II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bangsa Domba Klasifikasi ternak domba menurut Ensminger et al (2002) yaitu : Kingdom : Animalia Fillum : Chordata (hewan bertulang belakang) Kelas : Mamalia (hewan menyusui) Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) Famili : Bovidae (hewan memamah biak) Genus : Ovis Spesies : Ovis aries. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia. Keuntungan selama pemeliharaan domba antara lain mudah beradaptasi terhadap lingkungan. Selain itu juga domba merupakan ternak yang cepat berkembang biak. (Sugeng, 1995). Indonesia memiliki dua tipe domba yang paling menonjol yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Asal usul domba ekor tipis berasal dari india dan domba ekor gemuk berasal dari Asia Barat. Domba ekor gemuk tersebar pada daerah-daerah kering seperti di Jawa Timur dan Nusa Tenggara (Wiliamson dan Payne, 1993). Karakteristik domba ekor gemuk yaitu badannya besar, warna bulu putih dan rapi tapi kasar, kepalanya ringan dengan bentuk muka melengkung, bentuk telinga kecil dan arahnya mendatar serta menyamping. Pejantan dari jenis domba ini biasanya tidak bertanduk atau bertanduk tapi kecil, sedangkan betinanya tidak bertanduk. Bagian dada serasi dan kuat, bila berjalan agak lamban karena keempat kakinya menanggung berat dari bobot badan dan ekornya yang gemuk (Epstein, 1971). Menurut Davendra dan Mc Lorey (1982), yang menyatakan bahwa panjang ekor normal domba ekor gemuk adalah 15-18 centimeter, bentuknya “S” atau Sigmoid, kecuali pada ujungnya yang berlemak kebanyakan menggantung bebas. Ciri dari ekornya yang gemuk yaitu digunakan untuk 5 6 mendeposit lemak, sehingga saat kekurangan pakan akibat kekeringan, maka lemak yang disimpan tersebut akan digunakan untuk proses metabolisme tubuhnya. Domba garut adalah keturunan dari hasil persilangan antara domba merino asal spanyol, domba kaapstad asal afrika dan domba lokal sehingga terbentuknya suatu tipe domba garut yang ada seperti ini. Menurut Mason (1980), perpaduan ini sebagaimana tampak dari tinggi badan dan bentuk ekor yang gemuk diperkirakan berasal dari domba kaapstad dan bentuk wool serta tanduk dari domba merino. Ciri-ciri dari domba garut antara lain berat domba jantan hidup dapat mencapai 60-80 kilogram, berat domba betina sekitar 30-40 kilogram, daun telingan relatif kecil dan kokoh, berbulu lebih panjang dari pada domba asli dengan warna bulu beragam, ada yang putih, hitam dan coklat atau warna campuran, domba betina tidak bertanduk sedangkan domba jantan bertanduk besar, kokoh kuat dan melingkar. Domba garut jantan yang baik performannya digunakan sebagai domba laga, akan tetapi meskipun berbulu lebat, domba ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai penghasil wol karena wol yang kasar tidak ekonomis. Presentase karkas sebesar 55% (Rismayanti, 2010). Domba merino merupakan jenis domba penghasil wol. Warna tubuhnya adalah dominan putih dengan bobot dewasa sekitar 40-50 kilogram betina dan 60-70 kilogram jantan dengan rataan jumlah anak sekelahiran 1-3 ekor. Bobot lahir domba merino adalah 3 kilogram sedangkan bobot sapihnya 19 kilogram. Walaupun tidak sesuai dipelihara di daerah tropis, ternyata importasi domba merino ke Indonesia sudah berlangsung sejak abad 19 dan dilanjutkan pada masa pemerintahan orde baru (Subandriyo dan Tiesnamurti, 2005) B. Bakalan Domba Karkas adalah bagian tubuh yang telah mengalami proses pemotongan tanpa kepala, keempat kaki bagian bawah mulai dari carpus dan tarsus, kulit, darah dan organ dalam (hati, saluran pencernaan, jantung, saluran reproduksi, paru-paru, limpa kecuali ginjal). Karkas terdiri dari atas tiga jaringan tubuh yaitu tulang, otot dan lemak. Urat daging merupakan komponen utama karkas 7 yang dibutuhkan konsumen, karena memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan tubuh yang lain (Berg dan Butterfield, 1976). Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak adalah bangsa, umur, jenis kelamin dan bobot potong. Bangsa ternak yang mempunyai bobot potong besar akan menghasilkan karkas besar pula. Bertambahnya umur ternak yang sejalan dengan pertambahan bobot hidupnya, maka bobot karkas akan bertambah. Jenis kelamin mempengaruhi presentase karkas karena menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan, ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat daripada ternak betina pada umur yang sama. Bangsa ternak yang mempunyai bobot potong besar akan menghasilkan karkas besar pula (Soeparno, 1994). Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19% protein tiga setengah % substansi non protein yang larut dan dua setengah % lemak. Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, lemaknya terdapat di bawah kulit yaitu antara otot dan kulit dan dagingnya sedikit berbau amonial (prengus). Daging domba mengandung protein 17,1% dan lemak 14,8% (Soeparno, 1994). Tulang adalah jaringan pembentukan kerangka tubuh yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Tulang lebih kecil dibandingkan bobot karkas dengan perkembangan yang lebih kecil atau dengan kata lain presentase tulang berkurang dengan meningkatnya karkas. Tulang akan bertambah selama hidup ternak dan pada ternak tua terjadi pembentukan tulang yang berasal dari tulang rawan yang mempertautkan tulang dengan tendon atau ligamentum (Pulungan dan Rangkuti, 1981). Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. pertumbuhan Lemak mempunyai lemak sangat lambat, pola pertumbuhan tetapi pada fase yang berbeda, penggemukan pertumbuhannya meningkat cepat. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan 8 perlemakan pada karkas yaitu komposisi pakan yang diberikan, faktor genetik ternak atau keterikatan antara kedua faktor tersebut (Leat, 1980). Romans dan Ziegler (1977) membagi karkas domba menjadi delapan potongan yaitu paha, pinggang, punggung rusuk, bahu, leher, dada, lipatan paha dan lengan. Bobot potongan karkas komersial dipengaruhi oleh bobot karkasnya. Pada domba jantan, otot pada bagian bahu, paha dan pinggang mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya relatif cepat dibandingkan dengan potongan tubuh lainnya. Ternak domba yang digemukkan biasanya bakalan domba lepas sapih yang berumur 8-12 bulan (masa tumbuh). Bakalan yang dipilih adalah domba yang kurus dan sehat. Kondisi masa pertumbuhan dan kondisi yang relatif kurus dan sehat. Kondisi masa pertumbuhan dan kondisi yang relatif kurus dari pasar cukup ideal untuk penggemukan domba yang berlangsung sekitar dua sampai tiga bulan (Yamin, 2001). Ternak domba yang dilihat dari bentuk tubuhnya untuk dijadikan sebagai bakalan seperti berpunggung lurus serta memiliki tubuh yang besar. Ternak dengan ciri-ciri tersebut akan memberikan bobot hidup yang berat dibandingkan dengan ternak yang berpunggung melengkung. Pemilihan ternak yang berbadan sedang atau gemuk, jangan ternak yang kurus karena akan membutuhkan waktu penggemukan lebih lama untuk memperoleh bobot hidup yang ditetapkan (Hastono, 2007). Penentuan lama waktu penggemukan tergantung dari tujuan yang akan dicapai apakah untuk diekspor, untuk memenuhi kebutuhan hari raya Idul Adha atau dijual ke pasar. Semakin lama periode penggemukan dilakukan, maka akan semakin besar resiko yang akan dihadapi oleh peternak. Resiko yang akan diterima peternak biasanya yaitu ongkos produksi, pakan dan kematian ternak. Lama penggemukan domba adalah 45-60 hari (Hastono, 2007). Bobot badan ternak ditimbang setiap dua minggu untuk kemudian disesuaikan pemberian pakannya. Domba garut merupakan domba yang 9 memiliki pertambahan berat badan harian yang tinggi. Pertambahan berat badan harian domba garut adalah 108 gram (Hadajati et al., 2002). Perbedaan pertambahan berat badan harian domba ekor gemuk antara perlakuan disebabkan adanya perbedaan kandungan unsur-unsur nutrisi setiap perlakuan. Pemeliharaan domba ekor gemuk yang dikandangkan secara penuh (intensif) menunjukan bahwa rata-rata pertambahan berat badan hariannya tinggi. Domba ekor gemuk pra sapih yang diberikan pakan hijauan berupa rumput lapangan lima kilogram/ekor/hari dan 500 gram konsentrat pertambahan berat badan hariannya 130 gram/ekor/hari. Presentase karkas domba ekor gemuk 45%-55% (Yusran et al., 2001). Domba wonosobo merupakan salah satu ternak potong alternatif penghasil daging dan wool yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan gizi terutama protein melalui pengembangan budidaya terpadu. Bobot hidup domba wonosobo jantan mencapai 100 kilogram dan betina mencapai 70 kilogram dengan pertambahan berat badan harian jantan 0,135 kilogram dan pada betina 0,100 kilogram. Karkas domba wonosobo mencapai 50-55% dan produksi wool per ekor setiap kali pencukuran mencapai 1-3,5 kilogram (Yon et al., 2008). C. Pakan Penggemukan saat ini telah banyak dilakukan oleh peternak maupun pedagang dengan prinsip memberikan perlakuan selama pertumbuhan ternak untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar dalam pertambahan bobot badan. Istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak. Hewan yang dipotong semakin muda, sehingga dagingnya semakin empuk. Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya saja (Parakkasi, 1999). Penggemukan ternak domba tidak sepopuler pada penggemukan ternak sapi potong, seperti penggemukan dengan sistem tradisional, padang penggembalaan, feedlot dan kombinasi antara penggembalaan dengan feedlot. Penggemukan pada domba dapat dilakukan dengan sistem kombinasi 10 pemberian pakan yaitu rumput dan konsentrat. Perbandingan antara rumput dan konsentrat dapat ditentukan antara lain 50:50, 40:60 atau 30:70 (Hastono, 2007). Teknologi pengolahan hasil samping pertanian dan hasil samping agroindustri menjadi pakan pelengkap merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai kedua hasil samping tersebut dengan metode prosessing yang terdiri atas chopping, drying dan mixing. Perlakuan pencacahan (chopping) untuk mengubah ukuran pakan dan melunakan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien. Perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengering untuk menurunkan kadar air bahan. Proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan perlakuan penggilingan dengan alat giling Hammer Mill dan terakhir pengemasan (Wahyono dan Hardianto, 2004). Martawidjaja (1998), menyatakan bahwa kualitas pakan akan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi minimal mampu menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal dan sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur dan kelembapan). Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997). Menurut Murtidjo (1990), yang menyatakan bahwa bahan pakan digolongkan menjadi tiga yaitu pakan hijauan, pakan penguat dan pakan tambahan. Pakan hijauan yaitu semua bahan pakan yang berasal dari tanaman 11 ataupun tumbuhan berupa daun-daunan yang termasuk hijauan adalah rumput, leguminosa dan tumbuhan lain. Semuanya dapat diberikan untuk ternak dengan dua macam bentuk yaitu berupa hijauan segar dan kering. Pakan penguat yaitu pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar relative rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes yang berfungsi untuk meningkatkan dan memperkaya nilai nutrient pada bahan pakan lain yang nilai nutriennya rendah. Pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh ternak yang dipelihara secara intensif yang hidupnya berada dalam kandang secara terus-menerus. Pakan tambahan tersebut antara lain vitamin A dan D, mineral terutama Ca, P dan urea. Ditambahkan juga oleh Murtidjo (1993), bahwa bahan pakan tambahan biasanya diberikan dalam jumlah yang sedikit. Maksud dari penambahan pakan tambahan adalah untuk merangsang pertumbuhan dan produksi. 1. Pakan Hijauan Pada umumnya pakan domba berasal dari hijauan yang terdiri atas berbagai rumput dan daun-daunan. Hijauan merupakan bahan pakan yang kandungan serat kasarnya relatif tinggi, yang termasuk dalam kelompok bahan pakan hijauan segar yaitu hay dan silase. Ternak domba merupakan hewan yang memerlukan hijauan dalam jumlah kurang lebih 90% (Church et al., 1998). Ditambahkan juga oleh Murtidjo (1993), yang menyatakan bahwa fungsi dari pakan hijauan tidak saja sebagai pengisi perut,tetapi juga sumber gizi yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral. 2. Pakan Konsentrat Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bungkil kelapa, tetes dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan 12 dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lainnya yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998). Complete feed disusun untuk menyediakan ransum secara komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai nutrisi yang tercukupi untuk kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk perbaikan sistem pemberian pakan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembentukan complete feed antara lain sumber SK (jerami, tongkol jagung dan pucuk tebu). Sumber energi (dedak padi, kulit kopi dan tetes). Sumber protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit dan bungkil kapok). Sumber mineral (tepung tulang dan garam dapur) (Wahjuni dan Bijanti, 2006). 3. Pemberian Pakan Ternak Pemberian pakan pada ternak dapat dilakukan dengan cara digembalakan dan disediakan. Pemberian pakan dengan cara digembalakan dilakukan dengan melepas ternak untuk mencari pakan sendiri di padang penggembalaan selama enam sampai delapan jam sehari. Penggembalaan dilakukan setelah hijauan bebas dari embun dan sore hari sekitar pukul 15.00 WIB. Pakan untuk ternak yang dipelihara terus menerus dalam kandang diberikan dengan cara disediakan. Jumlah pakan yang diberikan pada domba dewasa rata-rata 10% dari berat badan atau empat setengah sampai lima kilogram/ekor/hari (Rismayanti, 2010). Pakan yang diberikan kepada ternak potong sebaiknya pakan yang masih segar. Pakan yang berada dalam palungan lebih dari 12 jam maka pakan tersebut akan menjadi basi, apek dan mudah berjamur. Untuk menjamin pakan dalam palungan selalu segar, lakukan pemberian pakan minimal dua kali sehari, bila ada sisa pakan dari pemberian sebelumnya harus dibuang (Santosa, 2006). Makanan bagi ternak dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi tenak. Kebutuhan akan makanan meningkat selama domba masih dalam pertumbuhan berat tubuh dan saat kebuntingan. Pemberian makanan 13 harus dilandasi dengan beberapa kebutuhan sepertu hidup pokok, kebutuhan untuk pertumbuhan dan kebutuhan reproduksi (Parakkasi, 1995). Teknik pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada penggemukan ternak potong adalah dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Pemberian konsentrat dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam sehari semalam. Hijauan diberikan sekitar dua jam setelah pemberian konsentrat pada pagi hari dan dilakukan secara bertahap minimal empat kali dalam sehari semalam. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan ternak itu untuk mengonsumsi ransum dan juga meningkatkan kencernaan bahan kering hijauan (Siregar,2003). Pemberian pakan konsentrat biasanya diberikan sebelum pakan kasar atau hijauan. Hal ini dimaksudkan agar mikrobia rumen telah mendapat cukup energi sehingga dapat berkembangbiak secara optimal dan selanjutnya mikrobia tersebut diharapkan mampu mengkonversi pakan kasar yang berupa hijauan menggunakan enzym selulase dan kemudian diserap oleh tubuh ternak. Pemberian hijauan dilakukan dua jam setelah pemberian konsentrat agar mikrobia dalam rumen dapat berkembangbiak terlebih dahulu, sehingga dapat mencerna hijauan dengan baik. Imbangan pemberian hijauan dan konsentrat dalam bahan kering supaya dapat dicapai koefisien cerna pakan tertinggi adalah sebesar 60:40 (Sutardi, 1981). 4. Kebutuhan Air Minum Komposisi tubuh domba, 70% dari berat badan berupa air. Kekurangan air di dalam tubuh jika mencapai 20% akan menyebabkan domba dehidrasi yang bisa membuat kematian. Karena itu ketersediaan air bersih di dalam kandang untuk minum merupakan hal yang mutlak perlu. Kebutuhan domba terhadap air tergantung pada banyak faktor misalnya kondisi fisiologis, kondisi hijauan ataupun suhu lingkungan (Setiadi dan Inouno, 1991). Domba muda relatif membutuhkan air yang banyak dibandingkan domba tua. Jika hijauan yang diberikan dan dikonsumsi sudah tua, yang umumnya berkadar air rendah, domba akan membutuhkan air lebih banyak 14 dibandingkan dengan hijauan yang masih muda. Jika temperatur lingkungan cukup tinggi, domba akan membutuhkan air lebih banyak daripada lainnya. Seekor domba membutuhkan air sebanyak satu setengah sampai dua setengah liter per hari (Sodiq dan Abidin, 2002). Ketersediaan air minum untuk domba harus ada setiap saat. Meskipun sebagian besar air didapat dari hijauan rumput, domba tetap harus diberi minum. Air diperlukan untuk membantu proses pencernaan, mengeluarkan bahan-bahan yang tidak berguna dari dalam tubuh (keringat, air kencing dan kotoran). Volume kebutuhan air pada domba sangat bervariasi dipengaruhi oleh jenis domba, suhu, dan jenis pakan yang diberikan. Kebutuhan air minum domba berkisar 3-5 liter sehari (Mulyono dan Sarwono, 2008). 5. Klasifikasi Kelas Bahan Pakan Bahan pakan kelas hijauan kering ini mengikutsertakan semua hijauan dan jerami yang dipotong serta produk lain yang mengandung serat kasar lebih dari 18% atau dinding sel yang lebih dari 35%. Hijauan kering dan jerami padi termasuk dalam kelas ini. Menurut Tillman et al (1991), menyatakan bahwa bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini adalah semua hay (hijauan kering) dan semua bahan makanan kering Pastura merupakan tanaman segar berupa hijauan segar. Semua hijauan yang dipotong atau tidak dan diberikan dalam keadaan segar. Contohnya yaitu rumput, legum dan rambanan (Tillman et al, 1991). Silase adalah hijauan yang telah mengalami fermentasi secara anaerob, yang mengandung bahan kering sebesar 30-40%. Hal ini sesuai dengan pendapat Purbowanti dan Rianto (2009), yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan silase adalah hijauan (jagung, rumput dan lain-lain) yang diperam selama masa tertentu misalnya 21 hari. Silase merupakan produk fermentasi suatu bahan baku oleh mikroorganisme yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan. Bahan makanan dapat dikatakan sebagai sumber energi bila pada bahan makanan itu unsur nutrisi terbesar yang dikandungnya adalah energi dan unsur lainnya kecil atau bersifat melengkapi saja. Bahan makanan sumber 15 energi berasal dari biji-bijian dan limbah prosesing bijian itu. Termasuk dalam kelompok ini adalah bahan-bahan dengan protein kasar dengan kurang dari 20%, serat kasar kurang dari 18% dan dinding sel kurang dari 35%. Kelompok serelia atau biji-bijian (jagung, gandum, sorgum), kelompok hasil sampingan serelia (limbah penggilingan), kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya), bekatul, onggok, tetes ampas kelapa dan dedak (Anggorodi, 1994). Sumber protein merupakan segala pakan yang mengandung protein kasar 20% yang terdapat pada hewan maupun tanaman. Beberapa bahan pakan yang termasuk dalam kelas ini antara lain kacang tanah dan bungkil kelapa (Purbowati dan Rianto, 2009). Sumber mineral adalah segala bahan yang mengandung cukup banyak mineral dan fosfor. Bahan pakan yang termasuk bahan pakan sumber mineral antara lain adalah tepung tulang, tepung cangkang kerang dan ultra mineral. Selain itu juga mengandung kalsium dan fosfor dimana sangat dibutuhkan oleh ternak untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang, bilamana ternak kekurangan kalsium dan fosfor maka dapat terganggunya pertumbuhan ternak (Purbowati dan Rianto, 2009). Bahan pakan sumber vitamin merupakan bahan pakan yang cukup banyak mengandung vitamin. Purbowati dan Rianto (2009), menyatakan bahwa vitamin banyak terdapat pada hijauan. Sumber vitamin yang dimaksud disini adalah ragi dan ensilasi. Pemberian bahan pakan yang mengandung vitamn yang kurang akan menyebabkan ternak mudah terserang penyakit. Vitamin terdiri dari dua jenis yaitu vitamin yang larut dalam air dan yang tidak larut dalam air. Zat aditif adalah bahan yang ditambahkan kedalam ransum dengan jumlah sedikit dengan tujuan tertentu. Beberapa informasi penting untuk bahan tambahan atau aditif sehubungan dengan pengolahan pakan ternak adalah bahan additive diberikan atau ditambahkan ke dalam pakan dalam jumlah sedikit agar produksi pakan optimal. Bahan pakan yang termasuk zat aditif adalah jahe, kunyit, urea dan temulawak (Alamsyah, 2005). 16 D. Kandang Pemilihan kandang yang ideal untuk peternakan domba adalah dengan kandang kelompok dan kandang umbaran. Kandang kelompok akan memudahkan dalam proses perkawinan, sedangkan kandang umbaran akan memberikan kesempatan ternak untuk exercise dan melakukan gerak sehingga perototan baik saat melahirkan. Jenis atap dan bahan baku atap yang baik adalah yang tahan terhadap segala cuaca serta ekonomis. Arah kandang yang baik menghadap utara karena cahaya matahari dapat masuk pada pagi hari dan sore hari (Safitri, 2011). Kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari terik matahari, hujan, udara dingin, terpaan angin, tempat ternak beristirahat dengan nyaman, melindungi ternak dari hewan pengganggu dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan. Pemilihan lokasi kandang harus memperhatikan faktor lingkungan yang meliputi tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk, pembuangan limbah yang baik, tersedia air bersih yang cukup. Jarak kandang dengan rumah penduduk minimal sekitar sepuluh meter, letak kandang sekitar 20-30 centimeter lebih tinggi dari permukaan lahan sekitarnya (Santosa, 2006). Sistem pemeliharaan yang dilakukan dalam penggemukan dewasa ini yaitu secara intensif. Sistem pemeliharaan ternak secara intensif merupakan pemeliharaan ternak dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa ke ternak. Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian karena pemberian pakan yang cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Pemeliharaan secara intensif dengan cara ternak domba dikandangkan penuh, sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk produksi daging (Mathius, 1998). Kandang domba dibuat dalam bentuk panggung. Model kandang panggung memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari kandang panggung yaitu kandang menjadi lebih bersih karena kotoran jatuh ke bawah, kebersihan ternak lebih terjamin, lantai kandang selalu kering, serta kuman, jamur dan parasit dapat ditekan. Kekurangan kandang panggung yaitu biaya 17 relatif mahal, resiko terperosok dan kandang memikul beban ternak lebih berat (Rismayanti, 2010). Pemilihan bahan kandang hendaknya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan tujuan usaha untuk jangka panjang, menengah dan pendek. Pemilihan bahan kandang hendaknya minimal dapat tahan untuk jangka waktu lima sampai sepuluh tahun. Bahan kandang juga dapat diperoleh dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal seperti bambu dan kayu (Rasyid, 2007). Atap kandang terbuat dari bahan genteng, seng, rumbia dan asbes. Daerah panas sebaiknya menggunakan bahan genting sebagai atap kandang. Kemiringan atap untuk bahan genting adalah 30-45%, asbes atau seng sebesar 15-20% dan rumbia sebesar 25-30%. Ketinggian atap di dataran tinggi yaitu dua setengah sampai tiga setengah meter. Bentuk dan model atap kandang hendaknya menghasilkan sirkulais udara yang baik di dalam kandang, sehingga kondisi lingkungan dalam kandang memberikan kenyamanan ternak (Reksohadiprodjo, 1984). Persyaratan kandang untuk ternak antara lain memberi kenyamanan bagi ternak yang digemukkan. Memenuhi persyaratan kesehatan ternak. mempunyai ventilasi atau pertukaran udara yang sempurna. Mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya. Bahan-bahan kandang digunakan dapat bertahan lama, tidak mudah lapuk dan sedapat mungkin memerlukan biaya yang murah (Siregar, 2008) Atap kandang terbuat dari genting maka ketinggiannya empat setengah meter untuk lokasi kandang di dataran rendah dan menengah. Ketinggian atap di dataran tinggi mencapai empat meter. Atap terbuat dari bahan asbes maka ketinggiannya empat sampai lima meter di dataran rendah, sedangkan dataran tinggi tiga setengah meter (Siregar, 2008) Tempat penyimpanan pakan terbuat dari tembok dan menggunakan atap genting. Letak lokasi gudang dekat dengan kandang. Tempat penyimpanan pakan beralas lantai yang ada di dalam karung sak, sehingga terhindar dari kelembapan yang bisa merusak pakan (Murtidjo, 1993). 18 E. Kesehatan Ternak Domba sebaiknya dimandikan secara rutin seminggu sekali agar tubuhnya tidak kotor dan tidak menjadi sarang penyakit. Memandikan domba dapat dilakukan pada cuaca cerah dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Pada saat dimandikan seluruh tubuh dan bulunya dibersihkan dengan air sabun dan disikat kemudian dibilas dengan air bersih. Setelah dimandikan domba di sampai bulunya mengering (Rismayanti, 2010). Bulu domba tumbuh relatif banyak sehingga memerlukan perawatan agar tidak menjadi kotor dan tidak menjadi sarang penyakit. Mencukur bulu biasanya dilakukan pada domba berusia lebih dari enam bulan dan dilakukan dua kali setahun. Sebelum mencukur bulu hendaknya domba dimandikan dahulu agar bulunya bersih (Mulyono, 2005). Teknik mencukur bulu domba ternak dapat berdiri atau dirobohkan dengan cara mengikat keempat kakinya sehingga pencukuran dapat lebih cepat dan hasilnya lebih rapi. Pencukuran dapat menggunakan gunting yang besar dan tajam atau gunting cukur listrik. Pencukuran dimulai dari perut bagian bawah ke atas, ke depan dan ke belakang sampai daerah kepala dan kaki. Bulu yang tertinggal di kulit sepanjang 0,5-1 centimeter. Mencukur bulu harus dilakukan hati-hati agar domba tidak terluka (Mulyono, 2005). Domba yang dipelihara dalam kandang, secara alami kukunya akan tumbuh dan bertambah panjang. Kuku domba yang panjang dan tidak pernah dipotong dapat menyebabkan gangguan saat berjalan dan dapat menjadi sarang kotoran. Untuk menghindari hal-hal tersebut maka kuku domba harus dipotong secara rutin setiap tiga sampai enam bulan sekali (Rismayanti, 2010). Memotong kuku dilakukan dengan cara mengikat domba pada bambu. Kemudian kuku depan kiri dan kanan dipotong secara bergantian dengan cara mengangkat kaki domba dengan melipat sendi lutut. Untuk memotong kuku belakang kiri dan kanan dilakukan dengan menjepit badan domba bagian belakang dengan posisi searah ekor, kemudian kaki belakang diangkat dan dipotong secara bergantian. Memotong kuku dapat menggunakan gunting atau 19 pisau. Bagian kuku yang dipotong adalah bagian yang tidak ada syaraf dan pembuluh darah (Mulyono, 2005). Kembung merupakan akibat mengkonsumsi pakan yang mudah menimbulkan gas dalam rumen. Kondisi rumen yang terlalu penuh dan padat yang berujung menurunkan gerakan rumen dan menurunkan derajat keasaman dari rumen. Pakan hijauan yang masih basah dapat memicu timbulnya bloat, selain itu tanaman kacang-kacangan juga memicu timbulnya bloat (Sitepoe, 2008). Penyakit mencret adalah penyakit akut dan menular pada anak domba. Anak domba yang menderita penyakit mencret mengeluarkan kotoran terus menerus. Jika mencret pada domba tidak tertanggulangi dapat menyebabkan anak domba mati kehabisan cairan (Murtidjo, 1993). F. Pengolahan Limbah Peningkatan populasi domba akan diikuti dengan peningkatan produksi limbah baik berupa feses, urin maupun sisa pakan. Feses mengandung bahan organik yang berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Upaya menghindari dampak negatif yang ditimbulkan oleh feses tersebut dilakukan pengolahan, salah satu cara pengolahan feses berupa pengomposan (Yuli et al., 2008). Proses pengomposan terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah faktor nisbah C/N bahan komposan sekitar 30. Nisbah C/N feses domba kurang dari 30, untuk meningkatkan nisbah C/N tersebut perlu ditambahkan sumber C. Sebagai sumber C dapat ditambahkan limbah usar, limbah ini merupakan limbah dari ektraksi akar tanaman usar sebagai bahan baku minyak atsiri. Tanaman usar ini banyak terdapat di kabupaten Garut (Yuli et al., 2008). Setiap ternak memiliki kandungan N, P dan K berbeda-beda. Berdasarkan komposisi bahan organik sebelum diolah, feses domba segar mengandung unsur Nitrogen sebesar (0,6%), Phospor (0,6%) dan Kalium (0,3%). Feses domba yang kering terdapat unsur Nitrogen sebesar (2,0%), Phospor (1,5%) 20 dan Kalium (3,0%). Urin domba mengandung unsur Nitrogen (2,0%), Phospor (0,0%) dan Kalium (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986). Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan mahkluk hidup (tanaman maupun hewan). Proses pembuatan kompos dapat berjalan secara aerob dan anaerob yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Secara keseluruhan, proses ini disebut dekomposisi. Pembuatan kompos secara anaerob ialah modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa bantuan udara atau oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu. Proses pembuatan kompos secara anaerob perlu tambahan panas dari luar supaya temperature 30oC (Sumekto, 2006). Kompos yang telah matang berbau seperti tanah, karena materi yang dikandungnya sudah menyerupai tanah. Warnanya yaitu coklat kehitaman, yang terbentuk akibat pengaruh bahan organik yang sudah stabil. Sedangkan bentuk akhir sudah tidak menyerupai bentuk aslinya karena sudah hancur akibat penguaian alami oleh mikroorganisme yang hidup dalam kompos (Hermawan, 2008). Pupuk kandang dapat pula digunakan untuk pupuk organik cair. Pupuk organik cair dapat dibuat dengan mencampur kotoran hewan dengan air lalu diaduk. Setelah larut tercampur rata simpan di tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung. Biarkan agar terjadi proses fermentasi sebelum digunakan. Penyimpanan pupuk organik cair dilakukan dalam kondisi tertutup agar udara tidak masuk. Hal ini dilakukan agar tidak kehilangan nitrogen dalam bentuk gas anomia yang menguap (Hadisuwito, 2012). G. Analisis Usaha Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan eksekusi. Mulai dari tahap konsepsi, penetapan, harga, promosi hingga distribusi barang, ide dan jasa-jasa. Tujuan dilakukannya pemasaran untuk melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan lembaga-lembaganya (Rhenald, 1998). 21 Mendapatkan keuntungan dan untuk mengetahui seberapa besar perkembangan perusahaan peternakan serta untuk merencanakan perkembangan perusahaan ke depannya maka suatu perusahaan peternakan harus memperhatikan dan memperhitungkan ekonomi perusahaannya dengan teliti. Perusahaan juga harus memiliki laporan keuangan yang disusun dengan baik dan rapi. Setiap pemasukan dan pengeluaran perusahaan harus dicatat dengan jelas dalam laporan keuangan. Dengan mengetahui perekonomian dan melihat laporan keuangan maka kita dapat menetapkan kebijakan yang tepat yang harus diambil demi kemajuan perusahaan (Adisaputro, 1993). 1. Output Input Analysis Keuntungan yang diperoleh petani merupakan hasil dari penjualan ternak sapi potong dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa produksi. Setiap akhir panen petani akan menghitung hasil bruto yang diperolehnya. Hasil itu harus dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Setelah semua biaya tersebut dikurangkan barulah petani memperoleh apa yang disebut dengan hasil bersih atau keuntungan (Daniel, 2002). 2. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit cost ratio analysis merupakan metode untuk membandingkan manfaat (benefit) dan dana yang dibutuhkan (cost). Metode ini dapat digunakan untuk menentukan keputusan dalam memilih beberapa alternatif, termasuk perlu layak atau tidaknya memilih investasi yang lebih besar dengan pemasukan lebih besar (analisis incremental). Metode ini juga dapat diterapkan pada proyek dengan jangka waktu akhir yang tidak ditentukan, serta memiliki kemampuan analisis incremental yang baik. Faktor-faktor dalam metode analisis ini menjadikan benefit cost ratio analysis sering digunakan pada analisis untuk pemilihan opsi di bidang infrastruktur (Akbary, 2004). Umumnya metode benefit cost ratio digunakan pada tahap awal evaluasi perencanaan investasi sebagai analisis tambahan dalam rangka validasi hasil evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lain. Metode ini 22 sangat bermanfaat untuk evaluasi proyek pemerintah yang berdampak langsung kepada masyarakat banyak (public government project), baik dampak positif maupun dampak negatif. Metode ini memberi penekanan terhadap ratio antara aspek manfaat (benefit) dengan aspek biaya (cost) yang ditanggung akibat adanya investasi tersebut (Zacoeb, 2014). 3. Rentabilitas Rentabilitas adalah perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Kata lain rentabilitas adalah kemampuan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan atau koperasi telah dapat bekerja dengan efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dengan kata lainnya ialah menghitung rentabilitasnya (Riyanto, 2001). 4. Break Event Point (BEP) Break event point adalah suatu alat atau teknik yang digunakan oleh manajemen untuk mengetahui tingkat penjualan tertentu perusahaan sehingga tidak mengalami laba dan tidak pula mengalami kerugian. Impas adalah suatu keadaan perusahaan dimana total penghasilan sama dengan total biaya Kegiatan pokok manajemen dalam perencanaan adalah pengambilan keputusan dalam pemeliharan berbagai macam alternatif dan perumusan kebijaksanaan. Seringkali keputusan yang diambil itu mempunyai pengaruh terhadap laju pertumbuhan perusahaan sehingga diperlukan beberapa pertimbangan sebelum keputusan akhir diambil. Hubungannya dengan perencanaan laba, salah satu alat analisis dalam pembelanjaan yang dapat digunakan oleh manajemen adalah Analisis break even point (Sigit, 2002). 5. Asset Turn Over Ratio (ATO) Menurut Harahap (2008), menyatakan bahwa rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin 23 besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba. Atau dengan kata lain semakin tinggi rasio ini maka hal ini menunjukkan perusahaan semakin efisien dalam penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Asset turn over menggambarkan rasio perputaran total aktiva dipergunakan untuk mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam menggunakan keseluruhan aktiva yang dimiliki guna menghasilkan penjualan tertentu. Aset harus dikelola dengan baik yaitu dapat digunakan seefektif dan seefisien mungkin dalam menghasilkan laba. Perputaran aktiva asset turn over yang tinggi menunjukkan return on asset yang baik. Jadi jika semakin efektif aktiva digunakan maka penjualan yang ada juga semakin meningkat (Brigham dan Houston, 2001). 6. Harga Pokok Penjualan (HPP) Bilamana barang diproduksi oleh penjual, pertama kali dihitung harga pokok produksi. Penetapan jumlah harga pokok produksi diawali dengan jumlah harga pokok barang dalam diproses awal periode, yang kemudian ditambah biaya bahan baku yang dimasukan dalam produksi,biaya upah dan biaya lainnya untuk jasa-jasa dan fasilitas-fasilitas yang dipergunakan dalam produksi. Totalnya merupakan harga pokok barang yang dikerjakan dalam produksi. Dari total ini kemudian dikurangi persediaan barang dalam proses akhir periode untuk mendapatkan harga pokok barang selesai dan siap dijual (Hartanto, 1981). 7. Earning Before Interest and Tax (EBIT) Laba sebelum dikurangi pajak biasa disebut dengan EBIT (Earning Before Interest and Tax). Laba sebelum dikurangi pajak merupakan laba operasi ditambah hasil dan biaya diluar operasi biasa. Bagi pihak-pihak tertentu terutama dalam hal pajak, angka ini adalah yang terpenting karena jumlah ini menyatakan laba yang pada akhirnya dicapai perusahaan (Suwardjono, 2003). 24 8. Profit Margin Menurut Jumingan (2008), menyatakan bahwa profit margin adalah rasio laba usaha dengan penjualan neto. Pengukuran profit margin yang digunakan adalah merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan operasional yang diperoleh perusahaan dari setiap penjualan bersih, karena bertujuan untuk mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari hasil operasinya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba operasional cukup tinggi, sehingga dapat melaksanakan kegiatan perusahaan dengan lancar dan perusahaan dapat mencapai tujuan utama perusahaan yang telah direncanakan sebelumnya yaitu kinerja perusahaan yang efektif dan efisien. 9. Return on Investment (ROI) Return on investment adalah merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin, 2009). Return on investment merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva. Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan.