BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori a. Manajemen Menurut Robins & Coulter (2010) Manajemen adalah koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat selesai secara efisien dan efektif. b. Organisasi Pengertian organisasi menurut Robbins (2010), organisasi ialah penataan sekumpulan orang secara disengaha guna mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pengertian organisasi menurut Stoner (2008-2011), mengatakan bahwa organisasi adalah sebuah pola yang menghubungkan orang orang di bawah arahan pimpinan (manajer) untuk mencapai atau mengejar tujuan bersama. Pengertian Organisasi Menurut Hasibuan (2007). Organisasi ialah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja. Dari ketiga pengertian organisasi menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu kelompok individu dalam suatu wadah yang bekerja sama dalam suatu proses tertentu untuk mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi). c. Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia menurut Dessler (2011) adalah kebijakan dan praktik di dalam menggerakkan sumber daya manusia atau aspek-aspek terkait posisi manajemen di dalam sumber daya manusia yang mencakup kegiatan perekrutaan, penyaringan, pelatihan, pemberian penghargaan dan penilaian. d. Knowledge Menurut Turban (2006) knowledge berisi informasi yang telah diorganisasikan dan diproses untuk memberikan pengertian, pengalaman, pembelajaran lebih lanjut, dan keahlian sebagaimana ini digunakan untuk pemecahan masalah atau proses bisnis tertentu. Dalam organisasi, pengetahuan (knowledge) diperoleh dari individu atau kelompok orang yang memiliki pengetahuan atau kadang kala dalam rutinitas organisasi. Sumber pengetahuan dapat berasal dari mana saja dan memiliki banyak 7 8 bentuk, contohnya : koran, majalah, mailing, e-book, e-artikel, iklan dan manusia. Beberapa pengetahuan dapat dituliskan, dikerjakan, dan diformulisakan dalam bentuk kalimat atau diekspresikan dalam bentuk gambar. Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan pengalaman fisik, petunjuk praktis dan intuisi dimana pengetahuan terbatinkan, seperti sulit sekali digambarkan kepada orang lain (Ismail, p21, 2012). e. Knowledge Management Menurut Ashok (p14, 2011) knowledge management adalah proses yang efektif terkait dengan eksplorasi, eksploitasi dan berbagi pengetahuan manusia (tasit dan eksplisit) yang menggunakan teknologi tepat guna dan lingkungan budaya untuk meningkatkan modal intelektual organisasi dan kinerja. Knowledge management melibatkan pengetahuan akuisisi, berbagi dan penerapan Zheng et al (2009). Agar berhasil mencapai inovasi dan efektivitas dalam Knowledge Management (KM), knowledge Sharing (KS) harus menjadi pertimbangan yang paling penting. Dalam hal ini, Halawi et al (2008) menunjukkan bahwa KS adalah area fokus utama untuk KM. Sementara Xiong dan Deng (2008) menyatakan bahwa berbagi pengetahuan secara efektif meningkatkan akumulasi pengetahuan organisasi dan meningkatkan kapasitas karyawan dalam pekerjaan mereka. Menurut Tiwana (p5,2002) Knowledge Management adalah organisasi untuk menciptakan nilai-nilai bisnis dan menghasilkan sebuah keunggulan kompetitif dan juga dapat dikatakan sebagai kemampuan dalam menciptakan dan mengumpulkan nilai yang lebih besar dari kompetensi utama bisnis. Menurut Laudon (p.373, 2002) knowledge management adalah kumpulan proses yang dikembangkan di dalam organisasi, menyebarkan untuk menciptakan, pengetahuan suatu mengumpulkan, menyimpan, memelihara, perusahaan. Knowledge Management meningkatkan kemampuan dari sebuah organisasi untuk belajar dari lingkungannya sendiri dan untuk mengikutsertakan knowledge ke dalam bisnis prosesnya. Menurut Debowski (2006) jenis knowledge dibagi menjadi dua macam: a) Tacit knowledge Tacit knowledge (2006, p18) adalah knowledge yang diakumulasi dari pengalaman dan pembelajaran seseorang. Tacit knowledge sulit untuk direproduksi atau dibagikan dengan orang lain. Kelemahan dari tacit knowledge adalah sulitnya menerjemahkan tacit knowledge menjadi produk yang tangible. Isu lain yang 9 berkaitan dengan tacit knowledge adalah bagaimana mengidentifikasi orang – orang yang memiliki knowledge dan bagaimana memungkinkan orang lain untuk mengakses knowledge tersebut saat dibutuhkan. b) Explicit knowledge Explicit knowledge (2006) adalah knowledge yang dapat dibagi, didokumentasikan, dikategorikan, dan disebarkan kepada pihak lain sebagai informasi. Explicit knowledge merupakan sumber daya utama dalam organisasi di mana fokus pekerjaan berubah menjadi berfokus pada knowledge yang ada dalam organisasi. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Knowledge Management adalah suatu teknik atau cara untuk menciptakan, mengumpulkan, menyimpan, memelihara, dan menyebarkan pengetahuan yang ada pada organisasi yang digunakan untuk memperlancar proses bisnis perusahaan dan meningkatkan kualitas serta keunggulan kompetitif bagi organisasi tersebut di masa sekarang atau masa yang akan datang. 2.1.1 Knowledge Sharing Menurut Tobing (2007), inti dari knowledge management adalah knowledge sharing, karena melalui knowledge sharing, terjadi peningkatan value dari knowledge yang dimiliki perusahaan. Nonaka, (1994) menggambarkan pengetahuan sebagai konsep multidimensi. Hal ini dianggap sebagai campuran data, informasi, keterampilan, pengalaman dan pendapat, yang menggabungkan untuk membantu pengambilan keputusan. Mengenai jenis pengetahuan, peneliti membedakan antara pengetahuan tacit dan eksplisit. Pengetahuan tacit mengacu pada pengetahuan pribadi yang terkumpul melalui studi, pengalaman dan dikembangkan melalui interaksi sosial, sehingga menjadi sulit untuk ditransfer/dibagi. Sementara pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang dapat diartikulasikan, tereksternal dan ditangkap, ditemukan atau disimpan dalam buku, database, cerita, dan model, yang dapat dibagi antara individu Krogh et al, (2011). Nonaka (1994) menunjukkan bahwa dua jenis pengetahuan saling melengkapi dan ia berpendapat bahwa pengetahuan pribadi bisa menjadi pengetahuan organisasi oleh interaksi antara pengetahuan tacit dan eksplisit. 10 Mathew (2010) berpendapat bahwa keberadaan pengetahuan dan pengembangan budaya KS dalam lingkungan organisasi akan menghasilkan inovasi dan meningkatkan kinerja. Lin (2007) berpendapat bahwa KS adalah kegiatan diskusi antar 2 individu yaitu si pengirim dan si penerima pengetahuan. Sementara Ardichili et al (2003) mengusulkan bahwa KS termasuk penyediaan pengetahuan dan permintaan pengetahuan baru. Hooffand Weenen (2004) mengidentifikasi dua dimensi proses KS. Yang pertama adalah pengetahuan mentransfer pengetahuan, yang berarti bertukar dan berkomunikasi dengan orang lain, modal intelektual dari pribadi seseorang. Dimensi kedua adalah mengumpulkan pengetahuan yang mengacu pada konsultasi rekan untuk mendorong mereka untuk berbagi modal intelektual mereka. KS didefinisikan sebagai proses dua dimensi seperti yang dijelaskan oleh (Hooffand Weenen, 2004). Knowledge sharing adalah perlakuan dimana anggotaanggotanya berbagi dan bertukar pengetahuan tacit dan eksplisit mereka. Interaksi Harian menciptakan pengetahuan baru melalui proses pertukaran, sumbangan, dan pengumpulan pengetahuan. Dari pengertian-pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa knowledge sharing adalah proses mentransfer, menerima, serta penerapan pengetahuan antar individu. 2.1.1.1 Budaya Knowledge Sharing Menurut Ismail (2012), budaya knowledge sharing merupakan budaya yang perlu ditumbuhkan dan dirangsang dalam sebuah perusahaan yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan dengan efektif. Karena sharing merupakan pondasi dari learning, dan melalui sharing tercipta kesempatan yang lebih luas untuk learning. Tanpa learning, tidak aka nada inovasi dan tanpa inovasi, perusahaan tidak akan bertumbuh atau bahkan tidak dapat bertahan. Knowledge yang di-share dapat menjadi knowledge baru sesudah mengalami proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi (SECI). Knowledge baru sebagai hasil proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi akan mengalami multiplikasi nilai jika mengalami proses SECI secara berkelanjutan. Proses multiplikasi nilai knowledge tersebut dinamakan sebagai proses knowledge spiral, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. 11 Sumber: Nonaka, et. Al. (1995) Gambar 2.1 Knowledge Spiral Proses eksternalisasi (externalization), yaitu mengubah tacit knowledge yang dimiliki menjadi explicit knowledge. Bisa dengan menuliskan know-how dan pengalaman yang didapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu. Tulisan-tulisan tersebut akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang sedang memerlukannya. Proses kombinasi (combination), yaitu memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk diimplementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas individu. Explicit knowledge yang ada dapat dihubungkan dan dikombinasikan menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat. Proses internalisasi (internalization), yakni mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak didapatkan dari buku tersebut. Proses sosialisasi (socialization), yakni mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Hal yang juga terkadang sering dilupakan. Contoh kongkrit adalah belajar dari orang lain, yang mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan lebih terasah dan juga penting untuk peningkatan diri sendiri. Proses ini 12 akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi. Semakin sukses menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak explicit knowledge yang berhasil diproduksi pada proses eksternalisasi. 2.1.1.2 Unsur Budaya Knowledge Sharing Budaya knowledge sharing merupakan bagian dari budaya organisasi, dan inti dari budaya manajemen pengetahuan. Informasi knowledge dikomunikasikan secara lisan, ada kemungkinan sejumlah hal tersebut terlupakan. Faktor keseriusan penerima informasi pengetahuan, gangguan yang mungkin timbul ketika komunikas berlangsung, cara penyampaian atau kemampuan menerima informasi pengetahuan, bisa berpengaruh terhadap seberapa banyak informasi pengetahuan di sampaikan secara lisan, apakah itu lewat perbincangan tatap muka, baik formal maupun informal, sering rincian terlewatkan. Padahal, dalam banyak kasus, rincian itu cukup menentukan apakah makna dari informasi pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami secara utuh. Untuk suksesnya pembentukan budaya sharing sebagai inti dari knowledge management, organisasi harus memenuhi berbagai persyaratan organisasional atau kultural berikut (tobing, 2007). a. Peranan kepemimpinan, berupa kemampuan merumuskan visi, keterlibatan langsung, pemberian dukungan dan advokasi. b. Budaya perusahaan yang memberikan iklim kepercayaan dan keterbukaan c. Adanya kemauan dari pimpinan organisasi untuk mempromosikan knowledge sharing dan kolaborasi. d. Perusahaan menghargai knowledge, pembelajaran, dan inovasi. e. Kemampuan organisasi dalam mengeksekusi proses tranfomasi dengan mulus dan efektif. Dikemukakan oleh Tobing bahwa para leader memberi keteladanan. Keterlibatan langsung pada leader dalam memimpin implementasi manajemen pengetahuan merupakan syarat utama dan bersifat mandatory. Mengimplementasikan knowledge management artinya mengimplementasikan perubahan, yaitu munculnya tradisi knowledge sharing dan tradisi belajar yang melibatkan semua personil di dalam suatu organisasi. Membangun kepercayaan (trust) dan keterbukaan. Knowledge sharing, menurut Tobing (2007), dapat dikembangkan berdasarkan kerangka, seperti pada gambar 2.2. Di mana pengembangan knowledge sharing harus 13 mempertimbangkan elemen-elemen atau stimulant utama dari knowledge sharing, seperti peserta, kontributor, media, dan tersedianya orang orang yang memfasilitasi knowledge sharing itu sendiri. Semua stimulan ini diintegrasikan oleh trust. Kontibutor trust Peserta Trust Fasilitator dan Sharing Trust Media Champions Sumber: Tobing (2007) Gambar 2.2. kerangka pengembangan knowledge sharing. 2.1.2.3 Transfer Pengetahuan; Hambatan dan Solusinya Dalam realitas di organisasi, karyawan pada dasarnya menggunakan kemampuannya untuk menciptakan nilai dalam dua bentuk, yaitu dengan melakukan transfer pengetahuan dan mengubah pengatuhan (Ismail, 2012). Dalam sistem pengubahan atau transfer pengetahuan, Ismail (2012) menjelaskan sasaran umum dari sistem knowledge management dalam praktik adalah sebagai berikut: a. Menciptakan knowledge: knowledge diciptakan begitu manusia menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadangkadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi. b. Menangkap knowledge: knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan dipresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal. c. Menjaring knowledge: knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus di tangkap bersamaan dengan fakta explicit. d. Menyimpan knowledge: knowledge yang bermanfaat harus disimpan dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge sehingga orang lain dalam organisasi dapat mengaksesnya. 14 e. Mengolah knowledge: seperti perpustakaan, knowledge harus dibuat up-todate. Hal tersebut harus di-review untuk menjelaskan apakah relevan atau akurat. f. Menyebarluaskan knowledge: knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua orang dalam organisasi yang memerlukan, dimana pun dan kapan pun Keenam sistem tersebut diilustrasikan dalam gambar 2.3 berikut ini. Sumber: ismail (2012) Gambar 2.3. Model Sistem transfer Pengetahuan Dalam implementasi transfer pengetahuan pada organisasi akan menghadapi berbagai kendala dan hambatan yang harus dicarikan solusinya. Berbagai hambatan dan kendala akan memperlambat dan bahkan dapat mencegah berlangsungnya proses transfer pengetahuan dan kemungkinan mengikis pengetahuan yang sudah ada. Beberapa bentuk hambatan dan cara mengatasinya dapat dilihat dalam table 2.1. 15 Tabel 2.1 Penghambat proses Transfer Pengetahuan dan Cara Mengatasinya Pertentangan Kemungkinan dan jalan Keluarnya Kurangnya kepercayaan Membangun hubungan dan kepercayaan melalui pertemuan dengan tatap muka Perbedaan kultur, bahasa, referensi Menciptakan pemahaman yang sama melalui pendidikan, diskusi, publikasi, berkelompok rotasi pekerjaan Tiadanya waktu dan tempat Menetapkan waktu dan tempat transfer pertemuan; ide sampai mengenai pengetahuan: pecan, ruangan percakapan, bekerja produktif laporan konferensi Status dan penghargaan terhadap Evaluasi kinerja dan menyediakan insentif pemilik pengetahuan berdasarkan atas beberapa yang dibagi Kurangnya kapasitas menyreap dan Mendidik karyawan agar lebih fleksibel: penerima menyediakan waktu untuk belajar, menggaji atas keterbukaan ide-ide Kepercayaan bahwa pengetahuan Mendorong pendekatan nonhierarki terhadap merupakan hak-hak istimewa pengetahuan, kelompok tertentu Tidak toleran kualitas ide lebih penting daripada status sumber kesalahan kebutuhan membantu atau Menerima dan menghargai kesalahan kreatif dan kolaborasi, tidak kehilangan status karena tidak mengetahui segalanya Sumber: Ismail (2012) Indikator-indikator Knowledge Sharing Menururt Ismail (p82, 2012), dalam praktik, transfer pengetahuan sebenarnya sangat sulit untuk mendorong karyawan dalam menggunakan sistem knowledge management, baik untuk transfer, berkontribusi pada knowledge maupun untuk mencari knowledge, alasannya (Vass, 1999), yaitu seperti berikut: a. Fasilitas untuk saling berdiskusi Fasilitas ini akan menghasilkan sebuah fitur berupa Discussion Board. Fitur ini akan menyediakan sarana yang dibutuhkan para karyawan dalam bagian operasional, untuk dapat saling berkomunikasi dan berdiskusi mengenasi segala hal yang berkaitan dengan knowledge dalam perusahaan (Hooffand Weenen, 2004). Dalam 16 fitur ini tiap knowledge akan dikelompokkan dalam beberapa kategori. Dalam kategori tersebut akan ada topik-topik yang dapat memandu para karyawan untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang lebih khusus dan spesifik. Dalam fitur ini para karyawan dapat membuat topik baru dengan fitur Add topic, selain itu para karyawan juga dapat melakukan reply to topic, edit content yang telah dibuat b. Fasilitas untuk mendokumentasikan permasalahan dan solusi. Fasilitas ini akan menghasilkan sebuah fitur Problem and Solution. Dalam fitur ini akan terdapat dokumentasi dari semua permasalahan dan solusi yang dihadapi, baik yang bersifat teknis maupun non-teknis. Dalam fitur ini berbagai permasalahan akan dibagi menjadi beberapa kategori agar lebih mudah dalam pencarian. Seluruh bagian operasional, yaitu mulai dari store manager sampai dengan barista, hanya dapat melihat isi dari berbagai permasalahan dan solusinya. Dalam fitur ini hanya admin yang dapat mengedit, menghapus, menambahkan kategori maupun content dari dokumentasi permasalahan dan solusi yang ada. c. Fasilitas untuk mendistribusikan informasi terbaru. Fasilitas ini akan menghasilkan sebuah fitur announcement. Dimana dalam fitur ini seluruh karyawan bisa mengetahui berita-berita dan pengumuman dari perusahaan, baik mengenai event yang akan diselenggarakan dan promo apa saja yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Sehingga para karyawan bisa mendapatkan pengetahuan mengenai program program apa saja yang akan dilakukan perusahaan. Dengan adanya fitur ini seluruh karyawan baik yang full time maupun yang part time bisa mendapatkan pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan, meliputi event dan promo sehingga diharapkan para karyawan dapat menjelaskan dengan baik dan jelas kepada para pelanggan mengenai event dan promo yang diselenggarakan perusahaan. Dalam fitur ini admin selain dapat mengakses berita-berita dan pengumuman, admin juga dapat mengedit, menghapus, ataupun menambahkan berita-berita terbaru yang terkait dengan perusahaan. 17 2.1.2 Transformational Leadership Banyak literatur yang ada di bidang kepemimpinan telah menemukan bahwa kepemimpinan adalah salah satu faktor yang paling penting menentukan pembelajaran organisasi dan keberhasilan organisasi (Bryant, 2003). Kepemimpinan adalah fenomena kompleks yang melibatkan pemimpin, para pengikut, dan situasi (hughes 2012). Transformational Leadership didefinisikan sebagai suatu proses yang mengubah individu, dimana para pengikut merasakan rasa hormat, kepercayaan, kesetiaan, dan dihargai terhadap para pemimpin, dan para pengikut bersedia dan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang mereka harapkan (Hughes, 2012) Ismail et al (2010) menunjukkan bahwa praktek kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan kepercayaan pengikut kepada pemimpin dan kepercayaan ini mengarah ke peningkatan kinerja individu. Pemimpin transformasional berusaha untuk melakukan perubahan yang menjangkau dan meningkatkan kinerja dan efektivitas organisasi. Adanya kepemimpinan semacam ini tercermin dalam antusias bawahan terhadap pendapat dan ide-ide pemimpin (Schermerhorn, 2008). Menurut Benjamin (2006), kepemimpinan transformasional adalah mampu menginspirasi orang lain untuk melihat masa depan dengan optimis, memperoyeksikan visi yang ideal, dan mampu mengkomunikasikan bawahan bahwa visi dan misi tersebut dapat dicapai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Transformational Leadership adalah suatu upaya perubahan yang dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahannya untuk menjadi lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Bass & Riggio (2006) mendefinisikan bahwa Transformational Leadership adalah seseorang yang meningkatkan kepercayaan diri individual maupun grup, membangkitkan kesadaran dan ketertarikan dalam grup dan organisasi, dan mencoba untuk menggerakkan perhatian bawahan untuk pencapaian dan pengembangan eksistensi. 18 2.1.2.1 Prinsip-prinsip Transformational Leadership 1. Simplifikasi: Keberhasilan diawali dengan visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. 2. Motivasi: Kemampuan untuk komitmen dari tiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan, dia bisa memotivasi dan memberi energi para pengikutnya. 3. Fasilitasi: Untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok/individu. 4. Inovasi: Kemampuan untuk berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bila mana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan dengan perubahan yang terjadi. 5. Mobilitas: Pengerahan sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperlakukan setiap orang yang terlibat di dalamnya untuk mencapai visi dan tujuan. 6. Siap Siaga: Kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif. 7. Tekad: Tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Indikator-indikator transformational leadership Berikut adalah indikator-indikator dari transformational leadership menurut Bass & Riggio (2006): a. Konsiderasi Individual Konsiderasi individual adalah perilaku yang selalu mendengarkan dengan penuh kepedulian dan memberikan perhatian khusus, dukungan, semangat, dan usaha pada kebutuhan prestasi dan pertumbuhan anggotanya. Pemimpin transformasional memiliki perhatian khusus terhadap kebutuhan individu dalam pencapaiannya dan pertumbuhan yang mereka harapkan dengan berperilaku sebagai pelatih atau mentor. Bawahan dan rekan kerja dikembangkan secara suksesif dalam meningkatkan potensi yang mereka miliki. Konsiderasi ini sangat mempengaruhi kepuasan bawahan terhadap atasannya dan dapat meningkatkan produktivitas bawahan. Konsiderasi ini dilakukan dalam bentuk memperlakukan bawahan secara mengekspresikan penghargaan untuk setiap pekerjaan yang baik. individu dan 19 b. Stimulasi Intelektual Stimulasi intelektual adalah proses meningkatkan pemahaman dan merangsang timbulnya cara pandang baru dalam melihat permasalahan, berpikir, dan berimajinasi, serta dalam menetapkan nilai-nilai kepercayaan. Dalam melakukan kontribusi intelektual melalui logika, analisa, dan rasionalitas, pemimpin menggunakan simbol sebagai media sederhana yang dapat diterima oleh pengikutnya. Melalui stimulasi intelektual pemimpin dapat merangsang tumbuhnya inovasi dan cara-cara baru dalam menyelesaikan suatu masalah. Melalui proses stimulasi ini akan terjadi peningkatan kemampuan bawahan dalam memahami dan memecahkan masalah, berpikir, dan berimajinasi, juga perubahan dalam nilai-nilai dan kepercayaan mereka. Perubahan ini bukan saja dapat dilihat secara langsung, tetapi juga perubahan jangka panjang yang merupakan lompatan kemampuan konseptual, pemahaman dan ketajaman dalam menilai dan memecahkan masalah. c. Motivasi Inspirasional Motivasi inspirasional adalah sikap yang senantiasa menumbuhkan tantangan, mampu mencapai ekspektasi yang tinggi, mampu membangkitkan antusiasme dan motivasi orang lain, serta mendorong intuisi dan kebaikan pada diri orang lain. Pemimpin mampu membangkitkan semangat anggota tim melalui antusiasme dan optimisme. Pemimpin juga memanfaatkan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana. Pemimpin yang memiliki motivasi inspirasional mampu meningkatkan motivasi dan antusiasme bawahan, membangun kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai sasaran kelompok. d. Idealisasi Pengaruh Idealisasi pengaruh adalah perilaku yang menghasilkan standar perilaku yang tinggi, memberikan wawasan dan kesadaran akan visi, menunjukkan keyakinan, menimbulkan rasa hormat, bangga dan percaya, menumbuhkan komitmen dan unjuk kerja melebihi ekspektasi, dan menegakkan perilaku moral yang etis. Pemimpin yang memiliki idealisasi pengaruh akan menunjukkan perilaku antara lain: mengembangkan kepercayaan bawahan kepada atasan, membuat bawahan berusaha meniru perilaku dan mengidentifikasi diri dengan pemimpinnya, menginspirasikan bawahan untuk menerima nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip bersama, mengembangkan visi bersama, menginspirasikan bawahan untuk mewujudkan standar perilaku secara konsisten, mengembangkan budaya dan ideology organisasi 20 yang sejalan dengan masyarakat pada umumnya, dan menunjukkan rasa tanggung jawab social dan jiwa melayani yang sejati. 2.1.3 Inovasi Organisasi yang kreatif mengembangkan cara-cara unik dalam mengerjakan atau memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapinya. Tetapi kreativitas saja tidaklah cukup. Hasil dari proses kreatif harus diolah menjadi produk atau metode kerja yang berguna, yang didefinisikan sebagai inovasi (robbins, 2010). Organisasi semakin fokus pada inovasi sebagai faktor kunci untuk keunggulan kompetitif. (Chang dan Lee, 2008) percaya bahwa inovasi akan memasok individu, tim, organisasi, masyarakat dan industri dengan nilai-nilai yang lebih baik dan juga dapat memberikan organisasi dengan proses produksi biaya yang relatif rendah. Inovasi didefinisikan sebagai penciptaan ide-ide baru, produk dan proses dan pengaruhnya terhadap kinerja (De Jong, 2006). Banyak peneliti menekankan bahwa berbagai jenis inovasi adalah alat penting untuk memahami organisasi. Oleh karena itu, tampaknya ada beberapa macam inovasi, yang berbeda menurut pandangan peneliti. Yakni: (Lin, 2007) mengklasifikasikan inovasi ke dalam produk dan proses. (Damanpour et al, 2009) mengkategorikan inovasi menjadi dua jenis: inovasi teknis dan administrasi. Sementara peneliti lain seperti (Liao dan Wu, 2010) telah mengidentifikasi lima jenis inovasi antara lain posisi, paradigma, marketisasi, sistem, dan perilaku. Inovasi produk dikenal sebagai proses memproduksi dan mengembangkan produkproduk baru, yang dapat mencapai keberhasilan organisasi (Stefanovitz et al., 2010). Inovasi adalah keberhasilan sosial dan ekonomi berkat diperkenalkan nya atau ditemukannya cara-cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam mentransformasi input menjadi output sedemikian rupa sehingga berhasil menciptakan perubahan besar atau perubahan drastis dalam hubungan antara nilai guna atau nilai manfaat (yang dipersepsikan oleh konsumen dan nilai moneter atau harga (Fontana Avanti, 2011). proses inovasi adalah fokus pada pengembangan dan penggunaan teknologi kompeten, perbaikan terus-menerus, pengelolaan keuangan yang baik, menerapkan sistem penghargaan insentif bagi anggota untuk merangsang inovasi. 21 2.1.3.1 Tipe Inovasi Ada 5 tipe inovasi menurut para ahli, yaitu: 1. Inovasi produk; yang melibatkan pengenalan barang baru, pelayanan baru yang secara substansial meningkat. Melibatkan peningkatan karakteristik fungsi juga, kemampuan teknisi, mudah menggunakannya. Contohnya: telepon seluler, komputer, kendaraan bermotor, dsb; 2. Inovasi proses; melibatkan implementasi peningkatan kualitas produk yang baru atau pengiriman barangnya; 3. Inovasi pemasaran; mengembangkan metode mencari pangsa pasar baru dengan meningkatkan kualitas desain, pengemasan, promosi; 4. Inovasi organisasi; kreasi organisasi baru, praktik bisnis, cara menjalankan organisasi atau perilaku berorganisasi; 5. Inovasi model bisnis; mengubah cara berbisnis berdasarkan nilai yang dianut. 2.1.3.2 Tujuan Inovasi Tujuan utama inovasi adalah: 1. meningkatkan kualitas 2. menciptakan pasar baru 3. memperluas jangkauan produk 4. mengurangi biaya tenaga kerja 5. meningkatkan proses produksi 6. mengurangi bahan baku 7. mengurangi kerusakan lingkungan 8. mengganti produk atau pelayanan 9. mengurangi konsumsi energi 10. menyesuaikan diri dengan undang-undang 2.1.3.3 Kegagalan Inovasi Hasil survey menunjukkan, bahwa dari 3000 ide tentang sebuah produk, hanya satu yang sukses di pasaran. Kegagalan inovasi mengakibatkan hilangnya sejumlah nilai investasi, menurunkan moral pekerja, meningkatkan sikap sinis, atau penolakan produk serupa dimasa datang. Padahal produk yang gagal seringkali memiliki potensi sebagai ide yang baik, penolakan terjadi karena kurangnya modal, keahlian yang kurang, atau produk tidak sesuai kebutuhan pasar. Kegagalan harus 22 diidentifikasi dan diseleksi ketika proses berlangsung. Penyeleksian dini memungkinkan kita dapat menghindari uji coba ide yang tidak cocok dengan bahan baku, sehingga dapat menghemat biaya produksi. Penyebab umum dari kegagalan-kegagalan pada proses inovasi dapat disaring ke dalam 5 aspek, yaitu: 1. definisi tujuan yang buruk. 2. buruknya mensejajarkan aksi untuk mencapai tujuan; 3. buruknya partisipasi anggota tim; 4. buruknya pengawasan produk; 5. buruknya komunikasi dan akses informasi. 2.1.3.4 Siklus Inovasi Siklus inovasi berlangsung seperti kurva difusi di mana pada tahap awal, tumbuh relatif lambat, ketika kemudian pelanggan merespon produk tersebut sebagai sebuah kebutuhan maka pertumbuhan produk meningkat secara eksponensial. Pertumbuhan produk akan terus meningkat bila dilakukan inkrenetori inovasi atau mengubah produk. Di akhir kurva pergerakannya melambat kembali dan cenderung menurun. Gambar 2.4 Siklus Inovasi Sumber:http://inovasipendidikan.wordpress.com/2007/12/04/landasan-teori-inovasipendidikan/ Perusahaan yang inovatif akan bekerja dengan cara inovasi baru, yang menggantikan cara lama untuk mempertahankan tumbuhnya kurva melalui pembaharuan teknologi, bila teknologi tidak dilakukan pembaharuan pertumbuhan akan cenderung menurun. 23 2.1.3.5 Inovasi Manajemen Inovasi manajemen adalah inovasi dalam proses pengaturan organisasi. Langkah pertama adalah menghasilkan ide perubahan mengenai produk atau proses. Dalam beberapa kasus ide muncul dari observasi masalah sekarang atau masa depan. Untuk menghasilkan ide bisa melalui pengamatan masalah atau membaca buku, internet, majalah, dan diskusi dengan teman sejawat secara informal. Bila kita dapat melihat kesempatan untuk mengembangkan sebuah ide, maka hal tersebut dinamakan menghasilkan ide. Proses menghasilkan ide berupa memoles ide yang asli, atau menggabungkan ide, kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui mana yang sesuai dengan tujuan, bahan baku, kebutuhan pengguna, dan tentunya biaya produksi. Bila kesempatan telah terbuka, maka ide masuk pada tahapan berikut yaitu mengembangkan ide. Proses pengembangan bertumpu pada prototipe ide dan pengujian kebutuhan pasar. Banyak ide baru bermunculan pada fase pengembangan ini sesuai kebutuhan yang berlangsung dinamis dalam masyarakat. Fase akhir dalam proses inovasi adalah realisasi dan pada banyak kasus dinamakan eksploitasi dimana para pelanggan melakukan evaluasi akhir. Dari pengertian inovasi oleh para ahli maka penulis dapat menyimpulkan bahwa inovasi adalah cara atau proses untuk mengubah sumber daya yang dimiliki menjadi sesuatu yang baru yang mempunyai nilai tambah baik dari segi manfaat maupun harga. Indikator-indikator inovasi Menurut Fontana Avanti (2011) faktor yang menjelaskan kesenjangan antara keinginan berinovasi adalah : a. Ketidaktersediaan sumber daya yang cukup dalam organisasi (modal finansial, pengetahuan, dan kompetensi orang-orang dalam organisasi, kreativitas, motivasi dan semangat kerja yang tinggi, serta cara berbisnis yang etis) b. Ketidakjelasan proses inovasi (rantai nilai inovasi) c. Kondisi lingkungan organisasi yang kurang kondusif untuk inovasi d. Perubahan lingkungan yang terlalu cepat yang membuat sebagian perusahaan menghadapi kesulitan dalam merespons secara tepat pada saat yang tepat 24 2.2 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah mencoba menjelaskan hubungan knowledge sharing dan transformational leadership terhadap inovasi di PT. Samco Farma. 2.2.1 Hubungan knowledge sharing dan inovasi Goh (2005) menegaskan bahwa pengetahuan adalah komponen inti dari inovasi. Karena pengetahuan tertanam pada individu perlu untuk berbagi di antara anggota sehingga dapat membantu mereka untuk memecahkan masalah mereka (Nonaka, 1994). meningkatkan cara-cara di mana perusahaan menghadapi lingkungan yang sangat bergejolak dapat memobilisasi basis pengetahuan mereka dalam rangka untuk memastikan inovasi yang berkelanjutan (Newell et al., 2009).Ada konsensus bahwa organisasi hanya bisa menjadi inovatif ketika anggota berbagi pengetahuan implisit mereka dan mengubahnya menjadi pengetahuan eksplisit untuk inovasi produk (Von Krogh,1998). Dalam hal ini, sejumlah penelitian menegaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara KS dan inovasi. Misalnya, (Chang dan Lee, 2008) menemukan bahwa organisasi dengan akumulasi penegtahuan yang tinggi dapat membantu karyawan untuk memecahkan masalah mereka dan kemudian mencapai inovasi administrasi dan teknis. Ketika pengetahuan dibagi dan dipertukarkan antar anggota, pembelajaran kolektif akan berlangsung, yang mana akan mengembangkan pengetahuan pada organisasi. Organisasi yang mendorong karyawan untuk bertukar pengetahuan dalam kelompok cenderung untuk menciptakan gagasan baru dan mengembangkan karya baru (Lin, 2007). 2.2.2 Hubungan transformational leadership dan inovasi Banyak penelitian menegaskan bahwa gaya kepemimpinan memiliki dampak yang luar biasa pada inovasi, karena pemimpin memiliki hak untuk memperkenalkan dan menerapkan ide-ide baru dalam organisasi, menetapkan tujuan dan menciptakan motif untuk inovasi (Northouse, 2007). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepemimpinan karismatik sangatlah penting dalam lingkungan yang menghargai prestasi profesional. Oleh karena itu para pemimpin yang memiliki kemampuan khusus untuk memecahkan masalah lebih mungkin bisa dipercaya dan dihormati (Bass, 1985). 25 Tse dan Mitchell (2010) menegaskan bahwa transformasional leadership mempromosikan dan meningkatkan aktivitas inovatif dalam organisasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya dalam inovasi mengacu pada pengembangan dan penggunaan ide-ide baru yang berkaitan dengan produk dan proses. Oleh karena itu, pemimpin yang dapat menggunakan motivasi inspirasional dan stimulasi intelektual diperlukan untuk inovasi organisasi (Paulsen et al, 2009). Pemimpin harus memiliki visi untuk memotivasi bawahan, mengatasi krisis, dan merangsang inovasi. 2.2.3 Hubungan knowledge Sharing dan transformational leadership Ipe (2003) menunjukkan bahwa individu menciptakan dan berbagi pengetahuan. Knowledge Sharing didefinisikan sebagai proses dimana individu melakukan pertukaran dan berbagi pengetahuan implisit dan eksplisit mereka dan bersama-sama menciptakan pengetahuan baru. Menurut (Goh, 2005) saat ini banyak organisasi yang berusaha untuk menemukan faktor yang paling efektif yang mendorong Knowledge Sharing yang pada gilirannya akan meningkatkan efektivitas organisasi. Sejak kepemimpinan dianggap sebagai proses yang memfasilitasi upaya individu sehingga mencapai tujuan bersama, para pemimpin dianggap penting bagi perencanaan proses menyumbang dan mengumpulkan pengetahuan (Ho, 2009). Penelitian menekankan bahwa transformational leadership dapat merangsang transfer pengetahuan tacit dan eksplisit antara karyawan. (Bryant, 2003) berpendapat bahwa transformational leadership menciptakan suasana kondusif untuk penciptaan pengetahuan dan berbagi dengan menggunakan karisma dan mendorong perkembangan intelektual anggota-anggotanya. Penelitian menemukan bahwa Transformational Leadership memiliki hubungan positif dengan perilaku kreatif dan ide, yang berkaitan dengan penciptaan pengetahuan (Tse dan Mitchell, 2010). 26 2.2.4 Penelitian Terdahulu No Nama Judul Object 1 Al-Husseini, The Sawasn; Leadership Style and Education research is to know Elbeltagi, Ibrahim Knowledge Sharing on Institutions. how the effects of TL Innovation in and KS on Higher Education Impact of Iraqi Higher Iraqi Hasil Penelitian The results of this innovation.TL is the Institutions. (2012) power that underpins KS processes and thus it enhances innovations. 2 Rahab, The Development Sulistyandari, Innovation Sudjono Of Of Indonesian Creative The result show that Capability Industry. someone who has a Small Medium spirit Enterprises Through others Knowledge Sharing having of helping people is tendency Process: An Empirical want to conduct Study knowledge sharing Of Creative Indonesian Industry. with other people. To (2011) know how the effect of individual factors on knowledge sharing process. 3 Al-Husseini, The Sawasn; Transformational Elbeltagi, Leadership on Product the four components Dosa, and Process Innovation for transformational in Higher Education: leadership that affect An Empirical Study in innovation. The Iraq. (2013) organizations need Ibrahim; Talib Effect of Schools and educational in Iraq. The research has proposed a model of TL to develop and enhance innovation that explain an 27 acceptable amount of variance product and process innovation. 2.3 Kerangka Penelitian Knowledge Sharing T1 Inovasi T3 Transformational Leadership T2 2.4. Rancangan Hipotesis Hipotesis: T1 : untuk mengetahui pengaruh knowledge sharing terhadap inovasi H0 : tidak ada pengaruh nyata dari knowledge sharing terhadap inovasi H1 : ada pengaruh nyata dari knowledge sharing terhadap inovasi T2 : untuk mengetahui pengaruh transformational leadership terhadap inovasi H0 : tidak ada pengaruh nyata dari transformational leadership terhadap inovasi H1 : ada pengaruh nyata dari transformational leadership terhadap inovasi T3 : untuk mengetahui pengaruh knowledge sharing dan transformational leadership terhadap inovasi H0 : tidak ada pengaruh nyata dari knowledge sharing dan transformational leadership terhadap inovasi H1 : ada pengaruh nyata dari knowledge sharing dan transformational leadership terhadap inovasi