BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan 1. Pada remaja dengan obesitas

advertisement
40
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan
1. Pada remaja dengan obesitas kadar IL-17 yang lebih tinggi merupakan
faktor risiko resistensi insulin.
2. Jenis kelamin tidak mempengaruhi hubungan antara IL-17 dan resistensi
insulin.
V.2. Saran
Mekanisme resistensi insulin memiliki regulasi yang sangat kompleks
sehingga perlu dikaji lebih mendalam mengenai interaksi sitokin
proinflamasi lain yang berperan pada resistensi insulin
V.3. Ringkasan
V.3.1 Latar Belakang
Prevalensi obesitas pada remaja usia 16-18 tahun di Indonesia
mengalami peningkatan sebanyak 5,9 % dari tahun 2007 (1,4 %) sampai 2013
(7,3 %). Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk ke dalam 15 besar provinsi
dengan prevalensi obesitas di atas prevalensi nasional (BP2K Kemenkes RI,
2013). Obesitas pada remaja merupakan faktor risiko penyakit jantung,
dislipidemia, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, resistensi insulin, gangguan
tidur, asma (Dehghan et al., 2005; Cali dan Caprio, 2008; Park et al., 2013).
Terdapat beberapa penelitian mengenai keterkaitan antara IL-17
dengan obesitas maupun pada diabetes mellitus. Peningkatan IL-17 pada
40
41
perempuan dengan obesitas (Sumarac-Dumanovic et al., 2009), pasien
diabetes mellitus tipe 2 (Arababadi et al., 2012), pada mencit dengan obesitas
yang diinduksi makanan tinggi lemak (Winer et al., 2009). Selain itu, IL-17
juga sudah mulai dikembangkan sebagai penanda keberhasilan terapi dan
target terapi. Peningkatan IL-17 sebagai penanda defisiensi vitamin D pada
pasien penyakit jantung kronik (Milovanovic et al., 2012), penururan kada IL17 juga digunakan sebagai penanda kebarhasilan terapi penurunan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes (Sumarac-Dumanovic et al., 2013), selain
itu IL-17 juga sebagai target terapi berbagai penyakit autoimun dan tidak
menutup kemungkinan dapat digunakan untuk kasus dengan kadar IL-17 yang
tinggi.
Tidak seperti sitokin proinflamasi TNF-α dan IL-6 yang telah banyak
digunakan sebagai penanda terjadinya inflamasi, penelitian tentang kadar IL17
terutama pada kasus obesitas dengan resistensi insulin jauh lebih sedikit.
Semakin dini mengetahui resistensi insulin pada remaja dapat membantu
untuk pencegahan penyakit metabolik yang serius di masa yang akan datang.
Karena itu IL-17 memerlukan perhatian tersendiri dan pengetahuan tentang
kadar IL-17 pada remaja yang mengalami obesitas dengan resistensi insulin
merupakan data penting dalam upaya pengembangannya sebagai salah satu
penanda biologis dalam upaya pencegahan dan terapi.
42
V.3.2 Landasan Teori
Obesitas merupakan suatu keadaan peningkatan jaringan lemak tubuh
yaitu jaringan adiposa. Peningkatan jaringan adiposa berupa hipertropi dan
apabila berlangsung lama mengakibatkan hiperlasia. Keadaan ini berpengaruh
terhadap adipositokin yang disekresikan oleh jaringan lemak. Terjadi
penurunan sekresi adiponektin, peningkatan leptin, serta peningkatan sitokin
proinflamasi antara lain IL-6, TNF-α, IL-17. Adiponektin berperan pada
metabolisme glukosa melalui stimulasi AMP activated kinase (AMPK), yang
akan meningkatkan oksidasi asam lemak bebas, ambilan glukosa di otot dan
menurunkan glukoneogenesis di hepar sehingga berperan pada sensitifitas
insulin.
Kadar leptin meningkat dengan meningkatnya jaringan lemak. Pada
obesitas walaupun terjadi peningkatan kadar leptin plasma, ternyata gagal
untuk menciptakan rasa kenyang dan menurunkan nafsu makan. Hal ini
terjadi akibat desensitisasi reseptor leptin di hipotalamus sehingga kadar
leptin plasma tinggi. Kadar leptin tinggi yang berkepanjangan mengakibatkan
desensitisasi reseptor leptin di sel β pancreas sehingga terjadi disregulasi
aksis adipoinsular mengakibatkan kegagalan supresi sekresi insulin sehingga
terjadi hiperinsulinemia kronik.
Hipertropi jaringan lemak mengakibatkan suplai oksigen berkurang
sehingga menimbulkan hipoksia dan kematian adiposit dan mengaktifkan
jalur signaling infalmasi melalui pelepasan sitokin proinflamasi. Sel T CD4+
43
naïf pada jaringan adiposa subkutaneus condong menjadi fenotip Th17 yang
menghasilkan IL-17 dan IL-22. Makrofag M1, preadiposit dan kematian
adiposit mengakibatkan pelepasan IL-6. IL-6 berperan dalam menginduksi
perubahan fenotip Th17. IL-17 menghalangi singnaling reseptor insulin pada
otot dan hepar sehingga terjadi kegagalan aksi insulin.
V.3.3 Metode Penelitian
Penelitian
(observasional)
ini
merupakan
jenis
penelitian
survei
analitik
dengan rancangan penelitian case control. Penelitian ini
menggunakan sampel darah yang diambil dari penelitian “Asosiasi
polimorfisme gen Uncoupling Protein 2 (UCP2), KCNJ11, dan TCF7L2
dengan asupan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana dalam kaitannya
dengan kejadian obesitas pada remaja” oleh dr. Emy Huriyati, M.Kes, yang
dilaksanakan pada tahun 2014 . Ijin komisi etik telah diperoleh dari komisi
etik Penelitian dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM KE/FK/383/EC
tanggal 19 Desember 2014 .
Populasi penelitian ini adalah remaja Sekolah Menengah Atas di Kota
Yogyakarta. Subyek pada penelitian ini adalah subyek yang sudah mengikuti
penelitian sebelumnya, sesuai dengan kriteria inklusi berusia 15-18 tahun,
tidak mengalami penyakit infeksi dalam 2 minggu terakhir, dan
menandatangani persetujuan sebagai subyek penelitian dan kriteria eksklusi
subyek tidak hadir saat pemeriksaan, subyek tidak puasa, kondisi sakit saat
pemeriksaan (kondisi metabolik seperti DM) dan mengalami kecelakaan dan
44
penyakit infeksi dalam 2 minggu terakhir. Kelompok kasus adalah remaja
Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta yang mengalami resistensi
insulin dan kelompok kontrol adalah remaja Sekolah Menengah Atas yang
tidak mengalami resistensi insulin. Sampel pada penelitian ini dipilih dari
sampel darah dari 263 remaja yang diambil dari penelitian sebelumnya,
dengan kriteria inkusi adalah sampel darah dengan label jelas, tidak lisis,
jumlah cukup dan kriteria ekslusi adalah sampel darah dengan data subyek
yang tidak lengkap. Subyek minimal sesuai dengan perhitungan adalah 93
subyek, apabila data yang dapat digunakan lebih dari 93 subyek, maka
seluruh subyek akan diperiksa.
Data sekunder yang dikumpulkan dari penelitian sebelumnya yang
digunakan pada penelitian ini adalah usia, berat badan, tinggi badan, IMT,
kadar glukosa darah puasa, kadar insulin darah puasa. Sarum darah darah dari
penelitian sebelumnya disimpan pada suhu – 800C. kemudaian dilakukan
pemeriksaan kadar IL-17 dengan metode ELISA menggunakan kit elisa
Boster Immunoleader dengan nomor katalog EK0430.
V.3.4 Hasil dan Pembahasan
Dari 263 subyek penelitian sebelumnya, 245 sampel darah dapat
dianalisis. Satu sampel beda ras, enambelas sampel kurang data seperti tidak
mempunyai data kadar glukosa darah puasa atau insulin puasa, dua sampel
dengan status gizi kurus. Dari 245 subyek tersebut dikelompokkan sebagai
kasus yang mengalami resistensi insulin (HOMA-IR ≥ 3,2) sebanyak 101
45
subyek (41,20%) dan kontrol tidak resistensi insulin sebanyak 144 subyek
(58,80%).
Rerata IMT z-score, kadar glukosa darah, inulin dan HOMA IR pada
kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan kontrol, sedangkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan secara statistik (p>0.05) rerata usia antara
kelompok kasus dan kontrol. Analisis chi squere menunjukkan status gizi
obesitas memiliki risiko sebesar 13,81 kali menyebabkan resistensi insulin
dibandingkan dengan status gizi normal (p<0,001), sedangkan jenis kelamin
tidak berbeda bermakna (p=0,65) antara kelompok kasus dan kontrol. Kadar
IL-17 dikategorikan menjadi dua rendah (IL-17≤9,74 pg/ml) dan tinggi (IL17>9.74 pg/ml). Kadar IL-17 yang lebih tinggi mempunyai risiko untuk
terjadinya resistensi insulin sebesar 1.96 kali bila dibandingkan dengan kadar
IL-17 rendah.
Setelah melakukan uji buvariat ternyata hanya status gizi dan kadar
IL-17 sebagai faktor risiko resistensi insulin. Sedangkan jenis kelamin tidak
sebagai faktor sisiko resistensi insulin dengan OR 1,13 (CI 95%=0,67-1,88).
Peneliti sudah mencoba melakukan analisis regresi logistik untuk variabel
jenis kelamin dan obesitas terhadap resistensi insulin. Tetapi hanya obesitas
yang memiliki faktor risiko untuk terjadinya resistensi insulin. Sehingga
dalam penelitian ini variabel perancu yang dianggap mempengaruhi
hubungan antara kadar IL-17 dengan resistensi insulin adalah obesitas. Untuk
memperkecil bias yang mungkin terjadi maka dilakukan analisis berstrata
(stratifikasi) untuk mengendalikan variabel tersebut. Berdasarkan analisis
46
berstrata didapatkan bahwa remaja ststus gizi normal dengan kadar IL-17
yang lebih tinggi bukan sebagai faktor risiko resistensi insulin, sedangkan
remaja ststus gizi obesitas dengan kadar IL-17 yang lebih tinggi memiliki
risiko sebesar 2,98 kali untuk terjadi resistensi insulin dibandingkan dengan
remaja obesitas dengan kadar IL-17 yang lebih rendah.
Berdasarkan analisis stratifikasi didapatkan hasil bahwa kadar IL-17
yang lebih tinggi didapatkan pada remaja dengan tanpa resistensi insulin
tetapi bukan sebagai faktor risiko resistensi insulin. Hasil tersebut sesuai
dengan yang dilaporkan oleh Afzal et al. (2014) bahwa kadar IL-17 yang
lebih tinggi pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok diabetes
retinopati. Hal ini karena IL-17 dapat memberikan efek protektif pada
kelompok normal. Efek protektif IL-17 terjadi sebagai respon tubuh normal
terhadap Klebsiella pneumonia dan Mycobacterium tubercolosis pada paruparu (Lo-Re et al., 2010).
Sumber IL-17 tidak hanya berasal dari Th17 saja, tetapi dapat juga
berasal dari sel T γδ, sel T CD8, sel NK (Xu dan Cao, 2010). Oleh karena itu,
kadar IL-17 tidak hanya dapat meningkat pada kondisi resistesnsi saja, tetapi
peningkatan kadar IL-17 juga berkaitan dengan inflamasi kronik, penyakit
autoimun dan kanker (Zou & Restifo, 2010). Pada penderita asma berat
(Agarche et al., 2010), Crohn’s disease dan kolitis ulseratif (Fujino et al.,
2013), multiple myeloma (Prabhala et al., 2010) dilaporkan kadar IL-17 juga
meningkat. Sehingga tidak menutup kemungkinan pada remaja tanpa
resistensi insulin ditemukan kadar IL-17 yang lebih tinggi.
47
Dari uji stratifikasi diperoleh hasil bahwa remaja obesitas dengan
kadar IL-17 yang lebih tinggi memiliki risiko 2,98 kali untuk mengalami
resistensi insulin dibandingkan remaja obesitas dengan kadar IL-17 yang
lebih rendah. Hasil tersebut sesuai dengan laporan Zareian dan Dizgah (2014)
bahwa ada korelasi positif antara IL-17 dan resistensi insulin dan juga kadar
insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan kontrol.
Selain itu, kadar IL-17 juga dilaporkan meningkat pada wanita yang
mengalami obesitas (Sumarac-Dumanovic et al., 2009). Karena itu
kemungkinan kadar IL17 yang tinggi merupakan salah satu jalur yang
memperantarai obesitas dan resistensi insulin.
Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan peningkatan kadar IL17 pada obesitas diantaranya obesitas meningkatkan kadar IL-6 oleh adiposit
dan makrofag (Winer et al., 2009). IL-6 dan TGF-β bersama-sama
menginduksi diferensiasi sel T naif menjadi sel Th17 (Bettelli et al., 2006).
Peningkatan IL-6 menimbulkan umpan balik positif terhadap sekresi IL-17
oleh Th17 selama diferensiasi adiposit secara in vitro pada human bone
marrow mesenchymal stem cells (hBM-MSCs) (Shin et al., 2009). Di lain
pihak IL-17 dapat menstimulasi sekresi IL-6 melalui jalur NF-kβ, Stat3,
PI3K/AKT (Gaffen, 2011).
Obesitas menyebabkan resistensi insulin, melalui akumulasi lemak
dan respon inflamasi kronik secara sistemik. Peningkatan produksi sitokin
proinflamasi dan pengaktifan jalur sinyal inflamasi mengakibatkan fosforilasi
serin insulin receptor substates (IRS) sehingga menghambat sinyal normal
48
insulin (Luca dan Olefsky, 2008). Kim et al. (2004) melaporkan
hiperfosforilasi serin IRS yang meningkat ditemukan pada tikus model
resisten insulin berat. Berdasarkan studi in vitro fosforilasi serin IRS
mengakibatkan gangguan pada aktivasi PI3-kinase sehingga terjadi kegagalan
transduksi sinyal insulin (Egawa et al., 2000). Perlu dilakukan penelitian
lebih
lanjut
apakah
IL-17
merupakan
sitokin
proinflamasi
yang
mempengaruhi jalur transduksi sinyal insulin.
Analisis bivariat antara jenis kelamin dan resistensi insulin
menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan resistensi insulin antara
jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil ini berbeda dengan laporkan
oleh Aldhoon-Hainerova et al. (2014) bahwa remaja laki-laki yang
mengalami obesitas memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
resistensi insulin dan gangguan gula darah puasa dibandingkan remaja wanita
obesitas. Disisi lain ada laporan bahwa remaja perempuan obesitas lebih
berisiko untuk mengalami diabetes (Alemzadeh & Kicler, 2014).
Kadar testosteron yang rendah pada laki-laki dan kadar testosteron
yang tinggi pada wanita dapat digunakan untuk memprediksi resistensi
insulin dan diabetes tipe 2 pada orang dewasa (Oh et al., 2002). Namun
demkian, menurut Moran et al. (1999) meskipun terjadi kenaikan hormon
seks yang tinggi pada masa remaja, baik testosteron maupun estradiol, tidak
terbukti dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi insulin. Pada
penelitian ini penulis tidak dapat mengkaji lebih dalam lagi mengenai kaitan
antara hormon seks dengan resistensi insulin, karena kadar hormon seks tidak
49
diperiksa. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bahwa
hormon seks mempengaruhi resistensi insulin.
V.3.5 Kesimpulan
1. Pada remajua dengan obesitas kadar IL-17 yang lebih tinggi merupakan
faktor risiko resistensi insulin.
2. Jenis kelamin tidak mempengaruhi hubungan antara IL-17 dan resistensi
insulin.
Download