bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang
terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Pada
termodinamika telah kita ketahui bahwa energi yang pindah itu dinamakan kalor.
Ilmu perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor
itu berpindah dari suatu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju
perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Kenyataan disini yang
menjadi sasaran analisis ialah masalah laju perpindahan, inilah yang membedakan
ilmu perpindahan kalor dari ilmu termodinamika.
Termodinamika membahas sistem dalam keseimbangan, ilmu ini dapat
digunakan untuk meramal energi yang diperlukan untuk mengubah sistem dari
suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain, tetapi tidak dapat meramalkan
kecepatan perpindahan itu. Hal ini disebabkan karena pada waktu proses
perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang. Ilmu
perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, yaitu
dengan memberikan beberapa kaidah percobaan yang dapat dimanfaatkan untuk
menentukan perpindahan energi. Sebagaimana juga dengan ilmu termodinamika,
kaidah-kaidah percobaan yang digunakan dalam masalah perpindahan kalor cukup
sederhana, dan dapat dengan mudah dikembangkan sehingga mencakup berbagai
ragam situasi praktis (Holman, 1997).
2.2 Mekanisme Perpindahan Kalor
2.2.1 Perpindahan Kalor Konduksi
Perpindahan kalor konduksi adalah perpindahan energi sebagai kalor
melalui sebuah proses medim stasioner, seperti tembaga, air, atau udara. Di dalam
benda-benda padat maka perpindahan tenaga timbul karena ataom-atom pada
temperatur yang lebih tinggi bergetar dengan lebih bergairah, sehingga atom-atom
tersebut dapat memindahkan tenaga kepada atom-atom yang lebih lesu yang
berada di dekatnya dengan kerja mikroskopik, yakni kalor. Di dalam logam-
Universitas Sumatera Utara
5
logam, elektron-elektron bebas juga membuat kontribusi kepada proses hantaran
kalor. Di dalam sebuah cairan atau gas, molekul-molekul juga mudah bergerak,
dan tenaga juga dihantar oleh tumbukan-tumbukan molekul.
Gambar 2.1 Perpindahan panas konduksi, difusi energi akibat aktivitas molekul
(Sumber: Incropera, 2007)
Persamaan untuk perpindahan panas secara konduksi dapat dirumuskan
sebagai berikut,
q = −k
dT
dx
(2.1)
dimana q adalah laju perpindahan kalor dan dT/dx merupakan gradien suhu kearah
perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktivitas atau thermal
conductivity benda itu, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hokum
kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah
dalam skala suhu (Holman, 1997).
2.2.2 Perpindahan Kalor Konveksi
Bila sebuah fluida lewat diatas sebuah permukaan padat panas, maka
energi dipindahkan kepada fluida dari dinding oleh hantaran panas. Energi ini
kemudian di angkut atu dikonveksikan (convected), ke hilir oleh fluida, dan
difusikan melalui fluida oleh hantaran di dalam fluida tersebut. Jenis perpindahan
energy ini dinamakan perpindahan panas konveksi (convection heat transfer).
Jika proses aliran fluida tersebut di induksikan oleh sebuah pompa atau
sistem pengedar (circulating system) yang lain, maka digunakanlah istilah
konveksi yang dipaksakan (forced convection). Bertentangan dengan itu, jika
aliran fluida timbul karena ada gaya apung fluida yang disebabkan oleh
pemanasan, maka proses tersebut dinamakan konveksi bebasatau konveksi
Universitas Sumatera Utara
6
alamiah (natural). Persamaan dasar untuk menghitung laju perpindahan panas
konveksi yaitu,
q = hA∆T
(2.2)
dimana q adalah laju perpindahan panas (W), h merupakan koefisien perpindahan
panas konveksi (W/m2.oC), A merupakan luas permukaan (m2), dan ∆T
merupakanperbedaan suhu (oC).
1. Konveksi alamiah (Natural Convection)
Konveksi alamiah (natural convection) atau konveksi bebas (free convection),
terjadi kerena fluida yang karena proses pemanasan berubah densitasnya
(kerapatannya) dan bergerak naik. Radiator panas yang digunakan untuk
memanaskan
ruang
merupakan
suatu
contoh
piranti
praktis
yang
memindahkan kalor dengan konveksi bebas. Gerakan fluida dalam konveksi
bebas, baik fluida itu gas maupun zat cair terjadi karena gaya apung yang
dialaminya apabila densitas fluida didekat permukaan perpindahan kalor
berkurang sebagai akibat pemanasan.
Gaya apung itu tidak akan terjadi apabila fluida itu tidak mengalami sesuatu
gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat), walaupun gravitasi bukanlah satusatunya medan gaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi bebas.
Fluida yang terkurung dalam mesin rotasi mengalami medan gaya sentrifugal,
dan karena itu mengalami arus konveksi bebas bila salah satu atau beberapa
permukaannya yang dalam kontak dengan fluida itu dipanaskan (Holman,
1997).
2. Konveksi paksa (Force Convection)
Konveksi paksa adalah perpindahan panas yang mana dialirannya tersebut
berasal dari luar, seperti dari blower atau kran dan pompa. Konveksi paksa
dalam pipa merupakan persoalan perpindahan konveksi untuk aliran dalam
atau yang disebut internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah
fuida yang dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar.
Universitas Sumatera Utara
7
Gambar 2.2 Perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa (b) konveksi alamiah
(c) pendidihan, (d) Kondensasi
(Sumber: Incropera, 2007)
2.2.3 Perpindahan Kalor Radiasi
Perpindahan kalor radiasi adalah perpindahan energi oleh penjalaran
(rambatan) foton yang tak teroganisir. Setiap benda yang terus memancarkan
foton-foton secara serampangan didalam arah dan waktu, dan tenaga neto yang
dipindahkan oleh foton-foton ini diperhitungkan sebagai kalor. Bila foton-foton
ini berada di dalam jangkauan panjang gelombang 0,38 sampai 0,76 m, maka
foton-foton tersebut mempengaruhi mata kita sebagai sinar cahaya yang tampak
(dapat dilihat). Bertentangan dengan itu, maka setiap tenaga foton yang
terorganisir, seperti transmissi radio, dapat di identifikasikan secara mikroskopik
dan tak dipandang sebagai kalor.
Pembahasan termodinamika menunjukkan bahwa radiator (penyinar) ideal,
atau benda hitam, memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan
pangkat empat suhu absolut benda itu dan berbanding langsung dengan luas
permukaan.
q = σ . A.T 4
(2.3)
Universitas Sumatera Utara
8
dimana adalah σ konstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai 5,669 x 10 8 W / m 2 K .
Persamaan (2.3) disebut hukum Stefan-Boltzmann tentang radiasi termal, dan
berlaku hanya untuk radiasi benda hitam.
Gambar 2.3 Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan (b) antara permukaan
dan lingkungan
(Sumber: Incropera, 2007)
2.3 Alat Penukar Kalor
Alat
penukar
kalormerupakan
peralatan
yang
digunakan
untuk
perpindahan panas antara dua atau lebih fluida. Banyak jenis alat penukar
kaloryang banyak dibuat atau digunakan dalam pusat pembangkit tenaga, unit
pendingin unit produksi udara, proses di industri, sistem turbin gas, dan lain-lain.
Dalam alat penukar kalortidak terjadi pencampuran seperti dalam halnya suatu
mixing chamber. Dalam radiator mobil misalnya, panas berpindah dari air yang
panas yang mengalir dalam pipa radiator ke udara yang mengalir dengan bantuan
fan.
Suatu alat penukar kalorterdiri dari elemen penukar kalor yang disebut inti
atau matrix yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi fluida
seperti tangki, nozzle masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain.
Biasanya, tidak ada pergerakan pada bagian-bagian dalam alat penukar kalor.
Namun, ada pengecualian untuk regenerator rotary dimana matriksnya
digerakkan berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding permukaanalat
penukar kaloradalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang
mentransfer panasnya secara konduksi (Kuppan, 2000).
Universitas Sumatera Utara
9
Hampir semua alat penukar kalor, perpindahan panas didominasi oleh
konveksi dan konduksi dari fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya
dipisahkan oleh dinding. Perpindahan panas secara konveksi sangat dipengaruhi
oleh bentuk geometri alat penukar kalordan tiga bilangan tak berdimensi, yaitu
bilangan Reynold, bilangan Nusselt dan bilangan Prandlt fluida. Besar konveksi
yang terjadi dalam suatu alat penukar kalor pipa ganda akan berbeda dengan alat
penukar kalor aliran menyilang atau compact heat exchanger atau alat penukar
kalor tipe plat untuk berbeda temperatur yang sama. Sedang besar ketiga bilangan
tak berdimensi tersebut tergantung pada kecepatan aliran serta sifat fisikfluida
yang meliputi massa jenis, viskositas absolut, panas jenis dan konduktivitas panas
(Cengel, 2003).
Alat penukar kalor secara tipikal diklasifikasikan berdasarkan susunan
aliran (flow arrangement) dan tipe konstruksi. Penukar kalor yang paling
sederhana adalah satu penukar kalor yang mana fluida panas dan dingin bergerak
atau mengalir pada arah yang sama atau berlawanan dalam sebuah pipa berbentuk
bundar (atau pipa rangkap dua). Pada susunan aliran sejajar (parallel-flow
arrangement) yang ditunjukkan gambar 2.4 (a) fluida panas dan dingin masuk
pada ujung yang sama, mengalir dalam arah yang sama dan keluar pada ujung
yang sama. Pada susunan aliran berlawanan (counter flow arrangement) yang
ditunjukkan gambar 2.4 (b) kedua fluida tersebut pada ujung yang berlawanan,
mengalir dalam arah yang berlawanan, dan keluar pada ujung yang berlawanan
(Incropera, 2007).
Gambar 2.4 Penukar kalor pipa konsentris (a) parallel flow (b) counter flow
(Sumber: Incropera, 2007)
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2.5 Penukar kalor aliran melintang (a) bersirip dengan kedua fluidanya
tidak campur (b) tidak bersirip dengan satu fluida campur dan satu
fluida lagi tidak campur
(Sumber: Incropera, 2007)
Sebagai alternatif, fluida panas dan dingin bergerak dalam arah melintang
(tegak lurus satu dengan yang lain), seperti yang ditunjukkan oleh alat penukar
kalor berbentuk pipa bersirip dan tidak bersirip pada gambar 2.5. Kedua
konfigurasi ini secara tipikal dibedakan oleh sebuah perlakuan terhadap fluida
diluar pipa sebagai fluida campur atau fluida tak campur. Gambar 2.5 (a) fluida
disebut fluida tak campur karena sirip-sirip menghalangi gerakan fluida dalam
satu arah y gerak tersebut melintang ke arah aliran utama x (Incropera, 2007).
2.4 Kegunaan Beberapa Jenis Alat Penukar Kalor
Begitu luas peralatan-peralatan yang mempergunakan tabung (tubular
equipment) dalam alat penukar kalor, maka untuk mencegah timbulnya
kesimpangsiuran pengertian, perlu diberikan pengelompokan peralatan itu
berdasarkan fungsinya (Tunggul, 1993).
1. Chiller
Alat penukar kalor ini dipergunakan untuk pendinginan fluida sampai pada
temperature sanga trendah.Temperatur pendingin di dalam mesin refrigrasi
jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendingin yang dilakukan
dengan pendingin air. Untuk mesin refrigrasi ini media pendingin yang
dipergunakan adalah amoniak atau freon.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Condensor
Salah satu alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau
mengembunkan uap atau campuran uap sehingga berubah fase menjadi
cairan. Media pendingin biasanya dipakai air atau uap. Uap atau campuran
uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada
pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin,
maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondeser, lalu
diembunkan menjadik ondesat. Media pendingin yang digunakan, adalah
air sungai atau air laut dengan suhu udara luar.
3. Cooler
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan (menurunkan suhu)
cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin.
Disini dimasalahkan terjadinya perubahan fase atau tidak seperti pada
kondensor.Dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin
cooler dipergunakan udara, dengan bantuan kipas. Ini mempunyai
keuntungan dibanding dengan cooler yang mempergunakan air sebagai
media pendingin.
4. Exchanger
Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran
fluida untuk pemanasan aliran fluida yang lain. Maka terjadi 2 fungsi
sekaligus yaitu 1) memanaskan fluida yang dingin, dan 2) mendinginkan
fluida yang panas. Suhu masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai
dengan kebutuhannya.
5. Reboiler
Alat penukar kalor ini bertujuan untuh mendidihkan kembali (reboil) serta
menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang
sering dipergunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu
sendiri. Hal ini dapat dilihat pada distilasi, absorpsi dan stripping.
Universitas Sumatera Utara
12
Umumnya reboiler itu dipasang pada bagian bawah dari tower/column
destilasi penyulingan minyak.
6. Heater
Alat penukar kalor ini bertujuan memanaskan (menaikkan suhu) suatu
fuida proses. Umumnya zat pemanas yang dipergunakan adalah uap atau
fluida panas lain. Contohnya heater (pemanas) pada pembangkit listrik
tenaga uap, dimana sebagian uap dicerat (extraction turbine) lalu
dimasukkan kedalam heater air pengisi ketel, maka suhu air pengisi ketel
semakin tinggi, saat mencapai drum uap ketel. Disini uap yang dicerat itu
melepas sensible heat sehingga menjadi kondensat.
7. Superheater
Alat penukar kalor ini digunakan untuk mengubah uap basah (saturated
steam) pada pembangkit uap, menjadi uap kering (superheater steam).
Proses ini terjadi dalam ketel sendiri, sebab superheater itu berada didalam
ketelnya. Proses perpindahan panas yang terjadi bisa secara konveksi dan
secara radiasi. Uap basah berada didalam pipa dan gas pemanas diluar
pipa. Kedua jenis superheater ini mempunyai karakteristik yang berbeda.
Biasanya yang dipergunakan adalah merupakan kombinasi dari keduaduanya. Sumber panas yang dipergunakan adalah panas yang diperoleh
dari pembakaran bahan bakar pada dapur ketel atau panas gas asap
pembakarannya.
8. Evaporator
Alat penukar kalor ini digunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada
larutan, sehingga dari suatu larutan diperoleh larutan yang lebih pekat
(thick liquor). Media pemanas yang dipergunakan adalah uap dengan
tekanan rendah, sebab yang dimanfaatkan adalah latent-heat, yaitu
mengubah fase uap menjadi fase air.
Universitas Sumatera Utara
13
9. Economizer
Ekonomiser atau alat pemanas air pengisi ketel bertujuan untuk menaikkan
suhu air pengisi ketel (feed water) sebelum air masuk kedalam drum uap.
Maksud pemanasan itu adalah untuk meringankan beban ketel.
Konstruksinya terdiri dari pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa, airnya
berada dalam pipa dan pemanasnya diluar pipa. Perpindahan panas terjadi
secara konveksi dan konduksi media pemanas adalah gas asap hasil
pembakaran bahan bakar dalam dapur ketel.
2.5 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, beberapa
alat penukar kalor diklasifikasikan berdasarkan proses transfer, jumlah cairan,
mekanisme perpindahan panas. Alat penukar kalor konvensional diklasifikasikan
lebih lanjut sesuai dengan jenis konstruksi dan pengaturan aliran. Penukar kalor
juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi proses, jenis fluida, industri, dan
sebagainya (Ramesh dan Dusan, 2003).
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas
a. Tipe kontak tidak langsung
•
Tipe dari satu fase
•
Tipe dari banyak fase
•
Tipe yang ditimbun (storage type)
•
Tipe fluidized bed
b. Tipe kontak langsung
•
Immiscible fluids
•
Gas liquid
•
Liquid vapor
2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir
a. Dua jenis fluida
b. Tiga jenis fluida
c. N – jenis fluida (N lebih dari tiga)
3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan
Universitas Sumatera Utara
14
a. Tipe gas-to-fluid
b. Tipe liquid-to-liquid dan phase-change
4. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
a. Konstruksi tubular
•
Shell and Tube
•
Tube ganda (double pipe)
•
Spiral Tube
b. Konstruksi tipe pelat
•
Tipe gasketed plate
•
Tipe lamella
•
Tipe spiral plate
•
Tipe panelcoil
c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface)
•
Sirip pelat (plate fin)
•
Sirip tube (tube fin)
d. Regenerators
•
Tipe rotary
•
Tipe fixed-matrix
5. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
a. Aliran dengan satu pass
•
Aliran berlawanan
•
Aliran paralel
•
Aliran melintang
•
Aliran split
•
Aliran yang dibagi (divided)
b. Aliran multipass
•
Multipass crossflow
•
Multipass shell-and-tube
•
Multipass plate
6. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya
Universitas Sumatera Utara
15
b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya
terdapat cara konveksi 2 aliran
c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass
aliran masing-masing
d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi
2.6 Shell and Tube
Jenis ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam industry
perminyakan. Alat ini terdiri daris ebuah shell (cangkang/slinderbesar) dimana
didalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relative
kecil. Satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya
mengalir dibagian luar pipa tetapi masih didalam cangkang.
Alat penukar kalor tipe shell and tube biasanya digunakan dalam kondisi
tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya
disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas
permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus
sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya
triangular pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat).
Gambar 2.6 Alat penukar kalor jenis shell and tube
(Sumber: Ramesh, 2003)
Universitas Sumatera Utara
16
Begitu banyaknya jenis alat penukar kalor shell and tubes yang
dipergunakan pada dunia industri. Untuk membuat pembagiannya secara pasti
adalah sangat sulit. Pada gambar dapat dibuat pembagian berdasarkan tipe dari
masing-masing stationary head, tipe shell dan tipe rear head. Tetapi oleh TEMA
dikelompokkan berdasarkan pemakaian dari penukar kalor itu dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu:
a) Alat penukar kalor kelas R, yang dipergunakan pada industri minyak dan
peralatan yang berhubungan dengan proses tersebut.
b) Alat penukar kalor kelas C, yang umumnya dipergunakan pada keperluan
komersial.
c) Alat penukar kalor kelas B, yang banyak dipergunakan pada proses kimia.
Kelas R, kelas C dan kelas B ini, kesemuanya adalah alat penukar kalor
yang tidak dibakar (unfired shell and tubes), tidak sama dengan dapur atau ketel
uap. Disamping pengelompokan diatas, dari TEMA dikenal juga tipe lain seperti
(Tunggul, 1993):
a) Penukar kalor dengan fixed tube sheet.
b) Penukar kalor dengan floating tube sheet.
c) Penukar kalor dengan pipa U (hairpan tube).
d) Penukar kalor dengan fixed tube sheet dan mempunyai sambungan
ekspansi (expantion joint) pada shellnya.
Gambar 2.7 Penukar kalor shell and tubetipe CFU (standar TEMA)
(Sumber: Tunggul, 1993)
Universitas Sumatera Utara
17
Keterangan:
1. Saluran untuk cairan - Liquid Level Connection
2. Saluran ujung yang tetap; Stationary Head - Channel
3. Topi ujung yang tetap; Stationary Head - Bonnet
4. Saluran atau topi ujung yang tetap; Stationary Head Flange - Channel or
Bonnet
5. Tutup saluran - Channel cover
6. Nossel ujung yang stasioner - Stationary Nozzle Head
7. Pelat tube stasioner - Stationary Tube Sheet
8. Tube
9. Shell atau bejana
10. Tutup shell - Shell Cover
11. Flens shell pada ujung yang stasioner, shell flange stationary head end
12. Flens shellujung yang dibelakang, Shell Flange - Rear Head End
13. Nossel shell
14. Flens penutup shell - Shell Cover Flange
15. Sambungan ekspansi - Expantion Joint
16. Pelat tube yang mengambang- Floating Head Cover
17. Tutup kepala yang mengambang - Floating Head Cover
18. Flens kepala yang mengambang - Floating Head Flange
19. Penahan kepala yang mengambang - FloatingHead Backing Device
20. Cincin pemisah - Split Shear Ring
21. Flens penahan dengan slip-on-Slip-on Backing Service
22. Tutup kepala yang mengambang sebelah luar, Floating Head cover
23. Pelat tube yang mengambang yang menyusur, Floating Tube Sheet Skirt
24. Flens packing -Packing Follower Ring
25. Packing
26. Cincin penekan packing -Packing Follower Ring
27. Cincin latern -Latern Ring
28. Batang pengikat dan spasi -Tie Rods And Spacer
29. Pelat penahan atau sekat transverse -Transverse Baffles Of Support Plate
Universitas Sumatera Utara
18
30. Sekat yang disentuh langsung -Impingement Baffles
31. Sekat yang longitudinal (parallel dengan tubes) -Longitudinal Baffles
32. Pemisah aliran pass - Pass Partition
33. Sambungan untuk venting
34. Sambungan untuk buangan (drain)
35. Sambungan untuk instrument
36. Penahan bejana ke pondasi atau sadel - Support Saddle
37. Tahanan untuk mengangkat - Lifting Lug
38. Penahan gantungan (bracket)
39. Weir
2.7 Pipa Ganda (Double Pipe)
Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang
ditunjukkan pada gambar 2.12 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada
gambar 2.12 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang
mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau
Counter current. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan
dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger
merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang
kecil.
Gambar 2.8 Penukar kalor jenis pipa ganda
(Sumber: Ramesh, 2003)
2.8 Koil Pipa (Panelcoil)
Alat penukar kalor jenisini mempunyai pipa berbentuk koil yang
dibenamkan didalam sebuah box berisi air dingin yang mengalir atau yang
disemprotkan untuk mendinginkan fluida panas yang mengalir didalam pipa.
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar 2.9 Alat penukar kalor koil pipa
(Sumber: Ramesh, 2003)
2.9 Jenis Spiral (Spiral Plate)
Jenis ini mempunyai bidang perpindahan panas yang melingkar. Karena
alirannya yang melingkar maka sistem ini dapat melakukan Self Cleaning dan
mempunyai efisiensi perpindahan panas yang baik, akan tetapi konstruksi seperti
ini tidak dapat dioperasikan pada tekanan tinggi.
Gambar 2.10 Alat penukar kalor jenis spiral plat
(Sumber: Ramesh, 2003)
Universitas Sumatera Utara
20
2.10 Jenis Plat (Gesketed Plate)
Mempunyai bidang perpindahan panas yang terbentuk dari lembaran plat
yang dibuat beralur. Laluan fluida (biasanya untuk cairan) terdapat diantara
lembaran pelat yang dipisahkan gasket yang dirancang khusus sehingga dapat
memisahkan aliran dari kedua cairan. Perawatannya mudah dan mempunyai
efisiensi perpindahan panas yang baik.
Gambar 2.11 Alat penukar kalor jenis plat
(Sumber: Ramesh, 2003)
2.11 Komponen Alat Penukar Kalor
Dalam penguraian komponen-komponen alat penukar kalor jenis shell and
tube akan dibahas beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada konstruksi
alat penukar kalor. Untuk lebih jelasnya disini akan dibahas beberapa komponen
dari alat penukar kalor tipe shell and tube (Tunggul, 1993).
2.11.1 Cangkang
Cangkang adalah bagian tengah alat penukar kalor dan merupakan rumah
untuk tube bundle. Antara cangkang dantube bundel terdapat fluida yang
menerima atau melepaskan panas, sesuai dengan proses yang terjadi. Secara
umum pada gambar 2.17 cangkangalat penukar kalor ada beberapa macam, yaitu:
1. Cangkang dengan aliran satu pass, tipe E.
2. Cangkang dengan aliran dua pass dan sekat longitudinal tipe F.
Universitas Sumatera Utara
21
3. Cangkang dengan aliran dipisah (split flow), tipe G.
4. Cangkang dengan aliran diganda (double split flow), tipe H.
5. Cangkang dengan aliran yang dibagi (divided flow), tipe J.
6. Cangkang dengan ceret (kettle tube), tipe K.
Jenis cangkang yang banyak dipergunakan adalah jenis satu pass.
Cangkang dua pass digunakan apabila perbedaan temperatur pada cangkang dan
tabung (temperature driving force) tidak dapat diatasi pada jenis satu pass.
Pertimbangan untuk memilih aliran yang dibelah dan aliran yang dibagi (split and
devided flow) ialah untuk mengurangi penurunan tekanansisi cangkang, sebab
penurunan tekanan merupakan faktor kontrol pada perencanaan dan operasi alat
penukar kalor.
Gambar 2.12 Sket skematik dari beberapa tipe cangkang yang sering digunakan
(Sumber: Kakac, 2002)
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.13 Standar tipe-tipe cangkang (berdasarkan standar TEMA)
(Sumber: Kakac, 2002)
Pada perencanaan sebuah alat penukar kalor tipe cangkangdan
tabunguntuk menghitung diameter cangkang atau diameter dalam cangkang dapat
menggunakan persamaan berikut:
Ds = Db + BDC
(2.4)
Universitas Sumatera Utara
23
dimana Ds adalah diameter shell, Db adalah bundle-diameter, dan BDC adalah
Bundle Diameter Clearance. Db dapat dihitung menggunakan persamaan berikut,
N 
Db = d o  t 
 K1 
1 / n1
(2.5)
do adalah diameter luar tabung, Nt adalah jumlah tabung, nilai K1 dan n1 diperoleh
melalui gambar tabel berikut. (Colson and Richardson dalam Shawabkeh)
Gambar 2.14 Konstanta untuk menggunakan persamaan 2.5
(Sumber: Colson and Richardson dalam Shawabkeh)
Setelah mendapatkan Db, kemudian dihitung BDC untuk mendapatkan diameter
cangkang. Sebelum menghitung BDC ditentukan terlebih dahulu jenis floating
head yang akan digunakan pada alat penukar kalor. BDC dapat dicari
menggunakan grafik gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2.15 Grafik bundle diameter clearence vs bundle diameter
(Sumber: Colson and Richardson dalam Shawabkeh)
2.11.2 Tabung
Tabung merupakan bidang pemisah antara dua fluida yang mengalir, dan
sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Pada umumnya aliran fluida yang
mengalir di dalam lebih kecil dibandingkan dengan aliran fluida yang mengalir di
dalam cangkang. Ketebalan dan material tabung harus dipilih berdasarkan tekanan
operasi dan jenis fluidanya.Agar tidak mudah bocor dan korosi akibat aliran fluida
yang mengalir di dalam tabung.
Susunan tabung itu mempengaruhi besarnya penurunan tekanan aliran
fluida dalam cangkang.Penentuan susunan pipa-pipa (tubes) pada alat penukar
kalor sangat prinsip sekali, ditinjau dari segi operasi dan segi pemeliharaan.
Universitas Sumatera Utara
25
Dibawah ini terdapat beberapa susunan tubes alat penukar kalor:
1. Tabungdengan susunan segitiga (triangular pitch).
2. Tabungdengan susunan segitiga diputar 30o (rotated triangular atau inline triangular pitch).
3. Tabungdengan susunan bujur sangkar (in-line square pitch).
4. Tabungdengan susunan berbentuk belah ketupat, atau bentuk bujur
sangkar yang diputar 45o (diamond square pitch).
Gambar 2.16 Susunan tabung alat penukar kalor
(Sumber: Tunggul, 1993)
Didalam
susunan
tabungterdapat
sebuah
jarak
diantara
dua
sumbutabungyang sering disebut dengan tube pitch. Jarak diantara dua sumbu
tabungini erat hubungannya dengan ukuran tabung, susunan tabungdan sistem
pembersihan yang dilakukan pada bagian luar tabung. Dalam perencanaan sebuah
alat penukar kalor, tube pitch biasa dihitung menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Pt = 1,25 do
(2.6)
dimana Pt adalah jarak diantara dua sumbu tabung dengan satuan meter dan do
adalah diameter luartabungdengan satuan meter.
Universitas Sumatera Utara
26
2.11.3 Sekat
Sekat atau sering disebut baffle digunakan untuk membelokkan atau
membagi aliran dari fluida dalam alat penukar kalor. Untuk menentukan jenis
sekat yang dipergunakan diperlukan pertimbangan teknis dan operasional. Sekat
yang dipilih mempengaruhi besarnya penurunan tekanan, bentuk aliran fluida,
distribusi alirannya dan lain-lain.
Sekat-sekat yang dipasang pada alat penukar kalor mempunyai beberapa
fungsi, yaitu:
1. Struktur untuk menahan tube-bundel.
2. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran pada tabung.
3. Sebagai alat untuk mengontrol dan mengarahkan fluida yang mengalir
diluar tabung.
Fungsi tersebut selalu menyatu pada setiap pemasangan sekat, namun ada
saat ketika satu sama lainnya harus diperketat persyaratannya untuk tujuan-tujuan
yang khusus. Kadang-kadang para perencana sering melupakan adanya getaran
pada tubes bundel, karena dalam prakteknya kerusakan karena akibat getaran itu
sangat sedikit sekali. Pada gambar 2.7 nomor 32 terdapat pass-partition yang
dipasang pada front-end alat penukar kalor. Bagian ini juga berfungsi sebagai
sekat aliran fluida yang masuk kedalam front end itu, yang selanjutnya membelok
masuk kedalam tabung penukar kalor.
Denganmemasangplat-partition padapenukarkalordapatmenambahjumlah
pass aliranfluida di dalam tabung. Sedangkanpemasangan sekat padasisi cangkang
tidakmenambahjumlahaliran di cangkang tersebut.Ditinjaudarisegikonstruksi,
sekatitudapatdiklasifikasikandalam 4 kelompok, yaitu:
1. Sekatpelatberbentuk segment (segmental baffle plate).
2. Sekatbatang (rod baffles).
3. Sekatmendatarataulongitudinal baffles.
4. Sekat impingement (impingement baffles).
Biasanya jenis sekat ini dipergunakan secara sendiri-sendiri, namun dalam
hal keperluan khusus, dapat dikombinasikan jenis yang satu dengan yang lainnya.
Hal ini jarang sekali dilakukan. Plat sekat berbentuk segmen yang sering
digunakan ditunjukkan pada gambar 2.17 dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
27
Gambar 2.17 Plat sekat, dimodifikasi oleh Mueller (1973)
(Sumber: Ramesh, 2003)
Sekat plat berbentuk segmen dipasang dengan posisi tegak lurus terhadap
tubes. Disamping membelokkan aliran, sekat ini juga berfungsi untuk menyangga
tubes agar tidak terjadi getaran tubes akibat aliran di luar dan di dalam tabungtabung. Konstruksi sekat ini terdiri dari bahan plat yang dilubangi untuk
memasukkan tube kedalamnya. Pada setiap alat penukar kalor dipergunakan lebih
dari satu sekat.
Dalam perencanaan sebuah alat penukar kalor untuk mencari jumlah sekat
atau sekat yang akan digunakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
28
Nb =
L
−1
B
(2.7)
dimana Nb merupakan jumlah sekat, L merupakan panjang tabung, dan B adalah
jarak antar sekat. Jarak antar sekat dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut:
B = 0,4 Ds
(2.8)
2.11.4 Pelat Tabung
Pelattabung (tube sheet) bagianalatpenukarkaloruntuktempatmengikat
tabung.Pelatdilubangidengan diameter lebihbesardari diameter luar tabung.
Tabung
dimasukkankedalamlubangtersebut,
laludiikat.
Cara
pengikatannyabermacam-macam, seperti: pengikatanroll, lass, ferrule, dan lainlain. Pengikatan yang umumadalahdenganroll, haliniakandibahastersendiri.
Pelat tabung (tube sheet), dapatdikelompokkandalam 2 jenisyaitu:
1. Pelattabung stationer (stationary tube sheet).
2. Pelat tabungmengambang (floating tube sheet).
Biasanya tube sheet inidibuatdarisatupelatsaja.Tetapiunutukbahan-bahan
yang
berbahayadanbersifatkorosisepertichlorine,
dioxide,
hydrogen
chloride,
dan
sulfur
lain-
lain.Dimanabisaterjadipencampuranakibatbocorandarisisicangkangkesisi
tabungatausebaliknya yang menimbulkanbahaya, makapelat tabung (tube sheet)
seringdibuatdaripelatganda (double sheet) (Tunggul, 1993).
2.12 Perhitungan Perpindahan Panas dan Laju Aliran
2.12.1 Kesetimbangan Energi
Aliran didalam celah adalah tertutup sempurna, maka kesetimbangan
energi dapat digunakan untuk menentukan temperatur fluida yang bervariasi dan
nilai total transfer panas konveksi tergantung dari laju aliran massa. Jika
perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan, maka pengaruh yang
signifikan adalah perubahan energi thermal dan fluida kerja.
Universitas Sumatera Utara
29
Gambar 2.18 Kesetimbangan energi total untuk fluida panas dan fluida dingin
(Sumber: Incropera, 2007)
Sehingga kesetimbangan energi tergantung pada 3 variabel, yang dapat
dirumuskan sebagai berikut(Incropera, 2007):
Q = mc Cp c ∆Tc = m h Cp h ∆Th
(2.9)
dimana:
Q
= laju perpindahan panas (Watt)
mc
= aliran massa fluida dingin (kg/s)
mh
= aliran massa fluida panas (kg/s)
Cp
= koefisien perpindahan panas (kJ/kg.K)
∆Tc
= beda temperatur fluida dingin (oC)
∆Th
= beda temperatur fluida panas(oC)
2.12.2 Bilangan Reynold
Setiap aliran fluida mempunyai nilai bilangan reynold yang merupakan
pengelompokan aliran yang mengalir, pada plat datar dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 2.19 Daerah lapisan batas plat rata
(Sumber: Incropera, 2007)
Universitas Sumatera Utara
30
Pengelompokan aliran yang mengalir tersebut dapat diketahui dengan bilangan
reynold, dengan persamaan sebagai berikut:
Re =
u m .D ρ .u m .D
=
µ
v
(2.10)
dimana:
Re
= bilangan reynold
um
= kecepatan aliran bebas (m/s)
D
= diameter pipa (m)
v=µ ρ
= viskositas kinematik (m2/s)
2.12.3 Bilangan Nusselt dan Bilangan Prandtl
Parameter yang menghubungkan ketebalan relative antara lapisan batas
hidrodinamik dan lapisan batas termal adalah maksud dari bilangan prandtl,
bilangan ini dapat ditentukan dengan menggunakan tabel, maupun dengan
menggunakan persamaan, seperti berikut ini:
Pr =
C p .µ
(2.11)
k
dimana:
𝐶𝐶𝐶𝐶
= panas spesifik (J/kg.K)
𝑘𝑘
= konduktivitas termal (W/m.K)
𝜇𝜇
= viskositas fluida (kg/m.s)
Viskositas kinematik fluida memberikan informasi tentang laju difusi
momentum dalam fluida karena gerakan molekul. Difusivitas termal memberi
petunjuk tentang hal yang serupa mengenai difusi panas dalam fluida. Jadi
perbandingan antara kedua kuantitas tersebut menunjukan besaran relatif antara
difusi panas didalam fluida. Kedua difusi inilah yang menentukan berapa tebal
lapisan batas pada suatu medan aliran tertentu. Difusivitas yang besar menunjukan
bahwa pengaruh viskos atau pengaruh suhu terasa pada jarak yang lebih jauh
dalam medan aliran. Jadi, angka prandtl merupakan penghubung antara medan
kecepatan dan medan suhu.
1
Nu x = CRe Pr 3
m
(2.12)
Universitas Sumatera Utara
31
dimana:
Pr
= bilangan prandtl
Nu x
= bilangan nusselt
h
= koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K)
k
= konduktivitas termal fluida (W/m.K)
Nilai bilangan reynold dapat menentukan jenis aliran dengan ketentuanketentuan berikut ini,
Re < 2300
2300 < Re < 10000
Re > 10000
aliran laminar
aliran transisi
aliran turbulen
Ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja
besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur.
Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah
pipa berpenampang lingkaran dapat ditentukan dengan persamaan Sieder dan
Tate, 1936. (Jackson, 2016)
1
 Re Pr D  3  µ
Nu = 1,86 
 
 L   µw



0 ,14
(2.13)
Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali µ w dihitung
pada temperatur permukaan pipa.
Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah
persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh dengan
persamaan:
Nu = 0,023 Re
dengan ketentuan:
0 ,8
Pr
1
3
(2.14)
0,7 ≤ Pr ≤ 160
Re > 10000
persamaan diatas disebut persamaan Colburn. Keakurasian persamaan diatas dapat
ditingkatkan dengan dimodifikasi menjadi:
Nu = 0,023 Re 0,8 Pr n
(2.15)
Universitas Sumatera Utara
32
Untuk proses pemanasan digunakan n = 0,4 dan untuk proses pendinginan
digunakan n = 0,3. Persamaan ini disebut Persamaan Dittus-Boelter (1930) dan
persamaan ini lebih baik daripada persamaan Colburn.
2.12.4 Log Mean Temperature Difference (LMTD)
Pokok perhitungan alat penukar kalor adalah masalah perpindahan
panasnya. Apabila panas yang dilepaskan besarnya sama dengan Q persatuan
waktu, maka panas yang diterima oleh fluida dingin sebesar Q tersebut dengan
persamaan:
Q = U . A.∆Tlm
(2.8)
dimana:
Q
= laju perpindahan panas (W)
U
= koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2.K)
A
= luas penampang (APK) (m2)
∆Tm
= perbedaan temperatur rata-rata logaritma (oC)
Perbedaan temperatur rata-rata logaritma (LMTD) adalah menentukan
nilai perbedaan temperatur yang terjadi dalam alat penukar kalor. Penentuan
LMTD tergantung pada jenis aliran yang diaplikasikan atas alat penuka kalor
tersebut.
1. LMTD untuk alat penukar kalor aliran searah
Gambar 2.20Alatpenukarkaloraliransearah
(Sumber: Suheri, 2013)
Universitas Sumatera Utara
33
Berikutpersamaan LMTD untukalatpenukarkaloraliransearah:
LMTD =
∆T1 − ∆T2
 ∆T
ln 1
 ∆T2



=
(Thi − Tci ) − (Tho − Tco)
(Thi − Tci )
ln
(Tho − Tco)
(2.9)
2. LMTD untukalatpenukarkaloraliranberlawananarah
Gambar 2.21Alatpenukarkaloraliranberlawananarah
(Sumber: Suheri, 2013)
Berikutpersamaan LMTD untukalatpenukarkaloraliranberlawananarah:
LMTD =
∆T1 − ∆T2
 ∆T
ln 1
 ∆T2



=
(Thi − Tco) − (Tho − Tci )
(Thi − Tco)
ln
(Tho − Tci )
(2.10)
dimana:
ΔTlm = LMTD
= perbedaantemperatur rata-rata logaritma (oC)
Thi
= temperaturmasukfluidapanas (oC)
Tho
= temperaturkeluarfluidapanas (oC)
Tci
= temperaturmasukfluidadingin (oC)
Tco
= temperaturkeluarfluidadingin (oC)
2.12.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh
Untuk koefisien perpindahan panas secara menyeluruh dapat dikaji dengan
cara menentukan perpindahan kalor yang terjadi pada suatu dinding logam antara
fluida panas pada satu sisi dan fluida dingin pada sisi lain dengan pengaliran
konveksi paksa. Pertukaran panas yang terjadi adalah pertukaran secara tidak
langsung, ini berdasarkan alirannya dapat dibedakan menjadi: (Hartono, 2008)
Universitas Sumatera Utara
34
1. Pertukaran panas dengan aliran searah (co-current/parallel flow),
pertukaran jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk pada sisi yang
sama, mengalir dengan arah yang sama dan keluar pada sisi yang sama
pula.
Gambar 2.22 Aliran temperatur dengan aliran searah
(Sumber: Cengel, 2003)
2. Pertukaran panas dengan aliran berlawanan arah (counter flow)
Pertukaran panas pada sistem ini yaitu kedua fluida (panas dan dingin)
masuk penukar panas dengan arah berlawanan dan keluar pada sisi yang
berlawanan (Hartono, 2008).
Gambar 2.23 Aliran temperatur pada aliran berlawanan arah
(Sumber: Cengel, 2003)
Universitas Sumatera Utara
35
Dengan asumsi nilai kapasitas panas spesifik (Cp) fluida dingin dan panas
konstan, tidak ada kehilangan panas pada lingkungan serta keadaan steady state,
maka besarnya kalor yang dipindahkan:
Q = U . A.∆Tm
Koefisien perpindahan panas digunakan dalam perhitungan perpindahan
panas konveksi atau perubahan fase antara cair dan padat dengan menggunakan
persamaan berikut.
h = Nu
k
D
(2.11)
Dari persamaan diatas, koefisien perpindahan panas dapat dihitung setelah
mendapatkan nilai bilangan nusselt. Setelah mendapatkan nilai h, maka koefisien
perpindahan
konveksi
secara
menyeluruh
dapat
dihitung
menggunkana
menggunakan persaman berikut setelah menentukan nilai faktor pengotoran dari
tabel 2.2:
U=
1
t
1
1
+
+ + R f ,i + R f , o
hi ho k
(2.12)
dimana:
U
= koefisien perpindahan panas konveksi menyeluruh (W/m2.K)
hi
= koefisien konveksi pada sisi tabung (W/m2.K)
ho
= koefisien konveksi pada sisi cangkang (W/m2.K)
t
= tebal dari tabung (m)
k
= konduktivitas termal dari material tabung (W/m.K)
Rf
= faktor pengotoran fluida (m2.K/W)
Tabel 2.1 Koefisien perpindahan panas (Kakac)
Fluid
h, (W/m2.K)
Gases (Natural convection)
3-25
Engine Oil (natural convection)
30-60
Flowing liquids (nonmetal)
Flowing liquid metals
Water
100-10000
5000-250000
300-400
Universitas Sumatera Utara
36
2.12.6 Faktor Koreksi (F)
Untuk alat penukar kalor shell and tube dan aliran menyilang, yang
memiliki jumlah aliran/lintasannya lebih dari satu ataupun lebih (multi-pass), baik
itu dalam cangkang maupun susunan tabung, maka dalam hal ini nilai LMTD
yang telah diperoleh harus dikoreksi dengan factor koreksi (F). Maka laju
perpindahan kalor dapat ditentukan,
Q = U . A . ∆Tlm
(2.13)
∆Tlm = LMTD . F
(2.14)
dimana:
Sementara untuk nilai factor koreksi (F) dapat ditentukan secara analisis
maupun menggunakan gambar 2.24 dan 2.25, dengan parameter:
1. P adalah keefektifan temperature pada sisi fluida dingin.
P=
t 2 − t1
T1 − t1
(2.15)
2. R adalah rasio laju kapasitas energy panas.
R=
T1 − T2 C C
=
t 2 − t1
Ch
(2.16)
Dimana berdasarkan grafik (gambar 2.25dan 2.26):
𝑇𝑇1 ; 𝑇𝑇2 = Temperatur masuk dan keluar pada sisi shell
𝑡𝑡1 ; 𝑡𝑡2 = Temperatur masuk dan keluar pada sisi tube
Nilai factor koreksi LMTD dapat ditentukan secara analisis yang bergantung pada
nilai R (persamaan 2.16),
 1− P 
R 2 + 1 ln 

1 − PR 
F=
2

 2 − P( R + 1 − R + 1 

( R − 1) ln 

2

 2 − P( R + 1 + R + 1 

(2.17)
Sehingga LMTD yang sebenarnya adalah:
∆Tm = F .LMTD
(2.18)
Universitas Sumatera Utara
37
Selain menggunakan rumus diatas, nilai F juga dapat ditentukan dengan
menggunakan grafik dibawah ini.
Gambar
2.24Grafikfaktorkoreksiuntukalatpenukarkalordengansatulintasanpa
dacangkangdandua, empat, ataukelipatannyadarilintasanpada tabung
(Sumber: http://www.slideshare.net/alipane)
Gambar 2.25 Grafik factor koreksi untuk alat penukar kalor dengan 2 lintasan
pada cangkang dan 4, 8, atau kelipatannya dalam lintasan pada
tabung
(Sumber: http://www.slideshare.net/alipane)
2.12.7 Faktor Pengotoran
Faktor pengotoran ini sangat mempengaruhi perpindahan panas pada alat
penukar kalor. Pengotoran pada bagian dalam dan luar tabung selalu terjadi
selama peralatan beroperasi. Terjadinya endapan atau deposit pada permukaan
Universitas Sumatera Utara
38
luar tabung akan menaikkan tahanan panasnya dan menurunkan koefisien
perpindahan panas keseluruhan (U).
Beberapa factor dapat menimbulkan pengotoran pada alat penukar kalor
yaitu:
a. Temperatur fluida
b. Temperatur dinding tabung
c. Kecepatan aliran fluida
Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan
bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran
pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan
hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan
penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran
pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam
tahanan termal.
Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan
meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur
operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya
kecepatan.
Ai = π DiL dan Ao= π DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat
penukar kalor. Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat
penukar kalor (Jackson, 2016):
Tabel 2.2 Faktor pengotoran untuk berbagai fluida (Incropera)
Fluid
Rf (m2.K/W)
Seawater and treated boiler feedwater (below 50°C)
0,0001
Seawater and treated boiler feedwater (above 50°C)
0,0002
Riverwater (below 50°C)
0,0002-0,0001
Fuel oil
0,0009
Refrigerants liquids
0,0002
Steam (nonoil bearing)
0,0001
Universitas Sumatera Utara
39
2.12.8 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan di Cangkang
Dalam cangkang umumnya terdapat sekat yang berfungsi selain sebagai
penyangga/penunjang tabungdalam cangkangdan pengaruh aliran fluida dalam
cangkang, tetapi juga berfungsi sebagai permukaan perpindahan kalor dan
penurunan tekanan fluida sisi cangkang, karena koefisien perpindahan panas kalor
dapat lebih besar apabila terdapat sekatdibanding tanpa sekat. Besarnya koefisien
perpindahan kalor yang terjadi pada sisi cangkangdapat dinyatakan dengan
persamaan berikut (Suheri, 2013):
ho = Nu
k
Dh
(2.19)
dimana:
ho
= koefisien perpindahan panas di cangkang (W/m2.K)
Nu
= bilangan nusselt
k
= konduktivitastermalfluidadalamcangkang(W/m.K)
Dh
= diameter hidrolik (m)
Diameter hidrolikdapatdihitungmenggunakanpersamaanberikut:
Dh =
4 x ( Pt ) 2
− do
π.do
(2.20)
dimana:
Pt
= jarak antara dua sumbu tabung (m)
do
= diameter luar tabung (m)
Didalam cangkang terdapat laju aliran massa fluida per satuan luas. Laju
aliran massa ini nantinya dapat digunakan untuk menghitung bilangan reynold di
cangkang. Setelah itu melalui bilangan reynold didapatkan bilangan nusselt dan
melalui bilangan nusselt dapat dihitung koefisien perpindahan panas di
cangkangseperti pada persamaan (2.19). Laju aliran massa tersebut dapat dihitung
menggunakan persamaan:
Gs =
m
As
(2.21)
dimana:
Universitas Sumatera Utara
40
Gs
=lajualiranmassafluidadalam cangkang per satuanluas (kg/s.m2)
m
= laju aliran massa (kg/s)
As
= Luas aliran dari cangkang(m2)
Luas aliran dari cangkang dapat ditentukan dari persamaan berikut:
As =
( Pt − do) Ds.B
Pt
(2.22)
dimana:
Ds
= diameter dalam cangkang (m)
B
= jarak antar sekat(m)
Sehingga pressure drop/penurunan tekanan didalam cangkang dapat kita
hitung dengan persamaan berikut:
fs.Gs 2 (Nb + 1).Ds
∆Ps =
2 ρ .Dh .ϕ s
(2.23)
dimana:
ΔPs
= penurunan tekanan di cangkang (Pa)
f
= friction factor = exp [0,576–0,19ln Re]
Nb
= jumlahsekat
ρ
= massa jenis dari fluida di cangkang (kg/m3)
2.12.9 Koefisien Perpindahan Panas dan Penurunan Tekanan diTabung
Besarnya koefisien perpindahan kalor yang terjadi pada sisi tabungdapat
dinyatakan dengan persamaan berikut:
hi = Nu
k
di
(2.24)
dimana:
hi
= koefisienperpindahanpanaskonveksididalamtabung (W/m2.K)
k
= konduktivitastermalfluidadalam tabung (W/m.K)
di
= diameterdalamtabung(m)
Nu
= bilangan nusselt
Universitas Sumatera Utara
41
Didalam tabung juga terdapat laju aliran massa fluida per satuan luas. Laju
aliran massa ini nantinya dapat digunakan untuk menghitung bilangan reynold di
tabung. Setelah itu melalui bilangan reynold didapatkan bilangan nusselt dan
melalui bilangan nusselt dapat dihitung koefisien perpindahan panas di
tabungseperti pada persamaan (2.24). Laju aliran massa tersebut dapat dihitung
menggunakan persamaan,
Gt =
m
At
(2.25)
dimana:
Gt
=lajualiranmassafluidadalamtabung per satuanluas (kg/s.m2)
m
= laju aliran massa (kg/s)
At
= Luas aliran dari tabung(m2)
Luas aliran dari tabung dapat ditentukan dari persamaan berikut:
At =
π di 2
(2.26)
4
dimana:
di
= diameter dalam tabung (m)
Dan dapat dihitung pressure drop/penurunan tekanan pada tabungdengan
persamaan Nikuradse sebagai berikut :
G
ρ  t
  ρ

L. N
∆Pt =  4 f
+ 4 N 
di
2





2
(2.27)
dimana :
∆Pt
= penurunan tekananpada tabung (Pa)
L
= panjang tabung (m)
N
= jumlahlaluan tabung
f
= friction factor
16 1  µ

f =
.
Re 0,89  µ w



0, 2
(2.28)
Universitas Sumatera Utara
42
di
= diameterdalam tabung (m)
ρ
= massajenisfluidadalam tabung (kg/m3)
2.13 Pendinginan Minyak Pelumas
Sistem pelumasan merupakan salah satu sistem utama pada mesin, yaitu
suatu rangkaian alat-alat mulai dari tempat penyimpanan minyak pelumas, pompa
oli (oil pump), pipa-pipa saluran minyak, dan pengaturan tekanan minyak pelumas
agar sampai kepada bagian-bagian yang memerlukan pelumasan. Tujuan utama
dari pelumasan setiap peralatan mekanis adalah untuk melenyapkan gesekan,
keausan dan kehilangan daya, namun tujuan lain dari pelumasan pada motor bakar
adalah:
1. Menyerap dan memindahkan panas.
2. Sebagai penyekat lubang antara torak dan silinder sehingga tekanan
tidak bocor dari ruang pembakaran.
3. Sebagai bantalan untuk meredam suara berisik dari bagian-bagian
yang bergerak.
Dari tujuan sitem pelumasan maka akan terjadi kenaikan temperatur pada
minyak pelumas sehingga di perlukan alat untuk mendinginkannya agar dapat
menjaga suhu minyak pelumas tidak terlalu tinggi yang disebut alat penukar kalor.
Pendinginan dengan APK ini berfungsi untuk menyerap panas dari minyak
pelumas sebagai akibat gesekan melalui konsep perpindahan panas. Pada dasarnya
setiap minyak pelumas yang meninggalkan sistem yang dilumasinya memiliki
o
suhu sekitar 70 C (pada bantalan poros turbin di sebuah PLTA) yang akan masuk
menuju APK dan akan di dinginkan sehingga minyak pelumas akan keluar dengan
suhu yang baru yaitu sesuai dengan suhu operasi yang di ijinkan (antara 40 oC-60
o
C) pada sistem pelumasan. (Romulus, 2016)
Minyak pelumas juga banyak digunakan dalam pembangkit tenaga seperti
PLTA, PLTU khusunya pembangkit yang menggunakan turbin prancis. Dalam
pengoperasian turbin tersebut terdapat beberapa bagian yang perlu dilumasi
dengan minyak pelumas seperti, poros, generator dan lain-lain. Pada bagian poros
terdapat bantalan seperti thrust dan turbine gate bearing pada bagian ini suhu pda
sistem pelumasan harus dapat terjaga dengan rentang suhu sekitar 40-60 oC dan
Universitas Sumatera Utara
43
pelumasan dilakukan dengan sistem sirkulasi. Untuk menjaga hal tersebut maka
dibutuhkan sebuah alat penukar kalor yang dapat menurunkan suhu keluaran dari
pelumasan sebelum disirkulasi.
Seperti data yang terdapat pada pembangkit listrik tenaga uap Suralaya
(https://nurulnuha1.wordpress.com/2009/06/09/pltu-suralaya/), yaitu batasan suhu
operasi pada:
• Thrust bearing metal Temperature: 99oC
• Tubine gate bearing: 77oC
• EH Oil temperature: dipertahankan sekitar 40-60 oC
Universitas Sumatera Utara
Download