tinjauan yuridis mengenai peranan lembaga arbitrase daslam

advertisement
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI
PERANAN LEMBAGA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
PASAR MODAL DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DisUSUn oleh:
M. ALI TAMBA
NIM: 020 222 096
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
DISETUJUI OLEH:
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROF. DR. TAN KAMELO, SH. MS
NIP: 131 764 556
DOSEN PEMBIMBING I
DOSEN PEMBIMBING II
M. HAYAT, SH
NIP: 130 808 994
SYAMSUL RIZAL, SH.MH
NIP: 131 970 595
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT yang telah mengkaruniakan
kasehatan dan kelapangan berfikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah
dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini berjudul: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN
LEMBAGA ARBITRASE ADLAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR
MODAL DI INDONESIA”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka
mencapai Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Departemen Hukum Keperdataan.
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum USU
2. Bapak Prof Dr. Suhaidi, SH. MH selaku pembantu dekan I fakultas hukum
USU
3. Bapak Syafruddin, SH. MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU
4. Bapak M. Husni, SH. M. Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
USU
5. Bapak prof dr. Tan kamello, SH. MH selaku ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum USU
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
6. Bapak M. Hayat, SH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.
7. Bapak Syamsul Rizal, SH. MH, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah
banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan
skripsi ini.
8. Bapak/Ibu Para Dosen dan Seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum USU
dimana penulis menimba ilmu selama ini
9. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi
Demikian penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah dan memperluas cakrawala berfikir kita semua.
Medan, Agustus 2007
Penulis,
M. Ali Tamba
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAKSI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...........................................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...........................................................
6
D. Keaslian Penulisan .............................................................................
8
E. Tinjauan Kepustakaan ........................................................................
8
F. Metode Penelitian ..............................................................................
14
G. Sistematika Penulisan ........................................................................
16
ARBITRASE
SEBAGAI
SALAH
SATU
ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN
BAB III
A. Pengertian Arbitrase dan Arbitrase Internasional................................
17
B. Perjanjian dan Bentuk KlaUSUla Arbitrase ........................................
23
C. Keuntungan dan Kelemahan Arbitrase ...............................................
29
D. Tata Cara Pengangkatan Arbiter dan Hukum Acara Arbitrase ............
34
E. Badan Arbitrase Nasional Indonesia...................................................
40
TINJAUAN UMUM PRAKTEK PASAR MODAL DI INDONESIA
A. Pengertian Pasar Modal dan Penunjang Pasar Modal .........................
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
44
BAB IV
B. Pelaku-pelaku dan Profesi Penunjang Pasar Modal ............................
46
C. Instrumen atau Produk Pasar Modal ...................................................
49
D. Instrumen Derivatif di Dalam Pasar Modal Indonesia ........................
61
E. Mekanisme Perdagangan Pasar Modal Indonesia ...............................
71
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA
ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR
MODAL DI INDONESIA
A. Transaksi Benturan Kepentingan di Dalam Pasar Modal ....................
77
B. Penyelesaian Sengketa di Pasar Melalui Lembaga Arbitrase
Sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di Luar
Pengadilan .........................................................................................
78
C. Eksistensi dan Masa Depan Lembaga Arbitrase Sebagai APS
(Alternatif Penyelesaian Sengketa) di Luar Pengadilan ......................
BAB V
93
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
A. Kesimpulan........................................................................................
106
B. Saran .................................................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Perkembangan dunia bisnis dan perdagangan termasuk di dalamnya
perkembangan kegiatan pasar modal memuncul urgensi untuk mengoptimalkan APS
(alternatif penyelesaian sengketa), khususnya arbitrase sebagai alternatif selain
menyelesaikan sengketa ke pengadilan yang dapat lebih melindungi kepentingan
masyarakat sehingga akses masyarakat kepada keadilan tetap dapat terjamin
misalnya, semakin sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan persengketaan yang
tidak atau kurang seimbang posisi tawarnya. Perkembangan APS (alternatif
penyelesaian sengketa) di belakang sosial, politik, budaya dan hukum serta kemajuan
pendidikan dan ekonomi dari negara yang bersangkutan
Di indonesia pilihan lain untuk mendapatkan keadilan sudah lama dikenal.
Menggantikan pasar hukum peninggalan belanda adalah Undang-undang Nomor 30
tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Dari sudut
kelembagaan kita mengenal badan arbitrase nasional indonesia (BANI), disusul oleh
badan arbitrase muamalat indonesia (BAMUI). Dalam rangka penyehatan perusahaan
akibat krisis ekonomi tahun 1997, pemerintah mendirikan prakarsa jakarta dengan
pola mediasi sebagai dasar utama restrukturisasi. Di bidang perburuhan perburuhan
penyelesaian melalui sistem tripartit tidak lain merupakan mediasi. Revitalisasi
sistem arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dewasa ini sejalan dengan
tatanan hukum yang ada. Berdasarkan pasal 130 HIR, dalam setiap sidang perdata,
hakim terlebih dahulu mengupayakan adanya perdamaian oleh dan antara para pihak
yang bersengketa. Bahkan mahkamah agung telah mengeluarkan peraturan yang
mendudukkan hakim sebagai mediator aktif.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah
pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum
sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penyelesaian
sengketa di pasar modal di luar pengadilan (alternatif dispute resolution), khususnya
lembaga arbitrase.
Pendirian BAPMI (badan arbitrase pasar modal indonesia) yang
diumumkan dalam berita negara republik indonesia tanggal 18 oktober 2002, Nomor
84/2002, tambahan berita negara Nomor 5/PN/2002, tidak terlepas dari konteks di
pasar modal indonesia, yakni upaya perbaikan/penyempurnaan kelembagaan di pasar
modal. Keberadaan BAPMI diharapkan dapat menambah rasa nyaman dan proteksi
kepada investor dan masyarakat melalui penyediaan layanan jasa alternatif
penyelesaian sengketa. Rasa nyaman dan prtoteksi itu adalah dalam kondisi
bersengketa, tersedia bagi investor dan masyarakat opsi mengenai mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa yang dari segi waktu dan biaya jauh lebih efisien
dibandingkan dengan pengadilan serta ditangani oleh orang-orang (mediator/arbiter)
yang sungguh-sungguh memahami seluk belum pasar modal. Penyelesaian sengketa
yang berlarut-larut hanya akan menimbulkan kerugian yang meningkatkan risiko
bisnis.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sengketa atau konflik adalah bagian dari irama kehidupan. Ia selalu ada, dan
yang dalam keadaan paling jelek tidak dapat dihindarkan. Kita tidak dapat lari dari
sengketa atau konflik. Ia harus diatasi atau diselesaikan. Secara tradisional, sebelum
kita mengenal badan peradilan dalam sistem ketatanegaraan mutakhir, masyarakat
membentuk atau menciptakan sarana penyelesaian sengketa, yang secara bertahap
dilembagakan melalui rapat- saran penyeleseian sengketa, yang secara bertahap
dilembagakan melalui rapat-rapat komunitas
tertentu. Yurisdiksinya mencakup
berbagai aspek kehidupan masyarakat baik yang bersifat hubungan antara anggota
dan penguasa komunitas, atau juga antara sesame anggota masyarakat sendiri. Sitem
ketatanegaraan modern mengangkat kebutuhan akan sistem penyelesaian perkara ini
ke tingkat yang lebih canggih dan professional, bahkan mendeklarasikan
keindependensian lembaga penyelesaian sengketa termaksud.
Sejarah menunjukkan berdampingnya sarana peradilan di satu pihak dan
lembaga penyelesaian sengketa pola tradisional di lain pihak, sebagaimana yang
terlihat misalnya di Negara kita. Harapan bangsa-bangsa beradab adalah pada lebih
menguatnya badan peradilan sebagai again dari alat kekuasan Negara sehingga apa
yang
disebut sebagai “keadilan” benar-benar tercapai dengan memuasa. Namun
suasana modern ternyata menjebak lembaga peradilan yang lahir dari sistem
ketatanegaraan di atas. Umpamanya, demi pemberian kesempatan yang sempurna
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
bagi pencari keadilan, sistem peradilan menjadi kompleks dan panjang, yang
kemudian kerapa disalahgunakan. Pemberian kesempatan yang luas bagi pencari
peradilan sebagai bagian dari pilar demokrasi, tidak berhasil mencapai tujuannya.
Sukar sekali kita melihat adanya orang yang legowo menerima putusan penadilan
atas dasar bahwa “memang saya salah. Yang mengemuka adalah “pokoknya saya
punya hak untuk banding, bahkan kasasi. Celakanya kasasi pun tidak cukup, lalu
digunakan sarana peninjauan kembali (PK), padahal PK adalah sarana yang hanya
dapat digunakan secara selektif. 1
Itulah sebabnya dalam transasksi bisnis internasional dikembangkan alternatif
terhadap sistem peradilan modern tersebut, seperti yang banyak kita jumpai dalam
dokumen-dokumen yang berkaitan. Selain dari lemahnya sistem peradilan dari sudut
struktural ketidakpuasan dunia usaha juga ditambah ekses dari sudut kelemahan
pelaksanaan sumber daya manusia di belakang sistem peradilam modern tadi, maka
keadilan makin sukar digapai. Di Indonesia pilihan lain untuk mendapatkan keadilan
sudah lama dikenal. Menggantikan pasar hukum peninggalan adalah Undang-undang
No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa. Dari sudut
kelembagaan kita mengenal badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), disusul oleh
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Dalam rangka penyehatan
perusahaan akibat krisis ekonomi tahun 1998, pemerintah mendirikan prakarsa
Jakarta dengan pola mediasi sebagai dasar utam restrukturisasi. Di bidang perburuhan
penyelesaian melalui sisstem tripartite tidak lain merupakan mediasi. Revitalisasi.
1
Achmad Zein Umar Purba, BAPMI dan Penyelesaian Sengketa Pasar Modal, diakses dari
situs http://www.bapmi.go.id, tanggal 20 agustus 2004
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Sistem arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dewasa ini sejalan dengan
tatanan hukum yang ada. Berdasarkan pasal 130 HR, dalam setiap idang perdata,
hakim terlebih dahulu mengupayakan adanya perdamaian dan antara para pihak yang
bersengketa bahkan Mahkamah Agung telah mengeluarkan peraturan yang
mendudukkan hakim sebagai mediator aktif. 2
Arbitrase sendiri telah
termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang-undang
Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa No. 30 tahun 1999: “lembaga
Arbitrase
adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan putusan mengenai suatu sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat suatu hubungan hukum tertentu dalam hal
timbul sengketa dalam pasal 5 Undang-undang nomor 30 tahun 1999 disebutkan
bahwa: “sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di
bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundangundangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak-pihak yang bersengketa”.
Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternate penyelesaian sengketa
sebenarnya sudah lama dikenal meksipun jarang diperguankana.
Arbitrase
diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Op De Rechrverordering
(RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement
Bitewengesten (RBg), karena semula arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651
Reglement Op De Rechtverdering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah
tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 30 tahun 1999.
2
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam
UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, keberadaan arbitrase
dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa
penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase
tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbitrase hanya mempunyai kekuatan
eksekutorial setelah memeroleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. 3
Pasar modal merupakan suatu disiplin yang tumbuh dengan cukup pesat, dan
memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian Indonesia. UU No. 8 tahun
1995 tentang pasar modal yang menyatakan hal tersebut dengan ungakapan “bahwa
pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional sebagai
salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi
masyarakat”. Arah kebijakan ekonomi dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 19992004 menyatakan “mengembangkan Pasar Modal yang sehat, transparan, efisien, dan
meningkatkan penerapan peraturan perundangan sesuai dengan standar internasional
dan diawasi lembaga independent”, terlihat ada 6 (enam) ciri ideal dan esensial dalam
pelaksanaan Pasar Modal yaitu: 4
1. sehat
2. transparan
3. efisien
4. penerapan perundang-undangan
5. standar internasional
3
Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik
Peradilan Perdata dan UU No. 30 Tahun 1999, diakses dari situs www.uika-bogor.ac.id/jur05.htm,
tanggal 30 Agustus 2006
4
Achmad Zein Umar Purba, Op.Cit, hal 18
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
6. pengawasan oleh independent
Keenam ciri di atas merupakan hal-hal yang sangat esensial. Berkaitan dengan
itu perlu pula diperhatikan prinsip good corporate governance yang sekarang ini
sudah mulai dibudayakan ke institusi/lembaga yang berkaitan dengan dunia usaha.
UU No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional menyatakan bahwa
dalam rangka Pasar Modal perlu dilakukan berbagai kegiatan termasuk “peningkatan
pelaksanaan good corporate governance dan sosialisasinya termasuk mendorong
transparansi pelaku Pasar Modal”. Kita tahu good corporate governance dan
sosialisasinya mengharuskan dipenuhinya unsur-unsur efisiensi, profesionalisme,
transparansi dan akuntabilitas. Hal itu sejalan pula dengan visi Pasar Modal Indonesia
yakni “mewujudkan Pasar Modal sebagai penggerak ekonomi nasional yang tangguh
dan berdaya saing global”.
Penyelesaian sengketa di bidang Pasar Modal berada dalam koridor yang
berunsurkan aspek-aspek yang telah diuraikan di atas. Secara ringkas dalam rangka
penyelenggaraan Pasar Modal dengan berbagai atribut di atas, dikaitkan dengan
kehendak politis untuk mencapai supremasi hukum dengan segala dampak pada
proses penyelesaian sengketa, didirikan suatu lembaga bernama Badan Arbitrase
Pasar Modal Indonesia (BAPMI).
BAPMI didirikan tanggal 9 agustus 2002 dalam suatu upacara yang
disaksikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Penandatanganan akta
pendirian BAPMI didahului oleh kesepakatan (MOU) antara 17 asosiasi di
lingkungan Pasar Modal Indonesia dan keempat self regulatory organization/SROs
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
(BEJ, BES, KPEI, KSEI) bahwa SROs akan mengesahkan 17 asosiasi tersebut
sebagai anggota BAPMI setelah akta pendirian BAPMI yang dibuat oleh SROs
memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman dan HAM. Walaupun didirikan oleh
para SROs dan pelaku Pasar Modal, BAPMI merupakan lembaga yang independen.
Hal ini merupakan syarat pokok bagi suatu lembaga yang menyediakan sarana
penyelesaian sengketa. Keuangan BAPMI sebagai contoh didapatkan dari iuran
anggota, biaya dan imbalan, serta sumbangan yang tidak mengikat.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengangkat pembahasan mengenai masalah ini dalam sebuah skripsi. Dimana
sekarang ini lembaga arbitrase sebagai salah satu lembaga alternatif dalam
penyelesaian sengketa di luar pengadilan mulai banyak diminati, hal ini untuk
menghindari kecederungan proses yang bertele-tele di pengadilan. Khusus di Pasar
Modal, pemakaian lembaga arbitrase dan keberadaan BAPMI sebagai wadah
arbitrase Pasar Modal modal Indonesia menjadi sangat menarik karena ini akan
memberikan pedoman bagi perjanjian-perjanjian atau kontrak-kotrak Pasar Modal.
Seperti, perjanjian emisi efek, perjanjian perwalian amanat untuk menggunakan
arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa. Selama ini seringkali dijumpai
obligasi-obligasi yang tidak tercatat di Pasar Modal banyak memiliki problem dan
ketika ingin diterapkannya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian
perwaliamanatan, banyak ditemui hambatan. Hambata-hambatan tersebut terutama
terkait dengan administrasi dan sistem peradilan yang terlibat korupsi. Sedangkan,
hambatan lainnya menyangkut sulitnya mengukur perkiraan biaya dan kepastian
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
hukum bila sengketa diselesaikan di pengadilan, khususnya, dalam sengketa
perjanjian perwaliamanatan. 5
B. Rumusan Permasalahan
Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang
akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. bagaimana penyelesaian sengketa di Pasar Modal melalui lembaga arbitrase
sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di luar pengadilan
2. bagaimana eksistensi dan proses penyelesaian sengketa Pasar Modal melalui
lembaga Arbitrase oleh BAPMI (badan arbitrase Pasar Modal Indonesia)
3. bagaimana eksistensi dan masa depan lembaga arbitrase sebagai APS
(Alternatif penyelesaian sengketa) di luar pengadilan dalam penyelesaian
sengketa Pasar Modal di Indonesia.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara
singkat adalah sebagai berikut:
1. untuk mengetahui penyelesaian sengketa di Pasar Modal melalui lembaga
arbitrase sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di luar pengadilan
2. untuk mengetahui eksistensi dan proses penyelesaian sengketa Pasar Modal
melalui lembaga Arbitrase oleh BAPMI (badan arbitrase Pasar Modal Indonesia)
5
Sengketa Pasar Modal Dinilai Cocok Diselesaikan di BAPMI (Badan Arbitrase Nasional
Indonesia), diakses dari situs www.hukumonline.com, tanggal 15 September 2002.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
3. untuk mengetahui eksistensi dan masa depan lembaga arbitrase sebagai APS
(Alternatif penyelesaian sengketa) di luar pengadilan dalam penyelesaian
sengketa Pasar Modal di Indonesia.
Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk:
1. Manfaat Secara Teoritis
Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat
memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
literatur dalam dunia adamis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan
dengan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Alternatif Dispute Resolution),
khususnya dengan menggunakan lembaga arbitrase.
2. Manfaat Secara Praktis
Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi
pengetahuan tentang lembaga arbitrase khususnya dalam penyelesaian sengketa
Pasar Modal. Seperti yang diketahui bersama, salah satu kebijakan dalam sektor
ekonomi adalah pengembangan Pasar Modal yang sehat, transparan dan efisien.
Peningkatan peranan di bidang Pasar Modal, merupakan salah satu kebijakan
dalam bidang ekonomi, yang saling memperkokoh satu sama lain. Oleh karena
itu, penegakan hukum di Pasar Modal menjadi alat terpenting untuk melindungi
kepentingan ivenstor dan publik dari praktik yang merugikan baik yang dilakukan
oleh emiten maupun konsultan hukum pasar modal. Oleh karena lembaga
arbitrase sebagai salah satu lembaga di luar pengadilan banyak digunakan oleh
para pihak khususnya dalam penyelesaian sengketa Pasar Modal. Berbeda dengan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
lembaga lain seperti mediasi, pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase
bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan
pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Sehingga dengan adanya skripsi ini
penulis berharap dapat memberikan masukan dan membuka wacana berpikir,
khususnya bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan dunia perdagangan.
D. Keaslian Penelitian
Pembahasan skripsi ini berjudul: “Tinjauan yuridis mengenai peranan
lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa Pasar Modal di Indonesia” adalah
masalah yang sebenarnya sudah sering kita dengar. Dimana penyelesaian sengketa di
luar pengadilan ini menjadi alternatif Pasar Modal sengketa pasar modal yang mulai
banyak dipilih. Karena penyelesaian sengketa di luar pengadilan khususnya arbitrase
ini diyakini dapat lebih memuaskan para pihak, karena prosesnya lebih cepat, hemat
biaya dan konfidensial. Cara inilah yang paling disukai oleh mereka yang bergerak
dalam kegiatan bisnis.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan
doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama,
maka penulis akan bertanggung jawab terhadap skripsi ini.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
E. Tinjauan Kepustakaan
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan
efek,
perusahaan
publik
yang
berkaitan
dengan
efek
yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 6
Lembaga penunjang pasar modal adalah sebagai berikut: 7
a. Bursa Efek
Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan
atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek. Pihak-pihak lain
yang dengan tujuan memperdagangkan efek di atara mereka. Pengertian ini
mencakup pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan
beli efek, meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak mencakup sistem dan
atau sarana untuk memperdagangkan efek.
b. Biro Administrasi Efek
Biro Administrasi Efek (BAE) adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan
emiten melakanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang
berkaitan dengan efek.
c. Kustodian
Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang
berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan
hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening
6
Edi Subroto Suwarno, Tinjauan Hukum dan Praktek di Pasar Modal Indonesia, diakses dari
situs www.bapepam.go.id, tanggal 30 November 2005
7
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
yang menjadi nasabahnya. Kegiatan usaha sebagai Kustodian tersebut dapat
diselenggarakan oleh lembaga penyimpanan dan penyelesaian (LPP), perusahaan
efek, atau bank umum yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam.
d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah pihak yang menyelenggarakan
kegiatan custodian sentral bagi bank Kustodian, perusahaan efek, dan pihak lain.
Saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
e. Bank Kustodian
Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan kolektif dan harta
lainnya yang berkaitan dengan efek. Penitipan kolektif yang dimaksud di sini
adalah jasa penitipan atas efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu pihak
yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian.
f. Lembaga Kliring dan Penjaminan
Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan jasa
kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa, yaitu kontrak yang dibuat
oleh anggota bursa efek, yaitu perantara pedagang efek yang telah memperoleh
izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan
atau sarana bursa efek menurut peraturan bursa efek, sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan oleh bursa efek mengenai jual beli efek, pinjam meminjam efek,
atau kontrak lain mengenai efek atau harga efek, pinjam-meminjam efek, atau
kontrak lain mengenai efek atau harga efek. Saat ini dilakukan oleh PT Kliring
Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
g. Wali Amanat
Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat
utang. Bank Umum yang akan bertindak sebagai wali amanat wajib terlebih
dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar sebagai
wali amanat.
h. Pemeringkat Efek
Perusahaan pemeringkat efek adalah pihak yang menerbitkan peringkat-peringkat
bagi surat utang (debt securities), seperti obligasi dan commercial paper. Sampai
saat ini bapepam telah memberikan izin usaha kepada dua perusahaan
pemeringkat efek yaitu PT Pefindo dan PT Kasnic Duff & Phelps Credit Rating
Indonesia.
2. Pengertian Arbitrase
Pengertian arbitrase termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang-undang Arbitrase
dan alternatif Penyelesaian Sengketa Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga arbitrase
adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan
pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum
timbul sengketa”.
Dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 disebutkan bahwa:
“sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
perdagangan dan hak yang menurut hukum dan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa”.
Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitrase banyak digunakan
sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga
arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut
akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan
pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang berlawanan
terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap
perjanjian (breach of contract – wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan
perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Putusan arbitrase bersifat mandiri,
final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap)
sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan
dari putusan arbitrase nasional tersebut.
Menurut Black’s Law Dictionary: “arbitration, an arrangement for taking an
abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of
carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the
delay, the expense and vexation of ordinary ligitation”. Menurut pasal 1 angka 1
Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase
dapat terwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu: 8
1. klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
para pihak sebelum timbul sengketa (factum de compromitendo); atau
2. suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa (akta kompromis).
Sebelum undang-undang arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase
diatur dalam pasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada
penjelasan pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang PokokPokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian melalui wasit (arbitrase) telah diperbolehkan.
Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternate penyelesaian sengketa
sebenarnya sudah lama dikenal meksipun jarang diperguankana.
Arbitrase
diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Op De Rechrverordering
(RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement
Bitewengesten (RBg), karena semula arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651
Reglement Op De Rechtverdering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah
tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 30 tahun 1999.
Dalam
UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, keberadaan arbitrase
dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa
penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase
8
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000. hal. 57
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbitrase hanya mempunyai kekuatan
eksekutorial setelah memeroleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. 9
Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui
badan permanent (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturanaturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya Undang-undang No. 30
tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL.
Arbitration Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian
yang menunjukkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang
disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam
sebuah klausul arbitrase. Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanent yang
dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka
tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh
badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang
internasional seperti the rules of arbitration dari the international chamber of
commerce (ICC) di Paris, the arbitration rules dari the international centre for
settlement of investment disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut
mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri. 10
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul
arbitrase sebagai berikut: “semua sengketa yang timbul dari perjanjian, akan
diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut
9
Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta, 2001.
hal. 78
10
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua
belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir.
Menurut Priyatna Abdurrasyid, ketua BANI yang diperiksa pertama kali
adalah klausul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya, sah atau
tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan
melalui jalur arbitrase. Priyana menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian
arbitrase dibuat setelah sengketa timbul. 11
F. Metode Penelitian
1. Sifat/Bentuk Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah
pertamam dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum
sekunder, yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penyelesaian
sengketa pasar modal di luar pengadilan (Alternatif Dispute Resolution), khususnya
lembaga arbitrase. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan
dengan persoalan ini.
Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam
meletakkan persoalan ini dalam persektif hukum perdata khususnya yang terkait
dengan masalah penyelesaian sengketa pasar modal dengan menggunakan lembaga
arbitrase.
2. Data
11
Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan Prosedur
BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, Sinar Grafika, Jakarta, 2001. hal 23
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Bahan atau data yang diteliti berupa data sekunder yang terdiri dari:
a. bahan/sumber primer berupa peraturan perundang-undangan, buku, kertas
kerja.
b. Bahan/sumber sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi
yang mendukung penulisan skripsi ini.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka
penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan
(library research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku,
majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain
yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih
mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika
penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
masalah, keaslian penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan
kepustakaan, dan diakhiri dengan metode penelitian dan sistematika
penulisan
BAB II
ARBITRASE
SEBAGAI
SALAH
SATU
ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN
Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian
arbitrase dan arbitrase internasional, perjanjian dan bentuk klausula
arbitrase, keuntungan dan kelemahan arbitrase, tata cara pengangkatan
arbiter, hukum acara arbitrase dan badan arbitrase nasional Indonesia.
BAB III
TINJAUAN
UMUM
PRAKTEK
PASAR
MODAL
DI
INDONESIA
Pada bagian ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian
pasar modal dan penujang pasar modal, pelaku-pelaku dan profesi
penunjang pasar modal, instrument atau produk pasar modal,
instrument derivatif di dalam pasar modal Indonesia dan mekanisme
perdagangan pasar modal Indonesia.
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA
ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR
MODAL DI INDONESIA
Pada bagian ini dibahas mengenai transaksi benturan kepentingan di
dalam pasar modal, penyelesaian sengketa di pasar modal melalui
lembaga arbitrase sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
luar pengadilan, serta eksistensi dan masa depan lembaga arbitrase
sebagai APS (alternatif penyelesaian sengketa) di luar pengadilan
dalam penyelesaian sengketa pasar modal di Indonesia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil
dari pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB II
ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENYELESAIAN
SENGKETA DI LUAR PENGADILAN
A. Pengertian Arbitrase
Kata arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu “arbitrare” yang artinya
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut “kebijaksanaan”. Dikaitkannya
istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolah-olah memberi petunjuk bahwa majelis
arbitrase tidak perlu memperhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para
pihak, tetapi cukup berdasarkan kebijaksanaan. 12
Dalam memeriksa dan memutus suatu sengketa, arbiter atau majelis arbitrase
selalu mendasarkan diri apda hukum, yaitu hukum yang telah dipilih oleh para pihak
yang bersengketa (choice of law). Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan
bahwa para arbiter apabila dikehendaki oleh para pihak, memutus atas dasar keadilan
dan kepatutan (ex aequo et bono).
Dalam penjelasan UU No. 30 tahun 1999 disebutkan bahwa jika arbiter diberi
kebebasan untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka
peraturan perundang-undangan dapat dikesampingkan. Akan tetapi dalam hal tertentu
hukum memaksa (dwi ngende regels) harus diterapkan dan tidak dapat disimpangi
oleh arbiter. Jika arbiter tidak diberi kewenangan untuk menjatuhkan putusan
12
Subekti, Arbitrase perdagangan, Binacipta, Bandung, 1981. hal. 1-3.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
berdasarkan keadilan dan kepatutuan, maka arbiter hanya dapat memberi putusan
bedasarkan kaidah hukum materil sebagaimana dilakukan oleh hakim
Banyak penulis mencoba mendefenisikan arbitrase dari suatu pandang yang
berbeda. Ada yang mengartikan arbitrase sebagai peradilan swasta, pengadilan
pengusaha, perwasitan dan lain-lain. Jika diperhatikan, esensi berbagai pendapat para
penulis tersebut tidak berbeda secara signifikan, karena mengacu pada pilihan
penyelesaian sengketa komersial berdasarkan kesepakatan.
Secara umum arbitrase adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih
menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih yang imparsial (disebut
arbiter) untuk memperoleh suatu putusan final dan mengikat. Dari pengertian itu
terdapat tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu:
1. adanya suatu sengketa
2. kesepakatan untuk menyerahkan ke pihak ketiga
3. putusan final dan mengikat akan dijatuhkan
Menurut mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa
di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan untuk
menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter. 13 Di sini kata wasit
digunakan sebagai pihak ketiga yang netral dalam memutus perselisihan.
Definisi lainnya tentang arbitrase, adalah suatu tindakan hukum dimana ada
pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara dua orang (atau lebih)
maupun dua kelompok (atau lebih) kepada seseorang atau beberapa ahli yang
13
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999.
hal. 144.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
disepakati bersama dengan tujuan memperoleh suatu keputusan final dan mengikat.14
Di sini arbiter disebut sebagai ahli, yang keputusannya final dan mengikat.
Dalam pasal 1 butir 1 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan: “arbitrase adalah
cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa”. Dari rumusna tersebut daspat disimpulkan bahwa sengketa yang dapat
dibawa pada arbitrase adalah sengketa yang bersifat keperdataan. Para pihak telah
menyepakati secara tertulis, bahwa mereka, jika terjadi perkara mengenai perjanjian
yang mereka buat, akan memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan
tidak berperkara di depan peradilan umum. Dengan demikian, yang dilakukan adalah
untuk memutuskan pilihan forum, yaitu yurisdiksi dimana suatu sengketa akan
diperiksa dan bukan pilihan hukum.
Dari pengertian pasal 1 butir 1 tersebut diketahui pula bahwa dasr dari
arbitrase adalah perjanjian di antara para pihak sendiri, yang didasarkan pada asas
kebebasan berkontrak. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1338
KUHPerdata, yang menyatakan bahwa apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak
mengikat mereka sebagai undang-undang. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi: “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. 15
Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat
ditarik
kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase, baik
14
Prayitna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu Pengantar,
Fikahati Aneka, Jakarta, 2002. hal. 16
15
sudikno, Op.Cit. hal. 5
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
arbitrase yang bersifat sementara (Ad-hoc) maupun sebuah badan permanent
(institusi) merupakan praktik yang sudah sangat lama dikenal dalam dunia
perdagangan.
Sebuah arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja
dibentuk untuk tujuan berarbitrase, misalnya UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase
dan alternatif penyelesaian sengketa (APS), atau arbitrase UNCITRAL (UNCITRAL
Arbitration Rules), dan lain-lain, serta seringkali dibentuk setelah sengketa timbul,
maka ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut berlaku bagi sengketa
mereka. Di samping itu, aturan tentang prosedur arbitrase Ad-hoc dapat disusun oleh
para pihak sendiri atau oleh majelis arbitrase, atau kombinasi di antara keduanya.
Arbitrase Ad-hoc bersifat sementara dan berakhir pada saat dijatuhkannya putusan
atas sengketa tersebut.
Pada umumnya arbitrase Ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang
menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prsedur pelaksanaan yang disepakati
oleh para pihak. Jadi, penggunaan arbitrase Ad-hoc pun perlu diperhatikan dalam
sebuah klausula arbitrase.
Di samping itu, yang lebih dikenal dan sering digunakan adalah arbitrase
institusi, yaitu suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase
berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai
aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase baik yang bersifat
nasional, seperti badan arbitrase nasional Indonesia (BANI), maupun badan arbitrase
internasional, seperti the rules of arbitration dari the international chamber of
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
commerce (ICC) di Paris, the arbitration rules dari the international centre for
settlement of investment disputes (ICSID) di Washington, dan lain-lain. Badan-badan
arbitrase nasional dan internasional tersebut memiliki peraturan dan sistem arbitrase
sendiri.
Jadi, dalam transaksi bisnis saat ini para pihak tidak dapat dengan bebas,
misalnya memilih arbiter yang akan menangani sengketa, karena mereka terikat pada
lembaga yang bersifat mengatur arbitrase tersebut, misalnya jika para pihak telah
mencantumkan BANI di Indonesia sebagai badan arbitrase yang akan menangani
sengketa, maka ketentuan-ketentuan arbitrase BANI berlaku bagi mereka, baik
ketentuan mengenai pemilihan arbiter, tata cara atau prosedur pelaksanaan arbitrase,
biaya yang harus dibayar, dan lain-lain.
Pengertian arbitrase institusi diatur dalam pasal 1 angka 8, yaitu: “lembaga
arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu
dalam hal belum timbul sengketa.
Pengertian di atas cukup membingungkan khususnya dari perspektif
internasional karena bukan lembaga (badan) tersebut yang memberikan putusan atas
sengketa tertentu, arbiter atau majelis arbitraselah (atas nama badan arbitrase
tersebut) yang memutuskan sengketa para pihak.
Dalam pasal 34 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan:
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
1. penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan
lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para
pihak;
2. penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang
dipilih, kecuali ditetapkan oleh para pihak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ketentuan-ketentuan dalam UU No. 30
tahun 1999 tersebut tidak akan digunakan jika para pihak telah menentukan salah satu
lembaga arbitrase (institusi) bagi penyelesaian sengketa mereka. Masing-masing
lembaga arbitrase yang ditunjuk akan menangani sengketa sesuai dengan peraturan
dan ketentuan acaranya. Dengan kata lain, undang-undang arbitrase nasional
Indonesia hanya berfungsi jika para pihak tidak menunjuk sebuah lembaga arbiter
tertentu.
Dari rumusan di atas, terlihat bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase
dapat dilakukan dengan memilih lembaga arbitrase dari berbagai badan arbitrase, baik
nasional maupun internasional, selain ada kebebasan menentukan sendiri aturanaturan dan acara yang berlaku bagi arbitrase.
Sehubungan dengan pengertian tentang kelembagaan arbitrase, secara luas
telah disepakati bahwa suatu arbitrase dikategorikan internasional jika memenuhi
salah satu (atau lebih) syarat sebagai berikut: 16
16
Prayitna Abdurrasyid, Op.Cit. hal 22
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
a. keorganisasiannya, yaitu suatu organisasi yang para anggotanya adalah negaranegara, sehingga bersifat internasional, misalnya arbitrase ICSID yang
berkedudukan di Washington merupakan arbitrase internasional karena ia
dibentuk oleh negara-negara peserta berdasarkan the convention on settlement of
investment dispute between states and nationals of other states.
b. Proses beracaranya, yaitu tata cara atau prosedur persidangannya dilaksanakan
menurut ketentuan atau peraturan, yang bebas dari sistem hukum negara di tempat
keberadaan arbitrase tersebut, misalnya arbitrase the international chamber of
commerce (ICC) yang berkedudukan di Paris adalah arbitrase internasional
karena negara-negara anggotanya menyepakati ketentuan ICC terlepas dari sistem
hukum Perancis.
c. Tempatnya, yaitu dalam kenyataannya apakah tempat arbitrase tersebut
berhubungan dengan lebih dari satu yurisdiksi, atau apakah terdapat unsur
yurisdiksi asing di dalamnya. Artinya, mengingat tempatnya suatu arbitrase
dianggap internasional, apabila:
1. para pihak saat membuat perjanjian arbitrase mempunyai tempat usaha di
negara-negara yang berlainan
2. tempat arbitrase yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase letaknya di luar
negara tempat para pihak mempunyai usaha mereka.
Dalam UNCITRAL model law 1985, pasal 1 ayat (3) menyebutkan, bahwa:
suatu arbitrase dikatakan internasional jika memenuhi salah satu syarat sebagai
berikut:
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
a. para pihak yang terlibat dalam perjanjian arbitrase mempunyai tempat kegiatan
bisnis di negara yang berbeda, pada saat penandatanganan perjanjian (“… their
place of business in different state”), atau
b. satu dari beberapa tempat berikut berada di luar negara dimana para pihak
mempunyai tempat kegiatan bisnisnya, yaitu
1. tempat arbitrase jika ditentukan di dalam perjanjian arbitrase
2. setiap tempat dimana kewajiban terbesar dari hubungan komersial akan
dilaksanakan, atau tempat dimana masalah yang disengketakan memiliki
hubungan terdekat (“… which the subject – matter of the dispute is most
closely connected”) atau
c. para pihak secara tegas setuju bahwa ruang lingkup dari perjanjian arbitrase
berhubungan dengan lebih satu negara (“… relates to more than one country”).
Dalam kaitan dengan hal tersebut, jika salah satu pihak mempunyai lebih dari satu
tempat usaha, maka tempat usaha yang dipakai adalah yang memiliki hubungan
terdekat dengan perjanjian arbitrase. Tetapi jika salah satu pihak tidak mempunyai
tempat usaha, maka alamat ditujukan pada alamat dimana ia biasanya tinggal. 17
Ketentuan arbitrase internasional tersebut tidak mempengaruhi hukum negara
lain yang melarang sengketa tertentu untuk diserahkan pada arbitrase. Misalnya untuk
Indonesia, sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pasal 5 ayat (1) UU No. 30
tahun 1999 menentukan ruang lingkup sengketa yang dapat ditangani oleh arbitrase.
17
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
B. Perjanjian dan Bentuk Klausula Arbitrase
Sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 angka 1 UU No. 30 tahun 1999
tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dinyatakan bahwa arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak ini berisikan
perjanjian untuk menyelesaikan suatu sengketa di bidang perdata di luar peradilan
umum. Jika dihubungkan dengan ketentuan pasal 1233 KUHPerdata yang
menentukan adanya dua sumber perikatan, maka arbitrase ini merupakan perikatan
yang dilahirkan dari perjanjian.
Lebih lanjut pasal 1 angka 3 UU No. 30 tahun 1999 mengartikan perjanjian
arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam
suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu
perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Dari
rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian arbitrase timbul karena adanya
kesepakatan, berupa:
1. klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para
pihak sebelum timbul sengketa, atau
2. suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul
sengketa
Dengan demikian, perjanjian arbitrase timbul karena adanya kesepakatan
secara tertulis dari para pihak untuk menyerahkan penyelesaian suatu sengketa atau
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
perselisihan perdata kepada lembaga arbitrase atau arbitrase Ad-hoc. Dalam
kesepakatan tadi dapat dimuat pula pilihan hukum yang akan digunakan untuk
penyelesaian sengketa atau perselisihan para pihak tersebut. Perjanjian arbitrase ini
dapat dicantumkan dalam perjanjian pokok atau pendahuluannya, atau dalam suatu
perjanjian tersendiri setelah timbulnya sengketa atau perselisihan.
Pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum ini harus secara tegas
dicantumkan dalam perjanjian. Pada umumnya, klausula atau perjanjian arbitrase
dibuat secara tertulis. Di Indonesia, sesuai dengan isi UU No. 30 tahun 1999,
menyatakan klausula dibuat secara tertulis oleh para pihak. Jadi dengan adanya suatu
perjanjian arbitrase tertulis ini, berarti meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam pasar modalnya ke
Pengadilan Negeri.
Selanjutnya dengan sendirinya Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk
mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Untuk
itu, Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu
penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang ditetapkan dalam UU No. 30 tahun 1999.
Dengan demikian, perjanjian arbitrase memberikan kewenangan absolute
kepada lembaga arbitrase atau arbitrase Ad-hoc untuk menyelesaikan sengketa atau
beda pendapat di antara para pihak yang timbul atau mungkin timbul dari hubungan
hukum tertentu, yang penyelesaiannya disepakati dengan cara arbitrase. Pengadilan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Negeri dengan sendirinya tidak berwenang untuk mengadili suatu sengketa yang
sebelumnya telah disepakati oleh para pihak untuk diselesaikan melalui cara arbitrase.
Selanjutnya, karena perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum atau sesudah
timbul sengketa oleh para pihak, maka bentuk klausula arbitrase tersebut dibedakan
atas 2 (dua) bentuk klausula arbitrase, yaitu:
1. Klausula arbitrase yang berbentuk pactum de compromittendo
2. Klausula arbitrase yang berbentuk acta promise
1. Klausula arbitrase yang berbentuk pactum de compromittendo
Sungguhpun istilah “pactum de compromittendo” secara harfiah berarti “akta
kompromis”, tetapi dalam beberapa literatur Indonesia dibedakan antara keduanya.
Perbedaannya semata-mata pada pemakaiannya saja. 18
Bentuk klausula pactum de compromittendo dibuat oleh para pihak sebelum
terjadi sengketa atau perselisihan secara nyata. Para pihak sebelumnya telah sepakat
untuk menyerahkan penyelesaian sengketa atau perselisihannya yang mungkin akan
terjadi di kemudian hari kepada lembaga arbitrase atau Ad-hoc Ad-hoc. Klausula
arbitrase seperti ini dapat dimuat dalam perjanjian pokok atau dalam suatu perjanjian
tersendiri.
Pengaturan pokok klausula pactum de compromittendo ini dapat dijumpai
dalam pasal 27 UU No. 30 tahun 1999, yang menyatakan bahwa: “para pihak dapat
menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi di antara mereka untuk
18
Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya
Bakti, Bandung. 2000. hal. 117-118.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
diselesaikan melalui arbitrase”. Sebelumnya diatur dalam pasal 615 ayat (3) Rv yang
menentukan: “bahkan diperkenankan mengikat diri satu sama lain, untuk
menyerahkan sengketa-sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari, kepada
peutusan seorang atau beberapa orang wasit. Juga dapat dijumpai dalam pasal II ayat
(2) Konvensi New York 1958 yang antara lain menentukan: “the parties undertake to
submit to arbitration all or any differences…which may arise between them…”. 19
Karena pemilihan arbitrase sebelum terajdinya sengketa dilakukan dalam
bentuk suatu perjanjian, maka ketentuan hukum perjanjian yang umum berlaku.
Perjanjian arbitrase sebagai perjanjian buntutan harus mengikuti prinsip-prinsip
hukum perjanjian buntutan, dimana isinya tidak boleh melampaui atau bertentangan
dengan perjanjian pokoknya dan tidak ada tanpa adanya perjanjian pokok. 20
Dengan hapusnya atau berakhirnya perjanjian pokok, tidak menyebabkan
hapus atau berakhir pula perjanjian atau klausula arbitrasenya. Perkecualian ini
ditegaskan dalam pasal 10 UU No. 30 tahun 1999. Pasal tersebut menegaskan suatu
perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan:
a. meninggalnya salah satu pihak
b. bangkrutnya salah satu pihak
c. novasi (pembaruan utang)
d. insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu pihak
e. pewarisan
f. berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok
19
20
Pasal 30 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
ibid. hal. 18.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan kepada pihak ketiga
dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut
h. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
2. Klausula arbitrase yang berbentuk acta promise
Bentuk klausula arbitrase lainnya adalah acta promise. Akta kompromis
dibuat setelah sengketa atau perselisihan terjadi sehubungan dengan pelaksanaan
perjanjian pokok. Dalam perjanjian pokok, para pihak belum mencantumkan klausula
arbitrase, baru setelah sengketa atau perselisihan terjadi, para pihak bersepakat untuk
memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Untuk itu dibuatlah perjanjian baru
tersendiri dan terpisah dari perjanjian pokok, yang berisikan penyerahan penyelesaian
sengketa kepada arbitrase atau arbitrase Ad-hoc.
Dalam pasal 9 UU No. 30 tahun 1999 diatur persyaratan pembuatan akta
kompromis tersebut, dengan ancaman batal demi hukum jika tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan tersebut. Adapun persyaratan pembuatan akta
kompromis dimaksud adalah sebagai berikut:
a. pemilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase oleh para pihak dilakukan
setelah sengketa terjadi
b. persetujuan mengenai cara dan pranata penyelesaian sengketa tersebut harus
dibuat dalam suatu perjanjian tertulis, tidak boleh dengan persetujuan secara lisan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
c. perjanjian tertulis tadi harus ditandatangani oleh para pihak. Jika para pihak tidak
dapat menandantanganinya, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk
akta notaris.
d. Isi perjanjian tertulis atau akta kompromis harus memuat:
1. masalah yang dipersengketakan
2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak
3. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase
4. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan
5. nama lengkap sekretaris
6. jangka waktu penyelesaian sengketa
7. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala
biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Sebelumnya, ketentuan mengenai akta kompromis ini dapat dijumpai dalam
pasal 918 Rv yang menentukan bahwa persetujuan arbitrase harus dibuat secara
tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak atau jika para pihak tidak dapat
menandatangani, maka persetujuan arbitrase tersebut harus dibuat di hadapan notaris.
Persetujuan arbitrase dalam akta kompromis tersebut sekurang-kurangnya memuat
pokok masalah yang menjadi sengketa, nama dan kedudukan para pihak, dan juga
nama-nama dan kedudukan para arbitrase yang ditunjuk, serta jumlah arbiter yang
selalu harus dalam jumlah ganjil. Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 618 Rv tersebut tidak terpenuhi, maka persetujuan arbitrase yang dibuat oleh
para pihak yang diancam dengan kebatalan hukum.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Selain itu, pengaturan mengenai akta kompromis ini juga dapat dijumpai
dalam pasal II ayat (1) Konvensi New York 1958 yang menyatakan dengan kata-kata:
“…or any differences which have arisen… (sengketa yang telah terjadi).
Untuk mencegah diterapkannya prosedur litigasi tentang makna dari klausulaklausula arbitrase dan untuk menghindari kejutan-kejutan yang tidak menyanangkan
kemudian bila arbitrase dilangsungkan, para pihak harus menyusun klausula-klausula
arbitrase dengan cermat. Setidaknya, klausula arbitrase harus memuat komitmen yang
jelas terhadap arbitrase serta penyertaan tentang sengketa apa yang diselesaikan
sercara arbitrase. Secara umum, klausula-klausula arbitrase mencakup: 21
a. Komitmen/kesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitrase
b. Ruang lingkup
c. Apakah arbitrase akan berbentuk arbitrase institusional atau Ad-hoc. Apabila
memilih bentuk Ad-hoc, maka klausula tersebut harus merinci metode
penunjukan arbiter atau majelis arbitrase.
d. Aturan procedural yang berlaku
e. Tempat dan bahasa yang digunakan dalam arbitrase
f. Pilihan terhadap hukum substantive yang berlaku bagi arbitrase
g. Klausula-klausula stabilitasi dan hak kekebalan (imunitas) jika relevan
Sebagai suatu perjanjian, maka pembuatan perjanjian atau klausula arbitrase
juga tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum perjanjian pada umumnya sebagaimana
tersebut dalam buku III KUHperdata.
21
Gary Goodpaster, Felix Oentoeng, Soebagjo dan Fatimah Jatim, Arbitrase di Indonesia:
Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan dalam Praktek, dalam Arbiter Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1995. hal. 25.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
C. Keuntungan Dan Kelemahan Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dinilai menguntungkan karena
beberapa alasan sebagai berikut:
1. Kecepatan Dalam Proses
Suatu persetujuan arbitrase harus menetapkan jangka waktu, yaitu berapa
lama perselisihan atau sengketa yang diajukan pada arbitrase harus diputuskan.
Apabila para pihak tidak menentukan jangka waktu tertentu, jangka waktu
penyelesaian dipilih oleh aturan-aturan arbitrase setempat yang dipilih. Meskipun ada
negara yang peraturan perundang-undangannya memberi kesempatan banding
terhadap putusan arbitrase, dalam praktiknya kemungkinan banding ini dihapuskan
melalui perjanjian. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses penyelesaian
sengketa.
Dalam pasal 53 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan bahwa terhadap putusan
arbitrase tidak dapat dilakukan perlawanan atau upaya hukum apapun. Sedangkan
dalam pasal 60 secara tegas disebutkan: “putusan arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak”.
2. Pemeriksaan Ahli di Bidangnya
Untuk memeriksa dan memutus perkara melalui arbitrase, para pihak diberi
kesempatan untuk memilih ahli yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan
sangat menguasai hal-hal yang disengketakan. Dengan demikian, pertimbanganpertimbangan
yang
diberikan
dan
putusan
yang
dijatuhkan
dapat
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
dipertanggungjawabkan kualitasnya. Hal itu dimungkikan karena selain ahli hukum,
di dalam badan arbitrase juga terdapat ahli-ahli lain dalam berbagai bidang, misalnya
ahli perbankan, ahli leasing, ahli pemborongan, ahli pengangkutan darat, laut dan
udara dan lain-lain.
Sebagaimana diketahui, dalam pemeriksaan persidangan di pengadilan ada
kemungkinan hakim tidak menguasai suatu perkara yang sifatnya sangat teknis. Hal
ini disebabkan sebagian besar hakim di pengadilan memiliki latar belakang yang
sama, yaitu berasal dari bidang hukum, sehingga mereka hanya memiliki
pengetahuan yang bersifat umum (general knowledge) dan sulit bagi mereka untuk
memahami hal-hal teknis yang rumit.
3. Sifat Konfidensialitas
Sidang arbitrase selalu dilakukan dalam ruangan tertutup, dalam arti tidak
terbuka untuk umum, dan keputusan yang diucapkan dalam sidang tertutup hamper
tidak pernah dipublikasikan. Dengan demikian, penyelesaian melalui arbitrase
diharapkan dapat menjaga kerahasiaan para pihak yang bersengketa. Berbeda dari
arbitrase, proses pemeriksaan dan putusan pengadilan harus dilakukan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum. Proses yang bersifat terbuka dapat merugikan
para pihak yang bersengketa karena rahasia mereka yang seharusnya tertutup rapat
diketahui oleh umum.
Sebagai perbandingan dapat dilihat penjelasan UU No. 30 tahun 1999, yang
menyebutkan bahwa pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan
dibanding lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain adalah:
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
a. kerahasiaan sengketa para pihak dijamin
b. keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan adminstratif dapat
dihindari
c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah
yang disengketakan, jujur, dan adil.
d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase
e. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan melalui tata
cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Penjelasan UU No. 30 tahun 1999 menegaskan bahwa pada kenyataannya apa
yang disebutkan di atas tidak semuanya benar, sebab di negara-negara tertentu proses
peradilan dapat lebih cepat daripada proses arbitrase. Satu-satunya kelebihan arbitrase
dibandingkan dengan peradilan adalah sifat kerahasiannya karena keputusannya tidak
dipublikasikan. Namun demikian, penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih
lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis yang bersifat
internasional.
Oleh karena itu, berdasarkan efektivitas penggunaan arbitrase, dapat
disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase selalu didasarkan pada
asumsi-asumsi sebagai berikut: 22
22
Gatot P. Soemartono, Finalitas Putusan Arbiter Internasional: Analisis Pasal 52 Konvensi
ICSID, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum”, Tahun IV/No. 13, Jakarta, 1997. hal. 5
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
1. lebih cepat, karena putusannya bersifat final dan mengikat, sehingga
menghemat waktu biaya dan tenaga
2. dilakukannya oleh ahli di bidangnya, karena arbitrase menyediakan para
pakar dalam bidang tertentu yang menguasai persoalan yang disengketakan,
sehingga hasilnya (putusan arbitrase) dapat lebih dipertanggungjawabkan.
3. kerahasiannya terjamin karena proses pemeriksaan dan putusannya tidak
terbuka untuk umum, sehingga kegiatan usaha tidak terpengaruh.
Dengan beberapa alasan tersebut, arbitrase lebih disukai dan dinilai
lebihefektif daripada penyelesaian sengketa di pengadilan. Namun demikian, selain
beberapa keuntungan atas pilihan penggunaan arbitrase tersebut, arbitrase memiliki
beberapa kelemahan yang dapat membuat arbitrase kehilangan baik daya guna
(efektifitas) maupun hasil guna (efisiennya).
Selanjutnya beberapa factor yang merupakan kelemahan arbitrase, adalah
sebagai berikut:
a. Hanya untuk para pihak bonafide
Arbitrase hanya bermanfaat untuk para pihak atau pengusaha yang bonafide
atau jujur dan dapat dipercaya. Para pihak yang bonafid adalah mereka yang memiliki
kredibilitas dan integritas artinya patuh terhadap kesepakatan, pihak yang dikalahkan
harus secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase. Sebaliknya, jika ia selalu
mencari-cari peluang untuk menolak melaksanakan putusan arbitrase, perkara melalui
justru akan lebih memakan banyak biaya, bahkan lebih lama daripada proses di
pengadilan, misalnya pengusaha yang dikalahkan tidak setuju dengan suatu putusan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
arbitrase, maka ia dapat melakukan berbagai cara untuk mendapatkan stay of
execution (penundaan pelaksanaan putusan) dengan membawa perkaranya ke
pengadilan.
Demikian pula tidak jarang ditemui dalam praktik bahwa para pihak,
walaupun mereka telah memuat klausula arbitrase dalam perjanjian bisnisnya, tetap
saja mereka mengajukan perkaranya ke pengadilan. Anehnya, meskipun telah ada
klausula arbitrase di dalam perjanjian, cukup banyak Pengadilan Negeri yang
menerima gugatan perkara tersebut. Di dalam pasal 11 ayat (2) UU No.30 tahun 1999
disebutkan bahwa: “Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan
di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase”.
b. Ketergantungan mutlak pada arbiter
Putusan arbitrase selalu tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk
memberikan putusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
Meskipun arbiter memiliki keahlian teknis yang tinggi, bukanlah hal yang mudah
bagi majelis arbitrase untuk memuaskan dan memenuhi kehendak para pihak yang
bersengketa. Para pihak yang kalah akan mengatakan bahwa putusan arbitrase tidak
adil, demikian pula sebaliknya. Ketergantungan terhadap para arbiter merupakan
suatu kelemahan karena substansi perkara dalam arbitrase tidak dapat diuji kembali
(melalui proses banding), mengingat putusan arbitrase bersifat final dan mengikat.
c. Tidak ada preseden putusan terdahulu
Tidak ada legal precedence atau keterikatan terhadap putusan-putusan
arbitrase sebelumnya. Artinya, putusan-putusan arbitrase atas suatu sengketa terbuang
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
tanpa manfaat, meskipun di dalamnya mengandung argumentasi-argumentasi
berbobot dari para arbiter terkenal di bidangnya. Hilangnya precedence tersebut dapat
menimbulkan putusan-putusan yang saling berlawanan atas penyelesaian sengketa
berupa di masa yang akan datang.
d. Masalah putusan arbitrase asing
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional memiliki hambatan
sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusannya. Kesulitan itu menjadi
masalah yang sangat penting karena biasanya di negara pihak yang kalah terdapat
harta yang harus dieksekusi, dimana perlu dipastikan hukum yang akan diberlakukan
dalam proses eksekusi tersebut.
D. Tata Cara Pengangkatan Arbiter dan Hukum Acara Arbitrase
Pada prinsipnya siapa saja dapat menjadi arbiter asal mempunyai keahlian
yang diharapkan untuk menyelesaikan arbitrase yang sedang terjadi. Seorang arbiter
bisa seorang ahli hukum, bisa juga seorang yang ahli bidang tertentu. 23
Dahulu seorang wanita berdasarkan isi pasal 617 ayat (2) Rv dilarang untuk
menjadi seorang arbiter atau wasit, tetapi kini wanita tidak dilarang untuk menjadi
seorang arbiter, asalkan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang.
Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 12 UU No. 30 tahun 1999 yang mengatur
persyaratan arbiter. Orang yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus
memenuhi syarat:
23
Munir Fuady, Op.Cit. hal. 67.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
a. cakap melakukan tindakan hukum
b. berumur paling rendah 35 tahun
c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa
d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan
arbitrase
e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit
15 (lima belas) tahun.
Mengenai jumlah arbiter, bisa seorang saja yang merupakan arbiter tunggal,
atau bisa bebeapa orang yang merupakan majelis arbiter yang akan bertugas
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Sistem arbiter ini dpat kita lihat dari
rumusan pengertian arbiter yang disebutkan dalam pasal 1 angka (7) UU No. 30
tahun 1999. Dalam pasal itu dikatakan dengan jelas bahwa, arbiter adalah “seorang
atau lebih” yang dipilih para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh
Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai
sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaian melalui arbitrase. Dari rumusan ini
dapat diketahui pula bahwa pengangkatan arbiter dilakukan oleh para pihak atau
meminta bantua pengadilan negeri atau lembaga arbitrase untuk menunjuk arbiternya
jika para pihak tidak dapat mencapai kata sepakat mengenai pemilihan arbiternya.
Sweet dan Maxwell dalam bukunya international arbitration law review
mengemukakan dalam menentukan berapa orangkah yang sebaiknya menjadi arbiter
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
dalam suatu kasus, apakah tiga ataukah cukup satu orang, beberapa faktor di bawah
ini patut dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut: 24
a. jumlah yang disengketakan
b. kompleksitas klaim
c. nasionalitas dari para pihak
d. kebiasaan dagang yang relevan atau bisnis atau profesi yang terlibat dalam
sengketa
e. ketersediaan arbiter yang layak
f. tingkat urgensi dari kasus yang bersangkutan
Selanjutnya beberapa cara pengangkatan arbiter yang diatur dalam UU No. 30
tahun 1999 adalah:
1. Penunjukan oleh para pihak
Cara pertama, pengangkatan arbiter dilakukan berdasarkan penunjukan para
pihak, baik itu melalui akta de compromittendo maupun melalui akta compromise.
Dalam perjanjian arbitrasenya, selain memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata cara
pengangkatan arbiter, para pihak juga dapat menyepakati penunjukan arbiter beserta
dengan sistem yang akan bertugas untuk menyelesaikan sengketa para pihak. Jumlah
arbiternya bisa seorang atau beberapa orang asalkan dalam jumlah ganjil.
Tata cara penunjukan arbiter yang ditentukan para pihak dalam perjanjian,
merupakan cara yang paling baik dan efektif. Cara ini akan menghindari para pihak
dari perbedaan pendapat mengenai penunjukan arbiter maupun mengenai jumlah
24
Ibid. hal 68.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
arbiter. Dengan cara ini, proses pengangkatan arbiter dan pembentukan majelis
arbiter akan lebih mulus, sehingga fungsi dan kewenangan pemeriksaan dan
penyelesaian persengketaan, mungkin akan lebih cepat diselesaikan. 25
Seandainya para pihak belum menentukan penunjukan arbiter, sebelum
maupun sesudah sengketa terjadi, para pihak masih diberikan kesempatan untuk
memilih arbiter secara langsung. Cara seperti ini, disimpulkan dari bunyi pasal 13
ayat (1) UU No. 30 tahun 1999 yang menyatakan: “dalam hal para pihak tidak dapat
mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter, ketua Pengadilan Negeri
menunjuk arbiter atau majelis arbitrase”. Dari bunyi pasal ini jelaslah bahwa undangundang masih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menentukan sendiri
arbiternya, walaupun setelah terjadi sengketa. Kalaupun tidak tercapai kesepakatan
mengenai siapa yang menjadi arbiter, maka para pihak dapat meminta bantuan ketua
Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiternya.
Kelemahan cara ini bahwa para pihak sudah tidak koperatif lagi, karena
sengketa sudah terjadi, sehingga kesepakatan kehendak dalam memilih arbiter sudah
sulit dicapai. 26
2. Penunjukan oleh hakim
Cara lain pengangkatan arbiter adalah dengan meminta bantuan hakim atau
ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiter atau majelis arbitrase, jika para
pihak tidak mencapai kesepakatan dalam penunjukan arbiter. Cara pengangkatan
25
26
M. Yahya Harahap, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta. 1991. hal. 160.
Munir fuady, Op.Cit. hal. 73.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
arbiter dengan penunjukan oleh hakim atau ketua Pengadilan Negeri ini diatur dalam
pasal 13 dan 14 ayat (3), dan pasal 15 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999. Dengan
adanya cara ini, maka praktik akan terjadi jalan buntu (deadlock) dapat dihindari
apabila para pihak di dalam syarat arbitrase mengatur secara baik dan seksama
tentang cara yang harus ditempuh dalam pengangkatan arbiter.
Kewenangan hakim atau ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiter
atau membentuk majelis arbiter tersebut berdasarkan permohonan para pihak atau
salah satu pihak dengan menjelaskan kegagalan para pihak dalam mencapai
kesepakatan mengenai pemilihan/penunjukan arbiter. Penjelasan ini dibutuhkan oleh
hakim sebagai dasar untuk mengintervensi soal penunjukan arbiter yang merupakan
kewenangan para pihak. Pengadilan Negeri hanya akan berwenang mengintervensi
penunjukan arbiter apabila para pihak terbukti gagal memilih/ menunjuk arbiternya.
3. Penunjukan oleh lembaga arbitrase
Sering juga ketentuan arbitrase di lembaga arbitrase tertentu menentukan jika
para pihak tidak berhasil memilih arbiternya atau jika arbiter ketiga tidak berhasil
dipilih, maka ketua atau pejabat lain dari lembaga arbitrase tertentu yang akan
memilihnya. Kemungkinan lain jika para pihak dari semua dalam kontrak ataupun
jika setelah terjadinya sengketa meminta kepada lembaga arbitrase untuk menyusun
suatu arbitrase majelis atau untuk menunjuk arbitrase tunggal. 27
27
Ibid. hal. 74.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Sweet dan Maxwell dalam bukunya international arbitration law review
mengemukakan, maka dalam memilih arbiternya sebaiknya beberapa hal berikut ini
akan menjadi pertimbangan, yaitu:
1. Sifat dan hakikat dari sengketa
2. Ketersediaan dari arbiter
3. Identitas dari para pihak
4. Independensi dari arbiter
5. Syarat pengangkatan dalam kontrak arbitrase
6. Saran-saran yang diberikan oleh para pihak
Selanjutnya mengenai hukum acara arbitrase, pada prinsipnya undang-undang
memberikan kebebasan par apihak untuk menentukan sendiri acara dan proses
arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan sengketa. Hal ini ditegaskan dalam
pasal 31 UU No. 30 Tahun 1999, bahwa para pihak bebas untuk menentukan acara
arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan sengketa. Pilihan acara dalam
proses pemeriksaan tersbut harus dinyatakan secara “tegas” dan “tertulis” dalam
suatu perjanjian (arbitrase), dengan syarat sepanjang hal tersebut tidak bertentangan
dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999.
Dalam hal arbitrasenya berbentuk arbitrase Ad-hoc, jika para pihak
menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang akan digunakan dalam
pemeriksaan arbiter atau majelis arbiter Ad-hoc telah terbentuk, maka semua
sengketa yang penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis a Ad-hoc
tersebut, akan diperiksa dan diputus menurut ketentuan yang diatur dalam UU No. 30
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Tahun 1999. Ini berarti sepanjang para pihak tidak menentukan lain, maka acara dan
proses penyelesaian sengketa yang digunakan oleh arbitrase Ad-hoc adalah acara dan
proses arbitrase yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999.
Penyelesaian sengketa dapat pula diselesaikan melalui arbitrase internasional,
di samping melalui arbitrase Ad-hoc. Sehubungan dengan hal itu, pasal 34 UU No. 30
Tahun 1999 menentukan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat
dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional
berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika penyelesaian sengketa melalui lembaga
arbitrase ini yang dipilih, maka proses penyelesaian sengketanya akan dilakukan
menurut peraturan dan acara dari lembaga arbitrase yang dipilih oleh para pihak,
kecuali oleh para pihak ditetapkan lain. Ini berarti undang-undang memberi
kebebasan kepada para pihak untuk memilih peraturan dan acara yang akan
digunakan dalam penyelesaian sengketa mereka, tanpa harus menggunakan peraturan
dan acara dari lembaga arbitrase yang dipilih.
Dalam hal tertentu, pemeriksaan sengketa melalui arbitrase juga masih
menggunakan ketentuan dalam hukum acara perdata (yang berlaku), kecuali diatur
secara khusus dalam UU No. 30 Tahun 1999 tersebut. Sebagai contoh pasal 37 ayat
(3) UU No. 30 Tahun 1999 menentukan, pemeriksaan saksi dan saksi ahli di hadapan
arbiter atau majelis arbitrase diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara
perdata. Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur tata cara berperkara di
muka pengadilan perdata. Sumbernya ada dalam berbagai peraturan peraturan
perundang-undangan colonial maupun nasional.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
E. Badan Arbitrase Nasional Indonesia
Sejarah dibentuknya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dimulai
dengan pembicaraan tentan perlunya “peradilan swasta” sebagai lembaga
penyelesaian sengketa kommersial yang bersifat otonom dan independen. Akhirnya,
pada tanggal 3 desember 1977, kamar dagang dan industri (KADIN) Indonesia
membentuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai lembaga yang
secara khusus memberikan penyelesaian secara adil dan cepat dalam sengketa
perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupun
internasional.
Untuk pertama kali pengurusnya diangkat oleh ketua KADIN, dan selanjutnya
berbentuk yayasan. Proses pembentukan yayasan tersebut tampaknya dimaksudkan
untuk menunjuk kemandirian dan independensi BANI, sebagai lembaga yang bukan
berada di bawah kepentingan lembaga (KADIN).
Saat ini BANI telah memiliki cabang di Surabaya, denpasar, bandung, medan,
dan pontianak. Dalam rangka turut mengupayakan penegakan hukum di Indonesia,
BANI menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi di
berbagai sector perdagangan, industri dan keuangan melalui arbitrase dan bentukbentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya.
Bidang-bidang yang ditandatangani BANI meliputi korporasi, asuransi,
lembaga keuangan, perpabrikan, hak atas kekayaan intelektual, lisensi franchising,
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
konstruksi, pelayaran (maritim), lingkungan hidup, penginderaan jarak jauh dan lainlain.
BANI bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan
keadilan, dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dengan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya,
seperti negosiasi, konsiliasi, dan pemberian pendapat yang mengikat sesuai
dengan peraturan prosedur BANI atau peraturan prosedur lainnya yang
disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.
2. menyelenggarakan
pengkajian
dan
riset
serta
program-program
pelatihan/pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.
Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis
sepakat membawa sengketa yang timbul sehubungan dengan perjanjian atau transaski
bisnis yang bersangkutan ke arbitrase BANI atau menggunakan peraturan prosedur
BANI, maka sengketa tersebut diselesaikan di bawah penyelenggaraan BANI
berdasarkan peraturan tersebut. Di samping itu perlu diperhatikan ketentuanketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa dan
kebijaksanaan BANI. Penyelesaian sengketa secara damai melalui arbitrase di BANI
dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandaskan tata cara koperatif dan No.
konfrontatif.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Dengan menunjuk BANI dan/atau memilih peraturan prosedur BANI untuk
penyelesaian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa tersebut dianggap
sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri
sehubungan dengan perjanjian atau sengketa tersebut, dan akan melaksanakan setiap
putusan yang diambil oleh majelis arbitrase berdasarkan peraturan prosedur BANI.
Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian permohonan
arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (pemohon) pada secretariat BANI.
Permohonan arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya
administrasi sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya
adminstrasi secretariat, biaya pemeriksaan perkara, dan biaya arbiter serta biaya
sekretaris majelis.
Apabila pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase turut serta dan
menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti
yang dimaksud dalam pasal 30 UU No. 30 Tahun 1999, pihak ketiga wajib membayar
biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan keikutsertaannya
tersebut.
Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi
dilunasi oleh para pihak sesuai ketentuan BANI. Setelah menerima permohonan
arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang diisyaratkan,
secretariat harus mendaftarkan permohonan itu dalam register BANI. Badan pengurus
BANI akan memeriksa permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
arbitrase atau klausula arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar
kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa tersebut.
Apabila badan pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang
memeriksa, setelah permohonan tersebut didaftarkan, harus ditunjuk seorang atau
lebih sekretaris majelis untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase
tersebut.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB III
TINJAUAN UMUM PRAKTEK PASAR MODAL DI INDONESIA
A. Pengertian Pasar Modal dan Penunjang Pasar Modal
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan Efek, perjanjian public yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
Beberapa lembaga yang merupakan penunjang pasar modal, adalah: 28
1. Bursa Efek
Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menydiakan sistem
dsan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan Efek pihak-pihak lain
dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka. Pengertian ini mencakup
pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek,
meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak mencakup sistem dan atau sarana
untuk memperdagangkan Efek.
2. Biro Administrasi Efek
Biro Administrasi Efek (BAE) adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan
emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan pembagian hak yang berkaitan
dengan Efek.
3. Kustodian
28
Bacelius Ruru, Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Melalui Mekanisme Penyelesaian
Sengketa di Luar Pengadilan, diakses dari situs www.bapmi.org, tanggal 3 juni 2007. hal. 5-10.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain
yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan
hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang
menjadi
nasabahnya.
Kegiatan
usaha
sebagai
Kustodian
tersebut
dapat
diselenggarakan oleh lembaga penyimpanan dan penyelesaian (LPP), perjanjian Efek,
atau bank umum yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam.
4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
Lembaga penyimpanan dan penyelesaian adalah pihak yang menyelenggarakan
kegiatan Kustodian sentral bagi bank Kustodian, perjanjian Efek, dan pihak lain.
Saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
5. Bank Kustodian
Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan kolektif dan harta
lainnya yang berkaitan dengan efek. Penitipan kolektif yang dimaksud di sini
adalah jasa penitipan atas efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu pihak
yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian.
6. Lembaga Kliring dan Penjaminan
Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan jasa
kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa, yaitu kontrak yang dibuat
oleh anggota bursa efek, yaitu perantara pedagang efek yang telah memperoleh
izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan
atau sarana bursa efek menurut peraturan bursa efek, sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan oleh bursa efek mengenai jual beli efek, pinjam meminjam efek,
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
atau kontrak lain mengenai efek atau harga efek, pinjam-meminjam efek, atau
kontrak lain mengenai efek atau harga efek. Saat ini dilakukan oleh PT Kliring
Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
7. Wali Amanat
Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat
utang. Bank Umum yang akan bertindak sebagai wali amanat wajib terlebih
dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar sebagai
wali amanat.
8. Pemeringkat Efek
Perusahaan pemeringkat efek adalah pihak yang menerbitkan peringkat-peringkat
bagi surat utang (debt securities), seperti obligasi dan commercial paper. Sampai
saat ini bapepam telah memberikan izin usaha kepada dua perusahaan
pemeringkat efek yaitu PT Pefindo dan PT Kasnic Duff & Phelps Credit Rating
Indonesia.
B. Pelaku-pelaku dan Profesi Penunjang Pasar Modal
Pelaku-pelaku pasar modal di Indonesia adalah: 29
1. Perusahaan efek
Perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai
penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer investasi
2. Penjamin emisi efek
29
Ibid. hal. 11-15.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Penjamin emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten
untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa
kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual
3. Perantara pedagang efek
Perantara pedagang efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual
beli Efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain.
4. Manajer investasi
Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portfolio
Efek untuk para nasabah atau mengelola portfolio investasi kolektif untuk
sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pension, dan bank yang
melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
5. Emiten
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum sedangkan
penawaran umum yang dimaksud di sini adalah kegiatan penawaran Efek yang
dilakukan oleh emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara
yang diatur dalam undang-undang pasar modal dan peraturan pelaksanannya.
6. Perusahan public
Perusahan public adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurangkurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor
sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah
pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
7. Investor atau pemodal
Investor atau pemodal adalah pihak yang melakukan kegiatan investasi atau
menanamkan modalnya pasar modal. Investor yang dikenal di pasar modal terdiri dari
investor perorangan dan kelembagaan.
Selanjutnya beberapa profesi penunjang kegiatan pasar modal adalah: 30
1. Akuntan public
Akuntan public adalah pihak yang memberikan pendapat atas kewajaran,
dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha serta arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Akuntan yang melakukan kegiatan di
bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan
surat tanda terdaftar profesi penunjang pasar modal untuk akuntan
2. Konsultan hukum
Konsultan hukum yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih
dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar profesi
penunjang pasar modal untuk konsultan hukum
3. Penilai
Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan.
Penilai yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu
terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar profesi penunjang
pasar modal untuk penilai.
4. Penasihat investasi
30
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Penasihat investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai
penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa.
5. Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta anggaran dasar dan akta
perubahan anggaran dasar termasuk pembuatan perjanjian pejaminan emisi efek,
perjanjian antar penjamin emisi Efek, perjanjian perwaliamanatan, perjanjian agen
penjual dan perjanjian lain yang diperlukan. Notaris yang melakukan kegiatan di
bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan
surat tanda terdaftar profesi penunjang di pasar modal untuk notaris.
C. Instrument Atau Produk Pasar Modal
Berikut ini akan kita lihat beberapa pengertian terlebih dahulu yang terkait
dengan pasar modal Indonesia, yaitu: 31
Instrument atau produk yang diperdagangkan di pasar modal disebut dengan
Efek. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi,
kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivative dari Efek.
Yang dimaksud dengan “derivative dari efek” adalah turunan dari Efek, baik
efek yang bersifat utang maupun yang bersifat ekuitas, seperti opsi dan waran.
31
Felix O. Soebagjo, Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa, Harisn Investor Daily,
Edisi Rabu 25 Juli 2007, hal. 14.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Yang dimaksud dengan opsi dalam penjelasan angka ini adalah hak yang
dimiliki oleh pihak untuk membeli atau menjual kepada pihak lain atas sejumlah efek
pada harga dan dalam waktu tertentu.
Yang dimaksud dengan waran dalam penjelasan angka ini adalah efek yang
diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang Efek untuk
memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu setelah 6 (enam) bulan
atau lebih sejak Efek dimaksud diterbitkan.
Transaksi bursa adalah kontrak yang dibuat oleh anggota bursa Efek sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa Efek menjadi jual beli Efek, pinjam
meminjam Efek atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek.
Transaksi bursa adalah kontrak yang dibuat oleh anggota bursa Efek sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam
meminjam Efek atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek.
1. Saham (stocks)
Saham pada dasarnya adalah bukti pemilikan atas suatu perusahaan berbentuk
perseroan terbatas (PT). Setiap unit usaha berbentuk PT wajib memiliki saham.
Anggaran dasar sebuah PT menetapkan modal dasar (authorized capital) perusahaan
dengan ketentuan tidak boleh lebih kecil dari Rp. 20 juta. Pada saat pengesahan
pendirian PT, sekurang-kurangnya 25% dari modal dasar, yang ditetapkan dalam
anggaran dasar tersebut, telah disetor penuh. Bukti penyetoran itulah yang disebut
saham. Umumnya, saham-saham itu memiliki nilai nominal yang berfungsi antara
lain sebagai nilai minimum penyetoran dan porsi pemilikan terhadap perusahaan.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Jadi, kalau PT A memiliki 10 juta saham yang telah disetor penuh, dan anda memiliki
10.000 di antaranya, artinya anda memiliki klaim sebesar satu perjanjian mil terhadap
aktiva dan utang perusahaan. Karakteristik yuridis pemegang saham, bisa
digambarkan dengan tiga kata berikut: 32
a. limited risk, berarti pemegang saham hanya bertanggung jawab sampai
jumlah yang disetorkannya ke dalam perusahaan
b. ultimate control, bermakna pemegang sahamlah yang (secara kolektif)
menetapkan tujuan dan arah perusahaan, dan
c. residual claim, menunjukkan posisi para pemegang saham sebagai orang
terakhir yang mendapat pembagian hasil usaha perusahaan (dalam bentuk
dividen) dan sisa asset dalam likuidasi, yaitu setelah hak-hak para kreditur
terpenuhi semuanya.
Peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia mengharuskan semua
saham memiliki hak suara, apalagi pada perusahaan public. Namun, dalam praktek,
karena pemegang saham public itu jumlahnya bisa ratusan ribu, pelaksanaan hak
suara ini sering dilaksanakan dengan mekanisme proxy. Anda tentu bisa
membayangkan bagaimana jadinya bila rapat umum pemegang saham (RUPS)
sebuah perusahaan public dihadiri ratusan ribu pemegang saham.di Amerika serikat,
saham preferen (preferred stocks) biasanya tidak memiliki hak suara. Karena itu,
saham preferen di sana umumnya bersifat kumulatif. Sedangkan untuk yang disebut
32
Ibid, hal. 15-18.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
belakangan, anda bisa meminta bantuan pialang atau agen untuk membantu
menghitung yieldnya.
2. Saham biasa
Dimana surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham biasa
adalah yang paling dikenal masyarakat di antara emiten (perjanjian yang menerbitkan
surat berharga), saham biasa juga merupakan yang paling banyak digunakan untuk
menarik dana dari masyarakat. Jadi saham biasa paling menarik, baik bagi pemodal
maupun bagi emiten. Apakah saham itu? Secara sederhana, saham dapat
didefenisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badn dalam
suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas tersebut adalah pemiliki perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut.
Jadi sama dengan menabung di bank. Setiap kali kita menabung, maka kita akan
mendapat slip yang menjelaskan bahwa kita telah menyetor sejumlah uang. Bila kita
membeli saham, maka kita akan menerima kertas yang menjelaskan bahwa kita
memiliki perjanjian penerbit saham tersebut.
3. Saham preferen
Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan
antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti
bunga obligasi), tetapi juga tidak bisa mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki
investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu: mewakili
kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas
lembaran saham tersebut; dan membayar dividen. Sedangkan persamaan antara
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: ada klaim atas laba dan aktiva
sebelumnya; dividdennya tetap selama berlaku dari saham; memiliki hak tebus dan
dapat
dipertukarkan
dengan
saham
biasa.
Oleh
karena
saham
preferen
diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara
praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap
dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar. Walaupun demikian, obligasi
perusahaan menduduki tempat yang lebih senior dibanding saham preferen. Pada
dasarnya, ada dua keuntungan
yang diperoleh pemodal dengan membeli atau
memiliki saham: 33
1. Dividend
Yaitu pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham
tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah
mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal
ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut
dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada
dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan
dividen. Umumnya, dividen merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham
dengan orientasi jangka panjang seperti misalny apemodal institusi atau dana pension
dan lain-lain. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah
rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti
33
Ibid, hal. 20-25.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah
saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian
dividen saham tersebut.
2. Capital gain
Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya
membeli saham ABC dengan harga per saham Rp. 3.000 kemudian menjualnya
dengan harga per saham Rp. 3.500, yang berarti pemodal tersebut mendapatkan
capital gain sebesar Rp. 5.000 untuk setiap saham yang dijualnya. Umumnya
pemodal dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan melalui capital gain.
Misalnya seorang pemodal membeli saham pada pagi hari dan kemudian menjualnya
lagi pada siang hari jika saham mengalami kenaikan. Saham dikenal dengan
karakteristik high risk- high return. Artinya saham merupakan surat berharga yang
memberikan peluang keuntungan tinggi namun juga berpotensi risiko tinggi. Saham
memungkinkan pemodal untuk mendapatkan return atau keuntungan dalam jumlah
besar dalam waktu singkat. Namun, seiring dengan berfluktuasinya harga saham,
maka saham juga dapat membuat pemodal mengalami kerugian besar dalam waktu
singkat.
Risiko-risiko yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya: 34
a. Tidak mendapat dividen
34
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Perusahaan akan membagikan dividen jika operasi perusahaan menghasilkan
keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak akan membagikan dividen jika
perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian, potensi keuntungan
pemodal untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut.
b. Capital loss
Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan capital gain
alias keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus menjual
saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian seorang
pemodal mengalami capital loss. Misalnya seorang pemodal memiliki saham indosat
dengan harga beli Rp. 9.000 namun beberapa waktu kemudian dijual dengan harga
per saham Rp. 8.000, yang berarti pemodal tersebut mengalami capital loss Rp. 1.000
untuk setiap saham yang dijual. Dalam jual beli saham, terkadang untuk menghindari
potensi kerugian yang makin besar seiring dengan terus menurunnya harga saham,
maka seorang investor rela menjual sahamnya dengan harga rendah. Istilah ini
dikenal dengan istilah cut loss. Di samping risiko di atas, seorang pemegang saham
juga masih dihadapkan dengan potensi risiko lainnya, yaitu
c. Perusahaan bankrupt atau dilikuidasi
Jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara
langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan
saham di bursa Efek, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka
secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di delist.
Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
paling rendah dibanding kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua asset
perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu dibagikan kepada para kreditur atau
pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada pemegang
saham.
d. Saham dihapuscatatkan dari bursa efek
Risiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika saham perusahaan
dikeluarkan dari pencatatan di Bursa Efek alias di de list. Suatu saham perusahaan di
delist dari bursa umumnya karena kinerja yang buruk, misalnya dala kurun waktu
tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak
membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai
kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa. Saham yang telah
didelist tentu saja tidak lagi diperdagangkan di bursa, namun tetap dapat
diperdagangkan di luar bursa dengan konsekuensi tidak terdapat patokan harga yang
jelas dan jika terjual biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya.
3. Obligasi (bond)
Obligasi adalah surat berharga yang berisi kontrak antara pemberi dana
(dalam hal ini pemodal) dengan yang diberi dana (emiten). Jadi surat obligasi adalah
selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut telah membeli
hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi. Penerbit membayar bunga atas
obligasi tersebut pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan secara periodic, dan pada
akhirnya menebs nilai utang tersebut pada saat jatuh tempo dengan mengembalikan
jumlah pokok pinjaman ditambah bunga yang terutang. Pada umumnya, instrument
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
ini memberikan bunga yang tetap secara periodic. Bila bunga dalam sistem ekonomi
menurun, nilai obligasi naik; dan sebaliknya jika bunga meningkat, nilai obligasi
turun. Banyak sekali perbedaan antara saham dan obligasi. Yang satu bukti
pemilikan, dan yang lainnya merupakan bukti utang. Salah satu perbedaan itu adalah
aspek jatuh temponya; obligasi walaupun jangka panjang, tetap ada jatuh temponya,
sedangkan saham tidak memiliki jatuh tempo. Varian jenis-jenis obligasi nyaris tak
terbatas. Rumpun aktiva keuangan yang bernama obligasi bisa dikelompokkan
berdasarkan tipe emiten, berdasar naturity atau masa jatuh temponya, berdasar
agunan, berdasar ada atau tidaknya indeksasi pelunasan, berdasarkan variasi
penetapan tingkat bunga, berdasarkan ada atau tidaknya hak penukaran atau konversi,
dan seterusnya. Di pasar modal Indonesia, saat ini, diperdagangkan dua jenis obligasi
yaitu obligasi biasa dan konversi. Tapi, dalam kelompok obligasi biasa terdapat
variasi yang cukup kaya, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh BUMN dan perusahaan
swasta; obligasi yang memiliki tingkat bunga tetap dan mengambang, obligasi yang
memiliki agunan atau penanggung dan yang tidak; dan seterusnya. Bagi pemodal, dua
hal saja yang penting diperhatikan, yaitu tingkat resiko dan potensi keuntungan.
Untuk pertama bisa digunakan peringkat obligasi tersebut sebagai acuan. Berkaitan
dengan perdagangan obligasi, dikenal istilah-istilah sebagai berikut: 35
a. face value atau nilai pari, menunjukkan besarnya nilai obligasi yang
dikeluarkan
35
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
b. jatuh tempo, merupakan tanggal yang ditetapkan emiten obligasi harus
membayar kembali uang yang telah dikeluarkan investor pada saat membeli
obligasi. Jumlah uang yang harus dibayar sama besarnya dengan nilai pari
obligasi. Tanggal jatuh tempo tersebut tercantum dalam sertifikat obligasi.
c. Bunga atau kupon, merupakan pendapatan yang diperoleh pemegang obligasi
yang mana periode waktu pembayarannya dapat berbeda-beda misalnya ada
yang membayar sekali dalam tiga bulan, enam bulan atau sekali dalam
setahun.
Dalam melakukan investasi dengan membeli obligasi, investor wajib mengerti
dan menyadari benar mengenai manfaat dan risiko yang terkandung dalam instrument
obligasi.
Obligasi dikenal sebagai fixed income securities atau surat berharga yang
memberikan pendapatan tetap, yaitu berupa bunga atau kupon yang dibayarkan
dengan jumlah yang tetap (misalnya sebesar 16 % pertahun) pada waktu yang telah
ditetapkan, misalnya setiap 3 bulan, enam bulan atau satu tahun sekali. Obligasi juga
mengenal penghasilan dari capital gain, yaitu selisih antara harga penjualan dengan
harga pembelian.
Kesulitan
untuk
menentukan
penghasilan
obligasi
adalah
slitnya
memperkirakan perkembangan suku bunga. Padahal harga obligasi sangat tergantung
dari perkembangan suku bunga. Bila suku bunga bank menunjukkan kecenderungan
meningkat, pemegang obligasi akan menderita kerugian karena harga obligasi akan
turun. Di samping risiko perkembangan suku bunga yang sulit dipantau, pemegang
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
obligasi juga menghadapi risiko callability, pelunasan sebelum jatuh tempo. Betapa
menguntungkannya bila kita memiliki obligasi yang membayar bunga tetap di saat
suku buga turun. Namun sayangnya keuntungan seperti ini tidak selamanya bisa
dinikmati. Banyak obligasi yang telah dikeluarkan oleh emiten, bisa ditarik kembali
sebelum tiba saat jatuh tempo.
4. Obligasi Konversi
Obligasi konversi, sekilas tidak ada bedanya dengan obligasi biasa, misalnya
memberikan kupon yang tetap, memiliki waktu jatuh tempo dan memiliki nilai pari.
Hanya saja, obligasi konversi memiliki keunikan, yaitu bisa ditukar dengan saham
biasa. Pada obligasi konversi selalu tercantum persyaratan untuk melakukan konversi.
Misalnya, setiap obligasi konversi bisa dikonversi menjadi 3 lembar saham biasa
setelah 1 januari 2006. Persyaratan ini tidak sama di antara obligasi konversi yang
satu dengan yang lainnya. Obligasi konversi sudah dikenal di pasar modal Indonesia.
Untuk kalangan emiten swasta, sebenarnya obligasi konversi lebih dulu popular
daripada obligasi. Kecenderungan melakukan emisi obligasi baru menunjukkan
aktivitas yang meningkat sejak tahun 1992, sedang obligasi konversi sudah memasuki
pasar menjelang akhir tahun 1990.
5. Reksa Dana
Reksa dana merupakan salah satu alternatif ivestasi masyarakat pemodal,
khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan
keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Reksa dana dirancang
sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal,
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan
pengetahuan terbatas. Selain itu reksa dana juga diharapkan dapat meningkatkan
peran pemodal local untuk berinvesasi di pasar modal Indonesia. Dilihat dari asal
katanya, reksa dana berasal dari kosa kata reksa yang berarti jaga atau pelihara dan
kata dana yang berarti kumpulan uang, sehingga reksa dana dapat berarti kumpulan
uang, yang dipelihara bersama untuk suatu kepentingan. Umumnya, reksa dana
diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portoffolio Efek oleh manajer
investasi.
Manfaat yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam reksa dana
antara lain:
a. Pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan
diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil resiko.
Sebagai contoh, seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki
portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak memiliki dna
besar. Dengan reksa dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang
besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrument di pasar
modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis
instrument seperti deposito, saham, obligasi
b. Reksa dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar
modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
yang mudah, namun memelrukan pengetahuan dan keahlian tersendiri,
dimana tidak semua pemodal memiliki pengetahuan tersebut
c. Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada reksa dana dimana dan
tersebut dikelola oleh manajer investasi professional, maka pemodal tidak
perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut
telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut.
Seperti halnya wahana investasi lainnya di samping mendatangkan berbagai
peluang keuntungan, reksa danapun mengandung berbagai peluang resiko, antara
lain: 36
1. Resiko berkurangnya nilai unit penyertaan
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat
berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio reksa dana tersebut.
2. Risiko likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh manajer investasi jika
sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali atas unit-unit yang
dipegangnya. Manajer investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas
redemption tersebut
3. Risiko wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika
perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksa dana tidak segera
membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat
36
Ibid, hal. 15
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang
terkait dengan reksa dana, pialang, bank Kustodian, agen pembayaran, atau
bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (nilai aktiva bersih)
reksa dana.
Dilihat dari bentuknya, reksa dapat dibedakan menjadi:
1. Reksa dana berbentuk perseroan
Dalam bentuk reksa dana ini, perusahaan penerbit reksa dana menghimpun
dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari hasil penjualan tersebut
diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan di pasar modal maupun
pasar uang. Reksa dana bentuk perseroan dibedakan lagi berdasarkan sifatnya
menjadi reksa dana perseroan yang tertutup dan reksa dana perseroan yang terbuka.
Bentuk ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas (PT)
b. pengelolaan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara direksi
perusahaan dengan manajer investasi yang ditunjuk
c. penyimpanan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara manjer
investasi dengan bank Kustodian.
2. Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif
Reksa dana bentuk ini merupakan kontrak antara manajer investasi dengan
Bank Kustodian yang mengikat pemegan unit penyertaan, dimana manajer investasi
diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi koletiof dan bank Kustodian
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Bentuk inilah yang lebih
popular dan jumlahnya semakin bertambah dibandingkan dengan reksa dana yang
berbentuk perseroan. Bentuk ini bercirikan:
a. bentuk hukumnya adlaah kontrak investasi kolektif
b. pengelolaan reksa dana dilakukan oleh manajer investasi berdasarkan kontrak
c. penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilaksanakan oleh bank Kustodian
berdasarkan kontrak
6. Sertifikat Penitipan Efek Indonesia
Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (SPEI) adalah efek yang memberikan hak
kepada pemegangnya atas Efek utama yang dititipkan secara kolektif pada bank
Kustodian yang telah mendapat persetujuan Bapepam. Bapepam telah mengeluarkan
peraturan tentang SPEI ini, namun sampai saat ini belum ada perusahaan yang
menerbitkan Efek jenis ini di Indonesia.
D. Instrument Derivative Di Dalam Pasar Modal Indonesia
Derivatif adalah sebuah istilah portfolio yang mengaitkan suatu kenaikan
jumlah produk dan jenis-jenis produk dengan seperangkat penggunaan yang semakin
membingungkan. Kelompok-kelompok orisinil dari produk yang dianggap sebagai
derivative telah diperluas untuk mencakup jenis produk baru, klasifikasi produk baru,
pasar-pasar baru, para pengguna baru, dan bentuk risiko baru. Dua klasifikasi terbesar
dari derivatif adalah derivatif berbasis forward dan derivatif berbasis option.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Sebenarnya masih banyak klasifikasi lainnya, yang mencakup strip dan mortgage
backed securities, tetapi yang terkenal adalah dua klasifikasi utama tersebut di atas.
Suatu transaksi derivatif merupakan sebuah perjanjian antara dua pihak yang
dikenal sebagai counterparties. Dalam istilah umum, transaksi derivatif adalah sebuah
kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya tergantung
pada diturunkan dari nilai asset, tingkat referensi atau indeks. Saat ini, transaski
derivatif terdiri dari sejumlah acuan pokok yaitu suku bunga, kurs tukar, komoditas,
ekuitas, dan indeks lainnya. Mayoritas transaksi derivatif adalah produk-produk over
the counter yaitu kontrak-kontrak yang dapat dinegosiasikan secara pribadi dan
ditawarkan langsung kepada pengguna akhir sebagai lawan dari kontrak-kontrak yang
telah distandarisasi dan diperjualblikan di bursa. Menurut para dealer dan pengguna
akhir fungsi dari suatu transaksi derivatif adalah untuk melindungi nilai beberapa
jenis risiko tertentu.
Pasar derivatif dimulai sekitar tahun 1950-an di Amerika serikat. Pada masa
itu bursa financial futures dunia seluruhnya berbasis di AS dimana para awalnya
semua produk derivatif diperdagangkan di bursa.
Alasan penggunaan derivatif antara lain:
a. peralatan untuk mengelola resiko
b. pencarian untuk hasil yang lebih besar
c. biaya pendanaan yang lebih rendah
d. kebutuhan-kebutuhan yang selalu berubah dan sangat bervariasi dari
sekelompok pengguna
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
e. hedging risiko-risiko saat ini dan masa datang
f. mengambil porisi-posisi risiko pasar
g. memanfaatkan ketidakefisienan yang ada di antara pasar-pasar
Selanjutnya pelaku-pelaku transaksi derivatif adalah:
1. Pengguna akhir
Berdasarkan laporan G-30 tahun 1993, sebagian besar pengguna akhir
derivatif yaitu sekitar 80 % adalah perusahaan-perusahaan, di samping badan-badan
pemerintah dan sector public. Alasan-alasan yang mendorong pengguna akhir
menggunakan instrument derivatif adalah:
a. untuk sarana lindung nilai
b. memperoleh biaya dana yang lebih rendah
c. mempertinggi keuntungan
d. untuk mendiversifikasikan sumber-sumber dana
e. untuk mencerminkan pandangan-pandangan pasar melaui posisi yang diambil
2. Pialang
Terdiri dari lembaga-lembaga keuangan yang bertindak sebagai pialang.
Fungsi dari dealer antara lain:
a. menjaga likuiditas dan terusn menerus tersedianya transaksi
b. memenuhi permintaan pengguna akhir dengan segera
c. memberikankemampuan untuk mempertinggi likuiditas pasar dan efisiensi
harga
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Derivatif terdiri dari Efek yang diturunkan dari instrument efek lain yang
disebut underlying. Ada beberapa macam instrument derivatif di Indonesia, seperti
bukti right, waran, dan kontrak berjangka. Derivatif merupakan instrument yang
sangat berisiko jika tidak dipergunakan secara hati-hati.
1. Bukti Right
a. Definisi
Sesuai dengan undang-undang pasar modal, Bukt i Right didefinisikan sebagai
hak memesan Efek terlebih dahulu pada harga yang telah ditetapkan selama
periode tertentu. Bukti Right diterbitkan pada penawaran umum terbatas,
dimana saham baru ditawarkan pertama kali kepada pemegang saham lama.
Bukti Right juga diperdagangkan di pasar sekunder selama periode tertentu.
Apabila pemegang saham tidak menukar Bukti Right tersebut maka akan
terjadi dilusi pada kepemilikan atau jumlah saham yang dimiliki akan
berkurang secara proporsional terhadap jumlah total saham yang diterbitkan
perusahaan.
b. Manfaat Bukti Right
Investor memiliki hak istimewa untuk membeli saham baru pada harga yang
telah ditetapkan dengan menukarkan Bukti Right yang dimilikinya. Hal ini
memungkinkan investor untuk memperoleh keuntungan dengan membeli
saham baru dengan harga yang lebih murah.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Bukti Right dapat diperdagangkan pada pasar sekunder, sehingga investor
dapat menikmati capital gain, ketika harga jual dari bukti right tersebut lebih
besar dari harga belinya.
c. Risiko Memiliki Bukti Right
Jika harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan menjadi lebih rendah
dari harga pelaksanaan, maka investor tidak akan mengkonversikan Bukti
Right tersebut, sementara itu investor akan mengalami kerugian atas harga
beli Bukt i Right.
Bukti Right dapat diperdagangkan pada pasar sekunder, sehingga investor
dapat mengalami kerugian ketika harga jual dari Bukti Right tersebut lebih
rendah dari harga belinya.
2. Waran
a. Definisi
Waran biasanya melekat pada saham sebagai daya tarik pada penawaran
umum saham ataupun obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari
harga pasar saham. Setelah saham atau obligasi tersebut tercatat di bursa,
waran dapat diperdagangkan secara terpisah. Periode perjanjian waran lebih
lama daripada bukti right, yaitu 3 tahun sampai 5 tahun. Waran merupakan
suatu pilihan, dimana pemilik waran mempunyai pilihan untuk menukarkan
atau tidak warannya pada saat jatuh tempo. Pemilik waran dapat menukarkan
waran yang dimilikinya 6 bulan setelah waran tersebut diterbitkan oleh
emiten. Harga waran itu sendiri berfluktuasi selama periode perdagangan.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
b. Manfaat dari waran
Pemilik waran memiliki hak untuk membeli saham baru perusahaan dengan
harga yang lebih rendah dari harga saham terebut di pasar sekunder dengan
menukarkan waran yang dimilikinya ketika harga saham perusahaan tersebut
melebihi harga pelaksanaan.
Apabila waran diperdagangkan di bursa, maka pemilik waran mempunyai
kesempatan untuk memperoleh keuntungan (capital gain) yaitu apabila harga
jual waran tersebut lebih besar dari harga beli.
c. Risiko memiliki waran
Jika harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan menjadi lebih rendh dari
harga pelaksanaannya, investor tidak akan menukarkan waran yang
dimilikinya dengan saham perusahaan, sehingga ia akan mengalami kerugian
atas harga beli waran tersebut.
3. Kontrak Berjangka
a. Definisi
Adalah kontrak atau perjanjian antara dua pihak yang mengharuskan mereka
untuk menjual atau membeli produk yang menjadi variable pokok dimana
yang akan datang dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Obligasi
byek yang dipertukarkan disebut “underlying asset”.
Setiap pihak sebelum membuka kontrak harus menyetorkan margin awal, dan
karena kontrak tersebut memiliki waktu yang terbatas, maka pada saat jatuh
tempo posisi kontrak harus ditutup pada berapapun harga yang terjadi bursa.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Margin itu sendiri harus berada pada suatu level harga tertentu dan jika
margin tersebut turun di bawah level tersebut, yang biasanya diakibatkan
kerugian yang sangat besar, lembaga kliring akan meminta investor untuk
menambah dananya kembali.
Bagaimanapun, harus diperhatikan bahwa seluruh transaksi pada kontrak
berjangka dilakukan di Bursa Efek. Di Indonesia, saat ini bentu kontrak
berjangka yang tersedia adalah LQ45 kontrak berjangka indeks Efek yang
diselenggarakan oleh Bursa Efek Surabaya.
b. Manfaat kontrak berjangka indeks Efek
1. Instrument hedging
Hedging dimaksudkan untuk melindungi nilai investasi sehingga dapat
meminimalkan risiko.
Contoh: seorang investor yang memiliki portfolio berencana untuk
menjual salah satu sahamnya di masa yang akan datang, tapi dia ingin
menentukan pendapatan yang diperolehnya dengan menetapkan harga jual
sahamnya saat ini.
Pilihan apa yang tersedia bagi investor? Dia dapat membuka kontrak jual
di masa yang akan datang, sehingga berapapun harga yang terbentuk pada
saat jatuh tempo, investor tetap akan menjual saham tersebut dengan
harga yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Spekulasi
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Investor dapat berspekulasi dengan melakukan perdagangan indeks
berjangka daripada melakukan transaksi untuk masing-masing saham. Hal
ini dimungkinkan karena adanya leverage. Dengan leverage investor dapat
memperoleh keuntungan dari pergerakan harga dengan modal yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan modal yang harus dikeluarkan jika
melakukan transaksi perdagangan masing-masing saham di atas.
3. Arbitrase
Dengan arbitrase, investor dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan
antara harga di pasar spot dan pasar berjangka.
c. Risiko kontrak berjangka indeks Efek
Pada saat jatuh tempo, investor harus menutup atau menyelesaikan posisinya,
walaupun harga yang terjadi berbeda dengan harapannya, sehingga investor
dapat mengalami kerugian yang sangat besar jika dibandingkan dengan modal
awalnya. Apabila investor mengalami kerugian besar, maka ia diharuskan
untuk menyetor tambahan dana ke lembaga kliring.
4. Opsi
Opsi adalah suatu kontrak berupa hak tapi bukan suatu kewajiban bagi pembeli
kontrak untuk membeli atau menjual suatu asset kepada penjual kontrak dalam
jangka waktu yang telah ditentukan atau disepakati. Sebagai salah satu instrument
turunan atau derivatif di pasar modal, ada beberapa asset yang dapat melandasi
opsi tersebut, yaitu saham, obligasi, mata uang, dan juga komoditi
5. Opsi saham
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Opsi saham adalah suatu kontrak yang menggunakan saham sebagai asset
landasan. Opsi saham merupakan instrument turunan atau derivatif karena
nilainya diturunkan dari nilai dan karakteristik asset yang melandasinya.
Opsi saham mulai diperdagangkan di Inggris pada abad ke 18 dan di AS pada
abad ke 14, walaupun ketika itu belum ada standar dan bentuk opsi, serta belum
diatur secara organisasi seperti Bursa Efek yang dikenal dewasa ini. Pada tahun
1973, Chicago of options exchange mulai dengan 16 jenis saham sebagai dasar
perdagangan opsi dengan seperangkat ketentuan dalam melakukan perdagangan.
Walaupun ada beberapa modifikasi penyesuaian terhadap dimensi teknologi,
namun konsep opsi CBOE dipandang sebagai acuan dasar pengembangan
perdagangan di beberapa bursa efek sejak decade 1980-an sampai sekarang.
Perbedaan antara opsi saham dan saham biasa terletak pada kontrak antara
pembeli dan penjual. Pembeli akan membayar dalam suatu harga untuk
memenuhi hak-hak tertentu dan penjual akan memberikan haknya sebagai
imbalan dari harga tersebut. Tidak seperti saham biasa, jumlah opsi yang beredar
tergantung pada jumlah pembeli dan penjual yang tertarik untuk menerima dan
mengkonversikan haknya.
6. Efek beragun asset
Efek beragun asset adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif
Efek beragun asset yang portfolionya terdiri dari asset keuangan berupa tagihan
yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang
timbul di kemudian hari, pemberian kredit, termasuk kredit pemilikan rumah atau
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
apartemen, Efek bersifat hutang yang dijamin oleh pemerintah, sarana
peningkatan kredit, serta asset keuangan setara dan asset keuangan lain yang
berkaitan dengan asset keuangan tersebut.
7. Kontrak investasi kolektif Efek beragun asset (KIK-EBA)
Kontrak investasi kolektif Efek beragun asset (KIK-EBA) adalah kontrak antara
manajer investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang efek beragun
asset dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portfolio
investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan
penitipan kolektif.
E. Mekanisme Perdagangan Pasar Modal di Indonesia
1. Umum
Melakukan transaksi di pasar modal tidak ada bedanya bertransaksi di pasarpasar komoditi lainnya. Transaksi akan terjadi apabila ada penjual dan pembeli yang
menemukan titik temu dari harga yang diminta dan yang ditawarkan. Misalnya saja,
anda ingin memiliki saham A, tahun ini perusahaan A mengalami penjualan yang
cukup tinggi dan membukukan laba yang cukup mengesankan. Yang ada perlu
lakukan adalah pergi menghubungi perusahaan investasi dan meminta layanan broker
perusahaan tersebut untuk membantu anda. Berikut ini adalah urutan-urutan yang bisa
anda ikuti: 37
37
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
a. anda sebagai klien membuka opening account di perusahaan Efek yang
dipercaya untuk mengelola dana
b. perusahaan Efek mencatat nama anda dalam file customer perusahaan dan
menyimpannya sebagai data perusahaan
c. jika anda ingin melakukan transaksi (beli atau jual), anda tinggal
menghubungi broker anda dan beritahukan saham yang anda inginkan,
jumlah, beserta harganya
d. broker anda, yang selanjutnya akan bertindak sebagai sales person, akan
meneruskan order yang anda lakukan (baik beli maupun jual) pada dealer di
perusahaan investasi tersebut
e. dealer akan menghubungi floor trader atau petugas di bursa untuk
memasukkan order yang diinginkan
f. saat order (misalnya order beli) yang anda berikan cocok dengan order jual
yang ada, maka transaksi berhasil terjadi (done)
g. floor trader akan mengkonfirmasi transaksi yang telah terjadi kepada dealer
perusahaan investasi yang selanjutnya akan meneruskannya kepada broker,
broker akan memberitahukan informasi tersebut kepada anda
h. perusahaan investasi anda akan mengirimkan konfirmasi kepada anda yang
berisikan detail dari transaksi yang telah terjadi beserta komisi yang harus
anda berikan atas jasa broker
i.
uang yang harus anda berikan apabila melakukan transaksi beli biasanya
empat hari setelah transaksi (T+4) dan uang yang akan anda terima jika
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
melakukan transaksi jual adalah dalam kurun waktu T + 6 atau enam hari
setelah transaksi.
2. Derivatif
a. Bukti Right
Hampir semua peraturan perdagangan Bukti Right mengikuti prosedur
perjanjian saham. Pada tanggal pelaksanaan, investor membayarkan
sejumlah dana ke emiten melalui perusahaan efek, dan sebagai
imbalannya, mereka akan menerima sejumlah saham baru.
b. Waran
Pemegang waran dapat menukarkan waran yang dimilikinya menjadi
saham biasa dengan membayarkan sejumlah dana ke emiten melalui
perusahaan Efek. Seperti halnya perdagangan Bukti Right, hampir semua
peraturan perdagangan waran mengikuti prosedur perdagangan saham.
c. Kontrak Berjangka Indeks Saham (KBIE-LQ 45)
1. Fasilitas perdagangan
a. Periode perdagangan di BES sama dengan periode perdagangan di
BEJ, yang berdasarkan sistem tawar menawar secara elektronik
yang beroperasi secara terus menerus selama jam perdagangan
b. Perdagangan didukung oleh sistem yang disebut futures automated
trading system (FATS), dan dapat dilakukan dari kantor masingmasing perusahaan efek, serta didukung oleh sistem risk
monitoring on line (RMOL). RMOL ini adalah sistem pelaporan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
secara langsung, yang memungkinkan investor memonitor posisi
kontrak yang masih terbuka serta saldo akhir dari modal investor.
2. Jenis kontrak
a. kontrak bulanan, adalah tipe kontrak yang jatuh tempo pada hari
bursa terakhir bulan bersangkutan
b. kontrak dua bulanan, adalah tipe kontrak yang jatuh tempo pada
hari bursa terakhir bulan berikutnya setelah kontrak bulanan
c. kontrak kuartal, adalah tipe kontrak yang jatuh tempo pada kuartal
terdekat setelah kontrak dua bulanan seperti juga halnya dengan
investasi di saham, investor juga harus membuka rekening di
perusahaan
Efek.
Untuk
setiap
kontrak,
investor
harus
menempatkan setoran awal sejumlah Rp. 3 juta per kontrak. Order
dari investor kemudian akan dimasukkan ke dalam sistem FATS
oleh trader untuk diproses lebih lanjut. Yang membedakan adalah
penyelesaian dalam T+1, bukan T+3 seperti yang berlaku di
perdagangan saham di BEJ.
3. Spesifikasi kontrak berjangka indeks LQ45
a. Indek LQ45 dijadikan sebagai dasar atau underlying yang dihitung
dan diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta.
b. Setiap indeks poin dikonversikan ke dalam mata uang dengan
menggunakan multiplier yang saat ini besarnya Rp. 500.000 untuk
setiap poinnya.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
c. Penyelesaian secara tunai (cash settlement)
d. Penyelesaian T+1
e. Mekanisme “matching” yang digunakan untuk mempertemukan
order adalah berdasarkan prioritas harga dan prioritas waktu
f. Hari perdagangan terakhir adalah hari bursa terakhir pada bulan
kontrak
g. Marjin awal adalah Rp. 3 juta per kontrak terbuka
h. Biaya perkontrak saat ini adalah Rp. 50.000 belum termasuk PPN
Demikianlah sekilas mengenai pasar modal Indonesia. Potensi pasar modal
Indonesia untuk tumbuh dan berkembang sudah tidak diragukan lagi. Sisi supply
misalnya, jumlah emiten yang mengantre untuk menjadi perusahaan public jumlanya
berlimpah, puluhan mungkin ratusan ribu perusahaan terus berupaya menjadi
perusahaan public dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Namun
menunggu sisi supply untuk secepat kilat masuk ke lantai bursa nampaknya tidak bisa
sekejap mata bisa dilakukan, mengingat ketatnya aturan yang ada. Karena itu ketua
Bapepam-LK, Fuad Rahmany berulangkali mengatakan agar pelaku pasar tidak
hanya bergantung pada emiten yang mau mencatatkan sahamnya di bursa, melainkan
lebih inovatif lagi membentuk produk-produk investasi unggulan yang memiliki daya
tarik bagi investor.
Skema pembentukan aturan dan tata karma di pasar modal ang pro pasar terus
membuka lebar-lebar kemungkinan munculnya produl-produk investasi baru. Kalau
selama ini insane pasar modal hanya mengela produk investasi berupa saham dan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
turunannya, seperti Efek yang bersifat opsional semisal right, waran, dn opsi serta
obligasi dan reksa dana, nantinya produk-produk lain bisa segera dijajakan. Bahkan
aturan mengenai produk seperti Exchange traded fund (ETF), Efek beragun asset
(EBA/ABS) sudah tersedia. Pendeknya kini pelaku pasar tinggal meluncurkan saja.
Sebagai sebuah pasar modal yang masih dalam tahap berkembang kekurangan
di sana-sini memang selalu ada, namun tiap faktor itu diketahui selalu
disempurnakan. Learning by doing, untuk mencapai sebuah kesempurnaan tentunya
akan terus dilakukan. Empat bulan terakhir ini, segenap pelaku pasar modal Indonesia
diajarkan mengenai sebuah produk yang bernama subprime mortgage. Sebuah produk
investasi surat berharga yang bermula dari kredit kepemilikan rumah di AS (KPR).
Habatnya lagi produk tersebut demikian menjadi pembicaraan karena banyaknya fund
manager (pengelola dana) papan atas dunia yang dikabarkan menanggung rugi besar
akibat anjloknya harga instrument itu.
Namun di tengah jeleknya pemberitaan mengenai kerugian yang diderita
banyak fund manager, pemberitaan mengenai fund manager yang mendulang untuk
besar akibat rontoknya harga subprime mortgage itu juga ada, bahkan dengan
keuntungan yang berlipat-lipat kali.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA ARBITRASE
DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA
A. Transaksi Benturan Kepentingan di dalam Pasar Modal
Kegiatan di pasar modal sebagai alternatif penadanaan dan pembiayaan bagi
pengembangan suatu perusahaan tidak pernah terlepas dari peraturan-peraturan yang
menaunginya dalam rangka melindungi kepentingan investor. Peraturan-peraturan
tersebut sebagai bagian dari sistem hukum pasar modal kita tentunya embutuhkan
interpretasi
atau
penafsiran
agar
tidak
terjadi
tumpang
tindih
dalam
pengimplementasiannya.
Transaksi benturan kepentingan terdiri atas dua unsur yaitu transaksi dan
benturan kepentingan. Definisi transaksi sebagai aktivitas atau kontrak dalam rangka
memberikan dan atau mendapat pinjaman, memperoleh, melepaskan, atau
menggunakan aktiva, jasa, atau efek suatu perusahaan atau perusahaan terkendali atau
mengadakan kontrak sehubungan dengan aktivitas tersebut. Dari definisi di atas,
dapat terlihat bahwa pengertian transaksi adalah sangat luas karena pada prinsipnya
meliputi pemberian jaminan, pinjaman hutang, jasa, akuisisi atau penjualan aktiva
sedangkan benturan kepentingan didefenisikan sebagai perbedaan antara kepentingan
ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris,
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
pemegang saham utama perusahaan, atau pihak terafiliasi dari direktur, komisaris
atau pemegang saham utama. 38
Di Indonesia sendiri, dasar hukum pengaturan transaksi benturan kepentingan
di Indonesia selain undang-undang pasar modal adalah keputusan ketua Bapepam No.
Kep-84/PM/1996 tanggal 24 Januari 1996 sebagaimana diubah dengan keputusan
ketua Bapepam No. Kep-12/PM/1997 tanggal 30 april 1997 dan dengan keputusan
ketua Bapepam No. Kep-32/PM/2000 tanggal 22 agustus 2000 tentang benturan
kepentingan transaksi tertentu atau singkatnya peraturan IX.E.1. Namun dalam
pelaksanaannya, peraturan ini cukup rumit dan memiliki cakupan yang luas sehingga
tidak menutup kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaannya
oleh perusahaan public atau emiten yang akan mengadakan transaksi benturan
kepentingan. 39
Kalau dilihat pengaturan Transaksi Benturan Kepentingan di Indonesia
dengan Singapura dan Malaysia, terlihat ada sedikit perbedaan. Namun, pada
prinsipnya peraturan transaksi dengan unsur benturan kepentingan yang berlaku di
Indonesia dengan yang berlaku di Singapuran dan Malaysia sebenarnya tidak terlalu
jauh berbeda, karena ketiga peraturan tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
memberikankeperlindungan kepada pemegang saham independen dan pubilk atau
investor, yang biasanya merupakan pemegang saham minoritas dalam emiten atau
perusahaan public dari transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak yang
38
Sri Indrastuti Hadiputrato & Susanti Suhendro, Transaksi Benturan Kepentingan Sebuah
Perbandingan, Diakses dari situs: www.hukumonline.com, tanggal 4 September 2006.
39
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
memiliki kepentingan yang berbenturan dengan kepentingan emiten atau perusahaan
publik.
B. Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Melalui Lembaga Arbitrase Sebagai
APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di Luar Pengadilan
Alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau alternative dispute resolution
(ADR) adalah suatu cara penyelesaian sengketa di samping cara yang pada umumnya
ditempuh oleh masyarakat (pengadilan). Alternatif penyelesaian sengketa dibuat juga
alternatif penyelesaian di luar pengadilan, meksipun dewasa ini penerapan salah satu
mekanisme alternatif penyelesaian sengketa, yakni mediasi telah diterapkan pula
sebagai bagian dari proses persidangan perdata.40
Alternatif penyelesaian sengketa mempunyai beberapa mekanisme yang bisa
dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, di antaranya yang paing
popular adalah: 41
1. negosiasi, adalah istilah lain dari musyawarah untuk mufakat. Semua orang,
secara alamiah, cenderung untuk menempuh cara ini ketika menghadapi
perselisihan dengan pihak lain sebelum cara lain
2. pendapat mengikat, adalah pendapat yang diberikan oleh pihak ketiga yang
dianggap netran dan ahli atas permintaan para pihak untuk memberikan
40
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perjanjian Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta,
1998. hal. 25
41
Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Arbitrase Dividen
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hal. 10
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
penafsiran mengenai suatu ketentuan yang kurang jelas di dalam perjanjian
agar di antara para pihak tidak terjadi lagi perbedaan penafsiran.
3. mediasi, adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan di antara
para pihak dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan independen, yang
disebut mediator, dengan tujuan tercapainya kesepakatan damai dari pihak
bersengketa. Berbeda dengan hakim dan arbiter, mediator hanya bertindak
sebagai fasilitator pertemuan dan tidak memberikan keputusan atas sengketa
para pihak sendiri yang memegan kendali dan menentukan hasil akhirnya,
apakah akan berhasil mencapai perdamaian atau tidak.
4. arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa dengan cara menyerahkan
kewenangan kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut
arbiter, untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan
terakhir. Arbitrase mirip dengan pengadilan, dan arbiter mirip dengan hakim
pada proses peradilan.
Perkembangan alternatif penyelesaian sengketa antara satu negara dengan
negara lain berbeda-beda, namun selalu ada kaitannya dengan kondisi social, politik,
ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan infrastruktur (teknologi dan transportasi)
dari negara yang bersangkutan. Selain perbedaan kondisi, tetap ada kesamaan
mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat kebutuhan pelaku usaha
mengenai penyelesaian yang efisien dari segi waktu dan biaya, dan sebagai akibat
dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi hukum, serta sinergi dari kedua faktor
pendorong tersebut.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Alternatif penyelesaian sengketa adalah mekanisme yang baru berkembang
dan dikembangkan seiring dengan kemajuan transaksi komersial (kebutuhan pelaku
usaha), meskipun mungkin secara histories sudah muncul lebih dahulu daripada
institusi pengadilan bentukan negara. Di Indonesia praktek arbitrase sudah dikenal
sebelum perang dunia II namun masih jarang dipakai karena kurangnya pemahaman
masyarakat dan tidak ada keyakinan tentang manfaatnya. 42
Dari segi konsep, manfaat mekanisme yang tersedia di dalam lebih banyak
dan fleksibel daripada pengadilan, para pihak bisa memilih mana yang paling disuka,
yang paling cocok dan sesuai dengan kebutuhan:
a. Negosiasi
Di dalam proses negosiasi tidak ada keterlibatan, campur tangan atau
intervensi pihak ketiga, perundingan dilaksanakan secara langsung antara para pihak
yang berselisih. Negosiasi adalah cara pertama untuk menghindari berkembangnya
permasalahan menjadi sengketa yang lebih serius lagi. Syarat terpenting dari
negosiasi yang efektif adalah kesetaraan posisi tawar (bargaining position). Apabila
hal itu tidak ada, maka sangat diperlukan adanya kehendak (willingness) dari pihak
yang mempunyai posisi tawar yang lebih kuat untuk mau mendengar pihak lainnya
dan tidak bersifat take-it-or-leave-it.
Ada kemungkinan negosiasi menghadpi deadlock ketika para pihak tidak
mencapai mufakat dan tidak melanjutkan perundingan. Dalam hal ini APS
42
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Jakarta, 1982. hal. 20
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
menyediakan mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan
penyelesaian sengketanya, yatu pendapat mengikat, mediasi dan arbitrase. 43
b. Pendapat Mengikat
Sesuai dengan namanya, pendapat mengikat bersifat mengikat bagi para pihak
yang memintanya. Pendapat mengikat cocok menjadi pilihan bagi para pihak
terhadap perselisihan yang berkenaan dengan perbedaan penafsiran perjanjian.
Mekanisme ini masih merupakan produk yang bersifat kontraktual oleh
karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan pendapat mengikat yang telah
diberikan oleh pihak ahli dianggap sebagai cidera janji (wan prestasi). Jika hal itu
terjadi, APS menyediakan mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk
melanjutkan penyelesaian sengketa, yaitu mediasi dan arbitrase.
c. Mediasi
Keunggulan dari mediasi adalah kehadiran mediator sehingga memungkinkan
para pihak didengar secara seimbang, parapihak merasa mempunyai kesetaraan
posisi, para pihak merasa terlibat aktif dalam proses perundingan, dan mempermudah
tercapainya win-win solution. Keunggulan inilah yang menyebabkan mediasi banyak
diterapkan untuk menyelesaikan perselisihan yang ada stagnasi komunikasi dan
ketidaksetaraan posisi tawar, misalnya antara kosumen dengan produsen, nasabah
kecil dengan bank, masyarakat korban pencemaran dengan pabrik, dan sebagainya.
Bahkan pemerintahan di banyak negara dengan sengaja mendorong mediasi pada
sector tertentu sehingga mediasi tidak sekedar pilihan para pihak tetapi sudah
43
Gary Goodpaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian
Sengketa Melalui Negosiasi, Elips Project, Jakarta, 1993. hal. 14
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
merupakan anjuran bahkan diwajibka oleh pemerintah. Namun bukan berarti bahwa
mediasi hanya cocok untuk kasus semacam itu, bahkan mediasi juga sukses
menyelesaikan persengketaan antara perusahaan besar seperti antara Singapore
Airlines dengan British Airways. Persengketaannya adalah mengenai hak cipta first
class seats, kedua belah pihak empat memprosesnya ke pengadilan, namun akhirnya
sepakat menyelesaikannya secara damai. SIA dan BA tidak memberikan penjelasan
mengenai rincian penyelesaian yang mereka capai.
Ketika negosiasi mengalami kegagalan, mediasi layak untuk dipilih sepanjang
untuk: 44
1. para pihak masih yakin dapat menyelesaikan permasalahan berdasarkan winwin solution, bukan benar salah menurut hukum
2. para pihak masih menghendaki terpeliharanya hubungan baik dan/atau
kontrak di antara mereka, dan
3. yang dibutuhkan para pihak hanya kehadiran mediasi untuk membantu
mereka demi kelancaran perundingan.
Mediasi tidak selalu berhasil mencapai kesepakatan damai, bagaimanapun tetap ada
kemungkinan terjadinya deadlock. Atau keadaan lain, misalnya kesepakatan damai
tercapai namun tidak ditaati oleh salah satu pihak. Jika ini terjadi, APS menyediakan
mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian
sengketanya, yaitu arbitrase.
d. Arbitrase
44
Ibid, hal. 21
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Apabila mediasi mengalami kebuntuan, arbitrase layak dipilih oleh para pihak
untuk melanjuti proses penyelesaian sengketa sepanjang: 45
1. para pihak sudah tidak dapat lagi melanjutkan perundingan
2. para pihak menghendaki cara penyelesaian yang lebih mempertimbangkan
benar salah menurut hukum namun tidak kaku dalam mengambil
dasar/penerapan hukum (atas dasar keadilan dan keputusan), tidak sematamata atas dasar ketentuan (hukum)
3. para pihak menghendaki keputusan yang final dan mengikat namun melalui
prosedur yang lebih fleksibel dan efisien (dari segi waktu dan biaya)
dibandingkan pengadilan
4. para pihak menghendaki persengketaannya diperiksa dan diputus oleh orang
yang ahli (bukan generalist) yang ditunjuk sendiri oleh mereka, dan
5. para pihak menghendaki pemeriksaan yang bersifat tertutup untuk umum
Arbiter memegang posisi penting dalam proses arbitrase karena ia yang akan
memeriksa dan mengadili (mengambil putusan) atas sengketa yang diajukan
kepadanya. Arbiter ditunjuk atas dasar keahlian dan kompetensinya. Dalam
menjalankan tugasnya, arbiter harus menjunjung tinggi kode etik, bersikap adil, netral
dan mandiri, bebas dari pengaruh tekanan pihak manapun, serta bebas dari benturan
kepentingan dan afilitasi, baik dengan salah satu pihak yang bersengketa maupun
dengan persengketaan yang bersangkutan. Apabila hal-hal tersebut dilanggar maka
arbiter yang bersangkutan harus berhenti atau diberhentikan dari tugasnya.
45
Huala Adolf, Arbitrase Dagang Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 1994. hal. 46.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Berbeda dengan negosiasi dan mediasi yang masih mungkin tidak berhasil,
arbitrase pasti akan menghasilkan suatu keputusan terhadap sengketa yang diperiksa
karena arbiter berwenang untuk itu bahkan dalam hal ketidakhadiran pihak termohon
sekalipun. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak. Dengan demikian terhadap putusan arbitrase tidak dapat
diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. 46
Berdasarkan penjelasan secara teori/konsep di atas, alternatif penyelesaian
sengketa mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan pengadilan, yakni efektifitas
waktu dan biaya, prosedur yang lebih sederhana, lebih fleksibel, banyak ditentukan
atas dasar kesepakatan para pihak, kerahasiaan, dan hasil/putusan yang cepat bahkan
ada yang bersifat final dan mengikat. APS lebih fleksibel diterapkan pada semua
sector kehidupan, dari komersial sampai kehidupan keluarga.
Berdasarka penjelasan di atas, alternatif penyelesaian sengketa mempunyai
manfaat lebih, namun kenyataannya tidak serta merta bahwa konsep alternatif
penyelesaian sengketa dengan mudah berkembang di tengah masyarakat. Faktor
kemanfaatan lainnya yang menjadi persoalan bagi masyarakat adalah bagaimana
kepastian hukum dan hasil nyata dari praktek alternatif penyelesaian sengketa.
a. Kepastian Hukum
Masyarakat percaya bahwa putusan pengadilan pasti mempunyai kekuatan
hukum
dan
dpat
dipaksakan
pelaksanannya
terhadap
pihak
yang
tidak
menjalankannya secara sukarela. Namun masyarakat sanksi apakah alternatif
46
Ibid, hal. 24
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
penyelesaian sengketa juga punya kekuatan yang sama seperti layaknya putusan
pengadilan, apakah putusan arbitrase sama kuatnya dengan putusan pengadilan.
Berikut ini penjelasan mengenai kepastian hukum alternatif penyelesaian
sengketa dan hasil-hasilnya: 47
1. Kepastian hukum negosiasi dan mediasi
Bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang pada dasarnya akarnya adalah
perundingan dan hasilnya berupa kesepakatan, seperti negosiasi dan mediasi,
efektifitasnya tentu akan sangat tergantung dari itikad baik para pihak mentaati hasilhasil perundingan/kesepakatan tersebut. Secara teori mestinya tidak mungkin ada
kesepakatan damai yang tidak dipatuhi dan dijalankan oleh salah satu pihak karena
untuk mencapai kesepakatan damai sudah merupakan kerelaan dari parapihak untuk
win-win solution, apalagi tidak ada paksaan sedikitpun dari pihak ketiga dalam
menentukan hasil akhir dari proses perundingan. Setiap tindakan salah satu pihak
yang bertentangan dengan hasil perundingan merupakan tindakan cidera janji
(wanprestasi).
Undang-undang yang mengatur dasar-dasar mediasi di Indonesia adalah UU
No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa
(UUAAPS), dalam bab II pasal 6. UUAAPS secara jelas menyatakan bahwa mediasi
sangat tergantung dari irikad baik para pihak, dan hasilnya sangat tergantung dari
kehendak para pihak. Tidak ada ancaman jika salah satu pihak tidak menjalankan
47
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000. hal. 72.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
kesepakatan mediasi selain ancaman tuntutan wanprestasi dari pihak yang
berkepentingan.
Namun khusus untuk mediasi yang pelaksanaannya dianjurkan oleh regulator
melalui peraturan yang dibuat oleh regulator yang bersangkutan, ada sedikit
pengecualian yakni adanya unsur paksaan dari regulator kepada pihak perusahaan
khususnya dalam bentuk kewajiban untuk melaksanakan dan ancaman sanksi jika
tidak dilaksanakan. Contohnya adalah Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006,
20 januari 2006, pasal 13 jo pasal 16. Eksistensi mediasi di Indonesia semakin
dikukuhkan dengan diterbitkannya Perma No. 2 tahun 2003 dimana semua perkara
perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu
diselesaikan melalui mediasi.
Bentuk paksaan lain adalah seperti yang diatur dalam peraturan dan acara
BAPMI. Pasal 18 peraturan tersebut menyatakan bahwa jika salah satu pihak tidak
melaksanakan kesepakatan mediasi, maka pihak yang berkepentingan dapat
menyampaikan pengaduan kepada pengurus dari asosiasi/organisasi dimana ia
menjadi anggota, dan selanjutnya kepada badan pengawas pasar modal dan
asosiasi/organisasi dimana pihak yang tidak bersedia melaksanakan menjadi anggota.
Tindakan ini lebih merupakan sanksi social.
2. Kepastian hukum arbitrase
Keraguan yang mendasar terhadap putusan arbitrase adalah apakah putusan
yang dikatakan final dan mengikat itu benar-benar bisa langsung dilaksanakan, bisa
dieksekusi, termasuk juga terhadap putusan arbitrase asing apakah benar-benar diakui
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
oleh negara dimana putusan tersebut akan dilaksanakan. Apakah sistem hukum suatu
negara mengakui putusan arbitrase. Keraguan masyarakat ini terpengaruh tidak hanya
karena keterbatasan pemahaman mengenai arbitrase, tetapi juga karena banyaknya
pemberitanaan mengenai putusan arbitrase yang tidak dipenuhi atau bertele-tele – bad
news is a good news – padahal lebih banyak putusan arbitrase yang lancar
dilaksanakan.
Keraguan itu sangat mengganggu apalagi mengingat bahwa pengguna dari
arbitrase sebagian besar adalah pelaku usaha yang sering melakukan transaksi bisnis
internasional. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tingkat internasional PBB
mengeluarkan convention on the recognition and enforcement of foreign arbitral
award tahun 1958, atau yang dikenal dengan new york convention. Konvensi ini
mewajibkan negara penandatangan atau yang meratifikasi untuk menghormati
putusan arbitrase asing berdasarkan asas resiprositas. New York Convention
menanamkan prinsip-prinsip umum mengenai arbitrase, kewenangan arbitrase dasar
mengenai arbitrase internasional juga dimuat dalam UNCITRAL model law. Kedua
sumber
inilah
yang
banyak
diadopsi
oleh
lembaga-lembaga
arbitrase
internasional.dan negara-negara di dunia dalam membuat peraturan perundangundangan mengenai arbitrase di negara masing-masing. 48
Prinsip-prinsip umum arbitrase antara lain sebagai berikut: 49
48
Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, Eresco,
Bandung, 1989. hal. 12
49
Ibid, hal. 15.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
a. syarat utama arbitrase adalah adanya kesepakatan para pihak bahwa sengketa
akan diselesaikan melalui arbitrase (perjanjian arbitrase), tanpa perjanjian
tersebut maka arbitrase tidak berwenang menangani persengketaan dimaksud
b. pengadilan tidak berwenang menangani persengketaan yang telah terikat
dengan perjanjian arbitrase
c. para pihak yang telah terikat oleh perjanjian arbitrase tidak mempunyai hak
lagi untuk mengajukan perkara ke pengadilan
d. arbiter bewenang memutus perkara, bahkan dalam hal ketidakhadiran salah
satu pihak
e. putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta
mengikat
f. intervensi seminim mungkin dari pengadilan terhadap pertimbangan arbiter,
namun ada dukungan dari pengadilan untuk pelakanaan putusan arbitrase
g. arbiter dipilih oleh para pihak
h. para pihak mempunyai kesempatan yang sama untuk didengar pendirian dan
penjelasannya
i.
pemeriksaan arbitrase berlangsung dalam kerangka waktu yang ditetapkan di
awal
j.
para pihak bebas memilih tempat, acara dan bahasa yang dipergunakan dalam
arbitrase
k. putusan arbitrase dapat dimohonkan banding dengan alasan tertentu yang
ditetapkan dalam undang-undang.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Pengakuan terhadap arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya di
Indonesia bisa dilihat pada ratifikasi Indonesia atas New York Convention melalui
Keppres No. 34 tahun 1981, pasal 3 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman, bagian penjelasan bahwa UU ini tidak menutup kemungkinan
penyelesaian perkara dilakukan di luar pengadilan negara melalui perdamaian atau
arbitrase, dan telah diberlakukannya undang-undang khusus yakni UU alternatif
penyelesaian sengketa sejak berlakunya UU No. 30 Tahun 1999.
UU alternatif penyelesaian sengketa, sebagaimana halnya negara lain dan
lembaga-lembaga alternatif penyelesaian sengketa, mempunyai kesamaan prinsipprinsip umum. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat arbiter memang pada
mulanya ditujukan bagi pelaku bisnis yang tidak mengenal batas-batas negara, yang
menjalankan bisnis sesuai dengan kelaziman praktek yang diterima secara umum di
dalam transaksi internasional. Kita hampir tidak menemukan perbedaan yang prinsip
antara UU alternatif penyelesaian sengketa dengan New York Convention atau
UNCITRAL model law atau ICC Rules on arbitration, begitu pula dengan peraturan
acara BAPMI, BANI dan banyak lembaga arbiter lainnya.
Di samping peraturan perundang-undangan, pengadilan di Indonesia dan
mahkamah agung sebenarnya juga banyak memberikan dukungan terhadap arbitrase
domestic maupun asing, baik penguatan/pengakuan terhadap perjanjian arbitrase,
penegasan terhadap kompetensi absolute arbitrase, dan juga pelaksanaan putusan
arbitrase.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Berdasarkan uraian di atas, arbitrase dan putusannya telah mendapatkan
kepastian hukum oleh peraturan perundang-undangan maupun pengadilan di
Indonesia, dan bahwa ketentuan mengenai arbitrase di dalam UU alternatif
penyelesaian sengketa, peraturan acara BAPMI, BANI dan lembaga arbitrase
nasional di Indonesia sudah sesuai dengan kelaziman praktek yang diterima secara
umum di dalam transaksi internasional, sehingga tidak perlu dikhawatirkan lagi.
Praktek arbitrase di Amerika Serikat
Dari artikel pada consumer news, spring 2002, dikatakan bahwa pada
umumnya di AS di awal tahun 1970-an telah banyak digembar-gemborkan bahwa
arbitrase adalah metode penyelesaian yang hemat waktu dan biaya. Namun pada saat
itu para pihak yang bersengketa enggan untuk mempercayai arbiter, mereka lebih
condong kepada hakim yang memang sudah berpengalaman mengadili persengketaan
daripada menyerahkan kepada arbiter yang putusannya tanpa bisa dibanding. 50
Kini keadaannya sudah sangat berubah, para hakim lebih sering menyarankan
para pihak untuk menempuh arbitrase, banyak hakim yang beralih profesi mejnadi
arbiter, kontrak-kontrak yang disodorkan oleh advokat sering memasukkan klausula
arbitrase, termasuk kontrak polis asuransi. Arbitrase berkembang sangat pesat tidak
terbendung, bahkan dikatakan “booming”, diterapkan secara luas hampir di semua
sector perdata. Pada bidang-bidang tertentu yang terkait dengan pelyanan dan
kepentingan publik, khususnya konsumen, klaim keuangan yang kecil-kecil, dan
50
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
perburuhan, di banyak negara bagian sudah diharuskan melalui mekanisme di luar
pengadilan (mandatory sifatnya).
Untuk menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat AS terhadap arbitrase
dibanding pengadilan, berdasarkan Harris Interactive Survey, US Chamber Institute
of Legal Reform, April 2005, yang merupakan survey terhadap respondent yang
pernah menjalani arbitrase: 51
1. responden terbanyak dari kalangan berpendidikan college, penghasilan USD
50,000-99,999 pertahun, dan usia 45-54
2. 74% responden menyatakan arbitrase lebih cepat, 6% mengatakan lebih
lambat dan 12% mengatakan sama saja, sisa tidak tau.
3. 63% menyatakan lebih simpel, 8% mengatakan lebih kompleks dan 17%
mengatakan sama saja, sisa tidak tau.
4. 51% menyatakan lebih murah, 8% mengatakan lebih mahaldan 11%
mengatakan sama saja, sisa tidak tau.
5. 35% menyatakan lebih simpel, 30% mengatakan cukup puas dan 15 %
mengatakan tidak puas, sisa tidak tau.
6. 54% menyatakan puas dengan kinerja arbiter, 27% mengatakan cukup puas
dan 11 % mengatakan tidak puas.
7. 48% menyatakan putusan arbitrase sangat fair, 24% mengatakan cukup fair
dan 25% mengatakan tidak puas, sisanya tidak tau
51
Gatot P. Soemartono, Finalitas Putusan Arbiter Internasional: Analisis Pasal 52 Konvensi
ICSID, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum”, Tahun IV/No. 13, Jakarta, 1997. hal. 45
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
8. 66% menyatakan akan menggunakan arbitrase lagi, 19% mengatakan kapok,
sisanya tidak tau
9. yang kalah 30% tetap bersedia menggunakan arbitrase di lain kesempatan
10. yang kalah 40% menganggap proses arbitrase fair, dan 21% puas dengan
keputusan arbitrase
11. 45% dari responden menempuh arbitrase karena saran dari advokat, 19%
karena tertulis di kontrak, 16% atas inisiatif sendiri, 10% atas saran dari pihak
lawan, dan 5% atas saran dari pengadilan
12. 33% putusan arbitrase tidak berupa uang, 15% bernilai lebih dari USD
50,000, 13% di bawah USD 1,000, selebihnya bervariasi di antara angka
tersebut;
Survey yang lain tahun 2003 (Roper ASW) menunjukkan bahwa 66% orang
Amerika mengaku sudah mengetahui (aware) mengenai arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian sengketa, dan 64% mengatakan akan memilih arbitrase daripada
pengadilan. Faktor yang mendorong perkembangan arbitrase dan bentuk alternatif
penyelesaian sengketa lainnya di AS adalah: 52
1. proses pengadilan yang sangat kompleks dan lama, akibatnya biaya beracara
sangat mahal-biaya terbesar dari fee advokat
2. keterbatasan anggaran pengadilan-pengadilan di AS yang menyebabkan
pengurangan pegawai, hakim dan hari/jadwal sidang, sehingga berdampak
serius kepada akses public kepada keadilan (national arbitration forum, 2005)
52
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
3. kenyataan praktek bahwa arbitrase jauh lebih efisien dari segi waktu dan biaya
daripada pengadilan
4. perkembangan demokrasi yang pada decade terakhir memberikan perhatian
yang lebih kepada masyarakat kecil dan kepentingan public seperti pada isuisu konsumen dan buruh, membuktikan bahwa APS merupakan mekanisme
yang cocok untuk melindungi kepentingan publik semacam itu
5. dukungan dari hakim dan mahkamah agung melalui putusan-putusan yang
melindungi dan menguatkan klausula arbitrase, termasuk pengakuan terhadap
klausula arbitrase yang dibuat melalui e-mail dan website
6. dukungan dari kongres, parlemen, negara bagian dan korporasi dalam
mengendorse alternatif penyelesaian sengketa, termasuk sweetener bagi
penggunaan
arbitrase,
misalnya
fee
arbiter
ditanggung
oleh
perusahaan/asuransi, biaya arbitrase lainnya dibagi 50:50.
Praktek Mediasi dan Arbitrase di Singapura
Singapore international arbitration centre (SIAC) berdiri pada tahun 1991,
adalah salah satu contoh kisah sukses lembaga arbitrase. SIAC telah menunjukkan
perkembangan yang sangat berarti dan menjadi pusat arbitrase di kawasan asia
pasifik. Berdasarkan catatan statistic (diambil dari www.siac.org.sg.), pada tahun
pertama berdiri Singapore international arbitration centre (SIAC) hanya menangani 2
sengketa, dan kini rata-rata 70-80 sengketa pertahun, dengan perbandingan 40%
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
transaksi domestic dan 60% transaksi internasional. Total sampai dengan tahun 2005
sudah menangani 879 persengketaan perdata. 53
Perkembangan mediasi di Singapura melalui Singapore mediation centre
(SMC) juga tidak kalah dengan Singapore international arbitration centre (SIAC).
SMC berdiri pada tahun 1997. Menurut data yang dipublikasikan melalui websitenya,
sampai dengan april 2006 telah menangani lebih dari 1000 sengketa, dan 75%
berhasil diselesaikan. Keberhasilan itu berdampak kepada penghembatan biaya pada
pengadilan (berkurangnya perkara) sampai dengan $18 juta, begitu pula pada sisi para
pihak, bukan hal yang aneh jika rata-rata mereka bisa menghemat $ 80.000.
Pengalaman Singapore international arbitration centre (SIAC) Singapore
mediation centre (SMC) menunjukkan dua faktor penting dalam membangun
lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang kuat:54
1. modal stabilitas politik dan sosial, kuatnya rule of law, lingkungan dan
fasilitas bisnis serta ekonomi yang nyaman, kelengkapan infrastruktur
teknologi informasi, kemudahan transportasi, dan masyarakat yang multi
rasial yang dimiliki oleh Singapura adalah lingkungan yang sangat
mendukung berkembangnya APS. Faktor lain yang secara langsung
mendukung APS adalah sistem hukum yang mengakui dan menghormati
keputusan arbitrase internasional, dukungan yang maksimal dari pengadilan
terhadap putusan-putusan arbitrase, intervensi pengadilan yang sangat minim
53
www.siac.org.sg, tanggal 2 agustus 2005
Teuku Mohammad Radhie, Pengantar Umum Transaksi Bisnis Internasional, Fakultas
Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1990, hal. 16
54
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
terhadap pelaksanaan putusan-putusan arbitrase, dan pembebasan pajak atas
fee arbiter.
2. pengelolaan organisasi yang baik dengan memperhatikan kebutuhan
pengguna. Fasilitas perkantoran dan persidangan di SIAC/SMC sangat
modern dan lengkap, standar prosedur beracara dan administrasi yang tertib,
arbiter/mediator dengan kualifikasi internasional, dan skema biaya dan komisi
yang kompetitif. SIAC/SMC mampu mengembangkan kegiatannya dengan
menyediakan pelatihan APS, dan menyediakan layanan ruang sidang dan
adminitrasi untuk perkara dari lembaga lain yang menyewa tempat di SIAC.
C. Eksistensi dan Masa Depan Lembaga Arbitrase Sebagai APS (Alternatif
Penyelesaian Sengketa) di Luar Pengadilan dalam Penyelesaian Sengketa
Pasar Modal di Indonesia
Undang-undang mengamanatkan agar peradilan di Indonesia dilakukan
dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Namun amanat itu semakin jauh panggang
dari api, kenyataannya berperkara di pengadilan bisa memakan waktu yang sangat
lama karena prosesnya sangat panjang (banding, kasasi, PK) dan menumpuknya
perkara di tingkat banding dan kasasi. Akibatnya biaya berperkara menjadi sangat
tinggi. Proses penyelesaian yang berlarut-larut dan mahal menimbulkan risiko bagi
masyarakat karena ada inefisiensi waktu dan biaya serta ada sebagian usaha/kegiatan
menjadi terhalang untuk dikerjakan hingga kasusnya selesai. Di samping itu, proses
beracara di pengadilan terasa sangat kompleks dan kaku. Keadaan tersebut
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
mengakibatkan keterbatasan pengadilan memberikan layanan keadilan kepada
masyarakat. Akses masyarakat kepada keadilan menjadi semakin jauh, tidak hanya
dirasakan oleh masyarakat kecil tapi juga hampir semua lapisan masyarakat. Dalam
keadaan seperti itu masyarakat mencari alternatif selain pengadian untuk
menyelesaikan masalahnya. APS kemudian seringkali dibahas dalam kerangka
berfikir rivalitas terhadap pengadilan.
Pada perkembangan terakhir, APS (alternatif penyelesaian sengketa) semakin
berkembang tidak hanya karena secara konsep mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan pengadilan, tidak hanya karena secara praktek sudah terbukti menjadi solusi
yang dapat diterima, dan tidak hanya karena pengadilan serta keadilan semakin susah
dijangkau. Perkembangan APS (alternatif penyelesaian sengketa) ikut didorong
dengan meningkatnya pehatian terhadap isu-isu demokratisasi, reformasi hukum,
masyarakat
lemah/kecil,
kepentingan
publik,
keadilan,
kepastian
hukum,
pertanggungjawaban publik, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab korporasi.
Perkembangan itu memunculkan urgensi untuk mengoptimalkan APS
(alternatif penyelesaian sengketa) sebagai alternatif selain menyelesaikan sengketa ke
pengadilan yang dapat lebih melindungi kepentingan masyarakat sehingga akses
masyarakat kepada keadilan tetap dapat terjamin – telah kami uraikan sebelumnya
bahwa mediasi, misalnya, semakin sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan
persengketaan yang tidak atau kurang seimbang posisi tawarnya. Perkembangan APS
(alternatif penyelesaian sengketa) di negara-negara lain juga sama dengan di
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Indonesia, yang membedakannya adalah latar belakang sosial, politik, budaya dan
hukum serta kemajuan pendidikan dan ekonomi dari negara yang bersangkutan.
1. Jiwa dan Semangat UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Jiwa/semangat dari UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal (UUPM)
adalah perlindungan investor dan masyarakat melalui penyelenggaraan perdagangan
Efek yang teratur, wajar dan efisien. Jiwa/semangat ini yang senantiasa merembes
dan tercermin dalam setiap peraturan dan kebijakan di bidang pasar modal. Dalam
rangka itu pula Bapepam diberikan kewenangan serta tanggung jawab yang demikian
besar oleh undang-undang. Perlindungan investor dan masyarakat menjadi sangat
penting karena tidak ada perlindungan terhadap mereka, maka mekanisme pasar
menjadi tidak dapat berjalan secara optimal, pada akhirnya perdagangan yang teratur,
wajar dan efisien tidak mungkin terwujud.
Perlindungan terhadap investor dan masyarakat antara lain dilakukan melalui
kepastian dan penegakan hukum, pengawasan pasar, keterbukaan informasi, sistem
dan biaya perdagangan yang efisien, kejelasan mekanisme dan produk perdagangan,
peengakan etika bisnis dan standar profesi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah
perbaikan/penyempurnaan kelembagaan dari regulator, pelaku dan penunjang pasar
modal.
2. Perbaikan Kelembagaan
Aspek perbaikan kelembagaan di pasar modal menemukan momentumnya
tahun 2001-an ketika krisis multidimensional yang menimpa Indonesia ternyata
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
berkepanjangan. Pasar modal Indonesia semakin terpuruk – indeks saham jatuh,
investor pergi dan transaksi lesu.
Pada saat itu pula kita semua menyaksikan betapa sektor keuangan global/
internasional tumbuh demikian pesat, semakin kompleks, dan semakin terbuka
menembus batas-batas negara melebihi dekade sebelumnya. Persaingan antara negara
dan korporasi dalam merebut pasar investasi semakin meningkat. Perkembangan
tersebut, didukung pula dengan perkembangan teknologi informasi, memaksa
korporasi bahkan negara untuk segera beraksi mengantisipasi perubahan yang
demikian cepat terjadi. Korporasi dan negara yang terlambat melakukan antisipasi
akan gagal meraih peluang yang ditinggal oleh pasar. Keadaan ini pada akhirnya
meningkatkan volatilitas dan risiko korporasi. Mau tidak mau dan suka tidak suka,
maka:
1. korporasi harus memperbaiki perilakunya
2. negara yang bersangkutan harus meningkatkan standar good governance pada
dirinya sendiri dan semua sector serta memberikan iklim yang mendorong
perusahaan memperbaiki perilakunya, dan
3. berorientasi pada pertanggungjawaban publik, kepentingan stakeholder dan
customer’s satisfaction
salah satu cara yang ditempuh Bapepam untuk menyelamatkan industri pasar modal
Indonesia adalah melalui perbaikan/penyempurnaan kelembagaan. Berbagai upaya
telah dilakukan, antara lain: restrukturisasi Bapepam, restrukturisasi lembaga bursa,
restrukturisasi perusahaan Efek (peningkatan permodalan dan pemisahan fungsi
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
manajer investasi-broker), introduksiu prinsip-prinsip good governance khususnya
kepada perusahaan publik, dan pengadopsian standar-standar internasional oleh
regulator, pelaku maupun penunjang pasar modal.
Perbaikan/penyempurnaan
pada
aspek
kelembagaan
diyakini
dapat
memberikan perlindungan kepada investor dan masyarakat sehingga dapat
mengembalikan kepercayaan investor dan masyarakat kepada pasar modal Indonesia,
pada akhirnya pasar modal Indonesia dapat pulih kembali bahkan dalam level atau
pencapaian yang jauh lebih baik daripada masa krisis.
B. Eksistensi BAPMI
1. Pendirian BAPMI
PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), PT Bursa Efek Surabaya (BES), PT Kliring
Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
serta 17 asosiasi di lingkungan pasar modal Indonesia, dengan dukungan dari badan
pengawas pasar modal (kini Bapepam-LK), membuat kesepakatan bersama untuk
mendirikan sebuah lembaga APS yang dinamakan BAPMI (Akta No. 14 dan No. 15,
dibuat oleh Notaris Fathiah Helmy, SH, 9 agustus 2002). Penandatanganan akta
disaksikan oleh menteri keuangan Republik Indonesia dalam suatu upacara di
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Selanjutnya BAPMI memperoleh
pengesahan sebagai badan hukum melalui Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM
RI No. C-2620 HT.01.03.TH 2002, tanggal 29 agustus 2002. Pengesahan itu telah
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
diumumkan dalam berita negara RI tanggal 18 oktober 2002, nomor 48/2002,
tambahan berita negara No. 5/PN/2002.
Pendirian BAPMI tidak terlepas dari konteks di pasar modal Indonesia pada
saat itu yakni upaya perbaikan/penyempurnaan kelembagaan di pasar modal.
Keberadaan BAPMI diharapkan dapat menambah rasa nyaman dan proteksi kepada
investor dan masyarakat melalui penyediaan layanan jasa alternatif penyelesaian
sengketa. Rasa nyaman dan proteksi itu adalah dalam kondisi bersengketa, tersedia
bagi investor dan masyarakat opsi mengenai mekanisme alternatif penyelesaian
sengketa yang dari segi waktu dan biaya jauh lebih efisien dibandingkan dengan
pengadilan serta ditangani oleh orang-orang (mediator/arbiter) yang sunggu-sungguh
memahami seluk beluk pasar modal. Penyelesaian sengketa yang berlarut-larut hanya
akan menimbulkan kerugian dan meningkatkan resiko bisnis. 55
2. Kesiapan Operasional BAPMI
a. Layanan Jasa BAPMI
BAPMI menyediakan tiga mekanisme penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, yakni mediasi, arbitrase dan pendapat mengikat. Di dalam
menjalankan fungsinya sebagai lembaga APS (alternatif penyelesaian
sengketa),
BAPMI
menjamin
profesionalitas,
netralitas
dan
independensinya.
b. Kewenangan BAPMI
55
Achmad Zein Umar Purba, BAPMI dan Penyelesaian Sengketa Pasar Modal, diakses dari
situs http://www.bapmi.go.id, tanggal 5 mei 2007
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAPMI menangani sengketa hanya apabila diminta oleh piha-pihak yang
bersengketa. Namun tidak semua persengketaan dapat diselesaikan
melalui BAPMI, syaratnya adalah: 56
1. hanya mengenai persengketaan perdata para pihak sehubungan dengan
kegiatan di bidang pasar modal, bukan merupakan perkara pidana dan
administrasi,
seperti
manipulasi
pasar,
insider
trading,
dan
pembekuan/pencabutan izin usaha;
2. terdapat kesepakatan di antara para pihak yang bersengketa bahwa
persengketaan akan diselesaikan melalui BAPMI
3. terdapat permohonan tertulis dari pihak-pihak yang bersengketa
kepada BAPMI
4. membayar
biaya yang terdiri dari biaya pendaftaran, biaya
pemeriksaan dan komisi (fee)
c. Kelengkapan organisasi BAPMI
BAPMI telah siap beroperasi secara penuh dengan kelengkapan organisasi
yang terdiri dari:
1. anggota berjumlah 22 organisasi/asosiasi di lingkungan pasar modal
Indonesia, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas jalannya
organisasi melalui mekanisme rapat umum anggota
2. pengurus, diangkat untuk masa jabatan 3 tahun dan dapat dipilih
kembali oleh rapat umum anggota. Pengurus melaksanakan kegiatan
56
Bacelius Ruru, Dispute Management, diakses dari situs: www.bapmi.org, tanggal 5 agustus
2007.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
operasional BAPMI sehari-hari dengan kewenangan antara lain:
menetapkan
peraturan
beracara
BAPMI,
mengangkat
dan
memberhentikan arbiter/mediator BAPMI
3. dewan kehormatan, diangkat untuk masa jabatan 3 tahun dan dapat
dipilih kembali oleh rapat umum anggota. Dewan kehormatan
mempunyai tugas antara lain: memberikan pendapat mengenai
penafsiran ketentuan peraturan dan
anggaran dasar
BAPMI,
menyelenggarakan sidang atas pengaduan pelanggaran etika perilaku
(code of conduct)
4. arbiter/mediator, diseleksi dan diangkat berdasarkan integritas dan
kompetensi di bidang pasar modal menurut latar belakang keahliannya
masing-masing, sebagian berlatar belakang praktisi, ahli hukum,
akuntan, dan akademisi. Saat ini BAPMI telah mengangkat 17 arbiter,
dan mereka semua tercatat di dalam daftar arbiter BAPMI
5. proses beracara pada arbitrase, mediasi dan pendapat mengikat di
BAPMI dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan BAPMI yang
terdiri dari:
a. peraturan dan acara, disahkan melalui keputusan BAPMI No. Kep04/BAPMI/11.2002, 19 november 2002, sebagai amandemen
terhadap keputusan BAPMI No. Kep-01/BAPMI/11.2002, 28
oktober 2002;
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
b. peraturan tentang biaya dan imbalan, disahkan melalui keputusan
BAPMI No. Kep-01/BAPMI/07.2005, 21 Juli 2005, sebagai
amandemen
terhadap
keputusan
BAPMI
No.
Kep-
02/BAPMI/11.2002, 19 November 2002;
c. peraturan tentang arbiter, disahkan melalui keputusan BAPMI No.
Kep-03/BAPMI/11.2002, 19 November 2002;
d. pedoman benturan kepentingan dan afiliasi, disahkan melalui
keputusan BAPMI No. Kep-05/BAPMI/12.2002, 20 Desember
2002
e. etika perilaku arbiter/mediator BAPMI, disahkan oleh rapat umum
anggota tahunan BAPMI, 30 juni 2004.
C. Sengketa di Pasar Modal
1. Pengalaman BAPMI
Lambat laun semakin banyak pelaku pasar modal Indonesia yang sudah
mencantumkan pilihan forum penyelesaian ke BAPMI di dalam perjanjiannya, baik
dipersiapkan sejak penandatanganan kontrak ataupun dibuat kemudian dengan
adendum/amandemen. Setiap orang tidak ada yang mengharapkan terjadinya
sengketa, begitu pula BAPMI. Namun kami berharap jika timbul sengketa di pasar
modal akan merujuk ke BAPMI untuk penyelesaiannya.
Dalam usianya yang keempat, belum ada satu kasuspun yang diselesaikan
oleh BAPMI. Keadaan ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah memang tidak ada
kasus (sengketa perdata) di pasar modal Indonesia? Tentunya jawabannya tidak
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
mungkin hanya melihat berdasarkan data yang ada di BAPMI. Faktanya, sudah
pernah ada 4 kasus yang dicoba diselesaikan di BAPMI, namun sayangnya tidak
dapat diproses lebih lanjut disebabkan oleh beberapa faktor, dengan penjelasan
sebagai berikut: 57
a. kasus pertama, sengketa antara manajer investasi dengan investor institusi
sehubungan dengan kegagalan manajer investasi memberikan returns sesuai
dengan kesepakatan. Dalam kasus ini para pihak sudah sepakat untuk
membawanya ke arbitrase BAPMI, namun akhirnya investor institusi
mengundurkan diri karena meragukan kelangsungan usaha manajer investasi
dan kesanggupan finansialnya untuk menjalani proses dan melaksanakan
putusan arbitrase
b. kasus ke-2, sengketa antara penjamin emisi efek dengan investor sehubungan
dengan kesalahpahaman mengenai besarnya komisi untuk penjatahan saham.
Dalam kasus ini pihak investor tidak mendapatkan persetujuan dari pihak
penjamin emisi Efek untuk membawa sengketa ke arbitrase BAPMI
c. kasus ke-3, sengketa antara induk perusahaan dengan anak perusahaan
sehubungan dengan eksekusi gadai saham. Anak perusahaan tidak
mendapatkan persetujuan dari pihak induk perusahaan untuk menarik
sengketanya yang tengah dip roses di pengadilan ke arbitrase/mediasi BAPMI
d. kasus ke-4, sengketa antara broker jual dengan broker beli sehubungan dengan
gagal bayar. Dalam kasus ini tidak ada ketegasan kesepakatan antara broker
57
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
jual dengan broker beli untuk mengajukannya secara formal ke mediasi
BAPMI, di samping itu kasus tersebut mengandung pula unsur pidana.
2. Potensi Kasus di Pasar Modal
Fakta lain di pasar modal Indonesia adalah banyaknya kasus yang nilainya
material yang menjadi pemberitaan di media masa, seperti perhitungan NAB reksa
dana, penyalahgunaan portfolio nasabah oleh manajer investasi, penawaran reksa
dana tanpa pernyataan pendaftaran, dan penyimpangan penggunaan dana obligasi
oleh emiten. Kasus-kasus tersebut menurut kami tidak hanya mengandung unsur
pelanggaran pidana dan administrasi namun juga mempunyai aspek perdata yang juga
perlu diselesaikan oleh para pihak yang terlibat. Namun tidak/belum ada satupun
yang diajukan kepada BAPMI, pengadilan atau lembaga APS (alternatif penyelesaian
sengketa) lainnya.
Akhir-akhir ini transaksi yang juga berpotensi menimbulkan persengketaan
perdata adalah masalah pelaksanaan obligasi konservasi dan sejenisnya yang
dilakukan oleh perusahaan publik, baik dalam posisi sebagai debitur ataupun kreditur.
Kehadiran pemegang saham baru sebagai akibat obligasi konversi tidak selalu dapat
berjalan dengan sederhana dan mudah, khususnya bagi pemegang saham lama. Ada
prosedur atau hak yang harus dilakukan, misalnya pre-emptive rights dan tender
offer, ada pula kepentingan (interest) yang harus dijaga seperti kasus yang dialami
perusahaan retail nasonal (akhirnya bisa diselesaikan dengan damai).
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
3. Kemana sengketa pasar modal diselesaikan
Berdasarkan uraian mengenai pengalaman BAPMI, potensi kasus di pasar
modal Indonesia menimbulkan pertanyaan, jika persengketaan di pasar modal
Indonesia itu ada, lantas kemana dan bagaimana pelaku pasar modal menyelesaikan
persengketaannya? Pertanyaan ini sulit dijawab karena tidak ada data yang reliable
mengenai hal ini, tapi ada beberapa kemungkinan dan komentar:58
a. pelaku pasar modal dapat menyelesaikan sendiri persengketaannya secara
amicable, baik dengan musyawarah atau bantuan pihak ketiga. Komentar: hal
itu sangat positif karena jika demikian pelaku pasar sudah memahami
keuntungan
menggunakan
negosiasi/mediasi
dan
penerapannya.
Kemungkinan mediasi yang digunakan adalah Ad-hoc, bukan melalui
lembaga resmi, fenomena ini, jika benar ada, tidak bisa dianggap sebagai
suatu yang keliru, namun tidak memberikan perkembangan bagi mediasi
sebagai suatu sistem karena proses yang dijalankan tidak terstruktur dan tidak
ada standar profesi bagi orang yang ditunjuk sebagai mediasi Ad-hoc tersebut.
b. Pelaku pasar enggan mempermasalahkan lebih jauh karena khawatir akan
risiko reputasi (menjadi tanda Tanya bagi nasabah maupun investor yang
mengira ada yang tidak beres dalam internal kontrol mereka). Hal itu bukan
sikap dan preseden yang baik karena membiasakan orang untuk membiarkan
masalah, padahal mekanisme alternatif penyelesaian sengketa memungkinkan
para pihak menjaga kerahasiaan perkara dari pihak ketiga
58
Ibid
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
c. Pelaku pasar enggan mempermasalahkan karena nominalnya tidak sebanding
dengan upaya hukum yang harus dilakukan (biaya tinggi). Secara umum,
biaya alternatif penyelesaian sengketa jauh lebih mudah dibandingkan dengan
pengadilan. Namun apabila biaya alternatif penyelesaian sengketa sendiri
terasa memberatkan pencari keadilan, maka hal ini perlu dicarikan jalan
keluarnya oleh pemerintah dan pelaku usaha yang terlibat di dalam industri
yang bersangkutan. Pada praktek mediasi di bidang perbankan (bank
Indonesia sudah menerapkan), asuransi dan konsumen, pemerintah bisa
mengeluarkan kebijakan atau peraturan bahwa biaya mediasi ditanggung oleh
perusahaan yang bersangkutan atau oleh industri. Pembebanan ini tidak akan
memberatkan perusahaan karena secara keseluruhan industrinya akan
diuntungkan:
1. penyelesaian sengketa tidak berlarut-larut sehingga tidak menimbulkan
biaya dan resiko yang tidak perlu dan
2. kepercayaan terhadap industri tetap terpelihara
d. Pelaku pasar menyelesaikannya melalui lembaga alternatif penyelesaian
sengketa yang sudah dikenal atau pengadilan, meskipun sudah mengetahui
keberadaan Badan Arbitrase Nasional Indonesia – walaupun data tidak
menunjukkan ada kasus ke sana. Hal ini tidak masalah asalkan masyarakat
atau pelaku pasar sudah memahami bahwa forum penyelesaian sengketa
merupakan pilihan para pihak, dan bahwa para pihak telah cukup diberi
kesempatan dan waktu untuk memutuskan kemana ia akan menyelesaikan
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
sengketanya, bukan korban kontrak standard. Kecenderungan perkembangan
saat ini adalah setiap sector membuat sendiri APS (alternatif penyelesaian
sengketa)-nya karena komunitas pada sector tersebut merasa mempunyai
tanggung jawab terhadap industrinya dan keyakinan bahwa sebaiknya
sengketa diseleisaikan oleh orang-orang yang memahami bidang yang
bersangkutan. Spesialisasi ini dapat kita lihat pada perkembangan APS hampir
di semua sector
e. Pelaku pasar tidak mempunyai klausula arbitrase BAPMI di dalam
kontraknya. Hal ini merupakan masalah yang harus diantisipasi sejak awal
penandatanganan perjanjian. Pengalaman BAPMI menunjukkan bahwa
kegagalan untuk melanjutkan penyelesaian sengketa ke BAPMI adalah
disebabkan oleh ketiadaan klausula arbitrase. Jika belum ada di dalam
perjanjian,
para
pihak
perlu
mengantisipasinya
dengan
membuat
adendum/amendment perjanjian. Dalam hal kesepakatan arbitrase baru dibuat
setelah timbulnya sengketa, maka para pihak harus memperhatikan syaratsyarat perjanjian arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU No. 30
Tahun 1999. Apabila ketentuan pasal tersebut diabaikan, maka perjanjian
arbitrase menjadi batal demi hukum.
f. Pelaku pasar tidak tau bagaimana dan kemana menyelesaikan sengketa yang
dihadapinya. Hal ini perlu menjadi perhatian karena biasanya dialami oleh
masyarakat/konsumen/nasabah yang marjinal, di pasar modal mungkin adalah
investor kecil. Apabila ini sampai terjadi, dan tidak ada perlindungan terhadap
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
kalangan masyarakat ini, mereka akan dengan sangat mudah hilang
kepercayaan terhadap industri dan kapok. Bagaimana jika hal itu terjadi
sementara pasar modal Indonesia tengah memperluas basis investor. Perlu
dikembangkan pusat counseling yang akan memberikan penyuluhan kepada
investor kecil yang komplain dan menjelaskan kepada mereka kemana bisa
menyelesaikan masalahnya. Perlu pula dipertimbangkan untuk regulator di
pasar modal menganjurkan atau mewajibkan mediasi untuk small claim
dengan biaya yang ditanggung sendiri oleh industri.
g. Pelaku pasar belum mengetahui adanya alternatif penyelesaian sengketa di
pasar modal yang diselenggarakan oleh BAPMI. Sosialisasi yang terus
menerus akan selalu ditingkakan oleh BAPMI dengan bekerja sama dengan
Bapepam, SROs, para anggota BAPMI kepada seluruh pelaku pasar dan
masyarakat luas. Untuk mempermudah masyarakat mendapatkan informasi
mengenai APS (alternatif penyelesaian sengketa) dan BAPMI pada
khususnya, saat ini BAPMI mempunyai website dalam bahasa Indonesia dan
Inggris yang dapat diakses pada alamat (www.bapmi.org). pada website
tersebut ada hyperlink kepada website Bapepam, SROs, beberapa asosiasi
yang menjadi anggota BAPMI serta lembaga alternatif penyelesaian sengketa
lain. Semua pihak harus terlibat dan harus merasa peduli serta berkepentingan
dengan sosialisasi alternatif penyelesaian sengketa, tidak mungkin hanya
dilakukan secara sendiri-sendiri
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Arbitrase merupakan salah satu APS (alternatif penyelesaian sengketa) di luar
pengadilan. Di dalam pasal 1 butir 1 UU No. 30 Tahun 1999 disebutkan:
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan
bahwa sengketa yang dapat dibawa pada arbitrase adalah sengketa yang
bersifat keperdataan. Para pihak telah menyepakati secara tertulis bahwa
mereka, jika terjadi perkara mengenai perjanjian yang mereka buatm akan
memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan tidak berperkara di
depan peradilan umum. Dengan demikian, yang dilakukan adalah untuk
memutuskan pilihan forum, yaitu yurisdiksi dimaan suatu sengketa akan
diperiksa dan bukan pilihan hukum.
Perkembangan alternatif penyelesaian sengketa antara satu negara dengan
negara lain berbeda-beda, namun selalu ada kaitannya dengan kondisi sosial,
politik, ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan infrastruktur (teknologi
dan transportasi) dari negara yang bersangkutan. Selain perbedaan kondisi,
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
tetap ada kesamaan mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat
kebutuhan pelaku usaha mengenai penyelesaian yang efisien dari segi waktu
dan biaya, dan sebagai akibat dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi
hukum, serta sinergi dari kedua faktor pendorong tersebut.
2. Pendirian BAPMI tidak terlepas dari konteks di pasar modal Indonesia pada
saat itu yakni upaya perbaikan/penyempurnaan kelembagaan di pasar modal.
Keberadaan BAPMI diharapkan dapat menambah rasa nyaman dan proteksi
kepada investor dan masyarakat melalui penyediaan layanan jasa alternatif
penyelesaian sengketa. Rasa nyaman dan proteksi itu adalah dalam kondisi
bersengketa, tersedia bagi investor dan masyarakat opsi mengenai mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa yang dari segi waktu dan biaya jauh lebih
efisien dibandingkan dengan pengadilan serta ditangani oleh orang-orang
(mediator/arbiter) yang sunggu-sungguh memahami seluk beluk pasar modal.
Penyelesaian sengketa yang berlarut-larut hanya akan menimbulkan kerugian
dan meningkatkan resiko bisnis. BAPMI menyediakan tiga mekanisme
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yakni mediasi, arbiter dan pendapat
mengikat.
3. Di dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga APS (alternatif
penyelesaian sengketa), BAPMI berupaya untuk menjamin profesionalitas,
netralitas, dan independensinya.
B. Saran
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
1. Belajar dari praktek APS (alternatif penyelesaian sengketa) di Indonesia,
Singapura dan AS, maka perlu diperhatikan berbagai faktor-faktor yang
mendorong perkembangan APS (alternatif penyelesaian sengketa) meliputi
lingkungan, kondisi dan insentif yang diberikan oleh negara, dukungan
lembaga yudikatif dan parlemen, dunia usaha, perbaikan lembaga APS
(alternatif penyelesaian sengketa), dan penyadaran masyarakat;
2. Keadaan perkembangan APS di Indonesia, dan juga bahkan perkembangan
BAPMI di pa seharusnya menjadi perhatian kita semua karen sesungguhnya
mencerminkan keadaan (permasalahan) pada bagian lain negara ini. Mencari
jalan keluar untuk mendorong APS di Indonesia bukanlah pembicaraan
mengenai rivalitas antara APS dengan pengadilan, namun justru untuk
membantu kerja pengadilan sendiri, membantu para pencari keadilan,
membantu mengatasi ekonomi biaya tinggi, penguatan publik, kepastian
hukum, dan lain-lain interkorelasi yang sangat banyak kemungkinan
dampaknya
3. Berdasarkan teori dan praktek, sudah selayaknya APS menjadi pilihan bagi
setiap pelaku pasar untuk menyelesaikan persengketaannya, sebab APS
menyediakan berbagai mekanisme yang bisa dipilih, yang paling cocok
disesuaikan dengan kebutuhan, prosedurnya yang lebih sederhana, waktu dan
biaya yang lebih efisien, kerahasiaan terjaga, dan ditangani oleh orang-orang
yang ahli di bidangnya.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta,
2001
Felix O. Soebagjo, Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa, Harisn Investor
Daily, Edisi Rabu 25 Juli 2007
Gary Goodpaster, Felix Oentoeng, Soebagjo dan Fatimah Jatim, Arbitrase di
Indonesia: Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan dalam Praktek, dalam
Arbiter Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995.
_____________, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan
Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, Elips Project, Jakarta, 1993.
_____________, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Arbitrase
Dividen Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Gatot P. Soemartono, Finalitas Putusan Arbiter Internasional: Analisis Pasal 52
Konvensi ICSID, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum”, Tahun IV/No. 13,
Jakarta, 1997.
____________, Analisis Yuridis Keefektifan Penggunaan Arbitrase Internasional
(UNCITRAL) Melawan Pertamina, Lembaga Penelitian dan Publikasi Ilmiah
Universitas Tarumanegara, Jakarta, 2003.
Huala Adolf, Arbitrase Dagang Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 1994
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra
Aditya Bakti, Bandung. 2000.
M. Yahya Harahap, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta. 1991.
Prayitna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu
Pengantar, Fikahati Aneka, Jakarta, 2002.
Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta, 2002.
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Jakarta, 1982.
________, Arbitrase Perjanjian, Binacipta, Bandung, 1981.
Singapore International Arbitration Centre, SIAC Rules: Arbitration Rules of The
Singapore International Arbitration Centre, Singapore: The Centre, 1997.
Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia,
Eresco, Bandung, 1989.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perjanjian Indonesia, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, 1998.
_______________, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999.
Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000.
Teuku Mohammad Radhie, Pengantar Umum Transaksi Bisnis Internasional,
Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1990.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan
Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, Sinar Grafika,
Jakarta, 2001.
B. BERITA DARI INTERNET
Achmad Zein Umar Purba, BAPMI dan Penyelesaian Sengketa Pasar Modal, diakses
dari situs http://www.bapmi.go.id, tanggal 20 agustus 2004
Bacelius Ruru, Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Melalui Mekanisme
Penyelesaian
Sengketa
di
Luar
Pengadilan,
diakses
dari
situs
www.bapmi.org, tanggal 3 juni 2007
____________, Dispute Management, diakses dari situs: www.bapmi.org, tanggal 5
agustus 2007.
Edi Subroto Suwarno, Tinjauan Hukum dan Praktek di Pasar Modal Indonesia,
diakses dari situs www.bapepam.go.id, tanggal 30 November 2005
Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap
Praktik Peradilan Perdata dan UU No. 30 Tahun 1999, diakses dari situs
www.uika-bogor.ac.id/jur05.htm, tanggal 30 Agustus 2006
Sengketa Pasar Modal Dinilai Cocok Diselesaikan di BAPMI (Badan Arbitrase
Nasional Indonesia), diakses dari situs www.hukumonline.com, tanggal 15
September 2002.
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Sri Indrastuti Hadiputrato & Susanti Suhendro, Transaksi Benturan Kepentingan
Sebuah Perbandingan, Diakses dari situs: www.hukumonline.com, tanggal 4
September 2006.
C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal
Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Download