TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum DisUSUn oleh: M. ALI TAMBA NIM: 020 222 096 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN DISETUJUI OLEH: KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROF. DR. TAN KAMELO, SH. MS NIP: 131 764 556 DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II M. HAYAT, SH NIP: 130 808 994 SYAMSUL RIZAL, SH.MH NIP: 131 970 595 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 KATA PENGANTAR Syukur penulis ucapkan kehadhirat Allah SWT yang telah mengkaruniakan kasehatan dan kelapangan berfikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA ARBITRASE ADLAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum USU 2. Bapak Prof Dr. Suhaidi, SH. MH selaku pembantu dekan I fakultas hukum USU 3. Bapak Syafruddin, SH. MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU 4. Bapak M. Husni, SH. M. Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU 5. Bapak prof dr. Tan kamello, SH. MH selaku ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 6. Bapak M. Hayat, SH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini. 7. Bapak Syamsul Rizal, SH. MH, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini. 8. Bapak/Ibu Para Dosen dan Seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum USU dimana penulis menimba ilmu selama ini 9. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi Demikian penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berfikir kita semua. Medan, Agustus 2007 Penulis, M. Ali Tamba M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAKSI BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ........................................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ........................................................... 6 D. Keaslian Penulisan ............................................................................. 8 E. Tinjauan Kepustakaan ........................................................................ 8 F. Metode Penelitian .............................................................................. 14 G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 16 ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN BAB III A. Pengertian Arbitrase dan Arbitrase Internasional................................ 17 B. Perjanjian dan Bentuk KlaUSUla Arbitrase ........................................ 23 C. Keuntungan dan Kelemahan Arbitrase ............................................... 29 D. Tata Cara Pengangkatan Arbiter dan Hukum Acara Arbitrase ............ 34 E. Badan Arbitrase Nasional Indonesia................................................... 40 TINJAUAN UMUM PRAKTEK PASAR MODAL DI INDONESIA A. Pengertian Pasar Modal dan Penunjang Pasar Modal ......................... M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 44 BAB IV B. Pelaku-pelaku dan Profesi Penunjang Pasar Modal ............................ 46 C. Instrumen atau Produk Pasar Modal ................................................... 49 D. Instrumen Derivatif di Dalam Pasar Modal Indonesia ........................ 61 E. Mekanisme Perdagangan Pasar Modal Indonesia ............................... 71 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA A. Transaksi Benturan Kepentingan di Dalam Pasar Modal .................... 77 B. Penyelesaian Sengketa di Pasar Melalui Lembaga Arbitrase Sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di Luar Pengadilan ......................................................................................... 78 C. Eksistensi dan Masa Depan Lembaga Arbitrase Sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di Luar Pengadilan ...................... BAB V 93 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ A. Kesimpulan........................................................................................ 106 B. Saran ................................................................................................. 109 DAFTAR PUSTAKA M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 ABSTRAKSI Perkembangan dunia bisnis dan perdagangan termasuk di dalamnya perkembangan kegiatan pasar modal memuncul urgensi untuk mengoptimalkan APS (alternatif penyelesaian sengketa), khususnya arbitrase sebagai alternatif selain menyelesaikan sengketa ke pengadilan yang dapat lebih melindungi kepentingan masyarakat sehingga akses masyarakat kepada keadilan tetap dapat terjamin misalnya, semakin sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan persengketaan yang tidak atau kurang seimbang posisi tawarnya. Perkembangan APS (alternatif penyelesaian sengketa) di belakang sosial, politik, budaya dan hukum serta kemajuan pendidikan dan ekonomi dari negara yang bersangkutan Di indonesia pilihan lain untuk mendapatkan keadilan sudah lama dikenal. Menggantikan pasar hukum peninggalan belanda adalah Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Dari sudut kelembagaan kita mengenal badan arbitrase nasional indonesia (BANI), disusul oleh badan arbitrase muamalat indonesia (BAMUI). Dalam rangka penyehatan perusahaan akibat krisis ekonomi tahun 1997, pemerintah mendirikan prakarsa jakarta dengan pola mediasi sebagai dasar utama restrukturisasi. Di bidang perburuhan perburuhan penyelesaian melalui sistem tripartit tidak lain merupakan mediasi. Revitalisasi sistem arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dewasa ini sejalan dengan tatanan hukum yang ada. Berdasarkan pasal 130 HIR, dalam setiap sidang perdata, hakim terlebih dahulu mengupayakan adanya perdamaian oleh dan antara para pihak yang bersengketa. Bahkan mahkamah agung telah mengeluarkan peraturan yang mendudukkan hakim sebagai mediator aktif. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa di pasar modal di luar pengadilan (alternatif dispute resolution), khususnya lembaga arbitrase. Pendirian BAPMI (badan arbitrase pasar modal indonesia) yang diumumkan dalam berita negara republik indonesia tanggal 18 oktober 2002, Nomor 84/2002, tambahan berita negara Nomor 5/PN/2002, tidak terlepas dari konteks di pasar modal indonesia, yakni upaya perbaikan/penyempurnaan kelembagaan di pasar modal. Keberadaan BAPMI diharapkan dapat menambah rasa nyaman dan proteksi kepada investor dan masyarakat melalui penyediaan layanan jasa alternatif penyelesaian sengketa. Rasa nyaman dan prtoteksi itu adalah dalam kondisi bersengketa, tersedia bagi investor dan masyarakat opsi mengenai mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang dari segi waktu dan biaya jauh lebih efisien dibandingkan dengan pengadilan serta ditangani oleh orang-orang (mediator/arbiter) yang sungguh-sungguh memahami seluk belum pasar modal. Penyelesaian sengketa yang berlarut-larut hanya akan menimbulkan kerugian yang meningkatkan risiko bisnis. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik adalah bagian dari irama kehidupan. Ia selalu ada, dan yang dalam keadaan paling jelek tidak dapat dihindarkan. Kita tidak dapat lari dari sengketa atau konflik. Ia harus diatasi atau diselesaikan. Secara tradisional, sebelum kita mengenal badan peradilan dalam sistem ketatanegaraan mutakhir, masyarakat membentuk atau menciptakan sarana penyelesaian sengketa, yang secara bertahap dilembagakan melalui rapat- saran penyeleseian sengketa, yang secara bertahap dilembagakan melalui rapat-rapat komunitas tertentu. Yurisdiksinya mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat baik yang bersifat hubungan antara anggota dan penguasa komunitas, atau juga antara sesame anggota masyarakat sendiri. Sitem ketatanegaraan modern mengangkat kebutuhan akan sistem penyelesaian perkara ini ke tingkat yang lebih canggih dan professional, bahkan mendeklarasikan keindependensian lembaga penyelesaian sengketa termaksud. Sejarah menunjukkan berdampingnya sarana peradilan di satu pihak dan lembaga penyelesaian sengketa pola tradisional di lain pihak, sebagaimana yang terlihat misalnya di Negara kita. Harapan bangsa-bangsa beradab adalah pada lebih menguatnya badan peradilan sebagai again dari alat kekuasan Negara sehingga apa yang disebut sebagai “keadilan” benar-benar tercapai dengan memuasa. Namun suasana modern ternyata menjebak lembaga peradilan yang lahir dari sistem ketatanegaraan di atas. Umpamanya, demi pemberian kesempatan yang sempurna M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 bagi pencari keadilan, sistem peradilan menjadi kompleks dan panjang, yang kemudian kerapa disalahgunakan. Pemberian kesempatan yang luas bagi pencari peradilan sebagai bagian dari pilar demokrasi, tidak berhasil mencapai tujuannya. Sukar sekali kita melihat adanya orang yang legowo menerima putusan penadilan atas dasar bahwa “memang saya salah. Yang mengemuka adalah “pokoknya saya punya hak untuk banding, bahkan kasasi. Celakanya kasasi pun tidak cukup, lalu digunakan sarana peninjauan kembali (PK), padahal PK adalah sarana yang hanya dapat digunakan secara selektif. 1 Itulah sebabnya dalam transasksi bisnis internasional dikembangkan alternatif terhadap sistem peradilan modern tersebut, seperti yang banyak kita jumpai dalam dokumen-dokumen yang berkaitan. Selain dari lemahnya sistem peradilan dari sudut struktural ketidakpuasan dunia usaha juga ditambah ekses dari sudut kelemahan pelaksanaan sumber daya manusia di belakang sistem peradilam modern tadi, maka keadilan makin sukar digapai. Di Indonesia pilihan lain untuk mendapatkan keadilan sudah lama dikenal. Menggantikan pasar hukum peninggalan adalah Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa. Dari sudut kelembagaan kita mengenal badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), disusul oleh Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Dalam rangka penyehatan perusahaan akibat krisis ekonomi tahun 1998, pemerintah mendirikan prakarsa Jakarta dengan pola mediasi sebagai dasar utam restrukturisasi. Di bidang perburuhan penyelesaian melalui sisstem tripartite tidak lain merupakan mediasi. Revitalisasi. 1 Achmad Zein Umar Purba, BAPMI dan Penyelesaian Sengketa Pasar Modal, diakses dari situs http://www.bapmi.go.id, tanggal 20 agustus 2004 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Sistem arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dewasa ini sejalan dengan tatanan hukum yang ada. Berdasarkan pasal 130 HR, dalam setiap idang perdata, hakim terlebih dahulu mengupayakan adanya perdamaian dan antara para pihak yang bersengketa bahkan Mahkamah Agung telah mengeluarkan peraturan yang mendudukkan hakim sebagai mediator aktif. 2 Arbitrase sendiri telah termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang-undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa No. 30 tahun 1999: “lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai suatu sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat suatu hubungan hukum tertentu dalam hal timbul sengketa dalam pasal 5 Undang-undang nomor 30 tahun 1999 disebutkan bahwa: “sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundangundangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak-pihak yang bersengketa”. Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternate penyelesaian sengketa sebenarnya sudah lama dikenal meksipun jarang diperguankana. Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Op De Rechrverordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Bitewengesten (RBg), karena semula arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651 Reglement Op De Rechtverdering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 30 tahun 1999. 2 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Dalam UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbitrase hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memeroleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. 3 Pasar modal merupakan suatu disiplin yang tumbuh dengan cukup pesat, dan memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian Indonesia. UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal yang menyatakan hal tersebut dengan ungakapan “bahwa pasar modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat”. Arah kebijakan ekonomi dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 19992004 menyatakan “mengembangkan Pasar Modal yang sehat, transparan, efisien, dan meningkatkan penerapan peraturan perundangan sesuai dengan standar internasional dan diawasi lembaga independent”, terlihat ada 6 (enam) ciri ideal dan esensial dalam pelaksanaan Pasar Modal yaitu: 4 1. sehat 2. transparan 3. efisien 4. penerapan perundang-undangan 5. standar internasional 3 Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik Peradilan Perdata dan UU No. 30 Tahun 1999, diakses dari situs www.uika-bogor.ac.id/jur05.htm, tanggal 30 Agustus 2006 4 Achmad Zein Umar Purba, Op.Cit, hal 18 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 6. pengawasan oleh independent Keenam ciri di atas merupakan hal-hal yang sangat esensial. Berkaitan dengan itu perlu pula diperhatikan prinsip good corporate governance yang sekarang ini sudah mulai dibudayakan ke institusi/lembaga yang berkaitan dengan dunia usaha. UU No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional menyatakan bahwa dalam rangka Pasar Modal perlu dilakukan berbagai kegiatan termasuk “peningkatan pelaksanaan good corporate governance dan sosialisasinya termasuk mendorong transparansi pelaku Pasar Modal”. Kita tahu good corporate governance dan sosialisasinya mengharuskan dipenuhinya unsur-unsur efisiensi, profesionalisme, transparansi dan akuntabilitas. Hal itu sejalan pula dengan visi Pasar Modal Indonesia yakni “mewujudkan Pasar Modal sebagai penggerak ekonomi nasional yang tangguh dan berdaya saing global”. Penyelesaian sengketa di bidang Pasar Modal berada dalam koridor yang berunsurkan aspek-aspek yang telah diuraikan di atas. Secara ringkas dalam rangka penyelenggaraan Pasar Modal dengan berbagai atribut di atas, dikaitkan dengan kehendak politis untuk mencapai supremasi hukum dengan segala dampak pada proses penyelesaian sengketa, didirikan suatu lembaga bernama Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI). BAPMI didirikan tanggal 9 agustus 2002 dalam suatu upacara yang disaksikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Penandatanganan akta pendirian BAPMI didahului oleh kesepakatan (MOU) antara 17 asosiasi di lingkungan Pasar Modal Indonesia dan keempat self regulatory organization/SROs M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 (BEJ, BES, KPEI, KSEI) bahwa SROs akan mengesahkan 17 asosiasi tersebut sebagai anggota BAPMI setelah akta pendirian BAPMI yang dibuat oleh SROs memperoleh pengesahan dari menteri kehakiman dan HAM. Walaupun didirikan oleh para SROs dan pelaku Pasar Modal, BAPMI merupakan lembaga yang independen. Hal ini merupakan syarat pokok bagi suatu lembaga yang menyediakan sarana penyelesaian sengketa. Keuangan BAPMI sebagai contoh didapatkan dari iuran anggota, biaya dan imbalan, serta sumbangan yang tidak mengikat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat pembahasan mengenai masalah ini dalam sebuah skripsi. Dimana sekarang ini lembaga arbitrase sebagai salah satu lembaga alternatif dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan mulai banyak diminati, hal ini untuk menghindari kecederungan proses yang bertele-tele di pengadilan. Khusus di Pasar Modal, pemakaian lembaga arbitrase dan keberadaan BAPMI sebagai wadah arbitrase Pasar Modal modal Indonesia menjadi sangat menarik karena ini akan memberikan pedoman bagi perjanjian-perjanjian atau kontrak-kotrak Pasar Modal. Seperti, perjanjian emisi efek, perjanjian perwalian amanat untuk menggunakan arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa. Selama ini seringkali dijumpai obligasi-obligasi yang tidak tercatat di Pasar Modal banyak memiliki problem dan ketika ingin diterapkannya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian perwaliamanatan, banyak ditemui hambatan. Hambata-hambatan tersebut terutama terkait dengan administrasi dan sistem peradilan yang terlibat korupsi. Sedangkan, hambatan lainnya menyangkut sulitnya mengukur perkiraan biaya dan kepastian M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 hukum bila sengketa diselesaikan di pengadilan, khususnya, dalam sengketa perjanjian perwaliamanatan. 5 B. Rumusan Permasalahan Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. bagaimana penyelesaian sengketa di Pasar Modal melalui lembaga arbitrase sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di luar pengadilan 2. bagaimana eksistensi dan proses penyelesaian sengketa Pasar Modal melalui lembaga Arbitrase oleh BAPMI (badan arbitrase Pasar Modal Indonesia) 3. bagaimana eksistensi dan masa depan lembaga arbitrase sebagai APS (Alternatif penyelesaian sengketa) di luar pengadilan dalam penyelesaian sengketa Pasar Modal di Indonesia. C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui penyelesaian sengketa di Pasar Modal melalui lembaga arbitrase sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di luar pengadilan 2. untuk mengetahui eksistensi dan proses penyelesaian sengketa Pasar Modal melalui lembaga Arbitrase oleh BAPMI (badan arbitrase Pasar Modal Indonesia) 5 Sengketa Pasar Modal Dinilai Cocok Diselesaikan di BAPMI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), diakses dari situs www.hukumonline.com, tanggal 15 September 2002. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 3. untuk mengetahui eksistensi dan masa depan lembaga arbitrase sebagai APS (Alternatif penyelesaian sengketa) di luar pengadilan dalam penyelesaian sengketa Pasar Modal di Indonesia. Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk: 1. Manfaat Secara Teoritis Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia adamis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Alternatif Dispute Resolution), khususnya dengan menggunakan lembaga arbitrase. 2. Manfaat Secara Praktis Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang lembaga arbitrase khususnya dalam penyelesaian sengketa Pasar Modal. Seperti yang diketahui bersama, salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan Pasar Modal yang sehat, transparan dan efisien. Peningkatan peranan di bidang Pasar Modal, merupakan salah satu kebijakan dalam bidang ekonomi, yang saling memperkokoh satu sama lain. Oleh karena itu, penegakan hukum di Pasar Modal menjadi alat terpenting untuk melindungi kepentingan ivenstor dan publik dari praktik yang merugikan baik yang dilakukan oleh emiten maupun konsultan hukum pasar modal. Oleh karena lembaga arbitrase sebagai salah satu lembaga di luar pengadilan banyak digunakan oleh para pihak khususnya dalam penyelesaian sengketa Pasar Modal. Berbeda dengan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 lembaga lain seperti mediasi, pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Sehingga dengan adanya skripsi ini penulis berharap dapat memberikan masukan dan membuka wacana berpikir, khususnya bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan dunia perdagangan. D. Keaslian Penelitian Pembahasan skripsi ini berjudul: “Tinjauan yuridis mengenai peranan lembaga arbitrase dalam penyelesaian sengketa Pasar Modal di Indonesia” adalah masalah yang sebenarnya sudah sering kita dengar. Dimana penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini menjadi alternatif Pasar Modal sengketa pasar modal yang mulai banyak dipilih. Karena penyelesaian sengketa di luar pengadilan khususnya arbitrase ini diyakini dapat lebih memuaskan para pihak, karena prosesnya lebih cepat, hemat biaya dan konfidensial. Cara inilah yang paling disukai oleh mereka yang bergerak dalam kegiatan bisnis. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab terhadap skripsi ini. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 E. Tinjauan Kepustakaan Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 6 Lembaga penunjang pasar modal adalah sebagai berikut: 7 a. Bursa Efek Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek. Pihak-pihak lain yang dengan tujuan memperdagangkan efek di atara mereka. Pengertian ini mencakup pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek, meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak mencakup sistem dan atau sarana untuk memperdagangkan efek. b. Biro Administrasi Efek Biro Administrasi Efek (BAE) adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melakanakan pencatatan pemilikan efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan efek. c. Kustodian Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening 6 Edi Subroto Suwarno, Tinjauan Hukum dan Praktek di Pasar Modal Indonesia, diakses dari situs www.bapepam.go.id, tanggal 30 November 2005 7 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 yang menjadi nasabahnya. Kegiatan usaha sebagai Kustodian tersebut dapat diselenggarakan oleh lembaga penyimpanan dan penyelesaian (LPP), perusahaan efek, atau bank umum yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam. d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan custodian sentral bagi bank Kustodian, perusahaan efek, dan pihak lain. Saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) e. Bank Kustodian Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan kolektif dan harta lainnya yang berkaitan dengan efek. Penitipan kolektif yang dimaksud di sini adalah jasa penitipan atas efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu pihak yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian. f. Lembaga Kliring dan Penjaminan Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa, yaitu kontrak yang dibuat oleh anggota bursa efek, yaitu perantara pedagang efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek menurut peraturan bursa efek, sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa efek mengenai jual beli efek, pinjam meminjam efek, atau kontrak lain mengenai efek atau harga efek, pinjam-meminjam efek, atau kontrak lain mengenai efek atau harga efek. Saat ini dilakukan oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 g. Wali Amanat Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang. Bank Umum yang akan bertindak sebagai wali amanat wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar sebagai wali amanat. h. Pemeringkat Efek Perusahaan pemeringkat efek adalah pihak yang menerbitkan peringkat-peringkat bagi surat utang (debt securities), seperti obligasi dan commercial paper. Sampai saat ini bapepam telah memberikan izin usaha kepada dua perusahaan pemeringkat efek yaitu PT Pefindo dan PT Kasnic Duff & Phelps Credit Rating Indonesia. 2. Pengertian Arbitrase Pengertian arbitrase termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang-undang Arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa”. Dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 disebutkan bahwa: “sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 perdagangan dan hak yang menurut hukum dan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa”. Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitrase banyak digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract – wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Putusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut. Menurut Black’s Law Dictionary: “arbitration, an arrangement for taking an abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary ligitation”. Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat terwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu: 8 1. klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (factum de compromitendo); atau 2. suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (akta kompromis). Sebelum undang-undang arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur dalam pasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasan pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang PokokPokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian melalui wasit (arbitrase) telah diperbolehkan. Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternate penyelesaian sengketa sebenarnya sudah lama dikenal meksipun jarang diperguankana. Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Op De Rechrverordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Bitewengesten (RBg), karena semula arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651 Reglement Op De Rechtverdering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak berlaku lagi dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 30 tahun 1999. Dalam UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase 8 Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000. hal. 57 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbitrase hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memeroleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan. 9 Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan permanent (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturanaturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL. Arbitration Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang menunjukkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul arbitrase. Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanent yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti the rules of arbitration dari the international chamber of commerce (ICC) di Paris, the arbitration rules dari the international centre for settlement of investment disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri. 10 BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai berikut: “semua sengketa yang timbul dari perjanjian, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut 9 Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta, 2001. hal. 78 10 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir. Menurut Priyatna Abdurrasyid, ketua BANI yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Priyana menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah sengketa timbul. 11 F. Metode Penelitian 1. Sifat/Bentuk Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertamam dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder, yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa pasar modal di luar pengadilan (Alternatif Dispute Resolution), khususnya lembaga arbitrase. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam persektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah penyelesaian sengketa pasar modal dengan menggunakan lembaga arbitrase. 2. Data 11 Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, Sinar Grafika, Jakarta, 2001. hal 23 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Bahan atau data yang diteliti berupa data sekunder yang terdiri dari: a. bahan/sumber primer berupa peraturan perundang-undangan, buku, kertas kerja. b. Bahan/sumber sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi yang mendukung penulisan skripsi ini. 3. Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. G. Sistematika Penulisan Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, perumusan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 masalah, keaslian penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, dan diakhiri dengan metode penelitian dan sistematika penulisan BAB II ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Pada bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian arbitrase dan arbitrase internasional, perjanjian dan bentuk klausula arbitrase, keuntungan dan kelemahan arbitrase, tata cara pengangkatan arbiter, hukum acara arbitrase dan badan arbitrase nasional Indonesia. BAB III TINJAUAN UMUM PRAKTEK PASAR MODAL DI INDONESIA Pada bagian ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengertian pasar modal dan penujang pasar modal, pelaku-pelaku dan profesi penunjang pasar modal, instrument atau produk pasar modal, instrument derivatif di dalam pasar modal Indonesia dan mekanisme perdagangan pasar modal Indonesia. BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA Pada bagian ini dibahas mengenai transaksi benturan kepentingan di dalam pasar modal, penyelesaian sengketa di pasar modal melalui lembaga arbitrase sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 luar pengadilan, serta eksistensi dan masa depan lembaga arbitrase sebagai APS (alternatif penyelesaian sengketa) di luar pengadilan dalam penyelesaian sengketa pasar modal di Indonesia. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 BAB II ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN A. Pengertian Arbitrase Kata arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu “arbitrare” yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut “kebijaksanaan”. Dikaitkannya istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolah-olah memberi petunjuk bahwa majelis arbitrase tidak perlu memperhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para pihak, tetapi cukup berdasarkan kebijaksanaan. 12 Dalam memeriksa dan memutus suatu sengketa, arbiter atau majelis arbitrase selalu mendasarkan diri apda hukum, yaitu hukum yang telah dipilih oleh para pihak yang bersengketa (choice of law). Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa para arbiter apabila dikehendaki oleh para pihak, memutus atas dasar keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono). Dalam penjelasan UU No. 30 tahun 1999 disebutkan bahwa jika arbiter diberi kebebasan untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka peraturan perundang-undangan dapat dikesampingkan. Akan tetapi dalam hal tertentu hukum memaksa (dwi ngende regels) harus diterapkan dan tidak dapat disimpangi oleh arbiter. Jika arbiter tidak diberi kewenangan untuk menjatuhkan putusan 12 Subekti, Arbitrase perdagangan, Binacipta, Bandung, 1981. hal. 1-3. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 berdasarkan keadilan dan kepatutuan, maka arbiter hanya dapat memberi putusan bedasarkan kaidah hukum materil sebagaimana dilakukan oleh hakim Banyak penulis mencoba mendefenisikan arbitrase dari suatu pandang yang berbeda. Ada yang mengartikan arbitrase sebagai peradilan swasta, pengadilan pengusaha, perwasitan dan lain-lain. Jika diperhatikan, esensi berbagai pendapat para penulis tersebut tidak berbeda secara signifikan, karena mengacu pada pilihan penyelesaian sengketa komersial berdasarkan kesepakatan. Secara umum arbitrase adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih yang imparsial (disebut arbiter) untuk memperoleh suatu putusan final dan mengikat. Dari pengertian itu terdapat tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu: 1. adanya suatu sengketa 2. kesepakatan untuk menyerahkan ke pihak ketiga 3. putusan final dan mengikat akan dijatuhkan Menurut mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter. 13 Di sini kata wasit digunakan sebagai pihak ketiga yang netral dalam memutus perselisihan. Definisi lainnya tentang arbitrase, adalah suatu tindakan hukum dimana ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara dua orang (atau lebih) maupun dua kelompok (atau lebih) kepada seseorang atau beberapa ahli yang 13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999. hal. 144. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 disepakati bersama dengan tujuan memperoleh suatu keputusan final dan mengikat.14 Di sini arbiter disebut sebagai ahli, yang keputusannya final dan mengikat. Dalam pasal 1 butir 1 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan: “arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Dari rumusna tersebut daspat disimpulkan bahwa sengketa yang dapat dibawa pada arbitrase adalah sengketa yang bersifat keperdataan. Para pihak telah menyepakati secara tertulis, bahwa mereka, jika terjadi perkara mengenai perjanjian yang mereka buat, akan memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan tidak berperkara di depan peradilan umum. Dengan demikian, yang dilakukan adalah untuk memutuskan pilihan forum, yaitu yurisdiksi dimana suatu sengketa akan diperiksa dan bukan pilihan hukum. Dari pengertian pasal 1 butir 1 tersebut diketahui pula bahwa dasr dari arbitrase adalah perjanjian di antara para pihak sendiri, yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak mengikat mereka sebagai undang-undang. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. 15 Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase, baik 14 Prayitna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu Pengantar, Fikahati Aneka, Jakarta, 2002. hal. 16 15 sudikno, Op.Cit. hal. 5 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 arbitrase yang bersifat sementara (Ad-hoc) maupun sebuah badan permanent (institusi) merupakan praktik yang sudah sangat lama dikenal dalam dunia perdagangan. Sebuah arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang sengaja dibentuk untuk tujuan berarbitrase, misalnya UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa (APS), atau arbitrase UNCITRAL (UNCITRAL Arbitration Rules), dan lain-lain, serta seringkali dibentuk setelah sengketa timbul, maka ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut berlaku bagi sengketa mereka. Di samping itu, aturan tentang prosedur arbitrase Ad-hoc dapat disusun oleh para pihak sendiri atau oleh majelis arbitrase, atau kombinasi di antara keduanya. Arbitrase Ad-hoc bersifat sementara dan berakhir pada saat dijatuhkannya putusan atas sengketa tersebut. Pada umumnya arbitrase Ad-hoc ditentukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prsedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak. Jadi, penggunaan arbitrase Ad-hoc pun perlu diperhatikan dalam sebuah klausula arbitrase. Di samping itu, yang lebih dikenal dan sering digunakan adalah arbitrase institusi, yaitu suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase baik yang bersifat nasional, seperti badan arbitrase nasional Indonesia (BANI), maupun badan arbitrase internasional, seperti the rules of arbitration dari the international chamber of M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 commerce (ICC) di Paris, the arbitration rules dari the international centre for settlement of investment disputes (ICSID) di Washington, dan lain-lain. Badan-badan arbitrase nasional dan internasional tersebut memiliki peraturan dan sistem arbitrase sendiri. Jadi, dalam transaksi bisnis saat ini para pihak tidak dapat dengan bebas, misalnya memilih arbiter yang akan menangani sengketa, karena mereka terikat pada lembaga yang bersifat mengatur arbitrase tersebut, misalnya jika para pihak telah mencantumkan BANI di Indonesia sebagai badan arbitrase yang akan menangani sengketa, maka ketentuan-ketentuan arbitrase BANI berlaku bagi mereka, baik ketentuan mengenai pemilihan arbiter, tata cara atau prosedur pelaksanaan arbitrase, biaya yang harus dibayar, dan lain-lain. Pengertian arbitrase institusi diatur dalam pasal 1 angka 8, yaitu: “lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Pengertian di atas cukup membingungkan khususnya dari perspektif internasional karena bukan lembaga (badan) tersebut yang memberikan putusan atas sengketa tertentu, arbiter atau majelis arbitraselah (atas nama badan arbitrase tersebut) yang memutuskan sengketa para pihak. Dalam pasal 34 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan: M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 1. penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak; 2. penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan oleh para pihak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ketentuan-ketentuan dalam UU No. 30 tahun 1999 tersebut tidak akan digunakan jika para pihak telah menentukan salah satu lembaga arbitrase (institusi) bagi penyelesaian sengketa mereka. Masing-masing lembaga arbitrase yang ditunjuk akan menangani sengketa sesuai dengan peraturan dan ketentuan acaranya. Dengan kata lain, undang-undang arbitrase nasional Indonesia hanya berfungsi jika para pihak tidak menunjuk sebuah lembaga arbiter tertentu. Dari rumusan di atas, terlihat bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan memilih lembaga arbitrase dari berbagai badan arbitrase, baik nasional maupun internasional, selain ada kebebasan menentukan sendiri aturanaturan dan acara yang berlaku bagi arbitrase. Sehubungan dengan pengertian tentang kelembagaan arbitrase, secara luas telah disepakati bahwa suatu arbitrase dikategorikan internasional jika memenuhi salah satu (atau lebih) syarat sebagai berikut: 16 16 Prayitna Abdurrasyid, Op.Cit. hal 22 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. keorganisasiannya, yaitu suatu organisasi yang para anggotanya adalah negaranegara, sehingga bersifat internasional, misalnya arbitrase ICSID yang berkedudukan di Washington merupakan arbitrase internasional karena ia dibentuk oleh negara-negara peserta berdasarkan the convention on settlement of investment dispute between states and nationals of other states. b. Proses beracaranya, yaitu tata cara atau prosedur persidangannya dilaksanakan menurut ketentuan atau peraturan, yang bebas dari sistem hukum negara di tempat keberadaan arbitrase tersebut, misalnya arbitrase the international chamber of commerce (ICC) yang berkedudukan di Paris adalah arbitrase internasional karena negara-negara anggotanya menyepakati ketentuan ICC terlepas dari sistem hukum Perancis. c. Tempatnya, yaitu dalam kenyataannya apakah tempat arbitrase tersebut berhubungan dengan lebih dari satu yurisdiksi, atau apakah terdapat unsur yurisdiksi asing di dalamnya. Artinya, mengingat tempatnya suatu arbitrase dianggap internasional, apabila: 1. para pihak saat membuat perjanjian arbitrase mempunyai tempat usaha di negara-negara yang berlainan 2. tempat arbitrase yang ditentukan dalam perjanjian arbitrase letaknya di luar negara tempat para pihak mempunyai usaha mereka. Dalam UNCITRAL model law 1985, pasal 1 ayat (3) menyebutkan, bahwa: suatu arbitrase dikatakan internasional jika memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. para pihak yang terlibat dalam perjanjian arbitrase mempunyai tempat kegiatan bisnis di negara yang berbeda, pada saat penandatanganan perjanjian (“… their place of business in different state”), atau b. satu dari beberapa tempat berikut berada di luar negara dimana para pihak mempunyai tempat kegiatan bisnisnya, yaitu 1. tempat arbitrase jika ditentukan di dalam perjanjian arbitrase 2. setiap tempat dimana kewajiban terbesar dari hubungan komersial akan dilaksanakan, atau tempat dimana masalah yang disengketakan memiliki hubungan terdekat (“… which the subject – matter of the dispute is most closely connected”) atau c. para pihak secara tegas setuju bahwa ruang lingkup dari perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih satu negara (“… relates to more than one country”). Dalam kaitan dengan hal tersebut, jika salah satu pihak mempunyai lebih dari satu tempat usaha, maka tempat usaha yang dipakai adalah yang memiliki hubungan terdekat dengan perjanjian arbitrase. Tetapi jika salah satu pihak tidak mempunyai tempat usaha, maka alamat ditujukan pada alamat dimana ia biasanya tinggal. 17 Ketentuan arbitrase internasional tersebut tidak mempengaruhi hukum negara lain yang melarang sengketa tertentu untuk diserahkan pada arbitrase. Misalnya untuk Indonesia, sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pasal 5 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999 menentukan ruang lingkup sengketa yang dapat ditangani oleh arbitrase. 17 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 B. Perjanjian dan Bentuk Klausula Arbitrase Sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 angka 1 UU No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dinyatakan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak ini berisikan perjanjian untuk menyelesaikan suatu sengketa di bidang perdata di luar peradilan umum. Jika dihubungkan dengan ketentuan pasal 1233 KUHPerdata yang menentukan adanya dua sumber perikatan, maka arbitrase ini merupakan perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Lebih lanjut pasal 1 angka 3 UU No. 30 tahun 1999 mengartikan perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian arbitrase timbul karena adanya kesepakatan, berupa: 1. klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau 2. suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat oleh para pihak setelah timbul sengketa Dengan demikian, perjanjian arbitrase timbul karena adanya kesepakatan secara tertulis dari para pihak untuk menyerahkan penyelesaian suatu sengketa atau M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 perselisihan perdata kepada lembaga arbitrase atau arbitrase Ad-hoc. Dalam kesepakatan tadi dapat dimuat pula pilihan hukum yang akan digunakan untuk penyelesaian sengketa atau perselisihan para pihak tersebut. Perjanjian arbitrase ini dapat dicantumkan dalam perjanjian pokok atau pendahuluannya, atau dalam suatu perjanjian tersendiri setelah timbulnya sengketa atau perselisihan. Pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum ini harus secara tegas dicantumkan dalam perjanjian. Pada umumnya, klausula atau perjanjian arbitrase dibuat secara tertulis. Di Indonesia, sesuai dengan isi UU No. 30 tahun 1999, menyatakan klausula dibuat secara tertulis oleh para pihak. Jadi dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis ini, berarti meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam pasar modalnya ke Pengadilan Negeri. Selanjutnya dengan sendirinya Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Untuk itu, Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam UU No. 30 tahun 1999. Dengan demikian, perjanjian arbitrase memberikan kewenangan absolute kepada lembaga arbitrase atau arbitrase Ad-hoc untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat di antara para pihak yang timbul atau mungkin timbul dari hubungan hukum tertentu, yang penyelesaiannya disepakati dengan cara arbitrase. Pengadilan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Negeri dengan sendirinya tidak berwenang untuk mengadili suatu sengketa yang sebelumnya telah disepakati oleh para pihak untuk diselesaikan melalui cara arbitrase. Selanjutnya, karena perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum atau sesudah timbul sengketa oleh para pihak, maka bentuk klausula arbitrase tersebut dibedakan atas 2 (dua) bentuk klausula arbitrase, yaitu: 1. Klausula arbitrase yang berbentuk pactum de compromittendo 2. Klausula arbitrase yang berbentuk acta promise 1. Klausula arbitrase yang berbentuk pactum de compromittendo Sungguhpun istilah “pactum de compromittendo” secara harfiah berarti “akta kompromis”, tetapi dalam beberapa literatur Indonesia dibedakan antara keduanya. Perbedaannya semata-mata pada pemakaiannya saja. 18 Bentuk klausula pactum de compromittendo dibuat oleh para pihak sebelum terjadi sengketa atau perselisihan secara nyata. Para pihak sebelumnya telah sepakat untuk menyerahkan penyelesaian sengketa atau perselisihannya yang mungkin akan terjadi di kemudian hari kepada lembaga arbitrase atau Ad-hoc Ad-hoc. Klausula arbitrase seperti ini dapat dimuat dalam perjanjian pokok atau dalam suatu perjanjian tersendiri. Pengaturan pokok klausula pactum de compromittendo ini dapat dijumpai dalam pasal 27 UU No. 30 tahun 1999, yang menyatakan bahwa: “para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi di antara mereka untuk 18 Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung. 2000. hal. 117-118. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 diselesaikan melalui arbitrase”. Sebelumnya diatur dalam pasal 615 ayat (3) Rv yang menentukan: “bahkan diperkenankan mengikat diri satu sama lain, untuk menyerahkan sengketa-sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari, kepada peutusan seorang atau beberapa orang wasit. Juga dapat dijumpai dalam pasal II ayat (2) Konvensi New York 1958 yang antara lain menentukan: “the parties undertake to submit to arbitration all or any differences…which may arise between them…”. 19 Karena pemilihan arbitrase sebelum terajdinya sengketa dilakukan dalam bentuk suatu perjanjian, maka ketentuan hukum perjanjian yang umum berlaku. Perjanjian arbitrase sebagai perjanjian buntutan harus mengikuti prinsip-prinsip hukum perjanjian buntutan, dimana isinya tidak boleh melampaui atau bertentangan dengan perjanjian pokoknya dan tidak ada tanpa adanya perjanjian pokok. 20 Dengan hapusnya atau berakhirnya perjanjian pokok, tidak menyebabkan hapus atau berakhir pula perjanjian atau klausula arbitrasenya. Perkecualian ini ditegaskan dalam pasal 10 UU No. 30 tahun 1999. Pasal tersebut menegaskan suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan: a. meninggalnya salah satu pihak b. bangkrutnya salah satu pihak c. novasi (pembaruan utang) d. insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu pihak e. pewarisan f. berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok 19 20 Pasal 30 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ibid. hal. 18. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan kepada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut h. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. 2. Klausula arbitrase yang berbentuk acta promise Bentuk klausula arbitrase lainnya adalah acta promise. Akta kompromis dibuat setelah sengketa atau perselisihan terjadi sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pokok. Dalam perjanjian pokok, para pihak belum mencantumkan klausula arbitrase, baru setelah sengketa atau perselisihan terjadi, para pihak bersepakat untuk memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Untuk itu dibuatlah perjanjian baru tersendiri dan terpisah dari perjanjian pokok, yang berisikan penyerahan penyelesaian sengketa kepada arbitrase atau arbitrase Ad-hoc. Dalam pasal 9 UU No. 30 tahun 1999 diatur persyaratan pembuatan akta kompromis tersebut, dengan ancaman batal demi hukum jika tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan tersebut. Adapun persyaratan pembuatan akta kompromis dimaksud adalah sebagai berikut: a. pemilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase oleh para pihak dilakukan setelah sengketa terjadi b. persetujuan mengenai cara dan pranata penyelesaian sengketa tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis, tidak boleh dengan persetujuan secara lisan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 c. perjanjian tertulis tadi harus ditandatangani oleh para pihak. Jika para pihak tidak dapat menandantanganinya, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris. d. Isi perjanjian tertulis atau akta kompromis harus memuat: 1. masalah yang dipersengketakan 2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak 3. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase 4. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan 5. nama lengkap sekretaris 6. jangka waktu penyelesaian sengketa 7. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Sebelumnya, ketentuan mengenai akta kompromis ini dapat dijumpai dalam pasal 918 Rv yang menentukan bahwa persetujuan arbitrase harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak atau jika para pihak tidak dapat menandatangani, maka persetujuan arbitrase tersebut harus dibuat di hadapan notaris. Persetujuan arbitrase dalam akta kompromis tersebut sekurang-kurangnya memuat pokok masalah yang menjadi sengketa, nama dan kedudukan para pihak, dan juga nama-nama dan kedudukan para arbitrase yang ditunjuk, serta jumlah arbiter yang selalu harus dalam jumlah ganjil. Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 618 Rv tersebut tidak terpenuhi, maka persetujuan arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang diancam dengan kebatalan hukum. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Selain itu, pengaturan mengenai akta kompromis ini juga dapat dijumpai dalam pasal II ayat (1) Konvensi New York 1958 yang menyatakan dengan kata-kata: “…or any differences which have arisen… (sengketa yang telah terjadi). Untuk mencegah diterapkannya prosedur litigasi tentang makna dari klausulaklausula arbitrase dan untuk menghindari kejutan-kejutan yang tidak menyanangkan kemudian bila arbitrase dilangsungkan, para pihak harus menyusun klausula-klausula arbitrase dengan cermat. Setidaknya, klausula arbitrase harus memuat komitmen yang jelas terhadap arbitrase serta penyertaan tentang sengketa apa yang diselesaikan sercara arbitrase. Secara umum, klausula-klausula arbitrase mencakup: 21 a. Komitmen/kesepakatan para pihak untuk melaksanakan arbitrase b. Ruang lingkup c. Apakah arbitrase akan berbentuk arbitrase institusional atau Ad-hoc. Apabila memilih bentuk Ad-hoc, maka klausula tersebut harus merinci metode penunjukan arbiter atau majelis arbitrase. d. Aturan procedural yang berlaku e. Tempat dan bahasa yang digunakan dalam arbitrase f. Pilihan terhadap hukum substantive yang berlaku bagi arbitrase g. Klausula-klausula stabilitasi dan hak kekebalan (imunitas) jika relevan Sebagai suatu perjanjian, maka pembuatan perjanjian atau klausula arbitrase juga tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum perjanjian pada umumnya sebagaimana tersebut dalam buku III KUHperdata. 21 Gary Goodpaster, Felix Oentoeng, Soebagjo dan Fatimah Jatim, Arbitrase di Indonesia: Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan dalam Praktek, dalam Arbiter Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995. hal. 25. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 C. Keuntungan Dan Kelemahan Arbitrase Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dinilai menguntungkan karena beberapa alasan sebagai berikut: 1. Kecepatan Dalam Proses Suatu persetujuan arbitrase harus menetapkan jangka waktu, yaitu berapa lama perselisihan atau sengketa yang diajukan pada arbitrase harus diputuskan. Apabila para pihak tidak menentukan jangka waktu tertentu, jangka waktu penyelesaian dipilih oleh aturan-aturan arbitrase setempat yang dipilih. Meskipun ada negara yang peraturan perundang-undangannya memberi kesempatan banding terhadap putusan arbitrase, dalam praktiknya kemungkinan banding ini dihapuskan melalui perjanjian. Tujuannya adalah untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa. Dalam pasal 53 UU No. 30 tahun 1999 disebutkan bahwa terhadap putusan arbitrase tidak dapat dilakukan perlawanan atau upaya hukum apapun. Sedangkan dalam pasal 60 secara tegas disebutkan: “putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak”. 2. Pemeriksaan Ahli di Bidangnya Untuk memeriksa dan memutus perkara melalui arbitrase, para pihak diberi kesempatan untuk memilih ahli yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan sangat menguasai hal-hal yang disengketakan. Dengan demikian, pertimbanganpertimbangan yang diberikan dan putusan yang dijatuhkan dapat M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 dipertanggungjawabkan kualitasnya. Hal itu dimungkikan karena selain ahli hukum, di dalam badan arbitrase juga terdapat ahli-ahli lain dalam berbagai bidang, misalnya ahli perbankan, ahli leasing, ahli pemborongan, ahli pengangkutan darat, laut dan udara dan lain-lain. Sebagaimana diketahui, dalam pemeriksaan persidangan di pengadilan ada kemungkinan hakim tidak menguasai suatu perkara yang sifatnya sangat teknis. Hal ini disebabkan sebagian besar hakim di pengadilan memiliki latar belakang yang sama, yaitu berasal dari bidang hukum, sehingga mereka hanya memiliki pengetahuan yang bersifat umum (general knowledge) dan sulit bagi mereka untuk memahami hal-hal teknis yang rumit. 3. Sifat Konfidensialitas Sidang arbitrase selalu dilakukan dalam ruangan tertutup, dalam arti tidak terbuka untuk umum, dan keputusan yang diucapkan dalam sidang tertutup hamper tidak pernah dipublikasikan. Dengan demikian, penyelesaian melalui arbitrase diharapkan dapat menjaga kerahasiaan para pihak yang bersengketa. Berbeda dari arbitrase, proses pemeriksaan dan putusan pengadilan harus dilakukan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Proses yang bersifat terbuka dapat merugikan para pihak yang bersengketa karena rahasia mereka yang seharusnya tertutup rapat diketahui oleh umum. Sebagai perbandingan dapat dilihat penjelasan UU No. 30 tahun 1999, yang menyebutkan bahwa pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibanding lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain adalah: M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. kerahasiaan sengketa para pihak dijamin b. keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan adminstratif dapat dihindari c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur, dan adil. d. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase e. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan. Penjelasan UU No. 30 tahun 1999 menegaskan bahwa pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas tidak semuanya benar, sebab di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat daripada proses arbitrase. Satu-satunya kelebihan arbitrase dibandingkan dengan peradilan adalah sifat kerahasiannya karena keputusannya tidak dipublikasikan. Namun demikian, penyelesaian sengketa melalui arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak bisnis yang bersifat internasional. Oleh karena itu, berdasarkan efektivitas penggunaan arbitrase, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase selalu didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut: 22 22 Gatot P. Soemartono, Finalitas Putusan Arbiter Internasional: Analisis Pasal 52 Konvensi ICSID, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum”, Tahun IV/No. 13, Jakarta, 1997. hal. 5 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 1. lebih cepat, karena putusannya bersifat final dan mengikat, sehingga menghemat waktu biaya dan tenaga 2. dilakukannya oleh ahli di bidangnya, karena arbitrase menyediakan para pakar dalam bidang tertentu yang menguasai persoalan yang disengketakan, sehingga hasilnya (putusan arbitrase) dapat lebih dipertanggungjawabkan. 3. kerahasiannya terjamin karena proses pemeriksaan dan putusannya tidak terbuka untuk umum, sehingga kegiatan usaha tidak terpengaruh. Dengan beberapa alasan tersebut, arbitrase lebih disukai dan dinilai lebihefektif daripada penyelesaian sengketa di pengadilan. Namun demikian, selain beberapa keuntungan atas pilihan penggunaan arbitrase tersebut, arbitrase memiliki beberapa kelemahan yang dapat membuat arbitrase kehilangan baik daya guna (efektifitas) maupun hasil guna (efisiennya). Selanjutnya beberapa factor yang merupakan kelemahan arbitrase, adalah sebagai berikut: a. Hanya untuk para pihak bonafide Arbitrase hanya bermanfaat untuk para pihak atau pengusaha yang bonafide atau jujur dan dapat dipercaya. Para pihak yang bonafid adalah mereka yang memiliki kredibilitas dan integritas artinya patuh terhadap kesepakatan, pihak yang dikalahkan harus secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase. Sebaliknya, jika ia selalu mencari-cari peluang untuk menolak melaksanakan putusan arbitrase, perkara melalui justru akan lebih memakan banyak biaya, bahkan lebih lama daripada proses di pengadilan, misalnya pengusaha yang dikalahkan tidak setuju dengan suatu putusan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 arbitrase, maka ia dapat melakukan berbagai cara untuk mendapatkan stay of execution (penundaan pelaksanaan putusan) dengan membawa perkaranya ke pengadilan. Demikian pula tidak jarang ditemui dalam praktik bahwa para pihak, walaupun mereka telah memuat klausula arbitrase dalam perjanjian bisnisnya, tetap saja mereka mengajukan perkaranya ke pengadilan. Anehnya, meskipun telah ada klausula arbitrase di dalam perjanjian, cukup banyak Pengadilan Negeri yang menerima gugatan perkara tersebut. Di dalam pasal 11 ayat (2) UU No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: “Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase”. b. Ketergantungan mutlak pada arbiter Putusan arbitrase selalu tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk memberikan putusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak. Meskipun arbiter memiliki keahlian teknis yang tinggi, bukanlah hal yang mudah bagi majelis arbitrase untuk memuaskan dan memenuhi kehendak para pihak yang bersengketa. Para pihak yang kalah akan mengatakan bahwa putusan arbitrase tidak adil, demikian pula sebaliknya. Ketergantungan terhadap para arbiter merupakan suatu kelemahan karena substansi perkara dalam arbitrase tidak dapat diuji kembali (melalui proses banding), mengingat putusan arbitrase bersifat final dan mengikat. c. Tidak ada preseden putusan terdahulu Tidak ada legal precedence atau keterikatan terhadap putusan-putusan arbitrase sebelumnya. Artinya, putusan-putusan arbitrase atas suatu sengketa terbuang M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 tanpa manfaat, meskipun di dalamnya mengandung argumentasi-argumentasi berbobot dari para arbiter terkenal di bidangnya. Hilangnya precedence tersebut dapat menimbulkan putusan-putusan yang saling berlawanan atas penyelesaian sengketa berupa di masa yang akan datang. d. Masalah putusan arbitrase asing Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional memiliki hambatan sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusannya. Kesulitan itu menjadi masalah yang sangat penting karena biasanya di negara pihak yang kalah terdapat harta yang harus dieksekusi, dimana perlu dipastikan hukum yang akan diberlakukan dalam proses eksekusi tersebut. D. Tata Cara Pengangkatan Arbiter dan Hukum Acara Arbitrase Pada prinsipnya siapa saja dapat menjadi arbiter asal mempunyai keahlian yang diharapkan untuk menyelesaikan arbitrase yang sedang terjadi. Seorang arbiter bisa seorang ahli hukum, bisa juga seorang yang ahli bidang tertentu. 23 Dahulu seorang wanita berdasarkan isi pasal 617 ayat (2) Rv dilarang untuk menjadi seorang arbiter atau wasit, tetapi kini wanita tidak dilarang untuk menjadi seorang arbiter, asalkan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 12 UU No. 30 tahun 1999 yang mengatur persyaratan arbiter. Orang yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter harus memenuhi syarat: 23 Munir Fuady, Op.Cit. hal. 67. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. cakap melakukan tindakan hukum b. berumur paling rendah 35 tahun c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa d. tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 (lima belas) tahun. Mengenai jumlah arbiter, bisa seorang saja yang merupakan arbiter tunggal, atau bisa bebeapa orang yang merupakan majelis arbiter yang akan bertugas menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Sistem arbiter ini dpat kita lihat dari rumusan pengertian arbiter yang disebutkan dalam pasal 1 angka (7) UU No. 30 tahun 1999. Dalam pasal itu dikatakan dengan jelas bahwa, arbiter adalah “seorang atau lebih” yang dipilih para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaian melalui arbitrase. Dari rumusan ini dapat diketahui pula bahwa pengangkatan arbiter dilakukan oleh para pihak atau meminta bantua pengadilan negeri atau lembaga arbitrase untuk menunjuk arbiternya jika para pihak tidak dapat mencapai kata sepakat mengenai pemilihan arbiternya. Sweet dan Maxwell dalam bukunya international arbitration law review mengemukakan dalam menentukan berapa orangkah yang sebaiknya menjadi arbiter M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 dalam suatu kasus, apakah tiga ataukah cukup satu orang, beberapa faktor di bawah ini patut dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut: 24 a. jumlah yang disengketakan b. kompleksitas klaim c. nasionalitas dari para pihak d. kebiasaan dagang yang relevan atau bisnis atau profesi yang terlibat dalam sengketa e. ketersediaan arbiter yang layak f. tingkat urgensi dari kasus yang bersangkutan Selanjutnya beberapa cara pengangkatan arbiter yang diatur dalam UU No. 30 tahun 1999 adalah: 1. Penunjukan oleh para pihak Cara pertama, pengangkatan arbiter dilakukan berdasarkan penunjukan para pihak, baik itu melalui akta de compromittendo maupun melalui akta compromise. Dalam perjanjian arbitrasenya, selain memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pengangkatan arbiter, para pihak juga dapat menyepakati penunjukan arbiter beserta dengan sistem yang akan bertugas untuk menyelesaikan sengketa para pihak. Jumlah arbiternya bisa seorang atau beberapa orang asalkan dalam jumlah ganjil. Tata cara penunjukan arbiter yang ditentukan para pihak dalam perjanjian, merupakan cara yang paling baik dan efektif. Cara ini akan menghindari para pihak dari perbedaan pendapat mengenai penunjukan arbiter maupun mengenai jumlah 24 Ibid. hal 68. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 arbiter. Dengan cara ini, proses pengangkatan arbiter dan pembentukan majelis arbiter akan lebih mulus, sehingga fungsi dan kewenangan pemeriksaan dan penyelesaian persengketaan, mungkin akan lebih cepat diselesaikan. 25 Seandainya para pihak belum menentukan penunjukan arbiter, sebelum maupun sesudah sengketa terjadi, para pihak masih diberikan kesempatan untuk memilih arbiter secara langsung. Cara seperti ini, disimpulkan dari bunyi pasal 13 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999 yang menyatakan: “dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter, ketua Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase”. Dari bunyi pasal ini jelaslah bahwa undangundang masih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menentukan sendiri arbiternya, walaupun setelah terjadi sengketa. Kalaupun tidak tercapai kesepakatan mengenai siapa yang menjadi arbiter, maka para pihak dapat meminta bantuan ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiternya. Kelemahan cara ini bahwa para pihak sudah tidak koperatif lagi, karena sengketa sudah terjadi, sehingga kesepakatan kehendak dalam memilih arbiter sudah sulit dicapai. 26 2. Penunjukan oleh hakim Cara lain pengangkatan arbiter adalah dengan meminta bantuan hakim atau ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiter atau majelis arbitrase, jika para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam penunjukan arbiter. Cara pengangkatan 25 26 M. Yahya Harahap, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta. 1991. hal. 160. Munir fuady, Op.Cit. hal. 73. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 arbiter dengan penunjukan oleh hakim atau ketua Pengadilan Negeri ini diatur dalam pasal 13 dan 14 ayat (3), dan pasal 15 ayat (4) UU No. 30 Tahun 1999. Dengan adanya cara ini, maka praktik akan terjadi jalan buntu (deadlock) dapat dihindari apabila para pihak di dalam syarat arbitrase mengatur secara baik dan seksama tentang cara yang harus ditempuh dalam pengangkatan arbiter. Kewenangan hakim atau ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk arbiter atau membentuk majelis arbiter tersebut berdasarkan permohonan para pihak atau salah satu pihak dengan menjelaskan kegagalan para pihak dalam mencapai kesepakatan mengenai pemilihan/penunjukan arbiter. Penjelasan ini dibutuhkan oleh hakim sebagai dasar untuk mengintervensi soal penunjukan arbiter yang merupakan kewenangan para pihak. Pengadilan Negeri hanya akan berwenang mengintervensi penunjukan arbiter apabila para pihak terbukti gagal memilih/ menunjuk arbiternya. 3. Penunjukan oleh lembaga arbitrase Sering juga ketentuan arbitrase di lembaga arbitrase tertentu menentukan jika para pihak tidak berhasil memilih arbiternya atau jika arbiter ketiga tidak berhasil dipilih, maka ketua atau pejabat lain dari lembaga arbitrase tertentu yang akan memilihnya. Kemungkinan lain jika para pihak dari semua dalam kontrak ataupun jika setelah terjadinya sengketa meminta kepada lembaga arbitrase untuk menyusun suatu arbitrase majelis atau untuk menunjuk arbitrase tunggal. 27 27 Ibid. hal. 74. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Sweet dan Maxwell dalam bukunya international arbitration law review mengemukakan, maka dalam memilih arbiternya sebaiknya beberapa hal berikut ini akan menjadi pertimbangan, yaitu: 1. Sifat dan hakikat dari sengketa 2. Ketersediaan dari arbiter 3. Identitas dari para pihak 4. Independensi dari arbiter 5. Syarat pengangkatan dalam kontrak arbitrase 6. Saran-saran yang diberikan oleh para pihak Selanjutnya mengenai hukum acara arbitrase, pada prinsipnya undang-undang memberikan kebebasan par apihak untuk menentukan sendiri acara dan proses arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan sengketa. Hal ini ditegaskan dalam pasal 31 UU No. 30 Tahun 1999, bahwa para pihak bebas untuk menentukan acara arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan sengketa. Pilihan acara dalam proses pemeriksaan tersbut harus dinyatakan secara “tegas” dan “tertulis” dalam suatu perjanjian (arbitrase), dengan syarat sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Dalam hal arbitrasenya berbentuk arbitrase Ad-hoc, jika para pihak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan arbiter atau majelis arbiter Ad-hoc telah terbentuk, maka semua sengketa yang penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis a Ad-hoc tersebut, akan diperiksa dan diputus menurut ketentuan yang diatur dalam UU No. 30 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Tahun 1999. Ini berarti sepanjang para pihak tidak menentukan lain, maka acara dan proses penyelesaian sengketa yang digunakan oleh arbitrase Ad-hoc adalah acara dan proses arbitrase yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Penyelesaian sengketa dapat pula diselesaikan melalui arbitrase internasional, di samping melalui arbitrase Ad-hoc. Sehubungan dengan hal itu, pasal 34 UU No. 30 Tahun 1999 menentukan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ini yang dipilih, maka proses penyelesaian sengketanya akan dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga arbitrase yang dipilih oleh para pihak, kecuali oleh para pihak ditetapkan lain. Ini berarti undang-undang memberi kebebasan kepada para pihak untuk memilih peraturan dan acara yang akan digunakan dalam penyelesaian sengketa mereka, tanpa harus menggunakan peraturan dan acara dari lembaga arbitrase yang dipilih. Dalam hal tertentu, pemeriksaan sengketa melalui arbitrase juga masih menggunakan ketentuan dalam hukum acara perdata (yang berlaku), kecuali diatur secara khusus dalam UU No. 30 Tahun 1999 tersebut. Sebagai contoh pasal 37 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 menentukan, pemeriksaan saksi dan saksi ahli di hadapan arbiter atau majelis arbitrase diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata. Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur tata cara berperkara di muka pengadilan perdata. Sumbernya ada dalam berbagai peraturan peraturan perundang-undangan colonial maupun nasional. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 E. Badan Arbitrase Nasional Indonesia Sejarah dibentuknya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dimulai dengan pembicaraan tentan perlunya “peradilan swasta” sebagai lembaga penyelesaian sengketa kommersial yang bersifat otonom dan independen. Akhirnya, pada tanggal 3 desember 1977, kamar dagang dan industri (KADIN) Indonesia membentuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai lembaga yang secara khusus memberikan penyelesaian secara adil dan cepat dalam sengketa perdagangan, industri dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Untuk pertama kali pengurusnya diangkat oleh ketua KADIN, dan selanjutnya berbentuk yayasan. Proses pembentukan yayasan tersebut tampaknya dimaksudkan untuk menunjuk kemandirian dan independensi BANI, sebagai lembaga yang bukan berada di bawah kepentingan lembaga (KADIN). Saat ini BANI telah memiliki cabang di Surabaya, denpasar, bandung, medan, dan pontianak. Dalam rangka turut mengupayakan penegakan hukum di Indonesia, BANI menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi di berbagai sector perdagangan, industri dan keuangan melalui arbitrase dan bentukbentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Bidang-bidang yang ditandatangani BANI meliputi korporasi, asuransi, lembaga keuangan, perpabrikan, hak atas kekayaan intelektual, lisensi franchising, M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 konstruksi, pelayaran (maritim), lingkungan hidup, penginderaan jarak jauh dan lainlain. BANI bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan, dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dengan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya, seperti negosiasi, konsiliasi, dan pemberian pendapat yang mengikat sesuai dengan peraturan prosedur BANI atau peraturan prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan. 2. menyelenggarakan pengkajian dan riset serta program-program pelatihan/pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis sepakat membawa sengketa yang timbul sehubungan dengan perjanjian atau transaski bisnis yang bersangkutan ke arbitrase BANI atau menggunakan peraturan prosedur BANI, maka sengketa tersebut diselesaikan di bawah penyelenggaraan BANI berdasarkan peraturan tersebut. Di samping itu perlu diperhatikan ketentuanketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa dan kebijaksanaan BANI. Penyelesaian sengketa secara damai melalui arbitrase di BANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandaskan tata cara koperatif dan No. konfrontatif. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Dengan menunjuk BANI dan/atau memilih peraturan prosedur BANI untuk penyelesaian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa tersebut dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian atau sengketa tersebut, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh majelis arbitrase berdasarkan peraturan prosedur BANI. Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian permohonan arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (pemohon) pada secretariat BANI. Permohonan arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya adminstrasi secretariat, biaya pemeriksaan perkara, dan biaya arbiter serta biaya sekretaris majelis. Apabila pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti yang dimaksud dalam pasal 30 UU No. 30 Tahun 1999, pihak ketiga wajib membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh para pihak sesuai ketentuan BANI. Setelah menerima permohonan arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang diisyaratkan, secretariat harus mendaftarkan permohonan itu dalam register BANI. Badan pengurus BANI akan memeriksa permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 arbitrase atau klausula arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa tersebut. Apabila badan pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang memeriksa, setelah permohonan tersebut didaftarkan, harus ditunjuk seorang atau lebih sekretaris majelis untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 BAB III TINJAUAN UMUM PRAKTEK PASAR MODAL DI INDONESIA A. Pengertian Pasar Modal dan Penunjang Pasar Modal Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perjanjian public yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Beberapa lembaga yang merupakan penunjang pasar modal, adalah: 28 1. Bursa Efek Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menydiakan sistem dsan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan Efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka. Pengertian ini mencakup pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek, meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak mencakup sistem dan atau sarana untuk memperdagangkan Efek. 2. Biro Administrasi Efek Biro Administrasi Efek (BAE) adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek. 3. Kustodian 28 Bacelius Ruru, Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Melalui Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, diakses dari situs www.bapmi.org, tanggal 3 juni 2007. hal. 5-10. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Kegiatan usaha sebagai Kustodian tersebut dapat diselenggarakan oleh lembaga penyimpanan dan penyelesaian (LPP), perjanjian Efek, atau bank umum yang telah mendapat persetujuan dari Bapepam. 4. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian Lembaga penyimpanan dan penyelesaian adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan Kustodian sentral bagi bank Kustodian, perjanjian Efek, dan pihak lain. Saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) 5. Bank Kustodian Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan kolektif dan harta lainnya yang berkaitan dengan efek. Penitipan kolektif yang dimaksud di sini adalah jasa penitipan atas efek yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu pihak yang kepentingannya diwakili oleh Kustodian. 6. Lembaga Kliring dan Penjaminan Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa, yaitu kontrak yang dibuat oleh anggota bursa efek, yaitu perantara pedagang efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek menurut peraturan bursa efek, sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa efek mengenai jual beli efek, pinjam meminjam efek, M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 atau kontrak lain mengenai efek atau harga efek, pinjam-meminjam efek, atau kontrak lain mengenai efek atau harga efek. Saat ini dilakukan oleh PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). 7. Wali Amanat Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang. Bank Umum yang akan bertindak sebagai wali amanat wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar sebagai wali amanat. 8. Pemeringkat Efek Perusahaan pemeringkat efek adalah pihak yang menerbitkan peringkat-peringkat bagi surat utang (debt securities), seperti obligasi dan commercial paper. Sampai saat ini bapepam telah memberikan izin usaha kepada dua perusahaan pemeringkat efek yaitu PT Pefindo dan PT Kasnic Duff & Phelps Credit Rating Indonesia. B. Pelaku-pelaku dan Profesi Penunjang Pasar Modal Pelaku-pelaku pasar modal di Indonesia adalah: 29 1. Perusahaan efek Perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer investasi 2. Penjamin emisi efek 29 Ibid. hal. 11-15. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Penjamin emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual 3. Perantara pedagang efek Perantara pedagang efek adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. 4. Manajer investasi Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portfolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portfolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pension, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 5. Emiten Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum sedangkan penawaran umum yang dimaksud di sini adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang pasar modal dan peraturan pelaksanannya. 6. Perusahan public Perusahan public adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurangkurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 7. Investor atau pemodal Investor atau pemodal adalah pihak yang melakukan kegiatan investasi atau menanamkan modalnya pasar modal. Investor yang dikenal di pasar modal terdiri dari investor perorangan dan kelembagaan. Selanjutnya beberapa profesi penunjang kegiatan pasar modal adalah: 30 1. Akuntan public Akuntan public adalah pihak yang memberikan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Akuntan yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar profesi penunjang pasar modal untuk akuntan 2. Konsultan hukum Konsultan hukum yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar profesi penunjang pasar modal untuk konsultan hukum 3. Penilai Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan. Penilai yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar profesi penunjang pasar modal untuk penilai. 4. Penasihat investasi 30 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Penasihat investasi adalah pihak yang memberi nasihat kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian Efek dengan memperoleh imbalan jasa. 5. Notaris Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta anggaran dasar dan akta perubahan anggaran dasar termasuk pembuatan perjanjian pejaminan emisi efek, perjanjian antar penjamin emisi Efek, perjanjian perwaliamanatan, perjanjian agen penjual dan perjanjian lain yang diperlukan. Notaris yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam untuk mendapatkan surat tanda terdaftar profesi penunjang di pasar modal untuk notaris. C. Instrument Atau Produk Pasar Modal Berikut ini akan kita lihat beberapa pengertian terlebih dahulu yang terkait dengan pasar modal Indonesia, yaitu: 31 Instrument atau produk yang diperdagangkan di pasar modal disebut dengan Efek. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi, kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivative dari Efek. Yang dimaksud dengan “derivative dari efek” adalah turunan dari Efek, baik efek yang bersifat utang maupun yang bersifat ekuitas, seperti opsi dan waran. 31 Felix O. Soebagjo, Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa, Harisn Investor Daily, Edisi Rabu 25 Juli 2007, hal. 14. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Yang dimaksud dengan opsi dalam penjelasan angka ini adalah hak yang dimiliki oleh pihak untuk membeli atau menjual kepada pihak lain atas sejumlah efek pada harga dan dalam waktu tertentu. Yang dimaksud dengan waran dalam penjelasan angka ini adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang Efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu setelah 6 (enam) bulan atau lebih sejak Efek dimaksud diterbitkan. Transaksi bursa adalah kontrak yang dibuat oleh anggota bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa Efek menjadi jual beli Efek, pinjam meminjam Efek atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek. Transaksi bursa adalah kontrak yang dibuat oleh anggota bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek. 1. Saham (stocks) Saham pada dasarnya adalah bukti pemilikan atas suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT). Setiap unit usaha berbentuk PT wajib memiliki saham. Anggaran dasar sebuah PT menetapkan modal dasar (authorized capital) perusahaan dengan ketentuan tidak boleh lebih kecil dari Rp. 20 juta. Pada saat pengesahan pendirian PT, sekurang-kurangnya 25% dari modal dasar, yang ditetapkan dalam anggaran dasar tersebut, telah disetor penuh. Bukti penyetoran itulah yang disebut saham. Umumnya, saham-saham itu memiliki nilai nominal yang berfungsi antara lain sebagai nilai minimum penyetoran dan porsi pemilikan terhadap perusahaan. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Jadi, kalau PT A memiliki 10 juta saham yang telah disetor penuh, dan anda memiliki 10.000 di antaranya, artinya anda memiliki klaim sebesar satu perjanjian mil terhadap aktiva dan utang perusahaan. Karakteristik yuridis pemegang saham, bisa digambarkan dengan tiga kata berikut: 32 a. limited risk, berarti pemegang saham hanya bertanggung jawab sampai jumlah yang disetorkannya ke dalam perusahaan b. ultimate control, bermakna pemegang sahamlah yang (secara kolektif) menetapkan tujuan dan arah perusahaan, dan c. residual claim, menunjukkan posisi para pemegang saham sebagai orang terakhir yang mendapat pembagian hasil usaha perusahaan (dalam bentuk dividen) dan sisa asset dalam likuidasi, yaitu setelah hak-hak para kreditur terpenuhi semuanya. Peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia mengharuskan semua saham memiliki hak suara, apalagi pada perusahaan public. Namun, dalam praktek, karena pemegang saham public itu jumlahnya bisa ratusan ribu, pelaksanaan hak suara ini sering dilaksanakan dengan mekanisme proxy. Anda tentu bisa membayangkan bagaimana jadinya bila rapat umum pemegang saham (RUPS) sebuah perusahaan public dihadiri ratusan ribu pemegang saham.di Amerika serikat, saham preferen (preferred stocks) biasanya tidak memiliki hak suara. Karena itu, saham preferen di sana umumnya bersifat kumulatif. Sedangkan untuk yang disebut 32 Ibid, hal. 15-18. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 belakangan, anda bisa meminta bantuan pialang atau agen untuk membantu menghitung yieldnya. 2. Saham biasa Dimana surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham biasa adalah yang paling dikenal masyarakat di antara emiten (perjanjian yang menerbitkan surat berharga), saham biasa juga merupakan yang paling banyak digunakan untuk menarik dana dari masyarakat. Jadi saham biasa paling menarik, baik bagi pemodal maupun bagi emiten. Apakah saham itu? Secara sederhana, saham dapat didefenisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badn dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemiliki perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Jadi sama dengan menabung di bank. Setiap kali kita menabung, maka kita akan mendapat slip yang menjelaskan bahwa kita telah menyetor sejumlah uang. Bila kita membeli saham, maka kita akan menerima kertas yang menjelaskan bahwa kita memiliki perjanjian penerbit saham tersebut. 3. Saham preferen Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga tidak bisa mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu: mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut; dan membayar dividen. Sedangkan persamaan antara M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya; dividdennya tetap selama berlaku dari saham; memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan dengan saham biasa. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing dengan obligasi di pasar. Walaupun demikian, obligasi perusahaan menduduki tempat yang lebih senior dibanding saham preferen. Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh pemodal dengan membeli atau memiliki saham: 33 1. Dividend Yaitu pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Umumnya, dividen merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang seperti misalny apemodal institusi atau dana pension dan lain-lain. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti 33 Ibid, hal. 20-25. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. 2. Capital gain Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya membeli saham ABC dengan harga per saham Rp. 3.000 kemudian menjualnya dengan harga per saham Rp. 3.500, yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp. 5.000 untuk setiap saham yang dijualnya. Umumnya pemodal dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan melalui capital gain. Misalnya seorang pemodal membeli saham pada pagi hari dan kemudian menjualnya lagi pada siang hari jika saham mengalami kenaikan. Saham dikenal dengan karakteristik high risk- high return. Artinya saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan tinggi namun juga berpotensi risiko tinggi. Saham memungkinkan pemodal untuk mendapatkan return atau keuntungan dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Namun, seiring dengan berfluktuasinya harga saham, maka saham juga dapat membuat pemodal mengalami kerugian besar dalam waktu singkat. Risiko-risiko yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya: 34 a. Tidak mendapat dividen 34 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Perusahaan akan membagikan dividen jika operasi perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak akan membagikan dividen jika perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian, potensi keuntungan pemodal untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja perusahaan tersebut. b. Capital loss Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan capital gain alias keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus menjual saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian seorang pemodal mengalami capital loss. Misalnya seorang pemodal memiliki saham indosat dengan harga beli Rp. 9.000 namun beberapa waktu kemudian dijual dengan harga per saham Rp. 8.000, yang berarti pemodal tersebut mengalami capital loss Rp. 1.000 untuk setiap saham yang dijual. Dalam jual beli saham, terkadang untuk menghindari potensi kerugian yang makin besar seiring dengan terus menurunnya harga saham, maka seorang investor rela menjual sahamnya dengan harga rendah. Istilah ini dikenal dengan istilah cut loss. Di samping risiko di atas, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan dengan potensi risiko lainnya, yaitu c. Perusahaan bankrupt atau dilikuidasi Jika suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa Efek, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari bursa atau di delist. Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 paling rendah dibanding kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua asset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu dibagikan kepada para kreditur atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada pemegang saham. d. Saham dihapuscatatkan dari bursa efek Risiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika saham perusahaan dikeluarkan dari pencatatan di Bursa Efek alias di de list. Suatu saham perusahaan di delist dari bursa umumnya karena kinerja yang buruk, misalnya dala kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan, mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai dengan peraturan pencatatan efek di bursa. Saham yang telah didelist tentu saja tidak lagi diperdagangkan di bursa, namun tetap dapat diperdagangkan di luar bursa dengan konsekuensi tidak terdapat patokan harga yang jelas dan jika terjual biasanya dengan harga yang jauh dari harga sebelumnya. 3. Obligasi (bond) Obligasi adalah surat berharga yang berisi kontrak antara pemberi dana (dalam hal ini pemodal) dengan yang diberi dana (emiten). Jadi surat obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut telah membeli hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi. Penerbit membayar bunga atas obligasi tersebut pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan secara periodic, dan pada akhirnya menebs nilai utang tersebut pada saat jatuh tempo dengan mengembalikan jumlah pokok pinjaman ditambah bunga yang terutang. Pada umumnya, instrument M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 ini memberikan bunga yang tetap secara periodic. Bila bunga dalam sistem ekonomi menurun, nilai obligasi naik; dan sebaliknya jika bunga meningkat, nilai obligasi turun. Banyak sekali perbedaan antara saham dan obligasi. Yang satu bukti pemilikan, dan yang lainnya merupakan bukti utang. Salah satu perbedaan itu adalah aspek jatuh temponya; obligasi walaupun jangka panjang, tetap ada jatuh temponya, sedangkan saham tidak memiliki jatuh tempo. Varian jenis-jenis obligasi nyaris tak terbatas. Rumpun aktiva keuangan yang bernama obligasi bisa dikelompokkan berdasarkan tipe emiten, berdasar naturity atau masa jatuh temponya, berdasar agunan, berdasar ada atau tidaknya indeksasi pelunasan, berdasarkan variasi penetapan tingkat bunga, berdasarkan ada atau tidaknya hak penukaran atau konversi, dan seterusnya. Di pasar modal Indonesia, saat ini, diperdagangkan dua jenis obligasi yaitu obligasi biasa dan konversi. Tapi, dalam kelompok obligasi biasa terdapat variasi yang cukup kaya, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh BUMN dan perusahaan swasta; obligasi yang memiliki tingkat bunga tetap dan mengambang, obligasi yang memiliki agunan atau penanggung dan yang tidak; dan seterusnya. Bagi pemodal, dua hal saja yang penting diperhatikan, yaitu tingkat resiko dan potensi keuntungan. Untuk pertama bisa digunakan peringkat obligasi tersebut sebagai acuan. Berkaitan dengan perdagangan obligasi, dikenal istilah-istilah sebagai berikut: 35 a. face value atau nilai pari, menunjukkan besarnya nilai obligasi yang dikeluarkan 35 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 b. jatuh tempo, merupakan tanggal yang ditetapkan emiten obligasi harus membayar kembali uang yang telah dikeluarkan investor pada saat membeli obligasi. Jumlah uang yang harus dibayar sama besarnya dengan nilai pari obligasi. Tanggal jatuh tempo tersebut tercantum dalam sertifikat obligasi. c. Bunga atau kupon, merupakan pendapatan yang diperoleh pemegang obligasi yang mana periode waktu pembayarannya dapat berbeda-beda misalnya ada yang membayar sekali dalam tiga bulan, enam bulan atau sekali dalam setahun. Dalam melakukan investasi dengan membeli obligasi, investor wajib mengerti dan menyadari benar mengenai manfaat dan risiko yang terkandung dalam instrument obligasi. Obligasi dikenal sebagai fixed income securities atau surat berharga yang memberikan pendapatan tetap, yaitu berupa bunga atau kupon yang dibayarkan dengan jumlah yang tetap (misalnya sebesar 16 % pertahun) pada waktu yang telah ditetapkan, misalnya setiap 3 bulan, enam bulan atau satu tahun sekali. Obligasi juga mengenal penghasilan dari capital gain, yaitu selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian. Kesulitan untuk menentukan penghasilan obligasi adalah slitnya memperkirakan perkembangan suku bunga. Padahal harga obligasi sangat tergantung dari perkembangan suku bunga. Bila suku bunga bank menunjukkan kecenderungan meningkat, pemegang obligasi akan menderita kerugian karena harga obligasi akan turun. Di samping risiko perkembangan suku bunga yang sulit dipantau, pemegang M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 obligasi juga menghadapi risiko callability, pelunasan sebelum jatuh tempo. Betapa menguntungkannya bila kita memiliki obligasi yang membayar bunga tetap di saat suku buga turun. Namun sayangnya keuntungan seperti ini tidak selamanya bisa dinikmati. Banyak obligasi yang telah dikeluarkan oleh emiten, bisa ditarik kembali sebelum tiba saat jatuh tempo. 4. Obligasi Konversi Obligasi konversi, sekilas tidak ada bedanya dengan obligasi biasa, misalnya memberikan kupon yang tetap, memiliki waktu jatuh tempo dan memiliki nilai pari. Hanya saja, obligasi konversi memiliki keunikan, yaitu bisa ditukar dengan saham biasa. Pada obligasi konversi selalu tercantum persyaratan untuk melakukan konversi. Misalnya, setiap obligasi konversi bisa dikonversi menjadi 3 lembar saham biasa setelah 1 januari 2006. Persyaratan ini tidak sama di antara obligasi konversi yang satu dengan yang lainnya. Obligasi konversi sudah dikenal di pasar modal Indonesia. Untuk kalangan emiten swasta, sebenarnya obligasi konversi lebih dulu popular daripada obligasi. Kecenderungan melakukan emisi obligasi baru menunjukkan aktivitas yang meningkat sejak tahun 1992, sedang obligasi konversi sudah memasuki pasar menjelang akhir tahun 1990. 5. Reksa Dana Reksa dana merupakan salah satu alternatif ivestasi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung resiko atas investasi mereka. Reksa dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan terbatas. Selain itu reksa dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal local untuk berinvesasi di pasar modal Indonesia. Dilihat dari asal katanya, reksa dana berasal dari kosa kata reksa yang berarti jaga atau pelihara dan kata dana yang berarti kumpulan uang, sehingga reksa dana dapat berarti kumpulan uang, yang dipelihara bersama untuk suatu kepentingan. Umumnya, reksa dana diartikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portoffolio Efek oleh manajer investasi. Manfaat yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam reksa dana antara lain: a. Pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil resiko. Sebagai contoh, seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak memiliki dna besar. Dengan reksa dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrument di pasar modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrument seperti deposito, saham, obligasi b. Reksa dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 yang mudah, namun memelrukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal memiliki pengetahuan tersebut c. Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada reksa dana dimana dan tersebut dikelola oleh manajer investasi professional, maka pemodal tidak perlu repot-repot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada manajer investasi tersebut. Seperti halnya wahana investasi lainnya di samping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, reksa danapun mengandung berbagai peluang resiko, antara lain: 36 1. Resiko berkurangnya nilai unit penyertaan Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio reksa dana tersebut. 2. Risiko likuiditas Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption tersebut 3. Risiko wanprestasi Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksa dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat 36 Ibid, hal. 15 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan reksa dana, pialang, bank Kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (nilai aktiva bersih) reksa dana. Dilihat dari bentuknya, reksa dapat dibedakan menjadi: 1. Reksa dana berbentuk perseroan Dalam bentuk reksa dana ini, perusahaan penerbit reksa dana menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari hasil penjualan tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan di pasar modal maupun pasar uang. Reksa dana bentuk perseroan dibedakan lagi berdasarkan sifatnya menjadi reksa dana perseroan yang tertutup dan reksa dana perseroan yang terbuka. Bentuk ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas (PT) b. pengelolaan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara direksi perusahaan dengan manajer investasi yang ditunjuk c. penyimpanan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara manjer investasi dengan bank Kustodian. 2. Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif Reksa dana bentuk ini merupakan kontrak antara manajer investasi dengan Bank Kustodian yang mengikat pemegan unit penyertaan, dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi koletiof dan bank Kustodian M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Bentuk inilah yang lebih popular dan jumlahnya semakin bertambah dibandingkan dengan reksa dana yang berbentuk perseroan. Bentuk ini bercirikan: a. bentuk hukumnya adlaah kontrak investasi kolektif b. pengelolaan reksa dana dilakukan oleh manajer investasi berdasarkan kontrak c. penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilaksanakan oleh bank Kustodian berdasarkan kontrak 6. Sertifikat Penitipan Efek Indonesia Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (SPEI) adalah efek yang memberikan hak kepada pemegangnya atas Efek utama yang dititipkan secara kolektif pada bank Kustodian yang telah mendapat persetujuan Bapepam. Bapepam telah mengeluarkan peraturan tentang SPEI ini, namun sampai saat ini belum ada perusahaan yang menerbitkan Efek jenis ini di Indonesia. D. Instrument Derivative Di Dalam Pasar Modal Indonesia Derivatif adalah sebuah istilah portfolio yang mengaitkan suatu kenaikan jumlah produk dan jenis-jenis produk dengan seperangkat penggunaan yang semakin membingungkan. Kelompok-kelompok orisinil dari produk yang dianggap sebagai derivative telah diperluas untuk mencakup jenis produk baru, klasifikasi produk baru, pasar-pasar baru, para pengguna baru, dan bentuk risiko baru. Dua klasifikasi terbesar dari derivatif adalah derivatif berbasis forward dan derivatif berbasis option. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Sebenarnya masih banyak klasifikasi lainnya, yang mencakup strip dan mortgage backed securities, tetapi yang terkenal adalah dua klasifikasi utama tersebut di atas. Suatu transaksi derivatif merupakan sebuah perjanjian antara dua pihak yang dikenal sebagai counterparties. Dalam istilah umum, transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya tergantung pada diturunkan dari nilai asset, tingkat referensi atau indeks. Saat ini, transaski derivatif terdiri dari sejumlah acuan pokok yaitu suku bunga, kurs tukar, komoditas, ekuitas, dan indeks lainnya. Mayoritas transaksi derivatif adalah produk-produk over the counter yaitu kontrak-kontrak yang dapat dinegosiasikan secara pribadi dan ditawarkan langsung kepada pengguna akhir sebagai lawan dari kontrak-kontrak yang telah distandarisasi dan diperjualblikan di bursa. Menurut para dealer dan pengguna akhir fungsi dari suatu transaksi derivatif adalah untuk melindungi nilai beberapa jenis risiko tertentu. Pasar derivatif dimulai sekitar tahun 1950-an di Amerika serikat. Pada masa itu bursa financial futures dunia seluruhnya berbasis di AS dimana para awalnya semua produk derivatif diperdagangkan di bursa. Alasan penggunaan derivatif antara lain: a. peralatan untuk mengelola resiko b. pencarian untuk hasil yang lebih besar c. biaya pendanaan yang lebih rendah d. kebutuhan-kebutuhan yang selalu berubah dan sangat bervariasi dari sekelompok pengguna M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 e. hedging risiko-risiko saat ini dan masa datang f. mengambil porisi-posisi risiko pasar g. memanfaatkan ketidakefisienan yang ada di antara pasar-pasar Selanjutnya pelaku-pelaku transaksi derivatif adalah: 1. Pengguna akhir Berdasarkan laporan G-30 tahun 1993, sebagian besar pengguna akhir derivatif yaitu sekitar 80 % adalah perusahaan-perusahaan, di samping badan-badan pemerintah dan sector public. Alasan-alasan yang mendorong pengguna akhir menggunakan instrument derivatif adalah: a. untuk sarana lindung nilai b. memperoleh biaya dana yang lebih rendah c. mempertinggi keuntungan d. untuk mendiversifikasikan sumber-sumber dana e. untuk mencerminkan pandangan-pandangan pasar melaui posisi yang diambil 2. Pialang Terdiri dari lembaga-lembaga keuangan yang bertindak sebagai pialang. Fungsi dari dealer antara lain: a. menjaga likuiditas dan terusn menerus tersedianya transaksi b. memenuhi permintaan pengguna akhir dengan segera c. memberikankemampuan untuk mempertinggi likuiditas pasar dan efisiensi harga M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Derivatif terdiri dari Efek yang diturunkan dari instrument efek lain yang disebut underlying. Ada beberapa macam instrument derivatif di Indonesia, seperti bukti right, waran, dan kontrak berjangka. Derivatif merupakan instrument yang sangat berisiko jika tidak dipergunakan secara hati-hati. 1. Bukti Right a. Definisi Sesuai dengan undang-undang pasar modal, Bukt i Right didefinisikan sebagai hak memesan Efek terlebih dahulu pada harga yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Bukti Right diterbitkan pada penawaran umum terbatas, dimana saham baru ditawarkan pertama kali kepada pemegang saham lama. Bukti Right juga diperdagangkan di pasar sekunder selama periode tertentu. Apabila pemegang saham tidak menukar Bukti Right tersebut maka akan terjadi dilusi pada kepemilikan atau jumlah saham yang dimiliki akan berkurang secara proporsional terhadap jumlah total saham yang diterbitkan perusahaan. b. Manfaat Bukti Right Investor memiliki hak istimewa untuk membeli saham baru pada harga yang telah ditetapkan dengan menukarkan Bukti Right yang dimilikinya. Hal ini memungkinkan investor untuk memperoleh keuntungan dengan membeli saham baru dengan harga yang lebih murah. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Bukti Right dapat diperdagangkan pada pasar sekunder, sehingga investor dapat menikmati capital gain, ketika harga jual dari bukti right tersebut lebih besar dari harga belinya. c. Risiko Memiliki Bukti Right Jika harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan menjadi lebih rendah dari harga pelaksanaan, maka investor tidak akan mengkonversikan Bukti Right tersebut, sementara itu investor akan mengalami kerugian atas harga beli Bukt i Right. Bukti Right dapat diperdagangkan pada pasar sekunder, sehingga investor dapat mengalami kerugian ketika harga jual dari Bukti Right tersebut lebih rendah dari harga belinya. 2. Waran a. Definisi Waran biasanya melekat pada saham sebagai daya tarik pada penawaran umum saham ataupun obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari harga pasar saham. Setelah saham atau obligasi tersebut tercatat di bursa, waran dapat diperdagangkan secara terpisah. Periode perjanjian waran lebih lama daripada bukti right, yaitu 3 tahun sampai 5 tahun. Waran merupakan suatu pilihan, dimana pemilik waran mempunyai pilihan untuk menukarkan atau tidak warannya pada saat jatuh tempo. Pemilik waran dapat menukarkan waran yang dimilikinya 6 bulan setelah waran tersebut diterbitkan oleh emiten. Harga waran itu sendiri berfluktuasi selama periode perdagangan. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 b. Manfaat dari waran Pemilik waran memiliki hak untuk membeli saham baru perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari harga saham terebut di pasar sekunder dengan menukarkan waran yang dimilikinya ketika harga saham perusahaan tersebut melebihi harga pelaksanaan. Apabila waran diperdagangkan di bursa, maka pemilik waran mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan (capital gain) yaitu apabila harga jual waran tersebut lebih besar dari harga beli. c. Risiko memiliki waran Jika harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan menjadi lebih rendh dari harga pelaksanaannya, investor tidak akan menukarkan waran yang dimilikinya dengan saham perusahaan, sehingga ia akan mengalami kerugian atas harga beli waran tersebut. 3. Kontrak Berjangka a. Definisi Adalah kontrak atau perjanjian antara dua pihak yang mengharuskan mereka untuk menjual atau membeli produk yang menjadi variable pokok dimana yang akan datang dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Obligasi byek yang dipertukarkan disebut “underlying asset”. Setiap pihak sebelum membuka kontrak harus menyetorkan margin awal, dan karena kontrak tersebut memiliki waktu yang terbatas, maka pada saat jatuh tempo posisi kontrak harus ditutup pada berapapun harga yang terjadi bursa. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Margin itu sendiri harus berada pada suatu level harga tertentu dan jika margin tersebut turun di bawah level tersebut, yang biasanya diakibatkan kerugian yang sangat besar, lembaga kliring akan meminta investor untuk menambah dananya kembali. Bagaimanapun, harus diperhatikan bahwa seluruh transaksi pada kontrak berjangka dilakukan di Bursa Efek. Di Indonesia, saat ini bentu kontrak berjangka yang tersedia adalah LQ45 kontrak berjangka indeks Efek yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Surabaya. b. Manfaat kontrak berjangka indeks Efek 1. Instrument hedging Hedging dimaksudkan untuk melindungi nilai investasi sehingga dapat meminimalkan risiko. Contoh: seorang investor yang memiliki portfolio berencana untuk menjual salah satu sahamnya di masa yang akan datang, tapi dia ingin menentukan pendapatan yang diperolehnya dengan menetapkan harga jual sahamnya saat ini. Pilihan apa yang tersedia bagi investor? Dia dapat membuka kontrak jual di masa yang akan datang, sehingga berapapun harga yang terbentuk pada saat jatuh tempo, investor tetap akan menjual saham tersebut dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Spekulasi M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Investor dapat berspekulasi dengan melakukan perdagangan indeks berjangka daripada melakukan transaksi untuk masing-masing saham. Hal ini dimungkinkan karena adanya leverage. Dengan leverage investor dapat memperoleh keuntungan dari pergerakan harga dengan modal yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan modal yang harus dikeluarkan jika melakukan transaksi perdagangan masing-masing saham di atas. 3. Arbitrase Dengan arbitrase, investor dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan antara harga di pasar spot dan pasar berjangka. c. Risiko kontrak berjangka indeks Efek Pada saat jatuh tempo, investor harus menutup atau menyelesaikan posisinya, walaupun harga yang terjadi berbeda dengan harapannya, sehingga investor dapat mengalami kerugian yang sangat besar jika dibandingkan dengan modal awalnya. Apabila investor mengalami kerugian besar, maka ia diharuskan untuk menyetor tambahan dana ke lembaga kliring. 4. Opsi Opsi adalah suatu kontrak berupa hak tapi bukan suatu kewajiban bagi pembeli kontrak untuk membeli atau menjual suatu asset kepada penjual kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau disepakati. Sebagai salah satu instrument turunan atau derivatif di pasar modal, ada beberapa asset yang dapat melandasi opsi tersebut, yaitu saham, obligasi, mata uang, dan juga komoditi 5. Opsi saham M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Opsi saham adalah suatu kontrak yang menggunakan saham sebagai asset landasan. Opsi saham merupakan instrument turunan atau derivatif karena nilainya diturunkan dari nilai dan karakteristik asset yang melandasinya. Opsi saham mulai diperdagangkan di Inggris pada abad ke 18 dan di AS pada abad ke 14, walaupun ketika itu belum ada standar dan bentuk opsi, serta belum diatur secara organisasi seperti Bursa Efek yang dikenal dewasa ini. Pada tahun 1973, Chicago of options exchange mulai dengan 16 jenis saham sebagai dasar perdagangan opsi dengan seperangkat ketentuan dalam melakukan perdagangan. Walaupun ada beberapa modifikasi penyesuaian terhadap dimensi teknologi, namun konsep opsi CBOE dipandang sebagai acuan dasar pengembangan perdagangan di beberapa bursa efek sejak decade 1980-an sampai sekarang. Perbedaan antara opsi saham dan saham biasa terletak pada kontrak antara pembeli dan penjual. Pembeli akan membayar dalam suatu harga untuk memenuhi hak-hak tertentu dan penjual akan memberikan haknya sebagai imbalan dari harga tersebut. Tidak seperti saham biasa, jumlah opsi yang beredar tergantung pada jumlah pembeli dan penjual yang tertarik untuk menerima dan mengkonversikan haknya. 6. Efek beragun asset Efek beragun asset adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif Efek beragun asset yang portfolionya terdiri dari asset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang timbul di kemudian hari, pemberian kredit, termasuk kredit pemilikan rumah atau M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 apartemen, Efek bersifat hutang yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan kredit, serta asset keuangan setara dan asset keuangan lain yang berkaitan dengan asset keuangan tersebut. 7. Kontrak investasi kolektif Efek beragun asset (KIK-EBA) Kontrak investasi kolektif Efek beragun asset (KIK-EBA) adalah kontrak antara manajer investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang efek beragun asset dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. E. Mekanisme Perdagangan Pasar Modal di Indonesia 1. Umum Melakukan transaksi di pasar modal tidak ada bedanya bertransaksi di pasarpasar komoditi lainnya. Transaksi akan terjadi apabila ada penjual dan pembeli yang menemukan titik temu dari harga yang diminta dan yang ditawarkan. Misalnya saja, anda ingin memiliki saham A, tahun ini perusahaan A mengalami penjualan yang cukup tinggi dan membukukan laba yang cukup mengesankan. Yang ada perlu lakukan adalah pergi menghubungi perusahaan investasi dan meminta layanan broker perusahaan tersebut untuk membantu anda. Berikut ini adalah urutan-urutan yang bisa anda ikuti: 37 37 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. anda sebagai klien membuka opening account di perusahaan Efek yang dipercaya untuk mengelola dana b. perusahaan Efek mencatat nama anda dalam file customer perusahaan dan menyimpannya sebagai data perusahaan c. jika anda ingin melakukan transaksi (beli atau jual), anda tinggal menghubungi broker anda dan beritahukan saham yang anda inginkan, jumlah, beserta harganya d. broker anda, yang selanjutnya akan bertindak sebagai sales person, akan meneruskan order yang anda lakukan (baik beli maupun jual) pada dealer di perusahaan investasi tersebut e. dealer akan menghubungi floor trader atau petugas di bursa untuk memasukkan order yang diinginkan f. saat order (misalnya order beli) yang anda berikan cocok dengan order jual yang ada, maka transaksi berhasil terjadi (done) g. floor trader akan mengkonfirmasi transaksi yang telah terjadi kepada dealer perusahaan investasi yang selanjutnya akan meneruskannya kepada broker, broker akan memberitahukan informasi tersebut kepada anda h. perusahaan investasi anda akan mengirimkan konfirmasi kepada anda yang berisikan detail dari transaksi yang telah terjadi beserta komisi yang harus anda berikan atas jasa broker i. uang yang harus anda berikan apabila melakukan transaksi beli biasanya empat hari setelah transaksi (T+4) dan uang yang akan anda terima jika M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 melakukan transaksi jual adalah dalam kurun waktu T + 6 atau enam hari setelah transaksi. 2. Derivatif a. Bukti Right Hampir semua peraturan perdagangan Bukti Right mengikuti prosedur perjanjian saham. Pada tanggal pelaksanaan, investor membayarkan sejumlah dana ke emiten melalui perusahaan efek, dan sebagai imbalannya, mereka akan menerima sejumlah saham baru. b. Waran Pemegang waran dapat menukarkan waran yang dimilikinya menjadi saham biasa dengan membayarkan sejumlah dana ke emiten melalui perusahaan Efek. Seperti halnya perdagangan Bukti Right, hampir semua peraturan perdagangan waran mengikuti prosedur perdagangan saham. c. Kontrak Berjangka Indeks Saham (KBIE-LQ 45) 1. Fasilitas perdagangan a. Periode perdagangan di BES sama dengan periode perdagangan di BEJ, yang berdasarkan sistem tawar menawar secara elektronik yang beroperasi secara terus menerus selama jam perdagangan b. Perdagangan didukung oleh sistem yang disebut futures automated trading system (FATS), dan dapat dilakukan dari kantor masingmasing perusahaan efek, serta didukung oleh sistem risk monitoring on line (RMOL). RMOL ini adalah sistem pelaporan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 secara langsung, yang memungkinkan investor memonitor posisi kontrak yang masih terbuka serta saldo akhir dari modal investor. 2. Jenis kontrak a. kontrak bulanan, adalah tipe kontrak yang jatuh tempo pada hari bursa terakhir bulan bersangkutan b. kontrak dua bulanan, adalah tipe kontrak yang jatuh tempo pada hari bursa terakhir bulan berikutnya setelah kontrak bulanan c. kontrak kuartal, adalah tipe kontrak yang jatuh tempo pada kuartal terdekat setelah kontrak dua bulanan seperti juga halnya dengan investasi di saham, investor juga harus membuka rekening di perusahaan Efek. Untuk setiap kontrak, investor harus menempatkan setoran awal sejumlah Rp. 3 juta per kontrak. Order dari investor kemudian akan dimasukkan ke dalam sistem FATS oleh trader untuk diproses lebih lanjut. Yang membedakan adalah penyelesaian dalam T+1, bukan T+3 seperti yang berlaku di perdagangan saham di BEJ. 3. Spesifikasi kontrak berjangka indeks LQ45 a. Indek LQ45 dijadikan sebagai dasar atau underlying yang dihitung dan diterbitkan oleh Bursa Efek Jakarta. b. Setiap indeks poin dikonversikan ke dalam mata uang dengan menggunakan multiplier yang saat ini besarnya Rp. 500.000 untuk setiap poinnya. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 c. Penyelesaian secara tunai (cash settlement) d. Penyelesaian T+1 e. Mekanisme “matching” yang digunakan untuk mempertemukan order adalah berdasarkan prioritas harga dan prioritas waktu f. Hari perdagangan terakhir adalah hari bursa terakhir pada bulan kontrak g. Marjin awal adalah Rp. 3 juta per kontrak terbuka h. Biaya perkontrak saat ini adalah Rp. 50.000 belum termasuk PPN Demikianlah sekilas mengenai pasar modal Indonesia. Potensi pasar modal Indonesia untuk tumbuh dan berkembang sudah tidak diragukan lagi. Sisi supply misalnya, jumlah emiten yang mengantre untuk menjadi perusahaan public jumlanya berlimpah, puluhan mungkin ratusan ribu perusahaan terus berupaya menjadi perusahaan public dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Namun menunggu sisi supply untuk secepat kilat masuk ke lantai bursa nampaknya tidak bisa sekejap mata bisa dilakukan, mengingat ketatnya aturan yang ada. Karena itu ketua Bapepam-LK, Fuad Rahmany berulangkali mengatakan agar pelaku pasar tidak hanya bergantung pada emiten yang mau mencatatkan sahamnya di bursa, melainkan lebih inovatif lagi membentuk produk-produk investasi unggulan yang memiliki daya tarik bagi investor. Skema pembentukan aturan dan tata karma di pasar modal ang pro pasar terus membuka lebar-lebar kemungkinan munculnya produl-produk investasi baru. Kalau selama ini insane pasar modal hanya mengela produk investasi berupa saham dan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 turunannya, seperti Efek yang bersifat opsional semisal right, waran, dn opsi serta obligasi dan reksa dana, nantinya produk-produk lain bisa segera dijajakan. Bahkan aturan mengenai produk seperti Exchange traded fund (ETF), Efek beragun asset (EBA/ABS) sudah tersedia. Pendeknya kini pelaku pasar tinggal meluncurkan saja. Sebagai sebuah pasar modal yang masih dalam tahap berkembang kekurangan di sana-sini memang selalu ada, namun tiap faktor itu diketahui selalu disempurnakan. Learning by doing, untuk mencapai sebuah kesempurnaan tentunya akan terus dilakukan. Empat bulan terakhir ini, segenap pelaku pasar modal Indonesia diajarkan mengenai sebuah produk yang bernama subprime mortgage. Sebuah produk investasi surat berharga yang bermula dari kredit kepemilikan rumah di AS (KPR). Habatnya lagi produk tersebut demikian menjadi pembicaraan karena banyaknya fund manager (pengelola dana) papan atas dunia yang dikabarkan menanggung rugi besar akibat anjloknya harga instrument itu. Namun di tengah jeleknya pemberitaan mengenai kerugian yang diderita banyak fund manager, pemberitaan mengenai fund manager yang mendulang untuk besar akibat rontoknya harga subprime mortgage itu juga ada, bahkan dengan keuntungan yang berlipat-lipat kali. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 BAB IV TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERANAN LEMBAGA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PASAR MODAL DI INDONESIA A. Transaksi Benturan Kepentingan di dalam Pasar Modal Kegiatan di pasar modal sebagai alternatif penadanaan dan pembiayaan bagi pengembangan suatu perusahaan tidak pernah terlepas dari peraturan-peraturan yang menaunginya dalam rangka melindungi kepentingan investor. Peraturan-peraturan tersebut sebagai bagian dari sistem hukum pasar modal kita tentunya embutuhkan interpretasi atau penafsiran agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengimplementasiannya. Transaksi benturan kepentingan terdiri atas dua unsur yaitu transaksi dan benturan kepentingan. Definisi transaksi sebagai aktivitas atau kontrak dalam rangka memberikan dan atau mendapat pinjaman, memperoleh, melepaskan, atau menggunakan aktiva, jasa, atau efek suatu perusahaan atau perusahaan terkendali atau mengadakan kontrak sehubungan dengan aktivitas tersebut. Dari definisi di atas, dapat terlihat bahwa pengertian transaksi adalah sangat luas karena pada prinsipnya meliputi pemberian jaminan, pinjaman hutang, jasa, akuisisi atau penjualan aktiva sedangkan benturan kepentingan didefenisikan sebagai perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 pemegang saham utama perusahaan, atau pihak terafiliasi dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama. 38 Di Indonesia sendiri, dasar hukum pengaturan transaksi benturan kepentingan di Indonesia selain undang-undang pasar modal adalah keputusan ketua Bapepam No. Kep-84/PM/1996 tanggal 24 Januari 1996 sebagaimana diubah dengan keputusan ketua Bapepam No. Kep-12/PM/1997 tanggal 30 april 1997 dan dengan keputusan ketua Bapepam No. Kep-32/PM/2000 tanggal 22 agustus 2000 tentang benturan kepentingan transaksi tertentu atau singkatnya peraturan IX.E.1. Namun dalam pelaksanaannya, peraturan ini cukup rumit dan memiliki cakupan yang luas sehingga tidak menutup kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaannya oleh perusahaan public atau emiten yang akan mengadakan transaksi benturan kepentingan. 39 Kalau dilihat pengaturan Transaksi Benturan Kepentingan di Indonesia dengan Singapura dan Malaysia, terlihat ada sedikit perbedaan. Namun, pada prinsipnya peraturan transaksi dengan unsur benturan kepentingan yang berlaku di Indonesia dengan yang berlaku di Singapuran dan Malaysia sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda, karena ketiga peraturan tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memberikankeperlindungan kepada pemegang saham independen dan pubilk atau investor, yang biasanya merupakan pemegang saham minoritas dalam emiten atau perusahaan public dari transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak yang 38 Sri Indrastuti Hadiputrato & Susanti Suhendro, Transaksi Benturan Kepentingan Sebuah Perbandingan, Diakses dari situs: www.hukumonline.com, tanggal 4 September 2006. 39 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 memiliki kepentingan yang berbenturan dengan kepentingan emiten atau perusahaan publik. B. Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Melalui Lembaga Arbitrase Sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di Luar Pengadilan Alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau alternative dispute resolution (ADR) adalah suatu cara penyelesaian sengketa di samping cara yang pada umumnya ditempuh oleh masyarakat (pengadilan). Alternatif penyelesaian sengketa dibuat juga alternatif penyelesaian di luar pengadilan, meksipun dewasa ini penerapan salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa, yakni mediasi telah diterapkan pula sebagai bagian dari proses persidangan perdata.40 Alternatif penyelesaian sengketa mempunyai beberapa mekanisme yang bisa dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, di antaranya yang paing popular adalah: 41 1. negosiasi, adalah istilah lain dari musyawarah untuk mufakat. Semua orang, secara alamiah, cenderung untuk menempuh cara ini ketika menghadapi perselisihan dengan pihak lain sebelum cara lain 2. pendapat mengikat, adalah pendapat yang diberikan oleh pihak ketiga yang dianggap netran dan ahli atas permintaan para pihak untuk memberikan 40 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perjanjian Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998. hal. 25 41 Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Arbitrase Dividen Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hal. 10 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 penafsiran mengenai suatu ketentuan yang kurang jelas di dalam perjanjian agar di antara para pihak tidak terjadi lagi perbedaan penafsiran. 3. mediasi, adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan di antara para pihak dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut mediator, dengan tujuan tercapainya kesepakatan damai dari pihak bersengketa. Berbeda dengan hakim dan arbiter, mediator hanya bertindak sebagai fasilitator pertemuan dan tidak memberikan keputusan atas sengketa para pihak sendiri yang memegan kendali dan menentukan hasil akhirnya, apakah akan berhasil mencapai perdamaian atau tidak. 4. arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa dengan cara menyerahkan kewenangan kepada pihak ketiga yang netral dan independen, yang disebut arbiter, untuk memeriksa dan mengadili sengketa pada tingkat pertama dan terakhir. Arbitrase mirip dengan pengadilan, dan arbiter mirip dengan hakim pada proses peradilan. Perkembangan alternatif penyelesaian sengketa antara satu negara dengan negara lain berbeda-beda, namun selalu ada kaitannya dengan kondisi social, politik, ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan infrastruktur (teknologi dan transportasi) dari negara yang bersangkutan. Selain perbedaan kondisi, tetap ada kesamaan mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat kebutuhan pelaku usaha mengenai penyelesaian yang efisien dari segi waktu dan biaya, dan sebagai akibat dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi hukum, serta sinergi dari kedua faktor pendorong tersebut. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Alternatif penyelesaian sengketa adalah mekanisme yang baru berkembang dan dikembangkan seiring dengan kemajuan transaksi komersial (kebutuhan pelaku usaha), meskipun mungkin secara histories sudah muncul lebih dahulu daripada institusi pengadilan bentukan negara. Di Indonesia praktek arbitrase sudah dikenal sebelum perang dunia II namun masih jarang dipakai karena kurangnya pemahaman masyarakat dan tidak ada keyakinan tentang manfaatnya. 42 Dari segi konsep, manfaat mekanisme yang tersedia di dalam lebih banyak dan fleksibel daripada pengadilan, para pihak bisa memilih mana yang paling disuka, yang paling cocok dan sesuai dengan kebutuhan: a. Negosiasi Di dalam proses negosiasi tidak ada keterlibatan, campur tangan atau intervensi pihak ketiga, perundingan dilaksanakan secara langsung antara para pihak yang berselisih. Negosiasi adalah cara pertama untuk menghindari berkembangnya permasalahan menjadi sengketa yang lebih serius lagi. Syarat terpenting dari negosiasi yang efektif adalah kesetaraan posisi tawar (bargaining position). Apabila hal itu tidak ada, maka sangat diperlukan adanya kehendak (willingness) dari pihak yang mempunyai posisi tawar yang lebih kuat untuk mau mendengar pihak lainnya dan tidak bersifat take-it-or-leave-it. Ada kemungkinan negosiasi menghadpi deadlock ketika para pihak tidak mencapai mufakat dan tidak melanjutkan perundingan. Dalam hal ini APS 42 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Jakarta, 1982. hal. 20 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 menyediakan mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian sengketanya, yatu pendapat mengikat, mediasi dan arbitrase. 43 b. Pendapat Mengikat Sesuai dengan namanya, pendapat mengikat bersifat mengikat bagi para pihak yang memintanya. Pendapat mengikat cocok menjadi pilihan bagi para pihak terhadap perselisihan yang berkenaan dengan perbedaan penafsiran perjanjian. Mekanisme ini masih merupakan produk yang bersifat kontraktual oleh karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan pendapat mengikat yang telah diberikan oleh pihak ahli dianggap sebagai cidera janji (wan prestasi). Jika hal itu terjadi, APS menyediakan mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian sengketa, yaitu mediasi dan arbitrase. c. Mediasi Keunggulan dari mediasi adalah kehadiran mediator sehingga memungkinkan para pihak didengar secara seimbang, parapihak merasa mempunyai kesetaraan posisi, para pihak merasa terlibat aktif dalam proses perundingan, dan mempermudah tercapainya win-win solution. Keunggulan inilah yang menyebabkan mediasi banyak diterapkan untuk menyelesaikan perselisihan yang ada stagnasi komunikasi dan ketidaksetaraan posisi tawar, misalnya antara kosumen dengan produsen, nasabah kecil dengan bank, masyarakat korban pencemaran dengan pabrik, dan sebagainya. Bahkan pemerintahan di banyak negara dengan sengaja mendorong mediasi pada sector tertentu sehingga mediasi tidak sekedar pilihan para pihak tetapi sudah 43 Gary Goodpaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, Elips Project, Jakarta, 1993. hal. 14 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 merupakan anjuran bahkan diwajibka oleh pemerintah. Namun bukan berarti bahwa mediasi hanya cocok untuk kasus semacam itu, bahkan mediasi juga sukses menyelesaikan persengketaan antara perusahaan besar seperti antara Singapore Airlines dengan British Airways. Persengketaannya adalah mengenai hak cipta first class seats, kedua belah pihak empat memprosesnya ke pengadilan, namun akhirnya sepakat menyelesaikannya secara damai. SIA dan BA tidak memberikan penjelasan mengenai rincian penyelesaian yang mereka capai. Ketika negosiasi mengalami kegagalan, mediasi layak untuk dipilih sepanjang untuk: 44 1. para pihak masih yakin dapat menyelesaikan permasalahan berdasarkan winwin solution, bukan benar salah menurut hukum 2. para pihak masih menghendaki terpeliharanya hubungan baik dan/atau kontrak di antara mereka, dan 3. yang dibutuhkan para pihak hanya kehadiran mediasi untuk membantu mereka demi kelancaran perundingan. Mediasi tidak selalu berhasil mencapai kesepakatan damai, bagaimanapun tetap ada kemungkinan terjadinya deadlock. Atau keadaan lain, misalnya kesepakatan damai tercapai namun tidak ditaati oleh salah satu pihak. Jika ini terjadi, APS menyediakan mekanisme lain yang bisa dipilih oleh para pihak untuk melanjutkan penyelesaian sengketanya, yaitu arbitrase. d. Arbitrase 44 Ibid, hal. 21 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Apabila mediasi mengalami kebuntuan, arbitrase layak dipilih oleh para pihak untuk melanjuti proses penyelesaian sengketa sepanjang: 45 1. para pihak sudah tidak dapat lagi melanjutkan perundingan 2. para pihak menghendaki cara penyelesaian yang lebih mempertimbangkan benar salah menurut hukum namun tidak kaku dalam mengambil dasar/penerapan hukum (atas dasar keadilan dan keputusan), tidak sematamata atas dasar ketentuan (hukum) 3. para pihak menghendaki keputusan yang final dan mengikat namun melalui prosedur yang lebih fleksibel dan efisien (dari segi waktu dan biaya) dibandingkan pengadilan 4. para pihak menghendaki persengketaannya diperiksa dan diputus oleh orang yang ahli (bukan generalist) yang ditunjuk sendiri oleh mereka, dan 5. para pihak menghendaki pemeriksaan yang bersifat tertutup untuk umum Arbiter memegang posisi penting dalam proses arbitrase karena ia yang akan memeriksa dan mengadili (mengambil putusan) atas sengketa yang diajukan kepadanya. Arbiter ditunjuk atas dasar keahlian dan kompetensinya. Dalam menjalankan tugasnya, arbiter harus menjunjung tinggi kode etik, bersikap adil, netral dan mandiri, bebas dari pengaruh tekanan pihak manapun, serta bebas dari benturan kepentingan dan afilitasi, baik dengan salah satu pihak yang bersengketa maupun dengan persengketaan yang bersangkutan. Apabila hal-hal tersebut dilanggar maka arbiter yang bersangkutan harus berhenti atau diberhentikan dari tugasnya. 45 Huala Adolf, Arbitrase Dagang Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 1994. hal. 46. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Berbeda dengan negosiasi dan mediasi yang masih mungkin tidak berhasil, arbitrase pasti akan menghasilkan suatu keputusan terhadap sengketa yang diperiksa karena arbiter berwenang untuk itu bahkan dalam hal ketidakhadiran pihak termohon sekalipun. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Dengan demikian terhadap putusan arbitrase tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. 46 Berdasarkan penjelasan secara teori/konsep di atas, alternatif penyelesaian sengketa mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan pengadilan, yakni efektifitas waktu dan biaya, prosedur yang lebih sederhana, lebih fleksibel, banyak ditentukan atas dasar kesepakatan para pihak, kerahasiaan, dan hasil/putusan yang cepat bahkan ada yang bersifat final dan mengikat. APS lebih fleksibel diterapkan pada semua sector kehidupan, dari komersial sampai kehidupan keluarga. Berdasarka penjelasan di atas, alternatif penyelesaian sengketa mempunyai manfaat lebih, namun kenyataannya tidak serta merta bahwa konsep alternatif penyelesaian sengketa dengan mudah berkembang di tengah masyarakat. Faktor kemanfaatan lainnya yang menjadi persoalan bagi masyarakat adalah bagaimana kepastian hukum dan hasil nyata dari praktek alternatif penyelesaian sengketa. a. Kepastian Hukum Masyarakat percaya bahwa putusan pengadilan pasti mempunyai kekuatan hukum dan dpat dipaksakan pelaksanannya terhadap pihak yang tidak menjalankannya secara sukarela. Namun masyarakat sanksi apakah alternatif 46 Ibid, hal. 24 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 penyelesaian sengketa juga punya kekuatan yang sama seperti layaknya putusan pengadilan, apakah putusan arbitrase sama kuatnya dengan putusan pengadilan. Berikut ini penjelasan mengenai kepastian hukum alternatif penyelesaian sengketa dan hasil-hasilnya: 47 1. Kepastian hukum negosiasi dan mediasi Bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang pada dasarnya akarnya adalah perundingan dan hasilnya berupa kesepakatan, seperti negosiasi dan mediasi, efektifitasnya tentu akan sangat tergantung dari itikad baik para pihak mentaati hasilhasil perundingan/kesepakatan tersebut. Secara teori mestinya tidak mungkin ada kesepakatan damai yang tidak dipatuhi dan dijalankan oleh salah satu pihak karena untuk mencapai kesepakatan damai sudah merupakan kerelaan dari parapihak untuk win-win solution, apalagi tidak ada paksaan sedikitpun dari pihak ketiga dalam menentukan hasil akhir dari proses perundingan. Setiap tindakan salah satu pihak yang bertentangan dengan hasil perundingan merupakan tindakan cidera janji (wanprestasi). Undang-undang yang mengatur dasar-dasar mediasi di Indonesia adalah UU No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa (UUAAPS), dalam bab II pasal 6. UUAAPS secara jelas menyatakan bahwa mediasi sangat tergantung dari irikad baik para pihak, dan hasilnya sangat tergantung dari kehendak para pihak. Tidak ada ancaman jika salah satu pihak tidak menjalankan 47 Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000. hal. 72. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 kesepakatan mediasi selain ancaman tuntutan wanprestasi dari pihak yang berkepentingan. Namun khusus untuk mediasi yang pelaksanaannya dianjurkan oleh regulator melalui peraturan yang dibuat oleh regulator yang bersangkutan, ada sedikit pengecualian yakni adanya unsur paksaan dari regulator kepada pihak perusahaan khususnya dalam bentuk kewajiban untuk melaksanakan dan ancaman sanksi jika tidak dilaksanakan. Contohnya adalah Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006, 20 januari 2006, pasal 13 jo pasal 16. Eksistensi mediasi di Indonesia semakin dikukuhkan dengan diterbitkannya Perma No. 2 tahun 2003 dimana semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui mediasi. Bentuk paksaan lain adalah seperti yang diatur dalam peraturan dan acara BAPMI. Pasal 18 peraturan tersebut menyatakan bahwa jika salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan mediasi, maka pihak yang berkepentingan dapat menyampaikan pengaduan kepada pengurus dari asosiasi/organisasi dimana ia menjadi anggota, dan selanjutnya kepada badan pengawas pasar modal dan asosiasi/organisasi dimana pihak yang tidak bersedia melaksanakan menjadi anggota. Tindakan ini lebih merupakan sanksi social. 2. Kepastian hukum arbitrase Keraguan yang mendasar terhadap putusan arbitrase adalah apakah putusan yang dikatakan final dan mengikat itu benar-benar bisa langsung dilaksanakan, bisa dieksekusi, termasuk juga terhadap putusan arbitrase asing apakah benar-benar diakui M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 oleh negara dimana putusan tersebut akan dilaksanakan. Apakah sistem hukum suatu negara mengakui putusan arbitrase. Keraguan masyarakat ini terpengaruh tidak hanya karena keterbatasan pemahaman mengenai arbitrase, tetapi juga karena banyaknya pemberitanaan mengenai putusan arbitrase yang tidak dipenuhi atau bertele-tele – bad news is a good news – padahal lebih banyak putusan arbitrase yang lancar dilaksanakan. Keraguan itu sangat mengganggu apalagi mengingat bahwa pengguna dari arbitrase sebagian besar adalah pelaku usaha yang sering melakukan transaksi bisnis internasional. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tingkat internasional PBB mengeluarkan convention on the recognition and enforcement of foreign arbitral award tahun 1958, atau yang dikenal dengan new york convention. Konvensi ini mewajibkan negara penandatangan atau yang meratifikasi untuk menghormati putusan arbitrase asing berdasarkan asas resiprositas. New York Convention menanamkan prinsip-prinsip umum mengenai arbitrase, kewenangan arbitrase dasar mengenai arbitrase internasional juga dimuat dalam UNCITRAL model law. Kedua sumber inilah yang banyak diadopsi oleh lembaga-lembaga arbitrase internasional.dan negara-negara di dunia dalam membuat peraturan perundangundangan mengenai arbitrase di negara masing-masing. 48 Prinsip-prinsip umum arbitrase antara lain sebagai berikut: 49 48 Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989. hal. 12 49 Ibid, hal. 15. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a. syarat utama arbitrase adalah adanya kesepakatan para pihak bahwa sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase (perjanjian arbitrase), tanpa perjanjian tersebut maka arbitrase tidak berwenang menangani persengketaan dimaksud b. pengadilan tidak berwenang menangani persengketaan yang telah terikat dengan perjanjian arbitrase c. para pihak yang telah terikat oleh perjanjian arbitrase tidak mempunyai hak lagi untuk mengajukan perkara ke pengadilan d. arbiter bewenang memutus perkara, bahkan dalam hal ketidakhadiran salah satu pihak e. putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat f. intervensi seminim mungkin dari pengadilan terhadap pertimbangan arbiter, namun ada dukungan dari pengadilan untuk pelakanaan putusan arbitrase g. arbiter dipilih oleh para pihak h. para pihak mempunyai kesempatan yang sama untuk didengar pendirian dan penjelasannya i. pemeriksaan arbitrase berlangsung dalam kerangka waktu yang ditetapkan di awal j. para pihak bebas memilih tempat, acara dan bahasa yang dipergunakan dalam arbitrase k. putusan arbitrase dapat dimohonkan banding dengan alasan tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Pengakuan terhadap arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa lainnya di Indonesia bisa dilihat pada ratifikasi Indonesia atas New York Convention melalui Keppres No. 34 tahun 1981, pasal 3 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, bagian penjelasan bahwa UU ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar pengadilan negara melalui perdamaian atau arbitrase, dan telah diberlakukannya undang-undang khusus yakni UU alternatif penyelesaian sengketa sejak berlakunya UU No. 30 Tahun 1999. UU alternatif penyelesaian sengketa, sebagaimana halnya negara lain dan lembaga-lembaga alternatif penyelesaian sengketa, mempunyai kesamaan prinsipprinsip umum. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat arbiter memang pada mulanya ditujukan bagi pelaku bisnis yang tidak mengenal batas-batas negara, yang menjalankan bisnis sesuai dengan kelaziman praktek yang diterima secara umum di dalam transaksi internasional. Kita hampir tidak menemukan perbedaan yang prinsip antara UU alternatif penyelesaian sengketa dengan New York Convention atau UNCITRAL model law atau ICC Rules on arbitration, begitu pula dengan peraturan acara BAPMI, BANI dan banyak lembaga arbiter lainnya. Di samping peraturan perundang-undangan, pengadilan di Indonesia dan mahkamah agung sebenarnya juga banyak memberikan dukungan terhadap arbitrase domestic maupun asing, baik penguatan/pengakuan terhadap perjanjian arbitrase, penegasan terhadap kompetensi absolute arbitrase, dan juga pelaksanaan putusan arbitrase. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Berdasarkan uraian di atas, arbitrase dan putusannya telah mendapatkan kepastian hukum oleh peraturan perundang-undangan maupun pengadilan di Indonesia, dan bahwa ketentuan mengenai arbitrase di dalam UU alternatif penyelesaian sengketa, peraturan acara BAPMI, BANI dan lembaga arbitrase nasional di Indonesia sudah sesuai dengan kelaziman praktek yang diterima secara umum di dalam transaksi internasional, sehingga tidak perlu dikhawatirkan lagi. Praktek arbitrase di Amerika Serikat Dari artikel pada consumer news, spring 2002, dikatakan bahwa pada umumnya di AS di awal tahun 1970-an telah banyak digembar-gemborkan bahwa arbitrase adalah metode penyelesaian yang hemat waktu dan biaya. Namun pada saat itu para pihak yang bersengketa enggan untuk mempercayai arbiter, mereka lebih condong kepada hakim yang memang sudah berpengalaman mengadili persengketaan daripada menyerahkan kepada arbiter yang putusannya tanpa bisa dibanding. 50 Kini keadaannya sudah sangat berubah, para hakim lebih sering menyarankan para pihak untuk menempuh arbitrase, banyak hakim yang beralih profesi mejnadi arbiter, kontrak-kontrak yang disodorkan oleh advokat sering memasukkan klausula arbitrase, termasuk kontrak polis asuransi. Arbitrase berkembang sangat pesat tidak terbendung, bahkan dikatakan “booming”, diterapkan secara luas hampir di semua sector perdata. Pada bidang-bidang tertentu yang terkait dengan pelyanan dan kepentingan publik, khususnya konsumen, klaim keuangan yang kecil-kecil, dan 50 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 perburuhan, di banyak negara bagian sudah diharuskan melalui mekanisme di luar pengadilan (mandatory sifatnya). Untuk menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat AS terhadap arbitrase dibanding pengadilan, berdasarkan Harris Interactive Survey, US Chamber Institute of Legal Reform, April 2005, yang merupakan survey terhadap respondent yang pernah menjalani arbitrase: 51 1. responden terbanyak dari kalangan berpendidikan college, penghasilan USD 50,000-99,999 pertahun, dan usia 45-54 2. 74% responden menyatakan arbitrase lebih cepat, 6% mengatakan lebih lambat dan 12% mengatakan sama saja, sisa tidak tau. 3. 63% menyatakan lebih simpel, 8% mengatakan lebih kompleks dan 17% mengatakan sama saja, sisa tidak tau. 4. 51% menyatakan lebih murah, 8% mengatakan lebih mahaldan 11% mengatakan sama saja, sisa tidak tau. 5. 35% menyatakan lebih simpel, 30% mengatakan cukup puas dan 15 % mengatakan tidak puas, sisa tidak tau. 6. 54% menyatakan puas dengan kinerja arbiter, 27% mengatakan cukup puas dan 11 % mengatakan tidak puas. 7. 48% menyatakan putusan arbitrase sangat fair, 24% mengatakan cukup fair dan 25% mengatakan tidak puas, sisanya tidak tau 51 Gatot P. Soemartono, Finalitas Putusan Arbiter Internasional: Analisis Pasal 52 Konvensi ICSID, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum”, Tahun IV/No. 13, Jakarta, 1997. hal. 45 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 8. 66% menyatakan akan menggunakan arbitrase lagi, 19% mengatakan kapok, sisanya tidak tau 9. yang kalah 30% tetap bersedia menggunakan arbitrase di lain kesempatan 10. yang kalah 40% menganggap proses arbitrase fair, dan 21% puas dengan keputusan arbitrase 11. 45% dari responden menempuh arbitrase karena saran dari advokat, 19% karena tertulis di kontrak, 16% atas inisiatif sendiri, 10% atas saran dari pihak lawan, dan 5% atas saran dari pengadilan 12. 33% putusan arbitrase tidak berupa uang, 15% bernilai lebih dari USD 50,000, 13% di bawah USD 1,000, selebihnya bervariasi di antara angka tersebut; Survey yang lain tahun 2003 (Roper ASW) menunjukkan bahwa 66% orang Amerika mengaku sudah mengetahui (aware) mengenai arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan 64% mengatakan akan memilih arbitrase daripada pengadilan. Faktor yang mendorong perkembangan arbitrase dan bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya di AS adalah: 52 1. proses pengadilan yang sangat kompleks dan lama, akibatnya biaya beracara sangat mahal-biaya terbesar dari fee advokat 2. keterbatasan anggaran pengadilan-pengadilan di AS yang menyebabkan pengurangan pegawai, hakim dan hari/jadwal sidang, sehingga berdampak serius kepada akses public kepada keadilan (national arbitration forum, 2005) 52 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 3. kenyataan praktek bahwa arbitrase jauh lebih efisien dari segi waktu dan biaya daripada pengadilan 4. perkembangan demokrasi yang pada decade terakhir memberikan perhatian yang lebih kepada masyarakat kecil dan kepentingan public seperti pada isuisu konsumen dan buruh, membuktikan bahwa APS merupakan mekanisme yang cocok untuk melindungi kepentingan publik semacam itu 5. dukungan dari hakim dan mahkamah agung melalui putusan-putusan yang melindungi dan menguatkan klausula arbitrase, termasuk pengakuan terhadap klausula arbitrase yang dibuat melalui e-mail dan website 6. dukungan dari kongres, parlemen, negara bagian dan korporasi dalam mengendorse alternatif penyelesaian sengketa, termasuk sweetener bagi penggunaan arbitrase, misalnya fee arbiter ditanggung oleh perusahaan/asuransi, biaya arbitrase lainnya dibagi 50:50. Praktek Mediasi dan Arbitrase di Singapura Singapore international arbitration centre (SIAC) berdiri pada tahun 1991, adalah salah satu contoh kisah sukses lembaga arbitrase. SIAC telah menunjukkan perkembangan yang sangat berarti dan menjadi pusat arbitrase di kawasan asia pasifik. Berdasarkan catatan statistic (diambil dari www.siac.org.sg.), pada tahun pertama berdiri Singapore international arbitration centre (SIAC) hanya menangani 2 sengketa, dan kini rata-rata 70-80 sengketa pertahun, dengan perbandingan 40% M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 transaksi domestic dan 60% transaksi internasional. Total sampai dengan tahun 2005 sudah menangani 879 persengketaan perdata. 53 Perkembangan mediasi di Singapura melalui Singapore mediation centre (SMC) juga tidak kalah dengan Singapore international arbitration centre (SIAC). SMC berdiri pada tahun 1997. Menurut data yang dipublikasikan melalui websitenya, sampai dengan april 2006 telah menangani lebih dari 1000 sengketa, dan 75% berhasil diselesaikan. Keberhasilan itu berdampak kepada penghembatan biaya pada pengadilan (berkurangnya perkara) sampai dengan $18 juta, begitu pula pada sisi para pihak, bukan hal yang aneh jika rata-rata mereka bisa menghemat $ 80.000. Pengalaman Singapore international arbitration centre (SIAC) Singapore mediation centre (SMC) menunjukkan dua faktor penting dalam membangun lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang kuat:54 1. modal stabilitas politik dan sosial, kuatnya rule of law, lingkungan dan fasilitas bisnis serta ekonomi yang nyaman, kelengkapan infrastruktur teknologi informasi, kemudahan transportasi, dan masyarakat yang multi rasial yang dimiliki oleh Singapura adalah lingkungan yang sangat mendukung berkembangnya APS. Faktor lain yang secara langsung mendukung APS adalah sistem hukum yang mengakui dan menghormati keputusan arbitrase internasional, dukungan yang maksimal dari pengadilan terhadap putusan-putusan arbitrase, intervensi pengadilan yang sangat minim 53 www.siac.org.sg, tanggal 2 agustus 2005 Teuku Mohammad Radhie, Pengantar Umum Transaksi Bisnis Internasional, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1990, hal. 16 54 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 terhadap pelaksanaan putusan-putusan arbitrase, dan pembebasan pajak atas fee arbiter. 2. pengelolaan organisasi yang baik dengan memperhatikan kebutuhan pengguna. Fasilitas perkantoran dan persidangan di SIAC/SMC sangat modern dan lengkap, standar prosedur beracara dan administrasi yang tertib, arbiter/mediator dengan kualifikasi internasional, dan skema biaya dan komisi yang kompetitif. SIAC/SMC mampu mengembangkan kegiatannya dengan menyediakan pelatihan APS, dan menyediakan layanan ruang sidang dan adminitrasi untuk perkara dari lembaga lain yang menyewa tempat di SIAC. C. Eksistensi dan Masa Depan Lembaga Arbitrase Sebagai APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa) di Luar Pengadilan dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal di Indonesia Undang-undang mengamanatkan agar peradilan di Indonesia dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Namun amanat itu semakin jauh panggang dari api, kenyataannya berperkara di pengadilan bisa memakan waktu yang sangat lama karena prosesnya sangat panjang (banding, kasasi, PK) dan menumpuknya perkara di tingkat banding dan kasasi. Akibatnya biaya berperkara menjadi sangat tinggi. Proses penyelesaian yang berlarut-larut dan mahal menimbulkan risiko bagi masyarakat karena ada inefisiensi waktu dan biaya serta ada sebagian usaha/kegiatan menjadi terhalang untuk dikerjakan hingga kasusnya selesai. Di samping itu, proses beracara di pengadilan terasa sangat kompleks dan kaku. Keadaan tersebut M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 mengakibatkan keterbatasan pengadilan memberikan layanan keadilan kepada masyarakat. Akses masyarakat kepada keadilan menjadi semakin jauh, tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kecil tapi juga hampir semua lapisan masyarakat. Dalam keadaan seperti itu masyarakat mencari alternatif selain pengadian untuk menyelesaikan masalahnya. APS kemudian seringkali dibahas dalam kerangka berfikir rivalitas terhadap pengadilan. Pada perkembangan terakhir, APS (alternatif penyelesaian sengketa) semakin berkembang tidak hanya karena secara konsep mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pengadilan, tidak hanya karena secara praktek sudah terbukti menjadi solusi yang dapat diterima, dan tidak hanya karena pengadilan serta keadilan semakin susah dijangkau. Perkembangan APS (alternatif penyelesaian sengketa) ikut didorong dengan meningkatnya pehatian terhadap isu-isu demokratisasi, reformasi hukum, masyarakat lemah/kecil, kepentingan publik, keadilan, kepastian hukum, pertanggungjawaban publik, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab korporasi. Perkembangan itu memunculkan urgensi untuk mengoptimalkan APS (alternatif penyelesaian sengketa) sebagai alternatif selain menyelesaikan sengketa ke pengadilan yang dapat lebih melindungi kepentingan masyarakat sehingga akses masyarakat kepada keadilan tetap dapat terjamin – telah kami uraikan sebelumnya bahwa mediasi, misalnya, semakin sering dimanfaatkan untuk menyelesaikan persengketaan yang tidak atau kurang seimbang posisi tawarnya. Perkembangan APS (alternatif penyelesaian sengketa) di negara-negara lain juga sama dengan di M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Indonesia, yang membedakannya adalah latar belakang sosial, politik, budaya dan hukum serta kemajuan pendidikan dan ekonomi dari negara yang bersangkutan. 1. Jiwa dan Semangat UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Jiwa/semangat dari UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal (UUPM) adalah perlindungan investor dan masyarakat melalui penyelenggaraan perdagangan Efek yang teratur, wajar dan efisien. Jiwa/semangat ini yang senantiasa merembes dan tercermin dalam setiap peraturan dan kebijakan di bidang pasar modal. Dalam rangka itu pula Bapepam diberikan kewenangan serta tanggung jawab yang demikian besar oleh undang-undang. Perlindungan investor dan masyarakat menjadi sangat penting karena tidak ada perlindungan terhadap mereka, maka mekanisme pasar menjadi tidak dapat berjalan secara optimal, pada akhirnya perdagangan yang teratur, wajar dan efisien tidak mungkin terwujud. Perlindungan terhadap investor dan masyarakat antara lain dilakukan melalui kepastian dan penegakan hukum, pengawasan pasar, keterbukaan informasi, sistem dan biaya perdagangan yang efisien, kejelasan mekanisme dan produk perdagangan, peengakan etika bisnis dan standar profesi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah perbaikan/penyempurnaan kelembagaan dari regulator, pelaku dan penunjang pasar modal. 2. Perbaikan Kelembagaan Aspek perbaikan kelembagaan di pasar modal menemukan momentumnya tahun 2001-an ketika krisis multidimensional yang menimpa Indonesia ternyata M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 berkepanjangan. Pasar modal Indonesia semakin terpuruk – indeks saham jatuh, investor pergi dan transaksi lesu. Pada saat itu pula kita semua menyaksikan betapa sektor keuangan global/ internasional tumbuh demikian pesat, semakin kompleks, dan semakin terbuka menembus batas-batas negara melebihi dekade sebelumnya. Persaingan antara negara dan korporasi dalam merebut pasar investasi semakin meningkat. Perkembangan tersebut, didukung pula dengan perkembangan teknologi informasi, memaksa korporasi bahkan negara untuk segera beraksi mengantisipasi perubahan yang demikian cepat terjadi. Korporasi dan negara yang terlambat melakukan antisipasi akan gagal meraih peluang yang ditinggal oleh pasar. Keadaan ini pada akhirnya meningkatkan volatilitas dan risiko korporasi. Mau tidak mau dan suka tidak suka, maka: 1. korporasi harus memperbaiki perilakunya 2. negara yang bersangkutan harus meningkatkan standar good governance pada dirinya sendiri dan semua sector serta memberikan iklim yang mendorong perusahaan memperbaiki perilakunya, dan 3. berorientasi pada pertanggungjawaban publik, kepentingan stakeholder dan customer’s satisfaction salah satu cara yang ditempuh Bapepam untuk menyelamatkan industri pasar modal Indonesia adalah melalui perbaikan/penyempurnaan kelembagaan. Berbagai upaya telah dilakukan, antara lain: restrukturisasi Bapepam, restrukturisasi lembaga bursa, restrukturisasi perusahaan Efek (peningkatan permodalan dan pemisahan fungsi M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 manajer investasi-broker), introduksiu prinsip-prinsip good governance khususnya kepada perusahaan publik, dan pengadopsian standar-standar internasional oleh regulator, pelaku maupun penunjang pasar modal. Perbaikan/penyempurnaan pada aspek kelembagaan diyakini dapat memberikan perlindungan kepada investor dan masyarakat sehingga dapat mengembalikan kepercayaan investor dan masyarakat kepada pasar modal Indonesia, pada akhirnya pasar modal Indonesia dapat pulih kembali bahkan dalam level atau pencapaian yang jauh lebih baik daripada masa krisis. B. Eksistensi BAPMI 1. Pendirian BAPMI PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), PT Bursa Efek Surabaya (BES), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) serta 17 asosiasi di lingkungan pasar modal Indonesia, dengan dukungan dari badan pengawas pasar modal (kini Bapepam-LK), membuat kesepakatan bersama untuk mendirikan sebuah lembaga APS yang dinamakan BAPMI (Akta No. 14 dan No. 15, dibuat oleh Notaris Fathiah Helmy, SH, 9 agustus 2002). Penandatanganan akta disaksikan oleh menteri keuangan Republik Indonesia dalam suatu upacara di Departemen Keuangan Republik Indonesia. Selanjutnya BAPMI memperoleh pengesahan sebagai badan hukum melalui Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. C-2620 HT.01.03.TH 2002, tanggal 29 agustus 2002. Pengesahan itu telah M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 diumumkan dalam berita negara RI tanggal 18 oktober 2002, nomor 48/2002, tambahan berita negara No. 5/PN/2002. Pendirian BAPMI tidak terlepas dari konteks di pasar modal Indonesia pada saat itu yakni upaya perbaikan/penyempurnaan kelembagaan di pasar modal. Keberadaan BAPMI diharapkan dapat menambah rasa nyaman dan proteksi kepada investor dan masyarakat melalui penyediaan layanan jasa alternatif penyelesaian sengketa. Rasa nyaman dan proteksi itu adalah dalam kondisi bersengketa, tersedia bagi investor dan masyarakat opsi mengenai mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang dari segi waktu dan biaya jauh lebih efisien dibandingkan dengan pengadilan serta ditangani oleh orang-orang (mediator/arbiter) yang sunggu-sungguh memahami seluk beluk pasar modal. Penyelesaian sengketa yang berlarut-larut hanya akan menimbulkan kerugian dan meningkatkan resiko bisnis. 55 2. Kesiapan Operasional BAPMI a. Layanan Jasa BAPMI BAPMI menyediakan tiga mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yakni mediasi, arbitrase dan pendapat mengikat. Di dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga APS (alternatif penyelesaian sengketa), BAPMI menjamin profesionalitas, netralitas dan independensinya. b. Kewenangan BAPMI 55 Achmad Zein Umar Purba, BAPMI dan Penyelesaian Sengketa Pasar Modal, diakses dari situs http://www.bapmi.go.id, tanggal 5 mei 2007 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 BAPMI menangani sengketa hanya apabila diminta oleh piha-pihak yang bersengketa. Namun tidak semua persengketaan dapat diselesaikan melalui BAPMI, syaratnya adalah: 56 1. hanya mengenai persengketaan perdata para pihak sehubungan dengan kegiatan di bidang pasar modal, bukan merupakan perkara pidana dan administrasi, seperti manipulasi pasar, insider trading, dan pembekuan/pencabutan izin usaha; 2. terdapat kesepakatan di antara para pihak yang bersengketa bahwa persengketaan akan diselesaikan melalui BAPMI 3. terdapat permohonan tertulis dari pihak-pihak yang bersengketa kepada BAPMI 4. membayar biaya yang terdiri dari biaya pendaftaran, biaya pemeriksaan dan komisi (fee) c. Kelengkapan organisasi BAPMI BAPMI telah siap beroperasi secara penuh dengan kelengkapan organisasi yang terdiri dari: 1. anggota berjumlah 22 organisasi/asosiasi di lingkungan pasar modal Indonesia, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas jalannya organisasi melalui mekanisme rapat umum anggota 2. pengurus, diangkat untuk masa jabatan 3 tahun dan dapat dipilih kembali oleh rapat umum anggota. Pengurus melaksanakan kegiatan 56 Bacelius Ruru, Dispute Management, diakses dari situs: www.bapmi.org, tanggal 5 agustus 2007. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 operasional BAPMI sehari-hari dengan kewenangan antara lain: menetapkan peraturan beracara BAPMI, mengangkat dan memberhentikan arbiter/mediator BAPMI 3. dewan kehormatan, diangkat untuk masa jabatan 3 tahun dan dapat dipilih kembali oleh rapat umum anggota. Dewan kehormatan mempunyai tugas antara lain: memberikan pendapat mengenai penafsiran ketentuan peraturan dan anggaran dasar BAPMI, menyelenggarakan sidang atas pengaduan pelanggaran etika perilaku (code of conduct) 4. arbiter/mediator, diseleksi dan diangkat berdasarkan integritas dan kompetensi di bidang pasar modal menurut latar belakang keahliannya masing-masing, sebagian berlatar belakang praktisi, ahli hukum, akuntan, dan akademisi. Saat ini BAPMI telah mengangkat 17 arbiter, dan mereka semua tercatat di dalam daftar arbiter BAPMI 5. proses beracara pada arbitrase, mediasi dan pendapat mengikat di BAPMI dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan BAPMI yang terdiri dari: a. peraturan dan acara, disahkan melalui keputusan BAPMI No. Kep04/BAPMI/11.2002, 19 november 2002, sebagai amandemen terhadap keputusan BAPMI No. Kep-01/BAPMI/11.2002, 28 oktober 2002; M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 b. peraturan tentang biaya dan imbalan, disahkan melalui keputusan BAPMI No. Kep-01/BAPMI/07.2005, 21 Juli 2005, sebagai amandemen terhadap keputusan BAPMI No. Kep- 02/BAPMI/11.2002, 19 November 2002; c. peraturan tentang arbiter, disahkan melalui keputusan BAPMI No. Kep-03/BAPMI/11.2002, 19 November 2002; d. pedoman benturan kepentingan dan afiliasi, disahkan melalui keputusan BAPMI No. Kep-05/BAPMI/12.2002, 20 Desember 2002 e. etika perilaku arbiter/mediator BAPMI, disahkan oleh rapat umum anggota tahunan BAPMI, 30 juni 2004. C. Sengketa di Pasar Modal 1. Pengalaman BAPMI Lambat laun semakin banyak pelaku pasar modal Indonesia yang sudah mencantumkan pilihan forum penyelesaian ke BAPMI di dalam perjanjiannya, baik dipersiapkan sejak penandatanganan kontrak ataupun dibuat kemudian dengan adendum/amandemen. Setiap orang tidak ada yang mengharapkan terjadinya sengketa, begitu pula BAPMI. Namun kami berharap jika timbul sengketa di pasar modal akan merujuk ke BAPMI untuk penyelesaiannya. Dalam usianya yang keempat, belum ada satu kasuspun yang diselesaikan oleh BAPMI. Keadaan ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah memang tidak ada kasus (sengketa perdata) di pasar modal Indonesia? Tentunya jawabannya tidak M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 mungkin hanya melihat berdasarkan data yang ada di BAPMI. Faktanya, sudah pernah ada 4 kasus yang dicoba diselesaikan di BAPMI, namun sayangnya tidak dapat diproses lebih lanjut disebabkan oleh beberapa faktor, dengan penjelasan sebagai berikut: 57 a. kasus pertama, sengketa antara manajer investasi dengan investor institusi sehubungan dengan kegagalan manajer investasi memberikan returns sesuai dengan kesepakatan. Dalam kasus ini para pihak sudah sepakat untuk membawanya ke arbitrase BAPMI, namun akhirnya investor institusi mengundurkan diri karena meragukan kelangsungan usaha manajer investasi dan kesanggupan finansialnya untuk menjalani proses dan melaksanakan putusan arbitrase b. kasus ke-2, sengketa antara penjamin emisi efek dengan investor sehubungan dengan kesalahpahaman mengenai besarnya komisi untuk penjatahan saham. Dalam kasus ini pihak investor tidak mendapatkan persetujuan dari pihak penjamin emisi Efek untuk membawa sengketa ke arbitrase BAPMI c. kasus ke-3, sengketa antara induk perusahaan dengan anak perusahaan sehubungan dengan eksekusi gadai saham. Anak perusahaan tidak mendapatkan persetujuan dari pihak induk perusahaan untuk menarik sengketanya yang tengah dip roses di pengadilan ke arbitrase/mediasi BAPMI d. kasus ke-4, sengketa antara broker jual dengan broker beli sehubungan dengan gagal bayar. Dalam kasus ini tidak ada ketegasan kesepakatan antara broker 57 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 jual dengan broker beli untuk mengajukannya secara formal ke mediasi BAPMI, di samping itu kasus tersebut mengandung pula unsur pidana. 2. Potensi Kasus di Pasar Modal Fakta lain di pasar modal Indonesia adalah banyaknya kasus yang nilainya material yang menjadi pemberitaan di media masa, seperti perhitungan NAB reksa dana, penyalahgunaan portfolio nasabah oleh manajer investasi, penawaran reksa dana tanpa pernyataan pendaftaran, dan penyimpangan penggunaan dana obligasi oleh emiten. Kasus-kasus tersebut menurut kami tidak hanya mengandung unsur pelanggaran pidana dan administrasi namun juga mempunyai aspek perdata yang juga perlu diselesaikan oleh para pihak yang terlibat. Namun tidak/belum ada satupun yang diajukan kepada BAPMI, pengadilan atau lembaga APS (alternatif penyelesaian sengketa) lainnya. Akhir-akhir ini transaksi yang juga berpotensi menimbulkan persengketaan perdata adalah masalah pelaksanaan obligasi konservasi dan sejenisnya yang dilakukan oleh perusahaan publik, baik dalam posisi sebagai debitur ataupun kreditur. Kehadiran pemegang saham baru sebagai akibat obligasi konversi tidak selalu dapat berjalan dengan sederhana dan mudah, khususnya bagi pemegang saham lama. Ada prosedur atau hak yang harus dilakukan, misalnya pre-emptive rights dan tender offer, ada pula kepentingan (interest) yang harus dijaga seperti kasus yang dialami perusahaan retail nasonal (akhirnya bisa diselesaikan dengan damai). M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 3. Kemana sengketa pasar modal diselesaikan Berdasarkan uraian mengenai pengalaman BAPMI, potensi kasus di pasar modal Indonesia menimbulkan pertanyaan, jika persengketaan di pasar modal Indonesia itu ada, lantas kemana dan bagaimana pelaku pasar modal menyelesaikan persengketaannya? Pertanyaan ini sulit dijawab karena tidak ada data yang reliable mengenai hal ini, tapi ada beberapa kemungkinan dan komentar:58 a. pelaku pasar modal dapat menyelesaikan sendiri persengketaannya secara amicable, baik dengan musyawarah atau bantuan pihak ketiga. Komentar: hal itu sangat positif karena jika demikian pelaku pasar sudah memahami keuntungan menggunakan negosiasi/mediasi dan penerapannya. Kemungkinan mediasi yang digunakan adalah Ad-hoc, bukan melalui lembaga resmi, fenomena ini, jika benar ada, tidak bisa dianggap sebagai suatu yang keliru, namun tidak memberikan perkembangan bagi mediasi sebagai suatu sistem karena proses yang dijalankan tidak terstruktur dan tidak ada standar profesi bagi orang yang ditunjuk sebagai mediasi Ad-hoc tersebut. b. Pelaku pasar enggan mempermasalahkan lebih jauh karena khawatir akan risiko reputasi (menjadi tanda Tanya bagi nasabah maupun investor yang mengira ada yang tidak beres dalam internal kontrol mereka). Hal itu bukan sikap dan preseden yang baik karena membiasakan orang untuk membiarkan masalah, padahal mekanisme alternatif penyelesaian sengketa memungkinkan para pihak menjaga kerahasiaan perkara dari pihak ketiga 58 Ibid M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 c. Pelaku pasar enggan mempermasalahkan karena nominalnya tidak sebanding dengan upaya hukum yang harus dilakukan (biaya tinggi). Secara umum, biaya alternatif penyelesaian sengketa jauh lebih mudah dibandingkan dengan pengadilan. Namun apabila biaya alternatif penyelesaian sengketa sendiri terasa memberatkan pencari keadilan, maka hal ini perlu dicarikan jalan keluarnya oleh pemerintah dan pelaku usaha yang terlibat di dalam industri yang bersangkutan. Pada praktek mediasi di bidang perbankan (bank Indonesia sudah menerapkan), asuransi dan konsumen, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan atau peraturan bahwa biaya mediasi ditanggung oleh perusahaan yang bersangkutan atau oleh industri. Pembebanan ini tidak akan memberatkan perusahaan karena secara keseluruhan industrinya akan diuntungkan: 1. penyelesaian sengketa tidak berlarut-larut sehingga tidak menimbulkan biaya dan resiko yang tidak perlu dan 2. kepercayaan terhadap industri tetap terpelihara d. Pelaku pasar menyelesaikannya melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang sudah dikenal atau pengadilan, meskipun sudah mengetahui keberadaan Badan Arbitrase Nasional Indonesia – walaupun data tidak menunjukkan ada kasus ke sana. Hal ini tidak masalah asalkan masyarakat atau pelaku pasar sudah memahami bahwa forum penyelesaian sengketa merupakan pilihan para pihak, dan bahwa para pihak telah cukup diberi kesempatan dan waktu untuk memutuskan kemana ia akan menyelesaikan M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 sengketanya, bukan korban kontrak standard. Kecenderungan perkembangan saat ini adalah setiap sector membuat sendiri APS (alternatif penyelesaian sengketa)-nya karena komunitas pada sector tersebut merasa mempunyai tanggung jawab terhadap industrinya dan keyakinan bahwa sebaiknya sengketa diseleisaikan oleh orang-orang yang memahami bidang yang bersangkutan. Spesialisasi ini dapat kita lihat pada perkembangan APS hampir di semua sector e. Pelaku pasar tidak mempunyai klausula arbitrase BAPMI di dalam kontraknya. Hal ini merupakan masalah yang harus diantisipasi sejak awal penandatanganan perjanjian. Pengalaman BAPMI menunjukkan bahwa kegagalan untuk melanjutkan penyelesaian sengketa ke BAPMI adalah disebabkan oleh ketiadaan klausula arbitrase. Jika belum ada di dalam perjanjian, para pihak perlu mengantisipasinya dengan membuat adendum/amendment perjanjian. Dalam hal kesepakatan arbitrase baru dibuat setelah timbulnya sengketa, maka para pihak harus memperhatikan syaratsyarat perjanjian arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999. Apabila ketentuan pasal tersebut diabaikan, maka perjanjian arbitrase menjadi batal demi hukum. f. Pelaku pasar tidak tau bagaimana dan kemana menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Hal ini perlu menjadi perhatian karena biasanya dialami oleh masyarakat/konsumen/nasabah yang marjinal, di pasar modal mungkin adalah investor kecil. Apabila ini sampai terjadi, dan tidak ada perlindungan terhadap M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 kalangan masyarakat ini, mereka akan dengan sangat mudah hilang kepercayaan terhadap industri dan kapok. Bagaimana jika hal itu terjadi sementara pasar modal Indonesia tengah memperluas basis investor. Perlu dikembangkan pusat counseling yang akan memberikan penyuluhan kepada investor kecil yang komplain dan menjelaskan kepada mereka kemana bisa menyelesaikan masalahnya. Perlu pula dipertimbangkan untuk regulator di pasar modal menganjurkan atau mewajibkan mediasi untuk small claim dengan biaya yang ditanggung sendiri oleh industri. g. Pelaku pasar belum mengetahui adanya alternatif penyelesaian sengketa di pasar modal yang diselenggarakan oleh BAPMI. Sosialisasi yang terus menerus akan selalu ditingkakan oleh BAPMI dengan bekerja sama dengan Bapepam, SROs, para anggota BAPMI kepada seluruh pelaku pasar dan masyarakat luas. Untuk mempermudah masyarakat mendapatkan informasi mengenai APS (alternatif penyelesaian sengketa) dan BAPMI pada khususnya, saat ini BAPMI mempunyai website dalam bahasa Indonesia dan Inggris yang dapat diakses pada alamat (www.bapmi.org). pada website tersebut ada hyperlink kepada website Bapepam, SROs, beberapa asosiasi yang menjadi anggota BAPMI serta lembaga alternatif penyelesaian sengketa lain. Semua pihak harus terlibat dan harus merasa peduli serta berkepentingan dengan sosialisasi alternatif penyelesaian sengketa, tidak mungkin hanya dilakukan secara sendiri-sendiri M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Arbitrase merupakan salah satu APS (alternatif penyelesaian sengketa) di luar pengadilan. Di dalam pasal 1 butir 1 UU No. 30 Tahun 1999 disebutkan: arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa sengketa yang dapat dibawa pada arbitrase adalah sengketa yang bersifat keperdataan. Para pihak telah menyepakati secara tertulis bahwa mereka, jika terjadi perkara mengenai perjanjian yang mereka buatm akan memilih jalan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan tidak berperkara di depan peradilan umum. Dengan demikian, yang dilakukan adalah untuk memutuskan pilihan forum, yaitu yurisdiksi dimaan suatu sengketa akan diperiksa dan bukan pilihan hukum. Perkembangan alternatif penyelesaian sengketa antara satu negara dengan negara lain berbeda-beda, namun selalu ada kaitannya dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, hukum, ekonomi dan kelengkapan infrastruktur (teknologi dan transportasi) dari negara yang bersangkutan. Selain perbedaan kondisi, M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 tetap ada kesamaan mengenai faktor pendorongnya, yakni sebagai akibat kebutuhan pelaku usaha mengenai penyelesaian yang efisien dari segi waktu dan biaya, dan sebagai akibat dari keterbatasan pengadilan dan demokratisasi hukum, serta sinergi dari kedua faktor pendorong tersebut. 2. Pendirian BAPMI tidak terlepas dari konteks di pasar modal Indonesia pada saat itu yakni upaya perbaikan/penyempurnaan kelembagaan di pasar modal. Keberadaan BAPMI diharapkan dapat menambah rasa nyaman dan proteksi kepada investor dan masyarakat melalui penyediaan layanan jasa alternatif penyelesaian sengketa. Rasa nyaman dan proteksi itu adalah dalam kondisi bersengketa, tersedia bagi investor dan masyarakat opsi mengenai mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang dari segi waktu dan biaya jauh lebih efisien dibandingkan dengan pengadilan serta ditangani oleh orang-orang (mediator/arbiter) yang sunggu-sungguh memahami seluk beluk pasar modal. Penyelesaian sengketa yang berlarut-larut hanya akan menimbulkan kerugian dan meningkatkan resiko bisnis. BAPMI menyediakan tiga mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yakni mediasi, arbiter dan pendapat mengikat. 3. Di dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga APS (alternatif penyelesaian sengketa), BAPMI berupaya untuk menjamin profesionalitas, netralitas, dan independensinya. B. Saran M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 1. Belajar dari praktek APS (alternatif penyelesaian sengketa) di Indonesia, Singapura dan AS, maka perlu diperhatikan berbagai faktor-faktor yang mendorong perkembangan APS (alternatif penyelesaian sengketa) meliputi lingkungan, kondisi dan insentif yang diberikan oleh negara, dukungan lembaga yudikatif dan parlemen, dunia usaha, perbaikan lembaga APS (alternatif penyelesaian sengketa), dan penyadaran masyarakat; 2. Keadaan perkembangan APS di Indonesia, dan juga bahkan perkembangan BAPMI di pa seharusnya menjadi perhatian kita semua karen sesungguhnya mencerminkan keadaan (permasalahan) pada bagian lain negara ini. Mencari jalan keluar untuk mendorong APS di Indonesia bukanlah pembicaraan mengenai rivalitas antara APS dengan pengadilan, namun justru untuk membantu kerja pengadilan sendiri, membantu para pencari keadilan, membantu mengatasi ekonomi biaya tinggi, penguatan publik, kepastian hukum, dan lain-lain interkorelasi yang sangat banyak kemungkinan dampaknya 3. Berdasarkan teori dan praktek, sudah selayaknya APS menjadi pilihan bagi setiap pelaku pasar untuk menyelesaikan persengketaannya, sebab APS menyediakan berbagai mekanisme yang bisa dipilih, yang paling cocok disesuaikan dengan kebutuhan, prosedurnya yang lebih sederhana, waktu dan biaya yang lebih efisien, kerahasiaan terjaga, dan ditangani oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Erman Rajagukguk, Arbitrase dalam Putusan Pengadilan, Chandra Pratama, Jakarta, 2001 Felix O. Soebagjo, Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa, Harisn Investor Daily, Edisi Rabu 25 Juli 2007 Gary Goodpaster, Felix Oentoeng, Soebagjo dan Fatimah Jatim, Arbitrase di Indonesia: Beberapa Contoh Kasus dan Pelaksanaan dalam Praktek, dalam Arbiter Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995. _____________, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, Elips Project, Jakarta, 1993. _____________, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Arbitrase Dividen Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Gatot P. Soemartono, Finalitas Putusan Arbiter Internasional: Analisis Pasal 52 Konvensi ICSID, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum “Era Hukum”, Tahun IV/No. 13, Jakarta, 1997. ____________, Analisis Yuridis Keefektifan Penggunaan Arbitrase Internasional (UNCITRAL) Melawan Pertamina, Lembaga Penelitian dan Publikasi Ilmiah Universitas Tarumanegara, Jakarta, 2003. Huala Adolf, Arbitrase Dagang Internasional, Rajawali Press, Jakarta, 1994 M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung. 2000. M. Yahya Harahap, Arbitrase, Pustaka Kartini, Jakarta. 1991. Prayitna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu Pengantar, Fikahati Aneka, Jakarta, 2002. Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002. R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Jakarta, 1982. ________, Arbitrase Perjanjian, Binacipta, Bandung, 1981. Singapore International Arbitration Centre, SIAC Rules: Arbitration Rules of The Singapore International Arbitration Centre, Singapore: The Centre, 1997. Sudargo Gautama, Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perjanjian Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998. _______________, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999. Suyud Margono, ADR dan Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000. Teuku Mohammad Radhie, Pengantar Umum Transaksi Bisnis Internasional, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1990. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Yahya Harahap, Arbitrase Ditinjau dari Reglement Acara Perdata, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, dan Peraturan Arbitrase UNCITRAL, Sinar Grafika, Jakarta, 2001. B. BERITA DARI INTERNET Achmad Zein Umar Purba, BAPMI dan Penyelesaian Sengketa Pasar Modal, diakses dari situs http://www.bapmi.go.id, tanggal 20 agustus 2004 Bacelius Ruru, Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Melalui Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, diakses dari situs www.bapmi.org, tanggal 3 juni 2007 ____________, Dispute Management, diakses dari situs: www.bapmi.org, tanggal 5 agustus 2007. Edi Subroto Suwarno, Tinjauan Hukum dan Praktek di Pasar Modal Indonesia, diakses dari situs www.bapepam.go.id, tanggal 30 November 2005 Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik Peradilan Perdata dan UU No. 30 Tahun 1999, diakses dari situs www.uika-bogor.ac.id/jur05.htm, tanggal 30 Agustus 2006 Sengketa Pasar Modal Dinilai Cocok Diselesaikan di BAPMI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), diakses dari situs www.hukumonline.com, tanggal 15 September 2002. M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Sri Indrastuti Hadiputrato & Susanti Suhendro, Transaksi Benturan Kepentingan Sebuah Perbandingan, Diakses dari situs: www.hukumonline.com, tanggal 4 September 2006. C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman M. Ali Tamba : Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Pasar Modal Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009