BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Kebijakan Dividen
Dividen adalah laba dari perusahaan yang dibagikan kepada para
pemegang saham. Kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
keputusan pendanaan perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang
saham dan akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan.
Kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout
ratio, yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan sebagai
dividen kepada para pemegang saham (Sudana, 2011: 167). Rasio pembayaran
dividen (dividend payout ratio) adalah dividen tunai tahunan yang dibagi dengan
laba tahunan atau dividen per lembar saham dibagi dengan laba per lembar saham.
Rasio tersebut menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada
pemegang saham secara tunai (Horne dan John, 2007: 270). Kebijakan dividen
penting bagi perusahaan karena dapat meningkatkan nilai perusahaan dan
kemakmuran bagi pemegang saham.
Keputusan pembayaran dividen dilakukan direksi perusahaan setiap
tahunnya pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Adapun prosedur untuk
pembayaran dividen adalah sebagai berikut (Lubis dan Adi, 2012: 242) :
1. Declaration date; tanggal pengumuman akan dibayarkan dividen,
2. Holder of record date; perusahaan akan menutup buku stock transfernya dan
membuat daftar para pemegang saham yang akan menerima dividennya.
3. Ex dividen date; untuk menghindarkan konflik, perusahaan securities
menyiapkan konvensi yang menyatakan bahwa hak terhadap dividen adalah
bagi pemegang saham yang memiliki saham tersebut sampai 4 hari sebelum
the holder of record date .
4. Payment date; tanggal yang sebenarnya waktu perusahaan memposisikan cek
pembayaran dividen pada para pemegang saham.
Pengumuman dividen merupakan salah satu informasi yang akan direspon
oleh pasar. Perusahaan yang membayar dividen secara stabil dari waktu ke waktu
kemungkinan dinilai lebih baik daripada perusahaan yang membayar dividen
secara berfluktuatif. Hal ini karena perusahaan yang membayar dividen secara
stabil mencerminkan kondisi keuangan perusahaan tersebut juga stabil dan
sebaliknya, perusahaan dengan dividen tidak stabil mencerminkan kondisi
keuangan perusahaan yang kurang baik (Sudana, 2011:171). Banyak perusahaan
menjalankan kebijakan dividen stabil, artinya jumlah dividen per lembar yang
dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun
laba per lembar saham pertahunnya berfluktuasi (Sjahrial, 2008: 317).
Pada penelitian ini kebijakan dividen diukur dengan Dividend Payout
Ratio.
Dividend Payout Ratio (DPR) =
Total Dividen
Laba setelah pajak
Ada beberapa alasan dilaksanakannya kebijakan pembayaran dividen
stabil yaitu (Sjahrial, 2008: 317) :
1. Memberikan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek
yang baik di masa-masa mendatang,
2. Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari
dividen.
3. Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, untuk organisasi atau
yayasan sosial, perusahaan asuransi, bank-bank tabungan, dana-dana pensiun,
pemerintah kotamadya, hanya diijinkan menanamkan dananya dalam sahamsaham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan
pembayaran dividen yang stabil.
2.1.2. Teori Kebijakan Dividen
Ada beberapa teori tentang kebijakan dividen, teori tersebut adalah
(Sudana, 2011: 168)
1. Teori dividend irrelevance merupakan teori yang dikemukakan oleh Franco
Modigliani dan Merton Miller. Menurut teori ini, kebijakan dividen tidak
memengaruhi harga pasar saham atau nilai perusahaan. Modigliani dan Miller
berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (earning power) dan resiko
bisnis, sedangkan bagaimana arus pendapatan menjadi dividen dan laba
ditahan tidak memengaruhi nilai perusahaan.
2. Teori bird in the hand merupakan teori yang dikemukakan oleh Myron
Gordon dan John Lintner. Menurut teori ini, investor menyukai dividen yang
sudah ditangan dibandingkan dengan capital gain atau nilai perusahaan yang
belum tentu ada dimasa mendatang artinya investor memberikan nilai lebih
tinggi atas dividend yield dibandingkan dengan capital gain yang diharapkan.
Hal ini terjadi karena pembagian dividen dapat menguragi ketidakpastian yang
dihadapi investor.
3. Teori tax preference
Apabila tarif pajak dividen lebih tinggi daripada tarif pajak capital gain, maka
investor akan lebih senang jika laba yang diperoleh perusahaan tetap ditahan
di perusahaan guna membelanjai investasi yang dilakukan perusahaan.
Dengan demikian dimasa yang akan datang diharapkan terjadi peningkatan
capital gain yang tarif pajaknya lebih rendah dividen.
2.1.3. Teori Investment Opportunity Set
Penelitian ini menggunakan teori residual dalam menjelaskan pengaruh
Investment opportunity set terhadap kebijakan dividen. Menurut teori ini dividen
hanya akan dibayarkan jika masih ada uang tersisa setelah semua investasi yang
menghasilkan NPV positif telah didanai (Arifin, 2005: 114).
Investment opportunity set adalah pilihan-pilihan investasi yang tersedia
bagi individu atau perusahaan yang dapat dilakukan perusahaan. Menurut Myers
(1977) investment opportunity set merupakan nilai sekarang dari pilihan-pilihan
perusahaan untuk membuat investasi di masa yang akan datang. Investasi
merupakan salah satu indikator penting dalam meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Myers (1977) investment opportunity set dapat memberikan kontribusi
positif bagi nilai perusahaan dan jika pembayaran dividen dibatasi maka
perusahaan harus menginvestasikan ke sesuatu. Dengan adanya sejumlah
kesempatan investasi bagi perusahaan, maka mereka memiliki kesempatan untuk
bertumbuh. Perusahaan yang sedang mencapai tahap dewasa akan berusaha
mendanai semua kesempatan investasi yang menghasilkan NPV positif yang
berarti bahwa semakin besar kesempatan investasi bagi perusahaan maka semakin
kecil dividen yang akan dibayar kepada pemegang saham.
Peningkatan penggunaan sumber internal menjadi alternatif yang lebih
disukai dalam pemenuhan dana karena tidak menaikkan rasio kecukupan utang
bahkan akan memperbaiki sekaligus meningkatkan nilai aset perusahaan.
Sebaliknya, jika peluang investasi tidak banyak atau terbatas, manajemen akan
memiliki motivasi untuk mengalihkan bagian laba yang diperoleh menjadi dividen
(Gumanti, 2013: 92).
2.1.4. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi menyangkut dua pihak yaitu agen dan prinsipal. Agen
merupakan pihak yang mengelola perusahaan sedangkan prinsipal merupakan
pemilik perusahaan atau penyetor dana ke perusahaan (Manurung, 2012: 61).
Jensen dan Meckling (1976) yang mengemukakan teori agensi. Teori ini
menguraikan adanya hubungan antara pemisahan kepemilikan dan pengendalian
perusahaan (separation ownership and control) dan menekankan pada struktur
kepemilikan perusahaan termasuk bagaimana kepemilikan saham perusahaan oleh
manajer dimana keinginan (interest) manajer berkaitan dengan keinginan pemilik
perusahaan. Dengan adanya perbedaan kepentingan antara manajer dengan
pemilik
perusahaan
dapat
mengakibatkan
munculnya
perbedaan
kepentingan/konflik yang disebut dengan konflik agensi.
. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik atau manajemen
puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk
melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien
dan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi
lingkungan. Agen dan prinsipal termotivasi oleh kepentingannya sendiri dan
seringkali kepentingan antara keduanya bertentangan. Menurut pandangan
prinsipal, kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil,
sementara menurut pandangan agen, dia lebih suka jika sistem kompensasi
tersebut tidak semata-mata melihat hasil tetapi juga tingkat usahanya (Ikhsan dan
Muhammad, 2008: 28).
Untuk meminimumkan konflik keagenan ini diperlukan biaya yang disebut
dengan biaya agensi (agency cost). Pemegang saham akan mengangkat pihak lain
atau lembaga yang memonitor manajer dengan mengeluarkan biaya, biaya ini
disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi merupakan hasil jumlah dari (Jensen
dan Meckling, 1976) :
1. pengeluaran untuk pemantauan (monitoring) oleh pemilik,
2. pengeluaran dalam rangka pengikatan (bonding) oleh agen,
3. Kerugian residual (residual loss).
Ada tiga kategori dari biaya agensi (agency cost) antara lain (Lubis dan
Adi, 2012: 12) :
1. biaya auditor untuk memonitor tindakan manajer,
2. biaya menggaji manajer dari luar sehubungan dengan biaya struktur
organisasi,
3. opportunity cost, misalnya merupakan persyaratan agar pemegang saham
terpaksa memilih isu tertentu, yang merupakan batasan dari manajer untuk
mengambil tindakan yang ada hubungannya dengan harta pemegang saham.
2.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan
yaitu (Sjahrial, 2008: 305) :
1. Posisi likuiditas perusahaan
Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan.
2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang
Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar utang maka sisanya
digunakan untuk membayar dividen makin kecil.
3. Rencana perluasan usaha perusahan
Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang dapat
dibayarkan untuk dividen.
4. Pengawasan terhadap perusahaan
Kebijakan pembiayaan; untuk eskpansi dibiayai dengan dana dari sumber
intern antara lain: laba.
Pembayaran dividen akan dipengaruhi oleh (1) industri dimana perusahaan
tersebut beroperasi, ukuran perusahaan, intensitas modal dalam proses produksi,
free cash flow yang dihasilkan, dan ketersediaan kesempatan investasi yang
menghasilkan NPV positif; dan (2) jumlah pemegang saham, struktur kepemilikan
apakah terkonsentrasi atau menyebar, dan ada tidaknya investor besar yang mau
dan mampu memonitor manajemen perusahaan (Arifin, 2005: 120).
Berdasarkan penelitian terdahulu, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kebijakan dividen yaitu leverage, collateralizable assets,
institutional ownership, dan free cash flow.
2.2.1.
Leverage
Leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Peningkatan jumlah utang perusahaan
akan mempengaruhi pendapatan perusahaan karena sebagian pendapatannya
digunakan untuk membayar utang sehingga akan berkurang pendapatan
perusahaan dalam membayar dividen kepada pemegang saham. Rasio ini diukur
Debt to Assets Ratio (DAR).
Debt to Assets Ratio (DAR) =
Total Utang
Total Aset
2.2.2. Collateralizable Assets
Collateralizable assets adalah aset perusahaan yang dapat digunakan
sebagai jaminan peminjaman (Fauz dan Rosidi, 2007). Perusahaan-perusahaan
yang mempunyai aset sebagai jaminan untuk utang, menghadapi masalah
(konflik) yang lebih sedikit antara pemegang saham dan pemegang obligasi
karena mampu membayar dividen yang lebih tinggi. Variabel ini diukur dengan
membagi antara aset tetap terhadap total aset.
Collateralizable assets =
2.2.3.
Aset Tetap
Total Aset
Institutional Ownership
Institutional ownership adalah kepemilikan saham oleh pihak institusi
yaitu perusahaan lain atau bank. Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas
saham perusahaan sehingga institusi memiliki power yang lebih besar
dibandingkan pemegang saham lainnya khususnya dalam mengendalikan dan
mengawasi tindakan manajemen perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang
memiliki tingkat Institutional ownership tinggi menghadapi masalah agensi yang
lebih sedikit sehingga akan berpengaruh terhadap pembayaran dividen kepada
pemegang saham. Variabel ini diukur dengan membagi antara jumlah saham yang
dimiliki institusi terhadap jumlah saham yang beredar.
Institutional Ownership =
Jumlah Saham yang dimiliki Institusi
Jumlah Saham yang Beredar
2.2.4. Free Cash Flow
Free Cash Flow adalah kas yang tersedia di perusahaan yang dapat
didistribusikan kepada berbagai pihak, seperti kreditor atau pemegang saham,
yang tidak dapat digunakan untuk keperluan pemenuhan modal kerja atau
investasi pada aset tetap (Gumanti, 2013: 188). Menurut Jensen (1986) Free Cash
Flow adalah kelebihan aliran kas yang diperlukan untuk mendanai semua proyek
yang memiliki net present value positif. Pihak manajemen lebih suka
menggunakan FCF tersebut untuk menambah investasi dan kemungkinan
mengambil proyek dengan NPV negatif sehingga terjadi kelebihan investasi yang
mengakibatkan munculnya konflik antara manajer dengan pemegang saham.
Untuk meminimumkan konflik keagenan ini maka free cash flow harus dikurangi
terlebih dahulu yaitu dengan meningkatkan pembayaran dividen kepada
pemegang saham. Peningkatan rasio pembayaran dividen mungkin dapat
membantu mengurangi aliran kas bebas yang ada dalam kendali menajer dan
karenanya mengurangi perilaku manajer dari pengambilan proyek dengan NPV
negatif (Gumanti, 2013: 68). Variabel ini diukur dengan membagi laba bersih
setelah dikurangi penyusutan dan beban bunga terhadap total aset (Pujiastuti,
2008).
Free Cash Flow (FCF) =
Laba Bersih−(Penyusutan+bunga)
Total Aset
2.3. Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)
Kajian yang berhubungan dengan Kebijakan Dividen sudah banyak diteliti
oleh peneliti-peneliti terdahulu yaitu Santoso dan Andri (2012) meneliti Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen (Studi Empiris Perusahaan
Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009). Hasil
penelitiannya adalah Leverage, Growth, Institutional Ownership, Collateral
Assets, dan Firm Size sebagai variabel kontrol berpengaruh signifikan terhadap
Kebijakan Dividen secara simultan. Arfan dan Trilas (2013) telah meneliti
mengenai Pengaruh Arus Kas Bebas, Collateralizable Assets, dan Kebijakan
Hutang Terhadap Kebijakan Dividen dengan hasil penelitiannya adalah Arus Kas
Bebas, Collateralizable Assets, dan Kebijakan Hutang terhadap Kebijakan
Dividen secara simultan.
Hardiatmo dan Daljono (2013) telah meneliti mengenai Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen (Studi Empiris Perusahaan
Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010. Hasil
penelitiannya adalah Profitabilitas (ROA), Likuiditas (CR), Leverage (DER),
Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap Kebijakan Dividen (DPR) secara simultan. Al-Najjar (2009) meneliti
Dividend Behaviour and Smoothing New Evidence from Jordanian Panel Data
dengan
hasil
penelitiannya
adalah
Leverage,
Institutional
Ownership,
Profitability, Business Risk, Asset Structure, Growth Rate, and Firm Size
berpengaruh signifikan terhadap Dividend Policy sedangkan Liquidity tidak
berpengaruh signifikan terhadap Dividend Policy. Dewi (2008) telah meneliti
mengenai
Pengaruh
Kepemilikan
Managerial,
Kepemilikan
Institusional,
Kebijakan Hutang, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan
Dividen. Hasil penelitiannya adalah Kepemilikan Managerial, Kepemilikan
Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan
terhadap Kebijakan Dividen secara Parsial dan Ukuran Perusahaan berpengaruh
positif signifikan terhadap Kebijakan Dividen secara Parsial.
Fauz dan Rosidi (2007) meneliti Pengaruh Aliran Kas Bebas, Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang, dan Collateral Asset
terhadap Kebijakan dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEJ.
Hasil penelitiannya adalah Aliran Kas Bebas, Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang dan Collateral Asset berpengaruh
signifikan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Listing
di BEJ secara simultan.
Secara jelas penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)
No
1.
Nama/Tahun
Peneliti
Santoso, Habib
Dwi dan Andri
(2012)
Topik
Analisis Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Kebijakan
Dividen
(Studi
Empiris
Perusahaan Manufaktur
yang Listing di Bursa
Efek Indonesia Periode
2007-2009)
2.
Arfan,
Muhammad
dan
Trilas
(2013)
Pengaruh Arus Kas
Bebas, Collateralizable
Assets, dan Kebijakan
Hutang
Terhadap
Kebijakan Dividen pada
Perusahaan
yang
Terdaftar di Jakarta
Islamic Index.
3.
Hardiatmo,
Budi
dan
Daljono
(2013)
Analisis Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Kebijakan
Dividen
(Studi
Empiris
Perusahaan Manufaktur
yang Listing di Bursa
Efek Indonesia Periode
2008-2010)
Independen Variabel
Leverage,
Growth, 1.
Institutional
Ownership,
Collateralizable Assets,
dan Firm Size.
Hasil Penelitian
Secara
Parsial
Institutional
Ownership
berpengaruh positif
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
2. Secara
Parsial
Leverage,
Growth,
dan Collateralizable
Assets berpengaruh
negatif
tidak
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
3. Secara
Simultan
Leverage,
Growth,
Institutional
Ownership,
Collateralizable
Assets, dan Firm Size
sebagai
variabel
kontrol berpengaruh
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
Arus
Kas
Bebas, 1. Secara Parsial Arus
Collateralizable Assets,
Kas
Bebas
berpengaruh positif
dan Kebijakan Hutang.
terhadap Kebijakan
Dividen.
2. Secara
Parsial
Collateralizable
Assets berpengaruh
positif
terhadap
Kebijakan Dividen.
3. Secara
Parsial
Kebijakan
Hutang
berpengaruh negatif
terhadap Kebijakan
Dividen.
4. Secara Simultan Arus
Kas
Bebas,
Collateralizable
Assets, dan Kebijakan
Hutang berpengaruh
terhadap Kebijakan
Dividen.
Profitabilitas,
1. Secara
Parsial
Likuiditas, Leverage,
Profitabilitas
Pertumbuhan
berpengaruh positif
Perusahaan,
dan
signifikan terhadap
Ukuran Perusahaan.
Kebijakan Dividen.
2. Secara
Parsial
Ukuran Perusahaan
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
Secara
Parsial
Likuiditas
dan
Leverage
berpengaruh negatif
tidak
signifikan
terhadap Kebijakan
Dividen.
4. Secara
Parsial
Pertumbuhan
Perusahaan
berpengaruh Positif
tidak
signifikan
terhadap Kebijakan
Dividen.
5. Secara
Simultan
Profitabilitas,
Likuiditas, Leverage,
Pertumbuhan
Perusahaan,
dan
Ukuran Perusahaan
berpengaruh
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
3.
4.
Al-Najjar,
Basil (2009)
Dividend
Behaviour
and Smoothing New
Evidence
from
Jordanian Panel Data.
5.
Dewi,
Sisca
Christianty
(2008)
Pengaruh Kepemilikan
Managerial,
Kepemilikan
Institusional, Kebijakan
Hutang, Profitabilitas,
dan Ukuran Perusahaan
Terhadap
Kebijakan
Dividen.
Leverage, Institutional 1.
Ownership,
Profitability, Business
Risk, Asset Structure,
Growth Rate, Firm
Size, and Liquidity.
Leverage,
Institutional
Ownership, Business
Risk,
dan
Asset
Structure
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
Dividend Policy.
2. Profitability, Growth
Rate, dan Firm Size
berpengaruh positif
signifikan terhadap
Dividend Policy.
3. Liquidity
berpengaruh positif
tidak
signifikan
terhadap
Dividend
Policy.
Kepemilikan
1. Secara
Parsial
Managerial,
Kepemilikan
Kepemilikan
Managerial,
Institusional, Kebijakan
Kepemilikan
Hutang, Profitabilitas,
Institusional,
dan
Ukuran
Kebijakan
Hutang,
Perusahaan.
dan
Profitabilitas
berpengaruh negatif
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
2. Secara Parsial Ukuran
Perusahaan
berpengaruh positif
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
6.
Fauz, Achmad
dan
Rosidi
(2007)
Pengaruh Aliran Kas
Bebas,
Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional, Kebijakan
Hutang dan Collateral
Assets
terhadap
Kebijakan
Dividen
Pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Listing di BEJ.
Aliran Kas Bebas, 5.
Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional, Kebijakan
Hutang dan Collateral
Assets.
2.
3.
4.
5.
Sumber : Hasil Penelitian Terdahulu
Secara Parsial Aliran
Kas Bebas (Free
Cash
Flow) dan
Kepemilikan
Manajerial
berpengaruh positif
tidak
signifikan
terhadap Kebijakan
Dividen.
Secara
Parsial
Kebijakan
Hutang
negatif
signifikan
terhadap Kebijakan
Dividen.
Secara
Parsial
Collateral
Assets
berpengaruh positif
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
Secara
Parsial
Kepemilikan
Institusional
berpengaruh negatif
tidak
signifikan
terhadap Kebijakan
Dividen.
Secara
Simultan
Aliran Kas Bebas,
Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional,
Kebijakan
Hutang
dan Collateral Asset
berpengaruh
signifikan terhadap
Kebijakan Dividen.
Download