I. 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Dunia perikanan tidak hanya meliputi penangkapan ikan, namun terdapat pula aktivitas budidaya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Banyak jenis ikan yang dibudidaya untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun sebagai ikan hias. Budidaya ikan banyak dilakukan pada air laut, air payau, dan air tawar. Ikan sidat adalah salah satu komoditas air tawar yang masih baru dan memiliki potensi ekonomi yang cukup menjanjikan dengan pangsa pasar yang luas. Jepang merupakan konsumen dan importir sidat terbesar dunia disamping Taiwan, Eropa, dan Amerika. Jepang menjadikan sidat sebagai menu andalan, seperti kabayaki dan unadon (Chandrataruna & Wibowo, 2013). Selain sumber protein yang dianggap sebagai peningkatan stamina, sidat mengandung beberapa vitamin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, seperti vitamin B1; B2; A. Kandungan vitamin pada sidat lebih besar dibandingkan dengan susu sapi, seperti halnya vitamin B1 memiliki 25 kali lebih besar, vitamin B2 5 kali lebih besar, dan vitamin A 45 kali lebih besar daripada susu sapi (Irmawan, 2015). Sidat masih jarang dibudidayakan oleh petani karena bibitnya yang sulit dicari dan pertumbuhannya lambat. Pengadaan benih sidat (glass eel) saat ini masih murni berasal dari tangkapan alam yang kemudian dilanjutkan proses pembesaran untuk menghasilkan kualitas sidat yang diinginkan. Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah perairan yang banyak ditemukan sidat, khususnya di perairan Teluk Pelabuhan Ratu tepatnya di muara Sungai Cimandiri. Potensi sumberdaya sidat di muara Sungai Cimandiri sangat besar. Masyarakat nelayan sekitar banyak menangkap sidat dalam ukuran juvenile (glass eel) (Sriati, 1998). Permintaan sidat begitu tinggi, baik untuk pembesaran maupun konsumsi. Pengadaan benih dari alam hanya dapat dilakukan pada daerah tertentu sedangkan permintaan akan benih tidak hanya ada pada daerah tersebut. Proses distribusi menjadi begitu penting dalam rangka pengadaan benih dan mengantisipasi kelangkaan benih. Proses distribusi salah satunya dapat 1 dilakukan dengan pengangkutan. Pengangkutan ikan adalah memindahkan ikan dari suatu lingkungan awal ke lingkungan yang baru. Pengangkutan biasanya dilakukan dengan sistem tertutup atau terbuka. Pengangkutan juga dapat dilakukan dengan sistem basah dan kering. Metode kering merupakan cara pengangkutan tanpa menggunakan air (Kanna, 2006). Berbagai faktor dalam pengangkutan dapat mempengaruhi sintasan di akhir pengangkutan. Faktor-faktor tersebut diantaranya meliputi ukuran ikan, jumlah ikan yang diangkut, waktu pengangkutan, serta jenis ikan yang diangkut. Menurut Huet (1971) cit Zedta (2014), keberhasilan pengangkutan ikan hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis ikan, umur ikan, sumber energi pada ikan, suhu, dan lama waktu pengangkutan. Sidat memiliki sistem respirasi yang berbeda dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Sidat bernafas tidak hanya menggunakan insang, tetapi juga melalui kulit sehingga memungkinkan untuk mengambil oksigen langsung dari udara bebas. Kapasitas respirasi yang dilakukan kulit diperkirakan mencapai 1,5 kali kapasitas respirasi insang. Kemampuan tersebut memungkinkan sidat dapat bertahan hidup tanpa adanya air lebih lama daripada ikan yang hanya memiliki sistem respirasi menggunakan insang (Herwaarden, 2011). Sidat memiliki beberapa stadia dalam hidupnya, yaitu leptochepalus, glass eel, elver, yellow eel, dan silver eel. Elver merupakan stadia sidat yang memiliki panjang ± 8 cm ditandai dengan ciri-ciri adanya perubahan pigmen warna kulit dan paling aktif dalam pergerakannya (Affandi, 2015). Pengambilan oksigen pada stadia elver dimungkinkan lebih besar dibandingkan dengan stadia lain. Kemampuan bernafas melalui kulit dapat mengurangi angka kematian elver akibat kekurangan oksigen pada saat pengangkutan. Kematian elver dalam pengangkutan dapat mengurangi pasokan sidat di pasaran. Kemampuan bernafas melalui kulit tersebut menjadi salah satu alasan dimungkinkan dilakukan pengangkutan elver dengan sistem kering dan memiliki potensi untuk pendistribusian elver yang lebih efektif. Penelitian mengenai efektivitas pengangkutan sistem kering elver dipilih terkait dengan kebutuhan elver dimasyarakat dalam jumlah banyak dan mutu yang baik. 2 Tujuan Tujuan penelitian ini untuk : a. Mengkaji kemungkinan pengangkutan elver (Anguilla sp.) menggunakan sistem kering. b. Mengetahui pengaruh kepadatan terhadap sintasan selama pengangkutan dan pasca pengangkutan (aklimatisasi). c. Mengetahui kepadatan optimum elver selama pengangkutan dengan sistem kering. 2. Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk membantu menentukan tingkat efektivitas pengangkutan sistem kering dan sintasan elver pada pengangkutan tersebut. 3