1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah perbankan Indonesia terlihat dari perjalanan sistem politik dan ekonomi Indonesia. Ketika era pemerintahan Orde Baru (Orba), otoritas moneter dibawah kendali langsung presiden, sehingga kebijakan moneter dapat menjadi instrumen presiden untuk kepentingan pembiayaan dunia usaha sesuai dengan keinginannnya. Sampai akhir tahun 1970-an, sistem moneter Indonesia adalah fully under-controlled dengan rezim fixed interest rate. Pembiayaan dunia usaha, usaha skala besar (milik pemerintah dan swasta) dan Usaha Kecil dengan mudah dapat diterapkan melalui perbankan dengan berbagai fasilitas moneter. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Kredit Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM), seperti Bimas dan Kredit Usaha Tani (KUT), berjalan dengan suku bunga yang rendah adalah bentuk implementasi kebijakan moneter pemerintah pada waktu itu yang pada umumnya disambut baik oleh berbagai kalangan. Pemerintah Indonesia dengan sangat antusias bergerak untuk mengembangkan usaha kecil, karena sebenarnya usaha kecillah yang dahulu ketika krisis moneter 1998 terjadi tidak begitu parah terkena dampak dari krisis tersebut. Usaha besar banyak berjatuhan dan kesulitan dalam menghadapi krisis sehingga kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi hal yang wajar dan marak mewarnai dunia ekonomi Indonesia, tetapi usaha 1 2 kecil malah mampu bertahan dari krisis tersebut. Inilah yang mendorong pemerintah untuk mengembangkan usaha kecil, terbukti dengan ditetapkannya regulasi dan kebijakan dari sektor perbankan yang berbeda dan lebih ekspansif dari sebelumnya, khususnya pada alokasi Kredit Usaha Kecil (KUK). Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan tentang Kredit Usaha Kecil (KUK) melalui peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang pokok-pokonya meliputi (i) bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK, (ii) bank wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam rencana kerja anggaran tahunan (RKAT), (iii) bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui laporan keuangan publikasi, (iv) plafon KUK disesuaikan menjadi Rp 500.000.000, per nasabah, (v) bank yang menyalurkan KUK dapat meminta bantuan teknis dari Bank Indonesia, dan (vi) pengenaan sangsi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK dihapuskan (Kasmir, 2004). Kecenderungan pada saat ini memang kebijakan moneter dan perbankan memihak pada sektor UKM dengan mengeluarkan berbagai regulasi guna meningkatkan kredit usaha kecil (KUK). KUK menjadi andalan bagi keberlangsungan sektor UKM, karena tanpa KUK sektor UKM tidak bisa tumbuh berkembang dan permasalahan ekonomi yang berupa kemiskinan, pengangguran tidak bisa teratasi. Hal ini merupakan terobosan baru dan menyenangkan bagi pengusaha kecil, dikarenakan selama ini mereka kekurangan modal untuk usaha. Kesulitan dalam mengakses modal dari 3 berbagai sumber keuangan yang ada baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank menjadi masalah utamanya. Berlakunya UU No.23/1999, BI tidak lagi dimungkinkan untuk memberikan kredit, sehingga tugas pengelolaan kredit program dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk pemerintah, yaitu BRI, BTN dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, tersedia alternatif pendanaan berupa Surat Utang Pemerintah (SUP). SUP yang penerbitannya dimaksudkan untuk mengganti dana KLBI yang jatuh tempo tahun 2000 dan 2001, akan dicairkan secara bertahap sejalan dengan pengembalian KLBI pada saat jatuh tempo, dengan tetap memperhatikan program moneter. BI memiliki strategi guna kelancaran proses pengucuran dana tersebut kepada UMKM dengan berbagai point penting yaitu (1) meningkatkan hubungan bank dengan lembaga keuangan (linkage program) dan (2) dalam rangka meningkatkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit kepada usaha mikro dan membantu bank dan lembaga keuangan dalam meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, maka BI mendorong linkage program antara BPR dan bank umum/lembaga keuangan. Sinergi bank umum dan BPR dalam bentuk linkage program merupakan salah satu strategi dalam memperkuat kapasitasnya. Berdasarkan data sampai Juni 2003, kerjasama tersebut telah : 1) Melibatkan 923 BPR dengan 29 lembaga keuangan (28 bank umum dan PT PNM), dengan plafon Rp 548 miliar dan baki debet Rp 331 miliar. 4 2) Membentuk Unit Layanan Mikro (ULM). Beberapa bank umum seperti BRI dan Bank BNI telah membentuk unit layanan mikro (ULM) untuk melayani KUK. 3) Pembentukan UKM Centre. Beberapa bank umum seperti Bank Niaga dan Bank Danamon telah membentuk UKM Centre yang berlokasi di daerah-daerah tertentu yang Pengusaha yang menggunakan dana tersebut diatas diharapkan mampu untuk menghasilkan pertambahan barang-barang dan jasa, sehingga akan mempengaruhi kenaikan permintaan agregat atas konsumsi rumah tangga dan selanjutnya akan berpengaruh kepada kenaikan output total sehingga menyebabkan PDB ikut naik. Jika kondisi demikian berjalan terus sampai beberapa tahun kedepan maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikan sehingga pendapatan perkapitapun akan semakin tinggi, serta memungkinkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengangguran juga akan mengalami penurunan. Efek multiplayer seperti inilah yang berasal dari suntikan atau investasi diharapkan akan membantu mengatasi permasalahan pokok ekonomi Indonesia. Porsi alokasi KUK yang diberikan oleh bank-bank umum yang notabene memiliki aset paling besar menjadi sangat berarti bagi berkembangya UKM. KUK adalah penentu bagi hidup matinya UKM yang diharapkan menjadi sebuah solusi bagi masalah perekonomian kini. Tanpa KUK maka UKM akan kehilangan potensi untuk tumbuh dan berkembang dikarenakan support utama berdirinya UKM adalah KUK, jadi keduanya tidak 5 bisa terlepas. Perkembangan, porsi serta penentu dari alokasi KUK oleh bankbank umum di Indonesia harus selalu diperhatikan. Perhatian kepadanya membutuhkan cara-cara khusus dan intensif sehingga selalu terpantau yaitu faktor-faktor dimana situasi dan kondisi yang menciptakan pengaruh hubungan antara alokasi KUK yang teralokasikan dengan sektor riil ekonomi UKM. Bagaimana perkembangan suku bunga, inflasi dan penghimpuna dana masyarakat serta kredit terhadap UMKM selama ini, terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, sangat menarik untuk diketahui. Independensi Bank Sentral Indonesia menjadikan lembaga itu sebagai satu-satunya pengendali pasar uang. Berdasarkan hasil pengamatan lembaga perbankan, permintaan kredit selalu berubah. Perubahan ini diakibatkan oleh perubahan suku bunga dari tahun ke tahun sebagai indikasi perubahan konnsumtif, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Perubahan pola konsumtif ini akan berdampak pada perubahan harga. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, perumusan masalah penelitian ini antara lain: 1. Apakah tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat suku bunga kredit (pinjaman) bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 6 2. Apakah tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap jumlah dana yang dihimpun bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 3. Apakah tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 4. Apakah jumlah dana yang dihimpun berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010 ? 5. Apakah tingkat suku bunga kredit (pinjaman) berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 6. Apakah produk domistik regional bruto (PDRB) berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 7. Apakah jumlah dana yang dihimpun, tingkat suku bunga, tingkat laju inflasi dan PDRB secara simultan berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui pengaruh : 1. Tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap tingkat suku bunga kredit (pinjaman) bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 2. Tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap jumlah dana yang dihimpun bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 7 3. Tingkat laju inflasi berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum periode di Surakarta Tahun 2002 – 2010. 4. Jumlah dana yang dihimpun berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010. 5. Tingkat suku bunga kredit (pinjaman) berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010. 6. Produk domistik regional bruto (PDRB) berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode Tahun 2002 – 2010? 7. Jumlah dana yang dihimpun, tingkat suku bunga, tingkat laju inflasi dan PDRB secara simultan berpengaruh terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum periode di Surakarta Tahun 2002 – 2010. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi kepada bank – bank umum di Kabupaten Surakarta dalam membuat kebijakan pemberian kredit kepada usaha kecil dan menengah. 2. Bagi Penelitian kedepan Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang kredit usaha kecil. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1 Kredit Untuk KUK a. Pengertian Kredit Menurut yang diungkapkan Kasmir (2004), kata kredit berasal dari kata Yunani “Credere” yang berarti kepercayaan atau berasal dari bahasa Latin “Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Pengertian tersebut kemudian dibakukan oleh pemerintah dengan dikeluarkan Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967 bab 1 pasal 1,2 yang merumuskan pengertian kredit sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan”. Selanjutnya pengertian kredit tersebut disempurnakan lagi dalam Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mendefinisikan pengertian kredit adalah : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”. 8 9 b. Jenis-Jenis Kredit Beragamnya jenis usaha, menyebabkan beragam pula kebutuhan akan dana. Kebutuhan dana yang beragam menyebabkan jenis kredit juga menjadi beragam. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dana yang diinginkan nasabah. Dalam praktiknya kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi antara lain: (Kasmir, 2004) 1) Segi Kegunaan a) Kredit Investasi Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitas. b) Kredit Modal Kerja Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. 2) Segi Tujuan Kredit a) Kredit Produktif Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau investasi. Kredit menghasilkan barang atau jasa. ini diberikan untuk 10 b) Kredit Konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai seseorang ataubadan usaha. c) Kredit Perdagangan Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas dan perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar. 3) Segi Jangka Waktu a) Kredit Jangka Pendek Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. b) Kredit Jangka Menengah Jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. Sebagai contoh kredit untuk pertanian seperti apel, atau peternakan sapi. 11 c) Kredit Jangka Panjang Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang. 4) Segi Jaminan a) Kredit Dengan Jaminan Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang diberikan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu harus melebihi jumlah kredit yang diajukan calon debitur. b) Kredit Tanpa Jaminan Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain. 5) Dilihat Dari Segi Sektor a) Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian, sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. 12 b) Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang peternakan kambing. c) Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar. d) Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak. e) Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa. f) Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan profesional seperti dosen, pengacara, dokter. g) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka waktu panjang. c. Pengertian dan Jenis Kredit Usaha Kecil ( KUK ) Menurut Kasmir, (2004) pengertian jenis – jenis – jenis kredit usaha kecil adalah: 1) KUK adalah kredit atau pembiayaan dari bank untk investasi dan atau modal kerja, yang diberikan dalam rupiah dan atau valuta 13 asing kepada nasabah usaha kecil dengan plafond kredit keseluruhan maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk membiayai usaha yang produktif. 2) KUK-Kredit Investasi adalah kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barangbarang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru, dengan jangka waktu maksimal 10 tahun. 3) KUK-Kredit Modal Kerja adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha. 4) KUK-Kredit Modal Kerja Kontraktor Adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja khusus bagi usaha jasa kontraktor yang habis dalam satu siklus usaha. 5) KUK-Channeling Adalah Kredit Modal Kerja atau Kredit Investasi yang diberikan melalui kerjasama dengan Lembaga pembiayaan atau Bank Umum lainnya. 2 Jumlah Penghimpunan Dana Bank Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan tabungan, deposito, dan giro (Kasmir, 2004). Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Disamping itu bank juga 14 dikenal sebagai tempat untuk meukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan yang lain. Tiap bank berbeda dalam penetapan saldo minimal simpanan tabungannya (termasuk juga giro dan deposito), ada yang dalam jumlah yang kecil, dan ada juga yang dalam jumlah besar. Ini dikarenakan regulasi perbankan yang bersangkutan, yang sudah tentu berbeda dengan bank-bank yang lain. Namun demikian secara administratif berkas-berkas yang diperlukan dalam praktek simpan-menyimpan dana pada bank adalah sama. Berkaitan dengan fungsi bank untuk menyalurkan dana pada masyarakat untuk meminjamkan uang (kredit) pada masyarakat sangat terkait, dan tergantung dari seberapa besar jumlah dana yang dihimpun oleh bank. Bank yang mempunyai kapasitas jumlah penghimpunan dana yang besar, tentunya berasal dari jumlah simpanan yang mereka peroleh dari masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, deposito dan giro. Dana masyarakat yang dihimpun bank berasal dari instrumen (rangsangan)yang dilakukan oleh bank pada masyarakat. Rangsangan tersebut bisa dalam bentuk suku bunga simpanan (tabungan) yang menarik/tinggi. Selain itu juga bisa dikarenakan fasilitas yang lengkap, kenyamanan pelayanan, reputasi(nama) yang baik/dipercaya, dan manajemennya yang baik. Halhal ini dapat membuat masyarakat semakin banyak menanamkan dananya pada bank tersebut. Semakin banyak masyarakat menanamkan dananya 15 pada bank (menabung), baik dalam bentuk tabungan, depsito dan giro maka akan semakin banyak jumlah dana yang dihimpun oleh bank (Kasmir, 2004). Semakin banyak jumlah dana yang dihimpun bank, sudah tentu bank akan semakin gencar dalam menyalurkan dananya (kredit) pada masyarakat baik itu kredit properti, ritel, menengah, besar, khususnya KUK (Kredit Usaha Kecil). Ini dikarenakan regulasi pemerintah (Bank Indonesia) yang mewajibkan bank-bank diseluruh Indonesia agar menyalurkan minimal 20 % dari total pangsa pasar kreditnya khusus untuk kredit usaha kecil (KUK). Bank dalam menyalurkan kredit pada masyarakat tentunya bertujuan untuk membayar bunga simpanan masayarakat yang menanamkan dananya pada bank tersebut, disamping juga untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu juga terkait dengan regulasi perbankan yang menyatakan bahwa bank adalah sebagai lembaga yang bertugas utnuk menghimpun dana dari masyarakat, dan menyalurkannya kembali pada masyarakat (Kasmir, 2004). 3 Suku Bunga Kredit (Pinjaman) Setiap masyarakat yang melakukan interaksi dengan bank, baik interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan dikenakan dengan yang namanya bunga (Kasmir, 2004). Bagi masyarakat yang menanamkan dananya pada bank, baik itu simpanan 16 tabungan, deposito dan giro akan dikenai suku bunga simpanan (dalam bentuk %). Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan , maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam menabung akan berkurang.sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh dimasa yang akan datang dari bunga adalah kecil. Berbeda halnya dengan suku bunga pinjaman (kredit). Suku bunga ini dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku bunga kredit ini sangat tergantung dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya dimasa yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar, khususnya kredit usaha kecil (KUK). Dengan semakin rendahnya suku bunga kredit, khususnya kredit untuk usaha kecil, maka akan memicu pertumbuhan, dan perkembangan jumlah usaha kecil, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran. Sebab bagaimanapun juga 17 usaha kecil selama ini dikenal sebagai penopang jumlah tenaga kerja di Indonesia yang semakin melimpah, dan agar tidak menganggur. Secara grafis dapat dilihat sebagai berikut: Gambar 1 Gambar Grafik Hubungan Suku Bunga Kredit Dan Jumlah Alokasi Redit Dari grafik diatas terlihat jika misalnya suku bunga kredit berada pada posisi 30 % (tinggi) maka jumlah alokasi kredit hanya sebesar 1000. Namun berbeda halnya jika suku bunga kredit mengalami penurunan menjadi 10 %, maka jumlah alokasi kredit akan meningkat dari 1000 menjadi 3000. Ini dikarenakan masyarakat akan gencar, dan banyak yang meminjam kredit. Masyarakat melihat bahwa dengan menurunnya suku bunga kredit, maka mereka akan mengalami kemudahan dalam meminjam (memperoleh) kredit baik itu untuk keperluan usaha atau sebagainya. Dan mereka pun akan merasa yakin bahwa dengan menurunnya suku bunga kredit, mereka akan mampu melunasi pinjaman mereka ditambah bunga dimasa yang akan datang. 18 Pembebanan besarnya suku bunga kredit dibedakan kepada jenis kreditnya (Kasmir, 2004). Pembebanan disini maksudnya metode perhitungan yang akan digunakan, sehingga mempengaruhi jumlah bunga yang akan dibayar. Jumlah bunga yang dibayar akan mempengaruhi jumlah angsuran perbulannya. Dimana jumlah angsuran terdiri dari hutang pokok pinjaman ditambah bunga. Metode pembebanan suku bunga kredit yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Sliding Rate Pembebanan bunga setiap bulan dihitung dari sisa pinjamannya, sehingga jumlah bunga yang dibayar nasabah setiap bulan menurun seiring dengan turunnya pokok pinjaman. Akan tetapi pembayaran pokok pinjaman setiap bulan sama. Cicilan nasabah (pokok pinjaman ditambah bunga) otomatis dari bulan ke bulan semakin menurun. Jenis Sliding Rate ini biasanya diberikan kepada sektor-sektor produktif seperti pengusaha, tidak terkecuali pengusaha kecil. Ini dilakukan dengan maksud si nasabah merasa tidak terbebani terhadap pinjamannya. 2) Flate Rate Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjamannya, demikian pula pokok pinjaman setiap bulan juga dibayar sama, sehingga cicilan setiap bulan sama sampai kredit tersebut lunas. Jenis flate rate ini diberikan kepada kredit yang bersifat konsumtif seperti 19 pembelian rumah tinggal, pembelian mobil pribadi, atau kredit konsumtif lainnya. 3) Floating Rate Jenis ini membebankan bunga dikaitkan dengan bunga yang ada dipasar uang, sehingga bunga yang dibayar setiap bulan sangat tergantung dari bunga pasar uang pada bulan tersebut. Jumlah bunga yang dibayarkan dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari bulan yang bersangkutan. Pada akhirnya hal ini juga berpengaruh terhadap cicilannya setiap bulan. 4 Inflasi a. Pengertian Inflasi Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam literatur ekonomi. Keanekaragaman definisi (pengertian) tersebut terjadi karena luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat, dan luas antara inflasi, dan berbagai sektor perekonomian tersebut melahirkan berbagai perbedaan pengertian, dan persepsi tentang inflasi. Demikian pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan pandangan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena, dan dilema ekonomi. Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara (Khalwaty, 2000). 20 Laju pertumbuhan inflasi harus selalu diwaspadai, dan dikendalikan karena: 1) Inflasi berdampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan, sehingga perlu dicermati terutama oleh praktisi ekonomi, dan bisnis. 2) Inflasi yang tinggi mempunyai pengaruh agregatif terhadap perekonomian makro sebagai faktor eksternal dunia industri serta bedampak luas pula terhadap sektor perekonomian mikro yang merupakan faktor internal dunia bisnis. 3) Industri yang berorientasi ekspor akan semakin kurang kompetitif dipasaran global, dan bahkan dipasaran nasional jika terjadi inflasi yang tinggi. Biaya faktor-faktor produksi semakin mahal hingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Hal ini semakin memberatkan negara-negara yang menganut sistem ekonomi terbuka. 4) Kemerosotan produksi baik yang berorientasi pada ekspor maupun untuk pasaran domestik akan meningkatkan laju pertumbuhan anggka pengangguran yang sangat berbahaya bagi stabilitas perekonomian negara. 5) Inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama terhadap produksi dalam negri yang selanjutnya dapat mngurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang nasional. 21 6) Inflasi yang tinggi akan semakin menumbuh-suburkan korupsi, manipulasi dan kolusi dikalangan elit pemerintahan dengan kalangan konglomerat yang membuat kepercayaan terhadap kewibawaan pemerintah semakin merosot. 7) Inflasi yang tinggi akan mendorong para pemodal nasional untuk menanamkan modalnya keluar negri, dan bahkan para pengusaha akan merealokasikan industrinya ke luar negri yang perekonomiannya lebih stabil. Jika hal ini terjadi, perekonomian nasional akan terus memanas, dan hancur. Industri semakin tidak kompetitif, dan tidak mampu menarik investor asing untuk menanamkan modalnya. b. Pengaruh Inflasi Inflasi yang terus belanjut apalagi sampai melampaui angka dua digit dapat berpengaruh terhadap distribusi pendapatan, dan alokasi faktor produksi nasional. Dampak terhadap distribusi pendapatan disebut Equity Effect, sedangkan dampak terhadap alokasi faktor produksi, dan produksi nasional disebut Efficiency Effect . Equity Effect, adalah dampak inflasi terhadap pendapatan. Dampak inflasi terhadap pendapatan bersifat tidak merata, ada yang mengalami kerugian terutama mereka yang berpenghasilan tetap, dan ada pula kelompok yang mengalami keuntungan dengan adanya inflasi. Mereka yang berpenghasilan tetap akan mengalami penurunan nilai riil dari penghasilannya, sehingga daya belinya menjadi lemah. 22 Demikian juga terhadap orang-orang yang gemar menumpuk kekayaan dalam bentuk uang tunai akan sangat menderita, dan mengalami kerugian besar dengan adanya inflasi. Pemilik modal yang meminjamkan modalnya dengan bunga lebih rendah daripada tingkat inflasi juga akan mengalami kerugian. Sebaliknya, dengan terjadinya inflasi, kelompok-kelompok yang mendapatkan keuntungan adalah mereka yang memperoleh kenaikan atau peningkatan pendapatan dengan tingkat presentase yang lebih besar daripada tingkat inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan tidak dalam bentuk uang tunai. Nilai kekayaan tersebut akan naik, karena harganya semakin mahal dengan presentase lebih besar dari tingkat inflasi. Selain itu inflasi juga akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada distribusi pendapatan, dan atau kekayaan masyarakat. Efficiency Effet, inflasi selain berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, dan rumah tangga perusahaan karena lemahnya daya beli masyarakat, juga berpengaruh terhadap biaya produksi. Harga-harga faktor produksi akan terus meningkat, sehingga dapat merubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Inflasi yang tinggi jika tidak diikuti dengan peningkatan effisiensi terhadap biaya produksi akan meningkatkan harga-harga produk. Sedangkan disisi lain daya beli masyarakat lemah yang akan menyebabkan harga produk semakin tidak kompetitif. Keadaan demikian sudah merupakan awal dari kebangkrutan. 23 Output Effect, anilisis terhadap equity effect, dan efficiency effect berdasarkan asumsi bahwa output dalam keadaan tetap (cateris paribus). Berbeda halnya dengan analisis output effect. Analisis output effect adalah analisis tentang inflasi terhadap keluaran (output), dimana output di asumsikan sebagai variabel terikat (dependen). Inflasi dinilai dapat meningkatkan produksi dengan asumsi bahwa produksi akan mengalami kenaikan mendahului kenaikan upah atau gaji para pekerja. Kenaikan harga produksi mengakibatkan terjadinya keuntungan (laba) yang diterima produsen. Jadi syaratnya adalah kenaikan harga produksi atau kenaikan harga-harga faktor produksi. Keuntungan yang telah dinikmati produsen tersebut akan mendorong produsen untuk terus meningkatkan produksinya. Jika tingkat inflasi tinggi melebihi dua digit dan berlangsung dalam waktu lama (jangka panjang), maka biaya produksi akan naik pula, dan akibatya keuntungan yang telah dinikmati produsen akan menjadi berkurang. Karena keuntungan terus berkurang sementara biaya produksi terus bertambah, akhirnya produsen akan mengurangi produksinya sampai batas tertentu yang dianggap aman atau masih dinilai memungkinkan untuk terus melanjutkan usahanya. Jika dinilai sudah tidak menguntungkan lagi, keputusan yang terbaik adalah menghentikan produksi. Jika penghentian produksi terpaksa dilakukan, para pekerja terpaksa pula berhenti bekerja. Dan pada akhirnya berdampak pada pengangguran. 24 Didalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena kelebihan permintaan (demand) sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak (Khalwaty, 2000). Teori kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi dua, yakni “Demand Pull Inflation”, dan “ Cost Push Inflation” . Demand Pull Inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan agregatif (bersifat menyeluruh) dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment). Kenaikan kesempatan agregatif selain dapat menaikan harga-harga juga dapat meningkatkan produksi. Jika kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja penuh, maka kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan out put, tetapi hanya mendorong kenaikan hargaharga yang biasa disebut inflasi murni (Pure Inflation). Secara grafis dapat dilihat berikut ini: Gambar 2 Gambar Grafik Demand Pulll Inflation 25 Dari grafik diatas terlihat bahwa kesempatan kerja penuh (full employment) berada pada posisi QFE. Namun kenaikan permintaan (aggregate demand) selalu meningkat, dari AD 1 ke AD berikutnya. Kondisi ini tidak mendorong kenaikan output melainkan hanya akan menyebabkan kenaikan harga-harga hingga melambung tinggi. Pada kondisi cost push inflation, tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan tingkat permintaan. Ini dikarenakan adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai pada jumlah tertentu jumlah tertentu. Penawaran total (aggregate supply) terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Apabila keadaan tersebut berlangsung cukup lama, maka terjadilah inflasi yang disertai dengan resesi. Secara grafis dapat dilihat sebagai berikut ini: Gambar 3. Gambar Grafik Cost Push Inflation 26 Grafik diatas menunjukan proses kenaikan biaya produksi, dan harga produksi serta penurunan jumlah produksi total secara terus menerus, akibatnya terjadilah cost push inflation. Kenaikan biaya produksi akan menggeser kurva penawaran total dari AS1 menjadi AS2. dampaknya harga produksi juga mengalami kenaikan dari P1 menjai P2 dan produksi total turun dari QFE menjadi Q2. Kenaikan harga yang terus berlanjut tersebut akan menggeser kurva AS2 menjadi AS3, sedang harga mengalami kenaikan dari P2 menjadi P3 ,dan produksi akan turun dari Q1 dan menjadi Q2. Kondisi demikian disebut dengan cost push inflation. Tingkat laju inflasi sangat berpengaruh pada kondisi perekonomian, khususnya kegiatan perbankan. Kondisi laju inflasi yang tinggi menyebabkan pemerintah (Bank Indonesia) mengeluarkan regulasi untuk menaikan suku bunga simpanan bank-bank di Indonesia. Ini dalam rangka agar inflasi dapat terkendali. Akibat lainnya adalah bank-bank terpaksa menaikan suku bunga pinjamannya (kredit). Ini dilakukan bank agar bank tidak mengalami negative spread. Negative spread adalah suatu kondisi dimana suku bunga simpanan lebih tinggi, dari suku bunga kredit (seperti yang dialami Indonesia saat krisis). Apabila ini terjadi maka bank-bank akan kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya. Disatu sisi bank wajib membayar bunga simpanan pada masyarakat yang tinggi, namun disisi lain penerimaan (margin keuntungan) bank dari kredit 27 juga menurun. Sebab pada saat itu suku bunga kredit sudah dinaikan sedemikian tingginya, dan sangat memeberatkan, dan merugikan masyarakat. Khususnya perekonomian Indonesia. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka bank-bank tidak mau mengalami negative spread, sehigga pada saat suku bunga simpanan dinaikan oleh pemerintah dalam hal ini adalah BI sebagai pengendali inflasi, maka bank-bank akan dengan sendirinya menaikan suku buga kreditnya (pinjaman). Apabila suku bunga kredit naik maka sudah otomatis minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin menurun, berarti jumlah alokasi kreditpun menurun, termasuk kredit untuk usaha kecil (KUK). B. Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti tentang KUK dan UKM. 1 Erwin (1998) Penelitian Tentang Penyaluran KUK di Indonesia (1990-1995) tersebut ditulis dengan tema KUK dan UKM, tentang penyaluran KUK di Indonesia yang dilakukan dengan sampel yang diambil tahun 1990-1995. Variabel dependen dalam penelitian tersebut adalah alokasi KUK di Indonesia, sedangkan variabel independen penelitian tersebut yaitu jumlah dana yang dihimpun bank, volume PDB. Menggunakan OLS dengan mencari tahu hubugan variabel independen tersebut terhadap variabel 28 dependennya. Dalam penelitian tersebut juga menganalisis hubungan antara inflasi dengan tingkat suku bunga deposito. Penelitian tersebut kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Variabel independen jumlah dana yang dihimpun bank berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK 2) Variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat suku bunga deposito. 3) Variabel independen PDB riil berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK Penelitian Erwin (1998) menggunakan data tahun 1990 sampai dengan tahun 1995, seperti yang telah kita ketahui penelitian diatas dilakukan sebelum terjadinya krisis ekonomi 1998. Dengan mengadakan penelitian yang serupa pada area yang sama paska krisis ekonomi 1998 diharapkan dapat memperbaharui informasi tentang KUK dan UKM, karena pada saat krisis ekonomi 1998 dikhawatirkan sektor riil termasuk didalamnya adalah KUK menjadi terhambat perkembangannya. Krisis ekonomi 1998 yang berpangkal pada krisis moneter sangat menghambat UKM dan alokasi KUK karena inflasi yang tinggi menyebabkan suku bunga kredit yang tinggi sehingga UKM diperkirakan akan terganggu. 2 Ngatiman (1998) Penelitian Ngatiman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran KUK oleh bank BPD di Yogyakarta tahun 1985-2002. 29 Variabel dependen dari penelitian tersebut adalah alokasi KUK di bank BPD Yogyakarta, sedangkan variabel independennya adalah jumlah dana jumlah dana yang terhimpun pada bank BPD Yogyakarta, tingkat suku bunga kredit dan PDRB. Penelitian tersebut menganalisis hubungan antara variabel dependen dengan independennya menggunakan analisis regresi model OLS. Dengan memperoleh beberapa kesimpulan penting didalamnya sebagaiberikut ini: 1) Variabel independen jumlah dana yang terhimpun di bank BPD Yogyakarta ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta 2) Variabel independen Tingkat suku bunga ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta 3) Variabel independen PDRB ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen alokasi KUK pada bank BPD Yogyakarta C. Kerangka Pemikiran Kedua penelitian diatas tidak semua variabel yang dipakai menggunakan variabel dari sektor perbankan karena kedua penelitian diatas memasukkan variabel PDRB, data yang diambil dari sektor regional untuk penelitian yang kedua. Perbedaan dengan kedua penelitian diatas antara laian periode waktu yang berbeda dan wilayah operasional perbankan yang berbeda 30 pula. Penelitian ini tentang kredit yang pada area yang sama dengan analisis terfokus kepada sisi kebijakan perbankan. Sisi kebijakan perbankan seperti jumlah penghimpunan dana, laju tingkat inflasi dan suku bunga kredit sebenarnya sangat mungkin berpengaruh terhadap kelancaran pengucuran dana kredit usaha kecil lebih daripada sisi intern pengusaha kecil itu sendiri. Manajemen yang merupakan salah satu sisi intern pengusaha kecil, kelebihan dan kekurangannya serta kondisi eksternal seperti halnya PDRB memang juga memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi alokasi KUK, namun karena KUK merupakan kewajiban moral bagi sektor perbankan terhadap sektor riil maka layak untuk medapatkan perhatian yang serius. Sejalan dengan perubahan tatanan perekonomian dunia, khususnya trend globalisasi, Pemerintah Orba sejak awal tahun 1980-an, pada saat Soemarlin menjabat sebagai menteri keuangan, pemerintah menyatakan deregulasi perbankan dan melepas kontrol suku bunga meskipun otoritas moneter masih di bawah presiden. Deregulasi perbankan berdampak sangat luas terhadap perekonomian yang terlihat dari kehadiran lembaga bank swasta yang banyak. Pasar perbankan pada satu sisi sangat bebas dengan suku bunga mengambang. Krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak 1997 bermula dari krisis perbankan dan keuangan yang pada akhirnya mengubah segalagalanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kontrol perbankan sepenuhnya di bawah Bank Sentral sebagai pemegang otoritas moneter tanpa bisa dicampuri oleh pemerintah sebagai bagian dari reformasi moneter dan politik Indonesia yang menjatuhkan sistem pemerintahan dan politik 31 sentralistik presiden. Ketika itu, pasar uang menjadi sangat liberal. Tidak ada satu kekuatanpun yang dapat menentukan tingkat suku bunga, kecuali permintaan dan penawaran uang. Bank Sentral hanya dapat mengeluarkan kebijakan sisi moneter, khususnya penawaran uang, untuk mempengaruhi tingkat suku bunga. Akibatnya, dunia usaha harus mampu mengakses kredit perbankan melalui mekanisme pasar. Perkembangan suku bunga Indonesia sangat menarik dianalisis, terutama sejak Indonesia mengalami krisis pada tahun 1997. Untuk menahan laju inflasi yang melambung sangat tinggi pada tahun 1998-1999, otoritas moneter menggunakan instrumen suku bunga sebagai pengendali inflasi. Dengan kebijakan moneter yang sangat konstruktif, suku bunga pada waktu itu melebihi 50% per tahun. Kebijakan konstruksi moneter tersebut sangat berhasil dan juga sekaligus dapat mengembalikan pamor pemerintah dan otoritas bank sentral dalam pengelolaan ekonomi makro. Bank sentral menggunakan instrumen suku bunga untuk mendukung stabilitas ekonomi makro, khususnya pengendalian inflasi dan kurs. Sejak 2001, sektor perbankan telah mulai pulih dari krisis, sebagai akibat dari program penyehatan perbankan, walaupun suku bunga masih cukup tinggi, mencapai 15% per tahun (Nasution, 2004). Bank adalah sebagai organisasi (Lembaga Keuangan) yang berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat. Jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat sudah tentu berupa simpanan tabungan, deposito dan giro. Semakin tinggi (besar) dana 32 yang dihimpun bank dari masyarakat maka jumlah penghimpunan dana bank pun akan meningkat. Seiring dengan hal itu bank harus menyalurkan dananya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan demikian semakin tinggi penghimpunan dana bank maka jumlah alokasi kredit, khususnya kredit modal kerja akan mengalami peningkatan. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pemerintah (BI) menaikkan suku bunga simpanan sebagai pengendali laju inflasi. Seiring dengan meningkatnya suku bunga simpanan maka bank-bank harus menaikkan suku bunga kredit agar tidak mengalami negatif spread. Negatif spread adalah suatu kondisi dimana bank-bank mengalami margin keuntungan yang disebabkan suku bunga kredit lebih rendah dari suku bunga tabungan (seperti yang dialami indonesia disaat krisis). Meningkatnya suku bunga menyebabkan bank mengalami kredit (kredit modal kerja) maka kesulitan dalam mengalokasikan (menyalurkan) kredit modal kerja, karena masyaraka mempunyai anggapan bahwa mereka mendapatkan beban yang berat dalam melunasi pinjaman kreditnya ditambah suku bunga yang besar. Dengan demikian jumlah alokasi kredit modal kerja akan menurun. Suku bunga kredit mempunyai andil yang besar terhadap jumlah alokasi kredit. Semakin tinggi suku bunga kredit maka akan menyebabkan beban masyarakat dalam melunasi pinjaman kreditnya semakin berat, dan cendrung untuk mengurangi pinjaman kredit sehingga jumlah alokasi kredit menurun 33 Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar tersebut memperlihatkan pengaruh dana yang dihimpun, tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap alokasi penyaluran kredit. H4 Tingkat Suku Bunga [Y1] H1 H3 Tingkat Inflasi [X1] H7 H2 Dana yang Dihimpun [Y2] H5 PDRB [X2] H6 Alokasi Penyaluran Kredit [Y3] Gambar 4 Kerangka Pemikiran D. Hipotesis Penelitian Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pemerintah (BI) menaikkan suku bunga simpanan sebagai pengendali laju inflasi. Seiring dengan meningkatnya suku bunga simpanan maka bank-bank harus menaikkan suku bunga kredit agar tidak mengalami negatif spread. Negatif spread adalah suatu kondisi dimana bank-bank mengalami margin keuntungan yang disebabkan suku bunga kredit lebih rendah dari suku bunga tabungan (seperti yang dialami indonesia disaat krisis). 34 Penelitian Erwin (1998) yang menggunakan data tahun 1990 sampai dengan tahun 1995 mengungkapkan bahwa krisis ekonomi 1998 yang berpangkal pada krisis moneter sangat menghambat UKM dan alokasi KUK karena inflasi yang tinggi menyebabkan suku bunga kredit yang tinggi sehingga UKM diperkirakan akan terganggu. Berdasarkan hal tersebut hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini adalah: Hipotesis 1 : Tingkat laju inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Tingkat suku bunga kredit (pinjaman) oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002 - 2010. Suku bunga merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan , maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat dalam menabung akan berkurang.sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh dimasa yang akan datang dari bunga adalah kecil Erwin (1998). Berdasarkan hal tersebut hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini adalah: Hipotesis 2 : Tingkat laju inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Jumlah dana yang dihimpun oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002 - 2010. Hipotesis 3 : Tingkat laju inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002 - 2010. 35 Berbeda halnya dengan suku bunga pinjaman (kredit). Suku bunga ini dikenakan pada masyarakat yang ingin meminjam dana pada bank. Suku bunga kredit ini sangat tergantung dari jenis kredit yang diinginkan. Semakin tinggi bank mengenakan suku bunga kredit, minat masyarakat untuk meminjam kredit semakin berkurang, sebab mereka dihadapkan dengan jumlah pembayaran kredit ditambah bunga yang tinggi. Dan ini memberatkan masyarakat yang bersangkutan dalam meminjam kredit, dan melunasi kreditnya dimasa yang akan datang. Namun sebaliknya, apabila bank mengenakan suku bunga kredit (pinjaman) yang rendah maka minat masyarakat dalam meminjam kredit bertambah besar, khususnya kredit usaha kecil (KUK). Dengan semakin rendahnya suku bunga kredit, khususnya kredit untuk usaha kecil, maka akan memicu pertumbuhan, dan perkembangan jumlah usaha kecil, yang berarti dapat mengurangi jumlah pengangguran (Ngatiman,1998). Berdasarkan hal tersebut hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini adalah: Hipotesis 4 : Tingkat suku bunga kredit (pinjaman) berpengaruh negatif secara signifikan terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002 - 2010. Jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat sudah tentu berupa simpanan tabungan, deposito dan giro. Semakin tinggi (besar) dana yang dihimpun bank dari masyarakat maka jumlah penghimpunan dana bank pun akan meningkat. Seiring dengan hal itu bank harus menyalurkan dananya kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dengan demikian semakin tinggi 36 penghimpunan dana bank maka jumlah alokasi kredit, khususnya kredit modal kerja akan mengalami peningkatan (Ngatman, 1998). Berdasarkan hal tersebut hipotesis yang diusulkan dlam penelitian ini adalah: Hipotesis 5 : Jumlah dana yang dihimpun berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002 - 2010. Produk Domestik Regioanl Bruto merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu wilayah atau kabupaten, dengan cara mengurangkan biaya antara dari masingmasing total produksi bruto dari tiap-tiap kegiatan sub-sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu. Salah satu kompoenen dari PDRB adalah pendapatan perkapita masyarakat. Bila tingkat pendapatan rendah, rumah tangga tidak dapat menabung atau hanya sedikit menabung, karena harus membelanjakan semua atau sebagian besar pedapatannya untuk memelihara tingkat kehidupan tertentu atau lebih untuk konsumsi. Pada tingkat pendapatan lebih tinggi, konsumsi dan tabungan akan lebih besar. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula simpanan yang dilakukan masyarakat. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian PDRB berpengaruh terhadap jumlah dada yang dialokasikan untuk kredit. Hipotesis 6 : PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002- 2010. 37 Berdasarakan uraian diatas hipotesis secara simultan pengaruh jumlah dana yang dihimpun, tingkat suku bunga kredit (pinjaman), tingkat laju inflasi dan PDRB j terhadap alokasi dana KUK adalah : Hipotesis 7 : Jumlah dana yang dihimpun, tingkat suku bunga kredit (pinjaman), tingkat laju inflasi dan PDRB berpengaruh berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi dana KUK oleh bank – bank umum di Surakarta periode 2002 - 2010. 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kausal berdasarkan data tahun 2002 – 2010 di Surakarta. B. Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dugunakan dalam penelitian ini adalah data time series (kuartal/3 bulanan) suku bunga, jumlah dana yang dihimpun dan alokasi dana untuk KUK di Surakarta periode Juni 2002 – Maret 2010. Data diambil dari Statistik Ekonomi Indonesia (SEKI) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI). Data PDRB diperoleh dari Laporan BPS Jawa Tengah dengan data kuartal. C. Analisis Data 1. Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesa ini digunakan analisis regresi double log linier berganda (Multiple Double Log -Linier Regression). Model regresi yang digunakan adalah : Y1 = a0 + a1Ln X1 + e2 Ln Y2 = b0 + b1X1 + e3 Ln Y3 = c0 + c1 Y1 + c2LnY2 + c3 X1 + c4LnX2 + e1 38 39 Keterangan: a0,b0,c0 = konstanta untuk persamaan regresi a1,b1,c1 - c4 = koefisien regresi X1 = Inflasi X2 = PDRB Y1 = Suku bunga Y2 = Dana yang dihimpun Y3 = Alokasi penyaluran kredit e = error variansi X1 (inflasi) dan Y1 (suku bunga) tidak menggunakan logaritma karena inflasi dan suku bunga sudah menggunakan nilai prosentase. Uji menguji hipotesis didasarkan pada nilai t untukmengetahui pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Jika nilai t hitung > t tabel maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen secara individu (Gunawan, 2005). Sedangkan jika t hitung < t tabel maka tidak terdapat hubungan pengaruh yang signifikan. 2. Uji Kebaikan Model a. Uji statistik F Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan/ pengaruh yang signifikan antara variabel independen secara bersamasama terhadap variabel dependen. Apabila F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Apabila F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Gunawan, 2005). 40 b. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan pengaruh variabel independen terhadap naik turunnya variabel dependen. Jika R2 mendekati 1, ini menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama berpengaruh terhadap variabel dependen sehinga model yang digunakan dapat dikatakan baik. 3. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk dapat memenuhi beberapa unsur akurasi daya penduga parameter yang tidak bias, untuk melihat tingkat ketelitian yang akan mencerminkan tingkat efisien hasil analisis dan keajegan (konsisten) hasil yang diperoleh sehingga persamaan regresi yang dihasilkan benar-benar dapat dipercaya untuk memprediksi (Gunawan, 2005). a. Pengujian Normalitas Dalam menguji normalitas pada penelitian ini digunakan kolmogorov-smirnov. Jika kolmogorov-smirnov hitung lebih besar dari kolmogorov-smirnov tabel maka sebaran data dikatakan mendekati distribusi normal atau normal. Sebaliknya, jika kolmogorov-smirnov hitung lebih kecil dari kolmogorov-smirnov tabel maka sebaran data dikatakan tidak mendekati distribusi normal atau tidak normal (Gunawan, 2005). 41 b. Pengujian Multikolinearitas Multikolinearitas adalah merupakan keadaan dimana satu atau lebih variabel independen terdapat hubungan dengan variabel independen lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinearitas pada penelitian ini dilakukan dengan metode Klein, yaitu dengan membandingkan nilai ( r )2 X1, X2, X3… Xn. Apabila nilai R2 > ( r )2 berarti tidak ada gejala multikolinearitas. Sebaliknya, apabila nilai R2 < ( r )2 berarti ada gejala multikolinearitas (Gunawan, 2005). c. Pengujian Autocorrelation Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan penggangu (error disturbance) suatu periode berkorelasi dengan kesalahan penganggu periode sebelumnya. Alat penguji terdapat tidaknya autokorelasi adalah Durbin Watson Test (DW-Test). Untuk menguji penyakit asumsi klasik yang satu ini, maka terlebih dahulu tentukanlah nilai kritis du dan dL berdasarkan jumlah observasi dan variabel independen. Jika hipotesa menyatakan tidak adanya autokorelasi maka (Gunawan, 2005). (1) Jika DW < dL yang berarti Ho ditolak dan berarti pula adanya autokorelasi (2) Jika DW > 4 – dL maka artinya Ho ditolak yang berarti pula adanya autokorelasi 42 (3) Jika du < DW < 4-du maka Ho diterima dan berarti pula tidak terdapatnya autokorelasi positif atau negative. d. Pengujian Heterocedastisitas Pada penelitian ini digunakan metode Glejser. Disini dilakukan dengan dengan meregresikan nilai residual yang diperoleh dengan variabel-variabel independennya. Jika hasil uji menunjukkan nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika hasil uji ini menunjukkan nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel maka dapat disimpulkan terdapat masalah heteroskedastisitas (Gunawan, 2005). D. Definisi Operasional 1 Alokasi Penyaluran Kredit Usaha Kecil Alokasi penyaluran kredit adalah permintaan uang dalam bentuk kredit usaha kecil (KUK) dihitung dalam satuan rupiah. 2 Inflasi Inflasi riil merupakan perubahan harga yang cenderung meningkat, tanpa diimbangi perubahan daya beli masyarakat yang meningkat. Dalam kenyataan jarang terjadi suatu kondisi, dimana inflasi yang tinggi menyebabkan hasil output tertentu, sehingga tingkat output berubah dari waktu ke waktu mengikuti perubahan laju inflasi yang diperkirakan. Bisa saja terjadi kondisi, bahwa kenaikan inflasi yang tinggi bahkan menurunkan tingkat output tertentu. 43 3 Produk Domestik Regional Bruto Data Produk Domestik Regional Bruto untuk wilayah surakarta. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan perhitungan kuartal kemudian diolah dan dinyatakan dalam bentuk satuan juta rupiah. 4 Suku bunga Suku bunga riil merupakan sejumlah rupiah yang dibayar akibat telah mempergunakan dana sebagai balas jasa. Perubahan suku bunga merupakan perubahan dalam permintaan uang (kredit). Kenaikan suku bunga mengakibatkan penurunan permintaan agregat/pengeluaran investasi. Sebaliknya, peningkatan suku bunga akan mengakibatkan peningkatan permintaan agregat. 5 Dana yang dihimpun Dana yang dihimpun adalah seluruh dana riil yang berhasil dihimpun sebuah bank yang bersumber dari masyarakat luas (Kasmir, 2004). Dalam UU Perbankan No. 10, Tahun 1998 dana yang dihimpun bank umum dari masyarakat berbentuk simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit). 44 Tabel 1 Deskripsi operasional dan pengukuran variabel NO Variabel Notasi Status Variabel 1 Alokasi Kredit Y3 Dependen 2 Inflasi X1 Independen 3 PDRB X2 Independen 4 Dana yg Dihimpun Y2 5 Suku Bunga Y1 Mediasi (Dependen dan Independen) Mediasi (Dependen dan Independen) Definisi Operasional Permintaan uang riil dalam bentuk kredit usaha kecil (KUK) suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara balas jasa yang diterima oleh faktor faktor produksi yang ikut di dalam proses produksi di suatu wilayah/region pada jangka waktu tertentu berdasarkan harga yang berlaku Dana riil masyarakat yang dihimpun oleh Bank dalam jangka waktu tertentu sejumlah rupiah yang dibayar akibat telah mempergunakan dana sebagai balas jasa secara riil Pengukuran Skala Data Rupiah Interval Prosentase Rasio Rupiah Interval Rupiah Interval Prosentase Rasio