PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan asal hewan dari hari ke hari terus bertambah seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap manfaat gizi bagi kehidupan manusia. Daging, telur dan susu merupakan bahan pangan hewani berkualitas tinggi karena mengandung protein yang tersusun dari asam amino essensial yaitu asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh ataupun digantikan oleh sumber makanan lain. Peranan protein hewani terutama daging cukup penting dalam rangka mencapai standar kelayakan gizi. Perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat, menyebabkan kebutuhan bahan pangan hewani sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk hidup cerdas, sehat, kreatif dan produktif sehingga peningkatan konsumsi protein hewani tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Seiring dengan perkembangan kebutuhan tersebut, keamanan pangan asal hewan juga tidak lepas dari perhatian konsumen. Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk pencegahan pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan bahan lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004). Pemerintah dalam merealisasikan penyediaan daging yang aman menetapkan sebagai daging ASUH, yakni aman, sehat, utuh dan halal. Aman berarti daging tidak mengandung bahaya yang dapat menimbulkan penyakit dan mengganggu kesehatan manusia. Sehat berarti daging memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh. Utuh berarti daging tidak dikurangi atau dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Halal berarti hewan dipotong dan ditangani sesuai syariat agama Islam. Pangan halal didefinisikan sebagai bahan pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam serta pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam (DEPAG RI 2001). Pemerintah telah berupaya melindungi konsumen dengan berbagai Undangundang dan Peraturan Pemerintah, namun sampai saat ini pemalsuan produk pangan khususnya daging olahan masih sering terjadi. Pencampuran daging lain pada produk daging olahan biasanya bertujuan untuk menekan biaya produksi. Banyak kasus penipuan dan kontaminasi dengan penggunaan bahan-bahan yang tidak layak konsumsi dan tidak halal. Kontaminasi bahan tersebut dapat terjadi pada tahap awal atau tahap akhir produksi dan ada juga yang tanpa disengaja. Pencampuran dengan daging lain pada produk daging olahan biasanya bertujuan untuk menekan biaya produksi. Permasalahan yang muncul adalah apabila pencampuran tersebut menggunakan jenis daging yang tidak boleh dikonsumsi oleh masyarakat tertentu terkait dengan agama dan budaya. Contoh kasus tersebut adalah telah beredarnya isu bakso sapi yang dicampur daging tikus di beberapa daerah akhir-akhir ini mengakibatkan kekhawatiran dan keresahan masyarakat terkait dengan cemaran biologis dan bahan lain sesuai dengan definisi keamanan pangan menurut PP no. 28 Tahun 2004 serta keutuhan daging dan produk olahannya. Teknik deteksi dan identifikasi jenis hewan menjadi sangat penting dalam daging dan produk olahan untuk mengetahui keaslian produk guna menjamin keamanan dan kehalalan pangan serta melindungi konsumen dari pemalsuan informasi. Metode analisis yang akurat dengan prosedur sederhana dan cepat sangat diperlukan untuk pelabelan produk daging. Multipleks PCR merupakan salah satu variasi dari teknik PCR dengan beberapa primer yang digunakan bersama-sama untuk amplifikasi pada beberapa daerah target. Teknik multipleks PCR sangat berguna untuk identifikasi jenis atau sumber daging karena dapat mendeteksi dengan cepat dan akurat. Teknik ini memiliki beberapa keunggulan salah satunya adalah dapat mendeteksi sampel dalam keadaan mentah maupun sudah mengalami proses pengolahan yang mengaplikasikan pemanasan dengan suhu tinggi dan dengan persentase kandungan cemaran daging yang relatif rendah. Penggunaan DNA mitokondria (mtDNA) didasarkan pada beberapa alasan diantaranya yaitu DNA mitokondria memiliki jumlah beberapa kali lipat lebih banyak daripada DNA nukleus yang memungkinkan keberhasilan amplifikasi PCR dengan ketersediaan DNA cetakan hasil ekstraksi yang mencukupi untuk deteksi terutama pada sampel yang telah terdegradasi atau dalam jumlah sedikit, laju mutasi mtDNA lebih cepat daripada DNA nukleus dan keragaman urutan basa nukleotida memudahkan identifikasi jenis hewan yang berkaitan erat dalam satu famili atau genus. DNA mitokondria diwariskan seluruhnya dari ibu, sehingga mtDNA bersifat unik untuk pelacakan garis keturunan terutama di wilayah yang sangat kekal seperti wilayah gen cyt b dibandingkan DNA nukleus yang diwariskan dari kedua tetua yang dapat mengakibatkan ambiguitas karena keragaman yang tinggi antar individu. Penelitian tentang identifikasi jenis daging telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan penggunaan DNA mitokondria. Gen-gen yang paling sering digunakan sebagai penanda jenis hewan atau daging diantaranya adalah sitokrom b (cyt b), 12S dan 16S subunit ribosom RNA dan daerah displacement loop (D-loop). Beberapa peneliti telah menggunakan gen sitokrom b (cyt b) untuk membedakan material yang berasal dari jenis hewan yang berbeda. Adanya variasi urutan pada cyt b menyebabkan gen ini banyak digunakan sebagai penanda untuk pengelompokan jenis hewan. Kekhasan dari gen cyt b diantaranya yaitu adanya daerah yang hampir sama untuk semua jenis hewan tetapi juga terdapat daerah yang spesifik untuk setiap jenis hewan. Kedua daerah tersebut berada dalam satu gen sehingga dalam penggunaannya untuk membedakan beberapa jenis hewan relatif lebih akurat. Metode deteksi dan identifikasi jenis daging dan produk olahan terus dikembangkan sebagai suatu upaya perlindungan konsumen dan pelaksanaan pelabelan pangan. Teknik amplifikasi DNA spesifik untuk setiap jenis hewan pada keamanan dan kehalalan pangan dapat digunakan untuk verifikasi, sertifikasi (pengesahan), maupun untuk monitoring kebanyakan protein hewani dan produkproduk berkaitan untuk kegunaan authentikasi aman dan halal secara efisien dan efektif. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik spesifik (kekhasan) dan menentukan sensitivitas gen sitokrom b (cyt b) sebagai marka spesifik untuk tikus dan menguji efektivitas primer spesifik yang berasal dari sekuen cyt b pada famili Muridae, ordo Rodensia terutama tikus sebagai penciri jenis hewan dan salah satu aplikasinya yaitu untuk mendeteksi adanya cemaran daging tikus pada produk pangan asal daging. Manfaat Pemanfaatan dan pengembangan penanda spesifik tersebut diharapkan dapat membantu dalam menyediakan teknologi yang aplikatif untuk melindungi konsumen dari pemalsuan informasi khususnya pada produk pangan asal daging. Hipotesis Penanda genetik spesifik gen sitokrom b (cyt b) pada kambing (Capra hircus), ayam (Gallus gallus), sapi (Bos taurus), domba (Ovis aries), babi (Sus scrofa), kuda (Equus cabalus) dan tikus (Rattus norvegicus) memiliki fragmen DNA unik yang mencirikan masing-masing jenis hewan tersebut.