Praktik Perserikatan Dalam Hewan Qurban Di Desa Simpang Empat Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang (Tinjauan Hukum Islam) SKRIPSI Diajukan Oleh : Agung Wibowo Sakti Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Zawiyah Cot Kala Langsa Program Strata Satu ( S – 1 ) Fakultas/Prodi : Syari’ah/MU Nim : 511000797 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 h DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................................................................... Daftar Isi ......................................................................................................... Abstrak ............................................................................................................ i iii iv BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ............................................................. B. Rumusan Masalah ....................................................................... C. Tujuan Penelitian ........................................................................ D. Manfaat Penelitian ...................................................................... E. Penjelasan Istilah ........................................................................ F. Kajian Kepustakaan .................................................................... G. KerangkaTeori ............................................................................ H. Pedoman Penulisan ..................................................................... I. Sistematika Penulisan ................................................................. 1 6 6 7 7 9 10 12 13 BAB II Landasan Teori A. B. C. D. E. F. Pengertian Qurban dan Dasar Hukumnya .................................. Sejarah Qurban ........................................................................... Jenis dan Syarat Hewan Qurban ................................................. Tujuan Berqurban ....................................................................... Hukum-Hukum Terkait Daging Qurban ..................................... Pendapat Ulama Tentang Perserikatan dalam Hewan Qurban ........................................................................................ BAB III Metodologi Penelitian A. Metodologi Penelitian ................................................................. B. Metode Pengumpulan Data ......................................................... C. Metode Analisis Data .................................................................. BABA IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang .................................................................... B. Praktik Perserikatan Dalam Hewan Qurban Di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang ............ C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Perserikatan Dalam Hewan Qurban Di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang ............................................... D. Analisa Penulis ............................................................................ BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. B. Saran-saran .................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP iii 14 19 21 27 28 31 35 37 38 39 47 53 56 58 59 60 ABSTRAK Qurban merupakan binatang ternak yang disyari’atkan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk disembelih, serta untuk mengingatkan kembali nikmat Allah kepada Nabi Ibrahim A.S karena taat dan patuhnya kepada Allah S.W.T dan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Qurban yang disembelih pada hari raya Idul Adha atau hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Pelaksanaan ibadah qurban ada secara perorangan (pribadi) dan ada juga secara perserikatan dalam penyembelihan seekor hewan qurban. Dikalangan Imam Madzhab berselisih pendapat terhadap orang yang berserikat dalam hewan qurban, namun pada saat ini banyak sekali orang yang melaksanakan qurban dengan cara berserikat. Di Desa Simpang Empat Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang mayoritas penduduknya beragama Islam dan kehidupan perekonomiannya menengah ke bawah, sebagian besar bekerja sebagai petani. Namun karena keinginan masyarakat untuk dapat melaksanakan ibadah qurban sangat kuat. Berkenaan perbedaan pendapat dikalangan Imam Madzhab dan terjadinya pelaksanaan perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat. Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu bagaimana praktik perserikatan dalam hewan qurban yang terjadi di Desa Simpang Empat Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang. Kemudian bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan dan tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang. Metodologi yang digunakan adalah metode lapangan (field research), dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian bahwa praktik perserikatan dalam hewan qurban pada masyarakat Desa Simpang Empat yaitu dari pengajian malam Kamis, mengajak untuk bergabung sebagai peserta perserikatan dalam hewan qurban. Bagi peserta pengajian yang ingin menjadi peserta perserikatan dalam hewan qurban segera mendaftar pada ketua panitia, sebagai peserta qurban bersedia menyerahkan sebesar Rp. 5.000 (Lima Ribu) pada Ketua Panitia, setiap malam Kamis selama 1 (satu) tahun. Dan Pada saat menjelang pelaksanaan hari penyembelihan hewan qurban, peserta qurban mengadakan pertemuan dalam rangka pelaksanaan qurban. Pelaksanaan berserikat dalam hewan qurban pada jama’ah pengajian setiap tahunnya berbeda-beda orang atau kelompok dalam berqurban pada tahun tersebut, hal ini dikarenakan keuangan untuk setiap tahunnya hanya memperoleh 1 (satu) ekor lembu untuk 7 orang (satu kelompok). Berdasarkan penelitian bahwa praktik perserikatan dalam hewan qurban pada Desa Simpang Empat Kecamatan Karang Baru Aceh Tamiang telah sesuai dengan ketentuan syara’ yaitu seekor lembu untuk 7 (tujuh) orang, hanya saja uang tersebut diperoleh dari 42 jama’ah, jadi qurban ini berhutang dari 42 orang jama’ah lainnya, karena setiap tahunnya berbeda kelompok dalam menyembelih hewan qurban serta berniat sebagai ibadah qurban. Dalam hal niat Imam Syafi’i membolehkan baik diantara peserta qurban berniat sebagai ibadah ataupun sebagian dari peserta qurban hanya ingin memperoleh dagingnya saja. Namun Imam Hanafi dengan ketentuan tidak boleh diantara anggota qurban ada yang berniat untuk memperoleh daging qurban saja. Adapun Imam Maliki diperbolehkan perserikatan dalam hewan qurban, adalah keluarga terdekat. Orang yang berqurban seperti anaknya, istri dan saudara kandungnya. Berbeda dengan Imam Hambali membolehkan seorang laki-laki menyembelih satu ekor domba untuk satu orang dan satu ekor sapi atau unta untuk tujuh orang. . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah dalam Islam adalah pelaksanaan segala macam perbuatan yang diperintahkan oleh agama untuk mengatur hubungan seseorang dengan Allah dan sebagai ujian terhadap kebenaran dan kekuatan imannya dalam praktek kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang membawa semangat sosial untuk kesadaran akan kehadirat Allah dalam hidup manusia ialah ibadah qurban. Dalam kehidupan masyarakat, kikir merupakan penyakit terbesar yang sering timbul. Seseorang yang kikir terhadap dirinya. Sebaliknya jika ia ikhlas menginfakkan hartanya di jalan Allah, maka ia telah mengangkat derajat dirinya ke tempat yang terpuji. 1 Dengan demikian syari’at berqurban merupakan wahana pendidikan umat dalam masyarakat. Ibadah qurban bukan sekedar untuk memperoleh kepuasan batin, bukan juga kesempatan bagi orang kaya untuk menunjukan kesalehan dengan harta yang dimiliki. Dengan ibadah qurban seorang mukmin memperkuat kepekaan sosialnya. Ini qurban terletak pada individu seseorang sebagai makhluk sosial. 2 Dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah qurban, maka banyak cara juga yang ditempuh oleh umat Islam untuk dapat melaksanakan ibadah tersebut. Di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah maupun sumber-sumber hukum Islam lainnya, ada ketentuan hukum tentang pelaksanaan berserikat hewan qurban. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi suatu dinamika atau wacana baru dalam hukum Islam. Selama ini yang terjadi dalam masyarakat ibadah qurban hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang mampu saja. 1 Jalaluddin Rahmat, Islam Actual: Refleksi Sosial Seseorang Cendikiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 278. 2 Ibid, hal. 279. 1 2 Ibadah qurban disyari’atkan pada Nabi Ibrahim yaitu melalui mimpi pada malam kedelapan bulan Dzulhijjah, bahwa ia diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Ismail. Maka pada pagi harinya Ibrahim berpikir, apakah mimpi itu dari Allah atau dari syaitan. Karena ragu tentang kebenaran mimpinya maka Ibrahim tidak melaksanakannya hari itu. Pada malam kesembilan Nabi Ibrahim bermimpi lagi. Dengan demikian mengertilah Ibrahim, bahwa mimpinya itu dari Allah. Kemudian pada malam kesepuluh Ibrahim bermimpi lagi. Maka pada waktu dhuha hari yang kesepuluh itu, Ibrahim melaksanakan perintah untuk menyembelih Ismail. Maka ketika akan menyembelih Ismail datanglah malaikat Jibril membawa seekor kambing untuk diganti dengan Ismail yang akan dijadikan qurban oleh Nabi Ibrahim. 3 Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an: Artinya : “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (Q.S. Ash-Shafaat : 107). 4 Qurban yang disyari’atkan kepada umat Nabi Muhammad SAW ini, untuk mengingatkan kembali nikmat Allah kepada Nabi Ibrahim A.S karena taat dan patuhnya kepada Allah S.W.T dan untuk mendekatkan diri kepada Allah. 5 Kata kurban atau korban, berasal dari bahasa Arab yaitu qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) - yaqrabu (fi’il mudhari’) - qurban wa qurbânan (mashdar). Artinya, mendekati atau menghampiri. Hukum berqurban adalah sunnah muakkad, tidak wajib. Imam Malik, Asy Syafi’i, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lainnya berkata, ”Qurban itu hukumnya sunnah bagi orang yang mampu (kaya), bukan wajib, baik orang itu berada di kampung halamannya (muqim), dalam perjalanan (musafir), maupun dalam mengerjakan haji”, dan tidak ada seorangpun yang menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). 6 3 T.M.Hasbi Ash Shiddieqy, Tuntunan Qurban, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984), Cet. IV, hal. 3. 4 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: Pustaka Alfatih, 2009), Surat Ash-Shafaat (37): 107, hal. 446. 5 6 Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Toha Putra, 1989), hal. 445. http://www.Islam2u.net/index.php?option=com_content&view=article&id=209:ibadahq urban-dan-aqiqah&catid=20:fatwa&Itemid=65 diakses pada 27 Februari 2015, 16:34:30. 3 Bentuk kata lain qurban adalah kata udhiyah. Udhiyah untuk pengertian ibadah qurban dapat ditemukan dalam beberapa bentuk yaitu udhiyah, idhiyah (dengan bentuk jamaknya udhahi, dhahiyah), Adhah (dengan bentuk jamaknya dhahaya), dan adha. 7 Qurban secara etimologi yaitu hewan yang diqurbankan atau hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha. Dalam hal ini penamaan sesuatu (Idul Adha) dengan nama waktunya yaitu Dhuha (matahari naik sepenggalahan). Karena pada waktu itulah biasanya ibadah qurban dilaksanakan. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh menyatakan qurban adalah menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah pada waktu yang telah ditentukan. Atau binatang ternak yang disembelih guna mendekatkan diri kepada Allah pada hari-hari Idul Adha. 8 Adapun pelaksanaan ibadah qurban ada secara perorangan (pribadi) dan ada juga secara kolektif adalah secara bersama atau gabungan/ perserikatan. Maksudnya adalah secara bersama-sama dalam penyembelihan seekor hewan qurban. Menurut Imam Syafi’iyah dan Abu Hanifah membolehkan menyembelih sapi dan unta untuk qurban tujuh orang. Abu Hanifah membolehkan tujuh orang secara bersama berqurban (sapi atau unta) dengan syarat mereka semuanya haruslah dengan niat yang sama, untuk mendekatkan diri kepada Allah. 9 7 Juyusman “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ibadah Kurban Kolektif”, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Jurnal Vol. X, No.4, Juli 2012, hal. 436. 8 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hal. 254. 9 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj. Mahyuddin Syaf, Jilid V (Bandung: PT. Al-Ma’arif, t.th), hal. 254. 4 Dalam kitab Bidayatul Mujtahid, Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan segolongan fuqaha membolehkan seseorang menyembelih seekor unta atas nama tujuh orang, dan demikian pula halnya sapi. 10 Dan Imam Hanafi sepakat dengan seekor unta atau sapi untuk 7 (tujuh) orang secara berserikat, tetapi beliau mensyaratkan bahwa untuk sahnya qurban pada suatu hewan yang diperoleh melalui berserikat, hendaklah tidak ada diantara peserta qurban yang memaksudkan keikutsertaannya dalam qurban tersebut untuk tujuan selain beribadah kepada Allah S.W.T, contohnya sekedar untuk mendapatkan daging. Artinya, jika dalam qurban yang berupa unta atau sapi terdapat tujuh peserta, lantas ada seorang saja dari mereka yang bermaksud mendapatkan daging dengan qurbannya itu, maka qurban seluruh orang yang berserikat pada hewan dimaksud menjadi tidak sah. Imam Hambali membolehkan seorang laki-laki menyembelih satu ekor domba untuk satu orang dan satu ekor sapi atau unta untuk tujuh orang. 11 Namun Imam Malik mengatakan dalam Kitab Al-Muwaththa’, Pendapat yang paling baik yang pernah aku dengar mengenai berqurban unta, sapi dan domba adalah, bahwa seseorang menyembelih seekor unta atas nama dirinya dan keluarganya, menyembelih seekor sapi dan seekor domba yang dimilikinya atas nama mereka, yaitu menyertakan mereka semua dalam qurban itu. Adapun sejumlah orang membeli seekor unta atau sapi atau domba secara patungan untuk qurban sehingga masing-masing membayar harga bagiannya dan mendapatkan bagian dagingnya sesuai bagiannya (berdasarkan harga yang dibayarnya), maka 10 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. M.A. Abdurrahman dkk, Jilid II (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1990), hal. 247. 11 hal. 276. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,.. 5 hal itu hukumnya makruh. Karena hadits yang pernah kami dengar adalah yang menyatakan tidak boleh patungan (berserikat) untuk qurban, akan tetapi yang boleh untuk satu rumah (keluarga). 12 Di desa Simpang Empat Kec. Karang Baru, Kab. Aceh Tamiang mayoritas agama Islam dan penduduknya adalah ekonomi menengah ke bawah, sebagian besar bekerja sebagai petani. Tetapi karena keinginan untuk dapat melaksanakan ibadah qurban sangat kuat, maka para warga yang bergabung dalam jama’ah pengajian (laki-laki) berinisiatif untuk mengadakan berserikat atau patungan qurban. Jama’ah pengajian (laki-laki) ini sudah berlangsung sekitar empat tahun. Dalam pelaksanaannya, setiap yang berserikat membayar uang sebesar Rp. 5.000,00; (Lima Ribu Rupiah) setiap pertemuan yaitu setiap malam Kamis. 13 Saat ini jama’ah qurban yang diadakan oleh jama’ah pengajian (laki-laki) desa Simpang Empat sudah memasuki putaran kedua. 14 Pada awal berdiri tahun 2013 jama’ah ini hanya beranggotakan 20 orang. Tahun 2015 saat ini anggota jama’ah qurban pengajian mencapai 42 orang dengan setoran berserikat qurban Rp. 5.000,00. Berserikat qurban setiap 1 tahun sekali sekitar 1 bulan sebelum hari raya qurban. Atas kesepakatan bersama, jama’ah ini tidak boleh diambil dalam bentuk uang. Biasanya pengurus akan menawarkan kepada peserta yang memperboleh jama’ah siapa yang ingin bersama-sama membeli sapi/lembu. Jika telah ada kesepakatan dan telah mencapai 7 orang, 15 maka pengurus akan membelikan seekor lembu yang nantinya akan diqurbankan. Itu artinya jama’ah lain yang juga mendapat berserikat sisa dari 7 orang tadi akan mendapat masingmasing seekor kambing. Jadi berserikat setiap tahun akan selalu berbeda. Hal ini disesuaikan dengan harga hewan qurban. 12 Imam Malik bin Anas, Al-Muwaththa’, terj. Nur Alim, dkk. Jilid I (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. 387. 13 Wawancara Dengan Bapak Abubakar Said Selaku Jama’ah Pengajian di desa Simpang Empat Kec. Karang Baru, Kab. Aceh Tamiang. Pada Tanggal 20 Februari 2015. 14 Wawancara Dengan Bapak Hasan Selaku Jama’ah Pengajian di desa Simpang Empat Kec. Karang Baru, Kab. Aceh Tamiang. Pada Tanggal 20 Februari 2015. 15 Ibid. 6 Dengan pertimbangan rasa kemanusiaan dan persaudaraan dalam bermasyarakat mau tidak mau para jama’ah pengajian yang lain akan menyetujuinya, meskipun ada beberapa peserta yang kurang ikhlas karena dirasa tidak adil. Hampir dalam setiap jama’ah berserikat qurban tidak dipungkiri setiap jama’ah tentu saja ingin mendapat lebih awal, apalagi dalam berserikat qurban ini. Hal ini disebabkan pada perubahan harga hewan qurban yang setiap tahun akan selalu mengalami kenaikan. Tentu saja jama’ah berserikat qurban yang mendapat lebih awal akan dapat memperoleh hewan qurban dengan harga lebih murah dari pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini yang membuat penulis tertarik akan membahas dalam bentuk sebuah karya ilmiah yang berjudul “Praktik Perserikatan Dalam Hewan Qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang (Tinjauan Hukum Islam)”. B. Rumusan Masalah Adapun masalah yang diangkat dalam tulisan ini adalah: 1. Bagaimana praktik perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan target yang ingin dicapai sebagai solusi atas masalah yang dihadapi, Adapun tujuan penelitian ini adalah: 7 1. Untuk mengetahui praktik perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang. 2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik perserikatan dalam hewan qurban. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah tersebut di atas, maka diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis, sebagai pengembangan ilmu pengetahuan muamalah, khususnya menyangkut Perserikatan Dalam Hewan Qurban. 2. Manfaat praktis, memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti, dan untuk masyarakat dapat membantu memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada pada objek yang diteliti sehingga lebih praktis. E. Penjelasan Istilah Untuk lebih mudah memahami maksud judul yang akan di bahas, maka penulis memberikan penjelasan istilah yang ada pada judul “Praktik Perserikatan Dalam Hewan Qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang (Tinjauan Hukum Islam)” 1. Praktik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. 16 2. Perserikatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perkumpulan, ikatan, perhimpunan. Menurut Sayyid Sabiq perserikatan adalah secara 16 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 4 (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal.1098. 8 bersama atau gabungan. Maksudnya adalah secara bersama-sama dalam penyembelihan seekor hewan qurban. 17 3. Hewan qurban dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hewan persembahan kepada Allah seperti sapi, unta yang disembelih pada hari lebaran haji. Dan kata qurban berasal dari kata qaraba artinya dekat kemudian ditambah alif dan nun yang menunjukkan kepada makna yang sempurna, yaitu pendekatan diri kepada Allah dengan sempurna. 18 4. Tinjauan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu melihat (memeriksa), mempelajari dengan cermat untuk memahami. 19 5. Hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. 20 Menurut lughah (bahasa) hukum ialah menetapkan sesuatu atas yang lain. Sedangkan menurut syara’, yaitu perintah Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik mengandung tuntutan menyuruh atau larangan atau membolehkan atau menentukan sesuatu menjadi sebab atau syarat atau pengahalang terhadap yang lain. 21 17 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj. Mahyuddin Syaf,,…, hal. 254. 18 Ibid. 19 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,…, hal. 1098. 20 21 Ibid, hal. 410. Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 26. 9 F. Kajian Kepustakaan Mengenai perserikatan dalam hewan qurban sebenarnya sudah banyak dilakukan peneliti lain, seperti penelitian di bawah ini: Skripsi Muhammad Fadil, yang berjudul “Analisis Terhadap Pendapat Ibn Hazm Tentang Penyembelihan Hewan Kurban Dengan Berserikat (Gabungan) Dalam Kitab Al- Muhalla”. Permasalahan dalam skripsi ini bagaimana pendapat Ibn Hazm tentang ketentuan bagian-bagian dari setiap hewan qurban hasil berserikat (gabungan), penulis dalam skripsi ini mengunakan metode library research yaitu suatu penelitian kepustakaan, dari sumber data primernya adalah kitab Al-Muhalla karya Ibn Hazm. Dan data sekunder mengunakan kitab Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam karangan Ibn Hazm, kitab Majmu’ Syarah AlMuhadzab, karangan an-Nawawi, kitab Al-Umm karangan Al-Syafi’i dan kitab lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti. 22 Riadi Barkan, dengan judul skripsi “Proses Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Dalam Perspektif Hukum Islam”. Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai pembahasan hukum penyembelihan dengan cara stunning. Di mana stunning merupakan penyembelihan dengan cara pemingsanan terlebih dahulu pada hewan yang akan disembelih dengan menggunakan listrik. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah stunning ini sesuai dengan syari’ah Islam. penelitian ini menggunakan metode kualitatif di mana penulis tidak menggunakan sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan di mana penulis pengidentifikasian secara sistematis dari sumber yang berkaitan 22 Muhammad Fadil, “Analisis Terhadap Pendapat Ibn Hazm Tentang Penyembelihan Hewan Kurban Dengan Berserikat (Gabungan) Dalam Kitab Al- Muhalla”, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2002. 10 dengan objek. Kemudian penulis menganalisa dengan cara deduktif dan komperatif yakni penulis memulai dari teori masalah penyembelihan yang bersifat umum, selanjutnya penulis kemukakan secara khusus dengan masalah penyembelihan dengan stunning. Secara teoritis penulis melakukan pembahasan ini dengan melihat perbandingan aspek Fiqh Islam. 23 Kemudian skripsi Azmi Syarif, yang berjudul “Perspektif Hukum Islam Tentang Penjualan Kulit Hewan Kurban (Studi Komparatif Antara Mazhab Syafi’i Dan Hanafi)”. Dalam skripsi ini Azmi Syarif menjelaskan tentang perbedaan dan persamaan pandangan Mazhab Syafi’i dan Hanafi tentang penjualan kulit hewan kurban. 24 Adapun penelitian ini membahas dari sisi kemampuan dalam perserikatan hewan qurban yang terjadi pada masyarakat umumnya, dan di antara skripsi yang penulis paparkan di atas, belum ada yang membahas tentang “Praktik Perserikatan Dalam Hewan Qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang (Tinjauan Hukum Islam)”. G. Kerangka Teori Qurban yang disyari’atkan kepada umat Nabi Muhammad SAW ini, untuk mengingatkan kembali nikmat Allah kepada Nabi Ibrahim A.S karena taat dan patuhnya kepada Allah S.W.T dan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. 23 Riadi Barkan, “Proses Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Dalam Perspektif Hukum Islam” Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014 M/1435 H. 24 Azmi Syarif, “Perspektif Hukum Islam Tentang Penjualan Kulit Hewan Kurban (Studi Komparatif Antara Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi), Skripsi Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Perbangingan Mazhab dan Hukum, 2003. 11 Menurut Moh. Rifa’i dalam bukunya Fiqih Islam Lengkap, arti qurban bahasa arabnya udhiyyah ialah yang disembelih pada hari raya qurban (Idul Adha). Dalam ilmu fiqih berarti penyembelihan hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah S.W.T (qurban) pada hari raya haji (Idul Adha) dan atau hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Jadi diperintahkannya qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T dan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. 25 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kurban berarti mempersembahkan kepada Tuhan (seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari raya lebaran haji). 26 Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh menyatakan qurban adalah menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah pada waktu yang telah ditentukan. Atau binatang ternak yang disembelih guna mendekatkan diri kepada Allah pada hari-hari Idul Adha. 27 Dan menurut Abdurrahman Al-Jaziri di dalam kitab al-Fiqh ‘ala AlMadzhib al-Arba’ah mengatakan qurban ialah untuk menyebutkan sesuatu hewan dari jenis hewan ternak yang disembelih atau dijadikan qurban untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT di hari raya Idul Adha baik dia sedang melaksanakan ibadah haji ataupun tidak mengerjakan. 28 Menurut ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi dalam kitab Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz menyatakan bahwa berserikat dalam seekor unta untuk sepuluh orang dan dalam seekor sapi untuk tujuh orang. 29 Menurut Imam An-Nawawi dalam buku Raudhatuth Thalibin mengatakan: “Seekor unta sah untuk tujuh orang, demikian juga dengan sapi baik tujuh orang 25 Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqh Lengkap,…, hal. 78. 26 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,…, hal. 410. 27 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,…, hal. 265. 28 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala Al-Madzhib al-Arba’ah, Thaharah, Shalat, Puasa, I’tikaf, Juz 1 (Kairo: Darul Hadits, 2004), hal. 550. 29 Imam Malik bin ‘Anas, Al-Muwaththa’,…, hal. 387. 12 itu dalam satu keluarga atau beda keluarga, baik mereka sepakat bermaksud untuk mendekatkan diri kepada Allah atau mereka berbeda maksud, untuk ibadah yang wajib atau yang sunnah, atau sebagian dari mereka hanya menginginkan dagingnya saja”. 30 Ammi Nur Baits dalam bukunya yang berjudul Panduan Qurban Praktis mengatakan Sebagian ulama menjelaskan qurban satu ekor kambing lebih baik dari pada ikut berserikat sapi atau unta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi. 31 Imam As-Syairazi Asy-Syafi'i sebagaimana dikutip oleh Ammi Nur Baits mengatakan: Kambing (sendirian) lebih baik dari pada patungan sapi tujuh orang. Karena dia bisa menumpahkan darah (menyembelih) sendirian. 32 Dari pendapat Ammi Nur Baits dan Imam As-syairazi As-syafi’i, penulis menyimpulkan bahwa menyembelih seekor kambing sendirian lebih baik dari pada ikut berqurban dengan sepertujuh sapi atau unta. Hal ini dikarenakan satu ekor kambing tadi benar-benar milik penuh orang yang berqurban tersebut dan langsung bisa disembelih tanpa terikat dengan pihak lain. H. Pedoman Penulisan Sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku panduan penulisan skripsi dan karya tulis ilmiah yang dikeluarkan oleh jurusan Syari’ah STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa tahun 2011. 30 An-Nawawi, Raudhatuth Thalibin: Zakat, Puasa, Haji, Qurban, Hewan buruan dan sembelihan, Nadzar, terj. A. Shalahuddin, dkk, Jilid II (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 666. 31 Ammi Nur Baits, “Panduan Qurban Praktis,” www.yufid.org.pdf (3 Februari 2015) 32 Ibid, hal. 19. hal. 18. 13 I. Sistematikan Penulisan Sesuai pedoman penulisan skripsi, maka penulis akan membagi skripsi ini dalam lima bab. Antara bab satu dengan bab yang lain disusun secara sistematis dan logis. Dalam setiap bab terdiri dari sub pembahasan, untuk lebih jelasnya sistem penulisan skripsi tersebut adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan istilah, kajian kepustakaan, dan kerangka teori, pedoman penulisan,serta sistematika penulisan. BAB II Landasan teori yang terdiri dari pengertian qurban dan dasar hukumnya, sejarah qurban, jenis dan syarat hewan qurban, tujuan berqurban, pengertian perserikatan dalam hewan qurban dan dasar hukumnya, serta pendapat ulama tentang perserikatan dalam hewan qurban. BAB III Metodologi penelitian memuat pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, populasi dan sampel. BAB IV Hasil penelitian dan pembahasan memuat gambaran umum Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang, praktek perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang, dan tinjauan hukum Islam praktek perserikatan dalam hewan qurban di Desa Simpang Empat Kec. Karang Baru Kab. Aceh Tamiang, serta analisa penulis. BAB V Penutup memuat kesimpulan dan saran.