kesetimbangan antarfase terkondensasi

advertisement
KESETIMBANGAN
ANTARFASE TERKONDENSASI
Kesetimbangan Cair–Cair
Case 1:
Jika sejumlah kecil toluena ditambahkan ke dalam ‘beaker glass’ yang telah terisi benzena
lalu kita perhatikan, berapa pun jumlah toluena yang ditambahkan, campuran yang
diperoleh akan berupa satu fase. Dua cairan tersebut disebut saling melarutkan
(completely miscible).
Case 2:
Jika air dicampurkan ke nitrobenzena akan terbentuk dua lapisan cairan yang terpisah. Air
akan mengandung sejumlah kecil nitrobenzena yang dapat larut, demikian juga
nitrobenzena mengandung hanya sedikit air yang dapat larut. Cairan semacam ini disebut
tidak saling melarutkan (immiscible).
Case 3:
Jika sejumlah phenol ditambahkan ke dalam air mula mula akan terbentuk cairan satu fase,
pada penambahan phenol selanjutnya maka air akan jenuh dengan phenol dan bila terus
ditambahkan phenol ke dalamnya akan terbentuk dua lapisan cairan, satu lapisan kaya
dengan air lapisan yang lain kaya dengan phenol. Cairan semacam ini disebut saling
melarutkan sebagian (partially miscible).
Perhatikan sistem yang berada dalam kesetimbangan yang terdiri atas
dua lapisan cairan atau dua fase cairan. Misalnya salah satu lapisan
cairan terdiri dari cairan A murni, lapisan yang lain adalah larutan jenuh
A dalam B. Kesetimbangan ini secara termodinamika dapat dinyatakan
bahwa potensial kimia A dalam larutan, A, sama dengan potensial
kimia A dalam cairan murninya πœ‡π΄0 yaitu πœ‡π΄ = πœ‡π΄0 atau
πœ‡π΄ − πœ‡π΄0 = 0
(6.1)
Apakah persamaan (6.1) dapat memenuhi untuk larutan ideal? Di
dalam larutan ideal yaitu persamaan (5.3),
πœ‡π΄ − πœ‡π΄0 = 𝑅𝑇 ln π‘₯𝐴
(6.2)
Jelas dari persamaan (6.2) bahwa RT ln xA tidak pernah nol. Jika RT ln xA
sama dengan nol, maka campuran A dan B akan memiliki xA = 1, yang
artinya, campuran tidak mengandung B.
Dalam Gambar 6.1, πœ‡π΄ − πœ‡π΄0 diplotkan
terhadap xA untuk larutan ideal
0
(kurva garis tebal). Nilai πœ‡π΄ − πœ‡π΄ negatif untuk semua komposisi larutan
ideal. Artinya zat A murni selalu dapat ditransfer ke dalam larutan ideal
dengan berkurangnya energi Gibbs. Konsekuensinya, zat yang dapat
membentuk larutan ideal tentu saling melarutkan satu sama lain secara
sempurna.
πœ‡π΄ − πœ‡π΄0
Gambar 6.1 Potensial kimia dalam larutan nonideal
Untuk kelarutan parsial nilai πœ‡π΄ − πœ‡π΄0 akan nol pada beberapa
komposisi tertentu, sehingga πœ‡π΄ − πœ‡π΄0 akan membentuk semacam
kurva seperti yang tertera pada Gambar 6.1. Pada titik xA’, nilai πœ‡π΄ − πœ‡π΄0
adalah nol,dan sistemnya adalah larutan dengan fraksi mol A = xA’ dan
lapisan lainnya terdiri dari cairan A murni. Nilai xA’ adalah kelarutan A
dalam B yang dinyatakan dalam fraksi mol. Jika fraksi mol A dalam B
melebihi nilai ini ,maka seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.1 tampak
bahwa πœ‡π΄ − πœ‡π΄0 akan positif sehingga πœ‡π΄ > πœ‡π΄0 . Pada keadaan ini A
secara spontan akan meninggalkan larutan untuk masuk ke cairan
murninya (A), sehingga mengurangi xA hingga tercapai nilai
kesetimbangan xA’.
Perhatikan jika pada suhu T1, sejumlah kecil zat A ditambahkan secara berturut turut ke
dalam cairan B. Mula mula A akan larut sempurna, keadaan ini dapat dilihat
sebagaimana digambarkan pada diagram T-x yaitu Gambar 6.2a, yang dinyatakan pada
tekanan konstan. Titik a,b,c menunjukkan komposisi setelah penembahan A pada B.
Karena semuanya larut maka titik titik tersebut terletak pada daerah satu fase. Setelah
penambahan sejumlah tertentu akan dicapai suatu batas kelarutan yaitu pada titik l1.
Bila penambahan dilanjutkan akan dihasilkan dua lapisan cairan karena A tidak dapat
larut lagi. Jadi daerah disebelah kanan l1 adalah daerah dua fase. Hal yang sama dapat
dilakukan sebaliknya yaitu B ditambahkan ke A dan akan diperoleh kurva yang sama.
Diagram T-x untuk sistem phenol-air tampak
pada Gambar 6.2b, apabila suhu dinaikkan maka
kelarutan masing masing zat akan berubah.
Kurva kelarutan akan bertemu di titik yaitu pada
suhu konsolut atas (upper consolute
temperature) yang juga disebut suhu larutan
kritis (critical solution temperature), tc. Di atas tc
air dan phenol akan larut sempurna. Sembarang
titik a di bawah lengkungan menyatakan keadaan
sistem yang terdiri atas dua lapisan cairan, yaitu
L1 dengan komposisi l1 dan L2 dengan komposisi
l2. Massa relatif dari dua lapisan tersebut
dinyatakan oleh aturan Lever, yaitu merupakan
perbandingan segmen dari garis dasi (l1l2). Yaitu :
π‘šπ‘œπ‘™ 𝑙1
π‘šπ‘œπ‘™ 𝑙2
=
π‘Žπ‘™2
π‘Žπ‘™1
Beberapa sistem diketahui kelarutannya akan
berkurang dengan naiknya suhu. Pada sistem ini
dapat diamati adanya suhu konsolut bawah (lower
consolute temperature), sebagaimana tampak
pada gambar 6.3(a) yaitu sistem trietilamin-air
yang suhu konsolut bawahnya 18,50C.
Karena kurva yang begitu datar sehingga sulit
menentukan komposisi larutan pada suhu
konsolutnya, hanya tampak kira kira 30% berat
trietilamina. Jika larutan pada keadaan a
dipanaskan keadaannya akan tetap homogen
sampai pada suhu sedikit di atas 18,50C; kemudian
pada titik a’ cairan akan memisah menjadi dua
lapisan. Pada suhu yang lebih tinggi lagi misalnya
a” larutan akan mempunyai komposisi l1 dan l2,
menurut aturan lever l1 akan lebih besar daripada
l2. Pada tipe ini kelarutan bertahan pada suhu
yang rendah, sehingga pada suhu yang lebih tinggi
senyawa akan terdissosiasi.
• Beberapa zat memiliki baik suhu konsolut atas
maupun bawah. Diagram untuk sistem nikotinair tampak pada Gambar 6.3(b). Suhu konsolut
bawah sekitar 610C, suhu konsolut atasnya 210
0C. Semua titik di dalam lengkungan terdapat
dua fase, di luarnya adalah satu fase.
• Aturan fase untuk sistem pada tekanan konstan
adalah F’= C-P+1, dengan F’ adalah jumlah
variabel selain tekanan yang diperlukan untuk
mendeskripsikan sistem. Untuk sistem dua
komponen, F’ = 3-P. Jika ada dua fase maka
hanya perlu satu variabel untuk
mendeskripsikan sistem. Di daerah dua fase jika
suhunya ditentukan maka perpotongan tie line
dengan kurva akan menghasilkan komposisi
larutan yang bersesuaian. Jika hanya satu fase, F’
= 2 maka suhu dan komposisi telah tertentu.
Distilasi Cairan yang Larut Sebagian dan Tidak
Larut
Asumsi:
• tekanan cukup tinggi sehingga uap tidak terbentuk di daerah
kisaran suhu yang dibahas.
Biasanya kelarutan parsial pada suhu rendah, walau
tidak selalu demikian, menunjukkan azeotrop didih
minimum, seperti tampak pada Gambar 6.4a.
Kelarutan parsial menunjukkan bahwa saat
dicampurkan, kedua komponen memiliki
kecenderungan menguap yang lebih besar dibanding
dalam larutan ideal. Kecenderungan yang besar ini
dapat mencapai maximum dalam kurva komposisi –
tekanan uap, dan sesuai dengan itu juga mencapai
minimum dalam kurva komposisi-titik didih.
Gambar 6.4 Distilasi parsial cairan
tidak larut
Gambar 6.4 Distilasi
parsial cairan tidak larut
Jika tekanan pada sistem seperti Gambar 6.4a
diturunkan, titik didih akan turun juga secara
bertahap. Pada tekanan yang cukup rendah,
kurva titik didih akan berpotongan dengan
kurva kelarutan cair-cair seperti tampak pada
Gambar 6.4b yang merupakan skema sistem
air-n butanol pada tekanan 1 atm.
Pada Gambar 6.4a, jika suhu dari cairan
homogen a dinaikkan, akan terbentuk uap
dengan komposisi b pada ta. Selanjutnya jika
uap tersebut didinginkan dan dibawa ke titik c,
akan terbentuk kondensat yang terdiri dari dua
lapisan cairan. Jadi distilat pertama hasil
distilasi dari cairan homogen a akan terpisah
membentuk dua cairan dengan komposisi d
dan e.
• Jika temperatur dari kedua cairan pada c tersebut dinaikkan, komposisi dari
kedua cairan tersebut sedikit bergeser. Sistem menjadi univarian, F’ = 3-P =
1 di daerah ini. Pada suhu t ’ larutan konjugat tersebut memiliki komposisi f
dan g dan juga muncul uap pada komposisi h. Terdapat 3 fase, sepanjang
ketiga fase tersebut dipertahankan maka komposisi dan suhunya akan
tetap. Contoh, aliran panas ke dalam sistem tidak mengubah suhu, tetapi
hanya menghasilkan uap lebih banyak pada kedua cairan. Uap h, yang
terbentuk lebih kaya air dibanding komposisi sebelumnya, c, jadi lapisan
kaya air akan lebih suka menguap. Setelah lapisan kaya air lenyap, suhu
naik dan komposisi uap berubah sepanjang kurva hb. Terakhir, cairan
dengan komposisi a lenyap pada tA.
• Jika dua fase sistem pada daerah komposisi antara f dan h dipanaskan,
kemudian pada t ’ akan terbentuk cairan dengan komposisi f dan g dan uap
pada titik h. Sistem pada t ’ adalah invarian. Karena uapnya kaya butanol
dibanding komposisi sebelumnya, lapisan kaya butanol tersebut lebih
mudah menguap meninggalkan cairan f dan uap h. Titik h memiliki sifat
azeotropik, sistem dengan komposisi ini tidak mengalami perubahan
komposisi selama distillasi. Jadi tidak dapat dipisahkan ke dalam
komponen-komponennya dengan cara distillasi.
Gambar 6.5 Cairan tidak larut dalam kesetimbangan dengan uap
Distillasi zat yang tidak larut lebih mudah didiskusikan dari titik pandang
yang berbeda. Perhatikan dua cairan yang tidak larut berada dalam
kesetimbangan dengan uapnya pada suhu tertentu (Gambar 6.5).
Penghalang hanya memisahkan cairannya, karena tidak saling larut maka
pengambilan penghalang tidak mempengaruhi apapun. Tekanan uap total
adalah jumlah dari tekanan uap cairan murni: 𝑝 = 𝑝𝐴0 + 𝑝𝐡0 .
Fraksi mol yA dan yB dalam uap adalah :
𝑦𝐴 =
0
𝑝𝐴
𝑝
dan
𝑦𝐡 =
0
𝑝𝐡
𝑝
jika nA dan nB adalah jumlah mol A dan B dalam uap, maka
𝑛𝐴
𝑛𝐡
=
𝑦𝐴
𝑦𝐡
=
0
𝑝𝐴
𝑝
0 𝑝
𝑝𝐡
=
0
𝑝𝐴
0
𝑝𝐡
massa A dan B adalah wA = nAMA dan wB = nBMB sehingga
𝑀𝐴
𝑀𝐡
=
0
𝑀𝐴 𝑝𝐴
0
𝑀𝐡 𝑝𝐡
(6.3)
yang menghubungkan massa relatif dari kedua zat yang ada di fase uap
terhadap massa molar dan tekanan uapnya. Jika uap ini diembunkan,
persamaan (6.3) menyatakan massa relatif dari A dan B dalam kondensatnya.
Misalnya:
sistem anilin(A)-air(B) pada 98,4oC. Tekanan uap anilin pada suhu ini sekitar
42 mmHg, sementara air sekitar 718 mmHg. Tekanan uap total adalah
718+42= 760 mmHg, sehingga campuran ini mendidih pada 98,4oC pada 1
atm. Massa anilin yang terdistillasi tiap 100 gram air yang terbentuk adalah:
94 𝑔/π‘šπ‘œπ‘™ 42 π‘šπ‘šπ»π‘”
𝑀𝐴 = 100 𝑔
≈ 31 𝑔
18 𝑔/π‘šπ‘œπ‘™ 718 π‘šπ‘šπ»π‘”
Kesetimbangan Padat–Cair, Diagram Eutektik
Sederhana
Jika suatu larutan dari dua zat A dan B
didinginkan sampai suhu yang cukup
rendah, akan muncul suatu padatan.
Suhu ini adalah titik beku larutan, yang
bergantung pada komposisi. Dalam
diskusi pada penurunan titik beku
larutan, kita memperoleh persamaan.
βˆ†π»π‘“π‘’π‘ ,𝐴 1
−
𝑅
𝑇
1
ln π‘₯𝐴 =
−
𝑇0,𝐴
(6.4)
Dengan asumsi bahwa padatan murni A
ada dalam kesetimbangan dengan
larutan idealnya. Persamaan (6.4)
menghubungkan titik beku larutan dan
xA, fraksi mol A dalam larutan.
Gambar 6.6 Kesetimbangan padat–cair dalam
sistem 2 komponen
Plot dari fungsi ini tampak pada Gambar 6.6.a.
Titik di atas kurva menunjukkan keadaan cair
dari sistem, sedangkan di bawah kurva
menunjukkan keadaan padatan murni A ada
dalam kesetimbangan dengan larutan.
Kurvanya dinamakan kurva liquidus.
Gambar 6.6 Kesetimbangan padat–
cair dalam sistem 2 komponen
• Titik a menunjukkan larutan dengan
komposisi b dalam kesetimbangan dengan
padatan dengan komposisi c, yaitu, zat
murni A. Dengan aturan Lever, rasio
jumlah mol larutan terhadap jumlah mol
padatan A adalah sama dengan rasio
bagian garis dari ac/ab. Makin rendah
suhu, makin besar jumlah relatif padatan
pada suatu keseluruhan komposisi
tertentu.
• Kurva ini tidak dapat menunjukkan situasi
meliputi keseluruhan daerah komposisi.
Jika xB mendekati 1, kita dapat
mengharapkan padatan B akan membeku
jauh di atas suhu yang ditunjukkan oleh
kurva pada daerah ini.
Jika larutan ideal, aturan yang sama berlaku untuk zat B :
ln π‘₯𝐡 =
βˆ†π»π‘“π‘’π‘ ,𝐡 1
−
𝑅
𝑇
−
1
𝑇0,𝐡
(6.5)
Dengan T adalah titik beku B dalam larutan.
Kurva berpotongan pada suhu Te, yaitu suhu eutektik. Komposisi xe adalah
komposisi eutektik. Garis GE adalah titik beku melawan kurva komposisi B. Titik
semacam a di bawah kurva ini menunjukkan keadaan yaitu padatan B dalam
kesetimbangan dengan larutan pada komposisi xb.
Titik pada EF menunjukkan padatan B murni dalam kesetimbangan dengan larutan
berkomposisi xe.
Titik pada DE menunjukkan padatan murni A dalam kesetimbangan dengan larutan
berkomposisi xe. Oleh karena itu larutan yang memiliki komposisi eutektik xe ada
dalam kesetimbangan dengan padatan A dan padatan B. Jika terdapat tiga fase
bersama, maka F’ = 3 – P = 3-3=0; sistemnya adalah invarian pada suhu ini. Jika
panas keluar dari sistem ini, suhunya akan tetap sampai satu fase lenyap, sehingga
jumlah relatif dari ketiga fase berubah hingga panas dihilangkan. Jumlah cairan
berkurang sedangkan jumlah kedua padatan yang ada bertambah. Di bawah garis
DEF adalah keadaan sistem yaitu hanya dua padatan, dua fase, murni A dan murni
B.
Beberapa contoh sistem kesetimbangan padat cair adalah: sistem Sb-Pb,
(Gambar 6.7). Daerah berlabel L adalah cairan, Sb adalah padatan Sb dan Pb
adalah padatan Pb. Suhu eutektik adalah 246 oC, komposisi eutektik adalah
87% massa Pb. Nilai xe dan te dihitung dengan persamaan 6.4 dan 6.5 dan
ternyata sesuai dengan hasil eksperimen. Berarti cairan tersebut hampir
menyerupai larutan ideal.
Garam
Temperatur
% massa garam anhidrat
eutektik (C)
dalam eutektik
NaCl
–21,1
23,3
NaBr
–28,0
40,3
Na2S
–1,1
3,84
KCl
–10,7
19,7
NH4Cl
–15,4
19,7
Gambar 6.7 Sistem Antimoni–lead
Bentuk kurva titik beku dapat ditentukan secara experimental dengan analisis
termal. Pada metode ini, campuran yang diketahui komposisinya dipanaskan
sampai suhu yang cukup tinggi hingga homogen. Kemudian didinginkan secara
bertahap. Suhu diplot sebagai fungsi waktu. Kurva yang diperoleh pada
berbagai komposisi untuk sistem A-B tampak pada Gambar 6.8. Kurva
pertama, cairan homogen didinginkan sepanjang kurva ab, pada b pertama
kali terbentuk kristal komponen A. Peristiwa ini melepaskan panas laten
pembekuan, laju pendinginan berkurang dan lekukan pada kurva muncul di b.
Other simple eutectic systems
Banyak sistem biner, baik ideal maupun tidak, memiliki diagram fase bertipe
eutektik sederhana. Invariansi sistem pada titik eutektik memungkinkan
campuran eutektik dipergunakan sebagai bak bersuhu konstan. Misalnya
padatan NaCl dicampur dengan es pada 0oC dalam labu vakum. Titik
komposisi berpindah dari 0% ke sejumlah kecil nilai positif. Padahal pada
komposisi ini titik beku es di bawah 0oC, sehingga sejumlah kecil es melebur.
Karena sistem ada dalam labu terisolasi, meleburnya es mengurangi suhu
campuran. Jika NaCl yang ditambahkan cukup, suhu akan turun sampai suhu
eutektik, -21,1oC. Pada suhu eutektik ini, es padatan garam dan larutan jenuh
terdapat bersama sama dalam kesetimbangan. Suhu bertahan di suhu
eutektik hingga es yang tersisa melebur karena panas yang menerobos
secara lambat ke dalam labu.
Diagram Titik Beku dengan Pembentukan
Senyawa
Jika dua zat membentuk satu atau lebih senyawa, diagram titik bekunya memiliki
penampakan sebagai dua atau lebih diagram eutektik sederhana pada posisi yang
bersilangan. Gambar 6.11 adalah diagram komposisi titik beku untuk sistem yaitu
terbentuknya AB2. Kita dapat memandang diagram ini sebagai dua diagram eutektik
sederhana yang bertemu pada posisi yang ada panahnya seperti pada gambar 6.11.
Jika titik yang menyatakan keadaan terletak di sebelah kanan panah, interpretasi
didasarkan pada diagram eutektik sederhana sistem AB2-B; jika titik terletak di
sebelah kiri panah berarti kita mendiskusikan sistem A-AB2. Dalam diagram
komposit terdapat dua eutektik; salah satu adalah cairan A-AB2 ,yang lain adalah
cairan AB2-B. Titik lebur senyawa adalah maksimum pada kurva,maksimum pada
kurva komposisi-titik lebur hampir selalu menunjukkan pembentukan senyawa.
Hanya sedikit sistem yang dikenal yaitu yang maksimumnya berlangsung karena
alasan lain. Padatan yang pertama terbentuk pada pendinginan suatu leburan pada
sembarang komposisi antara dua komposisi eutektik adalah senyawa padatan.
Gambar 6.11. Diagram pembentukan
senyawa
Gambar 6.12 Titik beku
dalam sistem H2O–Fe2Cl6
Senyawa yang Memiliki Titik Lebur
Inkongruen
Di dalam sistem pada gambar 6.8, senyawa tersebut memiliki titik lebur lebih
tinggi dibanding komponen yang bersamanya. Dalam situasi ini diagramnya
selalu berbentuk seperti tampak pada gambar 6.8; yaitu muncul dua eutektik
pada diagram itu. Tetapi bila titik lebur dari senyawa di bawah titik lebur
komponen lain yang bersamanya, muncul dua kemungkinan. Salah satunya
seperti digambarkan di gambar 6.9; tiap bagian dari diagram adalah diagram
eutektik sederhana seperti kasus di gambar 6.8. Kemungkinan kedua
digambarkan oleh sistem alloy Potassium-Sodium yang tampak pada gambar
6.10. Pada sistem ini, kurva kelarutan Na (sodium) tidak turun dengan cepat
untuk memotong kurva yang lain diantara komposisi Na2K dan Na murni.
Justru membelok ke sebelah kiri komposisi Na2K dan memotong kurva
kelarutan lain pada titik c, yaitu titik peritektik. Untuk sistem Na-K hal ini
terjadi pada 7oC.
Pertama kita uji perilaku senyawa padatan murni. Jika suhu dinaikkan titik keadaan
bergerak sepanjang garis ab. Pada b cairan memiliki komposisi bentuk c. Karena
cairan lebih kaya dengan potassium dibanding senyawanya semula, sejumlah
padatan sodium d tertinggal tidak melebur. Sehingga pada peleburan senyawa
terjadi reaksi
Na2K (s) → 2Na (s) + K (l)
Ini adalah reaksi peritektik atau reaksi fase. Senyawanya disebut melebur secara
inkongruen, karena leburan berbeda dari senyawanya dalam komposisinya.
(Senyawa yang digambarkan pada gambar 6.8 dan 6.9 melebur secara
kongruen,komposisi tidak berubah). Yaitu terdapat tiga fase;padatan Na2K, padatan
Na, dan cairannya ada bersama sama, sistemnya adalah invarian, selagi panas
mengalir ke dalam sistem, suhu akan tetap sama sampai senyawa padat melebur
sempurna. Kemudian suhu naik, titik keadaan bergerak sepanjang garis bef dan
sistem terdiri atas Na padat dan cair. Di f sisa terakhir dari Na melebur, dan di atas f
sistem terdiri atas satu fase cairan. Pendinginan komposisi g membalikkan
perubahan ini. Di f muncul Na padat, komposisi cairan bergerak sepanjang fc. Di b
cairan berkomposisi c ada bersama dengan Na padat dan Na2K padat. Kebalikan
dari reaksi fase yang terjadi sampai kedua cairan Na dan padatannya habis secara
simultan, hanya tinggal Na2K dan titik keadaan bergerak sepanjang ba.
Gambar 6. 10 Senyawa dengan titik didih tidak sebangun,
Kemampuan Bercampur dalam Keadaan
Padat
Gambar 6.12. Sistem Cu–Ni
Di dalam sistem yang
dideskripsikan sejauh ini, hanya
padatan murni yang terlibat.
Kebanyakan padatan mampu
melarutkan bahan lain untuk
membentuk larutan padat.
Tembaga dan Nikel, sebagai
contoh, saling larut satu sama
lain pada semua komposisi
dalam padatan. Diagram fase
untuk sistem Cu-Ni tampak pada
Gambar 6.12.
Bagian atas kurva tersebut adalah kurva liquid; bagian bawahnya adalah
kurva solid (padatan). Jika sistem yang diwakili oleh titik a didinginkan ke b,
muncul larutan padat berkomposisi c. pada titik d sistem terdiri dari cairan
berkomposisi b’ dalam kesetimbangan dengan larutan padat berkomposisi
c’. Suatu kesulitan eksperimental timbul dalam bekerja dengan sistem tipe
ini. Anggap sistem didinginkan dengan cepat dari a ke e. Jika sistem diatur
agar dalam kesetimbangan, maka bagian akhir cairan b” akan bersinggungan
dengan padatan yang memiliki komposisi seragam e. Tetapi dengan
pendinginan mendadak maka tak ada waktu bagi padatan membentuk
komposisi yang seragam. Kristal pertama yang berkomposisi c dan lapisan
berkomposisi dari c ke e terbentuk di luar kristal pertama. Komposisi ratarata padatan yang mengkristal terletak mungkin di titik f; padatan lebih kaya
nickel dari yang seharusnya, ini terletak di sebelah kanan e. Jadi cairan lebih
kaya Cu dibanding yang seharusnya, titik komposisinya terletak mungkin
pada g. Sehingga sejumlah cairan tertinggal pada suhu ini dan pendinginan
lebih lanjut diperlukan sebelum sistem mengendap seluruhnya.
Kenaikan Titik Beku
Telah ditunjukkan bahwa penambahan sejumlah tertentu zat asing
selalu menurunkan titik lebur dari padatan murni. Gambar 6.12
menggambarkan sistem titik lebur satu komponen (tembaga)
meningkat dengan penambahan zat asing. Kenaikan titik lebur ini hanya
dapat terjadi jika padatan yang berada dalam kesetimbangan dengan
cairan bukan padatan murni melainkan larutan padat. Anggaplah
larutan padat adalah larutan padat ideal, yang didefinisikan, analog
dengan gas ideal dan larutan cair ideal, dengan mengetahui bahwa tiap
komponen, πœ‡π‘– = πœ‡π‘–0 + 𝑅𝑇 ln π‘₯𝑖 dengan πœ‡π‘–0 adalah potensial kimia
padatan murni, xi adalah fraksi mol dalam larutan padat. Kondisi
kesetimbangan untuk larutan padat dalam kesetimbangan dengan
larutan cair untuk satu komponen adalah 1(s) = 1(l).
Dengan menganggap kedua larutan adalah ideal, kita memperoleh
πœ‡10 𝑠 + 𝑅𝑇 ln π‘₯1 𝑠 = πœ‡10 𝑙 + 𝑅𝑇 ln π‘₯1 𝑙
(6.6)
Misalnya βˆ†πΊ10 = πœ‡10 𝑙 − πœ‡10 𝑠 energi Gibbs peleburan pada komponen
murni pada suhu T. maka persamaan 6.6 menjadi
π‘₯1 𝑙
βˆ†πΊ10
ln
=−
π‘₯1 𝑠
𝑅𝑇
0
0
0
Karena
βˆ†πΊ
=
βˆ†π»
−π‘‡βˆ†π‘†
1
1
1 dan titik
0
βˆ†π»1
persamaan ini menjadi:
𝑇0,1
π‘₯1 𝑙
βˆ†π» 0 1
1
ln
=−
−
π‘₯1 𝑠
𝑅
𝑇
𝑇0,1
(6.7)
lebur T0,1 dari zat murni, βˆ†π‘†10 =
Menyelesaikan persamaan ini untuk T, kita peroleh
𝑇=
βˆ†π» 0
𝑇0,1
βˆ†π» 0 +𝑅𝑇0,1 ln π‘₯1 𝑠 π‘₯1 𝑙
(6.8)
• Jika terdapat padatan murni, maka x1(s)=1; dalam kasus ini suku
kedua dari penyebut dalam pers. (6.8) positif sehingga fraksi dalam
kurung dari satu. Titik beku T berarti kurang dari T01. Jika larutan
padat berada dalam kesetimbangan maka jika x1 (s) ο€Ό x1(l), suku
kedua pada penyebut akan negatif, fraksi dalam kurung lebih besar
dari satu dan titik lebur lebih besar dari T01.
• Gambar 6.12 menunjukkan bahwa fraksi mol Cu dalam larutan padat
xCu(s) selalu lebih kecil dari fraksi mol Cu dalam larutan cairnya xCu(l).
Konsekuensinya titk lebur Cu naik. Satu kelompok persamaan analog
dapat dijabarkan untuk komponen kedua. Dari situ kita dapat
menyimpulkan bahwa titik lebur Ni turun. Dengan asumsi bahwa H0
dan S0 bukan fungsi suhu; hal ini tidak benar tetapi tidak terlalu
berpengaruh terhadap kesimpulan secara keseluruhan.
Sistem Tiga Komponen
Dalam sistem tiga komponen, varian adalah F = 3 – P + 2 = 5 – P. Jika sistem hanya
mengandung satu fase, dibutuhkan empat variabel untuk menyatakan keadaan
sistem; ini mungkin lebih menguntungkan jika diambil variabel T,p,x1,x2. Adalah
tidak mungkin memberikan suatu representasi grafis lengkap mengenai sistem ini
dalam tiga dimensi, apalagi dalam dua dimensi. Konsekuensinya, cara untuk
merepresentasikan sistem ini adalah pada tekanan dan suhu konstan. Maka varian
menjadi F’ = 3 – P, sehingga sistem memiliki, paling tidak, 2 varian, dan dapat
direpresentasikan pada bidang datar. Setelah menetapkan suhu dan tekanan,
variabel yang tinggal adalah variabel komposisi,x1,x2,x3, yang dihubungkan oleh x1 +
x2 + x3 =1. Sehingga dengan menentukan dua maka yang ketiga dapat dihitung.
Metoda Gibbs dan Roozeboom menggunakan suatu segitiga sama sisi untuk
representasi grafis. Gambar 6.13 menunjukkan prinsip metoda ini. Titik A, B, C pada
titik sudut segitiga menyatakan 100% A, 100% B, 100% C. Garis yang paralel dengan
AB merupakan berbagai persentase dari C. Titik P pada gambar 6.13 menyatakan
sistem mengandung 30% C. Panjang PM menyatakan persen C, panjang PN
menyatakan persen A, panjang PL menyatakan persen B. Jumlah ketiga panjang ini
selalu sama dengan panjang sisi segitiga yaitu menyatakan 100%. Dengan metoda
ini setiap komposisi dari sistem tiga komponen dapat dinyatakan oleh titik dalam
segitiga.
Gambar 6.13 Diagram segitiga
Gambar 6.14 Sifat diagram
segitiga
Dua sifat yang lain dari diagram ini juga penting. Yang pertama diilustrasikan
dalam gambar 6.14(a). Jika dua sistem dengan komposisi seperti dinyatakan
oleh P dan Q dicampur bersama sama, komposisi campuran yang diperoleh
akan dinyatakan oleh titik x di suatu tempat pada garis yang menghubungkan
titik P dan Q. Hal ini dapat diikuti dengan mudah yaitu jika tiga sistem yang
dinyatakan oleh titik P,Q,R dicampur, komposisi campuran akan terletak di
dalam segitiga PQR. Sifat penting kedua yaitu bahwa semua sistem
dinyatakan oleh titik titik pada garis yang melalui puncak yang mengandung
dua komponen lain dalam perbandingan yang sama. Contoh, semua sistem
yang dinyatakan oleh titik pada CM mengandung A dan B dalam jumlah yang
sama. Pada ganbar 6.14 (c), dengan menegakkan garis tegak lurus dari dua
titik P dan P’ dan menggunakan sifat-sifat segitiga, kita peroleh:
𝑃𝑆
𝑃′ 𝑆′
=
𝐢𝑃
𝐢𝑃′
dan
𝑃𝑁
𝑃′ 𝑁′
dan
𝑃𝑆
𝑃 𝑁
=
𝐢𝑃
𝐢𝑃′
=
𝑃′ 𝑆′
𝑃′ 𝑁′
Sehingga
𝑃𝑆
𝑃′ 𝑆′
=
𝑃𝑁
𝑃′ 𝑁′
terbukti. Sifat ini penting dalam mendiskusikan penambahan atau
pengambilan suatu komponen pada sistem tanpa mengubah jumlah dua
komponen lain yang ada.
Kesetimbangan Cair–Cair
Diantara beberapa contoh sederhana dari perilaku sistem tiga komponen
adalah sistem chloroform-air- asam acetat. Pasangan chloroform-asam
asetat dan air- asam asetat adalah saling bercampur sempurna. Pasangan
chloroform-air tidak. Gambar 6.17 menunjukkan skema kesetimbangan caircair untuk sistem ini. Titik a dan b menyatakan lapisan cairan konjugasi tanpa
asam asetat. Anggap bahwa semua komposisi sistem adalah c sehingga
dengan aturan lever terdapat lebih banyak lapisan b daripada lapisan a. Jika
sedikit asam asetat ditambahkan ke dalam sistem, komposisi berubah
sepanjang garis yang menghubungkan c dengan puncak asam asetat ke titik
c’. Penambahan asam asetat mengubah komposisi dari kedua lapisan
menjadi a’ dan b’. Ingat bahwa asam asetat lebih cenderung memasuki
lapisan kaya air b’, sehingga garis dasi yang menghubungkan larutan konjugat
a’ dan b’ tidak paralel ke ab. Jumlah relatif dari a’ dan b’ diberikan oleh aturan
lever; yaitu, dengan perbandingan segmen dari garis dasi a’b’. Penambahan
selanjutnya dari asam asetat mengubah komposisi lebih lanjut sepanjang
garis putus putus c; lapisan kaya air bertambah sedangkan lapisan kaya
chloroform berkurang. Pada c” hanya sedikit lapisan kaya chloroform yang
tinggal, sedangkan di atas c” sistemnya homogen.
Gambar 6.17 Dua zat cair
larut sebagian
Karena garis dasi tidak paralel, titik yang disitu
dua larutan konjugat memiliki komposisi yang
sama tidak terletak pada puncak dari kurva
binodal tetapi keluar ke satu sisi pada titik k,
yaitu titik sambung. Jika sistem berkomposisi d
dan ditambahkan asam asetat ke dalamnya,
komposisi akan berubah sepanjang dk; hanya di
bawah k dua lapisan akan ada dalam jumlah
yang komparabel; pada k, batas antara dua
larutan lenyap sehingga sistem menjadi
homogen. Bandingkan perilaku ini dengan yang
ada di titik c” yang disitu hanya ada sedikit dari
satu lapisan konjugat yang tinggal.
Kelarutan Garam; Efek Ion Sejenis
Sistem yang mengandung dua garam dengan ion sejenis dan air sangat
menarik untuk dikaji. Masing masing garam saling mempengaruhi
kelarutannya satu sama lain. Skema diagram untuk NH4Cl.(NH4)2SO4.H2O
pada 30oC tampak pada gambar 6.18. Titik a menyatakan larutan jenuh
NH4Cl dalam air tanpa (NH4)2SO4. Titik antara A dan a menyatakan berbagai
jumlah padatan NH4Cl dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh a. Titik
antara a dan C menyatakan larutan tidak jenuh NH4Cl. Serupa dengan itu, b
menyatakan kelarutan (NH4)2SO4 tanpa NH4Cl. Titik pada Cb menyatakan
larutan tidak jenuh, sedang pada bB menyatakan padatan (NH4)2SO4 dalam
kesetimbangan dengan larutan jenuh. Adanya (NH4)2SO4 mengubah
kelarutan NH4Cl sepanjang garis ac, sedang adanya NH4Cl mengubah
kelarutan (NH4)2SO4 sepanjang garis bc. Titik c menyatakan larutan yang
dijenuhkan terhadap kedua NH4Cl dan (NH4)2SO4. Garis dasi menghubungkan
larutan jenuh dan padatan dalam kesetimbangan dengannya. Daerah
stabilitas tampak pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2
Gambar 6.18
Daerah
Sistem
varian
Cacb
Larutan takjenuh
2
Aac
NH4Cl+larutan jenuh
1
Bbc
(NH4)2SO4+larutan jenuh
1
AcB
NH4Cl+(NH4)2SO4+larutan jenuh c
0
Anggap suatu larutan takjenuh dinyatakan oleh P dievaporasikan secara
isotermal; titik keadaan seharusnya bergerak sepanjang garis Pdef, yang
digambarkan melalui puncak C dan titik P. Pada d, NH4Cl mengkristal,
komposisi larutan bergerak sepanjang garis dc. Pada titik e, komposisi
larutan adalah c, dan (NH4)2SO4 mulai mengkristal. Evaporasi lebih lanjut
akan mengendapkan kedua NH4Cl dan (NH4)2SO4 hingga titik f dicapai, di situ
larutan menghilang secara sempurna.
Pembentukan Garam Rangkap
Gambar 6.19 (a) Senyawa jenuh sebangun
(b) Senyawa jenuh tidak sebangun
• Jika terjadi dua garam dapat
membentuk suatu senyawa,
garam rangkap, kemudian
kelarutan senyawa tersebut
dapat pula muncul sebagai
garis kesetimbangan dalam
diagram. Gambar 6.19
menunjukkan dua tipe kasus
pembentukan senyawa. Pada
dua gambar tersebut, ab
adalah kelarutan A; bc adalah
senyawa AB; cd adalah B.
Daerah dan menyatakan apa
saja mereka itu ditabulasikan
di Tabel 6.3.
• Perbedaan perilaku dari dua sistem dapat ditunjukkan dengan dua cara.
Pertama mulai dengan senyawa padat kering dan tambahkan air; titik
keadaan bergerak sepanjang garis DC. Pada gambar 6.19(a), ini
menggerakkan titik ke daerah senyawa plus larutan jenuh senyawa
tersebut. Sehingga, senyawa ini disebut jenuh secara kongruen
(congruently saturating). Penambahan air ke dalam senyawa AB di gambar
6.19(b) mengubah titik keadaan sepanjang DC ke daerah stabilitas
A+AB+larutan jenuh b. Penambahan air, oleh karenanya, mendekomposisi
senyawa padatan A larutan a. Senyawa ini disebut jenuh inkongruen
(incongruently saturating). Serupa dengan itu senyawa pada 6.19(b) tak
dapat dibuat dengan cara mengevaporasikan larutan yang mengandung A
dan B dalam perbandingan molar yang sama. Evaporasi mengkristalkan
padatan A pada titik e; pada titik f padatan A bereaksi dengan larutan b
untuk mengendapkan AB. Saat D dicapai, semua A telah lenyap dan hanya
tinggal senyawa. Jika padatan disaring pada titik keadaan antara f dan D,
kristal senyawa akan tercampur dengan kristal A. Hal ini dapat dipahami
bagaimana sulitnya mengerjakan ini di laboratorium.
Salting Out
Dalam praktikum kimia organik, ada prosedur umum untuk memisahkan
campuran suatu cairan organik dalam air dengan menambahkan garam.
Contoh, jika cairan organik dan air bercampur sempurna, penambahan
garam ke dalam sistem dapat menghasilkan pemisahan menjadi dua lapisan
cairan – salah satu kaya dengan cairan organik, yang lain kaya dengan air.
Relasi fasenya dapat diilustrasikan seperti dalam tabel 6.4 dan oleh diagram
K2CO3-H2O-CH3OH, yaitu gambar 6.20, yang merupakan tipikal sistem garamair-alcohol
Tabel 6.4
Daerah
Sistem
Aab
K2CO3 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh kaya air
Aed
K2CO3 dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh kaya alkohol
bcd
Dua cairan konjugat digabung oleh dua garis dasi
Gambar 6.20
Sistem tersebut dibedakan oleh penampakan dua
daerah cairan bcd. Misalnya dianggap bahwa
padatan K2CO3 ditambahkan ke dalam campuran air
dan alkohol pada komposisi x. Titik keadaan akan
bergerak sepanjang garis xyzA. Di y terbentuk dua
lapisan; di z K2CO3 berhenti melarut sehingga
padatan K2CO3 dan cairan b dan d ada bersama
sama. Cairan d adalah lapisan kaya alkohol dan bisa
dipisahkan dari b, lapisan kaya air. Ingat bahwa
penambahan garam setelah padatan berhenti
melarut tidak menghasilkan perubahan pada
komposisi di lapisan b dan d, tentu saja terjadi
seperti ini sebab sistemnya adalah isotermal dan
invarian di segitiga Abd.
Diagram ini dapat juga dipakai untuk menunjukkan bagaimana garam
yang ditambahkan dapat diendapkan oleh penambahan alkohol ke
dalam larutan jenuh; titik keadaan bergerak dari a, misalnya dikatakan,
sepanjang garis yang menghubungkan a dan B. Karena dalam kasus
khusus ini hanya lebih sedikit garam yang diendapkan sebelum dua
lapisan cairan terbentuk, cara ini tidak terlalu bermanfaat. Sistem ini
mengherankan dalam pengaruh penambahan air ke dalam larutan
takjenuh K2CO3 dalam alkohol pada komposisi x’. Garis x’y’z’ yang
menghubungkan x’ dan c menunjukkan bahwa K2CO3 akan mengendap
di y’ jika air ditambahkan ke dalam larutan alkohol. Penambahan air
lebih lanjut akan menyebabkan larutnya kembali K2CO3 di z’.
Soal-soal
• Tekanan uap chlorobenzena dan air pada berbagai temperatur berbeda adalah
t/oC
90
100
110
Po(Cl)/mmHg
204
289
402
Po(H2O)/mmHg
526
760
1075
• Pada tekanan berapa uap Cl akan terdistilasi pada 90oC?
• b)
Pada suhu berapa uap Cl akan terdistilasi pada tekanan total 800mmHg.?
• c)
Berapa gram uap air yang diperlukan untuk mendistillasi 10,0 gram Cl (a) pada
o
90 C dan (b) pada tekanan total 800 Torr.?
• Campuran 100 gram air dan 80 gram phenol dipisahkan menjadi dua lapisan pada 60oC.
Satu lapisan, L1, mengandung 44,9% massa air, yang lain, L2, mengandung 83,2% massa
air.
• a)
Berapa massa L1 dan L2?
• b)
Berapa jumlah mol total dalam L1 dan L2?
• Titik lebur dan panas peleburan timbal dan antimon adalah
Pb
Sb
tm/oC
327,4
630,5
Hfus/(kJ/mol)
5,10
20,1
Hitunglah garis kesetimbangan padat-cair; perkirakan komposisi eutektik
secara grafis,kemudian hitunglah suhu eutektik. Bandingkan hasilnya dengan
nilai yang diberikan di gambar 6.7
• Kelarutan KBr dalam air adalah
t/oC
0
gKBr/g H2O
0,54 0,64 0,76
20
40
60
80
100
0,86
0,95
1,04
Dalam satu molal larutan, KBr menurunkan titik beku air sebesar 3,29oC.
Perkirakan suhu eutektik untuk sistem KBr-H2O secara grafik.
• Berapa varian pada tiap daerah di Gambar 6.20?
Download