1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah perbankan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perbankan Indonesia terlihat dari perjalanan sistem politik dan
ekonomi Indonesia. Ketika era pemerintahan Orde Baru (Orba), otoritas
moneter dibawah kendali langsung presiden, sehingga kebijakan moneter
dapat menjadi instrumen presiden untuk kepentingan pembiayaan dunia usaha
sesuai dengan keinginannnya. Sampai akhir tahun 1970-an, sistem moneter
Indonesia adalah fully under-controlled dengan rezim fixed interest rate.
Pembiayaan dunia usaha, usaha skala besar (milik pemerintah dan
swasta) dan Usaha Kecil dengan mudah dapat diterapkan melalui perbankan
dengan berbagai fasilitas moneter. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
dan Kredit Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM), seperti Bimas dan
Kredit Usaha Tani (KUT), berjalan dengan suku bunga yang rendah adalah
bentuk implementasi kebijakan moneter pemerintah pada waktu itu yang pada
umumnya disambut baik oleh berbagai kalangan.
Pemerintah Indonesia dengan sangat antusias bergerak untuk
mengembangkan usaha kecil, karena sebenarnya usaha kecillah yang dahulu
ketika krisis moneter 1998 terjadi tidak begitu parah terkena dampak dari
krisis tersebut. Usaha besar banyak berjatuhan dan kesulitan dalam
menghadapi krisis sehingga kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi
hal yang wajar dan marak mewarnai dunia ekonomi Indonesia, tetapi usaha
1
2
kecil malah mampu bertahan dari krisis tersebut. Inilah yang mendorong
pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil, terbukti dengan ditetapkannya
regulasi dan kebijakan dari sektor perbankan yang berbeda dan lebih ekspansif
dari sebelumnya, khususnya pada alokasi Kredit Usaha Kecil (KUK).
Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan tentang Kredit
Usaha Kecil (KUK) melalui peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang pokok-pokonya
meliputi (i) bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK,
(ii) bank wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam rencana kerja
anggaran tahunan (RKAT), (iii) bank wajib mengumumkan pencapaian
pemberian KUK kepada masyarakat melalui laporan keuangan publikasi, (iv)
plafon KUK disesuaikan menjadi Rp 500.000.000, per nasabah, (v) bank yang
menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari Bank Indonesia, dan
(vi) pengenaan sangsi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK
dihapuskan (Kasmir, 2004).
Kecenderungan pada saat ini memang kebijakan moneter dan
perbankan memihak pada sektor UKM dengan mengeluarkan berbagai
regulasi guna meningkatkan kredit usaha kecil (KUK). KUK menjadi andalan
bagi keberlangsungan sektor UKM, karena tanpa KUK sektor UKM tidak bisa
tumbuh berkembang dan permasalahan ekonomi yang berupa kemiskinan,
pengangguran tidak bisa teratasi. Hal ini merupakan terobosan baru dan
menyenangkan bagi pengusaha kecil, dikarenakan selama ini mereka
kekurangan modal untuk usaha. Kesulitan dalam mengakses modal dari
3
berbagai sumber keuangan yang ada baik lembaga keuangan bank maupun
lembaga keuangan non bank menjadi masalah utamanya.
Berlakunya UU No.23/1999, BI tidak lagi dimungkinkan untuk
memberikan kredit, sehingga tugas pengelolaan kredit program dialihkan
kepada tiga BUMN yang ditunjuk pemerintah, yaitu BRI, BTN dan PT
Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, tersedia alternatif
pendanaan berupa Surat Utang Pemerintah (SUP). SUP yang penerbitannya
dimaksudkan untuk mengganti dana KLBI yang jatuh tempo tahun 2000 dan
2001, akan dicairkan secara bertahap sejalan dengan pengembalian KLBI pada
saat jatuh tempo, dengan tetap memperhatikan program moneter.
BI memiliki strategi guna kelancaran proses pengucuran dana tersebut
kepada UMKM dengan berbagai point penting yaitu (1) meningkatkan
hubungan bank dengan lembaga keuangan (linkage program) dan (2) dalam
rangka meningkatkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit kepada
usaha mikro dan membantu bank dan lembaga keuangan dalam meningkatkan
penyaluran kredit kepada UMKM, maka BI mendorong linkage program
antara BPR dan bank umum/lembaga keuangan. Sinergi bank umum dan BPR
dalam bentuk linkage program merupakan salah satu strategi dalam
memperkuat kapasitasnya. Berdasarkan data sampai Juni 2003, kerjasama
tersebut telah :
1) Melibatkan 923 BPR dengan 29 lembaga keuangan (28 bank umum
dan PT PNM), dengan plafon Rp 548 miliar dan baki debet Rp 331
miliar.
4
2) Membentuk Unit Layanan Mikro (ULM). Beberapa bank umum
seperti BRI dan Bank BNI telah membentuk unit layanan mikro
(ULM) untuk melayani KUK.
3) Pembentukan UKM Centre. Beberapa bank umum seperti Bank Niaga
dan Bank Danamon telah membentuk UKM Centre yang berlokasi di
daerah-daerah tertentu yang
Pengusaha yang menggunakan dana tersebut diatas diharapkan mampu
untuk menghasilkan pertambahan barang-barang dan jasa, sehingga akan
mempengaruhi kenaikan permintaan agregat atas konsumsi rumah tangga dan
selanjutnya akan berpengaruh kepada kenaikan output total sehingga
menyebabkan PDB ikut naik. Jika kondisi demikian berjalan terus sampai
beberapa tahun kedepan maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami
kenaikan sehingga pendapatan perkapitapun akan semakin tinggi, serta
memungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Tingkat
pengangguran juga akan mengalami penurunan. Efek multiplayer seperti
inilah yang berasal dari suntikan atau investasi diharapkan akan membantu
mengatasi permasalahan pokok ekonomi Indonesia.
Porsi alokasi KUK yang diberikan oleh bank-bank umum yang
notabene
memiliki
aset
paling besar
menjadi
sangat
berarti
bagi
berkembangya UKM. KUK adalah penentu bagi hidup matinya UKM yang
diharapkan menjadi sebuah solusi bagi masalah perekonomian kini. Tanpa
KUK maka UKM akan kehilangan potensi untuk tumbuh dan berkembang
dikarenakan support utama berdirinya UKM adalah KUK, jadi keduanya tidak
5
bisa terlepas. Perkembangan, porsi serta penentu dari alokasi KUK oleh bankbank umum di Indonesia harus selalu diperhatikan. Perhatian kepadanya
membutuhkan cara-cara khusus dan intensif sehingga selalu terpantau yaitu
faktor-faktor dimana situasi dan kondisi yang menciptakan pengaruh
hubungan antara alokasi KUK yang teralokasikan dengan sektor riil ekonomi
UKM.
Bagaimana perkembangan suku bunga, inflasi dan penghimpuna dana
masyarakat serta kredit terhadap UMKM selama ini, terutama sejak krisis
ekonomi melanda Indonesia, sangat menarik untuk diketahui. Independensi
Bank Sentral Indonesia menjadikan lembaga itu sebagai satu-satunya
pengendali pasar uang.
Berdasarkan hasil pengamatan lembaga perbankan, permintaan kredit
selalu berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh perubahan suku bunga dari
tahun ke tahun sebagai indikasi perubahan konnsumtif, baik kebutuhan
primer, sekunder maupun tersier. Perubahan pola konsumtif ini akan
berdampak pada perubahan harga.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian ini
antara lain:
1. Apakah tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat suku bunga kredit
(pinjaman) bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010?
6
2. Apakah tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap jumlah dana yang
dihimpun bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010?
3. Apakah tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh
bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010?
4. Apakah jumlah dana yang dihimpun berpengaruh terhadap alokasi dana
KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010 ?
5. Apakah tingkat suku bunga kredit (pinjaman) berpengaruh terhadap
alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun
2002 – 2010?
6. Apakah produk domistik regional bruto (PDRB) berpengaruh terhadap
alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun
2002 – 2010?
7. Apakah jumlah dana yang dihimpun, tingkat suku bunga, tingkat laju
inflasi dan PDRB secara simultan berpengaruh terhadap alokasi dana KUK
oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penelitian
ini antara lain untuk mengetahui pengaruh :
1. Tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat suku bunga kredit
(pinjaman) bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010?
2. Tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap jumlah dana yang dihimpun
bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010?
7
3. Tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank –
bank umum periode di Surakarta Tahun 2002 – 2010.
4. Jumlah dana yang dihimpun berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh
bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010.
5. Tingkat suku bunga kredit (pinjaman) berpengaruh terhadap alokasi dana
KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010.
6. Produk domistik regional bruto (PDRB) berpengaruh terhadap alokasi
dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 –
2010?
7. Jumlah dana yang dihimpun, tingkat suku bunga, tingkat laju inflasi dan
PDRB secara simultan berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank
– bank umum periode di Surakarta Tahun 2002 – 2010.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi kepada bank –
bank umum di Kabupaten Surakarta dalam membuat kebijakan pemberian
kredit kepada usaha kecil dan menengah.
2. Bagi Penelitian kedepan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
bagi peneliti lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang kredit
usaha kecil.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik
1
Kredit Untuk KUK
a. Pengertian Kredit
Menurut yang diungkapkan Kasmir (2004), kata kredit berasal
dari kata Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan atau berasal dari
bahasa Latin “Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran.
Pengertian tersebut kemudian dibakukan oleh pemerintah dengan
dikeluarkan Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967
bab 1 pasal 1,2 yang merumuskan pengertian kredit sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau yang disamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain
pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”.
Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam
Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang
mendefinisikan pengertian kredit adalah :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga”.
8
9
b. Jenis-Jenis Kredit
Beragamnya
jenis
usaha,
menyebabkan
beragam
pula
kebutuhan akan dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan
jenis kredit juga menjadi beragam. Hal ini disesuaikan dengan
kebutuhan dana yang diinginkan nasabah. Dalam praktiknya kredit
yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk
masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum jenis-jenis kredit
dapat dilihat dari berbagai segi antara lain: (Kasmir, 2004)
1) Segi Kegunaan
a) Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang
biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun
proyek/pabrik
baru
atau
untuk
keperluan
rehabilitas.
b) Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk
keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
2) Segi Tujuan Kredit
a) Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau
produksi
atau
investasi.
Kredit
menghasilkan barang atau jasa.
ini
diberikan
untuk
10
b) Kredit Konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam
kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang
dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai
seseorang ataubadan usaha.
c) Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan
digunakan untuk membiayai aktivitas dan perdagangannya
seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya
diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen
perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar.
3) Segi Jangka Waktu
a) Kredit Jangka Pendek
Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1
tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk
keperluan modal kerja.
b) Kredit Jangka Menengah
Jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun
dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi.
Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti apel, atau
peternakan sapi.
11
c) Kredit Jangka Panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang.
Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun
atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka
panjang.
4) Segi Jaminan
a) Kredit Dengan Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan.
Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak
berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang
diberikan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk
kredit tertentu harus melebihi jumlah kredit yang diajukan
calon debitur.
b) Kredit Tanpa Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau
orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat
prospek usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik calon
debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain.
5) Dilihat Dari Segi Sektor
a) Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor
perkebunan atau pertanian, sektor usaha pertanian dapat berupa
jangka pendek atau jangka panjang.
12
b) Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk
sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka
panjang peternakan kambing.
c) Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk
membiayai industri, baik industri kecil, industri menengah atau
industri besar.
d) Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada
usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya
dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak.
e) Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula
berupa kredit untuk para mahasiswa.
f) Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para
kalangan profesional seperti dosen, pengacara, dokter.
g) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan
atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka
waktu panjang.
c. Pengertian dan Jenis Kredit Usaha Kecil ( KUK )
Menurut Kasmir, (2004) pengertian jenis – jenis – jenis kredit usaha
kecil adalah:
1) KUK adalah kredit atau pembiayaan dari bank untk investasi dan
atau modal kerja, yang diberikan dalam rupiah dan atau valuta
13
asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafond kredit
keseluruhan maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
untuk membiayai usaha yang produktif.
2) KUK-Kredit Investasi adalah kredit jangka menengah/panjang
yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barangbarang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan
ataupun pendirian proyek baru, dengan jangka waktu maksimal 10
tahun.
3) KUK-Kredit Modal Kerja adalah kredit yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus
usaha.
4) KUK-Kredit Modal Kerja Kontraktor Adalah kredit yang diberikan
untuk memenuhi kebutuhan modal kerja khusus bagi usaha jasa
kontraktor yang habis dalam satu siklus usaha.
5) KUK-Channeling Adalah Kredit Modal Kerja atau Kredit Investasi
yang diberikan melalui kerjasama dengan Lembaga pembiayaan
atau Bank Umum lainnya.
2
Jumlah Penghimpunan Dana Bank
Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
menerima simpanan tabungan, deposito, dan giro (Kasmir, 2004).
Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang
(kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Disamping itu bank juga
14
dikenal sebagai tempat untuk meukar uang, memindahkan uang atau
menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti
pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan yang lain.
Tiap bank berbeda dalam penetapan saldo minimal simpanan
tabungannya (termasuk juga giro dan deposito), ada yang dalam jumlah
yang kecil, dan ada juga yang dalam jumlah besar. Ini dikarenakan
regulasi perbankan yang bersangkutan, yang sudah tentu berbeda dengan
bank-bank yang lain. Namun demikian secara administratif berkas-berkas
yang diperlukan dalam praktek simpan-menyimpan dana pada bank adalah
sama.
Berkaitan dengan fungsi bank untuk menyalurkan dana pada
masyarakat untuk meminjamkan uang (kredit) pada masyarakat sangat
terkait, dan tergantung dari seberapa besar jumlah dana yang dihimpun
oleh bank. Bank yang mempunyai kapasitas jumlah penghimpunan dana
yang besar, tentunya berasal dari jumlah simpanan yang mereka peroleh
dari masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, deposito dan giro. Dana
masyarakat yang dihimpun bank berasal dari instrumen (rangsangan)yang
dilakukan oleh bank pada masyarakat. Rangsangan tersebut bisa dalam
bentuk suku bunga simpanan (tabungan) yang menarik/tinggi. Selain itu
juga bisa dikarenakan fasilitas yang lengkap, kenyamanan pelayanan,
reputasi(nama) yang baik/dipercaya, dan manajemennya yang baik. Halhal ini dapat membuat masyarakat semakin banyak menanamkan dananya
pada bank tersebut. Semakin banyak masyarakat menanamkan dananya
15
pada bank (menabung), baik dalam bentuk tabungan, depsito dan giro
maka akan semakin banyak jumlah dana yang dihimpun oleh bank
(Kasmir, 2004).
Semakin banyak jumlah dana yang dihimpun bank, sudah tentu
bank akan semakin gencar dalam menyalurkan dananya (kredit) pada
masyarakat baik itu kredit properti, ritel, menengah, besar, khususnya
KUK (Kredit Usaha Kecil). Ini dikarenakan regulasi pemerintah (Bank
Indonesia) yang mewajibkan bank-bank diseluruh Indonesia agar
menyalurkan minimal 20 % dari total pangsa pasar kreditnya khusus untuk
kredit usaha kecil (KUK).
Bank dalam menyalurkan kredit pada masyarakat tentunya
bertujuan
untuk
membayar
bunga
simpanan
masayarakat
yang
menanamkan dananya pada bank tersebut, disamping juga untuk
mendapatkan keuntungan. Selain itu juga terkait dengan regulasi
perbankan yang menyatakan bahwa bank adalah sebagai lembaga yang
bertugas utnuk menghimpun dana dari masyarakat, dan menyalurkannya
kembali pada masyarakat (Kasmir, 2004).
3
Suku Bunga Kredit (Pinjaman)
Setiap masyarakat yang melakukan interaksi dengan bank, baik
interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu
terkait, dan dikenakan dengan yang namanya bunga (Kasmir, 2004). Bagi
masyarakat yang menanamkan dananya pada bank, baik itu simpanan
16
tabungan, deposito dan giro akan dikenai suku bunga simpanan (dalam
bentuk %). Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar
masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku
bunga simpanan , maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan
dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh
keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga
simpanan, maka minat masyarakat dalam menabung akan berkurang.sebab
masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh
dimasa yang akan datang dari bunga adalah kecil.
Berbeda halnya dengan suku bunga pinjaman (kredit). Suku
bunga ini dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada
bank. Suku bunga kredit ini sangat tergantung dari jenis kredit yang
diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat
masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka
dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang
tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan dalam
meminjam kredit, dan melunasi kreditnya dimasa yang akan datang.
Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit
(pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit
bertambah besar, khususnya kredit usaha kecil (KUK). Dengan semakin
rendahnya suku bunga kredit, khususnya kredit untuk usaha kecil, maka
akan memicu pertumbuhan, dan perkembangan jumlah usaha kecil, yang
berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran. Sebab bagaimanapun juga
17
usaha kecil selama ini dikenal sebagai penopang jumlah tenaga kerja di
Indonesia yang semakin melimpah, dan agar tidak menganggur. Secara
grafis dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 1
Gambar Grafik Hubungan Suku Bunga Kredit
Dan Jumlah Alokasi Redit
Dari grafik diatas terlihat jika misalnya suku bunga kredit berada
pada posisi 30 % (tinggi) maka jumlah alokasi kredit hanya sebesar 1000.
Namun berbeda halnya jika suku bunga kredit mengalami penurunan
menjadi 10 %, maka jumlah alokasi kredit akan meningkat dari 1000
menjadi 3000. Ini dikarenakan masyarakat akan gencar, dan banyak yang
meminjam kredit. Masyarakat melihat bahwa dengan menurunnya suku
bunga kredit, maka mereka akan mengalami kemudahan dalam meminjam
(memperoleh) kredit baik itu untuk keperluan usaha atau sebagainya. Dan
mereka pun akan merasa yakin bahwa dengan menurunnya suku bunga
kredit, mereka akan mampu melunasi pinjaman mereka ditambah bunga
dimasa yang akan datang.
18
Pembebanan besarnya suku bunga kredit dibedakan kepada jenis
kreditnya (Kasmir, 2004). Pembebanan disini maksudnya metode
perhitungan yang akan digunakan, sehingga mempengaruhi jumlah bunga
yang akan dibayar. Jumlah bunga yang dibayar akan mempengaruhi
jumlah angsuran perbulannya. Dimana jumlah angsuran terdiri dari hutang
pokok pinjaman ditambah bunga.
Metode pembebanan suku bunga kredit yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1) Sliding Rate
Pembebanan
bunga
setiap
bulan
dihitung
dari
sisa
pinjamannya, sehingga jumlah bunga yang dibayar nasabah setiap
bulan menurun seiring dengan turunnya pokok pinjaman. Akan tetapi
pembayaran pokok pinjaman setiap bulan sama. Cicilan nasabah
(pokok pinjaman ditambah bunga) otomatis dari bulan ke bulan
semakin menurun. Jenis Sliding Rate ini biasanya diberikan kepada
sektor-sektor produktif seperti pengusaha, tidak terkecuali pengusaha
kecil. Ini dilakukan dengan maksud si nasabah merasa tidak terbebani
terhadap pinjamannya.
2) Flate Rate
Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjamannya,
demikian pula pokok pinjaman setiap bulan juga dibayar sama,
sehingga cicilan setiap bulan sama sampai kredit tersebut lunas. Jenis
flate rate ini diberikan kepada kredit yang bersifat konsumtif seperti
19
pembelian rumah tinggal, pembelian mobil pribadi, atau kredit
konsumtif lainnya.
3) Floating Rate
Jenis ini membebankan bunga dikaitkan dengan bunga yang
ada dipasar uang, sehingga bunga yang dibayar setiap bulan sangat
tergantung dari bunga pasar uang pada bulan tersebut. Jumlah bunga
yang dibayarkan dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari bulan yang
bersangkutan. Pada akhirnya hal ini juga berpengaruh terhadap
cicilannya setiap bulan.
4
Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita
temukan
dalam
literatur
ekonomi.
Keanekaragaman
definisi
(pengertian) tersebut terjadi karena luasnya pengaruh inflasi terhadap
berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat, dan luas antara
inflasi, dan berbagai sektor perekonomian tersebut melahirkan
berbagai perbedaan pengertian, dan persepsi tentang inflasi. Demikian
pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya.
Namun pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan pandangan
bahwa inflasi merupakan suatu fenomena, dan dilema ekonomi. Inflasi
adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya
daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang
suatu negara (Khalwaty, 2000).
20
Laju pertumbuhan inflasi harus selalu diwaspadai, dan
dikendalikan karena:
1) Inflasi berdampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan,
sehingga perlu dicermati terutama oleh praktisi ekonomi, dan
bisnis.
2) Inflasi yang tinggi mempunyai pengaruh agregatif terhadap
perekonomian makro sebagai faktor eksternal dunia industri serta
bedampak luas pula terhadap sektor perekonomian mikro yang
merupakan faktor internal dunia bisnis.
3) Industri yang berorientasi ekspor akan semakin kurang kompetitif
dipasaran global, dan bahkan dipasaran nasional jika terjadi inflasi
yang tinggi. Biaya faktor-faktor produksi semakin mahal hingga
menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Hal ini semakin memberatkan
negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka.
4) Kemerosotan produksi baik yang berorientasi pada ekspor maupun
untuk pasaran domestik akan meningkatkan laju pertumbuhan
anggka pengangguran yang sangat berbahaya bagi stabilitas
perekonomian negara.
5) Inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat
terutama terhadap produksi dalam negri yang selanjutnya dapat
mngurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang
nasional.
21
6) Inflasi yang tinggi akan semakin menumbuh-suburkan korupsi,
manipulasi dan kolusi dikalangan elit pemerintahan dengan
kalangan konglomerat yang membuat kepercayaan terhadap
kewibawaan pemerintah semakin merosot.
7) Inflasi yang tinggi akan mendorong para pemodal nasional untuk
menanamkan modalnya keluar negri, dan bahkan para pengusaha
akan
merealokasikan
industrinya
ke
luar
negri
yang
perekonomiannya lebih stabil. Jika hal ini terjadi, perekonomian
nasional akan terus memanas, dan hancur. Industri semakin tidak
kompetitif, dan tidak mampu menarik investor asing untuk
menanamkan modalnya.
b. Pengaruh Inflasi
Inflasi yang terus belanjut apalagi sampai melampaui angka
dua digit dapat berpengaruh terhadap distribusi pendapatan, dan
alokasi faktor produksi nasional. Dampak terhadap distribusi
pendapatan disebut Equity Effect, sedangkan dampak terhadap alokasi
faktor produksi, dan produksi nasional disebut Efficiency Effect .
Equity Effect, adalah dampak inflasi terhadap pendapatan.
Dampak inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang
mengalami kerugian terutama mereka yang berpenghasilan tetap, dan
ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya
inflasi. Mereka yang berpenghasilan tetap akan mengalami penurunan
nilai riil dari penghasilannya, sehingga daya belinya menjadi lemah.
22
Demikian juga terhadap orang-orang yang gemar menumpuk kekayaan
dalam bentuk uang tunai akan sangat menderita, dan mengalami
kerugian besar dengan adanya inflasi. Pemilik modal
yang
meminjamkan modalnya dengan bunga lebih rendah daripada tingkat
inflasi juga akan mengalami kerugian. Sebaliknya, dengan terjadinya
inflasi, kelompok-kelompok yang mendapatkan keuntungan adalah
mereka yang memperoleh kenaikan atau peningkatan pendapatan
dengan tingkat presentase yang lebih besar daripada tingkat inflasi,
atau mereka yang mempunyai kekayaan tidak dalam bentuk uang
tunai. Nilai kekayaan tersebut akan naik, karena harganya semakin
mahal dengan presentase lebih besar dari tingkat inflasi. Selain itu
inflasi juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada distribusi
pendapatan, dan atau kekayaan masyarakat.
Efficiency Effet, inflasi selain berpengaruh terhadap pendapatan
masyarakat, dan rumah tangga perusahaan karena lemahnya daya beli
masyarakat, juga berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga
faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat merubah pola
alokasi faktor-faktor produksi. Inflasi yang tinggi jika tidak diikuti
dengan
peningkatan
effisiensi
terhadap
biaya
produksi
akan
meningkatkan harga-harga produk. Sedangkan disisi lain daya beli
masyarakat lemah yang akan menyebabkan harga produk semakin
tidak kompetitif. Keadaan demikian sudah merupakan awal dari
kebangkrutan.
23
Output Effect, anilisis terhadap equity effect, dan efficiency
effect berdasarkan asumsi bahwa output dalam keadaan tetap (cateris
paribus). Berbeda halnya dengan analisis output effect. Analisis output
effect adalah analisis tentang inflasi terhadap keluaran (output), dimana
output di asumsikan sebagai variabel terikat (dependen).
Inflasi dinilai dapat meningkatkan produksi dengan asumsi
bahwa produksi akan mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah
atau gaji para pekerja. Kenaikan harga produksi mengakibatkan
terjadinya keuntungan (laba) yang diterima produsen. Jadi syaratnya
adalah kenaikan harga produksi atau kenaikan harga-harga faktor
produksi. Keuntungan yang telah dinikmati produsen tersebut akan
mendorong produsen untuk terus meningkatkan produksinya. Jika
tingkat inflasi tinggi melebihi dua digit dan berlangsung dalam waktu
lama (jangka panjang), maka biaya produksi akan naik pula, dan
akibatya keuntungan yang telah dinikmati produsen akan menjadi
berkurang. Karena keuntungan terus berkurang sementara biaya
produksi terus bertambah, akhirnya produsen akan mengurangi
produksinya sampai batas tertentu yang dianggap aman atau masih
dinilai memungkinkan untuk terus melanjutkan usahanya. Jika dinilai
sudah tidak menguntungkan lagi, keputusan yang terbaik adalah
menghentikan produksi. Jika penghentian produksi terpaksa dilakukan,
para pekerja terpaksa pula berhenti bekerja. Dan pada akhirnya
berdampak pada pengangguran.
24
Didalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama
terjadinya inflasi adalah karena kelebihan permintaan (demand)
sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak
(Khalwaty, 2000). Teori kuantitas membedakan sumber inflasi
menjadi dua, yakni “Demand Pull Inflation”, dan “ Cost Push
Inflation” .
Demand Pull Inflation terjadi karena adanya kenaikan
permintaan agregatif (bersifat menyeluruh) dimana kondisi produksi
telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan
kesempatan agregatif selain dapat menaikan harga-harga juga dapat
meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada
kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi
mendorong kenaikan out put, tetapi hanya mendorong kenaikan hargaharga yang biasa disebut inflasi murni (Pure Inflation). Secara grafis
dapat dilihat berikut ini:
Gambar 2
Gambar Grafik Demand Pulll Inflation
25
Dari grafik diatas terlihat bahwa kesempatan kerja penuh (full
employment) berada pada posisi QFE. Namun kenaikan permintaan
(aggregate demand) selalu meningkat, dari AD 1 ke AD berikutnya.
Kondisi ini tidak mendorong kenaikan output melainkan hanya akan
menyebabkan kenaikan harga-harga hingga melambung tinggi.
Pada kondisi cost push inflation, tingkat penawaran lebih
rendah dibandingkan tingkat permintaan. Ini dikarenakan adanya
kenaikan
harga
faktor
produksi
sehingga
produsen
terpaksa
mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu jumlah tertentu.
Penawaran total (aggregate supply) terus menurun karena semakin
mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung cukup
lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan resesi. Secara grafis
dapat dilihat sebagai berikut ini:
Gambar 3.
Gambar Grafik Cost Push Inflation
26
Grafik diatas menunjukan proses kenaikan biaya produksi, dan
harga produksi serta penurunan jumlah produksi total secara terus
menerus, akibatnya terjadilah cost push inflation. Kenaikan biaya
produksi akan menggeser kurva penawaran total dari AS1 menjadi
AS2. dampaknya harga produksi juga mengalami kenaikan dari P1
menjai P2 dan produksi total turun dari QFE menjadi Q2. Kenaikan
harga yang terus berlanjut tersebut akan menggeser kurva AS2 menjadi
AS3, sedang harga mengalami kenaikan dari P2 menjadi P3 ,dan
produksi akan turun dari Q1 dan menjadi Q2. Kondisi demikian
disebut dengan cost push inflation.
Tingkat
laju
inflasi
sangat
berpengaruh
pada
kondisi
perekonomian, khususnya kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi
yang tinggi menyebabkan pemerintah (Bank Indonesia) mengeluarkan
regulasi untuk menaikan suku bunga simpanan bank-bank di
Indonesia. Ini dalam rangka agar inflasi dapat terkendali.
Akibat lainnya adalah bank-bank terpaksa menaikan suku
bunga pinjamannya (kredit). Ini dilakukan bank agar bank tidak
mengalami negative spread. Negative spread adalah suatu kondisi
dimana suku bunga simpanan lebih tinggi, dari suku bunga kredit
(seperti yang dialami Indonesia saat krisis). Apabila ini terjadi maka
bank-bank akan kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya. Disatu sisi
bank wajib membayar bunga simpanan pada masyarakat yang tinggi,
namun disisi lain penerimaan (margin keuntungan) bank dari kredit
27
juga menurun. Sebab pada saat itu suku bunga kredit sudah dinaikan
sedemikian tingginya, dan sangat memeberatkan, dan merugikan
masyarakat. Khususnya perekonomian Indonesia.
Berdasarkan pengalaman tersebut, maka bank-bank tidak mau
mengalami negative spread, sehigga pada saat suku bunga simpanan
dinaikan oleh pemerintah dalam hal ini adalah BI sebagai pengendali
inflasi, maka bank-bank akan dengan sendirinya menaikan suku buga
kreditnya (pinjaman). Apabila suku bunga kredit naik maka sudah
otomatis minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin menurun,
berarti jumlah alokasi kreditpun menurun, termasuk kredit untuk usaha
kecil (KUK).
B. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh
beberapa peneliti tentang KUK dan UKM.
1
Erwin (1998)
Penelitian Tentang Penyaluran KUK di Indonesia (1990-1995)
tersebut ditulis dengan tema KUK dan UKM, tentang penyaluran KUK di
Indonesia yang dilakukan dengan sampel yang diambil tahun 1990-1995.
Variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah alokasi KUK di
Indonesia, sedangkan variabel independen penelitian tersebut yaitu jumlah
dana yang dihimpun bank, volume PDB. Menggunakan OLS dengan
mencari tahu hubugan variabel independen tersebut terhadap variabel
28
dependennya. Dalam penelitian tersebut juga menganalisis hubungan
antara inflasi dengan tingkat suku bunga deposito.
Penelitian tersebut kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1) Variabel independen jumlah dana yang dihimpun bank berpengaruh
positif dan signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK
2) Variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku
bunga deposito.
3) Variabel independen PDB riil berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen alokasi KUK
Penelitian Erwin (1998) menggunakan data tahun 1990 sampai
dengan tahun 1995, seperti yang telah kita ketahui penelitian diatas
dilakukan sebelum terjadinya krisis ekonomi 1998. Dengan mengadakan
penelitian yang serupa pada area yang sama paska krisis ekonomi 1998
diharapkan dapat memperbaharui informasi tentang KUK dan UKM,
karena pada saat krisis ekonomi 1998 dikhawatirkan sektor riil termasuk
didalamnya adalah KUK menjadi terhambat perkembangannya. Krisis
ekonomi 1998 yang berpangkal pada krisis moneter sangat menghambat
UKM dan alokasi KUK karena inflasi yang tinggi menyebabkan suku
bunga kredit yang tinggi sehingga UKM diperkirakan akan terganggu.
2
Ngatiman (1998)
Penelitian Ngatiman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
penyaluran KUK oleh bank BPD di Yogyakarta tahun 1985-2002.
29
Variabel dependen dari penelitian tersebut adalah alokasi KUK di bank
BPD Yogyakarta, sedangkan variabel independennya adalah jumlah dana
jumlah dana yang terhimpun pada bank BPD Yogyakarta, tingkat suku
bunga kredit dan PDRB.
Penelitian
tersebut
menganalisis
hubungan
antara
variabel
dependen dengan independennya menggunakan analisis regresi model
OLS. Dengan memperoleh beberapa kesimpulan penting didalamnya
sebagaiberikut ini:
1) Variabel independen jumlah dana yang terhimpun di bank BPD
Yogyakarta ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap
variabel dependen yaitu alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
2) Variabel independen Tingkat suku bunga ternyata tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank
BPD Yogyakarta
3) Variabel independen PDRB ternyata berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta
C. Kerangka Pemikiran
Kedua penelitian diatas
tidak
semua variabel
yang
dipakai
menggunakan variabel dari sektor perbankan karena kedua penelitian diatas
memasukkan variabel PDRB, data yang diambil dari sektor regional untuk
penelitian yang kedua. Perbedaan dengan kedua penelitian diatas antara laian
periode waktu yang berbeda dan wilayah operasional perbankan yang berbeda
30
pula. Penelitian ini tentang kredit yang pada area yang sama dengan analisis
terfokus kepada sisi kebijakan perbankan. Sisi kebijakan perbankan seperti
jumlah penghimpunan dana, laju tingkat inflasi dan suku bunga kredit
sebenarnya sangat mungkin berpengaruh terhadap kelancaran pengucuran
dana kredit usaha kecil lebih daripada sisi intern pengusaha kecil itu sendiri.
Manajemen yang merupakan salah satu sisi intern pengusaha kecil,
kelebihan dan kekurangannya serta kondisi eksternal seperti halnya PDRB
memang juga memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi alokasi KUK,
namun karena KUK merupakan kewajiban moral bagi sektor perbankan
terhadap sektor riil maka layak untuk medapatkan perhatian yang serius.
Sejalan dengan perubahan tatanan perekonomian dunia, khususnya
trend globalisasi, Pemerintah Orba sejak awal tahun 1980-an, pada saat
Soemarlin menjabat sebagai menteri keuangan, pemerintah menyatakan
deregulasi perbankan dan melepas kontrol suku bunga meskipun otoritas
moneter masih di bawah presiden. Deregulasi perbankan berdampak sangat
luas terhadap perekonomian yang terlihat dari kehadiran lembaga bank swasta
yang banyak. Pasar perbankan pada satu sisi sangat bebas dengan suku bunga
mengambang. Krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak 1997
bermula dari krisis perbankan dan keuangan yang pada akhirnya mengubah
segalagalanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kontrol perbankan
sepenuhnya di bawah Bank Sentral sebagai pemegang otoritas moneter tanpa
bisa dicampuri oleh pemerintah sebagai bagian dari reformasi moneter dan
politik Indonesia yang menjatuhkan sistem pemerintahan dan politik
31
sentralistik presiden. Ketika itu, pasar uang menjadi sangat liberal. Tidak ada
satu kekuatanpun yang dapat menentukan tingkat suku bunga, kecuali
permintaan dan penawaran uang. Bank Sentral hanya dapat mengeluarkan
kebijakan sisi moneter, khususnya penawaran uang, untuk mempengaruhi
tingkat suku bunga.
Akibatnya, dunia usaha harus mampu mengakses kredit perbankan
melalui mekanisme pasar. Perkembangan suku bunga Indonesia sangat
menarik dianalisis, terutama sejak Indonesia mengalami krisis pada tahun
1997. Untuk menahan laju inflasi yang melambung sangat tinggi pada tahun
1998-1999, otoritas moneter menggunakan instrumen suku bunga sebagai
pengendali inflasi. Dengan kebijakan moneter yang sangat konstruktif, suku
bunga pada waktu itu melebihi 50% per tahun. Kebijakan konstruksi moneter
tersebut sangat berhasil dan juga sekaligus dapat mengembalikan pamor
pemerintah dan otoritas bank sentral dalam pengelolaan ekonomi makro. Bank
sentral menggunakan instrumen suku bunga untuk mendukung stabilitas
ekonomi makro, khususnya pengendalian inflasi dan kurs. Sejak 2001, sektor
perbankan telah mulai pulih dari krisis, sebagai akibat dari program
penyehatan perbankan, walaupun suku bunga masih cukup tinggi, mencapai
15% per tahun (Nasution, 2004).
Bank adalah sebagai organisasi (Lembaga Keuangan) yang berfungsi
untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada
masyarakat. Jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat sudah tentu
berupa simpanan tabungan, deposito dan giro. Semakin tinggi (besar) dana
32
yang dihimpun bank dari masyarakat maka jumlah penghimpunan dana bank
pun akan meningkat. Seiring dengan hal itu bank harus menyalurkan dananya
kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan demikian semakin tinggi
penghimpunan dana bank maka jumlah alokasi kredit, khususnya kredit
modal kerja akan mengalami peningkatan. Inflasi yang tinggi akan
menyebabkan pemerintah (BI) menaikkan suku bunga simpanan sebagai
pengendali laju inflasi. Seiring dengan meningkatnya suku bunga simpanan
maka bank-bank harus menaikkan suku bunga kredit agar tidak mengalami
negatif spread. Negatif spread adalah suatu kondisi dimana bank-bank
mengalami margin keuntungan yang disebabkan suku bunga kredit lebih
rendah dari suku bunga tabungan (seperti yang dialami indonesia disaat krisis).
Meningkatnya suku bunga
menyebabkan
bank
mengalami
kredit (kredit modal kerja) maka
kesulitan
dalam
mengalokasikan
(menyalurkan) kredit modal kerja, karena masyaraka mempunyai anggapan
bahwa mereka mendapatkan beban yang berat dalam melunasi pinjaman
kreditnya ditambah suku bunga yang besar. Dengan demikian jumlah
alokasi kredit modal kerja akan menurun.
Suku bunga kredit mempunyai andil yang besar terhadap jumlah
alokasi kredit. Semakin tinggi suku bunga kredit maka akan menyebabkan
beban masyarakat dalam melunasi pinjaman kreditnya semakin berat, dan
cendrung untuk mengurangi pinjaman kredit sehingga jumlah alokasi kredit
menurun
33
Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar tersebut memperlihatkan pengaruh dana
yang dihimpun, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap alokasi
penyaluran kredit.
H4
Tingkat Suku Bunga
[Y1]
H1
H3
Tingkat Inflasi
[X1]
H7
H2
Dana yang
Dihimpun [Y2]
H5
PDRB
[X2]
H6
Alokasi Penyaluran
Kredit [Y3]
Gambar 4
Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Penelitian
Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pemerintah (BI) menaikkan suku
bunga
simpanan
sebagai
pengendali
laju
inflasi.
Seiring
dengan
meningkatnya suku bunga simpanan maka bank-bank harus menaikkan suku
bunga kredit agar tidak mengalami negatif spread. Negatif spread adalah
suatu kondisi dimana bank-bank mengalami margin keuntungan yang
disebabkan suku bunga kredit lebih rendah dari suku bunga tabungan (seperti
yang dialami indonesia disaat krisis).
34
Penelitian Erwin (1998) yang menggunakan data tahun 1990 sampai
dengan tahun 1995 mengungkapkan bahwa krisis ekonomi 1998 yang
berpangkal pada krisis moneter sangat menghambat UKM dan alokasi KUK
karena inflasi yang tinggi menyebabkan suku bunga kredit yang tinggi
sehingga UKM diperkirakan akan terganggu. Berdasarkan hal tersebut
hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1 : Tingkat laju inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Tingkat suku bunga kredit (pinjaman) oleh bank – bank umum
di Surakarta periode 2002 - 2010.
Suku bunga merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau
menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan ,
maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank,
dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu
sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat
dalam menabung akan berkurang.sebab masyarakat berpandangan tingkat
keuntungan yang akan mereka peroleh dimasa yang akan datang dari bunga
adalah kecil Erwin (1998). Berdasarkan hal tersebut hipotesis yang diusulkan
dlam penelitian ini adalah:
Hipotesis 2 : Tingkat laju inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Jumlah dana yang dihimpun oleh bank – bank umum di
Surakarta periode 2002 - 2010.
Hipotesis 3 : Tingkat laju inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta
periode 2002 - 2010.
35
Berbeda halnya dengan suku bunga pinjaman (kredit). Suku bunga ini
dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku
bunga kredit ini sangat tergantung dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin
tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk
meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan
jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan
masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi
kreditnya dimasa yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank
mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat
masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar, khususnya kredit usaha
kecil (KUK). Dengan semakin rendahnya suku bunga kredit, khususnya kredit
untuk usaha kecil, maka akan memicu pertumbuhan, dan perkembangan
jumlah usaha kecil, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran
(Ngatiman,1998). Berdasarkan hal tersebut hipotesis yang diusulkan dlam
penelitian ini adalah:
Hipotesis 4 : Tingkat suku bunga kredit (pinjaman) berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank
umum di Surakarta periode 2002 - 2010.
Jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat sudah tentu
berupa simpanan tabungan, deposito dan giro. Semakin tinggi (besar) dana
yang dihimpun bank dari masyarakat maka jumlah penghimpunan dana bank
pun akan meningkat. Seiring dengan hal itu bank harus menyalurkan dananya
kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan demikian semakin tinggi
36
penghimpunan dana bank maka jumlah alokasi kredit, khususnya kredit
modal kerja akan mengalami peningkatan (Ngatman, 1998). Berdasarkan hal
tersebut hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini adalah:
Hipotesis 5 : Jumlah dana yang dihimpun berpengaruh positif dan signifikan
terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di
Surakarta periode 2002 - 2010.
Produk Domestik Regioanl Bruto merupakan jumlah nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu
wilayah atau kabupaten, dengan cara mengurangkan biaya antara dari masingmasing total produksi bruto dari tiap-tiap kegiatan sub-sektor atau sektor
dalam jangka waktu tertentu. Salah satu kompoenen dari PDRB adalah
pendapatan perkapita masyarakat.
Bila tingkat pendapatan rendah, rumah
tangga tidak dapat menabung atau hanya sedikit menabung, karena harus
membelanjakan semua atau sebagian besar pedapatannya untuk memelihara
tingkat kehidupan tertentu atau lebih untuk konsumsi. Pada tingkat pendapatan
lebih tinggi, konsumsi dan tabungan akan lebih besar. Semakin besar
pendapatan, semakin besar pula simpanan yang dilakukan masyarakat. Begitu
juga sebaliknya. Dengan demikian PDRB berpengaruh terhadap jumlah dada
yang dialokasikan untuk kredit.
Hipotesis 6 : PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi dana
KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002- 2010.
37
Berdasarakan uraian diatas hipotesis secara simultan pengaruh jumlah dana
yang dihimpun, tingkat suku bunga kredit (pinjaman), tingkat laju inflasi dan
PDRB j terhadap alokasi dana KUK adalah :
Hipotesis 7 : Jumlah dana yang dihimpun, tingkat suku bunga kredit
(pinjaman),
tingkat laju inflasi dan PDRB berpengaruh
berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi dana KUK oleh
bank – bank umum di Surakarta periode 2002 - 2010.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
kausal berdasarkan data tahun 2002 – 2010 di Surakarta.
B. Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang dugunakan dalam penelitian ini adalah data time series (kuartal/3
bulanan) suku bunga, jumlah dana yang dihimpun dan alokasi dana untuk
KUK di Surakarta periode Juni 2002 – Maret 2010. Data diambil dari Statistik
Ekonomi Indonesia (SEKI) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI).
Data PDRB diperoleh dari Laporan BPS Jawa Tengah dengan data kuartal.
C. Analisis Data
1. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesa ini digunakan analisis regresi double log
linier berganda (Multiple Double Log -Linier Regression). Model regresi
yang digunakan adalah :
Y1 = a0 + a1Ln X1 + e2
Ln Y2 = b0 + b1X1 + e3
Ln Y3 = c0 + c1 Y1 + c2LnY2 + c3 X1 + c4LnX2 + e1
38
39
Keterangan:
a0,b0,c0
= konstanta untuk persamaan regresi
a1,b1,c1 - c4
= koefisien regresi
X1
= Inflasi
X2
= PDRB
Y1
= Suku bunga
Y2
= Dana yang dihimpun
Y3
= Alokasi penyaluran kredit
e
= error variansi
X1 (inflasi) dan Y1 (suku bunga) tidak menggunakan logaritma
karena inflasi dan suku bunga sudah menggunakan nilai prosentase.
Uji menguji hipotesis didasarkan pada nilai t untukmengetahui
pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen. Jika nilai t hitung > t tabel maka dapat dikatakan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan
variabel dependen secara individu (Gunawan, 2005). Sedangkan jika t
hitung < t tabel maka tidak terdapat hubungan pengaruh yang signifikan.
2. Uji Kebaikan Model
a. Uji statistik F
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan/
pengaruh yang signifikan antara variabel independen secara bersamasama terhadap variabel dependen. Apabila F hitung > F tabel maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Apabila F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak yang
berarti variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen (Gunawan, 2005).
40
b. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar sumbangan pengaruh variabel independen terhadap
naik turunnya variabel dependen. Jika R2 mendekati 1, ini
menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama berpengaruh
terhadap variabel dependen sehinga model yang digunakan dapat
dikatakan baik.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk dapat memenuhi beberapa
unsur akurasi daya penduga parameter yang tidak bias, untuk melihat
tingkat ketelitian yang akan mencerminkan tingkat efisien hasil analisis
dan keajegan (konsisten) hasil yang diperoleh sehingga persamaan regresi
yang dihasilkan benar-benar dapat dipercaya untuk memprediksi
(Gunawan, 2005).
a. Pengujian Normalitas
Dalam menguji normalitas pada penelitian ini digunakan
kolmogorov-smirnov. Jika kolmogorov-smirnov hitung lebih besar
dari kolmogorov-smirnov tabel maka sebaran data dikatakan
mendekati
distribusi
normal
atau
normal.
Sebaliknya,
jika
kolmogorov-smirnov hitung lebih kecil dari kolmogorov-smirnov tabel
maka sebaran data dikatakan tidak mendekati distribusi normal atau
tidak normal (Gunawan, 2005).
41
b. Pengujian Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah merupakan keadaan dimana satu atau
lebih variabel independen terdapat hubungan dengan variabel
independen
lainnya.
Untuk
mengetahui
ada
tidaknya
gejala
multikolinearitas pada penelitian ini dilakukan dengan metode Klein,
yaitu dengan membandingkan nilai ( r )2 X1, X2, X3… Xn.
Apabila nilai R2 > ( r )2 berarti tidak ada gejala
multikolinearitas. Sebaliknya, apabila nilai R2 < ( r )2 berarti ada gejala
multikolinearitas (Gunawan, 2005).
c. Pengujian Autocorrelation
Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan penggangu (error
disturbance) suatu periode berkorelasi dengan kesalahan penganggu
periode sebelumnya. Alat penguji terdapat tidaknya autokorelasi
adalah Durbin Watson Test (DW-Test). Untuk menguji penyakit
asumsi klasik yang satu ini, maka terlebih dahulu tentukanlah nilai
kritis du dan dL berdasarkan jumlah observasi dan variabel
independen. Jika hipotesa menyatakan tidak adanya autokorelasi maka
(Gunawan, 2005).
(1) Jika DW < dL yang berarti Ho ditolak dan berarti pula adanya
autokorelasi
(2) Jika DW > 4 – dL maka artinya Ho ditolak yang berarti pula
adanya autokorelasi
42
(3) Jika du < DW < 4-du maka Ho diterima dan berarti pula tidak
terdapatnya autokorelasi positif atau negative.
d. Pengujian Heterocedastisitas
Pada penelitian ini digunakan metode Glejser. Disini dilakukan
dengan dengan meregresikan nilai residual yang diperoleh dengan
variabel-variabel independennya. Jika hasil uji menunjukkan nilai t
hitung yang lebih kecil dari t tabel maka dapat disimpulkan tidak
terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika hasil uji ini
menunjukkan nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel maka dapat
disimpulkan terdapat masalah heteroskedastisitas (Gunawan, 2005).
D. Definisi Operasional
1
Alokasi Penyaluran Kredit Usaha Kecil
Alokasi penyaluran kredit adalah permintaan uang dalam bentuk kredit
usaha kecil (KUK) dihitung dalam satuan rupiah.
2
Inflasi
Inflasi riil merupakan perubahan harga yang cenderung meningkat, tanpa
diimbangi perubahan daya beli masyarakat yang meningkat. Dalam
kenyataan jarang terjadi suatu kondisi, dimana inflasi yang tinggi
menyebabkan hasil output tertentu, sehingga tingkat output berubah dari
waktu ke waktu mengikuti perubahan laju inflasi yang diperkirakan. Bisa
saja terjadi kondisi, bahwa kenaikan inflasi yang tinggi bahkan
menurunkan tingkat output tertentu.
43
3
Produk Domestik Regional Bruto
Data Produk Domestik Regional Bruto untuk wilayah surakarta. Data
operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan perhitungan kuartal
kemudian diolah dan dinyatakan dalam bentuk satuan juta rupiah.
4
Suku bunga
Suku bunga riil merupakan sejumlah rupiah yang dibayar akibat telah
mempergunakan dana sebagai balas jasa. Perubahan suku bunga
merupakan perubahan dalam permintaan uang (kredit). Kenaikan suku
bunga
mengakibatkan
penurunan
permintaan
agregat/pengeluaran
investasi. Sebaliknya, peningkatan suku bunga akan mengakibatkan
peningkatan permintaan agregat.
5
Dana yang dihimpun
Dana yang dihimpun adalah seluruh dana riil yang berhasil dihimpun
sebuah bank yang bersumber dari masyarakat luas (Kasmir, 2004). Dalam
UU Perbankan No. 10, Tahun 1998 dana yang dihimpun bank umum dari
masyarakat berbentuk simpanan giro (demand deposit), simpanan
tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit).
44
Tabel 1
Deskripsi operasional dan pengukuran variabel
NO
Variabel
Notasi
Status
Variabel
1
Alokasi Kredit
Y3
Dependen
2
Inflasi
X1
Independen
3
PDRB
X2
Independen
4
Dana yg
Dihimpun
Y2
5
Suku Bunga
Y1
Mediasi
(Dependen dan
Independen)
Mediasi
(Dependen dan
Independen)
Definisi Operasional
Permintaan uang riil dalam bentuk
kredit usaha kecil (KUK)
suatu keadaan yang mengindikasikan
semakin melemahnya daya beli yang
diikuti dengan semakin merosotnya
nilai riil mata uang suatu negara
balas jasa yang diterima oleh faktor
faktor produksi yang ikut di dalam
proses produksi di suatu
wilayah/region pada jangka waktu
tertentu berdasarkan harga yang
berlaku
Dana riil masyarakat yang dihimpun
oleh Bank dalam jangka waktu
tertentu
sejumlah rupiah yang dibayar akibat
telah mempergunakan dana sebagai
balas jasa secara riil
Pengukuran
Skala
Data
Rupiah
Interval
Prosentase
Rasio
Rupiah
Interval
Rupiah
Interval
Prosentase
Rasio
Download