BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Permukiman Simonds (1983) berpendapat bahwa lanskap ialah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dimana elemen-elemen lanskapnya dibagi menjadi elemen lanskap utama dan elemen lanskap penunjang. Elemen lanskap utama adalah elemen lanskap dominan yang tidak dapat diubah, seperti bentukanbentukan gunung, sungai, pantai, dan lain-lain. Sedangkan elemen lanskap penunjang adalah elemen lanskap yang dapat diubah seperti bukit-bukit, semaksemak, dan sungai kecil. Menurut Eckbo (1964) lanskap merupakan keseluruhan yang kompleks dari elemen fisik di suatu area atau daerah pergerakan. Lanskap secara fisik merupakan hasil interaksi antara manusia sebagai individu dan makhluk sosial dengan alam sebagai kesatuan proses. Menurut Wiradisuria (1989) dalam Budiharjo (1992), lingkungan permukiman tidak hanya menyangkut prasarana fisik permukiman dan fasilitas pelayanan umum, tetapi juga pembinaan fasilitas usaha. Peranan permukiman sangat penting dalam usaha menjadikan penduduk sebagai unsur utama dalam pembangunan dan memungkinkan lingkungan hidup menunjang proses pembangunan secara berkelanjutan. Dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Pasal 1 ayat 5 dan 6 mengungkapkan yang dimaksud dengan prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Menurut Simonds (1983), permukiman merupakan kelompok-kelompok rumah yang memiliki secara bersama suatu ruang terbuka hijau (open space) dan merupakan kelompok yang cukup kecil untuk melibatkan seluruh keluarga dalam suatu aktivitas, tetapi cukup besar untuk menampung fasilitas umum seperti 5 tempat berbelanja, lapangan bermain (play field) serta daerah penyangga (buffer). Menurut Chiara dan Koppelman (1990), dalam memilih kawasan untuk permukiman harus mempertimbangkan tujuh karakter fisik: 1. Kondisi tanah dan bawah tanah 2. Air tanah dan drainase 3. Bebas dari bahaya banjir akibat air tanah dan banjir permukaan 4. Kesesuaian penampakan bangunan yang akan direncanakan 5. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi 6. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka 7. Bebas dari bahaya kecelakaan (tanah longsor) 2.2 Lanskap Jalan Menurut Chiara dan Koppelman (1990), jalan adalah unsur penting untuk rancangan pengelompokan yang harus diletakkan secara fungsional dan sesuai dengan kegunaannya. Lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia. Perencana harus menentukan seberapa luas sebuah sistem jalan diperuntukkan untuk tapaknya, yaitu dengan menggunakan tiga kategori yaitu utama, lokal dan jalan masuk (Untermann dan Shall, 1984). Tiga kategori tersebut diperuntukkan untuk tapak yang luas, sedangkan untuk tapak yang kecil menggunakan sistem jalan masuk yang luas. Berdasarkan jenis peruntukannya, jalan dibagi menjadi sirkulasi pejalan kaki, sirkulasi sepeda dan sirkulasi kendaraan bermotor. Dalam merencanakan lanskap jalan dibutuhkan usaha agar keberadaan lanskap jalan dapat dimanfaatkan dan tidak menggangggu pengguna jalan. Adapun usaha yang dilakukan adalah dengan mengontrol ketinggian pohon-pohon dan penggunaan jenis rumput yang sama pada pekarangan depan (Eckbo, 1964). 6 2.3 Taman Lingkungan Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), fungsi taman lingkungan bagi pemakainya adalah sebagai tempat rekreasi aktif dan pasif, untuk tempat beristirahat atau tempat untuk menghirup udara segar, untuk meningkatkan rasa bertetangga (sosialisasi), dan merupakan sarana fisik untuk memecahkan kehidupan sehari-hari yang monoton dan menjemukan. Untermann dan Shall (1984) berpendapat bahwa taman perumahan adalah taman yang terletak di suatu kawasan permukiman yang diperuntukkan bagi beberapa blok rumah dan taman yang dibuat untuk memenuhi jumlah penduduk yang lebih besar dan dilengkapi dengan fasilitas disebut community park (taman lingkungan). Sedangkan menurut Eckbo (1964), lingkungan permukiman yang ideal adalah kawasan lingkungan ketetanggaan yang memiliki fasilitas taman, bersama-sama membentuk sebuah blok permukiman dan taman tersebut dibuat seluas 2-4 ha, dimanfaatkan secara intensif oleh penduduk sekitarnya. Menurut Simonds (1983), taman lingkungan memiliki dua kategori luasan yaitu: 1. Taman lingkungan antar tetangga (neighborhood park) merupakan ruang terbuka hijau yang ditata sebagai area bermain, rekreasi dan taman yang berada di lingkungan kecil antar tetangga dengan luasan sekitar ±1,2 ha; 2. Taman lingkungan antar komunitas (community park) merupakan ruang terbuka hijau yang ditata selain sebagai area bermain dan rekreasi juga sebagai tempat berolahraga dengan luasan ± 2 ha, berada di lingkungan yang cukup besar dengan rata-rata 20 m²/ jiwa. 2.4 Perancangan Lanskap Laurie (1986) menyatakan bahwa desain lanskap merupakan sebuah perluasan dari perencanaan tapak. Perencanaan merupakan suatu kegiatan pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan (Nurisjah dan Pramukanto, 1995). Secara ringkas dikatakan bahwa perencanaan adalah proses pemikiran dari suatu ide ke arah suatu bentuk nyata. Lebih lanjut diungkapkan bahwa dalam bidang arsitektur lanskap, merencana merupakan suatu tindakan menata dan menyatukan berbagai penggunaan lahan berdasarkan pengetahuan 7 teknis lahan dan kualitas estetiknya guna mendukung fungsi yang akan dikembangkan diatas/pada lahan tersebut. De Chiara dan Koppelman (1990) menyatakan bahwa proses perencanaan tapak dimulai dengan pengumpulan data dasar yang berkaitan secara khusus dengan tapak tersebut dan daerah sekitarnya. Data ini harus meliputi hal-hal seperti rencana induk dan penelaahannya, peraturan penzonaan, peta dasar dan udara, survai, data topografi, informasi geologi, hidrologi dari daerah tersebut, tipe tanah, vegetasi dan ruang terbuka yang ada. Setelah semua informasi yang ada diperoleh, maka informasi tersebut harus diperiksa dan dianalisis untuk menetapkan keunggulan serta keterbatasan tapak. Selanjutnya, desain lanskap merupakan proses pemberian kualitas spesifik kepada ruang diagramatik rencana tapak dan merupakan level lain dimana arsitektur lanskap didiskusikan atau dikritik. Selain itu, yang harus dipertimbangkan dalam perancangan adalah dimensi suatu obyek desain agar mempermudah dalam pemeliharaan. Simonds (1983) menyatakan bahwa perancangan lanskap menuntut kemampuan merancang yang imajinatif untuk menghasilkan bentuk-bentuk yang inovatif dan kreatif berdasarkan hasil analisis. Booth (1983) menyatakan bahwa proses desain umumnya memiliki tahaptahap sebagai berikut: 1. Penerimaan proyek 2. Riset dan analisis (termasuk mengunjungi tapak) a. Persiapan rencana dasar b. Inventarisasi tapak dan analisis c. Wawancara dengan pemilik (client) d. Pembentukan program 3. Desain a. Diagram fungsi ideal b. Diagram fungsi keterhubungan tapak c. Concept plan (rencana konsep) d. Studi tentang komposisi bentuk e. Desain awal f. Desain skematik 8 g. Master plan (rencana utama) h. Pembuatan desain 4. Gambar-gambar konstruksi a. Layout plan (rencana tata ruang) b. Grading plan (rencana pembentukan lahan) c. Planting plan (rencana penanaman) d. Detil konstruksi 5. Pelaksanaan 6. Evaluasi setelah konstruksi 7. Pemeliharaan Selain itu Booth (1983) menyatakan pula bahwa tahapan-tahapan pada proses desain menggambarkan peristiwa yang terangkai secara ideal. Beberapa tahapan tersebut dapat melengkapi satu dengan lainnya sehingga kerapihan pada gambar sedikit terlihat jelas dan nyata. Selanjutnya, beberapa tahapan dapat serupa/sejajar satu dengan lainnya dalam hal waktu dan muncul secara bersamaan. Dengan kata lain, tidak ada satupun tahapan dari proses desain yang muncul secara terpisah dari lainnya. 2.5 Kontraktor dan Konsultan Lanskap Ingels (1997) menyatakan bahwa kontrak merupakan suatu perjanjian secara tertulis yang terikat secara sah menurut hukum, biasanya antara dua pihak, yang mendeskripsikan beberapa pekerjaan dan atau bahan-bahan yang akan dilengkapi dengan penetapan keuntungan pembayaran atau nilai kompensasi lainnya. Beberapa pihak yang terlibat dalam suatu pekerjaan atau proyek dalam kontrak diantaranya klien, kontraktor dan subkontraktor. Klien adalah seseorang atau organisasi/badan usaha yang memiliki dan menyediakan biaya untuk suatu proyek. Dana tersebut berasal dari dana pribadi klien ataupun dari sumber lain. Kontraktor adalah sebuah lembaga atau kelompok yang memiliki perjanjian dengan klien atau perwakilan klien dalam kontrak pekerjaan. Kontraktor terbagi menjadi kontraktor utama (prime contractor) dan subkontraktor (subcontractor). Kontraktor utama merupakan perusahaan yang bertanggung jawab langsung 9 kepada klien untuk pembangunan suatu proyek. Sedangkan subkontraktor merupakan perusahaan yang tercantum dalam kontrak kerja dan bertanggung jawab kepada kontraktor utama bukan kepada klien. Subkontraktor dapat mengerjakan pekerjaan listrik, pemipaan, konstruksi kolam, bangunan atau pekerjaan konstruksi khusus yang tidak bisa dilakukan oleh kontraktor utama. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dalam proyek konstruksi yang besar tanggung jawab pelaksanaan proyek melibatkan tim profesional dari berbagai disiplin kerja. Salah satunya adalah kontraktor lanskap yang dapat menjadi salah satu bagian yang melakukan pekerjaan pelaksanaan. Sharky (1994) menyatakan bahwa konsultan adalah seseorang yang menyediakan pelayanan konsultasi dalam industri desain dengan menawarkan ide, rekomendasi, saran dan keahlian untuk harga suatu desain. Konsultasi merupakan aktivitas penyedia saran dalam bentuk informasi, rekomendasi, prosedur atau ide. Dalam pertukaran pelayanan konsultan, klien membayar konsultan dengan sejumlah biaya yang disepakati antara klien dan konsultan untuk memulai suatu pekerjaan berdasarkan spesifikasi dan penjelasan ruang lingkup pekerjaan. Jenis aktivitas konsultasi meliputi riset, investigasi, pendapat ahli, rekomendasi teknis, analisis dan evaluasi, perbaikan anggaran biaya dan modal, atau rencana kesesuaian proyek. Contoh servis yang diberikan oleh konsultan lanskap meliputi: 1. memberikan rekomendasi material penanaman untuk proyek atau kondisi tapak tertentu, 2. memberikan spesifikasi teknis material lanskap secara tertulis, 3. mempersiapkan program pemeliharaan lanskap, 4. memberikan pendapat dari seorang ahli, 5. mempersiapkan rekomendasi (perbaikan) anggaran biaya dan modal, 6. memimpin pembuatan rencana kesesuaian untuk usulan proyek. 2.6 Manajemen Proyek Lanskap Manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan (Soeharto, 1995). Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hirarki (arus kegiatan) 10 vertikal maupun horizontal. Berdasarkan pengertian tersebut, manajemen proyek sangatlah penting dalam mencapai sasaran/target sebuah perusahaan lanskap. Soeharto (1995) berpendapat bahwa manajemen proyek sangat perlu digunakan untuk menghadapi situasi seperti berikut, yaitu reputasi perusahaan, derajat keterkaitan dan ketergantungan yang amat besar dan besarnya ukuran kegiatan atau usaha. Selanjutnya Soeharto (1995), mengemukakan bahwa terdapat lima fungsi manajemen yang berpengaruh terhadap kegiatan proyek, yaitu: merencanakan, mengorganisir, staffing, memimpin dan mengendalikan. 2.7 Pelaksanaan Administrasi Dalam upaya meningkatkan efisiensi pengadaan sumberdaya, umumnya ditempuh dengan cara mendelegasikan pekerjaan fisik kepada pihak ketiga yaitu kontraktor. Menurut Keppres No. 80 tahun 2003, pelaksanaan administrasi merupakan seluruh proses pengadaan barang dan jasa untuk suatu proyek. Kegiatan ini meliputi keseluruhan proses pelelangan, pembuatan surat-surat, berita acara dan dokumen serta perjanjian kerja atau kontrak. Pengadaan barang dan jasa ini dapat dilakukan dengan cara pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung atau pengadaan langsung. Pelelangan umum adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman resmi melalui media massa sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat, yang memenuhi kualifikasi dan tercatat sebagai Daftar Rekanan Mampu (DRM) maupun yang belum memenuhi kualifikasi bisa mengikutinya. Pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti sekurang-kurangnya lima rekanan yang tercantum dalam Daftar Rekanan Terseleksi (DRT) yang sesuai dengan kualifikasi, dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi sehingga masyarakat umum mengetahuinya. Pemilihan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga penawar dan melakukan negosiasi, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan bidang usaha, ruang lingkup atau kualifikasi kemampuannya (Keppres No. 80 tahun 2003). 11 Menurut Oberlender (1993), untuk mendapatkan penawaran yang kompetitif minimal ada tiga penawaran yang dibandingkan dalam pelelangan. Dokumen yang harus dipersiapkan oleh peserta pelelangan adalah dokumen kualifikasi dan penawaran. Pada proses ini, bagian pelaksana administratif dilengkapi dengan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) yaitu perkiraan harga yang dikalkulasikan secara keahlian yang digunakan sebagai acuan sebelum melakukan pengadaan barang dan jasa. Bentuk perjanjian kerja atau kontrak ditetapkan dalam Surat Perjanjian Kerja (SPK) dapat dibagi menjadi lima, yaitu kontrak lump sum (kontrak harga keseluruhan proyek), kontrak harga satuan (penyesuaian unit pekerjaan dalam satuan waktu tertentu), kontrak turn key, kontrak cost plus fee, dan sistem uang muka (Keppres No. 80 tahun 2003). Menurut Oberlender (1993), sistem kontrak satuan lebih diutamakan karena kuantitas pekerjaan dapat ditentukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi.