kitab yudas dan wahyu - Pdt. Alexius Letlora D.Th

advertisement
KELAS ALKITAB MALAM
SURAT YUDAS
dan
WAHYU
PDT. A. LETLORA S.Th, M.Min
29 November 2010
GPIB JEMAAT IMMANUEL DI BEKASI
Pendahuluan.
• Yudas memperkenalkan dirinya sekadar
sebagai "saudara Yakobus" (ayat Yud 1:1).
Satu-satunya pasangan saudara dalam PB
yang bernama Yudas dan Yakobus adalah
saudara tiri Yesus (Mat 13:55; Mr 6:3).
Mungkin Yudas menyebutkan nama Yakobus
karena kedudukannya sebagai pemimpin
jemaat di Yerusalem akan membantu
menjelaskan identitas dan kekuasaannya
sendiri.
• Surat yang singkat namun tegas ini ditulis
untuk menentang para guru palsu yang
terang-terangan berhaluan antinomisme
(yaitu
mereka
mengajarkan
bahwa
keselamatan
melalui
kasih
karunia
mengizinkan mereka untuk berdosa tanpa
dijatuhi hukuman) dan yang menghina
pernyataan rasuli tentang pribadi dan tabiat
Yesus Kristus (ayat Yud 1:4).
• Dengan demikian mereka memecahbelah gereja mengenai apa yang harus
dipercaya (ayat Yud 1:19,22) dan
bagaimana harus berperilaku (ayat Yud
1:4,8,16). Yudas melukiskan guru palsu
yang tak berprinsip ini sebagai "orangorang fasik" (ayat Yud 1:15) dan juga
sebagai orang "tanpa Roh Kudus" (ayat
Yud 1:19).
• Tujuan
Yudas menulis surat ini
(1) untuk sangat mengingatkan orang percaya
mengenai ancaman serius dari para guru palsu
dan pengaruh mereka yang merusak di dalam
gereja, dan
(2) untuk menantang orang percaya yang
sejati dengan keras supaya mereka bangkit
dan "berjuang untuk mempertahankan iman
yang telah disampaikan kepada orang-orang
kudus" (ayat Yud 1:3).
Isi surat
• Setelah memberikan salam (ayat Yud 1:1-2), Yudas
menyatakan bahwa tujuannya mula-mula ialah menulis
tentang sifat keselamatan (ayat Yud 1:3a). Akan tetapi,
sebaliknya dia terdorong untuk menulis surat ini karena
guru-guru palsu yang memutarbalikkan kasih karunia
Allah dan dengan demikian melemahkan kebenaran
dalam gereja (ayat Yud 1:4). Yudas menuduh mereka
sebagai tidak suci secara seksual (ayat Yud 1:4,8,16,18),
berkompromi seperti Kain (ayat Yud 1:11), serakah
seperti Bileam (ayat Yud 1:11), suka memberontak
seperti Korah (ayat Yud 1:11), congkak (ayat Yud
1:8,16), penipu (ayat Yud 1:4,12), sensual (ayat Yud
1:19) dan memecah-belah (ayat Yud 1:19).
• Yudas menyatakan kepastian hukuman Allah atas
semua orang yang berbuat dosa seperti itu dan
menggambarkannya dengan enam contoh dari PL
(ayat Yud 1:5-11). Gambaran dua belas ciri
kehidupan mereka menunjukkan bahwa mereka
siap untuk menerima murka Allah (ayat Yud 1:1216). Orang percaya didorong untuk waspada dan
untuk menaruh belas kasihan bercampur
ketakutan bagi mereka yang goyah (ayat Yud
1:20-23). Yudas menutup suratnya dengan suatu
peningkatan pengilhaman dalam ucapan
berkatnya (ayat Yud 1:24-25).
• Empat ciri utama menandai surat ini.
(1) Surat ini berisi celaan yang paling blak-blakan dan bersemangat
dari PB terhadap para guru palsu. Itu menggarisbawahi betapa
seriusnya ancaman ajaran palsu terhadap iman yang sejati dan
hidup yang kudus bagi segala angkatan.
(2) Surat ini menunjukkan kesenangan untuk memberikan ilustrasi
dengan memakai rangkaian tiga -- misalnya: tiga contoh
penghukuman dalam PL (ayat Yud 1:5-7), tiga ciri guru palsu (ayat
Yud 1:8), dan tiga contoh orang tidak kudus dalam PL (ayat Yud
1:11).
(3) Di bawah pengaruh penuh dari Roh Kudus, Yudas dengan leluasa
menunjuk kepada sumber-sumber tertulis: (a) Alkitab PL (ayat Yud
1:5-7,11), (b) tradisi Yahudi (ayat Yud 1:9,14-15) dan (c) 2 Petrus,
serta mengutip langsung 2Pet 3:3, yang diakuinya sebagai berasal
dari rasul-rasul (ayat Yud 1:17-18).
(4) Surat ini berisi ucapan berkat PB yang paling agung.
KITAB WAHYU KEPADA YOHANES
• Kitab Wahyu ini sendiri sering disebut sebagai kitab
Apokaliptik dalam PB. Kata apokaliptik berasal dari
bahasa
Yunani:
apokalypsis
yang
artinya
membukakan/menyingkapkan.
Jenis
tulisan
semacam ini sebenarnya telah ada sejak PL misalnya
dalam dalam kitab para nabi (mis: Daniel 2, 7, 9-12;
Yeh. 1, 37, 40). Genre tulisan apokaliptik ini juga
muncul dalam tulisan-tulisan Yahudi pada masa
antar perjanjian (1 Enoch, 4 Ezra, dll) hingga masa
PB (Kitab Wahyu dan beberapa bagian dalam suratsurat Paulus). Namun penyingkapan yang termuat
dalam kitab Wahyu dipandang sebagai klimaks dari
nubuatan-nubuatan yang pernah tertulis tersebut.
• Didorong
oleh
keinginan
untuk
semakin
mempertahankan keutuhan kerajaannya, Antiokhus
semakin mendorong helenisasi disegala aspek
kehidupan. Misalnya sesaat sebelum pelaksanaan
suatu pertandingan olah raga, tidak jarang diawali
oleh upacara penyembahan kepada dewa-dewa
Yunani yang bagi orang Yahudi sangat dilarang.
Penolakan penyembahan ini membuat Antiokhus
pernah mengeluarkan suatu ketetapan
untuk
melarang orang Yahudi menjalankan segala ketetapan
Taurat. Antiokhus bahkan secara kejam menghukum
orang Yahudi yang melanggar ketetapan itu. Ia juga
merampas harta dan perlengkapan di Bait Allah.
• Sebelumnya
Antiokhus
juga
telah
mengintervensi pengangkatan Imam Besar,
yakni dengan merestui orang-orang yang bisa
dia jadikan ”boneka” yang meguntungkan
dirinya. Puncak penghinaan serta penghukuman
Antiokhus kepada orang Yahudi terjadi ketika
sebuah altar dewa Zeus Olympus ditempatkan
di atas altar Bait Allah dan disitu daging haram
dipersembahkan sebagai sesajen (band. II
Makabe 6:2; Daniel 11:31; 12:11).
• D. S. Russell, Penyingkapan Ilahi (Jakarta: BPK
GM, 1993), hal. 34.
• Kondisi yang sulit memaksa mereka untuk memandang
kepada tatanan yang bersifat metafisis dan mistis. Hal ini
membuat sastra ber-genre ini memuat bahasa-bahasa serta
simbol-simbol yang sulit kita pahami – tentunya apabila
dilihat dari cara berpikir kita pada konteks yang berbeda.
Andre Lacocque menyimpulkan: ”penyebab adanya
apokaliptik adalah keyakinan bahwa Allah mempunyai
rencana untuk menyatukan sejarah manusia, satu rencana
yang perlu ditemukan, sebab rencana ini merupakan
rahasia jagat raya ini. Dengan cara ini, sejarah dibagi
menjadi dua kutub: yang sekarang sedang berjalan dan
yang terakhir; dan sejarah yang ditopang dalam kekekalan
hikmat dan pengetahuan Allah. Itulah sebabnya mengapa
Kerajaan Allah melampaui sejarah, tetapi dimasukkan ke
dalam sejarah di dalam pemerintahan orang-orang kudus
(band. Daniel 7).”
• Genre apokaliptik merupakan sebuah
ekspresi manusia pada eranya dalam
memahami fakta sebuah sejarah dalam
kaitannya dengan campur tangan serta
rencana Allah. Dengan demikian, tidak
berlebihan jika sebagian ahli menyimpulkan
genre ini sebagai sastra pengharapan
disamping juga sebagai sastra untuk
memperingatkan pembacanya. Dan kitab
Wahyu adalah satu diantaranya.
• Angka 7 dalam Kitab Wahyu
• Mengingat peran angka tujuh begitu signifikan dalam kitab
ini, maka pembahasan tentang angka ini sengaja kita bahas
dibagian awal tulisan ini. Dalam kitab Wahyu angka 7
(tujuh/epta) muncul secara sangat menonjol (± 54 kali).
Jumlah tersebut belum termasuk yang muncul secara
implisit, misalnya: "Anak Domba yang disembelih itu layak
untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan
kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!"
(5:12), "Amin! puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan
syukur, dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi
Allah kita sampai selama-lamanya! Amin!" (7:12). Selain
itu dalam kitab ini juga muncul kata berbahagia
(Maka,rioj/Makarioi) sebanyak 7 kali: 1:3; 14:13; 16:15;
19:9; 20:6; 22:7; 22:14.
• Angka ini memiliki pengertian tersendiri.
Dalam Yehezkiel 25-32, angka ini juga
muncul yakni ”tujuh bangsa”. Bagi orangorang Yahudi, angka ini memiliki makna
yang terkait dengan kesempurnaan,
keutuhan, totalitas, kegenapan, dll. Dengan
makna tersebut, maka angka ini sering
dikaitkan dengan Allah atau karya-Nya.
• Penulis
• Teks ini sendiri menyatakan bahwa penulisnya adalah
Yohanes hamba Allah (1:1, 4, 9; 22:8), dia juga
menyebut dirinya sebagai saudara dari para
pembacanya (1:9). Walaupun dia tidak menyebut
dirinya sebagai nabi, namun tampaknya dia bisa saja
merupakan bagian dari kelompok nabi Kristen (22:69) dan tampaknya cukup dikenal oleh sejumlah
jemaat di Propinsi Asia Kecil. Sebagai nabi, dia
bernubuat atau menyampaikan berita dari Allah
(10:11), dan kitab ini memang memuat nubuatan
(22:7, 10, 19). Secara tradisional, gereja
menyimpulkan bahwa penulis kitab ini adalah
Yohanes sang Rasul, yang juga adalah penulis Injil
Yohanes serta 3 surat-surat Yohanes.
• Namun demikian, jika diperhatikan 1:1 secara
keseluruhan, tampaknya Allah sendirilah yang
menjadi pengarang utama kitab ini “Inilah wahyu
Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepadaNya.” Karena itu, benarlah pendapat yang
mengatakan bahwa apa yang dinubuatkan dalam
kitab ini sama sekali bukan hasil imajinasi dan
meditasi manusia (Yohanes), tapi adalah
penyataan Allah tentang gereja-Nya. Menurut
Wahyu 1:1b, Yohanes adalah orang yang
memperoleh penyataan Allah kepada Yesus
Kristus itu dan menuliskannya ke dalam bahasa
manusia: “Dan oleh malaikat-Nya yang diutusNya, Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya
Yohanes.”
• Tahun Penulisan
• Kitab ini memuat isu penganiayaan yang cukup menonjol
(lebih jauh akan dibahas pada bagian ”kondisi penerima”
dan ”tujuan penulisan”). Berdasarkan isu penganiayaan yang
muncul dalam kitab ini, umumnya ada dua pendapat tentang
pada era siapa penganiayaan tersebut terjadi, yakni era
Kaisar Nero (54-68) atau era Domitian (81-96). Kitab ini juga
memuat indikasi bahwa jemaat-jemaat ini bukanlah generasi
pertama (lebih jauh akan diuraikan dalam bagian ”kondisi
penerima” di bawah). Karena jemaat ini bukankah jemaat
generasi pertama, maka tampaknya era domitian lebih bisa
diterima yakni sekitar 95 EK, yakni pada tahun-tahun
terakhir era Domitian. Selain itu, issu ketidakbertumbuhan
gereja (suam-suam kuku) dalam kitab ini juga kurang cocok
dengan kondisi gereja pada era generasi-generasi yang palin
awal, termasuk era Nero.
• Penerima
• Tiga pasal pertama kitab ini (baca: 1:4) menunjukkan
bahwa kitab ini ditujukan kepada tujuh jemaat di
Propinsi Asia (Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis,
Filadelpfia dan Laodikia). Yang menjadi pertanyaan
adalah, apakah kitab ini hanya ditujukan kepada
jemaat-jemaat di kota-kota tersebut di atas? Apakah
ada penafsiran lain mengingat kota-kota tersebut
berjumlah 7 buah?
• Dalam penjelasan tentang angaka 7 di atas, kita akan
melihat bahwa angka ini merujuk kepada sebuah arti
kesempurnaan atau keutuhan atau kegenapan.
Beranjak dari makna angka tersebut, sebagian besar
ahli menyimpulkan bahwa penerima kitab ini adalah
keseluruhan gereja Tuhan Yesus Kristus disegala tempat
dan segala abad
• Ketujuh jemaat ini adalah sebagai perwakilan,
yang sempurna, dari pembacanya. Carson dan
Moo menyebutkan bahwa ketujuh kota ini
merupakan pusat informasi. Sehingga alasan
pengambilan ketujuh kota ini lebih kepada
alasan geografis dan komunikasi
• Kondisi Penerima
• Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa
nuansa tentang penderitaan dalam berbagai bentuk
sangat kuat dalam kitab ini. Kita bisa menangkap
nuansa tersebut misalnya: melalui cara penulis yang
mengambarkan bahwa darah pembaca kitab ini sedang
dicurahkan (6:10; 7:14; 16:6; 17:6; 19:2), sebagian
sedang menantikan kematiannya dalam penjara yang
pengap dan gelap (2:10), terancam mati kelaparan atau
kehausan (6:8; 7:16), sebagian telah dilemparkan untuk
dimangsa binatang buas (6:8), banyak diantara mereka
telah dipenggal kepalanya (20:4), Antipas di Pergamus
telah dibunuh (2:13), Yohanes telah dibuang ke Patmos
(1:9).
• Pulau Patmos sendiri adalah pulau yang berbatu dan tidak rata
dan berada disebelah Tenggara kota Efesus. Pada era Romawi,
pulau ini dijadikan sebagai salah satu tempat pembuangan bagi
orang-orang yang dianggap bersalah. Seperti yang tercatat
dalam kitab ini, penolakan terhadap penyembahan kepada
Kaisar tampaknya menjadi salah satu penyebab penindasan
kepada jemaat-jemaat dan Yohanes (baca 13:4-7, 15-16; 14:911; 15:2; 16:2; 19:20; 20:4).
• Pada era Kaisar Domitian ada bukti kuat yang mengatakan
bahwa pada kepemimpinannya Domitian menegaskan keilahian
dirinya. Dia mengklaim dirinya sebagai dominus et deus (lord
and god). Domitian tampaknya menuntut penyembahan kepada
dirinya sebagai wujud kesetiaan orang kepada dirinya. Dengan
demikian, siapa saja yang tidak mau menyembahnya berarti
tidak setia kepadanya dan dianggap musuh.
• Sikap jemaat yang sedemikian rupa sangat
mungkin disebabkan oleh gelombang
penganiayaan serta ajaran sesat yang sedang
dan akan mereka hadapi. Dengan gambaran
penerima yang sedemikian rupa tersebut,
maka penulis kitab ini merasa sangat
berkepentingan
untuk
menanggapinya.
Karena itu tidak berlebihan bila kita
menyimpulkan bahwa gagasan yang ada di
balik penulisan kitab ini adalah penguatan/
penghiburan sekaligus juga sebagai peringatan
untuk antisipasi.
• Gagasan itu terlihat melalui ayat-ayat berikut,
misalnya: mereka yang setia akan ikut memerintah
dan duduk bersama Dia di atas tahta-Nya (3:21), Allah
akan menghapus air mata mereka (7:17; 21:4), Allah
akan mendengarkan doa-doa mereka dan jawaban
doa mereka akan mempengaruhi jalannya sejarah
(8:3-4), orang-orang yang mati di dalam Tuhan
disebut berbahagia dan perbuatan baik mereka tidak
akan dilupakan (14:13), darah kaum martir akan
dibalaskan (19:2), orang-orang kudus akan memakai
jubah putih dalam pernikahan Anak Domba (19:7-9)
dan mereka akan memerintah bersama Kristus untuk
selama-lamanya (5:10; 22:5).
• Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kitab ini
merupakan kombinasi antara tuntutan spiritual
dan tuntutan etik. Secara spiritual mereka diminta
untuk tetap setia dalam situasi yang sangat sulit
sekalipun. Pada saat yang sama, secara etik,
mereka juga diminta untuk waspada terhadap
kekuatan dan keinginan jahat yang terus menerus
mendesak mereka kepada kehidupan moral yang
tidak disukai Allah. Tuntutan ini menjadi sangat
beralasan sebab Allah yang mereka percayai
adalah Allah yang kekal , Allah yang menjadi
hakim pada hari penghakiman.
• Mengenai pembagian yang sedemikian rupa,
Hendriksen tampaknya sependapat dengan beberapa
ahli lain, misalnya seperti: L. Berkhof, L. Morris, B. B.
Warfeild. Pembagian lengkapnya adalah sbb:
• Kristus di tengah-tengah kaki dian dari emas (1-3)
• Gulungan kitab dengan tujuh meterai (4-7)
• Tujuh sangkakala penghukuman (8-11)
• Perempuan dan Anak laki-laki dianiaya oleh naga dan
para pembantunya (binatang dan pelacur) (12-14)
• Tujuh cawan murka (15-16)
• Jatuhnya pelacur besar dan kedua binatang (17-19)
• Penghukuman atas naga (iblis) yang diikuti oleh
penciptaan langit baru dan bumi yang baru (20-22)
• Arti Angka
• Selain angka 7, masih ada beberapa angka lain yang
muncul dalam kitab Wahyu. Angka yang cukup sering
muncul adalah sepuluh (Yun: deka) yakni sebanyak 9 kali.
(baca. 2:10; 12:3; 13:1*; 17:3, 7, 12*, 16). Jika kita
membaca kesembilan ayat di atas, maka angka sepuluh
selalu terkait dengan setan dan pekerjaannya. Sementara
angka dua belas juga cukup sering muncul dan selalu
dikaitkan dengan orang pilihan Allah. Besar kemungkinan
berakar dari 12 suku-suku Israel (baca. 7:5-6; 12:1; 21:12;
21:14; 21:16; 22:2, dll.). Istilah tua-tua (Yun:
presbuteroi/presbuterouj/presbuterwn) juga muncul dua
belas kali. Dengan demikian, dalam kitab Wahyu, angka
dua belas melukiskan orang-orang pilihan Allah, sementara
angka sepuluh melukiskan Setan dan pengikutnya serta
aktifitas mereka. Jika tujuh adalah angka sempurna yang
terkait dengan Allah sendiri, maka angka enam adalah
angka setan yang gagal mencapai kesempurnaan.
• Makna Simbol
• Kitab Wahyu memuat banyak simbol-simbol yang
sangat membingungkan kita. Simbol-simbol
tersebut ada yang berupa angka, peristiwa,
warna, dll. Sebagaimana sebuah simbol, tentu
saja dia mewakili sebuah gagasan atau makna.
Namun simbol-simbol yang membingungkan ini
membuat
kita
bertanya:
”Bukankah
penyingkapan bertujuan untuk membuat segala
sesuatunya menjadi tersingkap (menjadi jelas)?
lalu mengapa justru simbol-simbol ini bukan
membuat makin jelas tetapi justru menjadi
semakin tidak jelas?”
• Ternyata berdasarkan konteks historis teks,
paling tidak, ada dua alasan penggunaan
bahasa simbol ini yakni:
• demi kejelasan pesan dan
• demi keamanan penyebaran pesan yang
disampaikan melalui simbol-simbol tersebut.
Tampaknya kedua alasan di atas menjadi
alasan penggunaan simbol-simbol dalam kitab
Wahyu ini.
• Sementara itu, simbol-simbol yang dipakai
untuk merujuk kepada penguasa yang lalim,
tampaknya
adalah
demi
keamanan
penyebaran pesan itu. Sebagaimana yang kita
ketahui, pada saat penglihatan ini terjadi,
Gereja
Tuhan
sedang
mengalami
penganiayaan yang sangat besar dibawah
pemerintahan Romawi (band. Penggunaan
kata Babel dalam 14:8 (juga 1 Ptr. 5:13)).
Download