TEORI BILANGAN (Kajian tentang aritmatika, sistem dan

advertisement
Outline
TEORI BILANGAN
(Kajian tentang aritmatika, sistem dan
representasi bilangan)
Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc
PS. Pendidikan Matematika FKIP
PS. Sistem Informasi
University of Jember
Indonesia
Jember, 2009
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Outline
Outline
1
Keterbagian dan Bilangan Prima
Keterbagian
Bilangan Prima
2
GCD dan Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
3
Kekongruenan dan Aplikasinya
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
4
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Outline
Outline
1
Keterbagian dan Bilangan Prima
Keterbagian
Bilangan Prima
2
GCD dan Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
3
Kekongruenan dan Aplikasinya
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
4
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Outline
Outline
1
Keterbagian dan Bilangan Prima
Keterbagian
Bilangan Prima
2
GCD dan Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
3
Kekongruenan dan Aplikasinya
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
4
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Outline
Outline
1
Keterbagian dan Bilangan Prima
Keterbagian
Bilangan Prima
2
GCD dan Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
3
Kekongruenan dan Aplikasinya
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
4
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis:
13
3
5 = 2 + 5 atau 13 = 2 × 5 + 3
Algoritma Pembagian Bilangan Bulat
Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada
tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga
b = qa + r
dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r
adalah sisa pembagian bila b dibagi a.
Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah
kelipatan a, dan dinotasikan a|b
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis:
13
3
5 = 2 + 5 atau 13 = 2 × 5 + 3
Algoritma Pembagian Bilangan Bulat
Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada
tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga
b = qa + r
dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r
adalah sisa pembagian bila b dibagi a.
Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah
kelipatan a, dan dinotasikan a|b
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Jika 13 dibagi 5 maka hasil baginya 2 dan sisanya 3 dan ditulis:
13
3
5 = 2 + 5 atau 13 = 2 × 5 + 3
Algoritma Pembagian Bilangan Bulat
Jika a bilangan bulat positif dan b bilangan bulat, maka ada
tepat satu bilangan bulat q dan r sedemikian hingga
b = qa + r
dengan 0 ≤ r < a. Dalam hal ini q disebut hasil bagi dan r
adalah sisa pembagian bila b dibagi a.
Jika r = 0 maka dikatakan b habis dibagi a, atau b adalah
kelipatan a, dan dinotasikan a|b
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Keterbagian
Sifat Dasar
Untuk setiap a, b dan c bilangan bulat, maka
1
a|0, 1|a dan a|a
2
Jika a|b maka a|bc
3
Jika a|b dan b|c maka a|c
4
Jika a|b maka −a|b
5
Jika a|b dan b|a maka a = b atau a = −b
6
Jika ab|c maka a|b dan b|c
7
Jika a|b dan a|c maka a|bx + cy , untuk suatu bilangan
bulat x dan y
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Definisi
Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi
positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1
adalah komposit jika tidak prima
Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan
komposit
Erastothenes
Untuk setiap bilangan komposit
n, ada bilangan prima p
√
sehingga p|n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak√ada
bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤ n, maka
n adalah bilangan prima”
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Definisi
Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi
positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1
adalah komposit jika tidak prima
Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan
komposit
Erastothenes
Untuk setiap bilangan komposit
n, ada bilangan prima p
√
sehingga p|n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak√ada
bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤ n, maka
n adalah bilangan prima”
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Definisi
Sebuah bilangan asli p kecuali 1 disebut prima jika pembagi
positifnya adalah 1 dan p. Sebuah bilangan prima kecuali 1
adalah komposit jika tidak prima
Berdasarkan definisi tersebut maka 1 bukan prima dan bukan
komposit
Erastothenes
Untuk setiap bilangan komposit
n, ada bilangan prima p
√
sehingga p|n dan p ≤ n. Dengan kata lain ”jika tidak√ada
bilangan prima p yang dapat membagi n dengan p ≤ n, maka
n adalah bilangan prima”
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit?
√
Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah
2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan
tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan
bilangan prima
√
Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah
2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13|221, maka 221 merupakan
bilangan komposit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit?
√
Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah
2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan
tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan
bilangan prima
√
Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah
2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13|221, maka 221 merupakan
bilangan komposit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Apakah bilangan 157 dan 221 bilangan prima atau komposit?
√
Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 157 adalah
2, 3, 5, 7, 11. Karena tidak ada satupun dari bilangan-bilangan
tersebut yang dapat membagi 157, maka 157 merupakan
bilangan prima
√
Bilangan-bilangan prima yang lebih kecil dari 221 adalah
2, 3, 5, 7, 11, 13. Karena 13|221, maka 221 merupakan
bilangan komposit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Setiap bilangan komposit dapat diekspresikan sebagai hasil
produk bilangan asli yang lebih kecil. Jika bilangan yang lebih
kecil ini juga komposit maka dapat difaktorisasikan
menggunakan bilangan asli yang lebih kecil juga. Proses ini
berakhir dengan sebuah ekspresi produk bilangan-bilangan
prima. Ekspresi ini disebut faktorisasi prima
Teorema Dasar Aritmatika
Faktorisasi prima dari sebuah bilangan asli yang lebih besar
dari 1 adalah tunggal, terlepas dari urutan faktor-faktor.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Keterbagian
Bilangan Prima
Bilangan Prima
Setiap bilangan komposit dapat diekspresikan sebagai hasil
produk bilangan asli yang lebih kecil. Jika bilangan yang lebih
kecil ini juga komposit maka dapat difaktorisasikan
menggunakan bilangan asli yang lebih kecil juga. Proses ini
berakhir dengan sebuah ekspresi produk bilangan-bilangan
prima. Ekspresi ini disebut faktorisasi prima
Teorema Dasar Aritmatika
Faktorisasi prima dari sebuah bilangan asli yang lebih besar
dari 1 adalah tunggal, terlepas dari urutan faktor-faktor.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Definisi
Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan
keduanya tidak nol.
Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan
asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis
m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).
Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah
bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n.
Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).
Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative
prima) jika fpb(a, b) = 1.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Definisi
Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan
keduanya tidak nol.
Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan
asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis
m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).
Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah
bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n.
Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).
Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative
prima) jika fpb(a, b) = 1.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Definisi
Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan
keduanya tidak nol.
Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan
asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis
m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).
Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah
bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n.
Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).
Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative
prima) jika fpb(a, b) = 1.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Definisi
Misal a dan b sembarang bilangan bulat tak negatif dan
keduanya tidak nol.
Faktor persekutuan terbesar dari a dan b adalah bilangan
asli terbesar m sedemikian hingga m|a dan m|b. Ditulis
m = fpb(a, b) atau m = gcd(a, b).
Kelipatan persekutuan terkecil dari a dan b adalah
bilangan asli terkecil n sedemikian hingga a|n dan b|n.
Ditulis n = kpk(a, b) atau n = lcm(a, b).
Dua bilangan asli a dan b dikatakan coprime (atau relative
prima) jika fpb(a, b) = 1.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
gcd(27, 45) = 9
gcd(15, 32) = 1
gcd(12, 18) = 6
lcm(12, 18) = 36
lcm(11, 18) = 198
Bilangan 15 dan 32 relative prima.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
gcd(27, 45) = 9
gcd(15, 32) = 1
gcd(12, 18) = 6
lcm(12, 18) = 36
lcm(11, 18) = 198
Bilangan 15 dan 32 relative prima.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
gcd(27, 45) = 9
gcd(15, 32) = 1
gcd(12, 18) = 6
lcm(12, 18) = 36
lcm(11, 18) = 198
Bilangan 15 dan 32 relative prima.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
gcd(27, 45) = 9
gcd(15, 32) = 1
gcd(12, 18) = 6
lcm(12, 18) = 36
lcm(11, 18) = 198
Bilangan 15 dan 32 relative prima.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
gcd(27, 45) = 9
gcd(15, 32) = 1
gcd(12, 18) = 6
lcm(12, 18) = 36
lcm(11, 18) = 198
Bilangan 15 dan 32 relative prima.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
gcd(27, 45) = 9
gcd(15, 32) = 1
gcd(12, 18) = 6
lcm(12, 18) = 36
lcm(11, 18) = 198
Bilangan 15 dan 32 relative prima.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
gcd(27, 45) = 9
gcd(15, 32) = 1
gcd(12, 18) = 6
lcm(12, 18) = 36
lcm(11, 18) = 198
Bilangan 15 dan 32 relative prima.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi
prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b
1
Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b
2
Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
3
Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi
prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b
1
Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b
2
Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
3
Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi
prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b
1
Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b
2
Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
3
Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
FPB dan KPK dapat dihitung dengan menggunakan faktorisasi
prima. Misalnya untuk mendapatkan fpb dan kpk dari a dan b
1
Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing a dan b
2
Untuk fpb, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terkecil. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
3
Untuk kpk, carilah faktor-faktor prima yang bersekutu dan
ambillah yang pangkatnya terbesar. Lalu kalikan
perpangkatan faktor-faktor prima yang terpilih.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18
12 = 22 .3
18 = 2.32
fpb(12, 18) = 2.3 = 6
kpk(12, 18) = 22 .32 = 36
Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor
prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan
pangkat terbesar?
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18
12 = 22 .3
18 = 2.32
fpb(12, 18) = 2.3 = 6
kpk(12, 18) = 22 .32 = 36
Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor
prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan
pangkat terbesar?
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18
12 = 22 .3
18 = 2.32
fpb(12, 18) = 2.3 = 6
kpk(12, 18) = 22 .32 = 36
Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor
prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan
pangkat terbesar?
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18
12 = 22 .3
18 = 2.32
fpb(12, 18) = 2.3 = 6
kpk(12, 18) = 22 .32 = 36
Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor
prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan
pangkat terbesar?
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18
12 = 22 .3
18 = 2.32
fpb(12, 18) = 2.3 = 6
kpk(12, 18) = 22 .32 = 36
Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor
prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan
pangkat terbesar?
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Contoh
Untuk menghitung FPB dan KPK dari 12 dan 18
12 = 22 .3
18 = 2.32
fpb(12, 18) = 2.3 = 6
kpk(12, 18) = 22 .32 = 36
Mengapa untuk faktor persekutuan terbesar (FPB), dipilih faktor
prima dengan pangkat terkecil, sedangkan untuk kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) justru dipilih faktor prima dengan
pangkat terbesar?
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq .
Dan misalkan m > p dan q > n,
maka fpb(x, y ) = ap .bn
Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y.
Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0
maka d|c 1
Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn
kpk(x, y) = am .bq .c
Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .
Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k
maka c 0 |k
Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq .
Dan misalkan m > p dan q > n,
maka fpb(x, y ) = ap .bn
Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y.
Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0
maka d|c 1
Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn
kpk(x, y) = am .bq .c
Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .
Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k
maka c 0 |k
Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq .
Dan misalkan m > p dan q > n,
maka fpb(x, y ) = ap .bn
Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y.
Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0
maka d|c 1
Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn
kpk(x, y) = am .bq .c
Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .
Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k
maka c 0 |k
Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq .
Dan misalkan m > p dan q > n,
maka fpb(x, y ) = ap .bn
Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y.
Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0
maka d|c 1
Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn
kpk(x, y) = am .bq .c
Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .
Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k
maka c 0 |k
Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq .
Dan misalkan m > p dan q > n,
maka fpb(x, y ) = ap .bn
Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y.
Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0
maka d|c 1
Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn
kpk(x, y) = am .bq .c
Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .
Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k
maka c 0 |k
Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Greatest Common Divisor
Misal faktorisasi prima untuk x = am .bn .c dan y = ap .bq .
Dan misalkan m > p dan q > n,
maka fpb(x, y ) = ap .bn
Bukti: misal d adalah faktor persekutuan untuk x dan y.
Jika d|ap maka d|am . Jika d|bn maka d|bq . Jika d|c 0
maka d|c 1
Dan d yang terbesar yang bersifat demikian adalah ap .bn
kpk(x, y) = am .bq .c
Bukti: misal k kelipatan persekutuan dari x dany .
Jika am |k maka ap |k . Jika bq |k maka bn |k . Jika c 1 |k
maka c 0 |k
Dan k terkecil yang bersifat demikian adalah am .bq .c
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a > b > 0, maka
GCD(a, b) bisa dicari dengan mengulang algoritma pembagian
berikut:
a = q 1 b + r1 ;
0 < r1 < b
b = q 2 r1 + r2 ;
0 < r2 < r1
r1 = q 3 r2 + r3 ;
..
.
0 < r3 < r2
rn−2 = qn rn−1 + rn ;
0 < rn < rn−1
rn−1 = qn+1 rn + 0
Maka rn , pembagi terakhir dari pembagian di atas yang
memberikan sisa 0 merupakan GCD(a, b).
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh
Tentukan GCD(4840, 1512).
Solusi
4840 = 3 × 1512 + 304
1512 = 4 × 304 + 296
304 = 1 × 296 + 8
296 = 37 × 8 + 0
Jadi GCD(4840, 1512) = 8.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh
Tentukan GCD(4840, 1512).
Solusi
4840 = 3 × 1512 + 304
1512 = 4 × 304 + 296
304 = 1 × 296 + 8
296 = 37 × 8 + 0
Jadi GCD(4840, 1512) = 8.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh
Tentukan GCD(4840, 1512).
Solusi
4840 = 3 × 1512 + 304
1512 = 4 × 304 + 296
304 = 1 × 296 + 8
296 = 37 × 8 + 0
Jadi GCD(4840, 1512) = 8.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh 2
Tentukan fpb(2093, 836)
Contoh 3
Tentukan solusi bilangan bulat dari:
1
3024x + 2076y = 12
2
3024x + 2076y = 36
3
3024x + 2076y = 10
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh 2
Tentukan fpb(2093, 836)
Contoh 3
Tentukan solusi bilangan bulat dari:
1
3024x + 2076y = 12
2
3024x + 2076y = 36
3
3024x + 2076y = 10
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh 2
Tentukan fpb(2093, 836)
Contoh 3
Tentukan solusi bilangan bulat dari:
1
3024x + 2076y = 12
2
3024x + 2076y = 36
3
3024x + 2076y = 10
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh 2
Tentukan fpb(2093, 836)
Contoh 3
Tentukan solusi bilangan bulat dari:
1
3024x + 2076y = 12
2
3024x + 2076y = 36
3
3024x + 2076y = 10
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Contoh 2
Tentukan fpb(2093, 836)
Contoh 3
Tentukan solusi bilangan bulat dari:
1
3024x + 2076y = 12
2
3024x + 2076y = 36
3
3024x + 2076y = 10
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c
1
Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari
algoritma Euclidis
2
Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis
dengan pengali
3
Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak
punya solusi bilangan bulat.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c
1
Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari
algoritma Euclidis
2
Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis
dengan pengali
3
Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak
punya solusi bilangan bulat.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c
1
Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari
algoritma Euclidis
2
Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis
dengan pengali
3
Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak
punya solusi bilangan bulat.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Solusi bilangan bulat untuk ax + by = c
1
Jika c = fpb(a, b) maka solusi didapat langsung dari
algoritma Euclidis
2
Jika fpb(a, b)|c maka solusi didapat dari algoritma Euclidis
dengan pengali
3
Jika c bukan kelipatan fpb(a, b) maka persamaan tidak
punya solusi bilangan bulat.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu
bagaimana dengan KPK?
Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b
lcm(a, b) =
ab
gcd(a, b)
Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan
kpk menggunakan faktorisasi prima
Contoh
kpk (4840, 1512) =
4840×1512
fpb(4840,1512)
Antonius Cahya Prihandoko
=
7318080
8
= 914760
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu
bagaimana dengan KPK?
Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b
lcm(a, b) =
ab
gcd(a, b)
Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan
kpk menggunakan faktorisasi prima
Contoh
kpk (4840, 1512) =
4840×1512
fpb(4840,1512)
Antonius Cahya Prihandoko
=
7318080
8
= 914760
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu
bagaimana dengan KPK?
Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b
lcm(a, b) =
ab
gcd(a, b)
Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan
kpk menggunakan faktorisasi prima
Contoh
kpk (4840, 1512) =
4840×1512
fpb(4840,1512)
Antonius Cahya Prihandoko
=
7318080
8
= 914760
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Greatest Common Divisor
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis
Algoritma Euclidis diorientasikan untuk menghitung FPB, lalu
bagaimana dengan KPK?
Untuk sebarang dua bilangan asli a dan b
lcm(a, b) =
ab
gcd(a, b)
Pembuktiannya mengacu pada algoritma perhitungan fpb dan
kpk menggunakan faktorisasi prima
Contoh
kpk (4840, 1512) =
4840×1512
fpb(4840,1512)
Antonius Cahya Prihandoko
=
7318080
8
= 914760
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Definisi
Misalkan m bilangan asli. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan
kongruen modulo m dan dinotasikan
a ≡ b mod m
jika m|a − b.
Atau secara ekivalen
a ≡ b mod m jika a dan b memberikan sisa yang sama setelah
pembagian oleh m.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Definisi
Misalkan m bilangan asli. Dua bilangan bulat a dan b dikatakan
kongruen modulo m dan dinotasikan
a ≡ b mod m
jika m|a − b.
Atau secara ekivalen
a ≡ b mod m jika a dan b memberikan sisa yang sama setelah
pembagian oleh m.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi
Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan
relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:
aRb jika a ≡ b mod m
Relasi tersebut memenuhi sifat:
a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a
Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m
Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi
Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan
relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:
aRb jika a ≡ b mod m
Relasi tersebut memenuhi sifat:
a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a
Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m
Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi
Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan
relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:
aRb jika a ≡ b mod m
Relasi tersebut memenuhi sifat:
a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a
Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m
Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi
Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan
relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:
aRb jika a ≡ b mod m
Relasi tersebut memenuhi sifat:
a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a
Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m
Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi
Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan
relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:
aRb jika a ≡ b mod m
Relasi tersebut memenuhi sifat:
a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a
Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m
Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Kekongruenan juga menghasilkan relasi ekivalensi
Jika m adalah bilangan bulat tertentu, maka dapat didefinisikan
relasi R dalam himpunan bilangan bulat dengan aturan:
aRb jika a ≡ b mod m
Relasi tersebut memenuhi sifat:
a ≡ a mod m, untuk semua bilangan bulat a
Jika a ≡ b mod m maka b ≡ a mod m
Jika a ≡ b mod m dan b ≡ c mod m maka a ≡ c mod m
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Akibatnya
Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas
ekivalensi modulo m
Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi
yang terjadi adalah:
E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}
E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}
E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}
E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}
E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Akibatnya
Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas
ekivalensi modulo m
Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi
yang terjadi adalah:
E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}
E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}
E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}
E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}
E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Akibatnya
Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas
ekivalensi modulo m
Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi
yang terjadi adalah:
E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}
E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}
E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}
E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}
E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Akibatnya
Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas
ekivalensi modulo m
Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi
yang terjadi adalah:
E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}
E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}
E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}
E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}
E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Akibatnya
Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas
ekivalensi modulo m
Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi
yang terjadi adalah:
E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}
E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}
E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}
E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}
E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Akibatnya
Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas
ekivalensi modulo m
Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi
yang terjadi adalah:
E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}
E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}
E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}
E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}
E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Akibatnya
Himpunan bilangan bulat dapat terpartisi ke dalam kelas-kelas
ekivalensi modulo m
Misalnya untuk relasi a ≡ b mod 4 maka kelas-kelas ekivalensi
yang terjadi adalah:
E(0) = {..., −12, −8, −4, 0, 4, 8, 12, ...}
E(1) = {..., −11, −7, −3, 0, 5, 9, 13, ...}
E(2) = {..., −10, −6, −2, 0, 6, 10, 14, ...}
E(3) = {..., −9, −5, −1, 0, 7, 11, 15, ...}
E(k ) = {4n + k ; n ∈ Z }, k = 0, 1, 2, 3
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:
1
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a + c ≡ b + d mod m
2
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a − c ≡ b − d mod m
3
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m
Bukti sifat 3
Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan
m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan
m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd
Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:
1
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a + c ≡ b + d mod m
2
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a − c ≡ b − d mod m
3
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m
Bukti sifat 3
Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan
m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan
m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd
Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:
1
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a + c ≡ b + d mod m
2
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a − c ≡ b − d mod m
3
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m
Bukti sifat 3
Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan
m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan
m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd
Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:
1
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a + c ≡ b + d mod m
2
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a − c ≡ b − d mod m
3
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m
Bukti sifat 3
Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan
m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan
m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd
Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:
1
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a + c ≡ b + d mod m
2
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a − c ≡ b − d mod m
3
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m
Bukti sifat 3
Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan
m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan
m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd
Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Kekongruenan
Aritmatika kongruensi berdasarkan sifat-sifat berikut:
1
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a + c ≡ b + d mod m
2
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka
a − c ≡ b − d mod m
3
Jika a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m maka ac ≡ bd mod m
Bukti sifat 3
Misal a ≡ b mod m dan c ≡ d mod m. Berarti m|a − b dan
m|c − d. Menggunakan sifat keterbagian, maka m|ac − bc dan
m|bc − bd. Sehingga m|ac − bd
Bukti sifat 1 dan 2 ditinggalkan sebagai latihan
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Masalah Kongruensi
Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima,
maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m
memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu
modulo m.
Tentukan solusi untuk
1
9x + 5 ≡ 10 mod 11
2
18x + 13 ≡ 6 mod 23
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Masalah Kongruensi
Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima,
maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m
memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu
modulo m.
Tentukan solusi untuk
1
9x + 5 ≡ 10 mod 11
2
18x + 13 ≡ 6 mod 23
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Masalah Kongruensi
Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima,
maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m
memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu
modulo m.
Tentukan solusi untuk
1
9x + 5 ≡ 10 mod 11
2
18x + 13 ≡ 6 mod 23
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Masalah Kongruensi
Jika a dan m adalah bilangan bulat yang saling relatif prima,
maka untuk setiap bilangan bulat b, kongruensi ax ≡ b mod m
memiliki solusi semua bilangan bulat dalam satu kelas residu
modulo m.
Tentukan solusi untuk
1
9x + 5 ≡ 10 mod 11
2
18x + 13 ≡ 6 mod 23
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan
secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian
hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk
dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random
digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan
sebuah proses acak, misalnya:
kedatangan pelanggan di suatu konter
seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia
untuk menyelenggarakan poling opini
pembuatan input tes untuk sebuah program komputer
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan
secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian
hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk
dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random
digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan
sebuah proses acak, misalnya:
kedatangan pelanggan di suatu konter
seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia
untuk menyelenggarakan poling opini
pembuatan input tes untuk sebuah program komputer
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan
secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian
hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk
dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random
digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan
sebuah proses acak, misalnya:
kedatangan pelanggan di suatu konter
seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia
untuk menyelenggarakan poling opini
pembuatan input tes untuk sebuah program komputer
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Pada beberapa aplikasi, perlu dibangun bilangan-bilangan
secara random dari sebuah himpunan bilangan, sedemikian
hingga setiap bilangan memiliki peluang yang sama untuk
dibangun. Beberapa contoh situasi dimana bilangan random
digunakan, semua melibatkan software untuk mensimulasikan
sebuah proses acak, misalnya:
kedatangan pelanggan di suatu konter
seleksi sampel secara acak dari sebuah populasi manusia
untuk menyelenggarakan poling opini
pembuatan input tes untuk sebuah program komputer
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Bagaimana membangun bilangan acak jika kita hanya
membutuhkan sedikit bilangan saja?
Dengan melempar dadu kubus berulang-ulang, dapat dibangun
sebuah barisan acak dari bilangan-bilangan dari himpunan
{1, 2, 3, 4, 5, 6}. Barisan yang dihasilkan dengan cara ini tidak
akan punya pola, tetapi dengan percobaan berulang-ulang
dalam waktu relatif lama diharapkan keenam bilangan tersebut
dapat tampil dengan frekuensi yang sama
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Bagaimana membangun bilangan acak jika kita hanya
membutuhkan sedikit bilangan saja?
Dengan melempar dadu kubus berulang-ulang, dapat dibangun
sebuah barisan acak dari bilangan-bilangan dari himpunan
{1, 2, 3, 4, 5, 6}. Barisan yang dihasilkan dengan cara ini tidak
akan punya pola, tetapi dengan percobaan berulang-ulang
dalam waktu relatif lama diharapkan keenam bilangan tersebut
dapat tampil dengan frekuensi yang sama
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk
menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk
menjalankan tugas tersebut.
Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device.
Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang
secara prinsip selalu dapat diprediksikan.
Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan
komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi
secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada
sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk
menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk
menjalankan tugas tersebut.
Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device.
Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang
secara prinsip selalu dapat diprediksikan.
Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan
komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi
secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada
sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Jika beberapa bilangan random diperlukan, maka wajar untuk
menanyakan apakah sebuah komputer dapat diprogram untuk
menjalankan tugas tersebut.
Sebuah komputer merupakan sebuah deterministic device.
Dari input yang dimasukkan akan diproduksi output yang
secara prinsip selalu dapat diprediksikan.
Namun demikian tetap dimungkinkan untuk memprogramkan
komputer untuk membangun barisan bilangan yang diproduksi
secara random. Bilangan yang dibangun dengan cara ini pada
sebuah komputer disebut bilangan pseudo-random
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Ide Dasar Konstruksi
Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ...
x0 disebut seed atau benih
Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,
demikian pula sebaliknya.
Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi
seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh
sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.
Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan
sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Ide Dasar Konstruksi
Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ...
x0 disebut seed atau benih
Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,
demikian pula sebaliknya.
Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi
seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh
sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.
Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan
sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Ide Dasar Konstruksi
Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ...
x0 disebut seed atau benih
Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,
demikian pula sebaliknya.
Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi
seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh
sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.
Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan
sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Ide Dasar Konstruksi
Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ...
x0 disebut seed atau benih
Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,
demikian pula sebaliknya.
Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi
seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh
sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.
Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan
sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Ide Dasar Konstruksi
Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ...
x0 disebut seed atau benih
Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,
demikian pula sebaliknya.
Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi
seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh
sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.
Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan
sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Ide Dasar Konstruksi
Barisan bilangan yang dibangun: x0 , x1 , x2 , x3 , ...
x0 disebut seed atau benih
Berbeda seed akan menghasilkan barisan yang berbeda,
demikian pula sebaliknya.
Pada beberapa aplikasi, lebih disukai untuk menspesifikasi
seed sebagai sebuah fungsi waktu yang ditunjukkan oleh
sistem jam guna menghindari bias antar pengguna.
Berawal dengan seed ini, barisan dibangun menggunakan
sebuah formula rekursif: xi = f (xi−1 ), i = 1, 2, 3, ...
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Linear Congruential Method
membangun sebuah barisan bilangan pseudo-random dari
himpunan {0, 1, 2, 3, ..., m − 1}. Aturan konstruksi
menggunakan formula:
xi = axi−1 + c mod m
a dan c konstan. Jika c = 0 maka metode tersebut dinamakan
multiplicative congruential method.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Analisa Metoda
xi = axi−1 + c mod m
Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka
barisan akan menampilkan siklus yang berulang.
Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam
himpunan hingga dengan m elemen.
Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih
m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan
sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.
Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka
m juga harus semakin besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Analisa Metoda
xi = axi−1 + c mod m
Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka
barisan akan menampilkan siklus yang berulang.
Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam
himpunan hingga dengan m elemen.
Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih
m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan
sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.
Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka
m juga harus semakin besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Analisa Metoda
xi = axi−1 + c mod m
Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka
barisan akan menampilkan siklus yang berulang.
Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam
himpunan hingga dengan m elemen.
Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih
m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan
sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.
Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka
m juga harus semakin besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Analisa Metoda
xi = axi−1 + c mod m
Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka
barisan akan menampilkan siklus yang berulang.
Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam
himpunan hingga dengan m elemen.
Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih
m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan
sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.
Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka
m juga harus semakin besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Analisa Metoda
xi = axi−1 + c mod m
Jika sebuah suku tampil untuk kedua kalinya, maka
barisan akan menampilkan siklus yang berulang.
Hal ini dapat terjadi karena suku-suku berada dalam
himpunan hingga dengan m elemen.
Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memilih
m yang besar dan mencoba untuk mendapatkan barisan
sepanjang mungkin sebelum ada pengulangan siklus.
Semakin banyak bilangan random yang diperlukan, maka
m juga harus semakin besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 1
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3
dengan seed = 1
Solusi 1
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ...
Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15.
pemilihan a dan c disini kurang representatif
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 1
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3
dengan seed = 1
Solusi 1
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ...
Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15.
pemilihan a dan c disini kurang representatif
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 1
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3
dengan seed = 1
Solusi 1
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ...
Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15.
pemilihan a dan c disini kurang representatif
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 1
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3
dengan seed = 1
Solusi 1
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ...
Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15.
pemilihan a dan c disini kurang representatif
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 1
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3
dengan seed = 1
Solusi 1
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ...
Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15.
pemilihan a dan c disini kurang representatif
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 1
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 4 dan c = 3
dengan seed = 1
Solusi 1
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (4xi−1 + 3) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 7, 15, 15, ...
Setelah suku ke-3, suku berikutnya semuanya 15.
pemilihan a dan c disini kurang representatif
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 2
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7
dengan seed = 1
Solusi 2
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ...
Setelah suku ke-8, siklus akan berulang
pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan
yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 2
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7
dengan seed = 1
Solusi 2
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ...
Setelah suku ke-8, siklus akan berulang
pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan
yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 2
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7
dengan seed = 1
Solusi 2
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ...
Setelah suku ke-8, siklus akan berulang
pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan
yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 2
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7
dengan seed = 1
Solusi 2
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ...
Setelah suku ke-8, siklus akan berulang
pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan
yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 2
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7
dengan seed = 1
Solusi 2
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ...
Setelah suku ke-8, siklus akan berulang
pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan
yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 2
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 3 dan c = 7
dengan seed = 1
Solusi 2
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (3xi−1 + 7) mod 16
Barisan yang didapat: 1, 10, 5, 6, 9, 2, 13, 14, 1, ...
Setelah suku ke-8, siklus akan berulang
pemilihan a dan c disini walaupun menghasilkan barisan
yang lebih baik daripada contoh 1, tetapi tetap kurang ideal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 3
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11
dengan seed = 1
Solusi 3
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16
Barisan yang didapat:
1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ...
Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15
pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan
bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 3
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11
dengan seed = 1
Solusi 3
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16
Barisan yang didapat:
1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ...
Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15
pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan
bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 3
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11
dengan seed = 1
Solusi 3
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16
Barisan yang didapat:
1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ...
Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15
pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan
bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 3
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11
dengan seed = 1
Solusi 3
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16
Barisan yang didapat:
1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ...
Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15
pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan
bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 3
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11
dengan seed = 1
Solusi 3
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16
Barisan yang didapat:
1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ...
Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15
pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan
bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Contoh 3
Gunakan metode kongruensi linier untuk membangun barisan
bilangan pseudo-random modulo 16 dengan a = 5 dan c = 11
dengan seed = 1
Solusi 3
Relasi rekurensi adalah: x0 = 1, xi = (5xi−1 + 11) mod 16
Barisan yang didapat:
1, 0, 11, 2, 5, 4, 15, 6, 9, 8, 3, 10, 13, 12, 7, 14, 1, ...
Barisan memuat semua bilangan bulat dari 0 sampai 15
pemilihan a dan c disini telah menghasilkan barisan
bilangan pseudo-random dengan panjang maksimal
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Dari ketiga simulasi terdahulu
1
Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan
yang dihasilkan.
2
Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial
(sederhana).
3
Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang
dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m
4
Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan
pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang
lebih besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Dari ketiga simulasi terdahulu
1
Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan
yang dihasilkan.
2
Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial
(sederhana).
3
Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang
dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m
4
Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan
pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang
lebih besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Dari ketiga simulasi terdahulu
1
Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan
yang dihasilkan.
2
Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial
(sederhana).
3
Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang
dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m
4
Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan
pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang
lebih besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Dari ketiga simulasi terdahulu
1
Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan
yang dihasilkan.
2
Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial
(sederhana).
3
Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang
dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m
4
Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan
pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang
lebih besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Dari ketiga simulasi terdahulu
1
Pemilihan a dan c akan mempengaruhi panjang barisan
yang dihasilkan.
2
Pemilihan a dan c bukan merupakan pekerjaan yang trivial
(sederhana).
3
Panjang maksimal barisan bilangan pseudo-random yang
dapat dihasilkan dari himpunan modulo m adalah m
4
Sehingga untuk menghasilkan barisan bilangan
pseudo-random yang lebih panjang diperlukan m yang
lebih besar.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan
generator:
x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536
Barisan yang didapat:
64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849,
59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091,
45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571
Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam
bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin
yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit
strings.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan
generator:
x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536
Barisan yang didapat:
64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849,
59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091,
45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571
Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam
bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin
yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit
strings.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan
generator:
x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536
Barisan yang didapat:
64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849,
59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091,
45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571
Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam
bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin
yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit
strings.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Bangunlah 20 bilangan pseudo-random menggunakan
generator:
x0 = 2187, xi = (2187xi−1 ) mod 65536
Barisan yang didapat:
64377, 21171, 32561, 38811, 10537, 41283, 42849,
59819, 14297, 6867, 10385, 36539, 22409, 53091,
45761, 5835, 47161, 52979, 62961, 4571
Catatan: 65536 = 216 sehingga sebuah generator dalam
bentuk ini merupakan pilihan natural pada sebuah mesin
yang merepresentasikan bilangan bulat sebagai 16-bit
strings.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Pada kebanyakan aplikasi praktis, setiap bilangan yang
dihasilkan dibagi dengan modulus m untuk menghasilkan
barisan bilangan pseudo-random yang didistribusikan
secara merata antara 0 dan 1
Konversi barisan yang dihasilkan pada contoh 4, yakni
dengan membagi masing-masing bilangan dengan 65536,
menghasilkan barisan:
0.982315, 0.323044, 0.496841, 0.592209, 0.160782,
0.629929, 0.653824, 0.912766, 0.218155, 0.104782,
0.158463, 0.557541, 0.341934, 0.810104, 0.698257,
0.089035, 0.719620, 0.808395, 0.960709, 0.069748
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Pada kebanyakan aplikasi praktis, setiap bilangan yang
dihasilkan dibagi dengan modulus m untuk menghasilkan
barisan bilangan pseudo-random yang didistribusikan
secara merata antara 0 dan 1
Konversi barisan yang dihasilkan pada contoh 4, yakni
dengan membagi masing-masing bilangan dengan 65536,
menghasilkan barisan:
0.982315, 0.323044, 0.496841, 0.592209, 0.160782,
0.629929, 0.653824, 0.912766, 0.218155, 0.104782,
0.158463, 0.557541, 0.341934, 0.810104, 0.698257,
0.089035, 0.719620, 0.808395, 0.960709, 0.069748
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Konstruksi Bilangan Pseudo-random
Pada kebanyakan aplikasi praktis, setiap bilangan yang
dihasilkan dibagi dengan modulus m untuk menghasilkan
barisan bilangan pseudo-random yang didistribusikan
secara merata antara 0 dan 1
Konversi barisan yang dihasilkan pada contoh 4, yakni
dengan membagi masing-masing bilangan dengan 65536,
menghasilkan barisan:
0.982315, 0.323044, 0.496841, 0.592209, 0.160782,
0.629929, 0.653824, 0.912766, 0.218155, 0.104782,
0.158463, 0.557541, 0.341934, 0.810104, 0.698257,
0.089035, 0.719620, 0.808395, 0.960709, 0.069748
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah
pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh
seseorang yang tidak berhak (unauthorised person).
Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh
seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk
mendapatkan pesan asli.
Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus
ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya
mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah
pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh
seseorang yang tidak berhak (unauthorised person).
Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh
seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk
mendapatkan pesan asli.
Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus
ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya
mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah
pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh
seseorang yang tidak berhak (unauthorised person).
Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh
seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk
mendapatkan pesan asli.
Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus
ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya
mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Encryption adalah proses mentranformasikan sebuah
pesan sedemikian hingga tidak dapat terbaca oleh
seseorang yang tidak berhak (unauthorised person).
Decryption adalah proses yang diaplikasikan oleh
seseorang yang berhak terhadap pesan terenkripsi untuk
mendapatkan pesan asli.
Enkripsi digunakan apabila sebuah data penting harus
ditransmisikan melalui jaringan komputer; misalnya
mengirimkan nomor kartu kredit melalui internet.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Jika X adalah himpunan pesan dan Y adalah himpunan pesan
terenkripsi, maka enkripsi dapat dinyatakan sebagai fungsi f
dari X ke Y , sedangkan dekripsi merupakan fungsi invers f −1
dari Y ke X
Secara logis, baik f maupun f −1 harus dirahasiakan, sebab jika
f dipublikasikan maka setiap orang akan dapat menentukan
f −1 sehingga dapat mendekripsi tiap pesan yang dikirim
Ternyata dimungkinkan untuk mendesain sistem public key
encryption, dimana hanya f −1 saja yang perlu dirahasiakan.
Hal ini dapat dilakukan dengan membuat proses penurunan
f −1 dari f sangat sulit, bahkan oleh komputer yang paling
powerful sekalipun dalam batas waktu yang dimungkinkan.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Jika X adalah himpunan pesan dan Y adalah himpunan pesan
terenkripsi, maka enkripsi dapat dinyatakan sebagai fungsi f
dari X ke Y , sedangkan dekripsi merupakan fungsi invers f −1
dari Y ke X
Secara logis, baik f maupun f −1 harus dirahasiakan, sebab jika
f dipublikasikan maka setiap orang akan dapat menentukan
f −1 sehingga dapat mendekripsi tiap pesan yang dikirim
Ternyata dimungkinkan untuk mendesain sistem public key
encryption, dimana hanya f −1 saja yang perlu dirahasiakan.
Hal ini dapat dilakukan dengan membuat proses penurunan
f −1 dari f sangat sulit, bahkan oleh komputer yang paling
powerful sekalipun dalam batas waktu yang dimungkinkan.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Jika X adalah himpunan pesan dan Y adalah himpunan pesan
terenkripsi, maka enkripsi dapat dinyatakan sebagai fungsi f
dari X ke Y , sedangkan dekripsi merupakan fungsi invers f −1
dari Y ke X
Secara logis, baik f maupun f −1 harus dirahasiakan, sebab jika
f dipublikasikan maka setiap orang akan dapat menentukan
f −1 sehingga dapat mendekripsi tiap pesan yang dikirim
Ternyata dimungkinkan untuk mendesain sistem public key
encryption, dimana hanya f −1 saja yang perlu dirahasiakan.
Hal ini dapat dilakukan dengan membuat proses penurunan
f −1 dari f sangat sulit, bahkan oleh komputer yang paling
powerful sekalipun dalam batas waktu yang dimungkinkan.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
RSA Cryptosystem
Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada
1977
RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon,
smart cards, komunikasi internet.
Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar
(berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan
untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah
kunci dekripsi.
Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi
hanya diberikan kepada orang yang berhak.
Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil
untuk dapat menentukan kunci dekripsi.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
RSA Cryptosystem
Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada
1977
RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon,
smart cards, komunikasi internet.
Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar
(berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan
untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah
kunci dekripsi.
Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi
hanya diberikan kepada orang yang berhak.
Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil
untuk dapat menentukan kunci dekripsi.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
RSA Cryptosystem
Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada
1977
RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon,
smart cards, komunikasi internet.
Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar
(berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan
untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah
kunci dekripsi.
Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi
hanya diberikan kepada orang yang berhak.
Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil
untuk dapat menentukan kunci dekripsi.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
RSA Cryptosystem
Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada
1977
RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon,
smart cards, komunikasi internet.
Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar
(berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan
untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah
kunci dekripsi.
Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi
hanya diberikan kepada orang yang berhak.
Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil
untuk dapat menentukan kunci dekripsi.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
RSA Cryptosystem
Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada
1977
RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon,
smart cards, komunikasi internet.
Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar
(berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan
untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah
kunci dekripsi.
Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi
hanya diberikan kepada orang yang berhak.
Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil
untuk dapat menentukan kunci dekripsi.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
RSA Cryptosystem
Rivest, Shamir and Adleman membangun sistem pada
1977
RSA saat ini digunakan pada banyak aplikasi: telepon,
smart cards, komunikasi internet.
Dalam RSA Cryptosystem, dua bilangan prima besar
(berdigit ratusan) yang dijaga kerahasiaannya, digunakan
untuk membangun sebuah kunci enkripsi dan sebuah
kunci dekripsi.
Kunci enkripsi dipublikasikan, sementara kunci dekripsi
hanya diberikan kepada orang yang berhak.
Tanpa mengetahui dua bilangan prima tersebut, mustahil
untuk dapat menentukan kunci dekripsi.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System
1
Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya,
p = 17 dan q = 23
2
maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352
3
Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan
xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.
4
x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan
kunci dekripsi.
5
x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya
diberikan kepada authorised person
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System
1
Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya,
p = 17 dan q = 23
2
maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352
3
Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan
xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.
4
x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan
kunci dekripsi.
5
x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya
diberikan kepada authorised person
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System
1
Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya,
p = 17 dan q = 23
2
maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352
3
Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan
xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.
4
x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan
kunci dekripsi.
5
x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya
diberikan kepada authorised person
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System
1
Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya,
p = 17 dan q = 23
2
maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352
3
Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan
xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.
4
x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan
kunci dekripsi.
5
x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya
diberikan kepada authorised person
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System
1
Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya,
p = 17 dan q = 23
2
maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352
3
Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan
xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.
4
x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan
kunci dekripsi.
5
x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya
diberikan kepada authorised person
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System
1
Diawali 2 bilangan prima yang dijaga kerahasiannya,
p = 17 dan q = 23
2
maka n = pq = 391 dan m = (p − 1)(q − 1) = 352
3
Menentukan x dan y yang coprime terhadap m = 352 dan
xy ≡ 1 mod 352. Misal x = 29 maka didapat y = 85.
4
x = 29 merupakan kunci enkripsi dan y = 85 merupakan
kunci dekripsi.
5
x = 29 dan n = 391 dipublikasi, sedangkan y = 85 hanya
diberikan kepada authorised person
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System Lanjutan
1
Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n
2
Misalnya pesan a = 247, maka
f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391
3
pesan terenkripsi adalah = 365
4
Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan
mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh
pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan
pesan asli a = 247 mod 391
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System Lanjutan
1
Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n
2
Misalnya pesan a = 247, maka
f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391
3
pesan terenkripsi adalah = 365
4
Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan
mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh
pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan
pesan asli a = 247 mod 391
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System Lanjutan
1
Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n
2
Misalnya pesan a = 247, maka
f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391
3
pesan terenkripsi adalah = 365
4
Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan
mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh
pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan
pesan asli a = 247 mod 391
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System Lanjutan
1
Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n
2
Misalnya pesan a = 247, maka
f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391
3
pesan terenkripsi adalah = 365
4
Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan
mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh
pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan
pesan asli a = 247 mod 391
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Kekongruenan
Aplikasi Kongruensi
Public Key Cryptography
Simulasi RSA System Lanjutan
1
Fungsi enkripsi: f (a) = ax mod n
2
Misalnya pesan a = 247, maka
f (247) = 24729 mod 391 = 365 mod 391
3
pesan terenkripsi adalah = 365
4
Pada proses dekripsi, orang yang berhak akan
mengaplikasikan kunci dekripsinya untuk memperoleh
pesan asli= a = 36585 mod 391, yang akan menghasilkan
pesan asli a = 247 mod 391
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Himpunan bilangan
Sebutkan anggota himpunan bilangan:
asli
bulat
rasional
irrasional
riil
Bilangan riil
ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Himpunan bilangan
Sebutkan anggota himpunan bilangan:
asli
bulat
rasional
irrasional
riil
Bilangan riil
ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Himpunan bilangan
Sebutkan anggota himpunan bilangan:
asli
bulat
rasional
irrasional
riil
Bilangan riil
ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Himpunan bilangan
Sebutkan anggota himpunan bilangan:
asli
bulat
rasional
irrasional
riil
Bilangan riil
ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Himpunan bilangan
Sebutkan anggota himpunan bilangan:
asli
bulat
rasional
irrasional
riil
Bilangan riil
ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Himpunan bilangan
Sebutkan anggota himpunan bilangan:
asli
bulat
rasional
irrasional
riil
Bilangan riil
ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Himpunan bilangan
Sebutkan anggota himpunan bilangan:
asli
bulat
rasional
irrasional
riil
Bilangan riil
ditulis dalam sistem desimal sebagai string digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Sistem Desimal
merupakan contoh dari sebuah sistem bilangan posisional
sebab setiap digit memiliki nilai tempat yang tergantung pada
posisinya. Misalnya
2345.67 = 2×103 +3×102 +4×101 +5×100 +6×10−1 +7×10−2
Sistem Desimal
menggunakan basis 10 sebab masing-masing nilai tempat
merupakan perpangkatan dari 10
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Desimal
Sistem Desimal
merupakan contoh dari sebuah sistem bilangan posisional
sebab setiap digit memiliki nilai tempat yang tergantung pada
posisinya. Misalnya
2345.67 = 2×103 +3×102 +4×101 +5×100 +6×10−1 +7×10−2
Sistem Desimal
menggunakan basis 10 sebab masing-masing nilai tempat
merupakan perpangkatan dari 10
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang
menggunakan basis 2.
Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2
digit biner (atau bits) 0 dan 1.
Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan
demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya
dalam bentuk panjangnya.
1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1
+1 × 2−2
= 8 + 4 + 1 + 0.25
= 13.25
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang
menggunakan basis 2.
Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2
digit biner (atau bits) 0 dan 1.
Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan
demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya
dalam bentuk panjangnya.
1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1
+1 × 2−2
= 8 + 4 + 1 + 0.25
= 13.25
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang
menggunakan basis 2.
Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2
digit biner (atau bits) 0 dan 1.
Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan
demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya
dalam bentuk panjangnya.
1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1
+1 × 2−2
= 8 + 4 + 1 + 0.25
= 13.25
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang
menggunakan basis 2.
Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2
digit biner (atau bits) 0 dan 1.
Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan
demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya
dalam bentuk panjangnya.
1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1
+1 × 2−2
= 8 + 4 + 1 + 0.25
= 13.25
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Sistem Biner merupakan sistem bilangan posisional yang
menggunakan basis 2.
Jika sistem desimal menggunakan 10 digit desimal
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9, maka sistem biner menggunakan 2
digit biner (atau bits) 0 dan 1.
Sebuah bilangan biner dapat dievaluasi, dan dengan
demikian dikonversikan ke desimal, dengan menulisnya
dalam bentuk panjangnya.
1101.012 = 1 × 23 + 1 × 22 + 0 × 21 + 1 × 20 + 0 × 2−1
+1 × 2−2
= 8 + 4 + 1 + 0.25
= 13.25
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi
Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk
menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen
memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan
(termagnetisasi atau tidak, on atau off);
Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui
suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal
yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya
aliran listrik;
Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi
lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan
dalam sistem biner.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi
Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk
menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen
memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan
(termagnetisasi atau tidak, on atau off);
Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui
suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal
yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya
aliran listrik;
Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi
lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan
dalam sistem biner.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi
Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk
menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen
memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan
(termagnetisasi atau tidak, on atau off);
Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui
suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal
yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya
aliran listrik;
Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi
lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan
dalam sistem biner.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi
Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk
menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen
memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan
(termagnetisasi atau tidak, on atau off);
Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui
suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal
yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya
aliran listrik;
Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi
lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan
dalam sistem biner.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Mengapa bilangan biner banyak muncul dalam komputasi
Dalam sistem komputasi digital, peralatan untuk
menyimpan data atau informasi terdiri atas banyak elemen
memori, yang masing-masing memuat 1 dari 2 pernyataan
(termagnetisasi atau tidak, on atau off);
Suatu data ditransmisikan di dalam komputer atau melalui
suatu network, biasanya dikodekan sebagai elemen signal
yang mengindikasikan 1 dari 2 makna, ada atau tidaknya
aliran listrik;
Manipulasi data untuk performasi aritmatik dan komputasi
lainnya menggunakan digital sirkuit yang juga dioperasikan
dalam sistem biner.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Bilangan Biner
Representasi 0 - 20 dalam sistem biner dan desimal
Biner
0
1
10
11
100
101
110
111
1000
1001
1010
Desimal
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Biner
1011
1100
1101
1110
1111
10000
10001
10010
10011
10100
Desimal
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner?
Pola representasi biner
Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1
Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0
Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah
pembagian bilangan dengan 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner?
Pola representasi biner
Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1
Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0
Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah
pembagian bilangan dengan 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner?
Pola representasi biner
Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1
Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0
Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah
pembagian bilangan dengan 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner?
Pola representasi biner
Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1
Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0
Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah
pembagian bilangan dengan 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Bagaimana mengkonversi sistem desimal ke sistem biner?
Pola representasi biner
Representasi biner bilangan ganjil berakhir dengan 1
Representasi biner bilangan genap berakhir dengan 0
Digit terakhir dalam representasi biner merupakan sisa setelah
pembagian bilangan dengan 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Langkah pertama dalam melakukan konversi desimal ke biner
adalah dengan membagi bilangan desimal dengan 2 untuk
mendapatkan hasil bagi dan sisa.
Notasi
n div 2 adalah hasil bagi jika n dibagi 2
n mod 2 adalah sisa jika n dibagi 2
Bilangan biner yang didapat dengan menghapus bit paling
kanan dari representasi biner dari n merupakan representasi
biner dari n div 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Langkah pertama dalam melakukan konversi desimal ke biner
adalah dengan membagi bilangan desimal dengan 2 untuk
mendapatkan hasil bagi dan sisa.
Notasi
n div 2 adalah hasil bagi jika n dibagi 2
n mod 2 adalah sisa jika n dibagi 2
Bilangan biner yang didapat dengan menghapus bit paling
kanan dari representasi biner dari n merupakan representasi
biner dari n div 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Langkah pertama dalam melakukan konversi desimal ke biner
adalah dengan membagi bilangan desimal dengan 2 untuk
mendapatkan hasil bagi dan sisa.
Notasi
n div 2 adalah hasil bagi jika n dibagi 2
n mod 2 adalah sisa jika n dibagi 2
Bilangan biner yang didapat dengan menghapus bit paling
kanan dari representasi biner dari n merupakan representasi
biner dari n div 2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Algoritma konversi desimal ke biner
1
2
input n
Repeat
1
2
3
Output n mod 2
n ←− n div 2
until n = 0
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Algoritma konversi desimal ke biner
1
2
input n
Repeat
1
2
3
Output n mod 2
n ←− n div 2
until n = 0
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Algoritma konversi desimal ke biner
1
2
input n
Repeat
1
2
3
Output n mod 2
n ←− n div 2
until n = 0
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Algoritma konversi desimal ke biner
1
2
input n
Repeat
1
2
3
Output n mod 2
n ←− n div 2
until n = 0
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Algoritma konversi desimal ke biner
1
2
input n
Repeat
1
2
3
Output n mod 2
n ←− n div 2
until n = 0
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Algoritma konversi desimal ke biner
1
2
input n
Repeat
1
2
3
Output n mod 2
n ←− n div 2
until n = 0
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Misalnya n = 6
Step
1
2.1
2.2
2.1
2.2
2.1
2.2
n
6
6
3
3
1
1
0
Output
0
1
1
-
Sehingga representasi biner dari 6 adalah 1102
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Misalnya n = 6
Step
1
2.1
2.2
2.1
2.2
2.1
2.2
n
6
6
3
3
1
1
0
Output
0
1
1
-
Sehingga representasi biner dari 6 adalah 1102
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Konversikan bilangan desimal 27 ke representasi binernya.
2 27
13
6
3
1
0
1
1
0
1
1
Pada kolom kanan dibaca dari bawah ke atas, memberikan
jawaban bahwa
2710 = 110112
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Konversikan bilangan desimal 27 ke representasi binernya.
2 27
13
6
3
1
0
1
1
0
1
1
Pada kolom kanan dibaca dari bawah ke atas, memberikan
jawaban bahwa
2710 = 110112
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Biner
Konversikan bilangan desimal 27 ke representasi binernya.
2 27
13
6
3
1
0
1
1
0
1
1
Pada kolom kanan dibaca dari bawah ke atas, memberikan
jawaban bahwa
2710 = 110112
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Notasi
bnc menotasikan bagian bulat dari n
frac(n) menotasikan bagian pecahan dari n
Algoritma Konversi Pecahan Desimal ke Biner
1
input n, digit
2
i ←− 0
Repeat
3
1
2
3
4
5
i ←− i + 1
m ←− 2n
output bmc
n ←− frac(m)
until n = 0 atau i = digit
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Konversikan pecahan desimal 0.32 ke repersentasi binernya
dengan 5 digit setelah titik.
0
1
0
1
0
32 2
64
28
56
12
24
Pada kolom kiri dibaca dari atas ke bawah, memberikan jawab:
0.3210 = 0.01010...2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Konversikan pecahan desimal 0.32 ke repersentasi binernya
dengan 5 digit setelah titik.
0
1
0
1
0
32 2
64
28
56
12
24
Pada kolom kiri dibaca dari atas ke bawah, memberikan jawab:
0.3210 = 0.01010...2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Konversikan pecahan desimal 0.32 ke repersentasi binernya
dengan 5 digit setelah titik.
0
1
0
1
0
32 2
64
28
56
12
24
Pada kolom kiri dibaca dari atas ke bawah, memberikan jawab:
0.3210 = 0.01010...2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Jika sebuah bilangan memiliki bagian bulat dan bagian
pecahan, maka setiap bagian bisa dikonversikan secara
terpisah dan hasilnya dikombinasikan
Contoh kita sebelumnya menunjukkan
2710 = 110112
dan
0.3210 = 0.01010...2
Dengan mengkombinasikan keduanya maka didapat bahwa
27.3210 = 11011.01010...2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Jika sebuah bilangan memiliki bagian bulat dan bagian
pecahan, maka setiap bagian bisa dikonversikan secara
terpisah dan hasilnya dikombinasikan
Contoh kita sebelumnya menunjukkan
2710 = 110112
dan
0.3210 = 0.01010...2
Dengan mengkombinasikan keduanya maka didapat bahwa
27.3210 = 11011.01010...2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Pecahan Desimal ke Biner
Jika sebuah bilangan memiliki bagian bulat dan bagian
pecahan, maka setiap bagian bisa dikonversikan secara
terpisah dan hasilnya dikombinasikan
Contoh kita sebelumnya menunjukkan
2710 = 110112
dan
0.3210 = 0.01010...2
Dengan mengkombinasikan keduanya maka didapat bahwa
27.3210 = 11011.01010...2
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Oktal dan Heksadesimal
Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat
digeneralisasikan terhadap basis selain 2.
Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan
8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit
merupakan perpangkatan dari 8.
Contoh:
374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510
Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit:
0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit
merupakan perpangkatan dari 16.
Contoh:
E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Oktal dan Heksadesimal
Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat
digeneralisasikan terhadap basis selain 2.
Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan
8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit
merupakan perpangkatan dari 8.
Contoh:
374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510
Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit:
0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit
merupakan perpangkatan dari 16.
Contoh:
E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Oktal dan Heksadesimal
Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat
digeneralisasikan terhadap basis selain 2.
Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan
8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit
merupakan perpangkatan dari 8.
Contoh:
374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510
Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit:
0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit
merupakan perpangkatan dari 16.
Contoh:
E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Oktal dan Heksadesimal
Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat
digeneralisasikan terhadap basis selain 2.
Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan
8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit
merupakan perpangkatan dari 8.
Contoh:
374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510
Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit:
0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit
merupakan perpangkatan dari 16.
Contoh:
E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Oktal dan Heksadesimal
Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat
digeneralisasikan terhadap basis selain 2.
Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan
8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit
merupakan perpangkatan dari 8.
Contoh:
374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510
Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit:
0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit
merupakan perpangkatan dari 16.
Contoh:
E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Sistem Oktal dan Heksadesimal
Teknik yang dideskripsikan pada bagian terdahulu dapat
digeneralisasikan terhadap basis selain 2.
Pada basis 8 (sistem oktal), bilangan ditulis menggunakan
8 digit oktal 0,1,2,3,4,5,6,7. Nilai tempat tiap digit
merupakan perpangkatan dari 8.
Contoh:
374.28 = 3 × 82 + 7 × 81 + 4 × 80 + 2 × 8−1 = 252.2510
Pada basis 16 (Sistem Heksadesimal) dibutuhkan 16 digit:
0,1,2,...,9,A,B,C,D,E,F. Nilai tempat untuk tiap digit
merupakan perpangkatan dari 16.
Contoh:
E9C.816 = 14×162 +9×161 +12×160 +8×16−1 = 3740.510
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna?
Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun
bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit
dalam representasi biner
Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan
dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi
sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus
mengkonversinya ke sistem biner.
Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat
menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk
mengkonversinya ke sistem biner
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna?
Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun
bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit
dalam representasi biner
Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan
dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi
sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus
mengkonversinya ke sistem biner.
Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat
menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk
mengkonversinya ke sistem biner
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna?
Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun
bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit
dalam representasi biner
Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan
dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi
sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus
mengkonversinya ke sistem biner.
Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat
menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk
mengkonversinya ke sistem biner
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna?
Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun
bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit
dalam representasi biner
Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan
dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi
sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus
mengkonversinya ke sistem biner.
Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat
menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk
mengkonversinya ke sistem biner
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Mengapa sistem oktal dan heksadesimal sangat berguna?
Sistem biner sangat penting dalam komputasi, namun
bilangan bulat yang besar membutuhkan banyak digit
dalam representasi biner
Keuntungan dengan basis yang lebih besar, bilangan
dapat ditulis menggunakan digit yang lebih sedikit. Tetapi
sistem desimal kurang nyaman jika kita seringkali harus
mengkonversinya ke sistem biner.
Dengan sistem oktal dan heksadesimal, kita dapat
menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk
mengkonversinya ke sistem biner
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversi bilangan desimal ke oktal atau heksadesimal analog
dengan konversi desimal ke biner; perbedaannya hanya
penggunaan 8 atau 16 sebagai pembagi atau pengali.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversikan 275.437510 ke representasi oktal
Konversi bagian bulat
8 275
34 3
4 2
0 4
Sehingga 27510 = 4238
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversikan 275.437510 ke representasi oktal
Konversi bagian bulat
8 275
34 3
4 2
0 4
Sehingga 27510 = 4238
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversikan 275.437510 ke representasi oktal
Konversi bagian bulat
8 275
34 3
4 2
0 4
Sehingga 27510 = 4238
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversi bagian pecahan
4375 8
3 5000
4
0
Sehingga 0.437510 = 0.348
Mengkombinasikan hasilnya didapat:
275.437510 = 423.348
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversi bagian pecahan
4375 8
3 5000
4
0
Sehingga 0.437510 = 0.348
Mengkombinasikan hasilnya didapat:
275.437510 = 423.348
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversi bagian pecahan
4375 8
3 5000
4
0
Sehingga 0.437510 = 0.348
Mengkombinasikan hasilnya didapat:
275.437510 = 423.348
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversikan 985.7812510 ke representasi heksadesimal
Konversi bagian bulat
16 985
61 9
3 13
0
3
Sehingga 98510 = 3D916
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversikan 985.7812510 ke representasi heksadesimal
Konversi bagian bulat
16 985
61 9
3 13
0
3
Sehingga 98510 = 3D916
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversikan 985.7812510 ke representasi heksadesimal
Konversi bagian bulat
16 985
61 9
3 13
0
3
Sehingga 98510 = 3D916
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversi bagian pecahan
78125 16
12 50000
8
0
Sehingga 0.7812510 = 0.C816
Mengkombinasikan hasilnya didapat :
985.7812510 = 3D9.C816
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversi bagian pecahan
78125 16
12 50000
8
0
Sehingga 0.7812510 = 0.C816
Mengkombinasikan hasilnya didapat :
985.7812510 = 3D9.C816
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Desimal ke Oktal atau Heksadesimal
Konversi bagian pecahan
78125 16
12 50000
8
0
Sehingga 0.7812510 = 0.C816
Mengkombinasikan hasilnya didapat :
985.7812510 = 3D9.C816
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal
Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita
dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara
biner dengan oktal dan heksadesimal.
Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi,
demikian juga dengan basis 2dan 16.
Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit
pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal.
Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan
tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi
heksadesimal.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal
Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita
dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara
biner dengan oktal dan heksadesimal.
Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi,
demikian juga dengan basis 2dan 16.
Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit
pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal.
Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan
tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi
heksadesimal.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal
Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita
dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara
biner dengan oktal dan heksadesimal.
Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi,
demikian juga dengan basis 2dan 16.
Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit
pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal.
Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan
tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi
heksadesimal.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal
Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita
dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara
biner dengan oktal dan heksadesimal.
Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi,
demikian juga dengan basis 2dan 16.
Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit
pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal.
Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan
tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi
heksadesimal.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Konversi Biner ke Oktal atau Heksadesimal
Dengan menggunakan sistem oktal dan heksadesimal kita
dapat menghindari problem digit yang banyak, sekaligus
mendapatkan algoritma sederhana untuk konversi antara
biner dengan oktal dan heksadesimal.
Basis 2 dan 8 dideskripsikan sebagai basis yang berelasi,
demikian juga dengan basis 2dan 16.
Untuk mengkonversi biner ke oktal, kelompokkan tiap 3 bit
pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 3 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi oktal.
Untuk mengkonversi biner ke heksadesimal, kelompokkan
tiap 4 bit pada tiap sisi dari titik. Tiap grup 4 bit biner
berkorespondensi dengan 1 digit dalam representasi
heksadesimal.
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Keterbagian dan Bilangan Prima
GCD dan Algoritma Euclidis
Kekongruenan dan Aplikasinya
Sistem dan Representasi Bilangan
Sistem Bilangan
Konversi Antar Sistem Bilangan
Terima kasih
TERIMA KASIH
Antonius Cahya Prihandoko
TEORI BILANGAN
Download