BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi otak Otak

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di
otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada
otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari
bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini
merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke
(Feigin, 2006).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan
medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).
Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP
dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen
bagiannya adalah:
9
10
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri
dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.
Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003).
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual
yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.
Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area
asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif
(Purves dkk, 2004).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini
berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran
dan berperan dlm pembentukan dan perkembangan emosi.
11
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran
sensorik di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa
raba dan pendengaran (White, 2008).
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan
area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White,
2008).
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom (White, 2008).
Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping.
(Sumber : White, 2008)
12
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung
lebih banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan.
Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang
didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya
40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari
tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan
menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.
Cerebellum
merupakan
pusat
koordinasi
untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus
anterior, lobus medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
Gambar 2.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas.
(Sumber : Raine, 2009)
13
3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur
seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Strukturstruktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden
dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan
bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
Gambar 2.3 Brainstem.
(Sumber : White, 2008)
14
2.1.1
Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang
lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna
dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir
pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri
communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri
serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui
arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia
kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris.
15
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam
struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup
dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex
superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang
berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus
transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah
dari basal ganglia (Wilson, et al., 2002).
Gambar 2.4 Circulus Willisi
(Sumber : swaramuslim. Stroke, 2009)
16
2.2 Stroke
2.2.1 Definisi Stroke
Stroke adalah cedera vascular akut pada otak yang disebabkan
oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan
dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini
menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai dengan gejala
tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan (Feigin, 2006).
Stroke adalah penyakit gangguan fungsional akut, fokal maupun
global, akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun
sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang
dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau berakibat kematian
(Ganong, 2003).
Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat
tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan
sel-sel otak tertentu kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan
dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang
sangat singkat (Raine, 2006).
Jadi stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi karena
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak
dengan gejala atau tanda-tanda sesuai dengan daerah yang terganggu.
17
2.2.2 Patofisiologi Stroke
Otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks dan
berperan penting bagi kesehatan dan kehidupan yang baik. Ukurannya
relatif kecil dibandingkan bagian tubuh yang lain. Beratnya hanya 1,5
kg atau sekitar 2 % dari berat total tubuh kita. Namun organ ini
menerima hampir seperlima dari total oksigen dan pasokan darah.
Nutrisi yang kita makan sangat diperlukan untuk menjaga agar otak
tetap dapat bekerja dengan optimal (Feigin, 2006).
Otak bergantung total pada pasokan darahnya. Interupsi sekitar
7 – 10 detik saja sudah dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki pada bagian otak yang terkena (Feigin, 2006).
Otak mendapat banyak pasokan darah. Ada aliran darah konstan
yang membawa neuronutrient (nutisi penting untuk saraf) seperti asam
amino, vitamin, dan mineral. Neuronutrien bersama oksigen dan
glukosa akan menyediakan energi untuk otak. Gangguan aliran darah
selama satu atau dua menit dapat menurunkan fungsi otak. Jika
gangguan berlangsung lebih lama, maka kerusakan permanen di otak
akan terjadi.
Stroke sering dikenal dengan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian dan disability. Stroke Non hemoragik yaitu suatu gangguan
fungsional otak akibat gangguan aliran darah ke otak karena adanya
bekuan darah yang telah menyumbat aliran darah (Yastroki, 2007). Pada
stroke non hemoragik aliran darah ke sebagian jaringan otak berkurang
18
atau berhenti. Hal ini bisa disebabkan oleh sumbatan thrombus, emboli
atau kelainan jantung yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau
oleh tekanan perfusi yang menurun. Stroke hemoragik adalah stroke
yang disebabkan oleh perdarahan kedalam jaringan otak (disebut
haemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut haemoragia subaraknoid)
(Feigin, 2006).
Penyakit stroke yang terjadi sekitar 80% adalah iskemik, dan
20% adalah hemoragik. Stroke iskemik dapat diklasifikasikan sebagai
akibat dari thrombotik maupun emboli. Terjadinya thrombotik yang
pada umumnya akibatnya 75% menjadi stroke iskhemik adalah hasil
dari proses patofisiologi yang terjadi secara bertahap dengan penyakit
arterosklerosis (Schretzman, 2001).
Tandanya adalah akumulasi aliran menjadi lambat pada arteri
cerebral, memfasilitasi untuk membentuk terjadinya thrombi. Thrombi
ini sebagai penghubung dengan tanda arterosklerosis, yang dapat
menyebabkan penyempitan dan terhambatnya pembuluh darah arteri.
Hasil dari kerusakan terhadap aliran darah yang menuju pada tanda dan
gejala iskemik, termasuk penurunan neurologik fokal. Tanda dan gejala
ini yang memelihara perkembangannya setiap jam setiap harinya, yang
biasanya setiap pagi akan mengalami hipotensi (Schretzman, 2001).
19
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada umur 55 sampai
75 tahun. Stroke hemoragik dibagi menjadi 2 yaitu Intracerebral
hemorage sebesar 10% dari kasus stroke dan diiringi dengan gejala sakit
kepala dan Subarachnoid hemorage sebesar 7% dari kasus stroke, yang
juga dapat disebabkan sakit kepala yang berat, serangan, dan kehilangan
kesadaran (Schretzman, 2001). Faktor resiko dari Intracereberal
hemorage dipengaruhi oleh usia, ras, jenis kelamin (laki-laki), tekanan
darah tinggi, konsumsi alkhohol. Sedangkan Subaracnhoid hemorage
sering terjadi sobek atau ruptur dari kongenital aneurysms atau vascular
malformation yang berada didalam permukaan subarachnoid, tekanan
darah tinggi (hipertensi) dan merokok (Harwood, et al., 2010).
2.2.3 Etiologi dan Klasifikasi Stroke
Gangguan suplai darah ke otak merupakan penyebab terjadinya
stroke. Stroke mengakibatkan terjadinya kehilangan fungsi neurologis
secara tiba-tiba, kemudian muncul tanda dan gejala sesuai dengan
daerah yang mengalami gangguan. Untuk membatasi kerusakan otak
dan mencegah stroke berulang maka proses pemulihan stroke harus
dioptimalkan (Schretzman, 2001).
Gangguan suplai darah ini disebabkan oleh adanya penyumbatan
dan pecahnya pembuluh darah di otak. Berdasarkan penyebab tersebut
stroke diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik (Schretzman, 2001).
20
1) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah di otak yang menghambat
aliran darah normal dan darah merembes ke daerah
sekitarnya kemudian merusak daerah tersebut.
Berdasarkan tempat terjadinya perdarahan, stroke
hemoragik terbagi atas dua macam, yaitu stroke hemoragik
intra serebrum dan stroke hemoragik subaraknoid.
2) Stroke non hemoragik atau iskemik
Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh
terjadinya penyumbatan pada arteri yang mengarah ke otak
yang mengakibatkan suplai oksigen ke otak mengalami
gangguan sehingga otak kekurangan oksigen. Berdasarkan
perjalanan klinisnya, stroke non haemoragik dibagi menjadi
4, yaitu:
(1) Transient Ischemic Attack (TIA) merupakan serangan
stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam.
(2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
merupakan gejala neurologis yang akan menghilang
antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.
(3) Progressing stroke atau stroke in evolution merupakan
kelainan atau defisit neurologis yang berlangsung
secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
21
(4) Complete stroke atau stroke komplit merupakan
kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak
berkembang lagi (Junaidi, 2006).
2.2.4 Penyebab Stroke
Berdasarkan hasil penyelidikan pada zaman pra CT-scan
mengungkapkan bahwa stroke yang didiagnosis secara klinis dan
kemudian diverifikasi oleh autopsi penyebabnya adalah
a) 52-70% disebabkan oleh infark non emboli
b) 7-25% disebabkan oleh perdarahan intra serebral primer
c) 5-10% disebabkan oleh perdarahan subaraknoidal
d) 7-9% tidak diketahui penyebabnya
e) 6% adalah adalah kasus TIA yang pada autopsi tidak
memperhatikan kelainan
f) 2-5% disebabkan oleh emboli
g) 3% disebabkan oleh neuplasma
Setelah CT-scan digunakan secara rutin dalam kasus-kasus
stroke, diketahui bahwa 81% stroke non-hemoragik dan 9% stroke
hemoragik (Mackay, 2004).
2.2.5 Faktor risiko terjadinya stroke
Pakistan melakukan sebuah penelitian terhadap faktor resiko dari
stroke, faktor resiko tertinggi yang menyebabkan terjadinya stroke
22
adalah hipertensi dengan persentasi 78%, dan yang kedua Diabetes
Mellitus (40,3%), Rokok (21%) (Taj, 2010).
Menurut Feigin (2006) faktor resiko stroke dibagi menjadi dua
yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti gaya hidup dan faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti penuaan, kecenderungan
genetik, dan suku bangsa. Faktor resiko yang terpenting adalah:
(1) Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan
pada sistem vaskuler (pembuluh darah dan jantung) serta
memicu terjadinya aterosklerosis (Feigin, 2006).
(2) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus
menambah beban pembuluh arteri perlahan-lahan. Arteri
mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku
sehingga mengurangi elastisitasnya. Hal ini dapat pula
merusak dinding arteri dan mendorong proses terbentuknya
pengendapan
plak
pada
arteri
koroner.
Hal
ini
meningkatkan resistensi pada aliran darah yang pada
gilirannya menambah naiknya tekanan darah. Semakin
berat kondisi hipertensi, semakin besar pula faktor resiko
yang ditimbulkan (Mackay, 2004).
23
(3) Penyakit jantung
Emboli yang terbentuk dijantung akibat adanya
kelainan pada arteri jantung terutama arteria coronaria
dapat terlepas dan dapat mengalir ke otak sehingga dapat
menyumbat arteri di otak dan dapat mencetuskan stroke
iskemik (Feigin, 2006).
(4) Makanan yang tidak sehat
Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak
daripada yang mereka gunakan dalam aktivitas sehari-hari,
kelebihan kalori tersebut akan diubah menjadi lemak yang
menumpuk di dalam tubuh (Feigin, 2006).
(5) Merokok
Asap rokok yang mengandung nikotin yang memacu
pengeluaran zat-zat seperti adrenalin dapat merangsang
denyut jantung dan tekanan darah. Kandungan carbon
monoksida dalam rokok memiliki kemampuan jauh lebih
kuat daripada sel darah merah (hemoglobin) untuk menarik
atau menyerap oksigen sehingga kapasitas darah yang
mengangkut oksigen ke jaringan lain terutama jantung
menjadi berkurang. Hal ini akan mempercepat terjadinya
stroke iskemik bila seseorang sudah mempunyai penyakit
jantung (Mackay, 2004).
24
2.2.6 Penurunan Gangguan fungsi dan gerak berdasarkan Motor
Pathways
Akson dari motor cortex primer turun ke medulla spinalis melalui dua
kelompok yaitu:
(1) Lateral group yang berfungsi sebagai pengontrol gerakan anggota
tubuh secara mandiri, terdiri dari:
(a) Corticospinal tract : menggerakan tangan dan jari-jari
(b) Corticobulbar tract : menggerakan wajah, leher, lidah dan mata
(c) Rubrospinal tract
: mengendalikan otot-otot anterior dan
posterior tubuh
Cidera Dorsolateral Pathway, antara lain:
(a) Righting reaction normal
(b) Fleksi jari-jari
(c) Elbow inactive
(d) Meraih dengan sirkumduksi pada bahu
(e) Axial postur normal
(f) Lengan menggantung lemas
(g) Berjalan dengan normal
(2) Ventromedial group berfungsi mengontrol gerakan anggota badan,
terdiri dari :
(a) Vestibulospinal tract : control of posture
(b) Tectospinal tract : mengkoordinasikan gerakan mata, kepala dan
trunk
25
(c) Reticulospinal tract : berjalan, bersin, tonus otot
(d) Ventral corticospinal tract : otot-otot tungkai atas dan trunk
Cidera Sistem Ventromedial
(a) Dapat menggerakan fleksi elbow
(b) Kehilangan righting reaction
(c) Tidak dapat menjangkau benda yang jauh
(d) Selalu merosot kedepan
(e) Axial mobility
(f) Selalu menabrak benda yang ada dihadapannya.
2.2.7 Problematik Pasca Stroke
Problematik fisioterapi pada pasien pasca stroke menimbulkan
tingkat gangguan.
(1) Structure and Body Function
Structure and Body Function yaitu gangguan tonus otot secara
postural, semakin tinggi tonus otot maka akan terjadi spastisitas ke
arah fleksi atau ektensi yang mengakibatkan terganggunya gerak ke
arah normal. Sehingga terjadi gangguan kokontraksi dan koordinasi
yang halus dan bertujuan pada kecepatan dan ketepatan gerak
anggota gerak atas dan bawah pada sisi lesi. Serta dapat
mengakibatkan gangguan dalam reaksi tegak, mempertahankan
keseimbangan atau protective reaction anggota gerak atas dan
bawah pada sisi lesi saat melakukan gerakan, contoh lainnya seperti
26
kelemahan otot pada sisi affected, gangguan koordinasi, dan sensory
deficit (mati rasa, gangguan sensibilitas).
(2) Activity Limitation
Activity Limitation yang timbul adalah terjadi penurunan
kemampuan motorik fungsional. Penurunan kemampuan dalam
melakukan aktifitas dari tidur terlentang seperti mampu melakukan
gerakan tangan dan kaki secara aktif saat miring, terlentang duduk
disamping tempat tidur seperti mampu melakukan gerakan
menggangkat kepala namun saat menurunkan kaki butuh bantuan
orang
lain
agar
mampu
duduk
disamping
tempat
tidur,
keseimbangan duduk seperti kurang mampu mempertahankan
keseimbangan duduk, dari duduk ke berdiri seperti masih
membutuhkan bantuan orang lain, berjalan
seperti
masih
membutuhkan bantuan dari orang lain, fungsi anggota gerak atas
seperti gerakan mempertahankan posisi lengan ke segala arah dan
pergerakkan tangan yang terampil seperti mengambil benda dan
memindahkan dari satu tempat ke tempat lain.
(3) Participation and Retriction
Participation and Retriction adalah terjadi ketidakmampuan
melakukan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan.
Seperti gangguan dalam melakukan aktivitas bekerja karena
gangguan psikis dan fisik seperti kurang percaya diri, kualitas hidup
menurun dan depresi.
27
2.3 Keseimbangan
2.3.1 Definisi Keseimbangan
Keseimbangan merupakan kemampuan relatif tubuh untuk
mengontrol pusat gravitasi atau pusat massa tubuh terhadap bidang
tumpu dalam keadaan statik maupun dinamik sehingga tubuh bisa
mempertahankan posturnya dalam mengantisipasi gerakan yang terjadi
(Irfan, 2010).
Keseimbangan muncul sebagai reaksi cepat dari tubuh ketika
terjadi pemindahan atau perubahan gerakan yang tiba-tiba dan tidak
terduga, atau bisa juga disebut sebagai strategi ketika kita memperbaiki
posisi tubuh, memindahkan berat badan, berputar, atau melangkah.
Strategi termasuk kedalam proses kognitif karena ada kaitannya dalam
pengaturan dan percontohan perencanaan dari tujuan langsung gerakan
(Gjelsvik, 2008).
2.3.2 Mekanisme Keseimbangan
Dalam
kaitannya
dengan
lingkungan,
keseimbangan
memberikan tubuh menjadi harmoni dan aman. Dan keseimbangan
merupakan dasar dari sistem motorik. Apabila keseimbangan berkurang
atau tidak ada maka kita harus menggunakan strategi lain untuk
mencegah jatuh. Pasien dengan kondisi neurologis seperi stroke telah
kehilangan beberapa repertoar gerakan mereka dan tidak dapat
beradaptasi dengan tingkat yang sama seperti sebelumnya.
28
Menurut Gjelsvik (2008), keseimbangan merupakan istilah
holistic antara postural control, righting, dan protective reaction.
a. Postural control
Postural control merupakan kemampuan untuk mengontrol
posisi tubuh dalam suatu ruang yang memiliki fungsi ganda, yaitu
untuk stabilisasi dan orientasi (Shumway-Cook & Woollacott,
2007).
Menurut
Aruin
(2006),
postural
orientation
adalah
kemampuan untuk mempertahankan hubungan antar segmen tubuh,
tubuh dan lingkungan dalam suatu tugas tertentu. Memerlukan
orientasi vertikal yang stabil untuk melawan gravitasi. Stabilitas
postural adalah kemampuan mempertahankan pusat berat tubuh
dengan ruang batas sebagai acuan untuk stability limit. Stability limit
adalah batasan area di dalam ruang dimana tubuh bisa
mempertahankan posisi tanpa mengubah base of support. Postural
stability tidak hanya dalam posisi tertentu tetapi ditentukan oleh
lebar dari base of support dan keterbatasan lingkup gerak sendi,
kekuatan otot dan informasi sensori dalam mendeteksi keterbatasan.
Stability limit setiap individu akan berbeda tergantung dari tugas,
lingkungan dan individu itu sendiri.
29
Internal
representation
Musculoskeletal
components
Neuromuscul
ar synergies
Adaptive
mechanism
Postural
Control
Individual
sensory
system
Anticipatory
mechanism
Sensory
strategy
(Skema 2.5 Sistem Postural Control)
(Sumber: Shumway-Cook & Woollacot, 2007)
1. Internal Representation
Kemampuan dalam menginterpretasikan postur tubuh
dalam otak terutama pada korteks. Internal representation ini
penting dalam pemetaan dari tubuh pada input sensasi dalam
melakukan suatu aksi. Seringkali merujuk pada postural body
schema. Body schema menggabungkan antara geometri tubuh,
kinetik, orientasi terhadap gravitasi.
2. Adaptive Mechanism
Adaptive mechanism merupakan kemampuan adaptasi
ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik
30
lingkungan sehingga akan memodifikasi input sensoris dan
keluaran motorik (output).
3. Anticipatory Mechanism
Anticipatory mechanism merupakan kemampuan dalam
mempersiapkan/memprediksikan
suatu
eksekusi
untuk
melakukan gerakan dengan baik. Ketika kita mengatakan ingin
melakukan gerakan yang cepat, maka sebelum kita bergerak
akan muncul respon postural berupa aktivasi terhadap otot-otot
postural.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Harwood
(2010), tentang anticipatory mechanism terhadap aktivitas otototot postural, terlihat bahwa ketika otak telah memberikan
perintah untuk bergerak maka 1/100 ms sebelum gerakan
dilakukan otot sudah mulai teraktifasi. Mulai dari otot bagian
tranversus abdominalis, internal oblique, multifidus, external
oblique, rectus abdominalis.
Penelitian terbaru memfokuskan peran otot tranversus
abdominalis (TrA) dan multifidus. Fungsi dari kedua otot ini
adalah sebagai stabilisator inti (core). Otot-otot ini memiliki
pengaruh segmental pada lumbal spine. Studi di atas
menunjukkan bahwa serabut otot dalam pada otot TrA dan
multifidus adalah otot yang pertama aktif ketika sebelum
terjadinya pergerakan.
31
4. Sensory Strategy
Informasi sensori dari somatosensoris (permukaan),
visual (tugas/tujuan), sistem vestibular (gravitasi) diintegrasikan
untuk mengintepretasikan sensoris secara kompleks dalam
lingkungan untuk bergerak. Ketiga sensasi tersebut dapat
digunakan
untuk
keseimbangan.
membentuk
Integrasi
reaksi
dalam
sensomotorik
penting
menjaga
untuk
menghubungkan sensasi ke respon motorik, proses adaptif dan
anticipatory (Kisner & Colby, 2002).
5. Individual Sensory System
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular,
dan somatosensoris. Input dari sistem-sistem ini merupakan
sumber informasi penting tentang posisi tubuh dan gerakan yang
berkenaan dengan gravitasi dan lingkungan. Setiap bagian tubuh
memberikan informasi yang berbeda tentang posisi dan gerakan
tubuh pada CNS. Jadi setiap bagian tubuh akan memberikan
referensi yang berbeda terhadap postural control.
a. Visual
Visual (penglihatan) memegang peran penting dalam
sistem sensoris. Penglihatan merupakan sumber utama
informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada,
penglihatan
memegang
mengidentifikasi
dan
peran
mengatur
penting
jarak
gerak
untuk
sesuai
32
lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika
mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak
pandang. Penglihatan berperan penting dalam pengendalian
postur, gerak, dan fungsi yang manipulatif (Kisner dan
Colby, 2002).
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat
menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada
lingkungan aktifitas sehingga memberikan kerja otot yang
sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
b. Vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris
yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala,
dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di
dalam telinga.
Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga
membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan
mengontrol otot-otot postural.
Sistem vestibular membawa informasi tentang posisi
tubuh dalam kaitannya dengan gravitasi dan perubahan pada
posisi tersebut. Dalam sistem ini ada jalur yang berfungsi
untuk mengatur perubahan otot-otot postural dalam
kaitannya dengan gravitasi, ada juga sistem yang terlibat
33
dengan
penyesuaian
postural
(postural
adjustments)
terhadap perubahan posisi, menggunakan otot-otot axial.
Kelainan dalam sistem vestibular mengakibatkan
sensasi seperti pusing atau ketidakstabilan, yang tidak
terjangkau oleh kesadaran kita, serta masalah dengan fokus
mata
dan
menjaga
keseimbangan
(Woollacott
dan
Shumway-Cook, 2007).
c. Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau
proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi
disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula
spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif
menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks
serebri melalui lemniskus medialis dan talamus.
Beberapa hal penting yang berhubungan dengan
proprioseptif dalam posisi berdiri adalah:
(a) Informasi yang diterima ankle joint yang disebabkan
oleh perubahan pusat gravitasi, menghasilkan perputaran
(torsi) pada ankle joint.
(b) Informasi yang berasal dari otot – otot leher memberikan
referensi yang penting tentang gerakan kepala dalam
hubungannya dengan truktus.
34
(c) Otot – otot mata merefleksikan posisi mata dalam
hubunganya dengan kepala.
Dalam mempertahankan keseimbangan dan orientasi
postural dibutuhkan informasi yang akurat tentang posisi
tubuh terhadap segmen tubuh lain dan terhadap lingkungan
sekitarnya yang didapat dari reseptor sensoris perifer yang
terdapat pada organ visual, vestibuler dan somatosensoris.
Gangguan, kerusakan maupun keadaan yang tidak
stabil pada reseptor sensoris perifer mampu merubah
kemampuanya dalam mendeteksi input yang ada sehingga
informasi menjadi tidak akurat dan berakibat terhadap
postural control.
Reseptor di kapsul sendi memberikan informasi
tentang gerakan dan posisi bagian tubuh relatif terhadap satu
sama lain, peran mereka dalam postural control belum
sepenuhnya
didefinisikan.
Otot
spindle
memberikan
informasi tentang perubahan panjang otot dan peregangan
dinamis dan dapat juga diaktifkan dengan peregangan otot.
Pressoreceptors mendeteksi goyangan tubuh, sedangkan
mechanoreceptors dapat menentukan regangan pada kulit,
serta perubahan kecepatan dan tekanan. Ada beberapa input
dalam postural control yang dihasilkan dari proprioseptif.
Pertama, informasi dari sendi pergelangan kaki sangat
35
penting karena merupakan salah satu bagian tubuh yang
kontak dengan permukaan sehingga memberikan informasi
titik tumpu beban tubuh. Kedua, informasi dari otot leher
memberikan referensi penting tentang gerakan kepala dalam
kaitannya dengan alignment dari tubuh. Dan ketiga, refleks
dari otot mata mampu menstabilkan bayangan objek pada
retina hubungannya dengan posisi mata dengan pergerakan
dari kepala.
Macam-macam reseptor dalam sitem propriseptif
yaitu : korpus Vater-Pacini untuk rasa tekan, letaknya di
bagian bawah kulit dan jaringan ikat, organ golgli di dalam
tendon dan selaput sendi, “muscle spindle” ada dalam otot,
berfungsi sebagai “stretch-reseptor”, piring Golgi-Massoni
ada dalam kulit untuk menangkap rasa tekan halus.
6. Neuromuscular Synergies
Struktur dan fungsi dari aktifitas motorik dan sistem
saraf pusat saling mempengaruhi satu sama lain. Gerakan
merupakan hasil dari aktifitas otot-otot yang merupakan proses
dari sistem saraf pusat. Pengolahan dalam sistem saraf pusat
merupakan hasil dari informasi yang dikirim menuju sistem
tentang keinginan atau kebutuhan untuk melakukan aksi,
didasari pada kebutuhan akan interaksi dengan lingkungan.
Setiap gerakan ditentukan oleh individu, tujuan fungsional, dan
36
lingkungan dimana gerakan tersebut diproses yang sesuai
dengan fungsi oleh kesinergisan dari sistem saraf pusat dan
sistem muskular.
7. Musculoskeletal Components
Postural control memerlukan tindakan otot yang
terkoordinasi. Untuk menghasilkan kontraksi otot yang
memadai. Aktifitas otot pada sendi berperan penting dalam
menyeimbangkan tubuh. Otot dan reseptor kulit berperan
penting dalam mekanisme stabilisasi postural dalam keadaan
seimbang.
b. Righting
Righting mengacu pada pengamatan gerak antar segmen
tubuh yang saling berhubungan dan antara segmen tubuh dengan
lingkungan. Righting terjadi ketika garis gravitasi bergerak menuju
batas bidang tumpu. Gerakan yang timbul sebagai kemampuan dari
righting ini merupakan bagian dari kontrol keseimbangan yang
otomatis dan volunter.
Ada 2 bentuk utama dari righting, yaitu:
1. Head Righting
Kepala akan memperbaiki posisinya terhadap trunk
sebagai respon terhadap perpindahan, dan hal ini bertujuan
untuk mempertahankan posisi vertikal kepala.
37
2. Trunk Righting
1) Ketika trunk melakukan gerakan yang berhubungan
dengan bidang tumpu, semua perpindahan berat
badan
dan
perpindahan
posisi
membutuhkan
perubahan dan penyesuaian dengan shoulder girdle,
dada, dan panggul.
2) Ketika kepala bergerak untuk melihat atau mengubah
arah, tubuh akan mengikuti dan memperbaiki diri
sesuai dengan gerakan pada kepala.
3) Ketika duduk dan berdiri kepala akan mengarahkan
urutan atau rangkaian gerakan. Otot perut akan
menstabilkan dada dan memungkinkan fleksor leher
untuk menahan berat kepala. Trunk bergerak dan
mengikuti kepala sampai pusat gravitasi berada
dalam bidang tumpu saat posisi duduk dan berdiri.
Bagian utama dari gerakan ini, yang merupakan
dasar adalah trunk righting, baru kemudian diikuti
oleh head righting.
Righting merupakan komponen penting dan sebagai dasar
dari kemampuan untuk bergerak dari satu posisi ke posisi lain,
perpindahan berat badan, perubahan arah gerakan, dan untuk
pengembangan strategi reaksi dan gerakan proteksi. Oleh karena itu,
righting sangat penting untuk semua aktifitas fungsional kita.
38
c. Protective reaction and strategies
Protective reaction and strategies dilakukan jika righting
tidak tepat atau tidak memadai untuk menjaga keseimbangan.
Bentuknya adalah dengan melangkah atau menggunakan tangan
agar tidak terjatuh.
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi Keseimbangan
1) Central of Mass – CoM
CoM adalah titik yang sesuai dengan pusat dari total massa
tubuh dan adalah titik di mana tubuh berada dalam keseimbangan
yang sempurna. Hal ini ditentukan dengan mencari rata-rata dari
berat/beban dari CoM pada setiap segmen tubuh (Kisner & Colby,
2002).
2) Center of Gravity – CoG
CoG terdapat pada semua benda, yang terletak tepat di
tengah benda tersebut. CoG adalah titik utama pada tubuh yang akan
mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu
ditopang oleh titik ini, maka tubuh akan seimbang. Pada manusia,
CoG berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. CoG
manusia ketika duduk tegak adalah tepat di bawah sternum di atas
diafragma.
39
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
ketinggian dari CoG dengan BoS, ukuran BoS, lokasi LoG dengan
BoS, serta berat badan.
3) Line of Gravity – LoG
LoG merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui
CoG. Hubungan antara LoG, CoG dengan BoS akan menentukan
derajat stabilitas tubuh.
4) Base of Support – BoS
BoS merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan
permukaan tumpuan. Ketika LoG tepat berada di bidang tumpu,
tubuh akan seimbang. Semakin dekat BoS dengan CoG, maka
stabilitas tubuh makin tinggi.
5) Stability Limit
Stability limit adalah batasan area dimana tubuh bisa
mempertahankan posisi tanpa merubah base of support. Batas
tersebut selalu berubah tergantung pada tugas, biomekanik individu,
dan aspek lingkungan (Kisner & Colby, 2002).
6) Ground Reaction Force – GRF
Merupakan gaya reaksi yang diberikan secara khusus oleh
tanah saat terjadi interaksi tubuh dengan tanah karena adanya
penngaruh gravitasi. Pada saat duduk terjadi reaksi dari bidang
tumpu yang sama besarnya dan berlawanan denga arah kekuatan
tekanan tubuh pada permukaan melalui kaki.
40
2.3.4 Keseimbangan pada pasien stroke
Keseimbangan merupakan integrasi yang kompleks dari sistem
somatosensorik (visual, vestibular, propioceptive) dan motorik yang secara
keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh
internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi basal
ganglia, cerebellum, dan area assosiasi (Batson, 2009).
Keseimbangan adalah hasil interaksi antara motorik, sensorik dan
proses kognitif. Keseimbangan merupakan pusat dari sebelum terjadinya
gerakan. Dan keseimbangan merupakan proses sensorimotor yang holistik,
persepsi
dengan
lingkungan
sekitar,
serta
koordinasi
aktifitas
neuromuskular pada tubuh.
Keseimbangan muncul sebagai reaksi cepat dari tubuh ketika terjadi
pemindahan atau perubahan gerakan yang tiba-tiba dan tidak terduga, atau
bisa juga disebut sebagai strategi ketika kita memperbaiki posisi tubuh,
memindahkan berat badan, berputar, atau melangkah.
Strategi termasuk kedalam proses kognitif karena ada kaitannya
dalam pengaturan dan percontohan perencanaan dari tujuan langsung
gerakan.
Pasien stroke dapat mengalami kelemahan otot yang menyebabkan
menurunnya kemampuan postural control. Akibatnya terjadi gangguan
keseimbangan. Gangguan keseimbangan pada pasien stroke berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengatur perpindahan berat badan dan
kemampuan gerak otot yang menurun sehingga kesetimbangan tubuh
41
menurun. Keseimbangan juga merupakan parameter bagi pasien stroke
terhadap keberhasilan terapi mereka.
Pada pasien stroke, mereka berusaha membentuk gerakan
kompensasi untuk gangguan kontrol postur mereka, kompensasi ini tidak
selalu menjadi hasil yang optimal. Pasien dengan gangguan keseimbangan
yang moderat hingga berat menggunakan banyak gerakan tambahan sebagai
kompensasi dari defisit motoriknya, sedangkan untuk pasien dengan
gangguan keseimbangan yang ringan, mereka memiliki kemampuan
melakukan gerakan yang hampir sama dengan pola gerak normal.
Gangguan fungsi keseimbangan merupakan akibat stroke yang
paling berpengaruh pada faktor aktifitas. Karena kemampuan keseimbangan
tubuh dibidang tumpu mengalami gangguan dalam beradaptasi terhadap
gerakan dan kondisi lingkungan.
Gangguan sensoris dan motorik pasca stroke mengakibatkan
gangguan keseimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas
jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang
hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien stroke mengakibatkan
hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan merasakan keseimbangan
tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu).
42
Kesulitan membentuk dan mempertahankan postur yang tepat dapat
diketahui saat pasien melakukan gerakan ke berdiri maupun ke duduk.
Gambar 2.6 Skema Konsep Postural Control
(Sumber : Raine, 2009)
2.4 Metode Bobath
Dengan perkembangan zaman, ilmu, dan teknologi yang terus menerus,
maka terapi latihan dengan metode Bobath mengalami perkembangan.
a. Konsep Awal (Original Concept)
Metode Bobath pada awalnya memiliki konsep perlakuan
yang didasarkan atas inhibisi aktivitas abnormal refleks (Inhibition
of abnormal refleks activity) dan pembelajaran kembali gerak
43
normal (The relearning of normal movement), melalui penanganan
manual dan fasilitasi.
b. Konsep Bobath Terkini
Dalam kurun waktu dekade terakhir ini memaparkan para
terapis dengan peningkatan evidance di bidang neuroscience,
biomechanics dan motor learning (Royal College of Physicians,
2004). Perkembangan ini memperdalam pemahaman tentang human
movement dan efek dari patologi, membantu untuk membimbing
para terapis dalam melakukan intervensi klinis mereka untuk
memaksimalkan fungsional outcome pasien. Terdapat evidance yang
kuat efek dari rehabilitasi dalam hal peningkatan kemandirian
fungsional dan mengurangi kematian (Royal College of Physicians,
2004).
Konsep Bobath terkini adalah suatu problem solving
approach untuk melakukan suatu assessment dan treatment kepada
individu dengan gangguan fungsi, gerak dan postural control karena
adanya suatu lesi pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan dapat
diterapkan pada individu-individu dari segala usia dan semua derajat
cacat fisik dan fungsional (Raine, 2006; IBITA, 2007).
44
TASK
INDIVIDUAL
ENVIRONMENT
Gambar 2.7. Motor Control
(Sumber: Raine, 2007)
Systems approach teori motor control adalah dasar yang
mendasari prinsip-prinsip dari assesment dan treatment yang
terdapat dalam konsep Bobath terkini (Raine, 2007). Konsep ini
menganggap motor control adalah dasar dari bekerjanya sistem saraf
baik secara hierarchical dan distribusi paralel, multilevel processing
diantara banyak sistem dan subsistem melibatkan beberapa input,
dan dengan modulasi pada level tertentu dalam suatu proses. Hal itu
memungkinkan terjadinya potensi
plastisitas
sebagai
dasar
pembangunan, belajar dan pemulihan dalam sistem saraf dan sistem
otot.
45
Plastisitas merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan kemampuan untuk melakukan suatu perubahan.
Kemampuan otak untuk memodifikasi dan mereorganisasi fungsi
dan fungsi yang mengalami cidera atau kerusakan disebut
neuroplastisitas. Neuroplastisitas merupakan suatu perubahan yang
terjadi pada lokasi pengorganisasian sistem saraf terutama
perubahan yang terjadi pada lokasi tempat fungsi processing
informasi sebagai akibat pembelajaran dan pengalaman (ShumwayCook & Woollacott, 2007).
Neuroplastisitas ini sendiri adalah merupakan perubahan
dalam prilaku, indera dan pengalaman kognitif. Dalam penelitian
neuroscience, terdapat 2 kategori penting dalam pendekatan untuk
memperbaiki fungsi otak setelah mengalami cidera, yaitu :
1) Usaha untuk membatasi tingkat keparahan cidera awal
untuk meminimalkan hilangnya fungsi
2) Usaha untuk pengorganisasian kembali otak untuk
mengembalikan fungsi yang telah hilang
Pendekatan yang pertama merupakan hal yang sangat
penting, karena perawatan pada saat awal cidera akan berpengaruh
terhadap tingkat keparahan kecacatan jangka panjang. Ini
merupakan suatu hal yang harus dipahami bagaimana struktur otak
dan fungsi dapat berubah dari hari-kehari, bulan dan tahun setelah
adanya kerusakan otak (Kisner & Colby, 2002).
46
Perubahan plastisitas berdasarkan atau berlandaskan dari
pembelajaran, memori, dan pemulihan dari saraf yang rusak pada
dan dibawah dari tingkat kerusakan (White, 2008). Pembelajaran
mengorganisasi ulang otak yang cidera walaupun tanpa adanya
rehabilitasi.
Konsekuensi
behaviour
kerusakan
otak
yang
kehilangan fungsi adalah perkembangan pengganti strategi
behaviour setiap individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Otak yang cidera merubah cara otak dalam merespon pembelajaran.
Pembelajaran ini meliputi perubahan dalam gen, sinaps dan jaringan
saraf sesuai dengan daerah otaknya (Schretzman, 2001).
Tujuan intervesi dengan metode Bobath adalah optimalisasi fungsi
dengan peningkatan control postural dan gerakan selektif melalui fasilitasi,
sebagaimana yang dinyatakan oleh International Bobath Instructor Training
Association (IBITA, 1998).
Tujuan yang akan dicapai dengan metode Bobath :
1) Melakukan
identifikasi
pada
area-area
spesifik
otot-otot
antigravitasi yang mengalami penurunan tonus
2) Meningkatkan kemampuan input proprioseptif
3) Melakukan identifikasi tentang gangguan fungsi setiap individu dan
mampu melakukan aktivitas fungsi yang efisien “Normal”
4) Fasilitasi specific motor activity
47
5) Minimalisasi gerakan kompensasi sebagai reaksi dari gangguan
gerak
6) Mengidentifikasi kapan dan bagaimana gerakan menjadi lebih
efektif (Irfan, 2010).
Analisa tentang gerak normal (normal movement) menjadi dasar utama
penerapan aplikasi metode ini. Dengan pemahaman gerak normal, maka setiap
fisioterapis akan mampu melakukan identifikasi problematik gerak akibat
gangguan sistem saraf pusat (Schretzman, 2001).
Akibat adanya gangguan sistem saraf pusat (SSP) akan mengakibatkan
abnormal tonus postural, dari abnormal tonus postural tersebut kemudian
berdampak terhadap menurunnya kualitas gerak yang mengakibatkan terjadinya
abnormalitas pada umpan balik sensoris. Pada tahap ini aktivitas dilakukan
dengan kerja yang lebih berat. Akibat adanya abnormalitas pada umpan balik
sensoris maka akan berakibat menurunnya kualitas gerak dan pada akhirnya
memunculkan kembali abnormalitas tonus postural. Pada tahap ini akan terjadi
kompensasi gerak.
Adanya abnormalitas gerak memberikan dampak terhadap komponenkomponen gerak lainnya yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk itu,
diperlukan metode yang dapat menghentikan abnormalitas gerak akibat lesi pada
CNS.
Metode Bobath adalah salah satu metode yang berorientasi pada aktivitas
pola gerak normal dengan meningkatkan kemampuan control postural dan
gerakan-gerakan selektif.
48
2.4.1
Indikasi dan Kontra indikasi Metode Bobath
a. Indikasi Metode Bobath
1) Adanya cidera atau injury Sistem Saraf Pusat
2) Adanya gangguan proprioseptif
3) Adanya masalah motor control
4) Adanya masalah human motor behaviour
b. Kontra Indikasi Metode Bobath
1) Treatment dihentikan apabila nadi melebihi HRmax
2) Adanya pucat
3) Adanya sesak nafas
2.4.2
Intervensi Metode Bobath Terhadap Peningkatan Keseimbangan
Metode Bobath menekankan pada dua aspek yang saling
mempengaruhi satu sama lain yaitu integrasi dari postural control dan task
performance serta control of selective movement untuk memproduksi
coordinated sequences dari gerakan (IBITA, 2008). Faktor-faktor itulah
yang mempengaruhi peningkatan keseimbangan pada pasien stroke. Selain
itu terdapat kontribusi dari sensory input untuk motor control dan motor
learning merupakan fokus dari Bobath Approach (Gjelsvik, 2008).
Metode Bobath dapat meningkatkan keseimbangan pada pasien
stroke adalah dengan latihan postural control dan task performance dimana
latihan postural control yang diberikan kapada pasien stroke akan
memberikan informasi tentang internal representation of body posture
49
(body geometry, body dynamics, dan orientation of the body dengan posisi
tegak), Sedangkan vestibular dan visual akan memberikan informasi
tentang “vertical”. Selain itu, visual juga akan memberikan informasi
tentang posisi dan visualisasi lingkungan disekitar. Sedangkan cutaneous,
sendi, dan muscle receptors memberikan informasi tentang orientasi tubuh
pada posisi tengah (Kavounoudias, et al., 2002). Integrasi informasi berupa
internal representation, informasi “vertical”, posisi, lingkungan, dan
orientasi tubuh pada posisi tengah disebut postural body schema. Latihan
postural control akan memberikaan integrasi antara postur dan gerak dari
alignment segmen tubuh sehingga akan terjadi anticipatory dan reactive
postural control mechanisms. Latihan postural control dan task
performance berprinsipkan stabilisasi dan mobilisasi yang saling
mempengaruhi satu sama lain, dimana muscle activation patterns tidak
hanya ditentukan oleh postural alignment yang dipengaruhi oleh base of
support dan gravity tetapi juga dipengaruhi oleh stabilisasi dan mobilisasi.
Kekompleksan dan semakin selektif suatu task-oriented movements akan
membentuk rangkaian gerakan (Krishnamoorthy, et al., 2005; Aruin, 2006).
Keseimbangan adalah suatu mekanisme tubuh yang memerlukan
banyak komponen. Salah satu pendekatan latihan yang dapat meningkatkan
komponen - komponen dari keseimbangan tersebut adalah latihan dengan
metode Bobath, kondisi ini dimungkinkan karena metode Bobath
berorientasi
pada
masalah,
sehingga
dengan
pendekatan
Bobath
50
keseimbangan dapat ditingkatkan dengan peningkatan pada komponen
tersebut.
2.4.3
Pelaksanaan Pelatihan Metode Bobath
(1) Optimal alignment (Postural set)
Pada posisi supine lying pertama kali dilakukan pengaturan
kesimetrisan tubuh yaitu kepala trunk dan tungkai dalam garis lurus,
bahu sejajar. Postur optimal akan memudahkan aktifasi otot
tubuhnya. Pengaturan dilakukan dengan partisipasi aktif dari pasien
baik melalui kontraksi tertentu atau dengan elongasi sehingga di
dapatkan posisi optimal.
Gambar 2.8. Pengaturan alignment
Pengaturan sikap tubuh dilakukan pada setiap posisi, selain
lying, pengaturan sikap tubuh juga dilakukan pada posisi sitting dan
standing, sebagai dasar dari aktivitas berikutnya.
51
Gambar 2.9. Aktifasi otot
adduktor hip dalam posisi duduk
Gambar 2.10. Pengaturan
alignment saat berdiri
(2) Postural control
Mengaktifasi otot – otot postural pada sisi lower trunk dan
upper trunk, aktivasi secara selektif pada otot gluteus maksimus dan
medius,
otot
abdominal
terutama
transversus
abdominalis,
multifidus, latisimus dorsi, scapula depresor dan addukor. Postural
kontrol secara aktif dilakukan pada posisi lying dan sitting. Latihan
postural control diberikan secara simultan antara latihan postural
statik dan dinamis.
Gambar. 2.11. Aktifasi otot abdominal
dan otot gluteus
Gambar 2.12. Melatih Postural
control pada posisi duduk
52
Gambar. 2.13. Melatih Postural
Control pada posisi duduk
Gambar.
2.14.
Melatih
Postural Control saat berdiri.
Gambar. 2.15. Melatih Postural Control saat berjalan
(3) Selective movement
Selective mevement diberikan setelah didapatkan
stabilisasi yang optimal yang dihasilkan dari
53
pengaturan sikap tubuh. Selective movement ini
dilakukan untuk dapat mengaktifasi otot secara
spesifik dengan meminimalisir kompensasi gerak
yang sering muncul pada kondisi pasca stroke.
Selective movement dilakukan pada ekstrimitas atas
dan pada ekstrimitas bawah.
Gambar 2.16. Selective movement
pada ekstrimitas bawah
Gambar. 2.18. Selective movement
pada trunk
Gambar. 2.17. Selective movement
pada ekstrimitas bawah
Gambar. 2.19. Selective movement
pada ankle
54
Gambar 2. 20 . Selective movement
pada jari kaki
Gambar. 2.21 Selective movement
saat berjalan
2.5 Metode Feldenkrais
Metode
Feldenkrais
pertama kali
dikembangkan
oleh Moshe
Feldenkrais antara tahun 1984-1904. Moshe Feldenkrais adalah seorang
insinyur, fisikawan, penemu, seniman, bela diri dan mahasiswa pembangunan
manusia (Batson, 2006).
Metode Feldenkrais merupakan sebuah integrative approach untuk
memberikan pembelajaran dan meningkatkan fungsi pada individu dari berbagai
kemampuan mereka selama rentang kehidupan. Dengan menekankan pada selfawarness melalui suatu proses pembelajaran dengan memberikan stimulasi pada
penginderaan (sensing), gerakan (moving), perasaan (feeling), dan pikiran
(thinking) (Connors, 2009).
Metode Feldenkrais ini didasarkan pada prinsip-prinsip fisika,
biomekanik dan pemahaman empiris pembelajaran dan perkembangan manusia.
55
Dengan memperluas citra diri melalui urutan gerakan yang halus dan lembut
membawa perhatian ke bagian diri yang di luar kesadaran. Dengan metode ini
kita menjadi lebih sadar pola kebiasaan dalam bergerak, kekakuan yang tanpa
kita sadari muncul dalam bergerak serta memperluas pilihan cara-cara baru
dalam bergerak Dengan meningkatkan sensitivitas, Metode Feldenkrais ini
membantu untuk menjalani hidup anda lebih lengkap, efisien dan nyaman
(Ginsburg, 2010).
Metode Feldenkrais terdiri dari dua komponen yaitu Awarness Through
Movement (ATM) dan Functional Integration (FI). ATM merupakan pelatihan
gerak berdasarkan pola tumbuh kembang yang dimulai dari posisi lying,
gerakkan dilakukan dengan perlahan, lembut, dan pada keseluruhan anggota
gerak. FI bertujuan untuk meningkatkan body awareness dan pemahaman
bagaimana bergerak dengan efisien (Ginsburg, 2010). Pelatihan metode
Feldenkrais dapat meningkatkan keseimbangan sebesar 56,4% pada pasien
pasca stroke (Batson, G. 2006).
2.5.1 Intervensi metode Feldenkrais Terhadap Peningkatan
Keseimbangan
Dalam pelatihan metode Feldenkrais ini dimana dituntut untuk
lebih dapat meningkatkan kesadaran akan tubuh baik saat diam dan
terutama dalam begerak sehingga dapat meningkatkan baik ROM,
flexibilitas, koordinasi dan mempermudah serta membuat efisiensi dalam
56
bergerak sehingga keseimbangan pada pasien stroke dapat meningkat
(Batson G, 2006).
Pelatihan metode Feldenkrais terdiri dari dua komponen yaitu
Awarness Through Movement (ATM) dan Functional Integration (FI).
Kedua pendekatan ini sangat berfokus pada mind-body relationships
yang akan memberikan pembelajaran mengenai berbagai rangkaian
gerakan (sequences of movements) (Feldenkrais, 2010). Pelatihan yang
dilakukan akan memberikan feedback berupa peningkatan body half
integration, simetris dan kemudahan dalam bergerak, meningkatkan
koordinasi, body awareness, flexibility dan keseimbangan (Batson G,
2006).
2.5.2 Pelaksanaan metode Feldenkrais
Pada pelaksanaan pelatihan metode Feldenkrais ini dimana
dituntut untuk lebih dapat meningkatkan body awareness, movement
organization dan koordinasi dari setiap segmen tubuh. Sehingga dengan
komponen-komponen itu efektivitas dan efisiensi gerakan dapat tercapai.
Sebelumnya pasien diminta menggunakan pakaian yang nyaman dan
memudahkan saat bergerak.
a.
Posisi Lying
1) Pasien diminta untuk terlentang dengan rilek dan mengatur
ritme nafas dengan teratur. Pasien diminta untuk bergerak
dengan tempo yang lambat untuk dapat merasakan gerakan
57
dari tiap sendi, otot, dan tulang bagian perbagian. Pasien
diminta untuk bernafas dengan normal selama proses pelatihan
berlangsung. Pasien diminta merasakan dan mengingat bagian
bagian tubuhnya yang menyentuh matras.
Gambar. 2.22. Persiapan Pelatihan Metode Feldenkrais
2) Bergerak internal dan external rotasi dengan memberikan
instruksi kepada pasien untuk memutar kakinya kedalam dan
keluar
Gambar. 2.23. Gerakan Internal rotasi lower extrimities
58
3) Bergerak internal dan external rotasi dengan kombinasi flexi
dan abduksi hip. Terapis memberikan instruksi tekuk lutut dan
putar keluar
Gambar . 2.24. Gerakan Internal rotasi lower extrimities
4) Posisi hook craine dengan gerakkan anterior dan posterior
pelvic tilting.
Gambar. 2.25. Gerakan anterior – posterior pelvic tilting
5) Bergerak dinamis pelvic tilting yang dilakukan oleh pasien
dengan arah gerakkan memutar searah jarum jam.
59
Gambar. 2.26. Gerakan anterior – posterior pelvic tilting
6) pasien diminta bergerak rotasi dengan salah satu kaki
menumpu pada kaki yang lain
Gambar. 2.27. Gerakan Rotasi pelvic
7) pasien miring ke salah satu sisi, tangan menumpu seperti pada
gambar kemudian bergerak protraksi dan retraksi maksimal
dari scapula.
60
Gambar. 2.28. Gerakan protraksi dan retraksi scapula
8) pasien miring ke salah satu sisi, tangan menumpu seperti pada
gambar kemudian bergerak menelusuri tangan yang dibawah
kedepan lalu ke belakang
Gambar. 2.29. Gerakan rotasi upper trunk
61
9) pasien posisi duduk dengan kedua tangan ke belakang dan
kedua lutut ditekuk (hook craine position)
Gambar. 2.30. Gerakan rotasi pelvic dari lower trunk
10) pasien posisi duduk dengan kedua tangan ke belakang dan
kedua lutut ditekuk (hook craine position)
62
Gambar. 2.31. Gerakan rotasi dan elongasi trunk
2.6 Brunel Balance Assessment (BBA)
BBA adalah salah satu alat ukur untuk menilai keberhasilan intervensi
(pelatihan). BBA dapat menilai apakah pada pasien pasca stroke mengalami
kemajuan ataupun kemunduran kemampuan keseimbangan (Tyson & DeSouze,
2004). Saat ini dikenal banyak tes keseimbangan yang mempunyai perbedaan
dan kesamaan dalam beberapa aspek (Pyoria, 2007).
Oleh karena itu Tyson dan temannya DeSouza melakukan sebuah
penelitian untuk mengembangan sebuah parameter atau tes keseimbangan yang
dapat digunakan sebagai tolak ukur hasil sebuah intervensi yang sudah valid
dan reliable. Tes pengukuran keseimbangan ini bernama Brunel Balance
63
Assessment (BBA) yang berskala ordinal dan dinyatakan sudah dapat digunakan
dalam praktek klinis (Tyson & DeSouze, 2004).
BBA di desain untuk mengukur perubahan dalam waktu yang cepat
setelah intervensi dan mengukur kemampuan keseimbangan fungsional pasien
paska stroke. Tes ini juga murah, sederhana dan mudah digunakan (Tyson &
DeSouze, 2004). BBA terdiri dari 3 tahap tes yaitu duduk, berdiri, dan
melangkah (berjalan) dan terdiri dari 12 level tes secara keseluruhan yang
masing-masing level tes mempunyai kriteria yang berbeda beda untuk dapat
dinyatakan lolos melewati tes itu atau tidak (Tyson, 2004; Tyson & DeSouza,
2004; Tyson, et al., 2006; Tyson, et al., 2007).
Pengukuran keseimbangan BBA ini dilakukan dengan 3 kali tes. Jika
pasien tidak dapat melakukan pengukuran hingga 3 kali tes dan belum dapat
melanjutkan percobaan berikutnya maka tes ataupun pengukuran keseimbangan
BBA harus dihentikan (Tyson, 2004).
Dalam tes BBA, seorang pasien pasca stroke dikatakan mengalami
peningkatan keseimbangan jika ada peningkatan level dalam tes yang dilakukan
sebelum dan sesudah pelatihan. Beberapa item atau level dalam tes BBA dapat
dilihat di lampiran 5.
2.7 Pemeriksaan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
Pemeriksaan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
merupakan pemeriksaan neurologis untuk kondisi pasca stroke, untuk
menentukan derajat berat ringannya serangan stroke. NIHSS merupakan
64
standar pemeriksaan derajat stroke yang menjadi acuan international (Geyer &
Camilo, 2009).
Pemeriksaan NIHSS meliputi:
a. Level kesadaran
b. Menjawab pertanyaan (level kesadaran)
c. Mengikuti perintah (level kesadaran)
d. Pandangan
e. Pengelihatan
f. Kelumpuhan sisi wajah
g. Motorik lengan kiri
h. Motorik lengan kanan
i. Motorik tungkai kiri
j. Motorik tungkai knan
k. Ataxia
l. Sensoris
m. Neglect
n. Dysarthria
o. Bahasa
Nilai hasil pemeriksaan NIHSS mempunyai intepretasi sebagai berikut:
a. Nilai NIHSS 0
: Tidak tanda stroke
b. Nilai NIHSS 1 – 4 : Stroke Ringan
c. Nilai NIHSS 5 – 15 : Stroke Sedang
d. Nilai NIHSS 16 -20 : Stroke Sedang ke Berat
65
e. Nilai NIHSS 21 – 42 : Stroke Berat
2.8 Pemeriksaan The Mini Mental State Examination (MMSE)
Pemeriksaan The Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan
pemeriksaan standar dalam pemeriksaan kognitif yang sederhana dan praktis.
Komponen yang dapat dinilai melalui MMSE antara lain: orientasi, registrasi,
atensi dan kalkulasi, memory recall, dan fungsi bahasa. MMSE merupakan
perangkat yang praktis dan efektif yang digunakan sebagai skrining untuk
mengetahui adanya gangguan kognitif pada pasien pasca stroke (Herndon,
2006).
MMSE menggunakan instrumen pertanyaan, dengan komponen
penilaian sebagai berikut:
a.
Penilaian Orientasi (10 poin)
b.
Penilaian Registrasi (3 poin)
c.
Penilaian Registrasi (3 poin)
d.
Perhatian dan Kakulasi (5 poin)
e.
Ingatan (3 poin)
f.
Bahasa dan Praktek (9 poin)
Interpetasi dari nilai MMSE adalah sebagai berikut:
a. Nilai MMSE 24 – 30 : Tidak ada kelainan kognitif.
b. Nilai MMSE 18 – 23 : Gangguan kognitif ringan.
c. Nilai MMSE 0 - 17 : Gangguan kognitif berat.
Download