1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rokok telah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rokok telah menjadi salah satu faktor risiko utama penyebab kematian.
Berbagai bukti ilmiah menyatakan bahwa rokok menyebabkan terjadinya kanker
paru, penyakit jantung, emfisema, bahkan berbagai penyakit tidak menular
lainnya, termasuk gangguan mental dan masalah penyalahgunaan zat terlarang
(Jiloha, 2008). Rokok juga menjadi penyebab kematian pada 100 juta orang di
dunia pada abad ke 20 (Eriksen et al., 2015). Proyeksi kematian yang diakibatkan
oleh penyakit terkait dengan rokok pada tahun 2020 diprediksi mencapai 10 juta
per tahun (Jiloha, 2008).
Proyeksi tersebut akan terjadi apabila perilaku merokok mengalami
kenaikan. Indonesia termasuk negara yang turut menyumbangkan proporsi besar
perilaku merokok dunia. Indonesia menduduki peringkat ketiga jumlah perokok
pria, yakni sebanyak 50 juta perokok pria (Eriksen et al., 2015). Namun, secara
global, tren perokok dunia mengalami penurunan selama kurun 30 tahun sebesar
10%, sedangkan berdasarkan data Riskesdas Tahun 2013, proporsi penduduk
umur ≥ 15 tahun yang merokok dan mengunyah tembakau di Indonesia cenderung
meningkat, yakni 34,2% (2007), 34,7 % (2010), dan 36,3% (2013), dengan rerata
jumlah batang rokok yang dihisap per hari per orang pada tahun 2013 adalah 12,3
batang atau setara dengan 1 bungkus rokok (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Terjadinya peningkatan dikarenakan adanya dorongan untuk merokok.
Selain karena lemahnya penerapan regulasi, terdapat berbagai faktor yang
menyebabkan orang terdorong untuk merokok. Paparan yang meningkat terhadap
iklan dan promosi, baik secara langsung maupun tidak langsung, berhubungan
dengan peningkatan konsumsi rokok (Sinha et al., 2014). Penelitian sebelumnya
menyimpulkan bahwa iklan rokok meningkatkan konsumsi dengan membujuk
sasaran (Capella et al., 2011). Dalam sebuah ulasan jurnal lain juga disebutkan
bahwa terdapat hampir 2.000 referensi yang menyimpulkan adanya hubungan
1
2
sebab akibat antara promosi dan iklan rokok dengan peningkatan konsumsi rokok
(Freeman, 2012).
Seiring dengan meningkatnya penelitian yang menyimpulkan adanya
hubungan antara iklan dan rokok, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkuat regulasi mengenai iklan rokok dalam Framework Convention on
Tobacco Control (FCTC). Pasal 13 dalam WHO FCTC menyerukan agar
melarang secara menyeluruh segala aktivitas iklan, promosi, dan sponsor rokok
atau dikenal dengan tobacco advertising, promotion, and sponsorship (World
Health Organization, 2005). Data tahun 2011 menunjukkan bahwa WHO FCTC
telah diratifikasi oleh 172 negara. Oleh sebab itu, industri rokok mulai mencari
celah untuk tetap melakukan promosi (Freeman, 2012).
Promosi rokok yang dilakukan melalui media konvensional berupa iklan
di majalah/koran, toko, billboard, spanduk, dan sebagainya mulai dibatasi bahkan
dilarang. Seiring dengan kemajuan teknologi, industri rokok memanfaatkan
internet sebagai salah satu saluran iklan dan promosi. Hal ini dikarenakan terjadi
peningkatan penggunaan internet dari tahun ke tahun, sedangkan pengawasan
mengenai pembatasan maupun pelarangan iklan di internet terbatas. Belum ada
regulasi tepat yang mengatur periklanan rokok, bahkan banyak yang mendukung
agar rancangan peraturan tidak ketat (Trumbo & Kim, 2015). Data Internet World
Stats tahun 2015 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan akses terhadap internet
secara global. Di seluruh dunia, terjadi peningkatan sebanyak 732.9% dalam
kurun 2000-2013 (Internet World Stats, 2015). Adapun peningkatan pengguna
internet di Asia sebanyak 722% selama kurun 2000-2010 (Freeman, 2012), dan
pengguna internet di Indonesia pada pertengahan 2014 mencapai 71,190,000
orang (Internet World Stats, 2015). Jumlah tersebut kurang lebih 1/3 dari
penduduk Indonesia pada tahun yang sama.
Selain jumlah pengguna yang banyak, terdapat berbagai studi mengenai
intensitas waktu akses internet. Sebuah studi yang dilakukan di Swiss menemukan
sebanyak 44,9% remaja laki-laki adalah pengguna internet reguler. Kemudian
yang tergolong pengguna internet berat (menggunakan internet ≥ 2 jam per hari)
pada remaja laki-laki sebesar 7,3%, sedangkan pada remaja perempuan, sebanyak
3
41,5% tergolong pengguna internet reguler dan sebanyak 2,2% tergolong
pengguna internet berat (Bélanger et al., 2011). Riset lain yang dilakukan oleh
Yahoo dan Taylor Nelson Sofres Indonesia tahun 2009 terhadap 2.000 responden
menyimpulkan bahwa mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah usia muda
dengan rentang 15-19 tahun (Kompas, 2016). Ditinjau dari waktu akses, pengguna
internet di Indonesia menghabiskan waktu rata-rata 1 jam per hari (35,3%) dengan
frekuensi menggunakan internet paling tinggi sekali sehari (84%) (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2015).
Besarnya potensi pengguna mendorong industri rokok aktif dalam promosi
melalui internet. Sebanyak 11% remaja Amerika dilaporkan menerima
iklan/promosi dari industri rokok melalui Facebook/Myspace. Paparan pesan
melalui Facebook/Myspace berhubungan dengan kesediaan untuk merokok bila
ditawari teman, bahkan dapat menurunkan kepercayaan akan bahaya rokok bagi
kesehatan (Cavazos-rehg et al., 2014). Dalam penelitian yang lain, industri rokok
di China juga telah melakukan pemasaran secara online melalui Weibo. Media ini
digunakan sebagai strategi baru untuk mempromosikan produk rokok hingga
menganggap rokok sebagai aktivitas yang normal (Wang et al., 2014). Terdapat
hubungan positif antara paparan gambar merokok dan perilaku merokok, terutama
pada remaja (Forsyth et al., 2013).
Seperti halnya dengan penggunaan internet pada masyarakat global,
kecenderungan pengguna di Indonesia didominasi anak muda. Data pengguna
internet di Indonesia berdasarkan Profil Pengguna Internet Indonesia 2014,
mayoritas berusia 18-25 tahun, yaitu sebesar 49%. Data tersebut menunjukkan
bahwa hampir setengah dari total jumlah pengguna internet di Indonesia termasuk
ke dalam kategori digital natives. Karakter dari kategori usia ini tergolong aktif
dalam menggunakan teknologi digital serta terampil mengoperasikan teknologi
yang berbasis internet (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2015).
Terlihat dari 10 situs yang yang paling sering dikunjungi di Indonesia, situs
pencarian google.co.id menempati peringkat pertama diikuti situs sosial media,
facebook.com dan youtube.com (Alexa, 2015).
4
Fakta tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi industri rokok di
Indonesia untuk mempromosikan produknya melalui internet. Hal ini sangat
mengkhawatirkan, mengingat remaja dan dewasa yang terpapar iklan rokok dapat
terpengaruh. Paparan iklan rokok berhubungan secara bermakna dengan memulai
merokok pada remaja (Hanewinkel et al., 2011). Bahkan, temuan Riskesdas tahun
2013 menunjukkan bahwa proporsi penduduk umur 15-19 tahun yang merokok
sebesar 11,2%, memperlihatkan adanya kenaikan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Regulasi mengenai iklan tembakau telah ada di Indonesia. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 46 ayat 3 menyebutkan
bahwa: “siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau
sejenisnya dan bahan atau zat adiktif dan promosi rokok yang memperagakan
wujud rokok”. Namun, media siaran yang dimaksud baru sebatas radio dan
televisi. Bahkan, di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan pada pasal 113 ayat (2) menyatakan bahwa: “zat adiktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau,
padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat
menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya”. Undangundang tersebut juga belum spesifik mengatur jenis saluran media iklan rokok.
Selanjutnya pasal 116 menyebutkan: “Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah”.
Berdasarkan pasal tersebut, diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif
Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. PP Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 26
ayat (1): “Pemerintah melakukan pengendalian iklan produk tembakau” dan ayat
(2): “Pengendalian iklan produk tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada media cetak, media penyiaran, media teknologi informasi,
dan/atau media luar ruang”. Merujuk pada bagian penjelasan dalam PP tersebut,
media teknologi informasi merupakan semua media online yang menggunakan
fasilitas internet.
5
PP Nomor 109 Tahun 2012 telah memuat persyaratan iklan rokok,
termasuk melalui media internet, yang boleh beredar. Namun, belum ada
dokumentasi data ilmiah mengenai gambar iklan rokok, baik jenis rokok putih
maupun kretek. Padahal, kedua jenis rokok ini juga telah gencar mempromosikan
produknya di Indonesia melalui berbagai saluran media. Data yang dipaparkan
perusahaan global seputar pengukuran media, Nielsen Holdings N.V., dalam situs
resminya menunjukkan bahwa pembiayaan perusahaan rokok untuk iklan produk
rokok kretek di televisi menempati posisi terbesar dengan nilai iklan lebih dari 2,2
triliun rupiah (Nielsen, 2015). Rokok kretek dan putih merupakan jenis rokok
yang diproduksi di Indonesia. Jenis rokok kretek umum dikonsumsi di Indonesia
karena memiliki cita rasa yang khas, sehingga produksinya lebih besar
dibandingkan dengan rokok putih (Rachmat, 2010).
Berdasarkan observasi langsung tanggal 10 September 2015 terhadap situs
berita (detik.com), dan situs media sosial (youtube.com), ditemukan gambar iklan
rokok kretek dan putih pada halaman utama website tersebut. Kedua situs tersebut
termasuk 10 besar situs dengan traffic pengunjung paling tinggi (Alexa, 2015).
Hasil studi pendahuluan lainnya yang dilakukan melalui survei online
menggunakan freeonlinesurveys.com pada 14-24.November 2015, menunjukkan
bahwa > 90% responden adalah pengguna internet aktif dengan waktu akses
terhadap internet > 2 jam. Gambar iklan rokok pernah dilihat oleh > 50%
responden pada situs yang sering mereka kunjungi, meliputi situs berita
(detik.com),
situs
pencarian
(google.co.id),
serta
situs
jejaring
sosial
(facebook.com).
Keberadaan iklan rokok melalui internet dapat diakses masyarakat
berbagai kalangan. Remaja cenderung sering mengakses internet, sehingga rentan
terpapar gambar iklan rokok yang cenderung menarik minat agar merokok
(Forsyth et al., 2013). Namun, belum terdapat deskripsi gambar iklan rokok yang
beredar melalui internet semenjak diundangkannya PP Nomor 109 Tahun 2012.
Oleh karena itu, dibutuhkan data iklan rokok putih dan kretek berupa gambar pada
media internet ditinjau dari peraturan terbaru yang ada. Oleh sebab itu, peneliti
tertarik untuk mendokumentasikan dan menganalisis gambar iklan rokok putih
6
dan kretek yang beredar melalui internet di Indonesia. Hasil penelitian ini
diharapkan memberikan deskripsi tentang kepatuhan gambar iklan rokok di
internet sebagai wujud implementasi pelaksanaan PP Nomor 109 Tahun 2012,
khususnya yang diatur dalam pasal 27.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah: Bagaimana implementasi Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 khususnya pasal 27 pada gambar
iklan rokok yang beredar melalui internet di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012, khususnya pasal
27, pada gambar iklan rokok yang beredar melalui internet di Indonesia.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui kepatuhan penayangan gambar iklan rokok putih yang
beredar melalui internet di Indonesia terhadap Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 khususnya pasal 27.
b. Mengetahui kepatuhan penayangan gambar iklan rokok kretek yang
beredar melalui internet di Indonesia terhadap Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 khususnya pasal 27.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah (Kementerian Kesehatan RI, Pemerintah Daerah)
penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan peraturan tentang iklan
produk tembakau.
2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengembangan
keilmuan yang berkaitan dengan iklan rokok.
7
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang berhubungan dengan
penelitian ini, antara lain:
1. Grana & Ling (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan klaim periklanan utama yang dibuat pada website penjualan
rokok elektronik bermerek eceran. Kesimpulan dalam penelitian tersebut
adalah klaim pesan kesehatan dan berhenti merokok yang sering digunakan
untuk menjual rokok elektrik tidak didukung bukti ilmiah dan keberadaan
dokter, artis dalam website, serta pemakaian aroma tertentu hendaknya
dilarang. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah mengenai tema
iklan tembakau melalui website, sedangkan perbedaannya pada subjek
penelitian.
2. Harun et al. (2014) meneliti pengaruh budaya dalam strategi kreatif dan
pembuatan iklan internasional dengan pendekatan content analysis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak isyarat budaya yang tampak
dalam iklan MNC di Malaysia dibandingkan dengan iklan MNC yang
mendukung ide bahwa budaya memiliki dampak terhadap periklanan
internasional.
Persamaan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
adalah
pendekatan analisis yang digunakan. Perbedaannya terletak pada topik,
subjek, dan tempat penelitian.
3. Myers (2013) meneliti penggunaan nama domain website yang digunakan
perusahaan sebagai salah satu bentuk upaya periklanan. Penelitian tersebut
mencakup analisis konten terhadap 1.023 iklan cetak dari 15 majalah berbeda.
Terungkap tema yang menawarkan nilai kepada konsumen dengan mencakup
informasi yang mengarahkan kepada material khusus sejalan dengan kategori
yang menggunakan pendekatan baru untuk memberi nama website
memanfaatkan kampanye, promosi, dan pembuatan link terhadap merek.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah mengenai tema
periklanan, sedangkan perbedaannya meliputi subjek, metode, dan tema.
4. Zheng et al. (2014) meneliti iklan rokok "Zhonghua" di Shanghai. Tujuan
penelitian tersebut adalah untuk mendokumentasikan praktik iklan rokok
8
populer, kelas atas, rokok lokal di China melalui berbagai saluran media.
Metode yang digunakan adalah melakukan monitoring dan observasi
langsung untuk menilai iklan rokok Zhonghua
di Shanghai China pada
berbagai media, meliputi koran, TV, internet, iklan luar ruang, dan penjualan
langsung. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada tema dan
metode. Perbedaannya pada populasi, jenis media yang dipantau dan tempat.
5. Primack et al. (2012) meneliti iklan rokok hookah di Amerika melalui
internet. Tujuannya untuk melakukan penilaian kualitatif dan komprehensif
terhadap website yang mempromosikan iklan rokok hookah. Kesimpulan
dalam penelitian tersebut adalah website memainkan peran penting dalam
meningkatkan atau menyebarluaskan informasi yang salah terkait dengan
rokok hookah. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tema dan
jenis media yang dipakai dalam iklan. Perbedaannya pada jenis rokok yang
diiklankan dan metode.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian di atas, penelitian yang dilakukan
memiliki kebaruan. Kebaruan penelitian ini terletak pada populasi penelitian
berupa gambar iklan rokok kretek dan putih yang beredar melalui internet di
Indonesia. Berdasar reviu terhadap berbagai literatur, peneliti belum menemukan
kajian yang sejenis. Peneliti memfokuskan pada kepatuhan iklan rokok yang
beredar berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109
Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa
Produk Tembakau bagi Kesehatan, khususnya pasal 27.
Download