BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Pengertian Saham
Samsul (2006:45) menyatakan bahwa saham adalah tanda bukti memiliki
perusahaan dimana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder
atau stockholder). Bukti bahwa seseorang atau suatu pihak dapat dianggap sebagai
pemegang saham adalah apabila mereka sudah tercatat sebagai pemegang saham
dalam buku yang disebut Daftar Pemegang Saham (DPS). Biasanya, DPS disajikan
beberapa hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham diselenggarakan dan setiap
pihak dapat melihat pada halaman belakang lembar saham apakah namanya sudah
diregistrasi oleh perusahaan (emiten) atau belum. Terdapat dua jenis saham yang
diperdagangkan di pasar modal adalah sebagai berkut:
1) Saham preferen
Hartono (2013:141) menyebutkan bahwa saham preferen mempunyai sifat
gabungan (hybrid) antara obligasi (bond) dan saham biasa. seperti bond yang
membayarkan bunga atas pinjaman, saham preferen juga memberikan hasil yang
tetep berupa deviden preferen. Seperti saham biasa, dalam hal likuiditas , klaim
pemegang saham preferen di bawah klaim pemegang obligasi (bond). Jika
dibandingkan dengan saham biasa, saham preferen mempunyai beberapa hak,
yaitu hak atas deviden tetap dan hak pembayaran terlebih dahulu jika terjadi
14
likuiditas. Oleh karena itu, saham preferen dianggap mempunyai karakteristik
ditengah-tengah antara bond dan saham biasa.
2) Saham biasa
Hartono (2013:146) menyebutkan bahwa
apabila perusahaan hanya
mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham
biasa (common stock). Pemegang saham adalah pemilik dari perusahan yang
mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Sebagai
pemilik perusahaan pemegang saham biasanya memiliki beberapa hak
diantaranya sebagai berikut:
(1) Hak control
pemegang saham biasanya mempunyai hak untuk memiliki dewan direksi. Ini
berarti bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol siapa yang
akan memimpin perusahaannya. Pemegang saham dapat melakukan hak
kontrolnya dalam membentuk memvote dalam pemilihan direksi di rapat
tahunan pemegang saham atau memvote pada tindakan-tindakan yang
membutuhkan persetujuan pemegang saham.
(2) Hak menerima pembagian keuntungan
Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham biasanya berhak mendapatkan
bagian dari keuntungan perusahaan. Tidak semua laba dibagikan, sebagaian
laba akan ditanamkan kembali ke dalam perusahaan. Laba yang ditahan ini
merupakan sumber dana internal perusahaan. Laba yang tidak ditahan
dibagikan dalam bentuk dalam bentuk dividen, semua pemegang saham biasa
15
mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat
dilakukan jika perusahaan sudah membayarkan dividen untuk saham preferen.
(3) Hak preemptif
Hak preemptif merupakan hak untuk mendapatkan persentasi kepemilikan
yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham. Jika
perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham, maka jumlah saham
beredar akan lebih banyak dan akibatnya persentase kepemilikan pemegang
saham yang lama akan turun. Hak preemptif member prioritas kepada
pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham yang baru, sehingga
persentase kepemilikannya tidak berubah.
2.1.2 Return saham
Tandelilin (2010:102) berpendapat bahwa return adalah keuntungan yang
merupakan kompensasi atas waktu dan resiko terkait dengan investasi yang
dilakukan. Return ini dibedakan menjadi dua, yaitu return realisasi (actual return)
dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang
sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting
dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko di
masa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa
mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor
dihadapkan pada ketidakpastian antara return yang akan diperoleh dengan resiko
yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan dari investasi,
16
semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki
hubungan positif dengan resiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan
dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high
return, low risk low return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai
dengan investasi yang beresiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak
rasional. Return yang diterima oleh investor di pasar modal dibedakan menjadi dua
jenis yaitu current income (pendapatan lancar) dan capital gain/capital loss
(keuntungan selisih harga). Current income adalah keuntungan yang didapat melalui
pembayaran yang bersifat periodik seperti dividen. Keuntungan ini biasanya diterima
dalam bentuk kas atau setara kas sehingga dapat diuangkan secara cepat. Sedangkan
capital gain/loss merupakan selisih laba (rugi) yang dialami oleh pemegang saham
karena harga saham sekarang relatif lebih tinggi (rendah) dibandingkan harga saham
sebelumnya. Jika harga saham sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga saham periode
sebelumnya (Pt-1) maka pemegang saham mengalami capital gain. Jika yang terjadi
sebaliknya maka pemegang saham akan mengalami capital loss. Komponen return
(pengembalian) meliputi sebagai berikut:
1) Untung/rugi modal (capital gain/loss) merupakan keuntungan (kerugian) bagi
investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli
(harga jual) yang keduanya di pasar sekunder.
2) Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diperoleh investor
secara periodik, misalnya berupa deviden atau bunga. Yield dinyatakan dalam
persentase dari modal yang ditambahkan.
17
2.1.3
Profitabilitas
Menurut Riyanto (2011:35) menyatakan bahwa profitabilitas suatu perusahaan
menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan
laba tersebut, dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas mempunyai arti penting
bagi perusahaan karena merupakan salah satu dasar untuk penilaian kondisi suatu
perusahaan. Tingkat profitabilitas menggambarkan kinerja perusahaan yang dilihat
dari kemampuan perusahaan menghasilkan
profit. Kemampuan perusahaan
memperoleh profit ini menunjukkan apakah perusahaan mempunyai prospek yang
baik atau tidak dimasa yang akan datang. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat
efisiensi suatu manajemen dalam perusahaan. Manfaat dari adanya rasio profitabilitas
adalah sebagai berikut:
(1) Mengetahui besarnya tingkat laba.
(2) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu.
(3) mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
(4) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan, baik
modal pinjaman maupun modal sendiri.
Berikut ini ada beberapa jenis rasio profitabilitas adalah sebagai berikut:
(1) Rasio profit margin
Digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan pada suatu periode
tertentu atau beberapa periode.
18
(2) Return on asset (ROA)
Return on asset (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan
aktiva yang dimilikinya.
(3) Return on equity (ROE)
Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri
merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini,
semakin baik. Dapat diartikan bahwa posisi pemilik perusahaan semakin kuat,
demikian pula sebaliknya.
(4) Rasio laba per lembar saham
merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai
keuntungan bagi pemegang saham.
Pada penelitian ini rasio profitabilitas diproksikan dengan return on equity
(ROE). ROE digunakan untuk mengetahui seberapa modal atau ekuitas para
pemegang saham yang digunakan untuk memperoleh laba bersih setelah pajak. Rasio
ini dapat juga menunjukkan efisiensi penggunaan ekuitas para pemegang saham.
Semakin tinggi rasio ini, berarti semakin baik. Ini berarti posisi pemilik perusahaan
semakin kuat, demikian pula bila sebaliknya. Semakin tinggi ROE ini menunjukkan
bahwa laba bersih yang diperoleh akan semakin besar. Pembayaran dividen kepada
para pemegang saham tentu akan bertambah besar sehingga terjadi kenaikan return
saham.
19
2.1.4
Teori Struktur Modal
1) Pecking order theory
Disebut pecking order theory karena menjelaskan mengapa perusahaan akan
menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai. Teori ini dikemukakan oleh
Myers and Majluf (1984) dalam Saud Husnan (2012:24). Teori ini mencoba
menjelaskan keputusan pendanaan yang diambil oleh perusahaan yang berbeda
dengan pemikiran balanching theory.
Teori ini mencoba menjelaskan keputusan pendanaan yang diambil oleh
perusahaan. Secara ringkas teori ini menyatakan bahwa:
(1) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan).
(2) Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang ditargetkan,
dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran dividen secara drastis.
(3) Kebijakan dividen yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi
profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan
bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk
investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana
hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi (capital expenditure), maka
perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.
(4) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan
akan menerbitkan sekuritas yang paling “aman” terlebih dahulu, artinya dimulai
dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik
20
opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum menukupi,
saham baru diterbitkan.
Menurut pecking order theory tidak ada struktur modal yang optimal diperoleh
dari perimbangan utang dan modal sendiri. Manajer cenderung menentukan
keputusan pendanaan perusahaan berdasarkan hirarki sumber dana yang paling
disukai yaitu mulai dari penggunaan sumber dana internal dan diikuti sumber dana
eksternal yaitu utang dan terakhir adalah menerbitkan saham.
Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang
profitable umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal ini disebabkan
karena perusahaan-perusahaan tersebut mampu menghasilkan kas internal yang
memadai untuk keperluan investasinya, sehingga tidak ada penggunaan hutang lagi.
Demikian juga sebaliknya perusahaan yang tidak profitable akan cenderung
menggunakan hutang yang lebih besar. Alasannya karena dana internal tidak
mencukupi dan pembiayaan dengan hutang lebih disukai dibandingkan pembiayaan
eksternal (Husnan, 2012:325).
2) Modigliani-Miller (MM) Theory
Pendekatan klasik yang diperkenalkan oleh Franco Modiglini dan Merton
Miller ini mengasumsikan bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko perusahaan
tidak mengalami perubahaan sehingga baik tingkat kapitalisasi maupun tingkat biaya
hutang relative konstan (Sartono, 2001:228). Inti dari teori ini adalah tidak ada rasio
hutang yang optimal dan rasio utang tidak menjelaskan nilai perusahaan dan teori ini
21
menggunakan asumsi bahwa tidak ada pajak, tidak ada asimetri informasi dan tidak
ada biaya transaksi (Joni dan Lina , 2010). Brigham dan Houston (2006:33)
menyatakan bahwa ada beberapa asumsi dalam teori ini, yaitu:
(1) Tidak ada biaya pialang.
(2) Tidak ada pajak.
(3) Tidak ada biaya kebangkrutan.
(4) Investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan.
(5) Semua investor memiliki informasi yang sama dengan manajemen tentang
peluang-peluang investasi di masa depan.
(6) EBIT tidak berpengaruh pada penggunaan utang.
Namun teori ini dikatakan kurang relevan karena adanya pengurangan pajak
penghasilan atas penggunaan utang, kondisi pasar dengan asimetri informasi
serta biaya transaksi dalam pasar modal yang tidak dimasukan kedalam teori MM
(Joni dan Lina, 2010). Sisi positif dari hutang adalah utang menurunkan biaya
keagenan ekuitas. Penggunaan utang juga akan mendisiplinkan manajer untuk
tidak sembarangan menggunakan aktiva perusahaan untuk kepentingannya
karena pengawasan oleh kreditur biasanya jauh lebih ketat dan efektif dari pada
pengawasan para pemegang saham diluar perusahaan dengan informasi yang
relative terbatas (Hartono dalam Jomi dan Lina, 2010).
22
3) Trade Off Theory (Teori Pertukaran)
Menurut Brigham dan Houston (2011:183), Trade off Theory adalah teori
struktur modal yang menyatakan bahwa perusahaan menukar manfaat pajak dari
penggunaan utang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi kebangkrutan.
Trade Off Theory mempunyai implikasi bahwa menejer akan berfikir dalam kerangka
trade off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan
struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu
akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio utangnya,
sehingga tambahan utang tersebut akan mengurangi pajak. Kenyataanya jarang
menejer keuangan yang berpikir demikian. Semakin besara proporsi utang maka
semakin besar pula biaya kebangkrutan yang mungkin akan timbul. Jadi, struktur
modal
yang
optimal
dapat
dicapai
dengan
menyeimbangkan
keuntungan
perlindungan pajak dengan beban sebagai akibat penggunaan utang yang semakin
besar (Sartono, 2001:247).
4) Leverage
Leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Artinya besarnya jumlah utang yang
digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya dapat dibandingkan
dengan menggunakan modal sendiri. Manfaat dari adanya rasio leverage bagi
perusahaan adalah sebagai berikut:
23
(1) Untuk menilai dan mengetahui kemampuan posisi perusahaan terhadap
kewajiban kepada pihak lainnya.
(2) untuk menilai dan mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban
yang bersifat tetap.
(3) Untuk menilai dan mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva khususnya
aktiva tetap dengan modal.
(4) Untuk menilai dan mengetahui seberapa besar utang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva.
(5) Untuk menilai dan mengetahui seberapa besar utang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva.
(6) Untuk menilai dan mengetahui atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.
Terdapat beberapa jenis rasio leverage adalah sebagai berikut:
(1) Debt to asset ratio (debt ratio)
Debt ratio adalah rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan
antara total utang dengan total aktiva. Dapat diartikanbahwa, seberapa besar aktiva
perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh
terhadap pengelolaan aktiva.
(2) Debt to equity ratio
Debt to equity ratio adalah rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan
ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk
utang lancer dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah
24
dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dapat
diartikan bahwa, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri
yang dijadikan untuk jaminan utang.
(3) Long term debt to equity ratio
adalah rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Rasio ini berguna
untuk mengetahui seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dari utang.
(4) Times interst earned
adalah rasio untuk mencarijumlah kali perolehan bunga. Rasio ini diartikan juga
kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga.
(5) Fixed charge coverage atau lingkup biaya tetap
adalah rasio yang digunakan menyerupai rasio times interest earned. Hanya saja
dalam rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka panjang atau
menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa.
Pada penelitian ini rasio leverage diproksikan dengan debt to equity ratio
(DER). Debt to equity ratio ini dipilih karena untuk mengetahui seberapa besar
ekuitas dari para pemegang saham yang digunakan untuk menutupi keseluruhan
hutang perusahaan sehingga para pemegang saham pada saat Rapat Umum Pemegang
Saham dapat menyepakati jumlah dana perusahaan yang dibiayai dengan
menggunakan hutang sehingga return yang sesuai tetap dapat diperoleh. Tingkat
DER yang aman biasanya kurang dari 50%.
Jika semakin kecil DER semakin baik bagi perusahaan atau semakin aman
utang yang harus diantisipasi dengan modal sendiri (Arista, 2012). Dimana rasio ini
25
menunjukkan dan menggambarkan komposisi atau struktur modal dari perbandingan
total hutang dengan total ekuitas (modal) perusahaan yang digunakan sebagai sumber
pendanaan. Semakin besar DER menunjukkan struktur permodalan lebih banyak
memanfaatkan hutang-hutang terhadap ekuitas sehingga mencerminkan risiko
perusahaan yang relatif tinggi (Arista 2012). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa DER merupakan rasio utang yang diukur dengan
membandingkan total utang dengan modal sendiri.
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian,
dimana
rumusan
masalah
penelitian
biasanya
disusun
dengan
menggunakan kalimat tanya (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah dan
penelitian-penelitian terdahulu, maka didapat hipotesis sebagai berikut :
1) Pengaruh leverage terhadap profitabilitas
Uliva (2014) menyatakan apabila biaya yang ditimbulkan oleh pinjaman (cost of
debt) lebih kecil daripada biaya modal sendiri (cost of equity), maka sumber dana
yang berasal dari pinjaman atau hutang akan lebih efektif dalam menghasilkan laba
(meningkatkan return on equity) demikian juga dengan sebaliknya. Dengan adanya
peningkatan hutang akan mempengaruhi risiko dan keuntungan yang diperoleh
perusahaan karena adanya pembayaran beban bunga yang tetap. Peningkatan hutang
akan mempengaruhi besar kecilnya laba perusahaan, yang mencerminkan
26
kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua kewajiban baik jangka panjang
maupun jangka pendek, hal ini ditunjukkan oleh beberapa bagian modal yang
digunakan untuk membayar semua kewajibannya, karena semakin besar penggunaan
utang maka semakin besar kewajibannya. Semakin besar hutang yang digunakan
untuk kegiatan operasional harus mampu menghasilkan keuntungan yang optimal
dengan biaya hutang. Indra (2015) menyatakan bahwa semakin besar jumlah hutang
dan semakin pendek jangka waktu pelunasannya maka semakin besar beban tetap dari
suatu perusahaan. Selain itu diperhatikan manfaat yang diperoleh dengan
pengorbanan yang diambil sehingga penggunaan hutang bisa meningkatkan nilai
perusahaan dan akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Bukti empiris
menunjukkan bahwa DER mempunyai pengaruh positif terhadap ROE suatu
perusahaan, ini terbukti dengan hasil penelitian dari Amina (2010), Tiara (2013) dan
Tezza (2006) yang menyatakan bahwa DER berpengaruh positif terhadap ROE.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut:
H1: Leverage secara signifikan berpengaruh positif terhadap profitabilitas
2) Pengaruh leverage terhadap return saham
Biasanya investor cenderung untuk menghindari saham-saham perusahaan yang
memiliki nilai debt to equity ratio (DER) yang tinggi karena mengindikasikan risiko
perusahaan yang relatif tinggi. Menurut Kasmir (2012:158) semakin besar DER,
maka resiko gagal bayar yang dihadapi perusahaan akan semakin besar. Semakin
tinggi DER, menunjukkan komposisi total utang (utang jangka pendek dan jangka
27
panjang) semakin besar apabila dibandingkan dengan total modal sendiri. Hal ini
akan berdampak pada semakin besarnya beban perusahaan terhadap pihak eksternal
(kreditur). Apabila hal ini terjadi, maka akan dapat mengakibatkan perolehan return
semakin kecil. Investor melihat hal ini sebagai informasi yang buruk, sehingga
permintaan terhadap saham perusahaan akan turun pula sehingga penurunan yang
akan berdampak pada penurunan harga saham. Penurunan harga saham ini
menandakan saham perusahaan kurang diminati yang secara otomatis akan
menurunkan tingkat return saham perusahaan. Hal ini juga dikuatkan dengan bukti
empiris yang dilakukan oleh Prihartini (2009), Nathaniel (2008), Komala (2013) dan
Widjanarko (2010) yang menyatakan bahwa, DER memiliki pengaruh negatif
terhadap return saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis
sebagai berikut:
H2 : Leverage secara signifikan berpengaruh negatif terhadap retun saham
3) Pengaruh profitabilitas terhadap return saham
Semakin tinggi nilai ROE perusahaan maka semakin baik perusahaan tersebut di
mata investor dan hal ini dapat menyebabkan harga saham perusahaan yang
bersangkutan semakin naik. Apabila saham perusahaan banyak diminati oleh investor
maka saham perusahaan tersebut akan meningkat, dan akan mempengaruhi harga
saham perusahaan yang semakin tinggi. Jika harga saham perusahaan tinggi maka
return saham yang diperoleh juga akan meningkat. Semakin tinggi ROE berarti laba
bersih yang diperoleh semakin besar. Pembayaran dividen kepada para pemegang
28
saham tentu akan bertambah besar sehingga terjadi kenaikan return saham. Apabila
ROE rendah, maka mencerminkan perolehan laba bersih perusahaan yang rendah
pula. Ini berarti akan berakibat pada penurunan permintaan saham serta pembayaran
dividen yang lebih rendah. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap penurunan return
saham perusahaan. Jadi dalam hal ini terdapat hubungan yang searah (positif) antara
ROE dengan return saham. Penjelasan ini didukung oleh penelitiian dari Yeye dan
Tri (2011), Suherman (2013), Olowoniyi dan Ojenike (2012), dan Kabajeh et al
(2012) yang memperoleh hasil penelitian bahwa ROE berpengaruh positif terhadap
return saham. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Profitabilitas secara signifikan berpengaruh positif terhadap return saham
4) Pengaruh profitabilitas dalam memediasi leverage terhadap return saham
Uliva (2014) DER yang tinggi dapat menggambarkan bahwa perusahaan dapat
beroperasi dengan hutang sebagai modalnya. Bila hutang usaha ini dipergunakan
secara tepat maka akan menghasilkan profit yang semakin meningkat jika
dibandingkan dengan menggunakan modalnya sendiri. Penggunaan utang dalam
sumber pendanaan mempunyai manfaat, seperti dapat mengurangi jumlah
pembayaran pajak karena beban bunga tetap yang ditimbulkan dari utang berbeda
dengan
pembayaran
dividen
yang
tidak
dapat
mengurangi
pembayaran
pajak(Veronika, 2014). Mengingat bahwa semakin besar tingkat utang perusahaan,
maka akan semakin besar pula biaya bunga tetap yang harus dibayar tanpa melihat
29
kemampuan perusahaan. Para investor yang tidak senang akan risiko, tentunya akan
menghindari saham-saham yang memiliki nilai DER yang tinggi. Perusahaan akan
berupaya membayar hutangnya sehingga laba akan menurun. Apabila perusahaan
tidak mampu mengoptimalkan operasi perusahaan dengan dana dari hutang, maka
penjualan akan menurun. Penurunan penjualan mengakibatkan perolehan laba
menurun, sehingga dividen yang dibagikan akan semakin kecil atau tidak dibagikan
sama sekali. Dan apabila suatu perusahaan dapat menggunakan debt to equity (DER)
secara tepat sebagai modal dalam kegiatan operasionalnya maka akan dapat
meningkatkan nilai saham suatu perusahaan. Jika nilai perusahaan tinggi atau harga
saham tinggi maka saham perusahaan tersebut akan banyak dicari oleh para investor
dan berakibat harga saham perusahaan akan meningkat pula. pembagian saham
kepada pemegang saham (investor) juga akan meningkat. Dengan kata lain apabila
nilai suatu perusahan tinggi maka pembagian hasil saham (dividen) kepada para
pemegang saham juga akan meningkat. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi DER
maka akan berdampak negatif terhadap return saham dan secara langsung akan
berpengaruh negatif terhadap ROE suatu perusahaan. Berdasarkan uraian di atas
maka dapat diperoleh hipotesis sebagai berikut:
H4 : Profitabilitas mampu memediasi pengaruh leverage terhadap return saham
30
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan Penelusuran pada kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian
sebelumnya maka model penelitian ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1
berikut :
Gambar 2.1 kerangka konseptual peran profitabilitas dalam memediasi
pengaruh leverage terhadap return saham pada perusahaan food
and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2011-2014
e2
H1
Leverage (DER)
(X)
Profitabilitas (ROE)
(Y2)
H4
H2
Gambar 2.1 Model Penelitian
31
e1
H3
Return Saham
(Y1)
Download