BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perempuan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang bagi banyak orang sulit
dipisahkan. Berbicara mengenai perempuan, adalah juga bicara mengenai
kecantikannya. Karenanya, tuntutan untuk selalu tampil cantik akan selalu
mengikuti sosok perempuan kemana pun ia pergi, dimana pun ia berada, dan
pada usia yang mana pun. Sebagai sebuah komoditas, kecantikan adalah ladang
yang tidak habis-habisnya digali. Banyak pihak yang mengerti benar bahwa ada
keuntungan yang luar biasa yang bisa didapat dengan terus menggali dan
mengeksploitasi.
Salah satu pihak yang jelas-jelas memiliki kepentingan terhadap wacana
kecantikan perempuan adalah produsen produk-produk kosmetika. Dari waktu
ke waktu, para produsen kosmetik akan terus-menerus mencoba untuk
menyodorkan konsep-konsep baru (atau konsep lama yang diperbarui) kepada
masyarakat dan perempuan tentunya, tentang apa itu yang dinamakan
kecantikan
ideal.
Melalui
produk-produknya,
mereka
berusaha
untuk
memberikan konseptualisasi tentang menjadi cantik yang terkini. Mereka
menjual konsep cantik sama dengan menjual baju dengan trend terbaru. Kalau
baju bisa ketinggalan zaman, maka demikian pula dengan kecantikan, seiring
dengan berubahnya waktu, maka konsep kecantikan pun berubah-ubah, ada
yang up-to-date ada pula yang ketinggalan zaman. Pada majalah wanita peneliti
melihat bahwa salah satu produk yang banyak muncul diiklankan adalah produk
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
kecantikan Sebagaimana sebuah upaya marketing untuk menjual produk, iklan
produk-produk kecantikan itu pun disajikan dengan kemasan semenarik
mungkin, baik dari segi visual maupun kata-katanya. Hal yang menarik
perhatian peneliti adalah adanya sebuah wacana tertentu dalam iklan-iklan
tersebut yang berusaha untuk mengkaitkan produk yang ditawarkan dengan
sebuah konstruksi identitas diri perempuan kulit putih yang menjadi target
market mereka. Produsen kosmetik tentunya menyadari bahwa menjual produk
sebagai produk sudah bukan zamannya lagi. Produk tidak lagi dijual sematamata sebagai produk itu sendiri, melainkan dengan serentetan embel-embel
yang menggabungkan produk tersebut dengan life style tertentu, gengsi, status,
dan identitas diri. Peneliti tertarik untuk meneliti iklan produk kecantikan
tersebut karena peneliti melihat ada konstruksi kecantikan ideal yang berbeda
yang diusung oleh iklan-iklan produk pencoklat warna kulit tersebut. Di Asia,
peneliti melihat bahwa media punya peran yang sangat besar dalam
membawakan wacana kecantikan ideal tertentu yang ‘harus’ dimiliki wanita
Asia.
Hal ini biasanya berkaitan dengan eratnya konsep kecantikan tersebut
dikaitkan dengan kulit yang putih. Penelitian Prabasmoro (2003), Yulianto
(2007), serta Matthews (2002) ketiganya menunjukkan hal itu, meski dari
berbagai sudut pandang yang berbeda. Pada iklan produk kecantikan tersebut,
peneliti melihat ada wacana lain yang digunakan sebagai daya tarik untuk
menjual produk-produk tersebut. Ada isu tentang warna kulit yang dikaitkan
erat dengan konstruksi tentang kecantikan ideal. Menariknya, berkebalikan
dengan wacana ‘kulit putih’ yang banyak beredar di Asia, iklan-iklan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
kecantikan tersebut justru mengusung tentang ‘kulit berwarna gelap’ sebagai
pesan utamanya. Jika hasil penelitian Prabasmoro (2003) dan Yulianto (2007)
menunjukkan adanya kaitan yang sangat erat antara wacana ‘kulit putih’ yang
saat ini sangat marak di negara-negara Asia dengan ‘keterpesonaan’ mereka
akan ras kulit putih, maka apa makna yang sekiranya tersembunyi dibalik iklan
produk yang (justru) mengkampanyekan warna kulit yang lebih gelap? Menurut
Prabasmoro (2003) dan Yulianto (2007), keterpesonaan masyarakat Asia (baca:
Indonesia) akan kulit yang lebih putih tidak bisa dilepaskan dari sejarah masa
lalu Indonesia sebagai sebuah negara jajahan. Dengan kata lain terdapat wacana
kolonial (colonial discourse) yang kental dalam iklan-iklan produk pemutih
kulit tersebut. Hal senada diungkapkan juga oleh Goon dan Craven (2003),
yang menyatakan bahwa masalah pemutih kulit ini bisa dikritisi dari sudut
pandang historis bangsa-bangsa Asia. Mereka menyebut iklan produk-produk
pemutih kulit sebagai iklan neokolonial. Sehingga bisa dikatakan terdapat
wacana ras yang kental yang diusung oleh iklan-iklan produk kecantikan
tersebut. Hal inilah yang juga akan peneliti coba ungkap dalam iklan-iklan
produk kecantikan. Menggunakan istilah Roland Barthes (dikutip dalam Storey
1993), makna konotatif apakah yang kiranya terdapat di balik pesan yang
dibawakan oleh iklan produk tersebut.
Mengkampanyekan kecantikan untuk perempuan tidaklah menjadi
masalah
sepanjang
hal
itu
tidak
berdampak
buruk
bagi
perempuan.
Bagaimanapun konsep tentang kecantikan (entah itu kecantikan fisik atau
batiniah) adalah hal yang positif yang sah-sah saja untuk diinginkan. Hal ini
menjadi masalah ketika potret ideal kecantikan perempuan di media bukanlah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
refleksi dari realitas perempuan kebanyakan. Keinginan yang membabi buta dari
para perempuan untuk mencapai kecantikan ideal seperti apa yang ditampilkan
oleh media yang pada kenyataannya nyaris tidak tergapai telah memunculkan
berbagai macam masalah kesehatan. Berdiet secara berlebihan, eating disorder
seperti anorexia dan bulimia, serta meningkatnya permintaan untuk melakukan
prosedur prosedur medis seperti sedot lemak, breast implant, dan cosmetic
surgery yang lain adalah bukti bahwa perempuan telah menjadi korban
gambaran ideal tentang kecantikan (Wood 2005:141-144).
Dalam fenomena iklan kecantikan ini, peneliti melihat bahwa ada yang
lebih dari sekedar konstruksi kecantikan ideal bagi perempuan. Iklan dalam
pemahaman umum adalah setiap bentuk komunikasi yang bertujuan untuk
mengenalkan suatu produk dan memotivasi pembeli potensial (calon pembeli)
untuk membelinya. Suatu produk akan diperkenalkan sedemikian rupa agar
pembeli potensial tertarik hingga akhirnya membeli produk yang ditawarkan.
Sebagai kesempatan untuk mengenalkan produk dan memotivasi pembeli
potensial, iklan dipublikasikan kepada khalayak dengan berbagai media yaitu
media elektronik (televisi dan radio); media cetak (koran, majalah, buletin, dsb.);
dan media alternatif (internet).1 Aplikasi iklan melalui media massa dianggap
sebagai suatu cara pemasaran produk yang paling efektif dalam menyampaikan
pesan-pesan tentang kegunaan dan keistimewaan dari produk yang akan
dipasarkan. Iklan yang dimuat dalam media massa mampu menjangkau
1
Titi Nur Vidyarini, “Representasi Kecantikan dalam Iklan Kosmetik The Face Shop,”
dalam Jurnal Ilmiah SCRIPTURA, Vol. 1 No.2 Juli 2007, hlm. 82.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
sebanyak mungkin pembeli potensial. Selain itu, iklan dalam media dapat
dikemas sedemikian rupa sehingga mampu menarik calon pembeli potensial.
Berbagai cara dibuat agar iklan dalam media massa menjadi menarik. Para
kreator iklan menggunakan berbagai tanda berikut makna yang disesuaikan dengan
kebutuhan produk atau jasa yang diiklankan agar iklan mampu berfungsi sebagai
alat identifikasi, informasi dan persuasi sebuah produk. Pesan bisa direkayasa
sedemikian rupa dengan dibubuhi ilustrasi warna, suara, gambar, serta model
yang menarik.
Para pembuat iklan memilih tanda berikut makna yang sedapat mungkin
terekam di benak pembeli potensial. Melalui rangkaian tanda berikut makna yang
terkandung dalam iklan, pengiklan mencoba menanamkan kesadaran, membangun
sikap, serta mendorong konsumen berperilaku sesuai kebutuhan si pengiklan. Dengan
demikian, konsumen digerakkan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan.
Penggunaan sosok perempuan sebagai model atau bintang iklan
merupakan fenomena umum yang dimaksudkan untuk merebut hati pembeli
potensial. Perempuan telah menjadi tanda yang dihadirkan dalam iklan oleh
pencipta iklan untuk membentuk persepsi pembeli potensial tentang produk
yang diiklankan. Perempuan ditampilkan sebagai tanda agar diberi makna oleh
para penonton iklan sehubungan dengan produk yang ditawarkan.
Kini penggunaan sosok perempuan sebagai bintang iklan tidak hanya
digunakan untuk produk yang dikonsumsi bagi kaum pria, namun juga untuk
produk-produk bagi perempuan itu sendiri. Penggunaan sosok perempuan di
sini tidak hanya dimaksudkan sebagai daya tarik bagi kaum pria, tetapi lebih lebih untuk menunjukkan suatu gambaran perempuan ideal di muka publik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Gambaran perempuan ideal tersebut akan lebih mudah diterima, baik oleh kaum
perempuan, laki-laki, ataupun anak-anak.
Di samping itu kini dengan mudah dapat ditemui iklan yang menawarkan
produk yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan perempuan, tetapi
menggunakan perempuan sebagai model iklan. Perempuan menjadi tanda dalam
iklan untuk menarik perhatian pembeli potensial sehingga tanpa sadar pembeli
potensial membentuk gambaran positif tentang produk yang diiklankan. Hal
itulah yang diharapkan pemasang iklan, agar setelah memiliki gambaran positif
terhadap
barang
yang
diiklankan
pembeli
potensial
terdorong
untuk
membelinya.
Perempuan yang ditampilkan dalam iklan tentu bukan sembarang perempuan. Ia
umumnya adalah perempuan yang dipandang publik cantik atau artis yang menjadi
idola banyak orang. Dengan menampilkan tanda perempuan cantik penonton iklan
akan tertarik untuk memperhatikan iklan. Cantik telah menjadi sebuah seni yang enak
untuk dilihat dan ditonton oleh siapa saja, apalagi ketika ia hadir dalam media.2
Penonton akan dipersuasi sedemikian rupa untuk membeli produk yang ditawarkan.
Feminitas dalam tontonan, termasuk dalam iklan, sebenarnya adalah representasi
dari bagaimana laki-laki memandang perempuan seperti yang diinginkannya. Bagi
penonton, representasi perempuan seperti itu merupakan suatu gambaran ideal di mana
setiap perempuan dapat menirunya.3
2
Prof. Dr. Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2006, hlm. 57.
3
Widjajanti M. Santoso, Sosiologi Feminisme:Konstruksi Perempuan dalam Industri Media,
LKiS, Yogyakarta, 2011, hlm. 51.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Penggunaan perempuan dengan kategori cantik tentu bukan tanpa permasalahan.
Menjadi perempuan cantik adalah impian setiap perempuan. Namun, definisi cantik
sedikit banyak memiliki keragaman. Banyak persepsi tentang cantik itu sendiri. Cantik
bisa berarti pintar, berkulit putih, anggun, setia dan dewasa. Cantik juga sering
diartikan sebagai wanita seksi berpakaian ketat atau minim serta memperlihatkan
lekuk tubuh, punya tubuh indah, montok dan bohay atau memiliki tubuh seperti gitar
spanyol. Seksi telah menjadi definisi untuk gambaran perempuan dengan tubuh ideal
dan memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya. Namun, cantik dan seksi tetap berlaku
juga bagi perempuan dengan pakaian serba tertutup. Iklan berusaha menampung itu
dan menampilkan perempuan yang memperlihatkan sisi sensualitasnya yang disebut
seksi.4
Iklan yang merambah di media massa tersebut seperti telah menjadi santapan
para pengguna media massa. Tanpa berusaha mencari iklan, hampir di setiap halaman
surat kabar terpampang iklan dengan aneka warna, model, dan gambar. Bahkan
beberapa menyita lebih dari separoh atau bahkan satu halaman sendiri. Di layar
televisi atau internet iklan memberondong penonton dalam hampir hitungan menit.
Bahkan, acara inti bisa lebih pendek dari durasi iklan yang ada.
Kondisi ini tentu sangat berpengaruh pada pemahaman atau pengetahuan
pengguna media massa. Orang yang ingin mengetahui berita-berita politik, ekonomi,
atau yang lain serta merta terjerumus dalam iklan-iklan yang menawarkan produknya.
Cara pikir orang tidak mudah lagi untuk netral, terfokus pada bidang yang ingin ia
geluti karena pada saat yang sama pengetahuan seputar produk yang ditawarkan iklan
ia serap. Ketika durasi iklan begitu besar dalam media massa, seorang pengguna media
4
Denise H. Sutton, Globalizing Ideal Beauty, Palgrave, Macmillan, 2009, hlm. 49.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
massa tak hanya terpengaruh oleh jenis produk yang ditawarkan, tetapi oleh tanda
yang dipakai pembuat iklan untuk mendukung produk yang ditawarkan yang
umumnya adalah perempuan.
Sebagian konsumen iklan telah terbiasa dengan anggapan bahawa perempuan
yang berkulit putih atau cerah itu lebih cantik dan menawan. Namun begitu, menilai
apakah perempuan yang mempunyai kulit yang lebih cerah atau putih akan tampak
lebih menarik dan menawan adalah sesuatu yang subjektif. Sebenarnya kita telah
terbiasa atau mungkin dibiasakan dengan pandangan dan pendapat bahwa mereka
yang berkulit cerah adalah lebih cantik dan menawan. Disadari atau tidak, sejak zaman
penjajahan kita telah ditanam dengan kenyataan bahwa orang kulit putih itu lebih
bijak, cantik dan hebat.
Sebagai negara yang menguasai suatu wilayah terjajah, negara terjajah berusaha
menanamkan berbagai pandangan ke dalam negara yang dijajahnya. Hal itu bukan saja
dalam soal pemerintahan malah termasuk juga dalam arti cara hidup, soal beragama
dan lain-lain. Ini seterusnya mengakibatkan golongan yang terjajah memandang
bahwa golongan kulit putih adalah kaum yang hebat, terbaik dan cantik luar dan
dalam. Selama ratusan tahun ditanam dengan kenyataan ini telah mengakibatkan
kebanyakan mereka ini terbiasa bahwa golongan kulit putih ini adalah yang terbaik
dalam segala hal.
Malah setelah tamatnya era penjajahan, pandangan ini diteruskan lagi melalui
berbagai medium terutamanya media. Kita dapat menyaksikan bagaimana Hollywood
memainkan peranan sebagai penyebar propaganda kulit putih.
Sejak wujudnya
Hollywood, yang memegang watak utama hanyalah golongan kulit putih. Kita boleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
saksikan sendiri bagaimana watak pahlawan mereka yang berkulit halus mulus dan
putih selalu menjadi paling superior dibandingkan yang lain.
Kaum lain seperti kulit hitam, Asia dan yang berkulit gelap hanya layak
ditempelkan sebagai golongan bawahan. Misalnya saja sebagai kaum rendahan, buruh
atau tertindas. Walaupun dunia Hollywood sekarang sudah semakin terbuka dengan
menampilkan pelakon kaum kulit selain putih sebagai watak utama, namun yang pasti
mereka yang berkulit putih masih tetap dominan.
Sifat dominan dan menguasai bukan saja terjadi di Hollywood, akan tetapi dalam
bidang ekonomi, politik, pendidikan dan lain -lain. Malah dalam menyatakan siapa
wanita paling cantik di dunia pun tetap dikuasai oleh mereka yang berkulit putih.
Lambat laun keseragaman kriteria jenis cantik akan membentuk persepsi yang
homogen tentang kriteria cantik dalam masyarakat.
Iklan-iklan di Indonesia pada umumnya menampilkan gambaran cantik seperti
itu. Tetapi akhir-akhir ini muncul fenomena baru. Perempuan yang ditampilkan dalam
iklan tidak melulu berkulit putih, tetapi mulai dimunculkan perempuan berkulit gelap.
Perempuan berkulit gelap yang ditampilkan tidak menjadi pelengkap, tetapi justru
menjadi fokus perhatian. Fenomena ini menunjukkan bahwa ada pergeseran atau
paling tidak perubahan konsep tentang kriteria cantik dalam masyarakat.
Apalagi bila melihat bahwa akhir-akhir ini berbagai gejala di masyarakat juga
menunjukkan perluasan kriteria cantik. Hal itu dapat dilihat dari beberapa gejala yang
terjadi. Belakangan ini sebagian perempuan menggelapkan warna kulitnya. Mereka
dengan sengaja menggelapkan kulitnya, membuatnya berwarna coklat kehitamhitaman. Dengan bangga mereka menunjukkan warna kulitnya yang gelap. Guna
memperoleh warna kulit gelap bahkan berbagai cara ditempuh. Ada yang secara alami
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
dengan berjemur, beraktivitas di luar ruangan, atau menggunakan tanning oil, spray,
hingga menyelusup ke dalam mesin kapsul yang disebut tannig bed.5 Mereka rela
mengeluarkan biaya besar untuk menggelapkan warna kulitnya.
Di tingkat internasional, Selasa 12/9 silam, pernyataan bahwa perempuan
cantik selalu indentik dengan perempuan berkulit putih seolah-olah terbantahkan
ketika akhirnya ajang ratu sejagad Miss Universe disandang oleh wanita cantik dari
Benua Hitam, Miss Angola, Leila Lopes. Kemenangan Lopes memang kian
mengukuhkan bahwa hitam pun cantik dan menarik. Sebelumnya imej demikian
sudah diperlihatkan beberapa bintang dan model dunia berkulit gelap. Sebut saja
Halle Berry, Beyonce Knowles, Jennifer Lopez, Eva Mendes, Eva Longoria,
Rihanna, Leona Lewis, model Naomi Campbell. Bahkan Michelle Obama, USA
Lady First, menjadi ikon fashion di negerinya. 6
Salah satu iklan yang menampilkan perempuan dengan kulit gelap adalah iklan
Revlon. Iklan revlon adalah iklan produk kecantikan yang produknya sudah sangat
dikenal di Indonesia. Kendati Iklan Revlon adalah iklan produk kecantikan yang
sebagian besar konsumennya dulu menganung-agungkan kecantikan berkulit putih,
namun Revlon justru menggunakan figur perempuan berkulit gelap sebagai bintang
iklannya. Itu berarti Revlon memandang bahwa kecantikan berkulit gelap seperti yang
ditampilkan dalam bintang iklannya dapat diterima oleh masyarakat/konsumen.
Dengan kata lain, Revlon melihat bahwa ada perubahan pandangan masyarakat
tentang definsi kecantikan wanita berkulit putih ke kecantikan wanita berkulit gelap.
5
Lihat laporan Kompas, “Serasa Dikecup Matahari...”, Kompas, Minggu, 11 Desember 2011,
hlm. 1 dan 11.
6 Lihat Pipit Ayu Wardani, “Miss Universe 2011 - Putri Cantik dari Benua Hitam” dalam
http://www.tabloidwanitaindonesia.net/CMpro-v-p-243.html, diakses tgl. 24 Januari
2012.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
New Revlon Colorstay Aqua menggunakan artis Halle Berry yang berkulit gelap
sebagai bintang iklannya. Hal ini menunjukkan bahwa Halle Berry merupakan artis
berkulit gelap yang kecantikannya sudah diakui di dunia internasional.
Berdasarkan pertimbangan di atas, penulis tertarik untuk melakukan studi
semiotika sosial terhadap iklan New Revlon Colorstay Aqua.
1.2. Rumusan Masalah
Dari iklan Revlon tersebut terlihat bahwa di satu sisi kecantikan menjadi
komoditi utama atau objek dalam dunia periklanan. Iklan tersebut menggunakan
simbol perempuan sebagai daya tarik, di mana perempuan senantisa diidentikan
dengan sisi kecantikan, kelembutan, dan keanggunan.
Di sisi yang lain para
perempuan yang menjadi model iklan telah membentuk gambaran baru tentang definsi
cantik dalam masyarakat.
Pokok permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: Representasi perempuan cantik berkulit gelap seperti apakah yang
terkandung dalam iklan Revlon?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari analisis ini adalah untuk
menemukan makna perempuan cantik yang terkandung dalam iklan Revlon.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
Diharapkan analisis ini dapat memberi wawasan, referensi, ide dan masukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotika, serta semua mahasiswa
pada umumnya, untuk dapat lebih mengembangkan ilmu komunikasi.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Diharapkan dapat menjadi masukkan bagi para produsen dan biro iklan untuk
dapat menciptakan strategi iklan yang lebih baik, kreatif, inovatif, dan
menggambarkan realitas kehidupan dan budaya masyarakat sehingga iklan yang
diproduksi dapat lebih mudah ditangkap dan diartikan masyarakat luas.
1.4.3. Kegunaan Praktis
Bagi masyarakat luas analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
kesadaran tentang kecantikan secara komprehensif sehingga masyarakat tidak terjebak
dalam stereotipe kecantikan parsial, misalnya hanya berkaitan dengan ciri fisik
tertentu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download