Outlook Perekonomian 2005 -2006 4. Outlook Perekonomian 2005 -2006 Prospek ekonomi Indonesia tahun 2005-2006 mengalami sedikit revisi ke bawah dibandingkan perkiraan triwulan lalu. Berdasarkan asesmen terkini, pertumbuhan ekonomi tahun 2005 diperkirakan mencapai 5,7% dan kemudian menjadi 5,9% pada 2006, masing-masing menurun dibandingkan 5,9% dan 6,1% dari perkiraan yang lalu. Revisi tersebut terutama sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, pelemahan nilai tukar rupiah, dan volume perdagangan dunia yang lebih lambat dari perkiraan semula. Walaupun lebih melambat, struktur pertumbuhan ekonomi tetap mengarah pada pertumbuhan yang semakin berimbang dan berkelanjutan, yaitu semakin meningkatnya peran investasi dan ekspor barang dan jasa dalam pertumbuhan ekonomi. Kegiatan investasi yang cukup tinggi sejak triwulan III2004 diperkirakan dapat meningkatkan kapasitas produksi nasional pada tahun 2006 sehingga dapat mengimbangi peningkatan permintaan domestik dan mengurangi kebutuhan akan impor. Penurunan impor ini tentunya akan berpengaruh positif dalam menurunkan tekanan terhadap neraca pembayaran. Namun demikian, besarnya tekanan ini juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam mendorong ekspor dan menarik arus modal asing, khususnya dalam bentuk PMA. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan masih cukup kuat. Inflasi IHK pada tahun 2005 menjadi semakin tinggi dari perkiraan semula setelah pemerintah menempuh kebijakan kenaikan harga BBM yang signifikan pada awal Oktober yang lalu. Sebagai dampaknya, laju inflasi IHK dalam beberapa waktu mendatang masih akan tetap tinggi dan diperkirakan baru akan mereda menjelang akhir tahun 2006. Pada akhir tahun depan, inflasi IHK diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan tahun 2005, walaupun masih akan melebihi sasaran inflasi Pemerintah sebesar 5,5%± 1%. Disamping karena berkurangnya kebijakan administered price Pemerintah, volatile food yang pada tahun 2005 memberi tekanan terhadap inflasi, pada tahun 2006 diperkirakan akan kembali ke pola normalnya, sehingga mengurangi tekanan terhadap inflasi yang berasal dari kelompok ini. Sementara itu, inflasi inti diperkirakan masih tetap berada di sekitar 7% pada 2006. Belum menurunnya inflasi inti dibandingkan dengan tahun 2005 terutama disebabkan oleh ekspektasi inflasi masyarakat yang masih tinggi dan nilai tukar rupiah yang masih berpotensi untuk melemah. ASUMSI DAN SKENARIO Kondisi Perekonomian Internasional Perkembangan ekonomi global pada tahun 2005 dan 2006 diperkirakan masih cukup baik meskipun melambat dibandingkan tahun 2004. Pada tahun 2005, perekonomian global diperkirakan tumbuh sekitar 4,3% 1 , lebih rendah 1 World Economic Outlook √ IMF, September 2005. 25 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 Persen % (y-o-y) Tabel 4.1 tahun 2004. Perekonomian beberapa negara mengalami Indikator Ekonomi Utama Dunia Indikator Utama Aktual 2003 Output Dunia Negara-negara industri maju Amerika Serikat Jepang Kawasan Euro Inggris Kanada Asia industri baru/Pasifik Australia Singapura Korea Hong Kong SAR Negara-negara Berkembang Asia ex, Japan China India Malaysia Thailand Laju Inflasi Global Negara Maju Negara Berkembang Volume Perdagangan Dunia Impor Negara Maju Negara Berkembang Ekspor Negara Maju Negara Berkembang Harga Komoditas Internasional ($) Harga minyak Harga komoditas primer nonminyak Negara-negara dalam transisi Suku Bunga LIBOR 6 bulan Dolar AS Euro perlambatan pertumbuhan terkait dengan tingginya harga Proyeksi 2004 dibandingkan dengan laju pertumbuhan sebesar 5,1% pada 2005 2006 3,9 2,1 3,1 2,7 0,4 2,1 1,6 3,1 3,0 1,1 2,6 3,2 6,3 7,3 9,3 7,2 5,3 6,9 5,1 3,4 4,4 2,6 1,9 3,1 2,7 5,6 3,5 8,1 4,6 8,4 7,1 7,8 9,5 6,9 7,0 6,1 4,3 2,5 3,5 2,0 1,2 1,9 2,9 4,0 2,2 3,9 3,8 6,3 6,4 7,8 9,0 7,1 5,5 3,5 4,3 2,7 3,3 2,0 1,8 2,2 3,2 4,7 3,2 4,5 5,0 4,5 6,1 7,2 8,2 6,3 6,0 5,0 1,8 6 4,8 2,0 5,8 9,8 2,2 5,9 7,0 2,0 5,7 7,4 3,5 9,0 8,5 14,9 5,4 13,5 5,8 11,9 2,6 10,8 8,1 13,5 5,0 10,4 6,3 10,3 15,8 6,9 11,1 30,7 18,5 11,1 43,6 8,6 13,9 -2,1 1,2 2,3 1,8 2,1 3,6 2,1 4,5 2,4 minyak dan tekanan inflasi. Namun demikian, cukup tingginya pertumbuhan ekonomi Cina dan AS serta lebih cepatnya akselerasi pemulihan ekonomi Jepang diperkirakan mampu menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dunia sehingga tetap pada perkiraan semula. Sejalan dengan perlambatan tersebut, volume perdagangan dunia diperkirakan mengalami penurunan dari 9,8% tahun 2004 menjadi 7% ditahun 2005. Pada tahun 2006, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan relatif sama dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu sebesar 4,3%. Meskipun masih dihadapkan pada permasalahan tingginya harga minyak dunia, ketidakseimbangan global, dan siklus pengetatan moneter, pertumbuhan ekonomi dunia diwarnai oleh optimisme mulai pulihnya perekonomian beberapa negara, tingginya volume perdagangan dunia dan membaiknya pasar keuangan global. Dengan prospek pertumbuhan ekonomi dan volume Sumber : *IMF, World Economic Outlook, Sept 2005 perdagangan dunia seperti ini, diperlukan upaya yang lebih kuat lagi untuk meningkatkan ekspor Indonesia, khususnya untuk ekspor nonmigas. Laju inflasi dunia diperkirakan akan sedikit meningkat pada tahun 2005, dan selanjutnya cenderung menurun pada tahun 2006. Sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia dan properti, pada tahun 2005 laju inflasi di negara maju diperkirakan meningkat hingga mencapai 2,2%. Di negara berkembang, tekanan inflasi di tahun 2005 diperkirakan masih tetap tinggi sebesar 5,9%. Pada tahun 2006, inflasi di negara maju diperkirakan akan menurun menjadi 2,0% dan untuk negara berkembang menurun menjadi 5,7 %. Sementara itu, perkembangan harga-harga komoditas nonmigas di pasar internasional diperkirakan bergerak relatif stabil. Beberapa harga komoditas, seperti tambang dan mineral, bahkan mengalami penurunan walaupun masih dalam level yang cukup tinggi. Penurunan harga komoditas didorong oleh menurunnya permintaan dunia dan bertambahnya pasokan, dan kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung sampai dengan tahun 2006 sehingga mendorong harga komoditas non-migas di tahun 2006 bergerak turun. Perkembangan harga beberapa komoditas tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia khususnya ekspor komoditas primer. Khusus untuk prospek harga minyak, perkembangannya diperkirakan akan berdampak pada kinerja fiskal, neraca pembayaran, nilai tukar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kebijakan moneter ketat di beberapa bank sentral dunia diperkirakan akan berlanjut sampai dengan tahun 2006. Bank sentral AS diperkirakan akan meningkatkan tingkat suku bunga Fedfund sampai semester I-2006 hingga mencapai 4,5%. Bank 26 Outlook Perekonomian 2005 -2006 Sentral New Zealand (RBNZ) dan Bank of Thailand (BOT) juga membuka peluang untuk kenaikan tingkat suku bunga lebih lanjut apabila tekanan inflasi masih terus berlangsung. Sementara itu, bank sentral Inggris (BOE) dan Uni Eropa (ECB) diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga pada saat ini, mengingat cukup tingginya tekanan inflasi. Secara keseluruhan, tingkat suku bunga dunia diperkirakan akan meningkat, seperti tercermin pada kenaikan suku bunga LIBOR denominasi dolar AS untuk jangka waktu 6 bulan yang meningkat dari 1,8% pada tahun 2004 menjadi 3,6% pada tahun 2005 dan 4,5% pada tahun 2006. Dengan kecenderungan meningkatnya suku bunga dunia tersebut, di tengah premi resiko investasi di Indonesia yang masih relatif tinggi, maka diperlukan upaya yang lebih kuat lagi untuk menarik arus modal asing masuk ke Indonesia baik untuk investasi portfolio maupun untuk PMA. Skenario Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal tahun 2005 diperkirakan masih ditekankan pada upaya menjaga proses kesinambungan fiskal. Hal tersebut tercermin pada upaya untuk mengarahkan penurunan defisit operasi keuangan pemerintah pada APBN-P II 2005 menjadi di bawah 1% dari PDB, yaitu mencapai 0,9% dari PDB. Rasio defisit tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 1,2% dari PDB. Penurunan defisit tersebut diharapkan akan memberikan ruang bagi upaya mengurangi beban utang pemerintah di periode mendatang. Sementara itu, subsidi BBM diperkirakan akan mencapai Rp 89,2 triliun dengan menggunakan asumsi harga minyak internasional yang mencapai USD56,5 per barel dan adanya kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005. Langkah-langkah Pemerintah di bidang fiskal yang dilakukan melalui penghematan subsidi BBM dan perubahan asumsi harga minyak memberikan ruang gerak bagi Pemerintah untuk memberikan kompensasi subsidi BBM berupa cash transfer, membayar utang subsidi tahun 2004 serta beberapa tambahan belanja Pemerintah yang menyebabkan meningkatnya transfer Pemerintah pada sektor swasta dan konsumsi Pemerintah dibandingkan perkiraan anggaran sebelum ini. Meskipun demikian, Pemerintah masih menghadapi permasalahan di sisi pembiayaan terkait dengan bagi hasil Surat Utang Negara (SUN) yang relatif tinggi di tengah kebijakan moneter yang cenderung ketat. Untuk tahun 2006, keuangan pemerintah diskenariokan akan mengalami defisit yang sedikit lebih rendah dari tahun 2005. Dengan menggunakan asumsi baru dalam APBN untuk tahun 2006 seperti harga minyak diasumsikan USD 57/barrel, nilai tukar rata-rata sebesar Rp. 9.900 dan adanya penghematan subsidi di tahun 2005, diperkirakan defisit di tahun 2006 dapat dipertahankan pada level semula yaitu sekitar 0,7% dari PDB. Skenario Kebijakan Sektor Riil Dalam rangka menggerakkan sektor riil, Pemerintah secara terus menerus akan melakukan perbaikan iklim investasi, mempercepat pembangunan infrastruktur serta 27 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 meningkatkan kegiatan perdagangan luar negeri. Dalam kaitan ini, beberapa langkah yang ditempuh Pemerintah diantaranya adalah: (i) menyempurnakan dan mengimplementasikan UU Penanaman Modal, (ii) mengevaluasi dan menghapus berbagai Peraturan Daerah yang menimbulkan ketidakefisienan dan biaya ekonomi tinggi, (iii) mengimplementasikan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur yang telah dimulai pada tahun 2005, serta (iv) mendukung perbaikan kinerja ekspor antara lain dengan membuka kesempatan ekspor bagi produk rotan setengah jadi berbahan baku rotan hutan alam serta ekspor pupuk. Perbaikan investasi diperkirakan dapat terealisir dan mampu memberikan dorongan lebih kuat bagi peningkatan kegiatan ekonomi nasional. Perbaikan iklim investasi akan lebih cepat sehingga semakin mendorong minat investor, khususnya oleh investor asing, untuk menanamkan dananya di Indonesia baik dalam bentuk PMA maupun investasi portfolio. Di samping itu, pelaksanaan Infrastruktur Summit II pada bulan Februari 2006 diharapkan akan meningkatkan kegiatan investasi sekaligus mempercepat penyediaan infrastruktur. Sementara itu, upaya peningkatan daya saing dan penetrasi pasar ekspor akan mendorong pertumbuhan ekspor, khususnya ekspor nonmigas yang lebih kuat. Secara keseluruhan, dengan skenario penguatan kebijakan di bidang investasi dan ekspor tersebut, ekspansi ekonomi nasional akan dapat diperkuat sementara tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran dapat dikurangi sehingga mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan terjaganya stabilitas makroekonomi pada tahun 2005 dan 2006. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2005 dan 2006 diperkirakan akan sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Di tahun 2005 perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,7% atau sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar 5,9%. Revisi angka pertumbuhan tersebut terkait dengan kinerja kegiatan investasi dan ekspor yang melambat akibat meningkatnya intensitas pelemahan nilai tukar serta lebih rendahnya volume perdagangan dunia dari perkiraan semula. Untuk tahun 2006 pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 5,9%, lebih rendah dibandingkan perkiraan semula yaitu 6,1%. Hal ini antara lain terkait dengan dampak kenaikan BBM, pelemahan nilai tukar dan peningkatan suku bunga. Namun demikian, struktur pertumbuhan ekonomi 2006 diperkirakan akan semakin berimbang dengan peranan investasi dan ekspor yang semakin besar sedangkan konsumsi swasta tumbuh moderat. Kegiatan investasi diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik dan ekspor. Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan meningkat sejalan dengan kenaikan volume perdagangan dunia dan meningkatnya kapasitas produksi sebagai dampak positif investasi yang cukup tinggi pada periode-periode sebelumnya. Berdasarkan sektor produksi, pertumbuhan ekonomi 2006 tersebut didukung oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan serta sektor pengangkutan dan komunikasi. 28 Outlook Perekonomian 2005 -2006 Permintaan Agregat Dari sisi permintaan, pertumbuhan investasi dan ekspor sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2004 namun masih merupakan faktor pendorong utama pertumbuhan. Investasi diperkirakan akan mencapai tingkat pertumbuhan masing-masing sekitar 14,5-15,5% dan 14,8%-15,8 pada tahun 2005 dan 2006, menurun dibandingkan dengan perkiraan awal yaitu 15,4-16,4% untuk tahun 2005 dan 16,5%-17,5% untuk tahun 2006. Sementara itu, pertumbuhan ekspor pada tahun 2005 dan 2006 juga akan sedikit mengalami penurunan dan diperkirakan tumbuh dalam kisaran 7,0%-8,0% (yoy) pada tahun 2005 dan 7,8%-8,9% (yoy) pada tahun 2006. Dengan perkembangan tersebut, meskipun mengalami sedikit pelambatan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mempunyai prospek yang relatif baik mengingat kontribusi yang besar dari sektor investasi dan ekspor sehingga dapat mengarah kepada struktur pertumbuhan ekonomi yang semakin berimbang dan berkelanjutan. % (y-o-y) Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Total Konsumsi Total Investasi Permintaan Domestik1) Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa PDB 2004 4,94 1,95 4,60 15,71 7,09 8,47 24,95 5,13 I II 3,2 3,46 -8,5 -5,61 2,0 2,48 14,1 13,21 4,8 5,02 13,3 7,29 15,6 10,1 6,19 5,54 2005* III* IV* 3,6 - 4,1 14,1 - 14,6 4,7 - 5,2 16,2 - 16,7 7,6 - 8,1 6,3 - 6,8 11,7 - 12,2 5,2 - 5,7 4,1 - 5,1 15,0 - 16,0 5,4 - 6,4 15,4 - 16,4 7,9 - 8,9 3,1 - 4,1 9,6 - 10,6 5,2 - 6,2 2005* 3,3 - 4,3 3,9 - 4,9 3,4 - 4,4 14,5 - 15,5 6,1 - 7,1 7,0 - 8,0 11,4 - 12,4 5,5 - 6,0 * angka proyeksi 1) tanpa stok dan diskrepansi statistik diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Rincian Kegiatan investasi dalam tahun 2005 Tabel 4.2 2006* 3,7 - 4,7 9,9 - 10,9 4,4 - 5,4 14,8 - 15,8 7,1 - 8,1 7,9 - 8,9 9,3 - 10,3 5,5 - 6,5 meskipun masih dalam level pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan investasi diperkirakan tidak setinggi perkiraan dampak semula dari kemampuan sebagai menurunnya impor akibat pelemahan nilai tukar. Meskipun demikian, kegiatan investasi pada tahun 2005 diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi yaitu dalam kisaran 14,5%15,5% (yoy). Faktor utama pendorong investasi adalah masih kuatnya permintaan domestik, baik untuk keperluan konsumsi maupun ekspor. Selain itu, kegiatan investasi Pemerintah diperkirakan akan memberikan sumbangan cukup besar, sejalan dengan perkiraan arah kegiatan belanja pemerintah yang ekspansif pada semester II-2005. Peningkatan kegiatan investasi juga didukung oleh masih optimisnya pelaku bisnis terhadap prospek usaha ke depan sebagaimana tercermin pada hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (BI) dan Indeks Tendensi Bisnis (BPS). Persepsi positif dari pelaku usaha tersebut sejalan dengan angka realisasi IUT (Izin Usaha Tetap) PMA maupun PMDN sampai dengan Agustus 2005 yang mengalami pertumbuhan positif, baik dari sisi jumlah ijin usaha yang dikeluarkan maupun nilai realisasi investasi. Kegiatan investasi yang meningkat pesat sejak tahun lalu diperkirakan akan meningkatkan kapasitas terpasang sehingga ekonomi diperkirakan masih akan beroperasi dengan kesenjangan output yang negatif meskipun akan semakin mendekati tingkat potensialnya. Kegiatan investasi dalam tahun 2006 diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2005 dan berada dalam kisaran 14,8-15,8% (yoy). 29 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 Beberapa faktor penting seperti masih cukup kuatnya permintaan domestik dan faktor komitmen pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dinilai dapat membentuk persepsi positif pelaku bisnis. Meskipun demikian, tantangan kegiatan investasi di tahun 2006 diperkirakan akan lebih berat dari tahun sebelumnya. Dampak kenaikan harga BBM di triwulan akhir 2005 dan kenaikan suku bunga BI Rate apabila terus berlangsung, diyakini akan mulai berdampak pada suku bunga kredit. Di samping kedua hal tersebut, faktor nilai tukar yang terus melemah juga berperan dalam menahan laju kegiatan investasi, yang disebabkan oleh turunnya kemampuan impor. Cukup kuatnya pengaruh nilai tukar terhadap investasi disebabkan oleh tingginya kandungan impor barang modal dalam kegiatan investasi. Kegiatan ekspor barang dan jasa pada tahun 2005 dan 2006 diperkirakan akan mengalami perlambatan dari perkiraan awal. Berdasarkan realisasi kinerja ekspor hingga semester I-2005 yang dibawah perkiraan menyebabkan perkiraan ekspor untuk keseluruhan tahun 2005 disesuaikan ke arah yang lebih moderat yaitu 7,08,0% (sebelumnya 8,5-9,5%). Realisasi kinerja ekspor yang dibawah perkiraan antara lain disebabkan kondisi permintaan dunia yang lebih melambat dari yang diperkirakan. Disamping itu, sisi penawaran juga belum mampu memberikan dukungan seperti yang diharapkan. Komoditi andalan TPT (tekstil dan produk tekstil) misalnya, yang dinilai berpeluang mengalami peningkatan volume yang cukup besar, hanya mengalami pertumbuhan yang moderat. Untuk tahun 2006, kegiatan ekspor barang dan jasa diperkirakan akan mampu tumbuh lebih tinggi dari tahun 2005, dan berada dalam kisaran 7,9-8,9%. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan volume perdagangan dunia yang mengalami peningkatan, serta dukungan sisi penawaran diperkirakan akan mulai mengalami meningkat sebagai hasil dari tingginya kegiatan investasi di tahun-tahun sebelumnya. Faktor nilai tukar yang lebih melemah, diyakini juga akan memberi manfaat untuk peningkatan ekspor, meskipun tidak terlalu signifikan. Perkembangan impor barang dan jasa juga diperkirakan tumbuh dibawah perkiraan awal. Impor riil diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 11,4-12,4% pada tahun 2005. Realisasi kinerja impor yang dibawah perkiraan antara lain disebabkan faktor permintaan yang lebih rendah dari yang diperkirakan dan melemahnya nilai tukar Rupiah. Untuk tahun 2006, peningkatan Indeks 160 kapasitas produksi nasional diharapkan dapat mulai membantu Indeks Keyakinan Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini 140 mengimbangi kuatnya kebutuhan domestik sehingga permintaan Ekspektasi Konsumen optimis 120 akan impor akan terus dapat dikurangi. 100 Sementara itu, konsumsi swasta pada tahun 2005 dan 2006 80 diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran masing-masing antara pesimis 3,3-4,3% dan 3,7-4,7%, melambat dibandingkan dengan 60 40 perkiraan sebelumnya masing-masing antara 4,0-5,0% dan 4,31 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2004 2 3 4 5 2005 Grafik 4.1 Indeks Keyakinan Konsumen 30 6 7 8 9 5,3%. Penyesuaian kinerja konsumsi swasta utamanya terkait dengan tingginya laju inflasi sebagai dampak dinaikkannya harga BBM pada triwulan akhir 2005 Meskipun demikian, konsumsi Outlook Perekonomian 2005 -2006 masyarakat dalam semester II-2005 diperkirakan akan tumbuh Indeks 90,0 80,0 lebih tinggi dari semester I-2005. Perkiraan tersebut didukung Perabotan Rumah Tangga Pembelian/Perbaikan Rumah Peralatan Rumah Tangga 70,0 oleh hasil Survei Konsumen yang mengindikasikan masih 60,0 optimisnya konsumen dalam 6 bulan ke depan. Untuk tahun 50,0 2006, konsumsi masyarakat diperkirakan akan membaik. 40,0 Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan 30,0 20,0 masyarakat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, 10,0 sementara tekanan terhadap daya beli masyarakat diperkirakan 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2003 2004 2005 Grafik 4.2 Rencana Konsumsi 6-12 bulan y.a.d akan relatif berkurang sejalan dengan telah dinaikkannya harga BBM pada triwulan akhir 2005. Meskipun demikian, proses disinflasi yang berlangsung lambat serta nilai tukar yang diperkirakan masih cenderung melemah, menyebabkan pertumbuhan konsumsi masyarakat diperkirakan akan tumbuh moderat dalam kisaran 3,7-4,7%. Konsumsi Pemerintah dalam tahun 2005 diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 3,9-4,9% (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya. Perkiraan tersebut sejalan dengan rencana pengeluaran Pemerintah seperti yang tertuang dalam RUU APBNP 2005 tahap II. Dengan asumsi defisit APBN-P tahap II sebesar 0,9% dari PDB dapat direalisasikan, arah ekspansif kegiatan konsumsi pemerintah diperkirakan baru akan muncul secara signifikan pada semester II-2005. Belanja Pemerintah pada semester II-2005 akan mencakup penyaluran dana kompensasi BBM dalam bentuk pembayaran cash transfer kepada 15,5 juta KK miskin, beberapa tambahan belanja Pemerintah serta pembayaran tunggakan subsidi Pertamina, pupuk dan listrik tahun 2004. Meskipun demikian, bila dikaji menggunakan indikator fiscal impulse, ekspansi fiskal keuangan pemerintah secara keseluruhan dalam tahun 2005 masih berada dalam arah yang netral terhadap perekonomian. Untuk tahun 2006, konsumsi Pemerintah diperkirakan akan mencatat pertumbuhan dalam kisaran 9,9-10,9% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi Pemerintah diperkirakan terutama dalam bentuk belanja pegawai sejalan dengan rencana kenaikan gaji pokok aparatur negara dan pemberian gaji ke-13, serta dana alokasi umum seiring dengan peningkatan target penerimaan pajak dan belanja lain. Investasi Pemerintah diperkirakan akan tumbuh moderat dibandingkan tahun 2005. Di sisi transfer ke sektor swasta, Pemerintah akan melanjutkan program bantuan sosial langsung ke masyarakat khususnya melalui program sekolah gratis dan pelayanan kesehatan gratis. Selain itu, pemberian cash transfer dalam rangka kompensasi BBM dan pemberian utang subsidi BBM tahun 2005 diperkirakan akan terus dilanjutkan. Penawaran Agregat Dari sisi penawaran, pada tahun 2005 seluruh sektor ekonomi mengalami ekspansi walaupun sejumlah sektor, seperti bangunan dan pertanian, mengalami pertumbuhan yang melambat, seiring dengan melambatnya permintaan domestik. 31 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 % (y-o-y) Tumpuan pertumbuhan masih berada Tabel 4.3 pada sektor Industri Pengolahan, sektor Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Pengangkutan dan Komunikasi, serta Rincian I II 2005* III* 1,6 1 7,1 7,8 7,3 10,0 13,1 6,5 4,9 6,2 -1,0 -2,9 6,7 7,6 7,4 9,5 13,9 10,0 4,4 5,5 0,6 - 1,1 (-5,3) - (-4,8) 6,7 - 7,2 7,3 - 7,8 7,0 - 7,5 7,6 - 8,1 12,3 - 12,8 9,0 - 9,5 5,4 - 5,9 5,2 - 5,7 2004 Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Jasa-Jasa PDB 4,1 -4,6 6,2 5,9 8,2 5,8 12,7 7,7 4,9 5,1 IV* 2,9 - 3,9 (-3,3) - (-2,3) 5,9 - 6,9 6,8 - 7,8 6,5 - 7,5 6,9 - 7,9 12,3 - 13,3 7,1 - 8,1 4,8 - 5,8 5,2 - 6,2 2005* 0,6 - 1,6 (-3,0) - (-2,0) 6,3 - 7,3 7,1 - 8,1 6,8 - 7,8 8,2 - 9,2 12,6 - 13,6 7,8 - 8,8 4,5 - 5,5 5,5 - 6,0 2006* 2,1 - 3,1 (-0,7) - 0,3 6,4 - 7,4 7,5 - 8,5 7,1 - 8,1 7,5 - 8,5 11,2 - 12,2 5,3 - 6,3 4,7 - 5,7 5,5 - 6,5 * Angka proyeksi sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Secara keseluruhan, peningkatan kegiatan di berbagai sektor ekonomi tersebut diperkirakan akan mampu meningkatkan produksi nasional dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dan investasi di dalam negeri. Untuk tahun 2006, kondisi PDB sektoral relatif lebih baik, khususnya pada kinerja industri pengolahan dan pertanian, sementara sektor pengangkutan dan perdagangan sedikit melambat. SBT Sektor industri pengolahan diperkirakan mencatat kenaikan laju SBT 8,00 30,00 Total Industri Pengolahan Bangunan Perdagangan Pertanian 6,00 25,00 20,00 pertumbuhan. Selama tahun 2005 sektor industri pengolahan diperkirakan mencatat pertumbuhan sebesar 6,3%√7,3%, dan 15,00 menunjukkan kenaikan pertumbuhan pada tahun 2006. 2,00 10,00 Tingginya pertumbuhan industri pengolahan sejalan dengan 0,00 5,00 meningkatnya permintaan domestik serta kegiatan ekspor. 0,00 Pertumbuhan sektor ini diperkirakan berasal dari kelompok 4,00 -2,00 -5,00 -4,00 -10,00 -6,00 -15,00 I II III 2002 IV I II III 2003 IV I II III 2004 IV I II III* 2005 industri nonmigas, terutama ditopang oleh pertumbuhan pada industri makanan, industri kimia, dan industri otomotif diperkirakan tumbuh lebih baik seiring dengan meningkatnya Grafik 4.3 konsumsi domestik. Subsektor Industri Tekstil juga diperkirakan Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) akan meningkat produksinya sebagai dampak dari kebijakan Uni Eropa yang membatasi ekspor TPT Cina, sehingga berpotensi mengembangkan ekspor ke negara Eropa. Sementara itu, subsektor Industri Alat Angkutan diperkirakan akan terus meningkat dengan masih tingginya permintaan kendaraan bermotor di dalam negeri. Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan tetap mencatat pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Pertumbuhan sektor ini diperkirakan akan mencapai sekitar 12%-13% pada tahun 2005 dan 2006. Subsektor komunikasi diperkirakan tumbuh cukup tinggi sejalan dengan masih terbukanya peluang pasar di bidang telekomunikasi khususnya telepon. Asosiasi Telepon Seluler Indonesia memperkirakan untuk tahun 2005, jumlah pelanggan selular diperkirakan mencapai 40 juta, meningkat sekitar 50% dari tahun sebelumnya. Angka perkiraan jumlah pelanggan tersebut meningkat menjadi 50,2 juta pada tahun 2006. Perkiraan ini juga diperkuat dengan adanya investasi yang cukup besar pada beberapa tahun terakhir untuk memperluas jaringan telepon. Sambungan telepon perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi juga diperkirakan akan terus meningkat. Sementara itu, subsektor pengangkutan diproyeksikan juga akan tumbuh tinggi sejalan dengan meningkatnya kegiatan 32 Outlook Perekonomian 2005 -2006 ekonomi. Indikasi cerahnya prospek subsektor pengangkutan diantaranya tercermin dari penambahan armada, baik oleh perusahaan angkutan udara domestik maupun oleh perusahaan angkutan laut domestik. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi sejalan dengan perkiraan meningkatnya kegiatan ekonomi nasional. Pada tahun 2005 dan 2006 pertumbuhan sektor ini diperkirakan akan mencapai masing-masing sekitar 8,2%-9,2% dan 7,5%-8,5%. Peningkatan pertumbuhan sektor ini diantaranya diindikasi dari penerbitan 100 izin pembangunan pasar modern sepanjang tahun 2005. Sementara itu, tingginya pertumbuhan di subsektor Hotel dan Restoran didorong pula oleh struktur konsumsi masyarakat yang telah mengalami pergeseran dari makanan ke nonmakanan dan jasa, serta terus meningkatnya tingkat hunian kamar hotel khususnya di Jakarta dan Bali. Produksi sektor Pertanian diperkirakan masih akan meningkat walaupun dengan pertumbuhan yang melambat dibandingkan tahun 2004. Pada tahun 2005 sektor ini diperkirakan akan tumbuh sekitar 0,6%-1,6%. Melambatnya pertumbuhan sektor ini sejalan dengan prediksi Departemen Pertanian yang memperkirakan produksi beras nasional selama tahun 2005 akan turun sekitar 600 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya, akibat kerusakan infrastruktur pertanian di NAD, serangan hama wereng dibeberapa daerah serta kekeringan hingga padi jadi puso. Di subsektor peternakan, wabah flu burung yang berjangkit pada awal triwulan III2005 diperkirakan akan menurunkan kinerja subsektor tersebut. Sementara itu, produksi tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, akan mengalami kenaikan produksi, terkait dengan permintaan CPO dari India dan Uni Eropa yang masih meningkat. Pada tahun 2006 sektor pertanian diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi menjadi 2,1%-3,1%. Upaya pemerintah untuk menjamin ketersediaan maupun kenaikan harga yang minimal untuk komoditas pupuk pada musim tanaman 2005/06 diharapkan akan mendukung keberhasilan panen tanaman padi. Akselerasi pertumbuhan sektor ini antara lain didukung pula oleh program pengembangan produksi padi oleh pemerintah dalam rangka swasembada beras berkelanjutan sd tahun 2010 melalui perluasan areal 0,37% per tahun dan peningkatan produktivitas sebesar 0,48% sejak tahun 2006. Di sub sektor perkebunan, program pemerintah untuk meningkatkan areal panen kelapa sawit dari 5 juta ha saat ini menjadi 8 juta ha dalam 3 tahun mendatang diharapkan akan mendorong peningkatan produksi komoditi tersebut. Sektor Pertambangan dan Penggalian diperkirakan masih akan tumbuh negatif sekitar 1,5%-2% pada tahun 2005. Penurunan kinerja sektor ini disebabkan oleh produksi minyak mentah yang masih menurun, sementara eksplorasi sumur baru masih terbatas. Pertambangan non migas diperkirakan masih tumbuh positif sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan produksi batu bara yang diperkirakan mencapai 18% dari tahun lalu. Peningkatan produksi ini antara lain sejalan dengan rencana PLN dan Kementrian Riset dan Teknologi untuk membangun PLTU berbahan baku batu bara di Tanjung Enim. Pada tahun 2006, kinerja sektor ini diperkirakan 33 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 akan membaik, yang diantaranya didukung oleh mulai berproduksinya 3 perusahaan KPS di bidang gas bumi. Kinerja subsektor pertambangan nonmigas diperkirakan meningkat terutama ditopang oleh meningkatnya produksi pertambanganbatubara seiring dengan relatif masih menariknya harga batu bara internasional dan adanya upaya pemanfaatan alternatif pengganti BBM. Dengan perkiraan tersebut, kinerja sektor ini diproyeksi akan menunjukkan perbaikan pada tahun 2006 dan mencatat pertumbuhan sebesar √0,7% sd 0,3%. Sektor Listrik, Gas & Air Bersih diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada tahun 2005 dan 2006 sektor ini diperkirakan akan tumbuh dengan kisaran 7,0-8,0%. Sejumlah proyek infrastruktur di sektor ini yang telah dicanangkan pemerintah diperkirakan akan mulai direalisir untuk mengatasi kendala kapasitas produksi saat ini yang tidak mampu peningkatan konsumsi masyarakat dan kebutuhan sektor industri pengolahan. Sebagai contoh, dengan perkiraan jumlah konsumen yang akan mencapai 36 juta pelanggan maka penjualan energi listrik diperkirakan akan naik 10%. Penambahan pembangkit listrik diperkirakan akan berasal dari PLTGU Sengkang (65 MW), PLTU Cilegon, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B dan PLTA Bili-bili (20 MW) yang diperkirakan selesai pada tahun 2005. Sektor Bangunan diperkirakan masih akan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi selama tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2005 sektor ini diperkirakan tumbuh sekitar 6,8%-7,8%. Di segmen properti komersial, pembangunan pusat perbelanjaan seperti department store, hypermarket, diperkirakan mendominasi bisnis properti. Kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung sampai dengan tahun mendatang, dimana pasokan ruang pusat perbelanjaan di Jakarta diperkirakan akan mencatat sebesar 2,82 juta m2, meningkat dari 1,78 juta m2 di September 2005. Sementara itu, pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang dicanangkan Pemerintah diperkirakan akan mulai direalisir terutama pada tahun 2006 sehingga mampu menyumbang secara signifikan dari peningkatan pertumbuhan sektor ini. Di segmen perumahan, pembentukan lembaga pemberi secondary mortgage facility yang diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2006 diharapkan dapat menunjang peningkatan kinerja sektor bangunan. Sektor Keuangan diperkirakan juga akan mengalami pertumbuhan dengan laju yang cenderung melambat. Pada tahun 2005 sektor ini diperkirakan masih akan tumbuh sekitar 7,8%-8,8% dan selanjutnya melambat menjadi sekitar 5,3%-6,3% pada tahun 2006. Kenaikan nilai tambah sektor ini pada 2005 tidak terlepas dari meningkatnya kegiatan perekonomian. Ke depan, perlambatan laju pertumbuhan diperkirakan terjadi di subsektor bank sejalan dengan menipisnya net interest margin akibat kecenderungan suku bunga deposito yang meningkat lebih besar daripada suku bunga kredit. Percepatan konsolidasi perbankan dan penerapan beberapa Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang terkait dengan kehati-hatian diperkirakan akan mendorong perbankan lebih berhati-hati dalam ekspansi usahanya. Selain itu, kehatihatian perbankan ini juga didorong oleh kecenderungan meningkatnya kredit bermasalah (NPL). 34 Outlook Perekonomian 2005 -2006 PRAKIRAAN INFLASI Hingga akhir tahun 2005 tekanan inflasi diperkirakan masih tinggi. Hal tersebut tercermin pada Leading Indikator Inflasi (LII) yang terus menunjukkan kenaikan hingga bulan Oktober 2005. Dengan kondisi tersebut, laju inflasi IHK pada akhir tahun diperkirakan diperkirakan mencapai sekitar 12% (yoy), atau jauh berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 6%±1%. Tekanan inflasi dapat lebih besar lagi apabila dampak lanjutan kenaikan harga BBM terhadap biaya transportasi dan biaya lainnya tidak dapat terkendali. Beberapa faktor penyebab tingginya perkiraan laju inflasi IHK adalah kenaikan harga administered (BBM), ekspektasi inflasi masyarakat yang masih tinggi, serta kenaikan harga pada kelompok volatile foods. Peningkatan ekspektasi inflasi yang disertai oleh melemahnya nilai tukar rupiah pada gilirannya menyebabkan inflasi inti diperkirakan sedikit berada di atas 7% pada akhir tahun 2005. Untuk tahun 2006, didorong oleh tekanan administered price yang berkurang, level depresiasi nilai tukar yang lebih rendah, dan kondisi pasokan bahan pangan yang membaik, maka inflasi di 2006 diperkirakan mencapai 6%-8% Indeks 103 102 Inflasi Leading Indikator Inflasi Kebijakan pemerintah di bidang harga (administered price) memicu tingginya tekanan inflasi IHK pada 2005. Serangkaian 101 kebijakan Pemerintah di bidang harga pada tahun ini berdampak 100 signifikan terhadap inflasi IHK, terutama kenaikan harga BBM 99 yang dilakukan pada Februari rata-rata sebesar 32,41% dan pada 1 Oktober sebesar 81%2 , disamping kenaikan HJE rokok pada 98 Juli sebesar 15%. Kenaikan harga BBM yang terakhir dilakukan 97 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Pemerintah meliputi kenaikan harga minyak tanah dari sebesar Grafik 4.4 Rp700/liter menjadi Rp2.000/liter (85,7%), kenaikan harga solar Leading Indikator Inflasi sebesar 104,8% dan premium sebesar 87,5%. Namun demikian, harga minyak tanah yang tercatat di IHK bulan September 2005 telah mencapai Rp1.200/liter sehingga dengan kenaikan tersebut, dan apabila pemerintah dapat menjaga pasokan BBM, maka kenaikan harga minyak tanah diperkirakan hanya akan sebesar 66,7%. Dengan bobot BBM dalam keranjang IHK sekitar 3,74% maka kenaikan harga BBM tersebut menyumbang 3,03% terhadap kenaikan laju inflasi. Sebagai dampak dari kenaikan harga BBM tersebut, tarif angkutan mengalami kenaikan sekitar 17,5% sesuai dengan pernyataan Menteri Perhubungan yang menyatakan bahwa tarif angkutan hanya akan diperbolehkan meningkat 20% dari kenaikan harga BBM. Kenaikan tarif angkutan diperkirakan akan memberi sumbangan sekitar 0,71% terhadap laju inflasi. Dengan mempertimbangkan kenaikan harga BBM tersebut, inflasi kelompok barang administered hingga akhir tahun 2005 diperkirakan menjadi sekitar 32,5% (yoy). Meningkatnya administered price mendorong kenaikan ekspektasi inflasi masyarakat, baik di kalangan pedagang maupun produsen. Hingga saat ini, pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat lebih bersifat adaptif, yaitu melihat 2 Rata-rata tertimbang premium dan solar. 35 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 historis atau realisasi inflasi IHK, ketimbang mendasarkan pada Indeks 170 6 bulan yad 3 bulan yad 1 bulan yad 160 sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah. Sebagaimana perilaku 6 bulan yad 3 bulan yad historisnya, adanya kenaikan harga BBM, kemungkinan kenaikan 150 Tarif Dasar Listrik pada 2006 dan depresiasi nilai tukar Rupiah 140 telah mendorong peningkatan ekspektasi inflasi masyarakat. 130 Survei Penjualan Eceran dan Survei Konsumen yang dilakukan 120 Bank Indonesia mengkonfirmasi tingginya ekspektasi inflasi 110 masyarakat sebagaimana ditunjukkan oleh naiknya indeks Survei Penjualan Eceran, BI 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2002 2003 2004 2005 ekspektasi harga dalam enam bulan ke depan. Grafik 4.5 Nilai tukar rupiah yang cenderung terdepresiasi memberi tekanan Ekspektasi Inflasi SPE terhadap inflasi IHK. Perkembangan hingga triwulan III-2005 menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tersebut berdampak Indeks pada meningkatnya tekanan inflasi. Walaupun demikian, fakta 170 160 sampai dengan periode laporan menunjukkan bahwa pengaruh 150 depresiasi nilai tukar terhadap inflasi inti sangat minimal. Para 140 pelaku usaha ditengarai menahan dampak depresiasi nilai tukar 130 terhadap peningkatan biaya produksi dengan cara mengurangi 120 profit margin. Namun apabila depresiasi nilai tukar terus berlanjut, 110 Ekspektasi harga 6 bl ke depan 100 90 pelaku usaha diperkirakan akan melakukan penyesuaian harga jual. Sementara itu, tekanan inflasi yang bersumber dari inflasi 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2001 2002 2003 2004 2005 negara-negara mitra dagang (imported inflation) di tahun 2005 justru diperkirakan sedikit menurun dibandingkan tahun 2004, Grafik 4.6 walau masih dalam level yang relatif tinggi. Ekspektasi Inflasi Survei Konsumen Perkembangan harga yang bersumber dari interaksi permintaan dan penawaran diperkirakan berpotensi menimbulkan tekanan. Permintaan masyarakat pada periode 6 bulan mendatang diperkirakan masih meningkat. Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang mengindikasikan masih optimisnya keyakinan konsumen dalam 6 bulan ke depan, walaupun dengan kecenderungan optimisme yang semakin menurun. Dari sisi penawaran, produksi domestik tumbuh cukup tinggi sebagaimana tercermin pada peningkatan kegiatan usaha hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha. YoY% 2,5 Namun demikian, sejalan dengan tingginya permintaan, tingkat 2,0 utilisasi kapasitas terpasang juga meningkat3 dan cenderung mengarah pada tingkat potensialnya. Kondisi tersebut 1,5 menyebabkan kesenjangan output mulai menyempit sehingga 1,0 berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi. Sementara dari sisi pasokan barang relatif masih terjaga. Impor barang, baik 0,5 barang modal, bahan baku, maupun barang konsumsi, masih 0,0 I II III IV I 2000 II III IV I 2001 II III IV I 2002 II III IV 2003 I II III IV I 2004 II III IV 2005 I II III IV menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Walaupun 2006 Grafik 4.7 Inflasi Negara Mitra Dagang 36 3 Capacity utilization total industri diperkirakan mencapai 73,2% pada tahun 2005, meningkat dibandingkan tahun 2004 yang mencapai 69,4% (Sumber: Deperindag). Outlook Perekonomian 2005 -2006 demikian, pada tahun 2005 gangguan pasokan muncul akibat Ribu Ton 56.000 produksi bahan makanan (beras) yang lebih rendah dari tahun 54.000 lalu dan potensi munculnya masalah distribusi akibat kelangkaan 52.000 BBM. Masalah pasokan bahan makanan tercermin dari 50.000 48.000 perkembangan harga bahan makanan di tahun 2005 yang terus 46.000 meningkat. 44.000 Laju inflasi IHK pada tahun 2006 diperkirakan akan menurun Produksi Beras (GKG) 42.000 Kebutuhan Beras Tahun 2004 dibandingkan tahun 2005. Perkiraan ini terutama disebabkan 40.000 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 oleh berkurangnya kenaikan administered prices . Setelah Grafik 4.8 menaikkan harga BBM secara signifikan pada tahun 2005, Produksi dan Kebutuhan Beras Nasional Pemerintah diperkirakan tidak akan menempuh kebijakan yang signifikan di bidang administered price. Rencana kebijakan di bidang harga tahun 2006 yang saat ini dapat diidentifikasi adalah kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 12%. Selain itu, proses Persen penyesuaian kenaikan harga BBM pada triwulan IV-2005 100,00 PERTANIAN RTAMBANGAN Tekstil, Brg Kulit & Alas Kaki LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 95,00 90,00 INDUSTRI PENGOLAHAN Makanan, Minuman dan Tembakau Pupuk, Kimia & Barang dari Karet TOTAL diperkirakan masih akan berlanjut hingga triwulan III-2006 dan baru akan menghilang pada triwulan IV-2006. Dengan perkiraan 85,00 tersebut, laju inflasi administered yang pada akhir tahun 2005 80,00 75,00 diperkirakan mencapai 32,5% diperkirakan akan menurun 70,00 menjadi sekitar 6% pada akhir tahun 2006. Di sisi volatile foods, 65,00 60,00 dengan asumsi tidak terjadi gangguan pasokan dan distribusi, 55,00 50,00 I II III 2003 IV I II III IV 2004 I II 2005 inflasi kelompok komoditas ini diperkirakan akan kembali normal pada tingkat sekitar 7% pada akhir tahun 2006 setelah pada Grafik 4.9 akhir tahun 2005 diperkirakan mencapai sekitar 14% (yoy). Utilitas Kapasitas (SKDU) Sementara itu, inflasi inti diperkirakan tetap stabil di sekitar 7% pada akhir tahun 2006. Perkiraan ini didorong oleh tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, semakin menyempitnya kesenjangan output sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan potensi melemahnya nilai tukar rupiah. Dengan perkiraan tersebut, laju inflasi IHK pada akhir tahun 2006 diperkirakan sekitar 6%-8% dan masih tetap berada di atas kisaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 5,5%±1%. FAKTOR RISIKO Ke depan, gambaran akan prospek ekonomi dan laju inflasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor-faktor tersebut secara umum berdampak kurang menguntungkan (downside risks) terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan. Harga Minyak yang Masih Tinggi Harga minyak dunia yang tinggi berdampak kurang menguntungkan terhadap pertumbuhan ekonomi. Meskipun diperkirakan akan bergerak turun, namun harga 37 Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III 2005 minyak pada tahun 2006 masih berpotensi untuk bergejolak. Kenaikan harga minyak internasional akan menyebabkan naiknya harga berbagai komoditi internasional karena meningkatnya ongkos produksi dan transportasi. Akibatnya, kemampuan perekonomian domestik untuk melakukan impor bahan baku dan barang modal diperkirakan akan menurun, sehingga akan mempengaruhi kegiatan investasi dan kinerja beberapa sektor ekonomi. Dengan masih tingginya permintaan minyak domestik, meningkatnya harga minyak juga akan memberikan tekanan kepada kondisi neraca pembayaran, dan pada akhirnya ke nilai tukar rupiah.4 Di sisi lain, dengan kemampuan fiskal yang sangat terbatas, melonjaknya kembali harga minyak akan membuka kemungkinan naiknya kembali harga BBM dalam negeri. Apabila hal ini terjadi, maka akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan akan semakin melambat. Kepastian Implementasi Kebijakan Pemerintah Gambaran prospek perekonomian ke depan yang telah dibangun dengan asumsi bahwa Pemerintah akan terus berupaya memperbaiki iklim investasi, mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kegiatan ekspor. Komitmen pemerintah untuk terus mengupayakan perbaikan iklim investasi merupakan faktor penting guna menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan. Keberhasilan dalam Infrastructure Summit 2006, apabila dapat tercapai, akan menjadi sumbangan berharga dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, upaya peningkatan ekspor akan mendatangkan devisa hasil ekspor yang berpotensi menambah pasokan valas domestik. Dalam kaitan dengan penciptaan iklim investasi yang lebih sehat, sejumlah faktor yang diidentifikasi dapat menjadi risiko implementasi kebijakan pemerintah di bidang investasi dan ekspor tersebut tersebut adalah: (i) belum tuntasnya peraturan-peraturan yang mendorong kelancaran program pembangunan infrastruktur; dan (ii) halangan berupa penentangan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, sehingga mengganggu pelaksanaan UU yang sudah disahkan. Kedua hal tersebut berdampak pada kurangnya rasa aman bagi investor asing untuk menanamkan modalnya, terutama bila terjadi perselisihan hukum. Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi Sosial dan Keamanan Keberhasilan pembangunan ekonomi ke depan juga sangat ditentukan oleh persepsi masyarakat terhadap kemampuan Pemerintah dalam menanggulangi berbagai persoalan domestik, khususnya yang terkait dengan dampak kenaikan harga BBM dan masalah keamanan. Di bidang sosial, keberhasilan Pemerintah dalam menyalurkan dana kompensasi BBM sesuai dengan sasarannya dan kemampuan dalam menanggulangi dampak lanjutan kenaikan harga BBM lainnya sangat dinantinanti agar gejolak sosial yang berpotensi mengganggu kegiatan perekonomian 4 38 Dampak ke neraca pembayaran dan nilai tukar akan berkurang apabila elastisitas konsumsi BBM domestik terhadap harga BBM cukup besar. Outlook Perekonomian 2005 -2006 dapat diatasi. Di bidang keamanan, kerawanan sistem keamanan nasional terhadap serangan teroris diperkirakan dapat memperburuk persepsi investor dan wisatawan asing terhadap Indonesia. Walaupun berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lalu gangguan keamanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jalannya roda perekonomian nasional, namun apabila kejadian tersebut terus berulang di waktu mendatang akan berpotensi untuk menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kondisi keamanan domestik. Karenanya, langkah-langkah Pemerintah di bidang keamanan perlu tetap menjadi perhatian untuk tetap menjaga rasa aman dan kepastian penegakan hukum di masyarakat. Dengan mempertimbangkan sejumlah faktor risiko tersebut dan beberapa variabel makroekonomi yang berpotensi lebih tinggi dari yang diperkirakan, arah dan probabilitas inflasi IHK dan inflasi inti ke depan diperkirakan cenderung lebih tinggi. Secara teknis, asesmen tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat dan probabilitas terjadinya risiko (balance of risk) yang dapat diidentifikasi. Dalam kaitan ini, potensi risiko penyimpangan ke atas (upward risk) terhadap lebih tingginya perkiraan inflasi ke depan terutama bersumber dari asumsi harga minyak internasional yang lebih tinggi dari $55/barel, kenaikan administered price yang belum teridentifikasi dan atau lebih tinggi dari asumsi (kenaikan TDL sebesar 12% pada 2006), serta asumsi nilai tukar Rupiah yang lebih terdepresiasi, pada gilirannya dapat berdampak pada lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi dibandingkan perkiraan saat ini. Dengan mempertimbangkan penilaian sejumlah faktor risiko tersebut, arah dan probabilitas inflasi IHK dan inflasi inti ke depan mempunyai kecenderungan mengalami tekanan lebih besar dari yang diprakirakan. 39