BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Efusi pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan Efusi pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih merupakan symptom atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono (1999, 786). Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68). Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas, expansi paru akan terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas. Kondisikondisi tersebut diatas tidak jarang menyebabkan kematian pada penderita efusi pleura. Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual maupun potensial akibat adanya efusi pleura antara lain adalah ketidak efektifan pola nafas, gangguan rasa nyaman, kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang menyebabkan penurunan berat badan pasien serta masih banyak lagi permasalahan lain yang mungkin timbul. [1] 2. Rumusan Masalah a. Apakah definisi dari Efusi Pleura? b. Bagaimana anatomi fisiologi Pleura? c. Bagaimana patofisiologi dari Efusi Pleura? d. Bagaimana WOC dari Efusi Pleura? e. Apakah manifestasi klinis dari Efusi Pleura? f. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Efusi Pleura? g. Bagaimana penatalaksanaan dari Efusi Pleura? h. Bagaiman asuhan keperawatan dari Efusi Pleura? i. Apa komplikasi yang terjadi akibat efusi pleura? 3. Tujuan a. Mengetahui definisi dari Efusi Pleura b. Mengetahui anatomi fisiologi Pleu ra c. Mengetahui patofisiologi dari Efusi Pleura d. Mengetahui WOC dari Efusi Pleura e. Mengetahui manifestasi klinis dari Efusi Pleura f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Efusi Pleura g. Mengetahui penatalaksanaan dari Efusi Pleura h. Mengetahui asuhan keperawatan dari Efusi Pleura i. Mengetahui komplikasi dari efusi peura [2] BAB II TINJAUAN TEORI 1. Definisi Efusi Pleura Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000). Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). 2. Anatomi fisiologi Pleura a. Anatomi pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pembungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian: pleura viseralis, yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo pleura parietaisl bagian pleura yang berbatasan lansung dengan dinding torak Kedua lapisan pleura tersebut saling berhubungan pada hilus pulmonalis sebagai pleura penghubung. Diantara rongga ini terdapat rongga yag di sebut cavum pleura. Dimana terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernafasan [3] b. Fisiologi Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607). Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thoraks kedalam paruparu, sehingga paru-paru yang elastic dapat mengembang. Cairan dalam rongga pleura bersifat steril karena mesothelia bekerja melakukan fagositosis benda asing dan cairan yang di produksi nya bersifatsebagai pelican. Caira rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan knsentrasi 1 gr/dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi reabsorbsi cairan rongga pleura. Reabsorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.5 ml/kg/jam. Bial terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura (Andra dan Yessi 2013, 170) 3. Patofisiologi Efusi Pleura Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara [4] lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh selapis tipis cairan serosa. Lapisan tipis cairan ini memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dai kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi oleh vena visceral dan parietal, dan saluran getah bening. Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan atau gangguan absorpsi getah bening. Eksudat dibedakan dengan transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis kurang dari 1,015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%; eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobkaterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia [5] dan akibat radiasi. Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Empiema yang tak ditangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan rangka toraks. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi, dan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini dikenal dengan nama fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas, dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat di bawahnya. Pembedahan pengupasan yang dikenal sebagai dekortikasi, kadangkadang perlu dilakukan guna memisahkan membran-membran pleura tersebut. Istilah hemotoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati ke dalam rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura yang berdarah. Trauma merupakan penyebab tersering dari hemotoraks. Duktus torasikus dapat juga menyalurkan getah bening ke dalam rongga pleura sebagai akibat trauma atau keganasan, keadaan ini dikenal dengan nama kilotoraks. PENYAKIT-PENYAKIT DENGAN EFUSI PLEURA Pleuritis Karena Virus dan Mikoplasma Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi jumlahnya tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-jenis virusnya adalah: echo virus, Coxsackie group, chlamidia, rickettsia dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100 – 6.000 per cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut. Kadang-kadang ditemukan juga gejala-gejala perikarditis. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan virus dalam cairan efusi, tapi cara termudah adalah dengan mendeteksi antibody terhadap virus dalam cairan efusi. Pleuritis karena bakteri piogenik Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esofagus. [6] Aerob : Streptokokus pneumonia, Streptokokus mileri, Stafilokokus aureus, Hemophilus sp,Klebsiella, Pseudomonas sp. Anaerob : Bakteroides sp, Peptostretokokus, Fusobakterium. Pemberian kemoterapi dengan Ampisilin 4 x 1 gram dan Metronidazol 3x500 mg hendaknya sudah dimulai sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapat. Terapi lain yang lebih penting adalah mengalirkan cairan efusi yang terinfeksi tersebut keluar dari rongga pleura dengan efektif. Pleuritis tuberkulosa Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang sero-santokrom dan bersifat eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura yang roberk atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis (menimbulkan penyakit paru Pott). Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura hemoragik. Jumlah leukosit antara 500 – 2.000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma. Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan efusi (biakan atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana frekuensi tuberkulosis paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura. Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik. (Prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan). [7] Pleuritis fungsi Pleuritis karena fungsi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi fungsi dari jaringan paru. Jenis fungsi penyebab pleuritis adalah: Aktinomikosis, Koksidiomikosis, Aspergillus, Kriptokokus, Histoplasmolisis, Blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungsi. Penyebaran fungsi ke organ tubuh lain amat jarang. Pengobatan dengan AmfoterisinB memberikan respons yang baik. Prognosis penyakit ini relatif baik. Pleuritis parasit Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amuba. Bentuk tropozoitnya datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan yang ditimbulkannya. Di samping ini dapat juga terjadi empiema karena amuba yang cairannya berwarna khas merah coklat. Disini parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Bisa juga karena adanya robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura. Efusi parapneumonia karena amuba dari abses hati lebih sering terjadi daripada empiema amuba. Efusi pleura karena kelainan intra abdominal Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dari peradangan yang terdapat di bawah diafragma seperti pankreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati dan abses limpa. Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang mengandung enzim pankreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi ini bersifat eksudat serosa, tapi kadangkadang bisa juga hemoragik. Kadar amilase dalam efusi lebih tinggi daripada dalam serum. Efusi pleura juga sering setelah 48-72 pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pasca operasi atelektasis. Biasanya terjadi unilateral dan jumlah efusi tidak banyak (lebih jelas terlihat pada foto lateral dekubitus). Cairan biasanya bersifat eksudat dan mengumpul pada sisi [8] operasi, efusi pleura operasi biasanya bersifat maligna dan kebanyakan akan sembuh secara spontan. Efusi pleura karena neoplasma Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling sering banyak ditemukan adalah sesak napas dan nyeri. Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat. Warna efusi bisa sero-santokrom ataupun hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc). Di dalam cairan ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan) dan banyak sel mesotelial. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi pleura parietalis sangat menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma. Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura neoplasma yakni: · Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein. · Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkancairan dan protein. · Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia. Efusi pleura karena karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan dari rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukemia. Jenis-jenis neoplasma yang menyebabkan efusi pleura adalah: Mesotelioma Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini jarang ditemukan, bila tumor masih terlokalisasi, biasanya tidak menimbulkan efusi pleura, sehingga dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia [9] tersebar (difus) digolongkan sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan efusi pleura yang maligna. Karsinoma bronkus. Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura.Tumor bisa ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari paruparu melalui pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi tanpa adanya pleura yang terganggu, yakni dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening. Terapi operasi terhadap tumornya masih dapat dipertimbangkan, tetapi bila pada pemeriksaan sitologi sudah ditemukan cairan pleura, pasien tidak dapat dioperasi lagi. Untuk mengurangi keluhan sesak napasnya dapat dilakukan torakosentesis secara berulang-ulang. Tapi sering timbul lagi dengan cepat, seaiknya dipasang pipa torakotomi pada dinding dada (risikonya timbul empiema). Tindakan lain untuk mengurangi timbulnya lagi cairan adalah dengan pleurodesis, memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk, sitotastika, kuinakrin. Neoplasma metastatik. Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis ke pleura dan menimbulkan efusi adalah: karsinoma payudara (terbanyak), ovarium, lambung, ginjal, pankreas dan bagian-bagian organ lain dalam abdomen. Efusi dari pleura yang terjadi dapat bilateral. Jika di lihat melalaui gambaran foto toraks mungkin tidak terlihat bayangan metastasis di jaringan paru, karena implantasi tumor dapat mengenai pleura viseralis saja. Pengobatan terhadap neoplasma metastatik ini sama dengan karsinoma bronkus yakni dengan kemoterapi dan penanggulangan terhadap efusi pleuranya. Limfoma maligna. Kasus-kasus limfoma maligna (non-Hodgkin dan Hodgkin) ternyata 30% bermetastasis ke pleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Di dalam cairan efusi tidak selalu terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-sel limfosit karena sel ini ikut dalam aliran darah dan [10] aliran getah bening melintasi rongga pleura. Di antara sel-sel yang ganas limfoma malignum. Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni: · Bila efusi tejadi dari implantasi sel-sel limfoma dan permukaan pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit yang banyak dan sering hemoragik. · Bila efusi pleura terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya bias transudat atau eksudat dan ada limfosit. · Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk kilus. · Bila efusi terjadi karena infeksi pleura dan pasien limfoma maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut atau kronik. Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang (efusi maligna) pada limfoma maligna kebanyakan tidak responsif terhadap tindakan torakostomi dan instilasi dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi maligna ini mempunyai prognosis yang buruk. [11] [12] [13] 4. Manifestasi klinis Efusi Pleura Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thoraks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami : Dispnea Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena Perkusi meredup di atas efusi pleura Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi Suara nafas berkurang di atas efusi pleura Fremitus vokal dan raba berkurang 5. Pemeriksaan diagnostik Efusi Pleura Foto toraks (X Ray) Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadangkadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga sebagai efusi subpulmonik Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udara dalam lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan [14] bagian kanan dimana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto dada lateral dekubitus, sehingga gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata. Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru (biasanya lobus kanan) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bias juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi. Gambaran yang terlihat adalah sebagai bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru. Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membentu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang terlokalisasi. Pemeriksaan CT scan/dada dapat membantu. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal. Torakosentesis Aspirasi cairan pleura (torakosentesis)berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. [15] Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlallu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. Komplikasi torakosentesis adalah: pneumotoraks (ini yang paling sering udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis) dan emboli udara yang agak jarang terjadi. Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap di atrium kanan. Menegakkan diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan : Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (seroussantokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ni menunjukkan adanya empiema. Bila merah coklat ini menunjukkan adanya abses karena amuba. Biokimia. Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksa juga cairan pleura : · Kadar ph dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma. [16] · Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis adenokarsinoma. Transudat. Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada: 1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, 2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, 3). Menurunnya tekanan koloid osmotik dalampleura, 4). Menurunnya tekanan intra pleura. Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah: 1). Gagal jantung kiri (terbanyak), 2). Sindrom nefrotik, 3). Obstruksi vena cava superior, 4). Asites pada sirosishati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui saluran getah bening), 5). Sindrom Meig (asites dengan tumor ovarium), 6). Efek tindakan dialisis peritoneal, 7). Exvacuo effusion, karena pada pneumotoraks, tekanan intra pleura menjadi sub-atmosfirsehingga terdapat pembentukan dan penumpukan transudat. Eksudat. Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya peradangan pada pleura: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. [17] Sitologi Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel tertentu. · Sel neutrofil: menunjukkan adanya infeksi akut. · Sel limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna. · Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, ini menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit. · Sel mesotel maligna: pada mesotelioma. · Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid. · Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik. · Sel maligna: pada paru/metastase. Bakteriologi Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: Pneumokokkus, E. Coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter. Pleuritis tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20%-30%. Biopsi pleura Pemeriksaan histopatologi satu atua beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsy pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan. Komplikasi biopsy adalah pneumotoraks, hematotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada. Pemeriksaan Laboratorium Lekosit normal : 4,5 – 11,0 normal : 150 – 450 Hb normal : 11,7 – 15,5 PLT Eritrosit normal : 4,20 – 4,87 Hematokri normal [18] : 38 – 44 AGDA ( analisa gas darah) PH normal : 7,35 – 7,45 PCO² normal : 31 – 50 PO ² normal : 75 – 90 6. Penatalaksanaan Efusi Pleura Pengobatan Efusi Pleura Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 Fluorourasil. Prosedur Pleurodesis Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi dialirkan ke luar secara perlahan-lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, masukkan 500 mg tetrasiklin (biasanya oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalm 20 cc garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20 cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan selama itu pasien diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat didistribusikan kesaluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium parvum, masukkan 7 mg yang dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis dengan cara seperti tersebut diatas. Komplikasi tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik atau demam. WSD WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada. [19] 1. Indikasi Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks Torakotomi Efusi pleura Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi 2. Tujuan Pemasangan Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada. 3. Tempat pemasangan a. Apikal Letak selang pada interkosta III mid klavikula Dimasukkan secara antero lateral Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura b. Basal Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura 5. Jenis WSD Sistem satu botol Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan simple pneumotoraks Sistem dua botol Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal. System tiga botol Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan. [20] 7. Asuhan Keperawatan Efusi Pleura a) Data Dasar Pengkajian Pasien a) aktifitas/istirahat Gejala: dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat b) Sirkulasi tanda: Takikardi frekuensi tak teratur/disritmia s3 atau s4/ irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap efusi). nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal (dengan tegangan pnemotorak). TD: hipertensi/hipotensi c) Integritas Ego tanda: ketakutan, gelisah d) Makanan/cairan tanda: adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan e) Nyeri/kenyamanan gejala (tergantung pada ukuran/area yang terlibat): nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk. Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen Tanda: berhati-hati pada area yang sakit Perilaku distraksi Mengkerutkan wajah [21] f) Pernafasan Gejala: kesulitan bernafas, lapar nafas Batuk(mungkin gejala yang ada) Riwayat bedah dada/trauma; penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi); penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis), keganasan (mis, obstruksi tumor) Tanda: pernafasan: peningkatan frekuensi/takipnea Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat. Bunyi nafas menurun atau tak ada (sisi yang terlibat). Fremitus menurun (sisi yang terlibat). Perkusi dada: bunyi pekak di atas area yang terisi cairan. Observasi dan palpasi pada dada: gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kempes; penurunan pengenbangan torak (area yang sakit). Kulit: pucat, sianosi, berkeringat. Mental: ansietas, gelisah. Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/terapi PEEP g) Keamanan gejala: adanya trauma dada radiasi/kemoterapi untuk keganasan h) Prioritas Keperawatan 1. Meningkatkan/mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/ventilasi adekuat 2. Meminimalkan/mencegah komplikasi 3. Menurunkan ketidaknyamanan/nyeri 4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan, dan prognosis [22] . i) Tujuan Pemulangan 1. Ventilasi/oksigenisasi adekuat dipertahankan 2. Komplikasi dicegah/diatasi 3. Nyeri tak ada/terkontrol 4. Proses penyakit dan prognosisn dan kebutuhan terapi di pahami. b) Diagnosa Keperawatan 1. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (Penumpukan cairan dalam rongga pleura). 2. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi secret terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap. 3. Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian jalan nafas berhubungan dengan penyakit saat ini / proses cedera, system dranage dada, kurang pendidikan keamanan / pencegahan 4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan 6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita 7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasive (WSD) Penatalaksanaan Keperawatan 1. Diagnosa keperawatan : Ketidak efektifan pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan). Tujuan : menunjukkan pola pernafasan normal/efektif [23] Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 – 24 X/menit. Hasil Lab GDA dalam batas normal, bebas dispnea, penggunaan otot bantu pernafasan tidak ada. Intervensi : 1) mengidentifikasi etiologi/factor pencetus Rasional: penyebab paru kolaps perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan tindakan terapeutik lain 2) Pertahankan Posisi semi fowler. Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk ekspansi paru yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara. 3) Observasi gejala kardinal dan monitor tanda – tanda ketidakefektifan jalan napas. Rasional : Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat dimabil tindakkan penanganan segera. 4) Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi utuk membatasi aktivitas. Rasional : Pengertian Klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permahsalahan yang terjadi. 5) Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam aspirasi caian pleura (Puctie pleura / WSD), Pemberian Oksigen dan Pemeriksaan Gas darah. Rasional : Puctie Pleura / WSD mengurangi cairan dalam rongga pleura sehingga tekanan dalan rongga pleura berkurang sehingga eskpasi paru dapat maksimal. 2. Diagnosa keperawatan : Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi secret terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap. [24] Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan diharapakn nyeri dapat berkurang atau Pasien bebas dari nyeri. Kriteria : Tidak mengeluh nyeri dada, tidak meringis, Nadi 70 – 80 x/menit. Intervensi : 1) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik. Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral. 2) Atur posisi klien yang enak sesuai dengan keadaan yaitu miring ke sisi yang sakit. Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka dengan miring kesisi yang sehat maka terjadi pengurangan penekanan sisi yang sakit. 3) Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri. Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien untuk menangani nyeri. 4) Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik distraksi. Rasional : Teknik distrasi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif. 5) Oservasi gejala kardinal Rasional: Pemantau lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat dimabil tindakkan penanganan segera. 3. Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian jalan nafas berhubungan dengan penyakit saat ini / proses cedera, system dranage dada, kurang pendidikan keamanan / pencegahan Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan trauma / penghentian jalan nafas tidak terjadi Kriteria : [25] Klien mengenal kebutuhan / mencari bantuan untuk mencegah komplikasi Drainage paten Tidak ada tanda-tanda distress pernafasan Intervensi : 1) Kaji dengan pasien tujuan / fungsi unit drainage dada. Rasional : informasi tentang bagaimana system bekerja memberikan keyakinan, menurunkan, ansietas pasien 2) Pasangkan kateter thorak ke dinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan / mengubah posisi pasien. Rasional : mencegah terlepas kateter dada / selang terlipat dan menurunkan nyeri / ketidaknyamanan berhubungan dengan penarikan / mengerekkaan selang. 3) Amankan unit draignage pada TT pasien / pada sangkutan / tempat tertentu pada area dengan lalu lintas Rasional : mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan resiko kecelakaan jatuh / unit pecah. 4) Anjurkan klien untuk menghindari berbaring / menarik selang Rasional : menurunkan resiko obstruksi draignase / terlepasnya selang 5) Identifikasi perubahan / situasi yang harus dilaporkan kepada perawat. Contoh: perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada, lepasnya alat Rasional: intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius. 6) Observasi tanda distress pernafasan bila kateter thorak lepas / tercabut Rasional : efusi pleura dapat terulang / memburuk karena mempengaruhi fungsi pernafasan dan memerlukan intervensi darurat. 4. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik [26] Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan perawatan diharapakn ada perbaikan ventilasi Kriteria : bunyi nafas lepas jelas, analisa darah dalam batas normal frekuensi nafas 16-20 kali per menit, frekuensi nadi 60-100 kali permenit, tidak ada batuk meningkatnya volume inspirasi. Intervensi : 1) Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan analgesic Rasional : dengan penambahan suplay O2 diharapkan sesak nafas berkurang sehingga klen dapat istirahat. 2) Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi: Rasional: Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangat membantu untuk bersantai dan dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru – paru untuk melakukan ekspansi optimal. 3) Berikan penjelasan terhadao klien pentingnya istirahat tidur. Rasional : dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi kebutuhan istirahat secara berlebihan. 4) Tingkat relaksasi menjelang tidur. Rasional : Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang. 5) Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur. Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien mempermudah klien untuk beradaptasi dengan lingkungan. 5. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan perawatan diharapkan klien dapat melakukan aktivtas dengan bebas. [27] Kriteria : Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Intervensi : 1) Bimbing klien melakukan mobilisasi secara bertahap. Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan. 2) Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya. Rasonal : Diharapkan ada upaya menuju kemandirian. 3) Ajarkan pada klien menggunakan relaksasi yang merupakan salah satu teknik pengurangan nyeri. Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal. 4) Jelaskan tujuan aktifitas ringan. Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif. 5) Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas. Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri. 6) Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan. Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif. 6. Diagnosa Keperawatan : ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang. Kriteia : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi. Intervensi : 1) Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan mengemukakan persepsinya tentang kecemasannya. [28] perasaannya Rasional : Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang sebenarnya. 2) Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis. Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien 3) Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya. Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang. 7. Diagnosa Keperawatan : resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (WSD) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi. Kriteia : suhu tubuh 370C, kadar leukosit 5000-10000 / mm3, luka sembuh setelah selang dada di angkat Intervensi : 1. Pantau: Keadaan luka sewaktu mengganti balutan Suhu setiap 4 jam sekali Keadaan balutan pada setiap akhir pergantian shift Rasional : untuk mengganti indikasi adanya proses kemajuan atau penyimpangan dari pasien. 2. Berikan antibiotic sesuai anjuran dan evaluasi kefektifannya. Atur jadwal pengobatan yang telah ditentukan sehingga kadar dipertahankan. Rasional : antibiotic sering digunakan untuk pencegahan infeksi [29] 8. Komplikasi 1. Fibrotoraks Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut. 2. Atalektasis Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura. 3. Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. 4. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru. [30] BAB III TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN Waktu : 25/01/2013 Tempat : Ruang Mawar RSUD Dr. M Djamil 1. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Umur : 50 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia Agama : Islam Pekerjaan : Petani Pendidikan : SD Alamat : Siteba RT 001 RW 001 Kota Padang Tanggal Masuk Rumah Sakit : 20/01/2013 Cara Masuk Rumah Sakit : Masuk melalui UGD atas rujukan Puskesmas Belimbing Diagnosa Medis : Efusi Pleura Dekstra Alasan dirawat : Napas sesak, batuk, dada nyeri Demam, cepat lelah saat beraktifitas Keluhan Utama : Napas sesak Upaya yang telah dilakukan : Berobat ke Puskesmas Belimbing Terapi/Operasi yang pernah dilakukan : Terapi tidak diketahui / Operasi tidak pernah [31] 2. RIWAYAT KEPERAWATAN 1) Riwayat Penyakit Sekarang Tn. A dirawat di RSUD Dr. M Djamil sejak 5 hari yang lalu atas rujukan Puskesmas belimbing dengan keluhan napas sesak, batuk, demam, dada sebelah kanan nyeri dan sering cepat lelah saat beraktifitas. Pada saat dikaji Tn. A masih sesak napas, batuk berdahak, nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung, nyeri sedang, skala nyeri 5 (1-10), napas bertambah sesak setelah beraktifitas dan berkurang pada saat beristirahat pada posisi semi fowler. 2) Riwayat Penyakit Dahulu Sejak 1 tahun yang lalu klien sering mengeluh batuk-batuk, namun keluhan hilang setelah berobat ke puskesmas atau dokter. 3) Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan diantara anggota keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang bersifat herediter, seperti DM, Asma, dan lain-lain. GENOGRAM Perempuan Klien Laki-laki meninggal [32] 4) Keadaan Kesehatan Lingkungan Menurut pengakuan klien, merasa nyaman dengan lingkungan fisik maupun sosialnya. Klien tinggal di pedesaan. Rumah klien bersifat permanen dengan lantai keramik. Luas rumah kurang lebih 100 m2 yang terdiri dari 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Ventilasi dan pencahayaan rumah melalui jendela kaca yang bisa dibuka tutup. Sumber air minum dari sumur pompa, sarana pembuangan air limbah (SPAL) menggunakan septik tank. 5) Riwayat Kesehatan Lainya Tidak ada riwayat penggunaan narkotikapsikotropika dan zat adiktif. 3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK 1) Keadaan Umum : Penampilan : Tampak sesak, napas cepat dan dangkal, ekspresi wajah meringis saat berubah posisi. Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4V5M6) 2) Tanda-tanda Vital : Suhu : 37,5 o C Nadi : 100 x/menit Tekanan Darah : 160/90 mmHg Respirasi : 32 x/menit 3) Pengkajian a. Pemeriksaan Fisik 1. Sistem Pengindaran [33] a Penglihatan Konjungtiva kedua mata ananemis, sklera kedua mata anikterik, reflex cahaya (+), reflex kornea (+), ptosis (-), distribusi kedua alis merata, tajam penglihatan normal (klien dapat membaca huruf pada koran pada jarak baca sekitar 30 cm) , strabismus (-), lapang pandang pada kedua mata masih dalam batas normal, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan pada kedua mata. b Penciuman Fungsi penciuman baik ditandai dengan klien dapat membedakan bau kopi dan kayu putih. c Pendengaran Tidak ada lesi pada kedua telinga, tidak ada serumen, fungsi pendengaran pada kedua telinga baik ditandai dengan klien dapat menjawab seluruh pertanyaan tanpa harus diulang, tidak ada nyeri tekan pada kedua tulang mastoid, tidak ada nyeri tekan pada tragus, tidak ada massa pada kedua telinga. d Pengecapan/Perasa Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis, asam, asin dan pahit. e Peraba Klien dapat merasakan sentuhan ketika tangannya dipegang, klien dapat merasakan sensasi nyeri ketika dicubit. 2. Sistem Pernafasan Mukosa hidung merah muda, lubang hidung simetris, tidak ada lesi pada hidung, polip (-), keadaan hidung bersih, sianosis (-), tidak ada nyeri tekan pada area sinus, tidak ada lesi pada daerah leher dan dada, tidak ada massa pada daerah leher, bentuk dada simetris, nyeri tekan pada daerah dada sebelah kanan, pergerakan dada tidak simetris, pernapasan cuping hidung (+), retraksi interkosta (+), ronchi (+), batuk berdahak, mukus kental, pola nafas cepat dan dangkal. [34] 3. Sistem Pencernaan Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis (-), terdapat gigi yang tanggal pada geraham kanan bawah, lidah berwarna merah muda, tidak ada nyeri saat menelan, tidak ada pembesaran hepar, bising usus 9 x / menit. 4. Sistem Kardiovaskuler Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill Time (CRT) kembali < 2 detik, bunyi perkusi dullness pada daerah ICS 2 lineasternal dekstra dan sinistra, terdengar jelas bunyi jantung S1 pada ICS 4 lineasternal sinistra dan bunyi jantung S2 pada ICS 2 lineasternal sinistra tanpa ada bunyi tambahan, irama jantung reguler. 5. Sistem Urinaria Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat distensi pada kandung kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis. 6. Sistem Endokrin Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tremor (-), tidak ada tanda kretinisme, tidak ada tanda gigantisme. 7. Sistem Muskuloskeletal a) Ekstremitas Atas Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep positif pada kedua tangan. ROM (range of motion) pada kedua tangan maksimal, tidak ada atrofi otot kedua tangan, terpasang infuse pada tangan kiri. b) Ekstremitas Bawah Kedua kaki dapat digerakkan dan klien dapat berjalan ke kamar mandi, reflek patella (+), reflek babinski (-), tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada atropi otot. [35] 8. Sistem Reproduksi Tidak ada lesi, tidak ada benjolan pada penis dan kedua testis. Klien sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak. 9. Sistem Integumen Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih, rambut tumbuh merata, uban (+), turgor kulit baik, tidak ada lesi. 10. Sistem Persyarafan Orientasi klien terhadap orang, tempat dan waktu baik. a) Nervus I (Olfaktorius) Fungsi penciuman hidung baik, terbukti klien dapat membedakan bau kopi dan kayu putih. b) Nerfus II (Optikus) Fungsi penglihatan baik, klien dapat membaca koran pada jarak sekitar 30 cm. c) Nerfus III (Oculomotorius) Reflek pupil mengecil sama besar pada saat terkena cahaya, klien dapat menggerakkan bola matanya ke atas. d) Nerfus IV (Tochlearis) Klien dapat menggerakkan bola matanya kesegala arah. e) Nerfus V (Trigeminus) Klien dapat merasakan sensasi nyeri dan sentuhan. f) Nerfus VI (Abdusen) Klien dapat menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri. [36] g) Nerfus VII (Facialis) Klien dapat menutup kedua mata, menggerakkan alis dan dahi, klien dapat tersenyum, ada rangsangan nyeri saat dicubit. h) Nerfus VIII (Aksutikus) Fungsi pendengaran baik, klien dapat menjawab pertanyaan perawat tanpa diulang. i) Nerfus IX (Glosofaringeal) Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa manis, asin dan pahit. j) Nerfus X (Vagus) Reflek menelan baik. k) Nerfus XI (Asesorius) Leher dapat digerakkan ke segala arah, klien dapat menggerakkan bahunya. l) Nerfus XII (Hipoglosus) Klien dapat menggerakkan dan menjulurkan lidahnya. b. Pola Aktifitas Sehari-hari 1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Klien berpandangan bahwa sehat itu sangat berharga karena saat sakit ia tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas. Klien berusaha untuk selalu berperilaku hidup sehat seperti cuci tangan sebelum makan dan gosok gigi sebelum tidur dan sesudah makan, mengkonsumsi makanan bergizi serta tidak menyalahgunakan obat-obatan, klien suka merokok. 2. Pola Nutrisi dan Metabolisme Dirumah : klien makan teratur 3 x/hari, minum sebanyak ± 8-9 gela/hari, terbiasa minum ai putih, tidak ada kesulitan menelan, klien tidak pernah diet khusus , postur tubuh kurus, tidak ada riwayat alergi makanan. [37] Di rumah sakit : klien makan teratur 3 x/hari, diet bubur, porsi makan habis 1 porsi. 3. Pola Eliminasi BAK/BAB dilakukan di toilet secara mandiri, frekuensi BAK 3-4 kali sehari dengan warna urine kuning jernih dan berbau ammonia. Sudah 2 hari belum BAB, Flatus (+). Di rumah atau di rumah sakit klien tidak pernah menggunakan obatobat untuk memperlancar BAB maupun BAK. 4. Pola Aktifitas dan Latihan Di Rumah Sakit sehari-hari hanya berbaring di tempat tidur. Di rumah klien setiap hari rajin ke sawah. Penggunaan alat bantu (-), tidak ada kesulitan gerak. Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan jarang tidur siang. Di Rumah sakit klien tidur jam 22.00 sampai dengan 05.00, gangguan tidur (-). 5. Pola Kognitif dan Perseptual Klien dapat melihat dengan baik, klien mampu melihat dengan jelas tulisan dari jarak kurang lebih 30 cm. Indra perasa klien juga berfungsi baik, klien dapat mengecap rasa asin, manis dan pahit. Klien mengetahui penyakitnya dengan bertanya kepada dokter dan perawat, klien dapat menyebutkan bahwa penyakit yang dideritanya adalah penyakit parparu basah. 6. Persepsi dan Konsep Diri Klien merasakan sakitnya sebagai sebuah stressor dan menganggapnya sebagai sesuatu yang harus diselesaikan. Secara lengkap konsep diri klien dapat diuraikan sebagai berikut : a) Body image / gambaran diri Klien mengatakan menerima dengan keadaan tubuhnya walaupun merasa cemas dengan kondisinya sekarang. [38] b) Ideal diri Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah, berkumpul dengan keluarganyan dan kembali bekerja. c) Harga diri Sejak klien dirawat di Rumah Sakit, semua kebutuhan klien banyak dibantu oleh keluarganya serta perawat sehingga klien merasa sangat diperhatikan. d) Identitas diri Klien mampu menyebutkan nama, umur, pekerjaan dan lain-lain pada saat dilakukan pengkajian. e) Peran diri Klien adalah seorang kepala keluarga dengan 3 orang anak dan merasa dengan konsisi sakitnya klien tidak dapat menjalankan perannya. 7. Pola Hubungan dan Peran Klien adalah anak pertama dari empat bersaudara. Klien sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak, hubungan klien dengan anggota keluarga, saudara dan dengan lingkungan tempat tinggal klien baik. Klien juga kooperatif terhadap dokter dan perawat. 8. Pola Reproduksi Seksual Klien pertama kali mimpi basah pada saat kelas 1 SMP, klien sekarang sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak. 9. Pola Penanggulangan Stress Klien selalu menganggap masalah sebagai suatu cobaan hidup yang harus dijalaninya, klien berpandangan bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Setiap ada masalah selalu dimusyawarahkan dalam keluarga. 10. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan [39] Di lingkungan tempat tinggalnya terdapat kepercayaan masyarakat yang berpandangan bahwa ketika sakit tidak boleh keramas, memotong rambut dan kuku (pamali), dan apabila ada luka tidak boleh mengkonsumsi makanan yang anyir-anyir. 11. Personal Higiene Di Rumah Sakit klien mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, keramas belum pernah tetapi rambut klien tampak bersih, gunting kuku juga belum pernah karena kukunya masih pendek. Semua aktivitas personal hygiene dilakukan dengan bantuan keluarga. 12. Ketergantungan Klien tidak mempunyai riwayat ketergantungan terhadap obat-obat tertentu, termasuk alkohol. Klien seorang perokok. c. Aspek Psikologis Klien selalu menanyakan tentang kondisi penyakitnya, berapa lama penyakitnya akan sembuh sehingga klien bisa beraktivitas seperti biasanya, klien juga selalu menanyakan tindakan yang dilakukan. Ekspresi wajah klien tampak lesu. d. Aspek Sosial/Interaksi Hubungan klien dengan anggota keluarga, saudara dan dengan lingkungan tempat tinggal klien baik. Klien juga kooperatif terhadap dokter dan perawat. e. Aspek Spiritual Klien selalu menanyakan tentang kondisi penyakitnya, berapa lama penyakitnya akan sembuh sehingga klien bisa beraktivitas seperti biasanya, klien juga selalu menanyakan tindakan yang dilakukan. Ekspresi wajah klien tampak lesu. [40] 4. DIAGNOSTIC TEST A. Laboratorium JENIS HASIL PEMERIKSAAN NILAI ANALISA NORMAL HB 11,9 12-18 Normal Leukosit 16.600 4000-10.000 Tinggi LED 30 0-20 Tinggi PCV 36 37-48 Normal Trombosit 203.000 150.000-300.000 Normal GDS 180 < 150 Di atas normal Cholesterol 82 150-220 Normal Asam urat 3,2 2-7,0 Normal Creatinin 0,9 0,8-1,5 Normal SGOT 34 s/d 29 Di atas normal SGPT 26 s/d 29 Normal BTA Negatif B. Radiologi Rontgen : Paru paru kanan terlihat sampai iga ke delapan, tertutup oleh cairan pleura. USG C. EKG ::- [41] D. TERAPI : No. Nama Obat Dosis Jam 1 IVFD : RL 2 3 Ceftazidin Metronidaz ol Ranitidin Parasetamol RHEZ Tramadol Mucohexin 12 tts/menit 2 x 1 gr 3 x 1 gr 2x1 3x1 1x1 2x1 3x1 4 5 6 7 8 Sediaan Intra vena Cara Pemberiaa n Flabot 08-20 08-16-24 Intra vena Intra vena Flakon Flakon 08-20 08-16-24 08 08-20 08-16-04 Intra vena Per oral Per oral Per oral Per oral Ampul Tablet Tablet Tablet Tablet 5. ANALISA DAN SINTESA DATA DATA Data subjektif Klien mengeluh batuk berdahak Data objektif Ronchi (+) Mukus putih kekuningan kental PCH (+) Retraksi interkostal (+) Leukosit : 16.600 LED : 30 Rontgen : efusi pleura kanan ETIOLOGI Proses peradangan pada MASALAH Bersihan jalan napas tidak efektif rongga pleura Merangsang sel goblet Produksi mukus meningkat Mukus tertahan di saluran napas Akumulasi secret di saluran napas Upaya batuk buruk Bersihan jalan napas tidak efektif Data subjektif Klien mengeluh sesak napas Data objektif Respirasi 32 x/menit Nadi 100 x/menit Pola napas cepat dan dangkal Efusi Pleura Akumulasi cairan pada rongga pleura Tekanan intra pleura meningkat Ekspansi paru menurun Napas cepat & dangkal [42] Pola napas tidak efektif Pola napas tidak efektif Data subjektif Klien mengeluh nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung Data objektif Skala nyeri 5 (110) Klien tampak meringis saat berubah posisi Data Subyektif : Klien mengeluh tidak tahu tentang pengelolaan penyakitnya Data Obyektif : Klien sering bertanya mengenai keadaan penyakitnya Klien sering mengulang pertanyaan yang sama Efusi Pleura Nyeri dada Proses inflamasi pada rongga pleura dan cairan menekan dinding pleura Rangsangan pada reseptor nyeri Nyeri Kurang informasi Kurang pengetahuan Keterbatasan kognitif Perilaku tidak sesuai/Ungkapan verbal dari ketidaktahuan II. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS 8. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (Penumpukan cairan dalam rongga pleura) 9. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik 10. Nyeri dada berhubungan dengan penekanan dinding pleura oleh cairan efusi pleura [43] 11. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan, dan pemeriksaan diagnostic berhubungan dengan kurang terpajan informasi III. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuritik, yang ditandai dengan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria : TGL 25/01 /2013 Data subjektif Klien mengeluh batuk berdahak Data objektif Ronchi (+) Mukus putih kekuningan kental Retraksi interkostal (+) Leukosit : 16.600 LED : 30 Rontgen : efusi pleura kanan RENCANA TINDAKAN 1. Berikan posisi semi fowler (30° 45°) 2. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif keluar (+) -) Respirasi : 16-20 x/menit 3. Lakukan postural drainage 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien 5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, terutama air hangat [44] RASIONAL 1. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, dan untuk meningkatkan ekspansi paru. 2. Nafas dalam membantu memenuhi kecukupan O2 dan memobilisasi secret untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan. 3. Memobilisasi secret untuk membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan. 4. Obat yang membantu untuk mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. 5. Untuk mengencerkan secret sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. 25/01 /2013 Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru (penumpukan cairan dalam rongga pleura), yang ditandai dengan : Data subjektif Klien mengeluh sesak napas Data objektif Respirasi 32 x/menit Nadi 100 x/menit Pola napas cepat dan dangkal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal, dengan kriteria : -) Irama dan kedalaman napas dalam batas normal Frekuensi napas 16-20 x/menit 1. Identifikasi faktor penyebab. 2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. 3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. 4. Observasi tandatanda vital (Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. 5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam 6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. 7. Kolaborasi untuk pemberian O2 dan obat-obatan. 25/01 /2013 Nyeri dada berhubungan dengan penekanan dinding pleura oleh cairan efusi pleura, yang ditandai dengan : Data subjektif Klien mengeluh nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung Data objektif Klien tampak meringis saat berubah posisi Skala nyeri 5 (1-10) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri hilang. [45] 1. Observasi TTV 2. Kaji lokasi dan intensitas nyeri. 3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan. 4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi. 1. Dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. 2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien. 3. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. 4. Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. 5. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru. 6. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. 7. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis. 1. Sebagai data awal untuk melihat keadaan umum klien 2. Sebagai data dasar mengetahui seberapa hebat nyeri yang dirasakan sehingga mempermudah intervensi selanjutnya. 3. Reaksi non verba menandakan nyeri (1-10) lien dapat rileks. TTV dalam batas normal 25/01 /2013 Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan, dan pemeriksaan diagnostic berhubungan dengan kurang terpajan informasi: Data subjektif Klien mengeluh tidak tahu tentang pengelolaan penyakitnya Data objektif Klien sering bertanya mengenai keadaan penyakitnya Klien sering mengulang pertanyaan yang sama setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit klien dan keluarga mengerti tentang pengelolaan penyakitnya , dengan kriteria hasil : Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali tentang penyakitnya Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas [46] 5. Kolaborasikan obat analgetik sesuai indikasi yang dirasakan klien hebat 4. Untuk mengurangi ras nyeri yang dirasakan klien dengan non farmakologis 5. Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri 1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentangklien 3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi 5. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya 1. Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien 2. Meningkatan pengetahuan dan mengurangi cemas 3. Mempermudah intervensi 4. Mencegah keparahan penyakit 5. Memberi gambaran tentang pilihan terapi yang bisa digunakan IV. IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN TGL 25/01/20 13 JAM 14.30 WIB NO. DX KEPERA WATAN TINDAKAN KEPERAWATAN 1 1. Membaringkan pasien dalam posisi semi fowler 2. Mengajarkan pasien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif 3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien : OBH syrup 1 sendok makan 25/01/20 13 15.00 WIB 16.00 WIB 1. Mengobservasi TTV 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 3. Memberikan obat analgetik, tramadol 1 tablet peroral 14.00 WIB 1. TD : 140/90 mmHg, Suhu 36,6oc, Nadi 96 kali/menit, Respirasi 28 kali/menit. 2. Klien tampak lebih nyaman dalam posisi ½ duduk 3. Klien dapat mengikuti latihan yang diberikan 4. Terpasang oksigen 3 liter/menit dengan kanul nasal 3 2. Mengkaji lokasi dan intensitas nyeri 25/01/20 13 1. Pasien merasa lebih nyaman dalam posisi semi fowler 2. Pasien mengikuti latihan yang diberikan 3. Pasien mengatakan setuju akan minum air hangat 4. Pasien mengatakan setelah minum OBH dahak lebih encer 2 2. Membaringkan pasien dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat 3. Membantu dan mengajarkan kepada pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif. 4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 25/01/20 13 RESPON 1. TD : 140/90 mmHg, Suhu 36,6oc, Nadi 96 kali/menit, Respirasi 28 kali/menit. 2. Nyeri dada sebelah kanan menjalar ke punggung, skala 5 (1-10) 3. Reaksi efek samping obat () 4 1. Memberikan pendidikan kesehatan tentang batuk efektif yang meliputi : Pengertian batuk efektif Tujuan dan manfaat batuk efektif Cara batuk efektif [47] 1. Setelah diberikan Penkes selama 1x30 menit klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali tentang pengertian, tujuan , manfaat batuk efektif dan mampu mendemonstrasikan cara batuk efek V. CATATAN PERKEMBANGAN TGL 25/01/20 13 JAM 14.30 WIB NO. DX KEPERA WATAN 1 EVALUASI Subyektif : Klien mengatakan batuk berdahak. Obyektif : Mukus kental, ronchi (+), respirasi 28 x/menit Analisa : Masalah belum teratasi Planning : 1. Berikan posisi semi fowler (30° - 45°) 2. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Lakukan postural drainage 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien 5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, terutama air hangat Implementasi : 1. Membaringkan pasien dalam posisi semi fowler 2. Mengajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien : OBH syrup 1 sendok makan Evaluasi : 15.00 WIB 2 Mukus kental, ronchi (+) Lanjutkan intervensi Subyektif : Klien mengatakan napas sesak Obyektif : Respirasi 28 x/menit, Nadi 96 x/menit, TD 140/90 mmHg, pola napas cepat dan dangkal Analisa : Masalah belum teratasi Planning : 1. Identifikasi faktor penyebab. 2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. 3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. 4. Observasi tanda-tanda vital (Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. 5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam 6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. [48] 7. Kolaborasi untuk pemberian O2 dan obat-obatan. Implementasi : 1. Mengobservasi TTV 2. Membaringkan pasien dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat 3. Membantu dan mengajarkan kepada pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif. 4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen Evaluasi : Klien masih mengeluh napas sesak, pola napas cepat dan dangkal 16.00 WIB 3 Lanjutkan intervensi Subyektif : Klien mengatakan nyeri dada sebelah kanan Obyektif : Klien tampak meringis saat berubah posisi, skala 5 (1-10) Analisa : Masalah belum teratasi Planning : 1. Observasi TTV 2. Kaji lokasi dan intensitas nyeri. 3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan. 4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi. 5. Kolaborasikan obat analgetik sesuai indikasi Implementasi : 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 2. Mengkaji lokasi dan intensitas nyeri 3. Memberikan obat analgetik, tramadol 1 tablet peroral Evaluasi : Klien masih mengeluh nyeri dada Lanjutkan intervensi [49] VI. EVALUASI TGL 26/01/20 13 JAM 14.30 WIB NO. DX KEPERA WATAN 1 EVALUASI Subyektif : Klien mengatakan batuk berdahak. Obyektif : Mukus kental, ronchi (+), respirasi 28 x/menit Analisa : Masalah belum teratasi Planning : 1. Berikan posisi semi fowler (30° - 45°) 2. Ajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Lakukan postural drainage 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien 5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, terutama air hangat Implementasi : 1. Membaringkan pasien dalam posisi semi fowler 2. Mengajarkan pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif 3. Menganjurkan pasien untuk banyak minum terutama air hangat 4. Kolaborasi pemberian ekspectoran pada pasien : OBH syrup 1 sendok makan Evaluasi : 15.00 WIB 2 Mukus kental, ronchi (+) Lanjutkan intervensi Subyektif : Klien mengatakan napas sesak Obyektif : Respirasi 28 x/menit, Nadi 88 x/menit, TD 120/80 mmHg, pola napas cepat dan dangkal Analisa : Masalah belum teratasi Planning : 1. Identifikasi faktor penyebab. 2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. 3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat. 4. Observasi tanda-tanda vital (Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam. 5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam 6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. 7. Kolaborasi untuk pemberian O2 dan obat-obatan. [50] Implementasi : 1. Mengobservasi TTV 2. Membaringkan pasien dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat 3. Membantu dan mengajarkan kepada pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif. 4. Kolaborasi dalam pemberian oksigen Evaluasi : Klien masih mengeluh napas sesak, pola napas cepat dan dangkal Lanjutkan intervensi 3 16.00 WIB Subyektif : Klien mengatakan nyeri dada sebelah kanan Obyektif : Klien tampak meringis saat berubah posisi, skala 5 (1-10) Analisa : Masalah belum teratasi Planning : 1. Observasi TTV 2. Kaji lokasi dan intensitas nyeri. 3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan. 4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi. 5. Kolaborasikan obat analgetik sesuai indikasi Implementasi : 1. Mengobservasi tanda-tanda vital 2. Mengkaji lokasi dan intensitas nyeri 3. Memberikan obat analgetik, tramadol 1 tablet peroral Evaluasi : Klien masih mengeluh nyeri dada Lanjutkan intervensi [51] BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh selapis tipis cairan serosa. Lapisan tipis cairan ini memperlihakan adanya keseimbangan antara transudasi dai kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi oleh vena visceral dan parietal, dan saluran getah bening. Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat biasanya Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen. Dalam mendiagnosis asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura dengan mengidentifikasi apa factor pecetus dari efusi pleura itu sendiri. Selanjutnya di lakukan pemeriksaan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, kaji respon pasien dan kaji pemeriksaan diagnostic. . Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami : Dispneu bervariasi Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat) Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena Perkusi meredup di atas efusi pleura [52] Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi Suara nafas berkurang di atas efusi pleura Fremitus vokal dan raba berkurang 2. Saran Maka dalam penangan pasien dengan efusi pleura prioritas keperawatan,: 1. Meningkatkan/mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/ventilasi adekuat 2. Meminimalkan/mencegah komplikasi 3. Menurunkan ketidaknyamanan/nyeri 4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan, dan prognosis [53]