BAB I - USU Institutional Repository

advertisement
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1
Atribut Produk
Menurut Kotler dan Keller (2009) dalam Kusmayasari (2014:3), produk
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan
suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara,
orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide. Menurut Tjiptono
(2008:95), produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Selain itu, produk
dapat pula didefenisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan produsen
melalui hasil produknya.
Salah satu cara pemasar membedakan produknya dengan pesaing adalah
dengan menyediakan atribut produk yang unik. Oleh karena itu, penting bagi
pemasar untuk mengetahui sejauh manakah atribut produknya mampu
menghantarkan kebutuhan psikologi yang diharapkan konsumen dalam hal ini
perasaan puas. Menurut Gitosudarmo dalam Eka (2008:28), Atribut produk adalah
suatu komponen yang merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk
tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan oleh pembeli.
Atribut
produk
menurut
Kotler
(2001:347),
adalah
merupakan
pengembangan produk dan jasa pendefenisian manfaat-manfaat yang ditawarkan.
Atribut produk dapat memberikan gambaran yang jelas tentang produk itu sendiri.
Menurut Tjiptono (2008:103), atribut produk adalah unsur-unsur produk yang
25
dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan
pembelian.
Menurut Simamora (2001) dalam Kusmayasari, dkk (2014:3), menyatakan
bahwa elemen-elemen dalam atribut produk meliputi : harga, kualitas,
kelengkapan fungsi (fitur), desain, layanan puna jual dan lain-lain. Disimpulkan
bahwa atribut produk adalah unsur-unsur dari sebuah produk yang dipandang
penting oleh konsumen dan mencerminkan pengembangan suatu produk untuk
dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan pembelian.
Menurut Kotler (2001:347), mengelompokkan atribut produk kepada tiga
unsur penting yaitu :
1. Kualitas Produk
Kualitas adalah salah satu alat penting bagi pemasar untuk menetapkan posisi.
Kualitas mempunyai dua dimensi, yaitu tingkat dan konsistensi. Ketika
mengembangkan suatu produk, pemasar mula-mula harus memilih tingkat
kualitas yang akan mendukung posisi produk di pasar sasaran. Disini kualitas
produk berarti kemampuan produk untuk melaksanakan fungsi-fungsinya.
Selain tingkatan kualitas, kualitas yang tinggi juga dapat berarti konsistensi
tingkatan kualitas yang tinggi. Dalam konsisten yang tinggi tersebut, kualitas
produk berarti kualitas kesesuaian bebas dari kecacatan dan kekonsistenan
dalam memberikan tingkatan kualitas yang dijanjikan.
2. Fitur Produk
Menurut
Kotler
(2001:348),
fitur
adalah
alat
persaingan
untuk
mendiferensiasikan produk perusahaan terhadap produk sejenis yang menjadi
26
pesaingnya. Biasanya karakteristik yang melekat dalam suatu produk
merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan secara terus-menerus.
3. Gaya dan Desain Produk
Menurut Kotler (2001:348), cara lain untuk menambah nilai bagi pelanggan
adalah melalui gaya dan desain produk yang khas. Konsep desain lebih luas
dibandingkan gaya. Gaya semata-mata penampilan produk tertentu. Gaya
mengedepankan tampilan luar dan membuat orang bosan. Gaya yang
sensasional mungkin akan mendapatkan perhatian dan mempunyai nilai seni,
tetapi tidak selalu membuat produk tertentu berkinerja lebih baik.
Berbeda dengan gaya, desain bukan sekedar tampilan luar saja tetapi desain
masuk dan melekat pada produk tersebut. Desain yang baik dapat memberikan
kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga penampilannya. Gaya dan
desain yang baik dapat menarik perhatian, meningkatkan kinerja produk,
memotong biaya produksi, dan memberikan keunggulan bersaing di pasar
sasaran.
Ferrinadewi (2005:130), atribut produk dapat berupa sesuatu yang
berwujud (tangible) maupun sesuatu yang tidak berujud (intangible). Atribut yang
berwujud dapat berupa merek, kualitas produk, desain produk, label produk,
kemasan dan sebagainya. Sedangkan yang tidak berwujud seperti kesan atau
image konsumen terhadap nama merek yang diberikan kepada produk tersebut.
Setiap produk akan memiliki atribut yang berbeda dengan jenis produk yang lain.
27
1) Merek
Menurut Kotler (2001:349), merek adalah suatu nama, kata, tanda, simbol,
atau desain atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat
atau penjual produk dan jasa tertentu.
2) Harga
Menurut Tjiptono (2012:315), harga bisa diartikan sebagai jumlah uang
(satuan moneter) dan/atau aspek lain (non-moneter) yag mengandung
utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan sebuah produk.
3) Kualitas
Kualitas produk menurut Kotler (2001:347), kemampuan produk untuk
melakukan fungsi-fungsinya. Kualitas yang sangat baik akan membangun
kepercayaan konsumen sehingga merupakan penunjang kepuasan konsumen.
4) Desain
Menurut Kotler (2001:348), desain bukan sekedar tampilan setipis kulit ari,
desain masuk ke jantung produk. Desain yang baik dapat memberikan
kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga penampilannya.
5) Kemasan
Menurut Tjiptono (2008:106), kemasan produk adalah proses yang berkaitan
dengan perancangan dan pembuatan wadah (container) atau pembungkus
(wrapper) untuk suatu produk.
6) Label
Menurut Tjiptono (2008:107), label merupakan bagian dari suatu produk yang
menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. Sebuah label bisa
28
merupakan bagian dari kemasan, atau bisa pula merupakan etiket (tanda
pengenal) yang dicentelkan pada produk.
2.2
Label
Label merupakan salah satu bagian atribut produk yang berwujud.
Menurut Kotler (2001:362), label dapat bervariasi mulai dari tanda pengenal
produk yang sederhana hingga grafik rumit yang merupakan bagian dari kemasan.
Label juga menjelaskan beberapa hal mengenai produk, siapa yang membuatnya,
dimana dibuat, kapan dibuat, isinya, bagaimana produk tersebut digunakan, dan
bagaimana menggunakannya dengan aman.
Untuk memperoleh sertifikat halal, maka LPPOM MUI memberikan
ketentuan bagi perusahaan, dan setelah itu maka harus melakukan prosedur
sertifikat halal mulai dari tata cara pemeriksaan (audit) mulai dari manajemen,
bahan-bahan baku, dan lain-lain. Setelah semua proses dilalui dan dinyatakan
kehalalannya, maka serifikat halal dapat dikeluarkan. Proses selanjutnya adalah
pencantuman label halal di kemasan produk yang dinyatakan halal.
Maka untuk mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI, produk
kosmetik Wardah harus mengikuti seluruh ketentuan yang diharuskan mulai dari
pemeriksaan bahan baku, proses dan fasilitas produksi sampai bahan jadi. Berikut
ini adalah arti dari masing-masing indikator menurut Swastha (1988:196) :
1. Bahan baku
Bahan baku merupakan bahan pokok untuk membuat barang lain.
29
2. Proses dan fasilitas Produksi
Proses produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah
kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada
seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi
kebutuhan manusia.
3. Bahan jadi
Barang yang langsung dikonsumsi dan bukan dipergunakan untuk produksi
barang lain.
Menurut LPPOM MUI (lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik
Majelis Ulama Indonesia), yang dimaksud dengan produk halal adalah produk
yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syari’at islam (www.mui.or.id). Pelaksana
LPPOM MUI juga menyatakan bahwa kosmetik halal merupakan kosmetik yang
dalam proses pembuatannya memenuhi persyaratan halal. Artinya, bahan yang
digunakan haruslah berbahan halal dan suci, serta diproduksi pada fasilitas
produksi yang bebas dari kontaminasi bahan haram dan najis. Bahan baku yang
berasal dari tanaman boleh digunakan, sepanjang dalam proses pembuatannya
tidak mengunakan bahan aditif atau bahan penolong yang berbahan haram dan
najis.
Syarat kehalalan produk tersebut meliputi :
a. Tidak mengandung babi dan bahan bahan yang berasal dari babi
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti; bahan yang berasal
dari organ manusia, darah, dan kotoran-kotoran.
c. Semua bahan yang berasal dari hewan yang disembelih dengan syariat Islam.
30
d. Semua tempat penyimpanan tempat penjualan pengolahan dan transportasinya
tidak boleh digunakan untuk babi; jika pernah digunakan untuk babi atau
barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara
yang diatur menurut syariat.
2.3
Keputusan Pembelian
Suatu keputusan dapat dibuat hanya jika ada beberapa alternatif yang
dipilih. Apabila alternatif pilihan tidak ada, maka tindakan yang dilakukan tanpa
adanya pilihan tersebut tidak dapat dikatakan membuat keputusan. Schiffman dan
Kanuk dalam Sumarwan (2011:357), mendefinisikan suatu keputusan sebagai
pemilihan suatu tindakan dari dua atu lebih pilihan alternatif. Menurut Kotler
(2001:199), keputusan pembelian konsumen mengacu pada perilaku pembelian
konsumen akhir-individu dan rumah tangga yang membeli barang atau jasa untuk
konsumsi pribadi.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
menurut Kotler (2001:200), perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat
faktor, diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor budaya
Budaya, sub budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian.
Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Anak-anak
yang sedang tumbuh akan mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi,
dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lainnya.
31
Masing-masing sub-budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih
menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya seperti
kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis.
Pada dasaranya dalam sebuah tatanan kehidupan dalam bermasyarakat
terdapat sebuah tingkatan (strata) sosial. Tingkatan sosial tersebut dapat
berbentuk sebuah sistem kasta yang mencerminkan sebuah kelas sosial yang
relatif homogen dan permanen yang tersusun secara hirarkis dan para
anggotanya menganut nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak
hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan,
pendidikan, perilaku dalam berbusana, cara bicara, rekreasi dan lain-lainya.
2. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh
faktor sosial diantaranya sebagai berikut :
a) Kelompok acuan
Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan
sebagai kelompok yang yang dapat memberikan pengaruh secara langsung
atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut.
Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan, yaitu
sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung
terhadap seseorang.
Adapun anggota kelompok ini biasanya merupakan anggota dari kelompok
primer seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja yang berinteraksi
dengan secara langsung dan terus menerus dalam keadaan yang informal.
Tidak hanya kelompok primer, kelompok sekunder yang biasanya terdiri
32
dari kelompok keagamaan, profesi dan asosiasi perdagangan juga dapat
disebut sebagai kelompok keanggotaan.
b) Keluarga
Dalam sebuah organisasi pembelian konsumen, keluarga dibedakan
menjadi dua bagian. Pertama keluarga yang dikenal dengan istilah
keluarga orientasi. Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara
kandung seseorang yang dapat memberikan orientasi agama, politik dan
ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga yang
terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki seseorang. Keluarga
jenis ini biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.
c) Peran dan status
Hal
selanjutnya
yang
dapat
menjadi
faktor
sosial
yang dapat
mempengaruhi perilaku pembelian seseorang adalah peran dan status
mereka di dalam masyarakat. Semakin tinggi peran seseorang didalam
sebuah organisasi maka, akan semakin tinggi pula status mereka dalam
organisasi tersebut dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku
pembeliannya. Contoh seorang direktur di sebuah perusahaan tentunya
memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan dengan seorang
supervisor, begitu pula dalam perilaku pembeliannya.
Tentunya, seorang direktur perusahaan akan melakukan pembelian
terhadap merek-merek yang berharga lebih mahal dibandingkan dengan
merek lainnya.
33
3. Pribadi
Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi
diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya
hidup, serta kepribadian dan konsep-diri pembeli.
a) Usia dan siklus hidup keluarga
Orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya
yang dimana setiap kegiatan konsumsi ini dipengaruhi oleh siklus hidup
keluarga.
b) Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
Pekerjaan dan lingkungan ekonomi seseorang dapat mempengaruhi pola
konsumsinya. Contohnya, direktur perusahaan akan membeli pakaian yang
mahal, perjalanan dengan pesawat udara, keanggotaan di klub khusus, dan
membeli mobil mewah. Selain itu, biasanya pemilihan produk juga
dilakukan berdasarkan oleh keadaan ekonomi seseorang seperti besaran
penghasilan yang dimiliki, jumlah tabungan, utang dan sikap terhadap
belanja atau menabung.
c) Gaya hidup
Gaya hidup dapat di artikan sebagai sebuah pola hidup seseorang
yang terungkap dalam aktivitas, minat dan opininya yang terbentuk
melalui sebuah kelas sosial, dan pekerjaan.
Tetapi, kelas sosial dan pekerjaan yang sama tidak menjamin munculnya
sebuah gaya hidup yang sama. Melihat hal ini sebagai sebuah peluang
dalam kegiatan pemasaran, banyak pemasar yang mengarahkan merek
mereka kepada gaya hidup seseorang.
34
d) Kepribadian
Setiap orang memiliki berbagai macam karateristik kepribadian yang
bebeda-beda yang dapat mempengaruhi aktivitas kegiatan pembeliannya.
Kepribadian merupakan ciri bawaan psikologis manusia yang berbeda
yang menghasilkan sebuah tanggapan relatif konsiten dan bertahan lama
terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian dapat menjadi variabel
yang sangat berguna dalam menganalisis pilihan merek konsumen. Hal ini
disebakan karena beberapa kalangan konsumen akan memilih merek yang
cocok dengan kepribadiannya.
4. Psikologis
Terakhir, faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
adalah faktor psikologis. Faktor ini dipengaruhi oleh empat faktor utama
diantaranya sebagai berikut:
a) Motivasi
Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu-waktu tertentu.
Beberapa dari kebutuhan tersebut ada yang muncul dari tekanan biologis
seperti lapar, haus, dan rasa ketidaknyamanan.
Sedangkan beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis;
yaitu kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan
akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok.
Ketika seseorang mengamati sebuah merek, ia akan bereaksi tidak hanya
pada kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut, melainkan juga
melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat, bahan,
35
warna dan nama merek tersebut yang memacu arah pemikiran dan emosi
tertentu.
b) Persepsi
Menurut Kotler (2001:218), seseorang yang termotivasi siap untuk segera
melakukan tindakan. Bagaimana tindakan seseorang yang termotivasi akan
dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi dapat
diartikan sebagai sebuah proses yang digunakan individu untuk memilih,
mengorganisasi,
dan
menginterpretasi
masukan
informasi
guna
menciptakan sebuah gambaran.
Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada
rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan
individu yang bersangkutan. Setiap persepsi konsumen terhadap sebuah
produk atau merek yang sama dalam benak setiap konsumen berbedabeda, karena adanya tiga proses persepsi yaitu :
a. Perhatian selektif
Perhatian selektif dapat diartikan sebagai proses penyaringan atas
berbagai informasi yang didapat oleh konsumen. Dalam hal ini para
pemasar harus bekerja keras dalam rangka menarik perhatian
konsumen dan memberikan sebuah rangsangan nama yang akan
diperhatikan orang.
Hal ini disebabkan karena orang lebih cenderung memperhatikan
rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhannya saat ini,
memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi dan lebih
memperhatikan rangsangan yang memiliki deviasi besar terhadap
36
ukuran
rangsangan
normal
seperti,
orang
cenderung
akan
memperhatikan iklan yang menawarkan potongan dan bonus
sebesar Rp.
100.000
ketimbang
iklan
komputer
yang
hanya
memberikan bonus atau potongan yang bernilai Rp.50.000.
b. Distorsi Selektif
Distorsi selektif merupakan proses pembentukan persepsi yang dimana
pemasar tidak dapat berbuat banyak terhadap distorsi tersebut. Hal ini
karena distorsi selektif merupakan kecenderungan orang untuk
mengubah
informasi
menjadi
bermakna
pribadi
dan
menginterpretasikan informasi yang didapat dengan cara yang akan
mendukung prakonsepsi konsumen.
c. Ingatan Selektif
Orang akan banyak melupakan banyak hal yang mereka pelajari
namun, cenderung akan senantiasa mengingat informasi yang
mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan
selektif, kita cenderung akan mengingat hal-hal baik yang yang
disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik
yang disebutkan tentang produk yang bersaing.
c) Pembelajaran
Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari
pengalaman. Banyak ahli pemasaran yang yakin bahwa pembelajaran
dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat
bertindak, tanggapan dan penguatan. Teori pembelajaran mengajarkan
kepada para pemasar bahwa mereka dapat membangun permintaan atas
37
suatu produk dengan mengaitkan pada pendorongnya yang kuat,
menggunakan isyarat yang memberikan motivasi, dan memberikan
penguatan positif karena pada dasarnya konsumen akan melakukan
generalisasi terhadap suatu merek.
d) Keyakinan dan Sikap
Menurut (Kotler 2001:220), melalui bertindak dan belajar, orang
mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya kemudian mempengaruhi
perilaku pembelian konsumen. Keyakinan dapat diartikan sebagai
gambaran pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan
orang tentang produk atau merek akan mempengaruhi keputusan
pembelian mereka. Selain keyakinan, sikap merupakan hal yang tidak
kalah
pentingnya.
Sikap
adalah
evaluasi,
perasaan
emosi,
dan
kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
dan bertahan lama pada seseorang terhadap suatu objek atau gagasan
tertentu.
2.4
Hubungan Atribut Produk Terhadap Keputusan Pembelian
Proses keputusan konsumen merupakan suatu kegiatan yang penting,
karena dalam proses tersebut memuat berbagai langkah yang terjadi secara
berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan. Dalam membuat keputusan
pembelian, konsumen akan membeli barang atau jasa yang dirasakan perlu serta
bermanfaat baginya. Untuk memutuskan bahwa barang atau jasa itu memberikan
manfaat, maka konsumen akan melihat pertama kali pada atribut-atribut yang
melekat pada produk tersebut.
38
Menurut Sumarwan (2011:367), konsumen akan memiliki seperangkat
atribut produk yang akan digunakan sebagai dasar dalam mengevaluasi alternatif.
Konsumen akan memilih atribut yang akan memberikan manfaat yang
diharapkannya. Konsumen juga mengembangkan keyakinan merek, dimana posisi
setiap merek membentuk citra merek dari produk tersebut. Menurut Kotler
(2001:227), bahwa konsumen sampai pada sikap (keputusan, preferensi) atas
bermacam-macam merek melalui evaluasi atribut tersebut.
Dengan kata lain, konsumen akan mencari manfaat tertentu dan
selanjutnya melihat kepada atribut produk. Konsumen akan memberikan bobot
untuk setiap atribut produk sesuai dengan kepentingannya. Menurut Tjiptono
(2008:103), atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting
oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan. Adanya atribut yang
melekat pada suatu produk dapat digunakan konsumen untuk menilai dan
mengukur kesesuaian atribut produk dengan kebutuhan dan keinginan.
Konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda pada umumnya dalam hal
memandang atribut-atribut produk yang dianggap penting. Mereka memberikan
perhatian paling besar pada atribut yang memberikan manfaat sesuai dengan
keinginannya. Produk dapat digolongkan konsumen berdasarkan atribut-atribut
yang dimiliki yang sangat menonjol di pasaran.
Menurut Kotler (1994:206), proses evaluasi dalam diri konsumen untuk
memutuskan suatu keputusan pembelian berdasarkan atribut produk sulit untuk
diketahui, adapun penjelasan yang dapat dijabarkan dalam pemasaran adalah
asumsi-asumsi sebagai berikut :
39
1. Diasumsikan bahwa konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk.
2. Tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan dan keinginan
masing-masing. Konsumen memiliki penekanan yang berbeda-beda dalam
menilai atribut produk yang paling penting.
3. Konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang letak produk pada
setiap atribut.
4. Tingkat kepuasan konsumen terhadap akan beragam sesuai dengan perbedaan
atribut.
5. Konsumen akan sampai pada sikap terhadap merek yang berbeda dengan
atribut yang berbeda melalui prosedur evaluasi.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa bila terdapat beberapa barang
atau jasa yang akan dikonsumsi, pertimbangan pertama yang dilakukan adalah
membandingkan nilai-nilai atribut pada masing-masing barang atau jasa
tersebut.
Menurut Akpoyomare, dkk (2012) dalam Kusmayasari, dkk (2014:4),
setiap
konsumen
memiliki
kemampuan
yang
berbeda–beda
dalam
mengidentifikasi atribut dari suatu produk, hal ini disebabkan karena konsumen
memiliki pengetahuan yang berbeda mengenai produk.
Atribut produk memainkan peranan yang sangat penting dalam perspektif
konsumen dan pemasar serta telah lama diakui sebagai peluang untuk mengatur
brand pemasar terpisah dari kompetisi. Atribut produk memiliki hubungan positif
terhadap keputusan pembelian dan atribut produk mempengaruhi keputusan
pembelian konsumen.
40
Atribut produk adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari strategi produk
yang dikontrol langsung oleh perusahaan sebagai suatu rangsangan yang perlu
diperhatikan konsumen dalam proses keputusan pembelian. Dari atribut inilah
suatu produk dipandang berbeda oleh konsumen dari produk pesaing lainnya.
Atribut produk ini sangat mempengaruhi reaksi konsumen terhadap produk yang
ditawarkan lainnya di pasaran.
41
Download