah titik pisah batas. Oleh karena itu ketiga jenis tahu yang memerlukan biaya produksi tambahan yaitu: 1) Tahu Bandung, 2) Tahu Goreng, dan 3) Tahu Pong dikurangi terlebih dahulu harga jualnya dengan masing-masing biaya produksi tambahan agar setara dengan tahu potong. Setelah itu harga jual keempat tahu tersebut, yaitu 1) Tahu Bandung, 2) Tahu Goreng, 3) Tahu Pong, dan 4) Tahu Potong yang sudah diketahui berapa harga pasar hipotesisnya dijumlahkan untuk kemudian dijadikan sebagai pembanding dari total biaya produksi gabungan. Persentase yang dihasilkan kemudian dijadikan ukuran untuk mengalokasikan biaya gabungan kepada masing-masing tahu. Untuk mengetahui berapa alokasi biaya gabungan dengan metode tersebut, terlebih dahulu harus diketahui berapa total biaya produksi gabungan, harga jual per kaleng tahu, dan biaya produksi tambahan untuk tiap-tiap jenis tahu. 4. Perhitungan alokasi biaya produk gabungan menurut teori Akuntansi Biaya Sebelum menghitung berapa total biaya produksi gabungan, terlebih dahulu harus diketahui bagaimana tahapan produksi tahu-tahu tersebut. Selain itu 54 juga perlu diketahui berapa total biaya gabungan yang terjadi serta berapa biaya produksi tambahan untuk masing-masing jenis tahu tersebut. a. Biaya produksi gabungan Biaya gabungan adalah biaya yang terdiri dari penjumlahan antara biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik selain dari biaya produksi tambahan untuk tahu tertentu. Rincian dan total biaya produksi gabungan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.9 Tabel Rincian dan Total Biaya Produksi Gabungan Dalam Rupiah Menurut Teori Akuntansi Biaya No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Biaya Biaya Depresiasi Tungku Biaya Depresiasi Mesin Penggiling Biaya Depresiasi Pencetak Tahu Biaya Depresiasi Alat Goreng Biaya Kayu Bakar Biaya Listrik dan Air Biaya Pembelian Kedelai Mandor/Pengawas Produksi Pegawai Produksi Jumlah Nilai Rp 420.000 Rp 100.000 Rp 35.000 Rp 20.000 Rp 3.000.000 Rp 186.000 Rp 82.800.000 Rp 2.000.000 Rp 9.450.000 Rp 97.591.000 Sumber : Data yang telah diolah b. Biaya produksi tambahan Yang harus diperhatikan selanjutnya adalah biaya apa saja yang termasuk biaya produksi tambahan untuk jenis tahu tertentu, karena biaya tersebut tidak termasuk dalam biaya produksi gabungan melainkan termasuk dalam biaya produksi tambahan. 55 Dari deskripsi atas jenis-jenis tahu yang diproduksi oleh Perusahaan X, jenis-jenis tahu yang memerlukan produksi lebih lanjut adalah tahu bandung, tahu goreng dan tahu pong. Proses lanjutan itu adalah proses perebusan dengan kunyit dan proses penggorengan. Berdasarkan hal tersebut biaya-biaya yang termasuk dalam biaya produksi tambahan antara lain : 1) Biaya pembelian kunyit sebesar Rp 3.600.000,00, 2) Biaya pembelian minyak goreng sebesar Rp 33.264.000,00, 3) Biaya pembelian garam sebesar Rp 270.000,00. a) Perhitungan biaya produksi tambahan tahu bandung Perusahaan X membeli kunyit setiap bulannya seharga Rp 3.600.000,00. Biaya tersebut dialokasikan kepada biaya produksi tahu bandung yang memerlukan bahan kunyit dalam perebusan. Tahu bandung juga memperoleh alokasi biaya tambahan pembelian garam sebesar Rp 270.000,00. Sehingga total biaya produksi tambahan untuk tahu bandung adalah sebesar Rp 3.870.000,00. b) Perhitungan biaya produksi tambahan tahu goreng dan tahu pong Biaya pembelian minyak goreng sebesar Rp 33.264.000,00 tiap bulannya dibagi sesuai proporsi untuk dialokasikan kepada biaya produksi tahu goreng dan tahu pong karena kedua jenis tahu tersebut harus melalui proses penggorengan terlebih dahulu. Pengalokasian tersebut dilakukan secara proporsional dengan membandingkan jumlah kaleng hasil produksi masing-masing tahu dengan total kaleng hasil produksi kedua tahu tersebut. Dari rincian hasil produksi, diketahui bahwa Perusahaan X setiap bulannya memproduksi tahu goreng sebanyak 2.640 kaleng, dan tahu pong sebanyak 960 56 kaleng. Sehingga jumlah kedua hasil produksi tersebut adalah 3.600 kaleng. Persentase tersebut kemudian dikalikan dengan biaya pembelian minyak goreng yang digunakan untuk mengolah tahu goreng dan tahu pong lebih lanjut. Tabel perhitungan alokasi biaya produksi tambahan pada tahu goreng dan tahu pong adalah sebagai berikut. Tabel 4.10 Tabel Alokasi Biaya Produksi Tambahan Pada Tahu Goreng dan Tahu Pong Menurut Akuntansi Biaya No. 1 Jenis Tahu A Tahu Goreng Tahu Pong JUMLAH 2 Jumlah Produksi Tahu Goreng dan Tahu Pong Persentase Alokasi Biaya Pembelian Minyak Goreng Alokasi Biaya B C D E=CxD 2640 73,33% Rp 33.264.000 Rp 24.393.600 960 26,66% Rp 33.264.000 Rp 8.870.400 3600 100% Rp 33.264.000 Sumber : Data yang telah diolah Berdasarkan uraian dan perhitungan di atas, total biaya produksi tambahan untuk masing-masing jenis tahu adalah sebagai berikut. (1) Tahu Bandung sebesar Rp 3.870.000,00 yang berasal dari biaya pembelian kunyit sebesar Rp 3.600.000,00 dan biaya pembelian garam sebesar Rp 270.000,00. (2) Tahu Goreng sebesar Rp 24.393.600,00 yang berasal dari biaya pembelian minyak goreng. 57 (3) Tahu Pong sebesar Rp 8.870.400,00 yang berasal dari biaya pembelian minyak goreng. c. Perhitungan alokasi biaya gabungan Perusahaan X memiliki 3 jenis tahu yang memerlukan pemrosesan tambahan lebih lanjut, berbeda dengan tahu potong yang tidak memerlukan produksi tambahan lainnya sebelum dijual. Produk yang tidak dapat dijual pada titik pisah batas hakikatnya tidak memiliki harga jual karena memerlukan produksi tambahan. Sehingga dalam kasus pada Perusahaan X, dasar alokasinya adalah harga jual tahu potong ketika titik pisah batas dan harga jual hipotesis ketiga jenis tahu lainnya pada titik pisah batas. Hal tersebut dilakukan agar keempat jenis tahu tersebut menjadi setara dan dapat dijadikan dasar alokasi. Harga jual hipotesis ketiga tahu tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. 58 Tabel 4.11 Tabel Perhitungan Harga Jual Hipotesis Menurut Teori Akuntansi Biaya No. 1. 2. 3. Produk (A) Tahu Bandung Tahu Goreng Tahu Pong Harga Jual Jumlah Harga Jual Per Unit Produksi Total (B) (C) (D=BxC) Rp 14.500 3.750 Rp 18.400 2.640 Rp 19.500 960 Rp 13.700 5.250 Biaya Produksi Lanjutan (E) Rp Rp 54.375.000 3.870.000 Rp Rp 48.576.000 24.393.600 Rp Rp 18.720.000 8.870.400 Harga Jual Hipotesis (F=D-E) Rp 50.505.000 Rp 24.182.400 Rp 9.849.600 Tahu Potong 4. (tidak memerlukan Rp Rp 0,00 Rp 71.925.000 Rp Rp Rp 193.596.000 37.134.000 156.462.000 71.925.000 produksi lanjutan) Jumlah Sumber : Data yang telah diolah Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa persentase alokasi untuk masing-masing tahu berdasarkan perbandingan biaya produksi gabungan sebesar Rp 98.011.000,00 dengan total harga jual hipotesis sebesar Rp 156.462.000,00 adalah sebesar 62,64 %. Setelah diketahui persentase antara total biaya produksi gabungan dengan total harga jual hipotesis. Persentase tersebut kemudian dikalikan dengan harga jual hipotesis masing-masing tahu tersebut untuk mendapatkan berapa besar 59 alokasi biaya gabungan kepada masing-masing tahu. Perhitungan alokasi biaya gabungan tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 4.12 Tabel Perhitungan Alokasi Biaya Gabungan Kepada Tiap Jenis Tahu Persentase Alokasi Biaya Biaya Gabungan Kepada Gabungan Tiap Jenis Tahu Jenis Tahu Harga Jual Hipotesis A B C D=BxC 1. Tahu Bandung Rp 50.505.000 62.64% Rp 31.637.365,97 2. Tahu Goreng Rp 24.182.400 62.64% Rp 15.148.350,44 3. Tahu Pong Rp 9.849.600 62.64% Rp 6.169.991,09 4. Tahu Potong Rp 7.192.500 62.64% Rp 4.505.529,25 No Sumber : Data yang telah diolah Setelah besarnya alokasi biaya produksi gabungan masing-masing tahu diketahui, langkah selanjutnya adalah menghitung total biaya produksi masingmasing tahu tersebut. Berbeda dengan tahu potong yang biaya produksinya tidak perlu ditambahkan biaya produksi lanjutan karena sudah dapat dijual setelah titik pisah batas. Ketiga tahu lainnya kembali harus ditambah dengan biaya produksi lanjutan masing-masing untuk mendapatkan total biaya produksinya. 60 Perhitungan biaya produksi masing-masing tahu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.13 Tabel Perhitungan Total Biaya Produksi Individual Besar Alokasi No. Jenis Tahu Biaya Gabungan (A) Biaya Total Biaya Produksi Produksi Lanjutan (C=A+B) (B) 1. Tahu Bandung Rp 31.637.365,97 Rp 3.870.000 Rp 35.507.365,97 2. Tahu Goreng Rp 15.148.350,44 Rp 24.393.600 Rp 39.541.950,44 3. Tahu Pong Rp 6.169.991,09 Rp 8.870.400 Rp 15.040.391,09 4. Tahu Potong Rp 45.055.292,50 Rp 0,00 Rp 45.055.292,50 Jumlah Rp 98.011.000 Rp 37.134.000 Rp 135.145.000 Sumber : Data yang telah diolah Setelah didapat total biaya produksi per jenis tahu, maka untuk mengetahui berapa biaya produksi untuk tiap kalengnya dengan cara membagi total biaya produksi dengan jumlah produksi masing-masing jenis tahu seperti diperlihatkan dalam tabel berikut. Tabel 4.14 Tabel Biaya Produksi Per Kaleng Dengan Metode Harga Pasar No. Jenis Tahu Total Biaya Produksi Jumlah Produksi Biaya Produksi Metode Harga Pasar Dalam Satuan Kaleng Per Kaleng (A) (B) (C=A/B) 1. Tahu Potong Rp 45.055.292,50 5.250 Rp 8.581,96 2. Tahu Bandung Rp 35.507.365,97 3.750 Rp 9.468,63 3. Tahu Goreng Rp 39.541.950,44 2.640 Rp 14.978,01 4. Tahu Pong Rp 15.040.391,09 960 Rp 15.667,07 Sumber : Data yang telah diolah 61 d. Kesimpulan hasil perhitungan dengan metode harga pasar Dari hasil perhitungan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa biaya produksi yang didapat dari metode harga pasar benar-benar merepresentasikan kegiatan produksi yang dilaluinya. Pada tabel dapat diketahui bahwa biaya produksi tahu potong lebih kecil dibanding ketiga tahu yang lainnya. Hal tersebut menandakan kalau memang tahu potong tidak melalui proses produksi lanjutan, sehingga biaya produksinya lebih rendah. Hal yang sama juga terlihat pada biaya produksi tahu bandung yang nilainya lebih besar daripada tahu potong. Hal tersebut dikarenakan tahu bandung melalui kembali proses produksi tambahan dengan direbus dalam kunyit dan garam. Nilai produksi tahu bandung juga lebih rendah dibanding dengan tahu goreng dan tahu pong. Rendahnya biaya produksi tersebut dikarenakan proses produksi tambahan tahu bandung dan tahu pong lebih membutuhkan biaya yang lebih besar dibanding tahu bandung. Biaya tersebut adalah biaya pembelian minyak goreng yang membutuhkan biaya Rp 33.264.000, lebih besar dibandingkan biaya pembelian kunyit dan garam senilai Rp 3.870.000. Dari tabel juga dapat diambil kesimpulan bahwa biaya produksi tahu goreng dan tahu pong hampir sama. Hal itu karena pada dasarnya kedua tahu tersebut adalah identik, namun hanya ukuran tahunya saja yang berbeda. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa metode harga pasar lebih dapat menunjukkan aktivitas produksi yang dilalui setiap jenis tahu. Berbeda dengan metode unit kuantitatif yang digunakan Perusahaan X selama ini, biaya produksi per kaleng 62 yang dihasilkan nilainya sama dan tidak dapat menunjukkan aktivitas produksi masing-masing tahu.. 5. Analisis atas metode pengakuan pendapatan sampingan menurut Perusahaan X Perusahaan X memperlakukan pendapatan dari produk sampingan berupa ampas tahu sebagai pendapatan lain-lain. Pendapatan tersebut dilaporkan pada laporan keuangan di pos pendapatan lain-lain setelah pendapatan bersih. Metode tersebut termasuk dari salah satu metode dengan pengakuan sebagai pendapatan kotor. Metode ini dianggap sudah tepat karena ampas tahu tersebut tidak memerlukan kegiatan produksi tambahan ataupun kegiatan lainnya. Sehingga tidak ada lagi komponen biaya tambahan yang melekat pada produk tersebut. Dengan pengakuan sebagai pendapatan lain-lain, pembaca informasi dapat dengan mudah mengatahui bahwa memang terdapat produk sampingan yang muncul dari kegiatan produksi utama. C. Dampak Perbedaan Metode Perhitungan Biaya Produk Gabungan Antara Menurut Perusahaan X Dengan Menurut Teori Akuntansi Biaya 1. Mengakibatkan kesalahan perhitungan keuntungan dari tiap jenis tahu Selain mengakibatkan pencatatan biaya produksi yang tidak tepat, penggunaan metode unit kuantitatif ketimbang metode harga pasar juga mengakibatkan kesalahan perhitungan keuntungan dari tiap-tiap jenis tahu jika diasumsikan seluruh tahu tersebut seluruhnya terjual. Perhitungan total biaya 63 produksi setiap jenis tahu antara sebelum dan sesudah menggunakan metode harga pasar dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.15 Tabel Perbedaan Nilai Keuntungan Per Jenis Tahu No. 1. 2. 3. 4. Jenis Tahu Tahu Potong Tahu Bandung Tahu Goreng Tahu Pong Biaya Produksi Biaya Metode Harga Produksi Pasar Metode Unit (Perusahaan X) Kuantitatif (A) (B) Rp 45.055.292,50 Rp 35.507.365,97 Rp 39.541.950,44 Rp 15.040.391,09 Rp 56.310.416,67 Rp 40.221.726,19 Rp 28.316.095,24 Rp 10.296.761,90 Selisih Kelebihan Kauntungan/(Kekurangan Keuntungan) (C=A-B) (Rp 11.255.124,17) (Rp 4.714.360,22) Rp 11.225.855,2 Rp 4.743.629,18 Sumber : Data yang telah diolah Dari tabel dapat dilihat bahwa perbedaan pencatatan keuntungan yang terjadi sangat signifikan. Seperti tahu goreng yang ternyata terdapat kelebihan pencatatan keuntungan yang sebenarnya tidak terjadi sebesar Rp 11.225.855,2. Tetapi jika pendapatan dan biaya dihitung secara kumulatif dan tidak dihitung berdasarkan jenis tahu, tidak terdapat perbedaan antara total biaya produksi dan pendapatan antara metode unit kuantitatif dan metode harga pasar. Namun perbedaan informasi yang dihasilkan jika dirunut berdasarkan jenis tahu, bisa mengakibatkan informasi yang ditampilkan menjadi tidak tepat dan 64 bias. Hal tersebut dapat mengakibatkan manajer mengalami kesalahan dalam memutuskan keputusan bisnis. 2. Mengakibatkan perbedaan margin keuntungan dari setiap jenis tahu per kalengnya Kesalahan informasi dan lemahnya informasi juga dapat terjadi jika kita membandingkan biaya produksi per kaleng antara menggunakan metode unit kuantitatif dengan menggunakan metode harga pasar. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.16 Tabel Perbandingan Biaya Produksi Per Kaleng No. 1. 2. Jenis Tahu Biaya Produksi Biaya Per Kaleng Produksi Per Metode Unit Kaleng Kuantitatif Metode (Perusahaan X) Harga Pasar (A) (B) Tahu Potong Rp 10.725,79 Tahu Rp 10.725,79 Bandung Rp 8.581,96 Rp 9.468,63 Selisih Lebih/(Kurang) (C=B-A) (Rp 2.143,83) (Rp1.257,16) 3. Tahu Goreng Rp 10.725,79 Rp 14.978,01 Rp 4.252,22 4. Tahu Pong Rp 10.725,79 Rp 15.667,07 Rp 4.941,28 Sumber : Data yang telah diolah Selisih tersebut menunjukkan adanya perbedaan margin keuntungan dari setiap jenis tahu yang diproduksi. Dari tabel dapat kita lihat bahwa margin keuntungan tahu potong ternyata kurang sebesar Rp 2.143,83. Atau margin 65 keuntungan tahu goreng yang ternyata kelebihan sebesar Rp 4.252,22. Biaya produksi yang seragam seperti pada metode unit kuantitatif mengakibatkan sulitnya untuk memberikan informasi berapa margin keuntungan yang sebenarnya. Sehingga manajer sulit untuk memutuskan ketika ingin meningkatkan keuntungan, produksi jenis tahu apa saja yang dapat memberikan keuntungan yang lebih besar.