Studi irradiasi sinar gamma pada tanaman iles-iles

advertisement
3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Iles-iles
Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume; sin. A. blumei (Scott.) Engler;
sin. A. oncophyllus Rain) termasuk famili Araceae. Sistematika iles-iles menurut
klasifikasi botani adalah sebagai berikut :
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Monocotyledonae/Liliopsida
Sub Kelas
: Arecidae
Ordo
: Arales
Famili
: Araceae
Genus
: Amorphophallus
Spesies
: Amorphophallus muelleri Blume
Tanaman iles-iles yang dikenal dengan nama daerah porang atau lotrok
(Jawa), acung (Sunda), dan badur (Madura) banyak dijumpai di daerah tropis dan
subtropis. Merupakan tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100-150 cm dengan
umbi yang berada dalam tanah. Tanaman ini merupakan tanaman terna hidup
panjang, daunnya mirip sekali dengan daun Tacca (Heyne, 1987). Batang tegak,
lunak, halus berwarna hijau atau hitam belang-belang putih. Batang tunggal
memecah menjadi tiga anak daun (rachis) dan akan memecah lagi sekaligus
menjadi anak
daun. Pada setiap pertemuan tulang daun akan tumbuh bulbil
berwarna coklat sebagai alat perkembangbiakan tanaman. Tinggi tanaman dapat
mencapai 1.5 meter, sangat tergantung umur dan kesuburan tanah. Umbi
berbentuk lebar dengan berat mencapai 1-16 kg. Umbi banyak mengandung
mannan yang merupakan bahan pembentuk gel.
Jenis iles-iles yang dapat diperoleh di Indonesia adalah A. variabilis dengan
warna umbi putih, dan A. muelleri dengan warna umbi kuning (Syaefullah, 1991).
Dari kedua jenis tersebut, A. muelleri merupakan jenis yang dikehendaki oleh
konsumen karena banyak mengandung glukomanan. Tinggi rendahnya kadar
glukomanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain umur tanaman
(Syaefullah, 1990), dan perlakuan menjelang pengeringan, bagian yang digiling,
serta alat yang digunakan (Suhirman et al., 1995).
4
Jenis A. muelleri Blume, merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini
tumbuh di pinggir hutan jati, di bawah rumpun bambu, di tepi-tepi sungai, di
semak belukar dan di tempat-tempat di bawah naungan. Selain digunakan sebagai
bahan pangan, iles-iles juga digunakan sebagai bahan baku industri, seperti
farmasi dan kosmetik.
Syarat Tumbuh
Tanaman iles-iles tumbuh dari dataran rendah sampai 1000 m di atas
permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan maksimum pada daerah 100-600 m
dpl, dengan suhu antara 25-35oC, sedangkan curah hujan antara 300-500
mm/bulan selama periode pertumbuhan. Pada suhu di atas 35 oC daun tanaman
terbakar (Idris, 1972). Iles-iles termasuk tipe tumbuhan liar (Yuzammi, 2000).
Tumbuhnya bersifat sporadis di hutan-hutan atau di pekarangan-pekarangan, dan
belum banyak dibudidayakan (Hartanto, 1994). Menurut Hetterscheid dan
Ittenbach (1996), iles-iles dapat tumbuh baik pada tanah bertekstur ringan yaitu
pada kondisi liat berpasir, strukturnya gembur,dan kaya unsur hara. Di samping
itu juga memiliki drainase baik, kandungan humus yang tinggi, dan memiliki pH
tanah 6 – 7.5 (Jansen et al. 1996). Pengamatan pertumbuhan tanaman di dua
lokasi yang berbeda tingkat peneduhan, menunjukkan bahwa dalam budidaya ilesiles peneduh mutlak diperlukan (Sumarwoto, 2005). Menurut Jansen et al. (1996)
untuk memperoleh pertumbuhan yang lebih baik, diperlukan peneduh 50-60%.
Dalam melakukan penanaman iles-iles jarak tanam hendaknya disesuaikan
dengan masa periode tumbuhnya. Periode tumbuh pertama jarak tanam berkisar
37.5 cm x 37.5 cm, sedangkan periode kedua berkisar menjadi 57.5 cm x 57.5 cm
dan periode ketiga meningkat menjadi 100 cm x 100 cm (Sumarwoto, 2005).
Apabila bahan tanaman berupa umbi, agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang
baik, kedalaman tanam perlu disesuaikan dengan ukuran (bobot) umbi yang
ditanam. Bibit dari bulbil ditanam sedalam 5 cm, umbi ukuran 200 g sedalam 10
cm, dan jika umbi lebih berat lagi menjadi lebih dalam sampai kurang lebih 15 cm
di bawah permukaan tanah.
5
Induksi Mutasi
Untuk mendapatkan kultivar baru melalui program pemuliaan tanaman
diperlukan variasi genetik yang kuat. Oleh sebab itu, sangat penting bagi pemulia
tanaman untuk selalu memperluas variabilitas genetik sebagai bahan seleksi dalam
program pemuliaan, baik melalui eksplorasi, introduksi, mutasi maupun cara
lainnya. Mutasi adalah perubahan pada materi genetik yang terjadi secara tibatiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang
bersifat terwariskan (heritable). Puspodarsono (1988) menyebutkan bahwa mutasi
merupakan perubahan genetik baik gen tunggal atau sejumlah gen atau susunan
kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase
pertumbunan tanaman namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif
mengalami pembelahan sel misalnya tunas, biji, dan bagian tanaman lainnya.
Berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam suatu gen, mutasi terbagi
menjadi mutasi besar dan mutasi kecil. Mutasi besar meliputi perubahan yang
terjadi pada struktur dan susunan kromosom. Mutasi kecil meliputi perubahan
yang terjadi pada susunan molekul (DNA) gen atau nukleotida (Crowder, 1997).
Mutasi dapat terjadi secara spontan atau buatan berdasarkan faktor
penyebabnya. Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang
terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi. Keduanya dapat menimbulkan
variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami
(evolusi) maupun seleksi secara buatan (pemuliaan) . Mutasi spontan atau alamiah
adalah perubahan genetik yang terjadi dengan sendirinya di alam. Penyebabnya
antara lain sinar kosmos, batuan radioaktif dan sinar ultra violet matahari. Mutan
dari mutasi spontan ini sangat jarang ditemukan, sekitar 1 x 10 -6 sampai 1 x 10-7
perubahan pada gen dalam satu sel tunggal. Mutasi buatan adalah perubahan
genetik yang diinduksi oleh usaha manusia. Usaha ini dapat dilakukan secara
fisik, kimia dan biologi. Cara fisik dengan pemakaian bahan radioaktif,
penggunaan bahan bersifat radioaktif. Cara kimia dengan menggunakan ethylene
scimine (EL), diethyl sulphate (DES), ethyl methane sulphonate (EMS), ethyl
nitroso urea (ENH), dan methyl nitroso urea (MNH) serta kelompok azida. Cara
biologi dengan menggunakan bantuan virus (Yatim, 1996).
6
Menurut Ismachin (1994), induksi dengan mutagen sebenarnya merupakan
perlakuan yang merusak. Kerusakan yang umum terjadi adalah pada semua atau
sebagian sel, atau organel, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan
tanaman. Pada tanaman generasi pertama (M1), generasi perlakuan umumnya
mengalami kerusakan fisiologis dan perubahan genetis. Pada generasi berikutnya,
mutasi dapat bersifat permanen atau sementara.
Irradiasi Sinar Gamma
Pemuliaan tanaman dengan teknik mutasi dapat memperluas variabilitas
genetik tanaman dan dapat dilakukan dengan irradiasi pengion, seperti sinar ultra
violet, sinar gamma, sinar alfa, partikel beta, proton dan neutron. Menurut Van
Harten (1998), dewasa ini sinar gamma merupakan irradiasi yang paling banyak
digunakan untuk menginduksi tanaman guna menghasilkan mutan. Sinar gamma
ditemukan pada tahun 1900 oleh P. Villard setelah ditemukannya sinar alpha dan
beta oleh E. Rutherford dan F. Soddy.
Menurut Ismachin (1988), irradiasi adalah pemberian sinar radioaktif pada
suatu objek dengan konsentrasi tertentu selama periode waktu tertentu. Dalam
sistem biologi, satuan irradiasi yang digunakan adalah Rad (Radiation Absorbed
Dose) yakni besarnya energi yang diserap oleh setiap gram bahan yang diirradiasi.
Jadi, 1 Rad adalah energi sebesar 100 erg yang diserap 1 gram bahan (100 erg/g).
saat ini satuan Rad mulai tergantikan dengan satuan Gray yaitu energi sebesar 1
Joule yang diserap 1 Kg bahan yang diirradiasi. Konversinya terhadap satuan
energi yang lain adalah 1 Gray = 1 Joule/Kg = 100 Rad (Ahnstrom, 1977).
Sinar gamma merupakan irradiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang yang lebih pendek dari sinar X yang berarti menghasilkan irradiasi
elektromagnetik dengan tingkat energi yang lebih tinggi. Tingkat irradiasi energi
sinar gamma yang dihasilkan reaktor nuklir mencapai lebih dari 10 MeV. Daya
tembusnya ke dalam jaringan sangat dalam mencapai beberapa sentimeter dan
bersifat merusak jaringan yang dilewatinya (Sparrow, 1961; Van Harten, 1998).
Iradiasi sinar gamma didapat dari isotop radioaktif seperti
137
Cs atau
60
Co.
Dua radioisotop tersebut mempunyai panjang gelombang yang pendek dan energi
yang tinggi per foton, maka daya penetrasinya besar. Sinar gamma adalah tipe
7
irradiasi elektromagnetik yang menyebabkan ionisasi. Ketika material biologi
diirradiasi, foton sinar gamma menumbuk orbital elektron dari atom, semua energi
foton ditransfer ke elektron dalam bentuk energi kinetik, dan elektron dilontarkan
keluar menghasilkan atom bermuatan positif. Elektron bebas tersebut yang disebut
fotoelektron mempunyai energi yang sangat besar dan dapat menyebabkan
ionisasi lagi. Efek utama dari irradiasi ionisasi pada DNA adalah gangguan pada
satu atau kedua strand DNA, cross-linking DNA-DNA, dan DNA-protein
(Sharma dan Chopra, 1988). Hal inilah yang mengawali adanya perubahan
genetik pada material biologi tersebut.
Sinar gamma dapat digunakan untuk mengirradiasi bahan tanaman dengan
rentang yang luas, misalnya benih, tanaman utuh, bagian tanaman, benang sari
(anther), tepung sari (pollen), kultur sel tunggal atau protoplas, dan sebagainya.
Misalnya untuk stek tanaman hias, dapat diirradiasikan dengan dosis 10-30 Gray
(Van Harten, 1998). Berdasarkan penelitian Wulandari (2001), dosis optimum
untuk meningkatkan keragaman morfologi tanaman krisan adalah pada dosis 10
Gray, dengan persentase kemunculan mutan tertinggi pada dosis 20 Gray.
Download