saya - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TIJAUA PUSTAKA
2.1
Anemia Pada Ibu Hamil
2.1.1 Defenisi Anemia Pada Ibu Hamil
Anemia dalam kehamilan adalah keadaan menurunnya kadar hemoglobin
kurang dari 12 gr% pada wanita tidak hamil dan hemoglobin kurang dari 10 gr% pada
wanita hamil. Hemoglobin merupakan zat bewarna yang terdapat dalam bentuk
larutan dalam sel darah merah yang fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen
kesemua bagian tubuh (Nuritjojo, 1999).
Menurut Saifudin (2002), Anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu hamil
dengan kadar haemoglobin (Hb) dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
Hb kurang dari 10,5 gr% pada trimester II, pada ibu yang tidak hamil adalah kurang
dari 12 gr%.
Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat
kekurangan zat besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya
unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan
penggunaan atau terlampau banyak zat besi keluar dari badan, misalnya pada
pendarahan. Keperluan akan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester dua dan tiga ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin yang di kandung
Universitas Sumatera Utara
oleh ibu. Apabila masuknya zat besi tidak di tambah dalam kehamilan maka mudah
terjadi defisiensi zat besi, lebih-lebih pada kehamilan kembar (Saifuddin, 2002).
Wanita hamil atau dalam masa nifas dinyatakan menderita anemia bila kadar
hemoglobin di bawah 10 gr%. Perubahan fisiologis pada wanita hamil sering
menyulitkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit-penyakit kelainan darah.
Penurunan kadar Hb pada wanita sehat yang disebabkan ekspensi volume pelasma
yang lebih besar dari pada peningkatan volume sel darah merah dan hemoglobin
terutama terjadi pada trimester ke dua (Manjoer, 2003).
2.1.2
Kriteria Anemia
Kriteria anemia menurut WHO menurut umur dan jenis kelamin, dapat terlihat
dalam tabel I berikut ini (Marhaeni, 2008).
Tabel 2.1 Kriteria Kadar Haemoglobin ormal
Kelompok
Umur
Hemoglobin (gr/dL)
6 bulan s/d 6 tahun
11
Anak
6 tahun s/d 14 tahun
12
Laki-laki
13
Dewasa
Wanita
12
Wanita hamil
11
Sumber : WHO, utritional Anaemias. Tec. Rep. Ser. o.503, 1972.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Tanda dan Gejala Anemia Pada Ibu Hamil
Tanda dan gejala anemia defisiensi zat besi tidak khas hampir sama dengan
anemia pada umumnya yaitu :
a. Cepat lelah/kelelahan, hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam jaringan
otot kurang sehingga metabolisme otot terganggu.
b. Nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimana otak kekurangan
oksigen, karena daya angkut haemoglobin berkurang.
c. Kesulitan bernapas, terkadang sesak napas merupakan gejala, dimana tubuh
memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara kompensasi pernapasan
lebih dipercepat.
d. Palpasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat diikuti dengan peningkatan
denyut nadi.
e. Pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan
konjungtiva (Wasnidar, 2007).
Keluhan anemia yang paling sering dijumpai dimasyarakat adalah yang lebih
dikenal dengan 5L, yaitu lesu, lemah, letih, lelah dan lalai. Disamping itu penderita
Universitas Sumatera Utara
kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah
terkena infeksi (Depkes RI, 2003).
Rasa cepat lelah disebabkan karena pada penderita anemia gizi besi,
pengolahan (metabolisme) energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena
kurang oksigen. Anemia gizi besi dengan keluhan dampak yang paling jelas adalah
cepat lelah, rasa ngantuk, malaise dan mempunyai wajah yang pucat (Sukirman,
1999).
2.1.4
Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil
Secara umum, ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil :
a.
Kehilangan darah secara kronis, sebagai dampak perdarahan kronis seperti
pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasit dan proses
keganasan.
b.
Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat.
c.
Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah
yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa
kehamilan dan menyusui (Arisman, 2004).
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu
selama kehamilan ialah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg
Universitas Sumatera Utara
untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan
sekitar 2-3 mg besi/hari (Saifuddin, 2002).
Sedangkan menurut Mochtar (1998) penyebab anemia umumnya adalah
kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam diet, malabsorpsi, kehilangan darah
yang banyak pada saat persalinan yang lalu, haid yang berlebihan, juga penyakitpenyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, serta malaria.
2.1.5
Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
Klasifikasi anemia dalam kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang
masuknya unsur zat besi dengan makanan, karena gangguan resorpsi,
gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaaknya besi ke luar dari
badan, misalnya perdarahan.
Keperluan akan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam
trimester terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak ditambah dalam
kehamilan, maka mudah terjadi anemia defisiensi zat besi, lebih-lebih pada
kehamilan kembar.
2. Anemia Megaloblastik
Universitas Sumatera Utara
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam
folik (pteroylglutamic acid), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
(cyanocobalamin).
3. Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam
kehamilan.
4. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik
sukar menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi
lebih berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis
hemolitik
pada
wanita
yang
sebelumnya
tidak
menderita
anemia
(Wiknjosastro, 1999).
2.1.6
Diagnosa Anemia pada Kehamilan
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan
pemeriksaan dan pengawasan haemoglobin dengan menggunakan alat sahli. Menurut
Manuaba (2002) hasil pemeriksaan haemoglobin dengan sahli dapat digolongkan
sebagai berikut :
a. Hb ≥ 11 gr% disebut tidak anemia.
Universitas Sumatera Utara
b. Hb 9-10 gr% disebut tanemia ringan.
c. Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang.
d. Hb ≤ 7 gr% disebut anemia berat.
2.1.7
Kebutuhan Zat Gizi Pada Ibu Hamil
Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada wanita hamil jauh lebih besar dari pada
tidak hamil. Pada saat hamil trimester I kebutuhan zat besi sedikit karena tidak
terjadinya menstruasi dan pertumbuhan janin lambat. Menginjak kehamilan trimester
II (dua) sampai trimester III (tiga) terjadi pertambahan sel darah merah sampai 35%
yang ekuivalen dengan 450 mg besi. Pertambahan ini disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen oleh janin yang harus diangkut oleh sel darah merah.
Kemudian pada saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan
pertumbuhan besi 300-350 mg. Diperkirakan wanita hamil sampai melahirkan
memerlukan zat besi lebih kurang 40 mg/hari atau dua kali lipat kebutuhan daripada
saat kondisi normal (tidak hamil). Tidak mengherankan bila banyak wanita hamil
akhirnya menderita anemia gizi besi karena kebutuhan meningkat, tetapi konsumsi
makanannya tidak memenuhi syarat gizi (Khomsan, 2003).
2.1.8
Pengaruh Anemia Terhadap Ibu dan Janin
Anemia selama kehamilan menyebabkan ibu tidak begitu mampu untuk
menghadapi kehilangan darah dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi. Jika
Universitas Sumatera Utara
anemia berat kegagalan jantung cenderung terjadi. Anemia juga dapat menimbulkan
hipoksia fetal dan persalinan prematur (Wasnidar, 2007).
Anemia pada wanita hamil dapat menyebabkan secara langsung atau tidak
langsung kematian ibu sebesar 15-20%. Anemia pada kehamilan menyebabkan
meningkatnya frekwensi komplikasi kehamilan dan persalinan, resiko kematian
maternal, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian perinatal meningkat. Juga
beresiko terhadap perdarahan antepartum dan postpartum. Kemungkinan besar
anemia pada ibu hamil mengalami banyak gangguan seperti mudah pingsan, mudah
keguguran atau proses melahirkan berlangsung lama akibat kontraksi yang tidak
bagus (Wiknjosastro, 1999).
2.1.9
Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada Ibu Hamil
2.1.9.1 Pencegahan
Empat pendekatan dasar untuk mencegah anemia adalah :
1. Pemberian suplemen tablet zat besi.
2. Pendidikan dan langkah-langkah yang berhubungan dengan peningkatan
masukan zat besi melalui makanan.
3. Pencegahan infeksi.
4. Memperkaya makanan pokok dengan zat besi.
Universitas Sumatera Utara
Pada ibu hamil dengan frekuensi kehamilan yang tinggi, sebaiknya diberi Sulfas
Ferosus 1 tablet sehari selain itu juga perlu diberi nasehat untuk :
1. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi yang berasal dari
nabati : kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan segar dan nasi.
Sedangkan zat besi yang bersumber dari hewani yaitu : hati, daging sapi, ikan,
susu sapi.
2. Mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat seperti arcis, brokoli,
daging dan susu. Karena pada wanita hamil anemia sering disebabkan
defisiensi kedua zar gizi tersebut.
3. Mengkonsumsi makanan yang tinggi kadar vitamin C seperti buah-buahan
yang segar sehingga dapat mempermudah penyerapan zat besi.
4. Menghindari minum teh atau kopi sebelum dan selesai makan atau berlebihan.
Terutama bila mengkonsumsi makanan utama zat besi (nasi) karena teh atau
kopi mengandung senyawa Tania yang dapat menghambat penyerapan zat
besi.
5. Menghindari senyawa Edta (yang digunakan sebagai pengawet makanan)
dengan memeriksa label makanan.
6. Mengkonsumsi beragam makanan untuk meningkatkan ketersediaan zat besi
(Wasnidar, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.9.2 Pengobatan
Oleh karena pada trimester II dan trimester III wanita hamil memerlukan zat
besi dalam jumlah banyak yang tidak didapat dari makanan saja untuk itu perlu
mendapatkan suplemen besi mencapai 1000 mg selama kehamilan.
Apabila wanita hamil menderita anemia defisiensi besi dengan kadar
hemoglobin kurang 10 gr% dapat ditambah 600-1000 mg/hr zat besi seperti Sulfas
Ferosus atau Glukonas Ferosus. Terapi oral diberikan terus-menerus selama 3 bulan.
Tranfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan jarang diberikan
walaupun Hbnya kurang dari 6 gr%. Pada wanita hamil pemberian asan folat (500mg)
dan zat besi (120mg) akan bermanfaat karena anemia pada kehamilan biasanya
diakibatkan oleh defisiensi zat besi tersebut. Tablet kombinasi yang cocok
mengandung 250 folat dan 60 mg zat besi dimakan 2 kali sehari (Wiknjosastro,
1999).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Anemia Pada Ibu Hamil
2.2.1
Umur Ibu
Salah satu keadaan kehamilan yang dapat beresiko tinggi adalah umur ibu
hamil yaitu <20 tahun dan >35 tahun. Salah satu keadaan kehamilan yang dapat
beresiko tinggi adalah umur ibu hamil yaitu <20 tahun dan >35 tahun. Pada usia <20
tahun kebutuhan zat besi meningkat ditunjang dengan keadaan hamil yang lebih
membutuhkan zat besi terutama zat besi maka kemungkinan untuk menderita anemia
pada kehamilan cukup tinggi. Demikian pula pada usia >35 tahun kondisi fisiknya
sudah menurun, daya tahan tubuh terhadap berbagai serangan penyakit tidak lagi
optimal dan rentan terhadap komplikasi penyakit (Depkes RI, 2003).
Ibu yang berumur lebih dari 35 tahun rahim dan bagian tubuh lainnya,
fungsinya sudah mulai menurun dan kesehatan tubuh ibu tidak sebaik ibu berumur
20-35 tahun (Saifudin, 2002).
Menurut Ho Swie Tajiong dalam Saifudin (2002), yang melakukan penelitian
terhadap 3531 orang ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di poliklinik
obstetri dan genekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1959,
mengemukakan terdapatnya kecendrungan makin tua umur wanita makin rendah
kadar Hb-nya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan
seseorang untuk menyerap informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam
perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya tingkat pendidikan wanita sangat
mempengaruhi kesehatannya (Depkes RI, 2004).
Hasil penelitian Hendro (2006), mengatakan ada hubungan yang signifikan
antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan ibu yang
rendah diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah. Sehingga berpeluang untuk
terjadinya anemia dan sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi, maka
kemungkinan besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan
kecil peluangnya untuk terjadi anemia.
2.2.3
Paritas
Batasan paritas adalah urutan kelahiran, bila seseorang ibu telah mengalami
kelahiran pertama dengan umur kehamilan 20 minggu atau lebih dinamakan paritas
satu, bila telah mengalami kelahiran dua kali di namakan paritas kedua dan
selanjutnya. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kehamilannya,
selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin yang dikandungnya.
Kondisi kesehatan ibu karena melahirkan lebih dari 3 kali akan memberikan risiko
Universitas Sumatera Utara
pada ibu maupun bayi yang dikandungnya, paritas kurang dari 3 merupakan paritas
yang paling aman terhadap kematian dan kesakitan baik pada anak maupun pada ibu,
selanjutnya risiko meningkat pada setiap kehamilan berikutnya (Djaja, 2003).
2.2.4
Jarak Kehamilan
Jarak antara kehamilan adalah jarak antara kehamilan yang terakhir dengan
kehamilan yang tepat di atasnya. Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat
menyebabkan terjadinya anemia, hal ini dikarenakan kondisi ibu belum pulih dan
kebutuhan zat-zat gizi belum optimal, sesudah memenuhi kebutuhan nutrisi janin
yang dikandung. Seorang ibu memerlukan waktu lebih dari 2 tahun antara kelahiran
agar pulih secara fisiologik dari suatu kehamilan/persalinan dan mempersiapkan diri
untuk kehamilan berikutnya. Makin kecil jarak kelahiran makin besar pula risiko
kematian untuk ibu dan anak, hal ini dapat terjadi akibat komplikasi dalam kehamilan
dan persalinan seperti antara lain anemia berat, partus prematurus dan kematian
perinatal yang meningkat (Suriady, 1997).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Bantimurung tahun
2004 diperoleh bahwa responden paling banyak menderita anemia pada jarak
kehamilan kurang dari 2 tahun. Hasil uji memperlihatkan bahwa jarak kehamilan
kurang dari 2 tahun mempunyai risiko lebih besar terhadap kejadian anemia
(Amiruddin dan Wahyuddin, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5
Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi
Dalam bidang pengobatan seseorang dikatakan tidak patuh apabila seseorang
tersebut melalaikan kewajiban untuk berobat, sehingga dapat mengakibatkan
terhalangnya kesembuhan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi zat besi dengan cara
yang benar akan memenuhi kebutuhan zat besi dalam tubuh yang bisa meningkatkan
kualitas kehamilan.
Banyak hal yang membuat ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi zat besi yang
terdapat dalam tablet tambah darah yang diprogramkan pemerintah. Salah satunya
adalah gangguan saluran pencernaan dapat berupa mual dan muntah. Sehingga hal ini
perlu mendapatkan perhatian khusus terutama dari pemberi pelayanan kesehatan
misalnya bidan dan dokter (Depkes RI, 2003).
2.2.6
Kecukupan Konsumsi Zat Gizi
Zat gizi merupakan suatu bahan untuk pembentukan hemoglobin terutama
protein. Apabila kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi, maka pembentukan hemoglobin
akan berkurang. Penambahan energi dan protein yang cukup melalui makanan maka
zat-zat gizi lain (vitamin, mineral) dianggap juga ikut terpenuhi baik untuk kebutuhan
ibu sendiri maupun kebutuhan janin dalam kandungan (PT. Nestle Indonesia, 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.2.7
Infeksi Parasit
Agent parasit yang menumpang didalam tubuh terutama dalam usus akan
mengisap sari-sari makanan dan beberapa jenis parasit mengisap darah host yang
ditumpanginya. Keadaan ini akan memperberat terjadinya anemia pada ibu hamil
(Gandahusada, dkk. 2007).
Kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun
cacing tambang dapat menyebabkan perdarahan yang menahun berakibat turunya
cadangan besi dalam tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia
(Rasmaliah, 2004).
2.2.8
Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kebiasaan yang
terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman.
Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak
dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan diperoleh
langsung melaui catatan-catatan (buku-buku, kepustakaan). Pengetahuan adalah hasil
aktivitas tertentu. Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin
banyak pengalaman kita dalam praktek, maka semakin besar persiapan kita
dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan (Jalaluddin dan Abdullah,
2002).
Universitas Sumatera Utara
2.2.9
Sikap
Sikap dapat didefinisikan dengan berbagai cara serta definisi itu berbeda satu
sama lain. Menurut Trow (1985) yang dikutip Djaali (2008), mendefinisikan sikap
sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada
situasi yang tepat. Disini lebih menekankan pada kesiapan mental atau emosional
pada seseorang terhadap sesuatu objek. Sedangkan menurut Allport (1954), sikap
adalah suatu kesiapan mental dan saraf tersusun melalui pengalaman dan memberikan
pengaruh langsung kepada respon individu terhadap semua objek atau situasi yang
berhubungan dengan objek itu (Djaali, 2008).
Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus
atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah
seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau
bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Indikator untuk sikap
kesehatan yakni (Notoatmodjo, 2003) :
a.
Sikap terhadap sakit dan penyakit
b.
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
c.
Sikap terhadap kesehatan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.10 Tindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga
mencakup (Notoatmodjo, 2003) :
a.
Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit
b.
Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c.
Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan
Dari beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia di
atas, maka faktor-faktor yang ingin diteliti yaitu hanya faktor pengetahuan, sikap
serta tindakan ibu hamil saja yang akan diteliti.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan
ibu hamil
Sikap ibu
hamil
Anemia pada ibu
hamil
Tindakan ibu
hamil
Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III yang
berkunjung ke Puskesmas Medan Deli tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
a. Ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan kejadian anemia pada
kehamilan.
b. Ada hubungan sikap ibu hamil dengan kejadian anemia pada kehamilan.
c. Ada hubungan tindakan ibu hamil kejadian anemia pada kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
Download