1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyaluran kredit dilakukan sebagai salah satu akibat dari besarnya kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi produktivitas suatu aktiva, maka semakin tinggi pula risikonya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah penyaluran kredit, maka tidak menutup kemungkinan semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh bank. Kinerja bank – bank besar sepanjang tahun lalu, tergerus oleh pembengkakan kredit bermasalah alias Non Performing Loan (NPL). Dengan kondisi tersebut kemungkinan akan terus berlanjut karena perlambatan pertumbuhan ekonomi yang berpotensi mengganggu kemampuan perusahaan dalam membayar atau melunasi utangnya. Alasan lain juga dikarenakan pertumbuhan ekonomi cina masih akan mempengaruhi ekonomi dalam negeri. Selain itu rasio Non Performing Loan (NPL) meningkat karena penurunan harga komoditas minyak dan gas bumi yang menyebabkan industri terkait ikut terpukul. Alhasil, para debitur kesulitan membayar kewajibannya kepada bank. Sebagaimana dilansir media katadata.co.id pada 24 Februari 2016 bahwa akhir Januari lalu, salah satu Bank BUMN yang telah melansir laba bersih keuangan 2015. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Dimana salah satu bank BUMN berplat merah anjlok 15,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp.9,1 triliun. Meski salah satu bank tersebut mampu memacu pertumbuhan kredit sebesar 17,5 % kinerjanya terpukul oleh pembengkakan kredit bermasalah. Kredit bermasalah merupakan salah satu kunci untuk menilai kualitas kinerja Bank. Artinya Non Performing Loan (NPL) merupakan indikasi adanya masalah dalam bank tersebut yang mana jika tidak segera mendapatkan solusi maka akan berdampak bahaya pada bank. Meningkatnya Non Performing Loan (NPL) jika dibiarkan secara terus menerus akan memberikan pengaruh negatif pada bank, salah satunya adalah mengurangi jumlah modal yang dimiliki oleh Bank. Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal bank atau kemampuan bank dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian dalam perkreditan atau perdagangan surat-surat berharga (Wardiah, 2013: 295). Semakin tinggi CAR, maka semakin besar pula kemampuan bank dalam meminimalisir risiko kredit yang terjadi. Semakin besarnya jumlah kredit yang diberikan, maka akan membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan. LDR merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan antara kredit yang dikeluarkan oleh bank dengan dana yang dihimpun oleh bank, dalam hal ini dana pihak ketiga. Besarnya LDR sebuah bank, mampu http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 menggambarkan besar peluang munculnya kredit. Artinya semakin tinggi LDR sebuah bank, maka semakin tinggi pula peluang risiko kredit yang akan terjadi, dan sebaliknya. Bank Indonesia telah menetapkan standar untuk LDR yaitu berkisar antara 85 % sampai dengan 110%. Untuk mengetahui seberapa efektif penyaluran kredit bank, yang salah satunya merupakan kegiatan operasional bank, maka digunakan rasio BOPO. Rasio ini diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi. Rasio ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang besar mencerminkan bank tersebut tidak mampu mengontrol penggunaan biaya operasional. Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka, bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya dalam hal ini biaya tidak terkontrol yang pada akhirnya menyebabkan pendapatan menurun hingga berujung pada menurunnya kualitas kredit, karena kurangnya pendapatan untuk menutupi kegiatan operasional penyaluran kredit. Prasetya dan Khairani(2014), BI Rate merupakan indikasi level tingkat bunga jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi. BI Rate oleh Bank Indonesia didefinisikan sebagai suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau kebijakan moneter yang ditetapkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 oleh Bank Indonesia. Diharapkan dengan ketetapan BI Rate oleh BI dapat diimplementasikan di pasar uang dalam bentuk pengeloaan likuiditas agar mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional tersebut dapat dicerminkan dengan suku bunga Pasar uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Diharapkan dari pergerakan suku bunga PUAB akan diikuti oleh pergerakan suku bunga deposito, suku bunga kredit, dan suku bunga lainnya (Bank Indonesia, 2013). Konsep mengenai BI Rate sebagai policy rate atau suku bunga kebijakan yang memang melekat dengan tingkat suku bunga SBI sebagai instrumen operasinya. Bagi Bank Indonesia, BI Rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bank – bank. Ketika BI Rate naik maka para bank bisa menaruh dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga pertahun. Jika BI Rate naik, maka para bank tentunya akan lebih suka menaruh dana tabungan nasabah mereka di Bank Indonesia daripada menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Kenaikan Suku Bunga kredit bank dapat menyebabkan meningkatnya kredit bermasalah sebab bunga yang harus ditanggung debitur semakin berat. Perubahan BI Rate mempengaruhi Suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan akan meningkat. Suku bunga Bank Indonesia, merupakan tingkat suku bunga untuk satu tahun yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga – lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Jika BI Rate naik maka bunga pinjaman maupun simpanan di bank dan lembaga keuangan lainnya juga bisa naik, namun disisi lain bunga deposito atau tabungan bagi para nasabahnya tidak naik. Salah satu jenis bank yang dilihat dari segi kepemilikannya yaitu Bank Persero (Bank Pemerintah) atau sering disebut juga Bank BUMN, pada awalnya masing – masing didirikan dengan Undang – Undang tersendiri mengenai bidang tugas masing – masing bank. Dalam kegiatan operasionalnya, Bank Persero tetap tunduk pada undang – undang tentang perbankan. Menurut Dahlan Siamat (2005 :54) mengemukakan bahwa : “Bank Persero, atau sering juga disebut Bank Pemerintah, adalah Bank Umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki Pemerintah”. Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bank Persero (BUMN) merupakan Bank yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh Pemerintah, sedangkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga merupakan Bank Milik Pemerintah Daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing - masing provinsi. Bank Pembangunan Daerah hingga saat ini tercatat berjumlah 26 bank tersebar di seluruh Indonesia. Di akhir tahun lalu, sebesar 74,66% kredit perbankan nasional ternyata terpusat di Pulau Jawa. Sedangkan 71% DPK Perbankan Nasional berada di Pulau Jawa. Sekitar 54,6 persen pembiayaan kredit masih berpusat di Pulau Jawa. Bank Indonesia (2012) menyebutkan bahwa rasio kecukupan modal bank CAR (Capital Adequacy Ratio) tercatat jauh di atas batas minimum 8%. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 Rasio LDR terlihat berbeda dengan rasio CAR, dimana rasio ini secara umum mengalami peningkatan namun pada tahun 2013 dan 2015 mampu mencapai standar yang diterapkan oleh Bank Indonesia yaitu 85%-110%. Untuk rasio BOPO sesuai standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah dibawah 90% tetapi mengalami peningkatan dari tahun 2014 ke 2015 yang menandakan masih kurangnya efisiensi terhadap kontrol dalam biaya. Selanjutnya dapat dilihat bahwa pergerakan BI Rate semakin meningkat, peningkatan maksimal terjadi pada tahun 2014, kenaikan BI Rate tersebut akan mengakibatkan kenaikan suku bunga Perbankan. Bank bisa menaikan suku bunga simpanan ataupun pinjaman. Dikutip dari bisniskeuangan.kompas.com mengenai dampak kenaikan BI Rate bahwa Kenaikan suku bunga simpanan akan mendorong masyarakat menunda kegiatan konsumsi karena memilih menyimpan dana di bank.Kenaikan suku bunga simpanan akan meningkatkan biaya dana bank. Jika tidak ingin margin bank tertekan, bank harus menaikkan suku bunga pinjaman. Langkah bank menaikan suku bunga pinjaman akan berhadapan dengan risiko kredit bermasalah. Risiko Kredit bermasalah ini dicerminkan dengan rasio Non Performing Loan (NPL) bank tersebut yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menanggung risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Semakin tinggi rasio NPL suatu bank maka semakin besar pula tingkat risiko kredit bermasalah yang ditanggung oleh pihak bank. Adapun http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 Pertumbuhan Non Performing Loan (NPL) Sektor Bank BUMN dan BPD Provinsi Pulau Jawa selama 5 Tahun Periode 2011 - 2015 adalah sebagai berikut sebagaimana tabel 1.1 dibawah ini : Gambar 1.1. Pertumbuhan Non Performing Loan (NPL) Sumber : Bank Indonesia (Data diolah) Kemudian pada rasio NPL, dimana Bank Pemerintah dalam rasio NPL menunjukkan nilai yang berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan, yang menyatakan bahwa perbankan di Indonesia wajib menjaga NPL berada dibawah 5% untuk dapat dikatakan sebagai bank yang sehat. Perbankan perlu mempertahankan dan menjaga tingkat kredit macet agar tetap ideal sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia agar tetap dapat menjalankan aktivitas operasionalnya dengan baik, dan tentunya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 Penelitian mengenai analisis pengaruh rasio keuangan terhadap kinerja bank telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dan sebagian besar para peneliti menggunakan variable LDR dan ROA sebagai variabel Independennya, namun untuk yang menggunakan Non Performing Loan (NPL) sebagai variabel independen dirasa masi sedikit, seperti yang dilakukan Hasil penelitian Sugema (2003 : 64) bank yang memilki rasio kecukupan modal lebih tinggi cenderung dikelola secara lebih baik. Artinya CAR merupakan faktor kunci yang menentukan apakah moral hazard dapat dihindari atau tidak. Makin tinggi CAR, makin rendah terjadinya kecenderungan pemilik bank menyalahgunakan bank. Adapun penilaian kinerja perbankan yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan kriteria yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Penilaian kesehatan bank versi Bank Indonesia mengacu pada unsur – unsur Capital, Assets Quality, Managemen, Earning dan Liquidity (CAMEL), sedangkan dalam penelitian ini menerapkan rasio – rasio keuangan yang umum digunakan untuk mengukur kinerja keuangan bank. Alasan dipilihnya Non Performing Loan (NPL) sebagai variabel dependen bahwa NPL merupakan salah satu indikator kesehatan bank dan digunakan untuk mengukur resiko kredit macet perbankan atas dana yang sudah disalurkan kepada nasabah. Bank BUMN merupakan kelompok bank paling berpengaruh dalam industri perbankan Indonesia. Karena berposisi sebagai market leader dengan pangsa pasar yang besar, kinerja Bank BUMN sangat mempengaruhi kinerja http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 perbankan nasional. Jika Kinerja bank – bank BUMN bagus, maka kinerja industri perbankan keseluruhan juga akan bagus. Begitu pula sebaliknya. Sedangkan 71% DPK Perbankan Nasional berada di Pulau Jawa. Sekitar 54,6 persen pembiayaan kredit masih berpusat di Pulau Jawa. Daerah Jawa memiliki sektor pertanian dan perekonomian yang cukup besar. Untuk itu peneliti memilih BPD Provinsi Pulau Jawa karena distribusi perbankan di Tanah Air masih terpusat di Pulau Jawa sebagaimana berita yang dilansir pada media bisniskeuangan.kompas.com. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan pengujian lebih lanjut. Melihat Fenomena Fluktuasi tersebut maka penulis tertarik untuk memilih judul “Pengaruh CAR, LDR, BOPO dan BI Rate terhadap Non Performing Loan (NPL) (Studi Kasus pada Sektor Bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Provinsi Pulau Jawa yang terdaftar di Direktori Bank Indonesia pada tahun 2011 – 2015)”. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap Non Performing Loan (NPL) ? 2. Apakah Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap Non Performing Loan (NPL)) ? http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 3. Biaya Operasional Pendapatan Operasional berpengaruh terhadap Non Performing Loan (NPL) ? 4. Apakah BI Rate berpengaruh terhadap Non Performing Loan (NPL) ? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji secara empiris : 1) Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Non Performing Loan (NPL) . 2) Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Non Performing Loan (NPL). 3) Pengaruh Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Non Performing Loan (NPL) . 4) 2. Pengaruh BI Rate terhadap Non Performing Loan (NPL). Kontribusi Penelitian 1) Kontribusi Akademik Dengan adanya penelitian ini penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan. 2) Kontribusi Praktik Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam mengambil kebijakan perbankan, khususnya dalam hal meminimalisir risiko kredit yang terjadi. http://digilib.mercubuana.ac.id/