BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran mengandung arti luas karena membahas mengenai
masalah yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan
perdagangan barang dan jasa.
Menurut Kotler & Keller (2012):
Marketing is about identifying and meeting human and social
needs. ‘Pemasaran adalah tentang bagaimana mengidentifikasi dan
memenuhi kebutuhan manusia dan sosial.’
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia dan
sosial inilah yang menjadi konsep pemasaran. Konsep pemasaran adalah
sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan (Stanton, 2004).
Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran atau disebut pemasar,
sebaiknya memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran
agar kegiatan pemasaran dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan manusia terutama pihak konsumen. Pemasar juga diharapkan
lebih memahami perilaku konsumennya serta hal-hal yang dapat
8
9
mempengaruhi perilaku konsumen, seperti lingkungan dan perkembangan
teknologi. Seluruh hal tersebut diatas dimaksudkan agar pemasar maupun
perusahaan menjadi pemenang persaingan.
2.1.2 Perilaku Konsumen
Menurut Kotler (jilid 1,2005), perilaku konsumen adalah
mempelajari cara individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman
dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasratnya.
Ada banyak definisi tentang perilaku konsumen, akan tetapi pada
dasarnya sama, perbedaannya hanya pada perumusan dan olah pikir pada
pemahaman konsumen itu sendiri. Perilaku konsumen merupakan interaksi
dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana
manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam kehidupan mereka
(American Marketing Society). Maka dalam kehidupan sehari-hari
keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen didasarkan pada
pertimbangan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Swasta dan
Handoko (2000) menambahkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen itu sendiri, disini disebutkan terdapat dua bagian besar
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Untuk mempelajari lebih lanjut
perilaku konsumen, Assael dalam Sutisna (2003) menggambarkan model
perilaku konsumen yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi
sebagai penyempurnaan lebih lanjut dari pendapat sebelumnya, yaitu:
10
UMPAN BALIK KE KONSUMEN
Evaluasi pembelian yang lalu
KONSUMEN
INDIVIDU
PENGARUH
LINGKUNGAN
KEPUTUSAN KONSUMEN
RESPONS
KONSUMEN
Aplikasi perilaku
konsumen ke
STRATEGI
PEMASARAN
UMPAN BALIK KE PEMASAR :
Pengembangan Strategi Pemasaran
Gambar 2.1: Model Perilaku Konsumen (Assael, 1992 dalam Sutisna, 2003)
Agar bisa memenangkan pasar bisnis perusahaan harus mampu
memberikan nilai (value) yang lebih kepada konsumen dibandingkan
dengan pesaingnya. Nilai konsumen merupakan perbedaan antara semua
manfaat keuntungan yang diperoleh secara menyeluruh ( a total product )
dengan semua biaya yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat tersebut.
Memberikan nilai yang tinggi mengharuskan perusahaan melakukan suatu
pekerjaan yang lebih baik untuk mengantisipasi dan memberikan reaksi
kepada kebutuhan dan keinginan daripada pesaingnya.
Tujuan dari konsumen dalam membeli barang dan jasa adalah
untuk memenuhi dan memuaskan berbagai kebutuhan dan keinginannya.
Perilaku konsumen ditimbulkan oleh adanya beberapa bentuk interaksi
11
antara faktor lingkungan dan individu interaksi, dari kedua faktor tersebut
mengakibatkan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian.
Variabel-variabel dalam mempelajari perilaku konsumen, yaitu:
1. Variabel Stimulus
Variabel Stimulus merupakan variabel yang berada diluar individu
(faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian.
Contoh: Merk dan jenis barang, iklan, pramuniaga, dan ruangan toko.
2. Variabel Respon
Variabel Respon merupakan hasil aktifitas individu sebagai reaksi dari
variable stimulus. Variabel respon sangat tergantung pada faktor
individu dan kekuatan stimulus yang diciptakan.
Contoh: Keputusan pembelian barang, Penilaian terhadap barang
merupakan sikap dari suatu produk.
3. Variabel Intervening
Variabel Intervening adalah variabel antar stimulus dan variabel g
merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif pembelian,
sikap terhadap suatu barang. Peranan dari variabel intervening adalah
untuk memodifikasi respon.
12
2.1.3 Pengertian Merek
Menurut Kotler (jilid 2,2005) :
“Merek adalah nama, simbol, rancangan atau kombinasi dari halhal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
dari seseorang atau kelompok penjual untuk membedakan dengan produk
pesaing”.
Sedangkan menurut Durianto (2007):
”Merek merupakan nama, istilah, simbol, tanda atau pun
kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi
untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan dengan produk
pesaing”.
Pengertian merek adalah nama, istilah, logo atau lambang dan
kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksud untuk
mengidentifikasikan barang-barang atau jasa dari seorang penjual atau
kelompok penjual untuk membedakannya dengan produk pesaing”. Jackie,
Miranty, Yanty (2007).
Definisi merek menurut Tjiptono (2005) adalah sebagai berikut:
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.
13
Merek bukan hanya bentuk fisik dari produk saja melainkan merek
dibentuk oleh sifat dari merek itu sendiri, hubungan merek dengan
konsumen merupakan simbol pernyataan aktualisasi diri dan tentunya
sangat berhubungan identitas perusahaan. Jadi merek merupakan janji
penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat, dan jasa
tertentu kepada pembeli. Merek terbaik akan memberikan jaminan
kualitas. Namun pemberian nama atau merek pada suatu produk
hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki
enam tingkat pengertian yaitu :
1. Atribut.
Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola atau
diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atributatribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.
2. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat.
Konsumen tidak membeli atribut, merek membeli manfaat.
Produsen harus dapat menerjemahkan atribut menjadi manfaat
fungsional maupun manfaat emosional.
3. Nilai
Merek juga menyatakan suatu tentang nilai bagi produsen. Merek
yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai
merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa
pengguna merek tersebut.
14
4. Budaya
Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes
mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, yang
memiliki cara kerja yang efisien dan selalu menghasilkan kualitas
produk yang baik.
5. Kepribadian
Merek juga mewakili kepribadian, yaitu kepribadian bagi para
penggunanya.
Jadi diharapkan dengan penggunaan
merek,
kepribadian si penggunanya akan tercermin dengan merek yang ia
gunakan.
6. Pemakaian
Merek yang menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut.
Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orangorang terkenal untuk penggunaan mereknya
2.1.4 Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality)
Manusia cenderung melihat dan menilai segala sesuatu secara
berbeda menurut kapasitas dan kepribadian masing-masing individu. Bagi
setiap individu, realitas merupakan fenomena yang sangat pribadi, yang
didasarkan pada kebutuhan, keinginan, nilai-nilai dan pengalaman pribadi
orang itu. Individu bertindak dan bereaksi berdasarkan persepsi mereka.
15
Menurut Schiffman & Kanuk (2008):
Persepsi kualitas merek adalah persepsi pelanggan terhadap
kualitas suatu merek. Persepsi ini akan membentuk persepsi kualitas dari
suatu produk di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan
dari suatu produk atau jasa dapat menentukan nilai dari produk atau jasa
tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian
konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Persepsi kualitas yang
positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas
terhadap produk tersebut. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi
konsumen maka dapat diramalkan jika persepsi kualitas pelanggan negatif,
produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar.
Sebaliknya, jika persepsi kualitas pelangan positif, produk akan disukai.
2.1.4.1 Pengertian Persepsi Kualitas
Persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa
layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. Karena persepsi
kualitas merupakan persepsi dari pelanggan maka persepsi kualitas tidak
dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa
yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki
kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu
produk atau jasa. Maka dapat dikatakan bahwa membahas persepsi
kualitas berarti membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan.
16
Mengingat kepentingan dan keterlibatan pelanggan berbeda-beda,
persepsi kualitas perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria yang
berbeda. Persepsi kualitas yang tinggi bukan berarti harapan pelanggan
rendah (pelanggan merasakan kepuasan yang tinggi jika harapan jauh lebih
rendah dari kinerja atau kenyataan). Persepsi kualitas mencerminkan
perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk
memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap
dimensi yang terkait dengan karakteristik produk.
2.1.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Kualitas
Berangkat dari kesadaran bahwa persepsi kualitas perlu dikelola
dan
dipahami
untuk
kepentingan
perusahaan,
pihak
manajemen
perusahaan perlu mempelajari dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi persepsi kualitas, mengapa pelanggan percaya bahwa
beberapa merek mempunyai persepsi kualitas yang tinggi atau rendah,
bagaimana membangun suatu persepsi kualitas yang positif dan kuat,
faktor apa saja yang digunakan pelanggan dalam menilai kualitas secara
keseluruhan, dan sebagainya. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan tergantung kepada dimensi persepsi kualitas dan konteksnya. Sebagai
contoh, dimensi yang terkait dengan air mineral alami EQUIL adalah
adanya ketersediaan layanan antar jasa ke rumah, kualitas air, rasa airnya
ataupun manfaat yang akan diperoleh. Untuk mempelajari dimensidimensi tersebut biasanya dilakukan riset dan pelanggan akan ditanya
17
mengapa dimensi suatu merek mempunyai kualitas yang lebih tinggi
dibanding dengan merek lainnya.
2.1.4.3 Dimensi Persepsi Kualitas
Mengacu kepada pendapat Garvin dalam Durianto, Sugiarto &
Sitinjak (2004), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu:

Kinerja: Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, karena
faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali
pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atributatribut kinerja ini.

Pelayanan: Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada
produk tersebut.

Ketahanan: Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.

Keandalan: Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari
satu pembelian ke pembelian berikutnya.

Karakteristik produk: Bagian-bagian tambahan produk (feature),
seperti tambahan fitur-fitur untuk ponsel. Penambahan ini biasanya
digunakan sebagai pembeda yang penting ketika kedua merek produk
terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan
bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis
sesuai perkembangan.

Kesesuaian dengan spesifikasi: Merupakan pandangan mengenai
kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan
18
spesifikasi yang telah ditentukan dengan spesifikasi yang telah
ditentukan dan teruji.

Hasil: Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan
enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan
“hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut
tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
2.1.5 Pengertian Gaya Hidup
Gaya hidup didefinisikan sebagai “bagaimana seseorang hidup”.
Gaya hidup (lifestyle) berhubungan dengan tindakan dan tingkah laku
sejak lahir. Gaya hidup seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang
bisa menentukan banyak keputusan konsumsi perorangan.
Menurut Hawkins & Mothersbaugh (2010):
“Lifestyle is the manifestation of the individual’s self concept, the
total image the person has of him- or herself as a result of the culture he
or she lives in and the individual situations and experiences that comprise
his or her daily existence. It is the sum of the person’s past decisions and
future plans.” ‘Gaya hidup adalah perwujudan dari konsep diri individu,
gambaran utuh yang dimiliki seseorang yang dipengaruhi oleh budaya
dimana ia tinggal, dan situasi individu, dan pengalaman yang membentuk
kehidupan sehari-harinya. Ini adalah ringkasan keputusan masa lalu dan
rencana masa depan.’
19
Sebagai suatu kekuatan lingkungan makro, golongan sosial sangat
mempengaruhi gaya hidup konsumen. Dalam penelitian yang dilakukan
Ardy (2013) menyebutkan bahwa gaya hidup masyarakat Indonesia
sekarang terutama para pengguna internet sangat bergantung pada ponsel
pintar yang mampu menunjang aktivitas sehari-hari dan gaya hidup
mereka dikarenakan mereka ingin dihormati orang lain, konsumen merasa
percaya diri saat menggunakan dan merasa bangga menggunakan produk
ponsel pintar tertentu. Empat generalisasi dapat dibuat mengenai pengaruh
golongan sosial terhadap gaya hidup konsumen:
1. Berpengaruh pada gaya hidup
2. Merupakan prediktor sumber daya
3. Orang
membeli produk dan
jasa untuk menunjukkan
keanggotaan mereka dalam golongan sosial tertentu
4. Orang juga membeli barang dan jasa untuk membantu
meningkatkan kedudukan sosial mereka.
20
Kepribadian dan gaya hidup adalah naluri alamiah yang merupakan
atribut atau sifat-sifat yang berada pada sifat manusia dan bagaiman cara
manusia berpikir yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan serta besarnya
pendapatan manusia yang mengarahkan mereka kearah konsumerisme.
Menurut Kasali (2005), gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana
seseorang menghabiskan waktu luangnya. Selain itu juga, bahwa gaya
hidup mempengaruhi prilaku seseorang dan akhirnya menentukan pilihanpilhan konsumsi seseorang dalam kesehariannya.
Gaya hidup juga dapat dikatakan merupakan cara yang sangat unik
dari setiap individu-individu yang berjuang untuk mencapai tujuan dan
satu individu dengan individu yang lain akan mengembangkan gaya hidup
mereka masing-masing.
Menurut Mowen & Minor (2002):
Golongan sosial mempengaruhi gaya hidup konsumen. Mungkin
kontribusi yang paling penting dari golongan sosial untuk memahami
perilaku konsumen adalah bawah golongan sosial sangat mempengaruhi
gaya hidup. Weber merupakan peneliti pertama yang menghubungkan
golongan sosial dengan gaya hidup, meskipun ia memandang gaya hidup
lebih erat hubungannya dengan status daripada dengan kelas/golongan.
Beberapa peneliti konsumen bahkan berpendapat bahwa gaya hidup
merupakan “inti golongan sosial”. Gaya konsumsi (yaitu, gaya hidup)
dapat dipandang sebagai ungkapan golongan sosial tertentu. Bagaimana
hidup konsumen langsung dipengaruhi oleh pendidikan, pendapatan rumah
21
tangga, pekerjaan, dan jenis rumah mereka. Tingkat pendidikan cenderung
mempengaruhi kegiatan seseorang, kepentingan, pendapat, nilai, dan
kepercayaan. Pendapatan rumah tangga menentukan kapasitas untuk
membeli barang konsumen dan mengungkapkan kepentingan lainnya.
Pekerjaan mempengaruhi jenis orang dengan siapa dia bergaul, maupun
jenis produk dan jasa yang dibeli untuk memainkan peran pekerjaan.
Produk dan jasa yang dimiliki seseorang untuk terlibat secara efektif
dalam peran tertentu disebut “kelompok produk yang berhubungan dengan
peran”.
Barang mungkin dibeli sebagai simbol status. Produk dan jasa
seringkali dibeli untuk menunjukkan keanggotaan seseorang dalam
golongan sosial tertentu. Barang dan jasa dapat menunjukkan kedudukan
sosial karena pembatasan yang menjadikannya sulit bagi individu-individu
yang tidak termasuk dalam golongan sosial untuk memiliki barang dan
jasa tersebut, yaitu, mereka yang berada di dalam golongan sosial yang
lebih rendah tidak memiliki sumber untuk membeli atau secara efektif
menggunakan simbol status ini.
Telah lama diakui bahwa untuk menunjukkan status sosial mereka,
orang harus memiliki item-item materi yang tepat. Bila kita menghadapi
orang asing, maka seringkali cara satu-satunya untuk melihat status
mereka adalah dengan bukti fisik. Namun, masih ada masalah dalam
menggambarkan golongan sosial melalui barang-barang materi. Bila
22
kepemilikan simbol materi didifusikan melalui tingkatan hirarki golongan,
maka ini menjadi simbol yang curang (fraudulent symbol)
2.1.5.1 Alat Ukur Gaya Hidup
Gaya hidup memiliki beberapa dimensi yang dapat digunakan
untuk mengukur gaya hidup konsumen, atau disebut juga dengan
psikografis
(Hasibuan,2010).
Psikografis
memberikan
pengukuran
kuantitatif dengan menggunakan sampel sebagai alat penelitiannya.
Dimensi-dimensi adalah sebagai berikut:
1. Aktifitas (Activities)
Dimensi aktifitas meliputi apa yang dilakukan konsumen, apa yang
dibeli
dan
bagaiman
konsumen
menghabiskan
waktunya.
Dikatakan oleh Hughes, Ginnet & Curphy (dalam Fazriach, 2011)
dimensi ini berkaitan dengan values yang dianut oleh seseorang
seperti motives, values and preferences inventory.
2. Minat (Interest)
Dimensi minat meliputi bagaimana konsumen memilih sesuatu
yang dianggap penting (preferensi dan prioritas) baginya dan hal
ini berkaitan dengan motivasi.
3. Opini (Opinion)
Dimensi opini merupakan pandangan dan perasaan konsumen
terhadap dirinya atau orang lain serta terhadap dunia sekitarnya
yang dapat dihubungkan dengan persepsi (Fazriach, 2011).
23
Persepsi disini meliputi proses dari individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan yang ditangkap oleh sensor
mereka yang memunculkan dampak pada nilai, pengalaman,
pendidikan dan lainnya.
4. Nilai (Value)
Dimensi nilai secara luas meliputi keyakinan tentang apa yang
diterima dan diinginkan. Mereka yang menganut dimensi ini
menganggap bahwa jika menggunakan produk tertentu akan
mencerminkan siapa diri mereka.
5. Demografis (Demographics)
Dimensi demografis meliputi usia, pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, latar belakang budaya, struktur dalam keluarga, serta
lokasi geografis dari konsumen.
Menurut Salomon (2013), penelitian tentang gaya hidup dapat
menggunakan dua dari tiga dimensi pertama dari psikografis di atas yang
sering disebut AIO inventory (Activities, Interests, Opinions) yang
digunakan untuk mengukur gaya hidup konsumen pada kelompok
individu. Pengukuran ini dapat dilakukan secara makro (merefleksikan
bagaimana individu hidup secara umum) maupun secara mikro
(menjelaskan sikap dan perilaku individu terhadap suatu produk atau
aktifitas tertentu).
24
2.1.6 Pengertian Keputusan Pembelian
Teori
AIDA
(Tjetjep
Djatnika,2007)
mendalilkan
bahwa
pengambilan keputusan pembelian adalah suatu proses psikologis yang
dilalui oleh konsumen atau pembeli, prosesnya yang diawali dengan tahap
menaruh perhatian (attention) terhadap barang atau jasa yang kemudian
jika berkesan dia akan melangkah ke tahap ketertarikan (interest) untuk
mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan produk atau jasa tersebut
yang jika intensitas ketertarikannya kuat berlanjut ke tahap berhasrat/
berminat (desire) karena barang atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan-nya. Jika hasrat dan minatnya begitu kuat baik
karena dorongan dari dalam atau rangsangan persuasif dari luar maka
konsumen atau pembeli tersebut akan mengambil keputusan membeli
(action to buy) barang atau jasa yang ditawarkan.
Dalam membuat sebuah keputusan pembelian, konsumen tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi dan memotovasi konsumen
untuk melakukan pembelian.

Peran Pembelian
Suatu proses keputusan membeli bukan sekedar mengetahui berbagai
faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan
dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Ada lima peran yang
berpengaruh dalam keputusan pembelian.
a. Pemrakarsa (initiator)
yaitu orang
yang pertama kali
menyarankan ide untuk membeli suatu barang dan jasa.
25
b. Pembawa pengaruh (influncer) yaitu orang yang memiliki
pandangan atau nasehat yang mempengaruhi pembelian.
c. Pengambil keputusan (decider) yaitu orang yang menentukan
keputusan pembelian.
d. Pembeli (buyer) yaitu orang yang melakukan pembelian secara
nyata
e. Pemakai (user)
yaitu orang
yang
mengkonsumsi dan
menggunakan barang dan jasa yang dibeli.
2.1.6.1 Tipe-tipe perilaku pembelian
Pengambilan keputusan yang beraneka ragam, tergantung pada
jenis
keputusan
pembelian.
Pembelian
yang
rumit
dan
mahal
memungkinkan banyak hal yang menjadikan pertimbangan pembelian dan
pasti terdapat proses tawar menawar.
Menurut Assael dalam Kotler (jilid 1,2005), membedakan empat
jenis perilaku pembelian berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian antar
jasa, sebagai berikut:
1. Perilaku pembelian yang rumit
Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari tiga langkah, yaitu:
a. Pertama, pembeli mengembangkan produk tersebut
b. Kedua, pembeli mengembangkan sikap tentang produk
tersebut
c. Ketiga, pembeli membuat pilihan yang cermat
26
Konsumen akan terlibat pada pembelian yang rumit apabila
konsumen merasa sangat terlibat dan sadar akan adanya
perbedaan yang cukup besar dalam pembelian apartemen.
2. Pembeli membuat pilihan pembelian yang cermat
Konsumen akan terlibat dalam pembelian apabila adanya
perbedaan harga pada suatu produk ditempat tertentu, dengan
demikian para konsumen berpikir mempelajari suatu atributatribut dan fasilitas serta kelebihan produk untuk konsumen.
3. Perilaku pembelian mengurangi ketidakcocokan
Fakta bahwa konsumen mengadakan pilihan kecocokan apa
yang ingin mereka pilih melalui harga, mutu, fasilitas
penunjang dalam keputusan pembelian.
4. Perilaku pembelian karena kebiasaan
Produk yang diinginkan konsumen bukan datang secara tibatiba tanpa melalui pertimbangan, konsumen pada zaman
sekarang ini sudah pandai memanfaatkan media informasi
sebagai bahan pertimbangan dalam memilih suatu produk yang
ingin dibeli, bukan hanya karena harga atau merk tetapi lebih
karena variasi kebutuhan yang timbul untuk memenuhi
kebutuhan dan memberikan kepuasan.
27
2.1.6.2 Tahap-tahap dalam proses keputusan pembelian
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku Pasca
Pembelian
Gambar 2.2: Proses Keputusan Pembelian (Kotler dan Keller, 2009)
Proses dasar ini memainkan peran penting dalam memahami
bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan untuk
melakukan pembelian, menurut Kotler dan Keller (2009):
a. Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu masalah
atau kebutuhan tersebut yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal atau
eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaaan yang memicu
kebutuhan tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah
konsumen
dan
mengembangkan
strategi
pemasaran
yang
dapat
merangsang minat konsumen.
b. Pencarian informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi yang diperoleh
sangat bervariasi sesuai dengan kategori dan karakteristik konsumen.
Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok,
yaitu:
1. Sumber pribadi : Keluarga, teman, tetangga, sahabat
2. Sumber komersil : iklan, wiraniaga, billboard, reklame, brosur
28
3. Sumber public : Media massa, organisasi penentu peringkat
konsumen
c. Evaluasi alternatif
Seorang konsumen mencari alternative sebagai proses pencarian
informasi apa yang diinginkan oleh perilaku konsumen dalam menyikapi
perbedaan dan atribut yang dianggap relevan atau penting dimata
konsumen dalam melakukan keputusan.
Konsep dasar yang membantu menjelaskan proses evaluasi
pemakai, yaitu:
1. Konsumen berusaha memenuhi kebutuhannya
2. Konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk
3. Konsumen
melihat
bahwa
masing-masing
produk
adalah
sekumpulan atribut yang berbeda dalam memberikan manfaat guna
memuaskan konsumen.
4. Pemakai tiba pada perilaku konsumen menuju pada peninjauan
ulang bagaimana menggunakan alat evaluasi prosedur yang
tergantung pada konsumen dalam keputusannya membeli.
d. Keputusan pembelian
Para konsumen membentuk preferensi atas merk-merk yang ada
dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat
untuk membeli merk yang paling disukai. Namun , ada dua faktor yang
sangat mempengaruhi yaitu, niat keputusan pembelian dan keputusan
pembelian.
29
Sikap
Orang Lain
Evaluasi
Alternatif
Niat
Pembelian
Keputusan
Pembelian
Faktor Situasi
Yang Tak
Terduga
Gambar 2.3: Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian (Kotler
jilid 1, 2005)
e. Perilaku pasca pembelian
Setelah membeli produk konsumen akan mengalami level
kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Jadi pemasar akan terus menyelidiki
hingga periode waktu pasca pembelian. Jika konsumen merasa puas dia
akan menunjukkan sikap yaitu dengan melakukan pembelian berulang
untuk produk yang sama dan adanya kecenderungan memberikan
informasi positif tentang produk kepada pihak lain. Begitu pula
sebaliknya, apabila konsumen merasa tidak puas maka tidak aka nada
pembelian berulang untuk produk yang sama, dan cenderung memberikan
informasi negatif tentang produk kepada pihak lain.
2.1.7 Penelitian Terdahulu
Untuk menunjang kerangka pemikiran teoritis pada skripsi ini,
terdapat penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji tentang hubungan
antara persepsi kualitas merek dan gaya hidup terhadap keputusan
pembelian, antara lain:
30
Judul:
Pengaruh Persepsi Kualitas dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian
Konsumen
Peneliti / Tahun:
Ahmadi / 2013
Kesimpulan Akhir:
- Persepsi kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian konsumen.
- Persepsi terhadap kualitas yang tercipta di benak konsumen terbukti menjadi
salah satu daya tarik untuk membeli produk.
Judul:
Pengaruh Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas Merek dan
Loyalitas Merek Terhadap Ekuitas Merek Produk Handphone Nokia di PT.
Trikomsel Multimedia Semarang
Peneliti / Tahun:
Bisfidayani Yulminar
Kesimpulan Akhir:
- Pengaruh variabel persepsi kualitas merek terhadap ekuitas merek setelah
dilakukan pengujian hipotesis menunjukkan hasil signifikan, artinya bahwa
persepsi kualitas merek mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
ekuitas merek.
Judul:
Analisis Perilaku Pembelian Ponsel Cerdas (Smartphone): Antara Kebutuhan dan
Gaya Hidup Konsumen Di Padang
Peneliti / Tahun:
Hesti Mayasari,SE,MM / 2012
Kesimpulan Akhir:
- Gaya hidup tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian
konsumen pada ponsel cerdas (smartphone). Hasil yang diperoleh tidak
sejalan dengan hipotesis yang diajukan. Kondisi ini disebabkan oleh
konsumen yang tertarik membeli ponsel cerdas menilai bahwa keinginan
mereka untuk membeli ponsel cerdas karena sudah merupakan sebuah
kebutuhan.
Judul:
Pengaruh Gaya Hidup, Fitur, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian
Blackberry Curve 9300
Peneliti / Tahun:
Dian Ayu Puspita Ardy / 2013
Kesimpulan Akhir:
- Pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian Blackberry Curve 9300
cukup besar. Hal ini dikarenakan gaya hidup masyarakat Indonesia sekarang
terutama para pengguna internet sangat bergantung pada telepon pintar yang
mampu menunjang aktivitas sehari-hari dan gaya hidup mereka.
- Kebanyakan responden membeli Blackberry Curve 9300 dikarenakan ingin
dihormati orang lain, konsumen merasa percaya diri saat menggunakannya,
konsumen merasa bangga dan merasa diperhatikan oleh sekeliling saat 9300.
Sumber: kumpulan berbagai jurnal dan skripsi yang diolah
31
2.2
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam suatu penelitian perlu dikemukakan
apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dengan 2 (dua) variabel atau
lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih
secara secara mandiri (penelitian deskriptif), maka yang dilakukan peneliti
disamping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing
variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti
(Haryoko, 1999 dalam Sugiyono, 2010)
Jadi kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang hubungan
antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya
digunakan untuk merumuskan hipotesis.
Berikut kerangka pemikiran penelitiannya berdasarkan judul
skripsi yang sudah diungkapkan di Bab 1 (satu) :
Kualitas
Merek
Keputusan Pembelian
Produk EQUIL
Gaya Hidup
32
2.3
Hipotisis
Hipotesis merupakan pemikiran jawaban sementara terhadap
masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris.
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada
teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan
jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Pengertian Hipotesis
Penelitian Menurut Sugiyono (2013), hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Ho1 = Diduga tidak ada pengaruh persepsi kualitas merek terhadap
keputusan pembelian.
Ha1 = Diduga ada pengaruh persepsi kualitas merek terhadap keputusan
pembelian.
Ho2 =
Diduga tidak ada pengaruh gaya hidup sehat terhadap keputusan
pembelian.
Ha2 = Diduga ada pengaruh gaya hidup sehat terhadap keputusan
pembelian.
Ho3 = Diduga tidak ada pengaruh persepsi kualitas merek dan gaya
hidup sehat terhadap keputusan pembelian.
Ha3 =
Diduga ada pengaruh persepsi kualitas merek dan gaya hidup
sehat terhadap keputusan pembelian.
Download