I. PENDAHULUAN Ikan bawal air tawar merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sedang dikembangkan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Permintaan ikan bawal mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga produksinya harus ditingkatkan. Tahun 2008 produksi benih ikan bawal air tawar sebesar 40.351.000 ekor dan pada 2010 mengalami peningkatan menjadi 82.014.340 (KKP 2011). Peningkatan produksi tersebut juga harus diimbangi dengan peningkatan jumlah benih yang cukup jumlah dan mutu serta kontinyu. Ketersediaan benih dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor internal (waktu matang kelamin dan siklus pemijahan) serta faktor eksternal (teknologi pembenihan). Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih dapat dilakukan diantaranya melalui teknologi pembenihan dengan melakukan rekayasa wadah penetasan, nutrisi pakan, ketahanan benih terhadap penyakit serta rekayasa lingkungan. Salah satu upaya peningkatan pertumbuhan melalui pendekatan lingkungan yaitu dengan memanfaatkan media pemeliharaan bersalinitas dengan penambahan kapur. Media bersalinitas digunakan pada pemeliharaan benih ikan atau diterapkan untuk pencegahan stres dan penyakit akibat parasit. Francis (1995) menyatakan bahwa peningkatan salinitas di media digunakan pada sistem pengangkutan, mengatasi stres, menghilangkan parasit, dan mencegah brown blood disease (penyakit yang menyebabkan darah berwarna coklat) akibat akumulasi nitrit. Benih ikan bawal yang dipelihara pada media 4‰ memiliki laju pertumbuhan spesifik berkisar 8,26% dibandingkan tanpa media salinitas sebesar 5,45% (Wulandari 2006). Ikan-ikan air tawar belum tentu kondisi hidupnya pada perairan asal sudah isoosmotik, karena masalah yang dihadapi oleh semua organisme akuatik adalah upaya mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh agar tidak berbeda jauh dengan tekanan osmotik medianya. Dalam kondisi demikian ikan melakukan proses osmoregulasi dengan menggunakan energi yang lebih besar dibandingkan untuk pertumbuhan. Pengaruh tekanan osmotik media terhadap pertumbuhan dapat terjadi melalui pembelanjaan energi dan tingkat energi yang dikonsumsi (konsumsi pakan). Tingginya energi untuk proses osmoregulasi menyebabkan rendahnya energi untuk pertumbuhan. Faktor fisik air yang sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan diantaranya adalah salinitas. Salinitas merupakan faktor yang berperan dalam pertumbuhan karena terdapat tekanan osmotik yang dapat menyebabkan perubahan aktivitas fisiologis ikan. Salinitas media selain menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmose cairan tubuh juga berpengaruh pada metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan kemampuan reproduksi (Darwisito 2006). Faktor penting dalam budidaya ikan yaitu kualitas perairan. Faktor fisika dan kimia perairan tersebut harus sesuai dengan kondisi optimal bagi pertumbuhan ikan. Beberapa aspek dalam faktor kimia fisika perairan yaitu alkalinitas, kesadahan, suhu, pH, oksigen terlarut, dan amonia. Perairan dengan nilai alkalinitas tinggi dapat lebih produktif karena terkait dengan kadar mineral yang terdapat pada suatu perairan (Effendi 2002). Peningkatan tersebut dapat diupayakan dengan penambahan kapur. Kapur mengandung unsur mineral kalsium, yang memiliki fungsi untuk pembentukan tulang, metabolisme, dan permeabilitas membran, selain itu mineral diperlukan dalam jumlah yang sedikit, namun apabila kekurangan mineral (defisiensi) akan mengakibatkan abnormalitas fisiologis, abnormalitas organ, dan gangguan biokimiawi tubuh. Dampak buruk tidak hanya disebabkan oleh defisiensi mineral, akan tetapi juga kelebihan mineral yang dapat menjadi toksik. Mineral masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan insang, namun sulit terukur sehingga perlu diketahui dan dicari jumlah mineral optimal yang harus ditambahkan ke dalam media yang dapat memberikan hasil pertumbuhan terbaik. Mineral kalsium tersebut didapatkan dari kapur yang berasal dari CaO, CaCO3, maupun Ca(OH)2. Kalsium berperan dalam osmoregulasi tubuh ikan dengan lingkungan. Mineral penting untuk menyesuaikan tekanan osmotik media dengan osmotik tubuh. Westers (2001) menyatakan bahwa kandungan kalsium yang tersedia di CaO (71%), Ca(OH)2 (54%), dan CaCO3(40%) sehingga untuk mendapatkan pengaruh yang sama dibutuhkan masing-masing jenis kapur tersebut dengan perbandingan 1:1,5:2. Penelitian Wulandari (2006) menyatakan bahwa pemeliharaan ikan bawal mendapatkan hasil laju pertumbuhan yang baik pada salinitas 6‰, sedangkan 2 berdasarkan penelitian Permatasari (2010), pemeliharaan benih ikan patin pada media bersalinitas 4‰ dengan penambahan 30 mg/ℓ CaO dapat meningkatkan laju pertumbuhan ikan patin dan hal yang sama diharapkan dapat dilakukan untuk benih ikan bawal. Penelitian Handayani (2009) menunjukkan bahwa benih ikan patin yang dipelihara pada media pemeliharaan dengan ditambah CaCO 3 0 sampai 150 mg/ℓ, menghasilkan nilai laju pertumbuhan tertinggi pada perlakuan 100 mg/ℓ CaCO3. Muliani (2011) juga menyatakan media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium 100 mg/ℓ CaCO3 berpengaruh terhadap kinerja pertumbuhan ikan patin siam. Terkait dengan penelitian-penelitian tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai hubungan penambahan kapur CaCO3 media untuk pertumbuhan benih ikan bawal air tawar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan kapur CaCO3 di media budidaya bersalinitas terhadap pertumbuhan benih ikan bawal air tawar. 3