PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP

advertisement
PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP
GANGGUAN KEBUTUHAN TIDUR PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Nn. R DENGAN POST OPERASI
LAPARATOMI DI RUANG KANTIL 1 RSUD
KARANGANYAR
DISUSUN OLEH :
DARYANTI RISTINA
NIM. P.13011
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016
PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP
GANGGUAN KEBUTUHAN TIDUR PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Nn. R DENGAN POST OPERASI
LAPARATOMI DI RUANG KANTIL 1 RSUD
KARANGANYAR
Karya Tulis Ilmiah Ini
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
DARYANTI RISTINA
NIM. P.13011
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa karena
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian aromaterapi lavender terhadap gangguan
kebutuhan tidur pada asuhan keperawatan Nn. R dengan post operasi laparatomi
di RSUD Karanganyar”.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya
kepada yang terhormmat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selakuKetuaSTIkesKusumaHusada
Surakarta
yang
telahmemberikankesempatanuntukmenimbailmu
diSTIkesKusumaHusada Surakarta dan selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
2. Ns. Meri Okatriani M.Kep, selakuKetua Program Studi DIII Keperawatan
yang
telahmemberikankesempatanuntukmenimbadi
STIKesKusumaHusada Surakarta.
3. Ns. AlfyanaNadya R. M.Kep, selakuSekretaris Program Studi DIII
Keperawatan
yang
telahmemberikankesempatandanarahanuntukdapatmenimbailmu
di
STIKesKusumaHusada Surakarta.
4. Ns. Joko Kismanto, S. Kep,selakudosenpembimbing serta pembimbing
akademik yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta
memfasilitasi penulis demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
iv
5. Semuadosen program studi DIII KeperawatanSTIKesKusumaHusada
Surakarta
yang
telahmemberikanbimbingandengansabardanwawasannyasertailmu
yang
bermanfaat.
6. Direktur
RSUD
Karanganyar
yangtelahmemberikankesempatanpadapenulisuntukmelaksanakanasuhanke
perawatanpada Nn. R di RSUD Karanganyar.
7. Ati Mardiyah S.Kep.,Ns., selakupembimbinglahan di ruang kantil 1
Rumah
Sakit
Umum
Daerah
Karanganyar
yang
telahmemberikanbanyakmasukandanmembimbingpenulisdalammenyelesai
kanasuhankeperawatanselama 2 minggu di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar.
8. Keduaorang
tuakuyang
selalumemberikankasihsayang,
dukungandando’asertamenjadiinspirasidanmemberikansemangatuntukmen
yelesaikanpendidikan DIII Keperawatan.
9. Sahabat-sahabatsaya
yang
selalumemberi
motivasisehinggapenulismampumenyelesaikankaryatulisilmiahini.
10. Teman-temanMahasiswasatuangkatankhususnyakelas 3A Program DIII
KeperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta danberbagaipihak yang
tidakdapatdisebutkansatu-persatu
yang
telahmemberikandukunganmorildan spiritual.
Semogalaporanstudikasusinibermanfaatuntukperkembanganilmuke
perawatandankesehatan. Amin
Surakarta, 12 Mei 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .....................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................
vi
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................
7
1. Laparatomi.........................................................................
7
2. Gangguan Pola Tidur.........................................................
17
3. Aromaterapi .......................................................................
19
B. Kerangka teori ........................................................................
21
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ...............................................................
22
B. Tempat dan waktu ..................................................................
22
C. Media dan alat yang digunakan..............................................
22
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .........................
22
E. Alat ukur evauasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset ....
23
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ..............................................................................
25
B. Perumusan masalah keperawatan ...........................................
34
vi
BAB V
BAB VI
C. Perencanaan............................................................................
35
D. Implementasi ..........................................................................
38
E. Evaluasi ..................................................................................
44
PEMBAHASAN
A. Pengkajian ..............................................................................
51
B. Diagnosa Keperawatan...........................................................
56
C. Perencanaan............................................................................
60
D. Tindakan Keperawatan...........................................................
62
E. Evaluasi ..................................................................................
69
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................
75
B. Saran.......................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut WHO dikutip dari Nurlela (2009) pasien laparatomi tiap
tahunnya meningkat 15%. Sedangkan menurut Data Tabulasi Nasional
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, tindakan bedah
laparatomi mencapai 32% dengan menempati urutan ke 11 dari 50 pertama
pola penyakit di rumah sakit se Indonesia. Salah satu dari respon psikologis
dari pasien yang mengalami bedah mayor dapat berupa kecemasan. Respon
psikologis karena tindakan pembedahan dapat berkisar cemas ringan, sedang,
berat sampai panik tergantung masing-masing individu.
Pembedahan merupakan peristiwa komplek yang menegangkan,
dilakukan di ruang operasi rumah sakit, terutama pembedahan mayor
dilakukan dengan persiapan, prosedur dan perawatan pasca pembedahan
membutuhkan waktu yang lebih lama serta pemantuan yang lebih intensif.
Laparatomi merupakan salah satu pembedahan mayor, dengan melakukan
penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian
organ yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi, kanker danobstruksi).
Laparatomi dilakukan pada kasus-kasus: apendisitis perforasi, hernia
inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rektum, obstruksi usus,
inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis (Sjamsuhidajat, 2005)
1
2
Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal
setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan pasien itu sendiri.
Laporan departement kesehatan Indonesia (DEPKES RI) laparatomi
meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan
1.281 kasus pada tahun 2007. Gangguan psikologis setelah menjalani
tindakan operasi mengakibatkan pasien cemas dan takut tentang penyakit
yang dialami, sehingga menyebabkan pasien depresi dan menyebabkan pasien
mengalami gangguan pola tidur (insomnia).
Menurut data yang diperoleh di Rekam Medik RSUD Karanganyar pada
bulan Januari 2016, tercatat pasien yang mengalami operasi laparatomi
sebanyak 309 pasien yang meliputi pasien dengan apendicitis, peritonitis,
illius, dll. Hasil survei pada tanggal 04januari 2016 di ruang kantil 1 RSUD
Karanganyar dari 4 pasien post operasi laparotomi, 3 pasien (75%)
diantaranya mengatakan bahwa mereka hanya dapat tidur kurang lebih 4 – 5
jam/hari diakibatkan rasa nyeri dan cemas. 1 pasien diantaranya (25%)
mengatakan jumlah tidurnya 6 – 7 jam/hari. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa masih banyak pasien yang mengalami gangguan kebutuhan
tidur setelah menjalani operasi laparatomi.
Tidurmerupakan status kesadaran ketika persepsi dan reaksi seseorang
terhadap lingkungan menurun. Tidur berkualitas yaitu kepuasan seseorang
terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan
lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian
3
terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk.Salah satu
permasalahan yang sering timbul setelah menjalani proses pembedahan yaitu
mengakibatkan pasien cemas dan takut tentang penyakit yang dialami,
sehingga menyebabkan pasien depresidan menyebabkan pasien mengalami
gangguan pola tidur(Hidayat, 2006).
Tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi kebutuhan tidur terdiri
dari beberapa tindakan penanganan,meliputi; teknik relaksasi, terapi musik,
dan terapi menggunakan aromaterapi. Penulis memilih menggunakan
aromaterapi (Hadibroto, 2006).
Aromaterapi adalah cara pengobatan alternatif yang menggunakan uap
dari minyak esensial dari berbagai macam tanaman yang bisa dihirup untuk
menyembuhkan berbagai macam kondisi. Pada umumnya aromaterapi
dilakukan untuk tujuan meningkatkan mood, mengubah area kognitif, dan
juga dapat digunakan sebagai obat tambahan.Aromaterapi telah ada dalam
beberapa bentuk selama ribuan tahun , tapi itu tidak sampai abad ke-11 ketika
distilasi uap pertama memungkinkan untuk benar menghapus minyak esensial
dari bahan tanaman. Budaya memanfaatkan aromaterapi untuk berbagai
macam fungsi dan tujuan telah lama dilakukan dibanyak negara, terutama di
India, Perancis, Inggris, dan AS (Dewi, 2012). Salah satu aromaterapi yang
sering digunakan adalah aromaterapi lavender dimana memiliki komponen
utama yaitu lanalool dan linaly asetat yang mana dapat meningkatkan
gelombang – gelombang alfadi dalam otak dan gelombang inilah
yangMendorongdan merangsang pengeluaran hormon endorfin sehingga
4
menciptakan keadaan yangrileks atau menenangkan, dapat mengatasi
gangguan tidur dan juga depresi, minyak esensial levender bisa memicu alergi
bahkan bisa menjadi racun jika pasien mempunyai riwayat alergi terhadap
bunga lavender (Maifrisco, 2005).
Hasil wawancara dengan kepala ruang di ruang kantil 1 RSUD
Karanganyar ada 4 pasien post operasi laparatomi. Diantara 3 dari 4 pasien
tersebut mengalami gangguan kebutuhan tidur disebabkan karena nyeri
setelahpasca menjalani proses pembedahan. Dalam mengatasi gangguan
kebutuhan tidur pasien post operasi laparatomi, perawat hanya menggunakan
obat tidur dalam memenuhi kebutuhan tidur pasien, pemberian obat tidur
kurang efektif karena memberi efek ketergantungan. Maka peneliti ingin
memberi intervensi lain yaitu pemberian aromaterapi lavender.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil
karya tulis ilmiah berupa aplikasi riset dengan judul pemberian aromaterapi
lavender terhadap gangguan kebutuhan tidur pada pasien post operasi
laparatomi.
B. Tujuan Penulisan
Terdiri atas(dua) hal yaitu umum dan khusus
1.
Tujuan umum
Mengamplikasikan tindakan pemberian aroma terapi lavender terhadap
gangguan kebutuhan tidur pada asuhan keperawatan Nn. R dengan post
operasi laparatomi di ruang kantil 1 RSUD Karanganyar.
5
2.
Tujuan khusus
a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien post operasi
laparatomi.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan post operasi laparatomi.
c.
Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan post
operasi lapatomi.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan post
operasi laparatomi.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan post operasi
laparatomi.
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian aroma terapi lavender
terhadap gangguan kebutuhan tidur pada pasien post operasi
laparatomi.
C. Manfaat penulisan
1.
Bagi Rumah Sakit
Karya tulis ini di harapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan khususnya pada pasien post operasi
laparatomi yang di berikan aroma terapi lavender terhadap gangguan
kebutuhan tidur.
6
2.
Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Sebagai sumbangan pemikiran dan acuan sebagai kajian yang lebih
mendalam tentang pemberian aromaterapi lavender terhadap gangguan
kebutuhan tidur.
3.
Bagi Penulis
Memberikan
wawasan
dan
pemahaman
pada
penulis
dalam
memberikan dan menyusun penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien post operasi laparatomi dengan tindakan pemberian aroma terapi
lavender.
4.
Bagi Pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang gangguan kebutuhan
tidur dengan pasien post operasi laparatomi yang di beri aromaterapi
lavender.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1.
Laparatomi
a.
Pengertian
Laparatomi merupakan salah satu pembedahan mayor,
dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding
abdomen untuk mendapatkan bagian organ yang mengalami
masalah (hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Laparatomi
dilakukan pada kasus-kasus: apendisitis perforasi, hernia inguinalis,
kanker lambung, kanker colon dan rektum, obstruksi usus, inflamasi
usus kronis, kolestisitis dan peritonitis (Sjamsuhidajat, 2005).
b. Etiologi
Etiologi sehingga di lakukan laparatomi adalah karena disebabkan
oleh beberapa hal (Smeltzer,2002)
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2) Peritonitis.
3) Perdarahan saluran pencernaan.
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5) Masa pada abdomen.
c.
Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomi
diantaranya :
7
8
1) Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan.
2) Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan
nadi.Kelemahan.
3) Mual, muntah, anoreksia.
4) Konstipasi.
d. Patofisiologi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis
atau emosional (Dorlan,2007). Trauma adalah luka atau cedera fisik
lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat
(Brooker,2008)
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut
dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana
pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat
pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan, pukulan,
benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (setbelt)- dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga
harus dilakukan laparatomi.
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu
dapat kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan
organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus
abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan
darah, kontaminasi bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau
9
sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf simpatis akan
menyebabkan terjadinya kerusakan intregitas kulit, syok dan
perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi,
nyeri akut.
e.
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada
usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam
lambung ; dan katerisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi
pada saluran kencing.
2) Laboratorium : hemoglobin, hematokrit,leukosit dan analisis
urine.
3) Radiologi : bila di indikasikan untuk melakukan laparatomi.
4) IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
trauma saluran kencing.
5) Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul
perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau
trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang
berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran
bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokan
buli-buli terlebih dahulu.
10
6) Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut
dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula
yang dimasukkan kedalam rongga peritonium.
f.
Komplikasi
1). Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang
disertai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk
metabolisme.
Manifestasi Klinis :
a) Pucat.
b) Kulit dingin dan terasa basah.
c) Pernafasan cepat.
d) Sianosis pada bibir, gusi dan lidah.
e) Nadi cepat, lemah dan bergetar.
f)
Penurunan tekanan nadi.
g) Tekanan darah rendah dan urine pekat.
2). Hemorrhagi
a) Hemoragprimer : terjadi pada waktu pembedahan
b) Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan
ketika kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya
melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari
pembuluh darah yang tidak terikat
11
Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan
bila ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik
atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang
drainage.
Manifestasi
Klinis
Hemorrhagi
:
Gelisah,terus
bergerak,merasa haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat,
suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah.
3). Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari
setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah
tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran
darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
4). Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilokokus aureus, mikroorganisme; gram positif. Buruknya
integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi
luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.Faktor
penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan
menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding
abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.
12
g.
PenatalaksanaanSyok
1) Pencegahan :
a) Terapi penggantian cairan.
b) Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum.
c) Pengatasan nyeri dgn membuat pasien senyaman mungkin
dan dengan memanfaatkan narkotik secara bijaksana.
d) Pemakaian linen yg ringan dan tidak panas (mencegah
vasodilatasi).
e) Ruangan tenang untuk mencegah stress.
f)
Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi.
g) Pemantauan gejala vital.
2) Pengobatan :
a) Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak hingga kepanasan.
b) Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai
dinaikkan.
c) Pemantauan status pernafasan dan CV.
d) Penentuan gas darah dan terapi oksigen lewat intubasi /
nasal kanul jika diindikasikan.
e) Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) / koloid
(ex : komponen darah, albumin, plasma / pengganti
plasma).
13
f)
Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) /
diuretik (mengurangi retensi cairan & edema)
3) Penatalaksanaan Hemoragi :
a) Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok.
b) Sedatif / analgetik diberikan sesuai indikasi.
c) Inspeksi luka bedah.
d) Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi.
e) Transfusi darah / produk darah lainnya.
f)
Observasi Vital Signs.
h. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Menurut Andra (2013). Pengkajian meliputi :
a) Data biografi
b) Riwayat kesehatan
(1) Keluhan utama
(2) Riwayat kesehatan sekarang
(3) Riwayat kesehatan dahulu
(4) Riwayat kesehatan keluarga
c) Data dasar pengkajian
(1)
Aktivitas/istirahat
(2)
Sirkulasi
(3)
Integritas ego
(4)
Eliminasi
14
(5)
Makanan/cairan
(6)
Neurosensori
(7)
Nyeri/ketidaknyamanan
(8)
Pernapasan
(9)
Keamanan
(10) Pembelajaran/penyuluhan
2) Diagnosa Keperarawatan
Menurut Herdman (2013), diagnosa keperawatan meliputi :
a) Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan,
prosedur preoperative.
b) Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurang
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
c) Nyeri berhubungan dengan Agen cidera fisik.
d) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol
tidur (nyeri).
3) Intervensi Keperawatan
1) Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan,
prosedur preoperative.
Kriteria Hasil :
1)
Pasien mampu mengontrol cemas.
2)
Identifikasi gejala cemas.
3)
Vital sign dalam batas normal.
15
4)
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktifitas menunjukan berkurangnya kecemasan.
Intervensi :
1)
Identifikasi tingkat kecemasan.
2)
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
nafas dalam.
3)
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan.
4)
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
2) Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurang
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :Mengungkapkan pemahaman tentang proses
penyakit dan pengobatan.
Intervensi
1)
Diskusikan
pentingnya
masukan
cairan
adekuat,
kebutuhan diet.
2)
Demostrasikan perawatan luka atau belutan yang tepat.
3)
Identifikasikan tanda-tandayang memerlukan evaluasi
medis, demam menetap, bengkak, eritema, artau
terbukanya tepi luka.
4)
Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai tolernsi
dan keseimbangan dengan periode istirahat yang
adekuat.
16
3) Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
Kriteria hasil :
1)
Mampu mengontrol nyeri.
2)
Skala nyeri berkurang dari 10 sampai 1.
3)
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda-tanda nyeri).
4)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi ;
1)
Observasi karakteristik nyeri.
2)
Memberikan posisi yang nyaman.
3)
Mengajarkan tekhnik relaksasi nafas dalam.
4)
Kolaborasi pemberian analgetik.
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan Kurang kontrol
tidur.
Kriteria hasil ;
1) Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari.
2) Pola tidur, kualitas dalam batas normal.
3) perasaan segar sesudah tidur atas istirahat.
4) Mampu
mengidentifikasikan
hal-hal
meningkatkan tidur.
Intervensi ;
1)
Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari.
2)
Instruksikan untuk memonitor tidur pasien.
yang
17
3)
Monitor waktu makan dan minum dengan waktu
tidur.
4)
2.
Kolaborasi dengan pemberian aromaterapi lavender.
Gangguan Pola Tidur
a.
Pengertian
Gangguan pola tidur dapat di definisikan sebagai gangguan jumlah
dan kualitas tidur (penghentian kesadaran alami, periodic) yang dibatasi
waktu dalam jumlah dan kualitas (Wilkinson, 2007), Setiap orang
membutuhkan istirahat dan tidur agar dapat mempertahankan status
kesehatan pada tingkat yang optimal. Selain itu, proses tidur dapat
memperbaiki berbagai sel – sel dalam tubuh. Pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur terutama sangat penting bagi orang yang sedang sakit
agar lebih cepat memperbaiki kerusakan pada sel. Apabila kebutuhan
istirahat dan tidur tersebut cukup, maka jumlah energi yang diharapkan
untuk memulihkan status kesehatan dan mempertahankan kegiatan
dalam kehidupan sehari – hari terpenuhi. selain itu, orang yang
mengalami kelelahan juga membutuhkan istirahat dan tidur lebih dari
biasanya (Hidayat, 2006).
b. Etiologi
Etiologi menurut (Patricia A,potter, 2006).
1. Ketegangan
2. Strees
3. Kecemasan dan depresi
18
4. Perubahan gaya hidup, misalnya pindah rumah
5. Lingkungan yang bising dan sangat tidak nyaman untuk tidur
6. Penyakit yang dapat menyebabkan nyeri, sesak nafas atau sering
buang air kecil
7. Faktor usia
c.
Faktor yang Mempengaruhi
Faktor yang mempengaruhi menurut (Alimul, Aziz, 2008)
1. Status Kesehatan
Sakit : kurang tidur
Contoh : Pasien dengan gangguan pernapasan, post pembedahan
2. Lingkungan
lingkungan tenang : tidur nyenyak
lingkungan ribut/bising : sulit tidur
3. Motivasi
Dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun menahan
kantuk
4. Stres Psikologis
Cemas meningkatkan norepinephrin darah melalui saraf simpatis,
mengurangi tahap IV NREM dan REM : tidak nyenyak
5. Asupan Diet
Makanan mengandung L-Triptofan (keju, susu, daging, ikantuna)
= mudah tidur
Minuman (kafein, alkohol) = sulit tidur
19
6. Kelelahan
kelelahan tingkat sedang = tidur nyenyak
kelelahan berlebihan periode REM lebih pendek
7. Obat-obatan
Obat yang menimbulkan gangguan tidur, contohnya:
Diuretik : menyebabkan insomnia
Anti Depresan : Supresi REM
Paracetamol : menyebabkan kantuk dan tidur nyenyak
d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut (Asmadi, 2008 ).
1. Sering terbangun di tengah malam hari, sehingga mengantuk
keesokan harinya.
2. Sulit untuk memulai tidur atau tidak bisa menutup mata.
3. Bisa mudah tertidur, tetapi bangun terlalu awal dan tidak bisa
tidur kembali.
4. Mata (kemerahan, hitam berkantung, cowong)
3.
Aromaterapi
a.
Pengertian
Aromaterapiadalah
cara
pengobatan
alternatif
yang
menggunakan uap dari minyak esensial dari berbagai macam
tanaman yang bisa dihirup untuk menyembuhkan berbagai macam
kondisi. Salah satu aromaterapi yang sering digunakan adalah
aromaterapi lavender, dimana memiliki komponen utama linalool
20
bebas atau sebagai ester dengan asam asetat, butirat, valerianat, dan
kaproat yang manadapat meningkatkan gelombang – gelombang alfa
di dalam otak dan gelombang inilah yang membantu untuk
menciptakan keadaan yang rileks. Aromaterapi lavender memiliki
bau yang khas dan lembut sehingga dapat membuat seseorang
menjadi relaks atau santai, disamping itu lavender juga dapat
mengurangi rasa tertekan, stress, rasa sakit, emosi yang tidak
seimbang, histeria, rasa frustasi dan kepanikan (Maifrisco, 2005)
b. Tujuan
Tujuan pemberian aromaterapi lavender tersebut untuk
mengurangi nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan
memberikan efek rilek, sehingga dapat mengatasi gangguan pola
tidur pada pasien post operasi laparatomi.
c.
Prosedur
Berikut ini adalah dosis penggunaan lavender yang di
anjurkan orang dewasa :
1) Dihirup : Tambahkan 2-5 tetes minyak lavender dengan air 10
cc kedalam alat penguap. Hiruplah uapnya kurang lebih 1 jam
untuk meringankan sakit kepala, depresi, atau insomnia, jika
Anda ada masalah asma sebaiknya atas persetujuan dokter
21
B. Kerangka Teori
Trauma abdomen
Nyeri
Internal blooding
Laparatomi
Farmakologi
Gangguan
kebutuhan tidur
Non
farmakologi
Tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi kebutuhan tidur
terdiri dari beberapa tindakan penanganan, meliputi; teknik
relaksasi, terapi musik, dan terapi menggunakan aromaterapi
Pemberian aromaterapi lavender
Meningkatkan gelombang-gelombang alfa dalam otak dan
gelombang ini Mendorongdan merangsang pengeluaran hormon
endorfin yang berdampak menciptakan keadaan rileks dan
menimbulkan rasa nyaman pada pasien sehingga pasien dapat
mudah untuk tertidur.
Gangguan kebutuhan tidur teratasi
Sumber : Virgianti, 2014. Sjamsuhidajat, 2005. Smeltzer, 2002.
Masa abdomen
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyekaplikasiriset
Subyek yang digunakandalamaplikasirisetiniadalah 1 pasien post operasi
laparatomi di RSUD Karanganyar.
B. Tempat dan waktu
Karya tulis inidilaksanakan di RSUD Karanganyar, ProvinsiJawa Tengah
padaTanggal 4-16 januari 2016.
C. Media dan alat yang digunakan
1. Lembar kuesioner (virgianti, 2014)
2. Minyak essensial lavender
3. Air 10 cc dan Alat Uap
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
1. FaseOrientasi
a. Mengucapkansalam
b. Memperkenalkandiri
c. Menjelaskantujuan
d. Menjelaskanprosedur
22
23
e. Kontrakwaktu
f. Menanyakankesiapanpasien
2. Fasekerja
a. Siapkan alat penguap
b. Siapkan minyak essensial lavender
c. Siapkan air 10 cc
d. Nyalakan alat penguap
e. Kemudian tambahkan 2-5 tetes minyak essensial lavender kedalam alat
penguap
f. Tambahkan juga air 10 cc ke dalam alat penguap
g. Kemudian pasien disuruh menghirup uapnya sampai habis kurang
lebih 1 jam, pasien dalam keadaan berbaring dan tenang (tidak
mengobrol)
h. Tindakan pemberian aromaterapi dilakukan 1x sehari (waktu tidur
malam)
3. Faseterminasi
a. Melakukanevaluasi
b. Menyampaikanrencanatindaklanjut
c. Berpamitan
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset
Alat ukur yang digunakan dalam aplikasi riset adalah kuesioner.
24
KUESIONER PERUBAHAN POLA TIDUR
Nama
:
Alamat
:
Keterangan Tindakan :
Jawablahpertanyaan di bawahinidengan memberi tanda (v) pada salahsatujawaban
yang menurut anda sesuai dengan keadaan anda saatini.
Keterangan :
Jawaban : (1 = ya, 2 = tidak)
NO
PERUBAHAN POLA TIDUR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kesulitan untuk memulai tidur
Tiba-tiba terbangun pada malam hari
Bisa terbangun lebih awal atau dini hari
Merasa mengantuk disiang hari
Sakit kepala pada siang hari
Merasa kurang puas dengan tidur anda
Merasa kurang nyaman/gelisah saat tidur
Mendapat mimpi buruk
Badan terasa lemah, letih, kurang tenaga setelah
tidur
Jadwal jam tidur dan bangun tidak beraturan
Tidur kurang dari 7 jam/hari
10
11
Kesimpulan hasil :
•
Score (ya) 0-3 : tidak ada gangguan pola tidur
•
Score (ya) 4-11 : ada gangguan pola tidur
ya
tidak
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Nn.
R dengan post operasi Laparatomi atas indikasi appendisitis. Pengkajian
dilakukan pada tanggal 06 Januari 2016 pukul 08:10 WIB data diperoleh dari
alloanamnesa dan autoanamnesa, observasi langsung, pemeriksaan fisik,
menelaah catatan medis dan catatan perawat, sedangkan
pengelolaan kasus
dilakukan 3 hari pada tanggal 06-08 Januari 2016. Asuhan keperawatan ini
berdasarkan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan
evaluasi.
A. Pengkajian
Hasil pengkajian pada hari Rabu 06 Januari 2016 pukul 08:10
didapatkan data identitas pasien, bahwa pasien bernama Nn. R umur 16
tahun, agama islam, pendidikan SMA, pekerjaan pelajar, alamat Jongkang,
Karanganyar, Jawa Tengah, tanggal masuk 02 Januari 2016 dengan diagnosa
medis appendisitis, No. Registrasi 2343xx, dokter yang merawat adalah
dokter H. Yang bertanggung jawab adalah Ny. S 47 tahun, pendidikan SMP,
pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Jongkang, Karanganyar, Jawa Tengah,
hubungan dengan pasien adalah ibu.
25
26
Hasil pengkajian, keluhan utama adalah nyeri pada daerah luka
operasi. Pada riwayat penyakit sekarang didapatkan, sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluh sakit perut, setelah itu pada tanggal 2
januari 2016, pasien dibawa ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan
perut sakit dan nyeri terutama pada bagian perut kanan bawah dan badan
lemas. Hasil pemeriksaan : TD: 110/70 mmHg, N: 88 x/menit, S: 36 0C, RR:
22 x/menit dan di IGD mendapat terapi infus RL 20 TPM, ranitidine 50
mg/12 jam, santagesik 2x500 mg/8 jam. Pada jam 17:00 pasien dipindah ke
bangsal kanthil 1, kemudian terapi selanjutnya pasien akan di operasi pada
tanggal 5 januari 2016.
Dari pengkajian penyakit dahulu didapatkan data pasien pernah
menderita penyakit DBD pada umur 12 tahun, sudah kedua kali pasien masuk
rumah sakit, pasien tidak mempunyai alergi baik alergi obat-obatan maupun
alergi makanan. Keluarga pasien mengatakan waktu kanak-kanak pasien
mendapatkan imunisasi lengkap. Pasien tidak mempunyai penyakit keturunan
dari keluarga baik diabetes melitus maupun hipertensi. Pasien juga tidak
mempunyai kebiasaan seperti merokok dan alkoholisme. Pasien anak ke-4
dari 8 bersaudara, pasien mempunyai 2 kakak perempuan, 2 kakak laki-laki
dan 2 adik laki-laki, 1 perempuan.
27
Genogram
X
X
16
Nn. R
Keterangan:
X : meninggal
: pasien
: perempuan
: tinggal serumah
: laki – laki
Hasil pengkajian kesehatan lingkungan didapatkan data bahwa
lingkungan sekitar rumahnya bersih dekat dengan jalan raya dan tidak ada
pencemaran limbah pabrik.
28
Pengkajian pola kesehatan fungsioanal menurut Gordon, pola persepsi
dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bahwa sehat itu penting.
Pasien menjaga kesehatan diri dan lingkungannya dengan cara rutin
membersihkan lingkungan disekitar tempat tinggalnya, dan selalu cuci tangan
sebelum dan sesudah makan, saat ada anggota keluarga yang sakit pasien
segera membawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.
Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan
makan 3 x sehari dengan nasi, lauk, sayur setiap makan satu porsi habis,
minum 5-7 gelas/hari, dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan
makan 3 x sehari dengan bubur, minum 3-4 gelas/hari, setiap makan 1 porsi
habis yang diberikan dari rumah sakit dan tidak ada keluhan.
Pola eliminasi, sebelum sakit BAK frekuensi 3-5 kali sehari, sekali
BAK mengeluarkan urine ± 1500 cc, warna jernih dan tidak ada keluhan.
BAB sebelum sakit, frekuensi 1 kali sehari konsistensi lunak, warna kuning,
berbau khas, dan tidak ada keluhan. Pola eliminasi selama sakit terpasang
DC, sekali BAK mengeluarkan urine ± 1400 cc/hari, warna kuning pucat dan
tidak ada keluhan. BAB selama sakit frekuensi 2 hari sekali, konsistensi agak
keras, warna kuning kecoklatan, berbau khas dan perut terasa penuh.
Pola aktivitas dan latihan kemampuan perawatan diri, sebelum sakit
semua aktivitas seperti makan/minum, toileting, berpakaian, mobilisasi
ditempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM didapat score 0 atau mandiri.
Sedangkan kemampuan perawatan diri selama sakit seperti makan/minum,
29
toileting,
berpakaian,
mobilisasi
ditempat
tidur,
berpindah
dan
ambulasi/ROM didapat score 2 atau dibantu dengan orang lain.
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan jarang tidur
siang, tidur malam pukul 22:00 dan bangun jam 05:00 tidur 6 – 8 jam/hari,
tidur dengan nyenyak dan nyaman dan tidak ada gangguan tidur, sedangkan
selama sakit pasien mengatakan susah tidur siang dan tidur malam ± 4 jam,
pasien sering terbangun karena nyeri pada perut, kondisi tidur pasien kurang,
mata terlihat sayu kemerahan, mata terlihat hitam berkantung dan mata
terlihat cowong, pasien sering menguap.
Pola kognitif dan perseptual sebelum sakit pasien tidak ada masalah
pada kelima panca indera, tidak ada gangguan pendengaran, penglihatan,
penciuman, maupun pada indera lainnya. Selama sakit pasien mengatakan
nyeri pada perut (daerah post operasi). Pengkajian karakteristik nyeri
(PQRST) didapatkan. Pasien mengatakan nyeri, Provocate pada saat badan
digerak-gerakkan, Qualitynyeri seperti tertusuk-tusuk,
Region nyeri pada
area luka operasi (perut), Scale pasien mengatakan skala nyeri 6, Time nyeri
dirasakan hilang timbul durasi nyeri 4-6 menit. Pasien tampak menahan sakit
jika ingin berganti posisi, pasien meringis kesakitan, pasien terlihat
melindungi area luka, pasien gelisah, cemas, pasien sangat berhati-hati
menggerakkan kaki dan badannya.
Pola persepsi konsep diri, pasien mengatakan bahwa dirinya merasa
berharga karena dijenguk sanak saudaranya, tetangganya dan juga temanteman sekolahnya. Pasien merasa takut dan cemas apabila bekas operasi
30
diperutnya tidak bisa kembali normal. Pasien mengatakan khawatir dengan
luka operasi pada perutnya. Pasien mengatakan ingin menjadi anak yang baik,
yang dapat berbakti pada orang tua, terutama ibu, namun dengan kondisi
sekarang ini apa mungkin saya dapat melakukan tugas saya dengan baik,
merawat ibu, berangkat sekolah dan membantu ibu dirumah. Pasien
mengatakan bahwa saya seorang anak perempuan dari 8 bersaudara, apapun
yang terjadi pada diri saya merupakan jalan yang telah digariskan oleh Tuhan.
Pasien mengatakan saya sebagai anak, dan seorang mahasiswa, tetapi dengan
kondisi saya yang sekarang ini saya sudah merepotkan banyak orang dan saya
tidak bisa berangkat sekolah.
Pola hubungan peran, sebelum sakit dan selama sakit pasien
mengatakan ia sebagai anak, hubungan dengan keluarga harmonis, setiap
mengambil
keputusan
selalu
dimusyawarahkan.
Hubungan
dengan
masyarakat baik pasien selalu mengikuti karang taruna dan kerja bakti.
Pola seksualitas reproduksi Nn. R berjenis kelamin perempuan, pasien
mengatakan menstruasi kurang lebih 28 hari sekali, pasien juga mengatakan
kalau dia anak keempat dari 8 bersaudara, 2 kakak perempuan, 2 kakak lakilaki dan 2 adik laki-laki, 1 perempuan. Usia saya 16 tahun.
Pola mekanisme koping, sebelum sakit dan selama sakit pasien
mengatakan jika ada masalah dengannya selalu bercerita dengan keluarganya
dan mencari solusi jalan keluarnya bersama-sama. Dan selama dirawat
dirumah sakit pasien mengatasi penyakitnya saat ini dengan mengikuti aturan
atau perintah dari dokter dan juga perawat.
31
Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan saya beragama islam,
saat sakit seperti ini pasien merasa terganggu untuk beribadah karena
kelemahan anggota badannya, tetapi saya tetap mengerjakan ibadah sholat 5
waktu sebisa dan semampu saya, karena saya yakin dengan sholat dan berdoa
akan segera sembuh.
Hasil pengkajian fisik yang dilakukan didapatkan, keadaan umum/
penampilan umum pasien lemah, kesadaran composmentis, hasil GCS 15 E:4
M:6 V:5, tanda-tanda vital tekanan darah pasien 110/70 mmHg, Nadi 88 kali
permenit. Irama teratur, pernafasan 24 kali permenit, suhu 36⁰C.
Pemeriksaan kepala, bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih
tidak ada ketombe, tidak ada lesi, rambut bersih, tidak ada kutu rambut,
rambut berwarna hitam. Muka, pada pengkajian mata didapatkan palpebra
tidak ada odema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
diameter kanan kiri ± 2 mm, tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
Hidung, bulu hitam bersih, tidak ada sekret. Mulut didapatkan data mulut
tampak simetris, tidak ada stomatitis, mulut bersih, tidak ada gangguan
pengecapan pada lidah, tidak ada tonsil, palatum tampak bersih, mukosa bibir
kering. Gigi, didapatkan data gigi tidak ada caries, tidak ada gigi palsu, tidak
ada perdarahan
pada gigi dan gusi. Telinga, pada pengkajian telinga
didapatkan data telinga tampak bersih, telinga simetris, tidak ada gangguan
pendengaran, tidak menggunakan alat bantu dengar. Leher, pada pemeriksaan
leher ditemukan tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe, tidak ada kaku kuduk.
32
Dada, pada pemeriksaan paru-paru saat dilakukan pemeriksaan
inspeksi didapatkan bentuk dada simetris pengembangan paru kanan kiri
sama. Palpasi didapatkan vokal fremitus kanan, kiri sama. Perkusi paru
kanan/kiri sonor. Auskultasi suara paru normal, tidak ada bunyi tambahan.
Pada pemeriksaaan jantung saat dilakukan inspeksi didapatkan bentuk dada
simetris, ictus cordis tidak tampak. Palpasi didapatkan ictus cordis teraba di
SIC V. Perkusi jantung pekak. Auskultasi didapatkan bunyi jantung I/II murni
reguler.
Abdomen saat dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan, perut
simetris, ada bekas jahitan, panjang jahitan 10 cm dengan 10 jahitan, tampak
kemerahan (rubor) disekitar luka, kolor pada area sekitar luka operasi perut
bekas operasi tertutup kassa. Auskultasi bising usus 18 kali/menit.Perkusi
didapatkan kuadran I redup, II, III, IV tympani. Palpasi nyeri tekan pada
abdomen (perut). Genetalia terpasang kateter (DC). Rektum tidak terkaji.
Pemeriksaan ektremitas atas, tangan kanan terpasang infus asering
500mg/ 20 tpm, kekuatan otot 5 ada gerakan penuh, dapat menggerakan sendi
melawan gravitasi, disertai kemampuan otot terhadap tahanan ringan,
capillary reffil ≤ 2detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral
hangat. Pemeriksaan ektremitas kiri atas, kekuatan otot 5 yang artinya dapat
menggerakan sendi melawan gravitasi, disertai kemampuan otot terhadap
tahanan ringan, capillary reffil ≤ 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang,
perabaan akral hangat. Ektremitas kiri bawah, kekuatan otot 4 yang artinya
sedikit sakit saat ada tarikan otot, capillary reffil ≤ 2 detik, tidak terdapat
33
perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat. Ektremiras kanan bawah,
kekuatan otot 4, capillary reffil ≤ 2 detik, tidak terdapat perubahan bentuk
tulang, perabaan akral hangat.
Hasil pemeriksaan laboratorium tangal 04 Januari 2016 menunjukkan.
Hemoglobin 11,2 g/dl (nilai normal 12.0-16.0). Hematokrit 35,1 % (nilai
normal 32,0-44,0). Eritrosit 4,70 juta/µl (nilai normal 4,00-5,00). Leukosit
9,28 ribu/µl (nilai normal 5-10). Trombosit 334 ribu/µl (nilai normal 150450).
Laporan hasil pemeriksaan radiologi (USG) pada tanggal 04 Januari
2016. Hasilnya pada waktu dilakukan USG abdomen tempat MC burney
gambaran proses radang (appendisitis sub akut).
Terapi medis yang diberikan selama pengelolaan kasus pada hari
Rabu 06 Januari 2016 sampai dengan hari jumat 08 Januari 2016 yaitu, cairan
asering 500 mg/ 20 tpm golongan larutan elektrolit fungsinya untuk sebagai
nutrien dan pengobatan asidosis yang berhubungan dengan dehidrasi dan
kehilangan ion alkali dalam tubuh.Infus RL 500 ml/16 tpm golongan larutan
elektrolit, fungsinya sebagai nutrien untuk tubuh, pengganti cairan yang tidak
dapat masuk kedalam tubuh. Metronidazole 500 mg/8 jam golongan
antibiotik fungsinya untuk pencegahan infeksi anaerob sebelum dan sesudah
operasi. Cefotaxime 1000 mg/12 jam golongan antibiotik fungsinya untuk
infeksi abdomen. Santagesik 2x500 mg/8 jam golongan analgesik fungsinya
untuk pereda nyeri. Ranitidine 50 mg/12 jam golongan antasida fungsi
pengobatan jangka tukak duedenum aktif, tukak lambung aktif mengurangi
34
gejala refluksi esofagitis. Kaltropen supp 100 mg/8 jam golongan anti
inflamasi fungsinya untuk mengobati gejala-gejala artritis rematoid dan
osteoritis.
B. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian pada hari Rabu 06
Januari 2016 pukul 08:00 WIB diperoleh data subjektif antara lain pasien
mengatakan nyeri pada luka bekas operasi. Pengkajian karakteristik nyeri
(PQRST), pasien mengatakan nyeri, Provocate nyeri muncul saat badan
digerak-gerakkan, Quality Nyeri seperti tertusuk-tusuk, Region Nyeri di
rasakan pada bagian perut, Scale Skala nyeri 6. Time Nyeri dirasakan hilang
timbul berlangsung 4-6 menit. Selain data subyektif juga didapatkan data
objektif sebagai berikut pasien terlihat meringis menahan sakit, pergerakkan
terlihat sangat hati-hati, pasien selalu melindungi area nyeri (perut). Tekanan
darah 110/70 mmHg. Nadi 88x/menit. Pernafasan 22 x/menit. Suhu 36,5⁰C.
Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa nyeri merupakan prioritas
utama, sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi).
Pada hari Rabu 06 Januari pukul 08:15 WB diperoleh data subyektif
antara lain pasien mengatakan susah tidur dan hanya tidur 4 jam/hari. Data
objektif didapatkan pasien terlihat pucat, mata terlihat sayu kemerahan,mata
terlihat hitam berkantung dan mata terlihat cowong, pasien sering menguap.
35
Sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur
berhubungan dengan kurang kontrol tidur (nyeri).
Pada hari Rabu 06 Januari pukul 08:30 WIB didapatkan data subjektif
pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri karena
nyeri bekas operasi di perut. Data objektif didapatkan pasien terlihat kesulitan
menggerakkan-gerakkan badannya, dalam aktivitasnya klien tampak dibantu
oleh keluarganya, pola aktivitasnya 2. Sehingga dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (post operasi laparatomi).
Pada hari Rabu 06 Januari pukul 08:40 WIB didapatkan data subjektif
pasien mengatakan ada luka operasi di perut. Data objektif didapatkan perut
pasien simetris, ada bekas jahitan, panjang jahitan 10 cm dengan 10 jahitan,
terlihat kemerahan (rubor) disekitar luka, kolor (panas) pada area sekitar luka
operasi perut bekas operasi tertutup kassa. Sehingga dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan yaitu resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
invasif.
C. Perencanaan
Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu 06 Januari
2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Nn. R dengan diangnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi) dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri Nn. R
36
berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan
penurunan rasa nyeri, skala nyeri turun 2 bahkan 1, pasien merasa nyaman,
pasien mampu mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks, pasien mampu
mengontrol nyeri dengan teknik non-farmakologi (tarik nafas dalam).
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji karakteristik nyeri pasien (PQRST)
dengan rasionalisasi untuk mengetahui skala nyeri, berikan kesempatan
waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi nyaman dengan
rasionalisasi memberi kenyamanan pada pasien untuk istirahat, ajarkan pasien
untuk melakukan tarik napas dalam ketika nyeri muncul dengan rasionalisasi
mampu melakukan nafas dalam kembali rileks dan nyaman. Kolaborasi
pemberian obat analgesik pereda nyeri (santagesik 2x500 mg/8 jam) dengan
rasionalisasi untuk mengobati rasa sakit.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu tanggal 06
Januari 2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Nn. R dengan diangnosa keperawatan
gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (nyeri) dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3 x 24 jam diharapkan
masalah gangguan pola tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil jumlah tidur
pasien dalam batas normal 6-8 jam/hari, perasaan segar sesudah tidur (mata
tidak cowong, mata tidak berkantung, wajah terlihat segar). Intervensi yang
dilakukan yaitu monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dengan
rasionalisasi untuk memonitor kebutuhan tidur pasien, ciptakan lingkungan
yang nyaman dengan rasionalisasi untuk menjaga kualitas tidur yang nyaman,
37
jelaskan pentingnya tidur yang adekuat dengan rasionalisasi untuk
memberikan pengetahuan kepada keluarga dan pasien tentang pentingnya
tidur yang adekuat,pemberian aromaterapi lavender untuk mengatasi
gangguan tidur dengan rasionalisasi untuk membantu kualitas kebutuhan tidur
pasien menjadi nyenyak.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu tanggal 06
Januari 2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Nn. R dengan diangnosa keperawatan
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
(post operasi laparatomi) dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal (post operasi laparatomi)
dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu melakukan mobilitas secara
mandiri. Intervensi yang dilakukan yaitu monitor vital sign dengan
rasionalisasi untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien, latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan dengan
rasionalisasi untuk meningkatkan kekuatan otot, ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan dengan rasionalisasi
untuk menambah wawasan dalam meningkatkan kekuatan otot, kolaborasi
dengan ahli terapi fisik atau okupasi dengan rasionalisasi sebagai suatu
sumber
untuk
mengembangkan
meningkatkan mobilitas pasien.
perencanaan
dan
mempertahankan/
38
Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu tanggal 06
Januari 2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Nn. R dengan diangnosa keperawatan
resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasifdengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah resiko
infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-tanda infeksi, luka
kering, nyeri tekan berkurang, leukosit dalam batas normal (500-1000).
Intervensi yang dilakukan yaitu monitor tanda dan gejala infeksi dengan
rasionalisasi untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi, pertahankan tekhnik
apsesis dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi (mikroorganisme),
lakukan perawatan luka dengan rasionalisasi untuk merawat luka supaya tidak
terkena infeksi dan cepat sembuh, kolaborasi dengan dr terkait pemberian
antibiotik dengan rasionalisasi untuk mencegah terjadinya infeksi.
D. Implementasi
Tindakan keperawatan hari pertama dilaksanakan pada hari Rabu 06
Januari 2016 dilakukan implementasi jam 08:30 WIB mengkaji karakteristik
nyeri (PQRST) pasien mengatakan nyeri, Provocate pasien mengatakan nyeri
muncul saat badan digerak-gerakkan, Quality pasien mengatakan nyeri seperti
tertusuk-tusuk, Region nyeri pada bagian perut(luka operasi), Scale pasien
mengatakan nyeri skala 6, Time nyeri dirasakan hilang timbul durasi nyeri
berlangsung ± 4-6 menit, pasien terlihat meringis menahan nyeri, pasien
melindungi area nyeri, pasien sangat berhati-hati. Tekanan darah 110/70
39
mmHg, Nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 36 ⁰C. Pukul 08:40
mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri muncul,
pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara tarik nafas dalam, pasien
melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat meringis menahan nyeri. Pukul
08:50 WIB memberikan posisi yang nyaman, pasien mengatakan bersedia
diberikan posisi yang nyaman, pasien tampak lebih rileks. Pukul 09:00 WIB
mengkolaborasikan pemberian obat analgetik pereda nyeri santagesik 2x500
mg/8 jam, pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi dimasukkan obat
pereda nyeri, obat santagesik masuk melalui selang infus, 30 menit kemudian
pasien terlihat nyaman karena reaksi dari obat.
Pukul 10:00 WIB memonitor tanda-tanda vital, pasien mengatakan
bersedia untuk dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
Tekanan darah
110/70 mmHg, Nadi 87 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 36 ⁰C. Pukul
10:10 WIB mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, pasien
mengatakan bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya , pasien terlihat
sangat berhati-hati menggerakan tubuhnya. Pukul 10:20 WIB mengajarkan
pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan, pasien
mengatakan bersedia untuk berlatih menggerak-gerakkan tubuhnya, pasien
terlihat mulai dapat menggerak-gerakan tubuhnya seperti miring kanan-kiri.
Pukul 11:20 WIB memonitor/mengkaji tanda dan gejala infeksi,
pasien mengatakan ada luka bekas operasi di perut, perut pasien simetris, ada
bekas jahitan, panjang jahitan 10 cm dengan 10 jahitan, tampak kemerahan
(rubor) disekitar luka, kolor pada area sekitar luka operasi perut bekas operasi
40
tertutup kassa. Pukul 11:30 WIB memberikan obat antibiotik, pasien
mengatakan bersedia untuk diinjeksi dimasukkan obat antibiotik cefotaxime
1000 mg/8 jam, obat cefotaxime masuk melalui selang infus, 30 menit
kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari obat.
Pukul 11:40 WIB memonitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari,
pasien mengatakan susah tidur dan hanya tidur 4 jam/hari, pasien tampak
pucat, mata terlihat sayu, mata kemerahan,mata terlihat hitam berkantung
dan mata terlihat cowong, pasien sering menguap. Pukul 12:10 WIB
menciptakan lingkungan yang nyaman, pasien mengatakan kurang nyaman,
perawat menata tempat tidur dan membersikan sekitar area tidur pasien.
Pukul 13:40 WIB menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat, pasien dan
keluarga mengatakan bersedia di beri penjelasan tentang tidur yang adekuat,
pasien dan keluarga terlihat mengerti. Pukul 23:00 WIB memberikan
aromaterapi lavender untuk mengatasi gangguan tidur, pasien mengatakan
bersedia diberikan aromaterapi lavender, pasien menghirup aromaterapi
lavender, pasien terlihat rilek.
Implementasi hari kedua Kamis 07 Januari 2016. Pukul 08:30 WIB
mengkaji karakteristik nyeri, pasien mengatakan nyeri, Provocate pasien
mengatakan nyeri muncul saat badan digerak-gerakkan, Quality pasien
mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, Region nyeri pada bagian perut(luka
operasi), Scale pasien mengatakan nyeri skala 5, Time nyeri dirasakan hilang
timbul durasi nyeri berlangsung ± 4-6 menit, pasien terlihat meringis
menahan nyeri, pasien melindungi area nyeri, pasien sangat berhati-hati.
41
Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 82 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu
36,7⁰C. Pukul 08:40 WIB mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas
dalam ketika nyeri muncul, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara
tarik nafas dalam, pasien melakukan tarik nafas dalam dan pasien tampak
nyaman.Pukul 08:30 WIB memberikan posisi yang nyaman, pasien
mengatakan bersedia diberikan posisi yang nyaman, pasien tampak lebih
rileks.Pukul 09:00 WIB mengkolaborasikan pemberian obat analgetik pereda
nyeri santagesik 2x500 mg/8 jam,
pasien mengatakan bersedia untuk
diinjeksi dimasukkan obat pereda nyeri, obat santagesik masuk melalui selang
infus, 30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari obat.
Pukul 09:10 WIB memonitor tanda-tanda vital, pasien mengatakan
bersedia untuk dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital,
Tekanan darah
110/70 mmHg, Nadi 82 x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,7 ⁰C. Pukul
09:20 WIB mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, pasien
mengatakan bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya , pasien terlihat
sudah bisa miring kanan-kiri. Pukul 09:30 WIB mengajarkan pasien
bagaimana
posisi duduk dan berikan bantuan jika diperlukan, pasien
mengatakan bersedia untuk dilatih duduk ditempat tidur, pasien terlihat
latihan duduk ditempat tidur dengan bantuan keluarga, pasien kooperatif.
Pukul 10:00 WIB memonitor/mengkaji tanda dan gejala infeksi,
pasien mengatakan ada luka bekas operasi di perut, luka tampak belum
kering, tampak kemerahan (rubor) disekitar luka, perut bekas operasi tertutup
kassa. Pukul 10:05 WIB memberikan obat antibiotik, pasien mengatakan
42
bersedia untuk diinjeksi dimasukkan obat antibiotik cefotaxime 1000 mg/8
jam, obat cefotaxime masuk melalui selang infus, 30 menit kemudian pasien
terlihat nyaman karena reaksi dari obat. Pukul 10:10 WIB mempertahankan
tekhnik apsesis, perawat mengatakan menjaga kebersihan dalam melakukan
tindakan, perawat tampak mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
Pukul 10:20 WIB melakukan perawatan luka, pasien mengatakan bersedia
untuk di bersihkan lukanya, pada saat dibuka luka tampak belum kering,
tampak kemerahan (rubor) disekitar luka.
Pukul 11:30 WIB memonitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap
hari, pasien mengatakan susah tidur dan hanya tidur 5 jam/hari, pasien terlihat
pucat, mata terlihat masih sayu,
mata kemerahan,mata terlihat hitam
berkantung dan mata terlihat cowong, pasien sering menguap. Pukul 13:50
WIB menciptakan lingkungan yang nyaman, pasien mengatakan kurang
nyaman, perawat menata tempat tidur dan membersikan sekitar area tidur
pasien.Pukul 23:00 WIB memberikan aromaterapi lavender untuk mengatasi
gangguan tidur, pasien mengatakan bersedia diberikan aromaterapi lavender,
pasien menghirup aromaterapi lavender, pasien terlihat rilek.
Implementasi hari ketiga Jum’at 08 Januari 2016. Pukul 06:05 WIB
mengkaji status nyeri pasien, pasien mengatakan bersedia untuk dikaji
karakteristik nyeri, pasien mengatakan nyeri, Provocate pasien mengatakan
nyeri muncul saat badan digarak-gerakan,Qualitynyeri seperti tertusuktusuk,Region nyeri pada bagian perut(luka operasi), Scalepasien mengatakan
nyeri skala 4,Time nyeri dirasakan hilang timbul durasi nyeri berlangsung ±
43
4-6 menit, pasien terlihat masih meringis kesakitan, Tekanan darah 110/70
mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,2⁰C. Pukul 08:50
WIB melatih pasien melakukan tarik nafas dalam, pasien mengatakan
bersedia melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat nyaman, rileks, kontak
mata fokus, pasien kooperatif. Pukul 09:00 WIB mengkolaborasikan
pemberian analgesik pereda nyeri santagesik 2x500 mg /8 jam, pasien
mengatakan bersedia untuk diinjeksi dimasukkan obat pereda nyeri, obat
santagesik terlihat masuk melalui selang infus, 30 menit kemudian pasien
terlihat nyaman karena reaksi dari obat.
Pukul 09:30 WIB mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi,
pasien mengatakan bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien
terlihat mampu melakukakan miring kanan-kiri, mampu duduk ditempat
tidur. Pukul 09:50 WIB melatih pasien untuk berjalan, pasien mengatakan
bersedia untuk belajar latihan berjalan, pasien terlihat mampu berjalan dengan
bantuan orangtuanya.
Pukul 10:30 WIB memonitor tanda dan gejala infeksi, pasien
mengatakan agak nyeri di area luka, pada saat di buka luka belum kering,
tampak masih sedikit kemerahan (rubor).Pukul 10:50 WIB memberikan obat
antibiotik, pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi dimasukkan obat
antibiotik cefotaxime 1000 mg/8 jam, obat cefotaxime masuk melalui selang
infus, 30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari obat.
Pukul 14:10 WIB memonitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari,
pasien mengatakan sudah bisa tidur 6 jam/hari, pasien tampak segar, mata
44
tidak begitu hitam. Pukul 23:00 WIB memberikan aromaterapi lavender
untuk mengatasi gangguan tidur, pasien mengatakan bersedia diberikan
aromaterapi lavender, pasien menghirup aromaterapi lavender, pasien terlihat
rilek.
E. Evaluasi
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Kamis 07 Januari 2016,
pukul 08:30 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi
laparatomi) dilakukan evaluasi keperawatan didapatkan data subjektif yaitu
pasien mengatakan nyeri, Provocate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri
pada saat badan digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Region nyeri dibagian perut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 5 (agak
mengganggu). Time nyeri hilang timbul durasi 4-6 menit. Objektif, keadaan
pasien terlihat meringis menahan nyeri, pasien terlihat melindungi area nyeri,
pasien sangat berhati-hati bila ingin bergerak,Tekanan darah 110/70 mmHg,
Nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 36 ⁰C. Maka dapat disimpulkan
masalah keperawatan nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post
operasi laparatomi) teratasi sebagian dari skala 6 menjadi 5. Maka intervensi
dilanjutkan yaitu kaji karakteristik nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman,
ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obat
analgesik pereda nyeri santagesik 2x500 mg/8 jam.
45
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Kamis 07 Januari 2016,
pukul 09:10 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa
keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
(nyeri), didapatkan data subjektif, pasien mengatakan susah tidur dan hanya
tidur 5 jam/hari. Objektif, pasien tampak pucat, mata terlihat sayu, mata
kemerahan,mata tampak hitam berkantung dan mata tampak cowong, pasien
sering menguap. Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan gangguan
pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (nyeri) teratasi sebagian
dari tidur 4 menjadi 5 jam. maka intervensi dilanjutkan yaitu monitor/catat
kebutuhan tidur pasien setiap hari, ciptakan lingkungan yang nyaman,
jelaskan pentingnya tidur yang adekuat,pemberian aromaterapi lavender
untuk mengatasi gangguan tidur.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Kamis 07 Januari 2016,
pukul 09:40 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (post operasi laparatomi), didapatkan data subjektif, pasien
mengatakan sudah bisa melakukan miring kanan-kiri walau agak sulit bekas
operasi di perut. Objektif, didapatkan pasien terlihat bisa menggerakkan
badannya miring kanan-kiri dan sudah bisa duduk di bed, dalam aktivitasnya
klien tampak dibantu oleh keluarganya. Maka dapat disimpulkan masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (post operasi laparatomi) teratasi sebagian pasien bisa
miring kanan-kiri dan duduk di bed, maka intervensi dilanjutkan yaitu
46
monitor vital sign, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau
okupasi.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Kamis 07 Januari 2016,
pukul 10:10 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa
keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, didapatkan
data subjektif, pasien mengatakan ada luka operasi di perut. Objektif, pada
saat dibuka luka tampak belum kering,tampak kemerahan (rubor) disekitar
luka. Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan resiko infeksi belum
teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda dan gejala
infeksi, pertahankan tekhnik apsesis, lakukan perawatan luka, kolaborasi
dengan dr terkait pemberian antibiotik cefotaxime 1000 mg/8 jam.
Evaluasi hari kedua dilakukan pada hari Jumat 08 Januari 2016, Pukul
09:10 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi)
dilakukan evaluasi keperawatan didapatkan data subjektif yaitu pasien
mengatakan nyeri, Provocate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat
badan digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk. Region nyeri
dibagian perut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 4. Time nyeri hilang
timbul durasi 4-6 menit. Objektif, keadaan pasien terlihat meringis menahan
nyeri, pasien terlihat melindungi area nyeri, pasien sangat berhati-hati bila
ingin bergerak,Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, pernafasan 20
47
x/menit, suhu 36,2⁰C. Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi) teratasi
sebagian dari skala 5 menjadi 4, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji
karakteristik nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan pasien untuk
melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obat analgesik pereda
nyeri santagesik 2x500 mg/8 jam.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Jumat 08 Januari 2016,
pukul 09:20 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa
keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
(nyeri), didapatkan data subjektif, pasien mengatakan masih sedikit susah
tidur dan hanya tidur 6 jam/hari. Objektif, pasien terlihat sedikit pucat, mata
tidak sayu. Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan gangguan pola
tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (nyeri) teratasi sebagian dari
tidur 5 menjadi 6 jam. maka intervensi dilanjutkan yaitu monitor/catat
kebutuhan tidur pasien setiap hari, ciptakan lingkungan yang nyaman,
jelaskan pentingnya tidur yang adekuat,pemberian aromaterapi lavender
untuk mengatasi gangguan tidur.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Jumat 08 Januari 2016,
pukul 09:40 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal (post operasi laparatomi), didapatkan data subjektif, pasien
mengatakan sudah bisa miring kanan-kiri, duduk. Objektif, didapatkan pasien
terlihat bisa menggerakkan badannya miring kanan-kiri, duduk dan tampak
48
bisa latihan berjalan, dalam latihan jalan
pasien tampak dibantu oleh
keluarganya. Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal (post operasi
laparatomi) teratasi sebagian pasien bisa miring kanan-kiri dan bisa duduk di
bed, maka intervensi dilanjutkan yaitu monitor vital sign, latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan
pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan,
kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Jumat 08 Januari 2016,
pukul 10:20 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa
keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, didapatkan
data subjektif, pasien mengatakan ada luka operasi di perut. Objektif, pada
saat dibuka luka tampak belum kering,tampak kemerahan (rubor) disekitar
luka. Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan resiko infeksi belum
teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda dan gejala
infeksi, pertahankan tekhnik apsesis, lakukan perawatan luka, kolaborasi
dengan dr terkait pemberian antibiotik cefotaxime 1000 mg/8 jam..
Evaluasi hari ketiga dilakukan pada hari Sabtu 09 Januari 2016, Pukul
06:00 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi)
dilakukan evaluasi keperawatan didapatkan data subjektif yaitu pasien
mengatakan nyeri, Provocate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat
badan digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk. Region nyeri
49
dibagian perut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 3 (sedang). Time nyeri
hilang timbul durasi 2 menit. Objektif, keadaan pasien terlihat lebih segar,
tidak pucat,sudah tidak meringis menahan nyeri, Tekanan darah 100/70
mmHg, Nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,5⁰C. Maka dapat
disimpulkan masalah keperawatan nyeri akut berhubugan dengan agen cidera
fisik (post operasi laparatomi) teratasi sebagian dari skala 4 menjadi 3,
sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji karakteristik nyeri pasien, berikan
posisi yang nyaman, ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam,
kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri santagesik 2x500 mg/8
jam.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari sabtu 09 Januari 2016,
pukul 06:10 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa
keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
(nyeri), didapatkan data subjektif, pasien mengatakan sudah bisa tidur selama
7 jam/hari. Objektif, pasien terlihat segar, mata tidak sayu, kantung mata
tidak hitam, mata tidak cowong. Maka dapat disimpulkan masalah
keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
(nyeri) teratasi. Maka intervensi dihentikan.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Sabtu 09 Januari 2016, pukul
06:40 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
(post operasi laparatomi), didapatkan data subjektif, pasien mengatakan
sudah bisa miring kanan-kiri, duduk di bed dan sudah bisa berjalan. Objektif,
50
didapatkan pasien terlihat bisa menggerakkan badannya miring kanan-kiri,
duduk di bed dan tampak sudah bisa berjalan walaupun di bantu orangtuanya.
Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal (post operasi laparatomi)
teratasi, maka intervensi dihentikan.
Evaluasi tindakan keperawatan pada hari Sabtu 09 Januari 2016, pukul
07:00 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan
resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, didapatkan data
subjektif, pasien mengatakan ada luka operasi di perut dan sudah tidak begitu
nyeri. Objektif, pada saat dibuka
luka tampak belum kering,tanda-tanda
infeksi sudah tidak ada. Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan resiko
infeksi teratasi sebagian, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda
dan gejala infeksi, pertahankan tekhnik apsesis, lakukan perawatan luka,
kolaborasi dengan dr terkait pemberian antibiotik cefotaxime 1000 mg/8 jam.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian aromaterapi
lavender terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dengan asuhan keperawatan
pada Nn. R dengan pasien post operasi laparatomi appendiktomi di ruang
kantil 1 RSUD Karanganyar. Disamping itu penulis akan membahas tentang
kesenjangan antara teori dan kenyataan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan, merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tujuan
untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar serta sebagai dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu (Runiani, 2010).
Pengkajian yang dilakukan penulis meliputi pengkajian identitas pasien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga dan 11 pola gordon serta pemeriksaan fisik head to toe
(Potter dan Perry, 2005).
Pengkajian dilakukan pada tanggal 06 Januari 2016 pukul 08:10 WIB
yang dilakukan dengan metode autoanamnesa, alloanamnesa didapatkan
51
52
hasil pasien dengan nama Nn. R dengan diagnosa medis appendisitis akut dan
akan dilakukan operasi laparatomi. Keluhan utama pada pasien post operasi
laparatomi adalah nyeri pada bagian perut sebelah kanan bawah, yang salah
satu dari efek pembedahan adalah nyeri. Data tersebut sudah sesuai dengan
teori yang menyebutkan bahwa post operasi laparatomi dapat menyebabkan
nyeri (Sugeng, 2009).
Menurut Tamsuri (2007) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan aktual
dan potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Dalam pengaplikasian jurnal ini penulis menggunakan skala Pain
Assesment Behavioral Scale (PABS) yang telah diubah dalam bentuk rentang
angka nyeri. Dimana alat ukur nyeri skala 0 : Tidak nyeri, 1-3: nyeri ringan:
secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, 4-6 : nyeri sedang:
secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik,
lebih dari 7: nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi dalam Syaiful & Rachmawan, (2014).
Menurut Donovan & Girto (1984) dalam Nian (2010) dalam melakukan
pengkajian karakteristik nyeri adapun teori yang digunakan penulis yaitu
faktor pencetus (P ; Provocate) perawat mengkaji tentang penyebab atau
53
stimulus nyeri pada klien, kualitas (Q ; Quality) sesuatu yang subjektif yang
diungkapkan oleh klien sering kali klien mendeskripsikan nyeri yang
dirasakan klien, lokasi (R ; Region) mengkaji lokasi nyeri, keparahan (S :
Scale) menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang dan nyeri berat, durasi (T : Time) untuk menentukan awitan, durasi
dan rangkaian nyeri.
Pada teori ini dibuktikan salah satu ekspresi wajah dari nyeri yaitu
adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengkondisikan
nyeri meliputi ekspresi wajah yang meringis, menggertakan gigi, memegangi
pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok (Perry & Potter,
2006).
Data yang didapatkan telah sesuai dengan teori pengkajian bahwa
keluhan utama yang muncul pada pasien laparatomi yaitu nyeri perut bagian
bawah. Riwayat kesehatan sekarang saat dilakukan pengkajian pasien
mengeluh perut sakit dan nyeri terutama pada bagian perut kanan bawah dan
badan lemas. Riwayat kesehatan dahulu pasien pernah menderita penyakit
DBD pada umur 12 tahun, sudah kedua kali pasien masuk rumah sakit, pasien
tidak mempunyai alergi obat dan makanan,dari riwayat operasi tidak ada atau
belum pernah. Riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang mempunyai
penyakit keturunan seperti hipertensi. (Brunner dan Suddart, 2005).
Pengkajian pola kesehatan fungsional menurut Gordon, pola istirahat
tidur pasien mengatakan selama sakit susah tidur, susah tidur siang dan tidur
54
malam ± 4 jam dan pasien sering terbangun karena nyeri pada perut, kondisi
tidur pasien kurang, mata terlihat sayu kemerahan, mata terlihat hitam
berkantung dan mata terlihat cowong, pasien sering menguap. Data tersebut
telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pusing akan
menyebabkan gangguan tidur dan apabila pusing semakin parah maka akan
semakin parah juga tingkat gangguan tidurnya (Albertie, 2006). Menurut
Rains (2006), menyatakan bahwa nyeri dapat menyebabkan sesorang
terbangun dari tidurnya sehingga total jam tidur menjadi kurang dari batas
normal (6-8 jam/hari).
Hasil pengkajian pola kesehatan fungsional menurut Gordon. Pola
aktivitas dan latihan, pasien mengatakan sebelum sakit pasien melakukan
aktivitas makan/minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat
tidur, berpindah, ambulasi ROM dengan nilai 0 (mandiri). Sedangkan selama
sakit aktivitas makan/minum, mandi, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat
tidur, berpindah, ambulasi ROM dengan nilai 2 (dibantu orang lain).
Hasil pemeriksaan fisik tanda-tanda vital Nn. R, yaitu tekanan darah
110/70 mmHg, Nadi 88 kali permenit. Irama teratur, pernafasan 24 kali
permenit, suhu 36⁰C. Hal ini terjadi penurunan tekanan darah dari normal
yaitu untuk tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi pernafasan 14-20 kali per
menit, nadi 60-100 kali per menit, suhu 36,5-37,5 oC untuk suhu dewasa
(Bickley, 2008).
Hasil pengkajian kekuatan otot pada Nn. R yang terjadi pada
ekstremitas bawah kaki kanan dan kiri mengalami penurunan kekuatan otot
55
yaitu kekuatan otot 4 artinya sedikit sakit saat ada tarikan otot sedangkan
ekstremitas yang lain tidak mengalami masalah dengan kekuatan otot 5. Data
tersebut sudah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa penurunan otot
disebabkkan karena nyeri yang dialami klien post operasi laparatomi, selain
itu adanya pengaruh ansietas dan pengaruh dari anastesi (Brunner dan
Suddart, 2002: 1606).
Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
karena
dapat
membantu
menentukan adanya perdarahan abnormal, sehingga dapat menentukan
tindakan keperawatan (Sjamsuhidajat, 2004). Hasil pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan pada klien yaitu pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil
nomal yaitu Hemoglobin 11,2 g/dl (nilai normal 12.0-16.0). Hematokrit 35,1
% (nilai normal 32,0-44,0). Eritrosit 4,70 juta/µl (nilai normal 4,00-5,00).
Leukosit 9,28 ribu/µl (nilai normal 5-10). Trombosit 334 ribu/µl (nilai normal
150-450).
Terapi yang klien dapatkan yaitu cairan intravena RL 500 mg dengan
dosis 20 tetes per menit. Infus RL berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
harian air dan elektrolit dengan cukup untuk mengganti eskresi harian pada
keadaan asupan oral terbatas (Kusuma dan Nurarif, 2012:177). Mendapat
terapi intravena berupa injeksi ranitidine 50 mg/12 jam, santagesik 1000 mg/8
jam, cefotaxime 1000 mg/8 jam. Cefotaxime 1000 mg/12 jam golongan
antibiotik fungsinya untuk infeksi abdomen. Santagesik 2x500 mg/8 jam
golongan analgesik fungsinya untuk pereda nyeri. Ranitidine 50 mg/12 jam
56
golongan antasida fungsi pengobatan jangka tukak duedenum aktif, tukak
lambung aktif mengurangi gejala refluksi (Median, 2013-2014).
Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil : abdomen tempat MC
burney gambaran proses radang (appendisitis sub akut). Appendisitis adalah
peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi tersebut disebabkan karena adanya bakteri diusus buntu yang
berkembang biak dengan cepat sehingga menyebabkan usus buntu meradang,
bengkak, dan dipenuhi nanah, jika tidak segera di obati akan mengakibatkan
usus buntu pecah dan dapat menimbulkan terjadinya infeksi. Usus buntu
sebenarnya adalah sekum (cecum). Appendicitis akut adalah suatu proses
penyumbatan yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun
elastisitas
dinding
appendiks
mempunyai
keterbatasan
sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Infeksi ini bisa mengakibatkan
peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya ( De Jong, 2005).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pertanyaan yang menguraikan respon
aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan. Respon aktual dan
57
potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang
berkaitan, catatan medis klien (Potter dan Perry, 2005).
Hasil pengkajian dan pengelompokkan data penulis menemukan
beberapa masalah kesehatan dan memfokuskan pada fungsi kesehatan
fungsional yang membutuhkan dukungan dan bantuan pemulihan sesuai
dengan kebutuhan hierarki Maslow (Potter dan Perry, 2005). Dari hasil
pengkajian dan analisa data penulis mengangkat diagnosa, yaitu, diagnosa
pertama yang penulis rumuskan adalah nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (post operasi laparatomi).
Nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Association for the Study of Pain) awitan tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan (Herdman, 2012-2014).
Adapun batasan karakteristik yaitu mengekspresikan perilaku misalnya :
gelisah merengek, menangis sikap tubuh melindungi, melaporkan nyeri
secara verbal (Herdman, 2012-2014). Data hasil pengkajian yang mendukung
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi
laparatomi) mencakup data objektif, data subjektif dan hasil pemeriksaan.
Pada Nn. R batasan karakteristik yang ditemukan yaitu data subjektif pasien
mengatakan nyeri pada luka bekas operasi. Pengkajian karakteristik nyeri
(PQRST), pasien mengatakan nyeri, Provocate nyeri muncul saat badan
58
digerak-gerakkan, Quality Nyeri seperti tertusuk-tusuk, Region Nyeri di
rasakan pada bagian perut, Scale Skala nyeri 6. Time Nyeri dirasakan hilang
timbul berlangsung 4-6 menit. Selain data subyektif juga didapatkan data
objektif sebagai berikut pasien terlihat meringis menahan sakit, pergerakkan
terlihat sangat hati-hati, pasien selalu melindungi area nyeri (perut). Tekanan
darah 110/70 mmHg. Nadi 88x/menit. Pernafasan 22 x/menit. Suhu 36,5⁰C
(Amin dan Hardhi, 2013).
Diagnosa kedua yang penulis rumuskan adalah gangguan pola tidur
berhubungan dengan kurang kontrol tidur (nyeri). Gangguan pola tidur dapat
di definisikan sebagai gangguan jumlah dan kualitas tidur (penghentian
kesadaran alami, periodic) yang dibatasi waktu dalam jumlah dan kualitas
(Wilkinson, 2007). Penulis mengangkat diagnosa gangguan pola tidur karena
telah sesuai dengan batasan karateristik(Herdman, 2012-2014), yang
menyebutkan bahwa batasan karakteristik yaitu perubahan pola tidur normal,
ketidakpuasan tidur, menyatakan sering terjaga, menyatakan tidak merasa
cukup. Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa gangguan pola tidur
berhubungan dengan kurang kontrol tidur (nyeri) mencakup data subjektif
dan objektif dan hasil pemeriksaan. Pada Nn. R batasan karakteristik yang
ditemukan yaitu data subjektif pasien mengatakan susah tidur dan hanya tidur
4 jam/hari. Data objektif didapatkan pasien terlihat pucat, mata terlihat sayu
kemerahan,mata terlihat hitam berkantung dan mata terlihat cowong, pasien
sering menguap (Amin dan Hardhi, 2013). Menurut kebutuhan menurut
Maslow gangguan pola tidur masuk dalam kebutuhan prioritas kedua
59
keamanan dan keselamatan (fisik dan psikologis). Penulis memprioritaskan
diagnosa gangguan pola tidur sebagai diagnosa kedua setelah nyeri, karena
gangguan
pola
tidur
tidak
bersifat
urgent
(Potter
dan
Perry,
2005).Berdasarkan batasan karakteristik maka etiologi yang dapat diambil
oleh penulis adalah kurang kontrol tidur (nyeri).
Diagnosa ketiga yang penulis rumuskan adalah hambatan mobilitas
fisik berhubungan
dengan
gangguan muskuloskeletal
(post
operasi
laparatomi). Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan
fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Herdman, 20122014). Penulis mengangkat diagnosa hambatan mobilitas fisik karena telah
sesuai
dengan
batasan
karateristik,
(Herdman,
2012-2014),
yang
menyebutkan bahwa batasan karakteristik yaitu kesulitan membolak-balik
posisi, keterbatasan rentan pergerakan sendi, pergerakan lambat. Data hasil
pengkajian yang mendukung diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan muskuloskeletal (post operasi laparatomi) mencakup data
subjektif dan objektif dan hasil pemeriksaan. Pada Nn. R batasan karakteristik
yang ditemukan yaitu data subjektif pasien mengatakan tidak bisa melakukan
aktivitas secara mandiri karena nyeri bekas operasi di perut. Data objektif
didapatkan pasien terlihat kesulitan menggerakkan-gerakkan badannya, dalam
aktivitasnya klien tampak dibantu oleh keluarganya, pola aktivitasnya 2.
Diagnosa keempatyang penulis rumuskan adalah resiko infeksi
berhubungan dengan tindakan invasif. Resiko infeksi adalah mengalami
peningkatan resiko terserang organisme patogenik ( Amin, Hardhi, 2013).
60
Penulis
mengangkat diagnosa resiko infeksi karena telah sesuai dengan
batasan karateristik, (Herdman, 2012-2014), yang menyebutkan bahwa
batasan karakteristik yaitu kerusakan integritas kulit misalnya prosedur
invasif. Data hasil pengkajian yang mendukung diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan tindakan invasif mencakup data subjektif dan objektif
dan hasil pemeriksaan. Pada Nn. R batasan karakteristik yang ditemukan data
subjektif pasien mengatakan ada luka operasi di perut. Data objektif
didapatkan perut pasien simetris, ada bekas jahitan, panjang jahitan 10 cm
dengan 10 jahitan, terlihat kemerahan (rubor) disekitar luka, kolor (panas)
pada area sekitar luka operasi perut bekas operasi tertutup kassa.
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan yang tertulis dengan baik
akan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena
perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan
keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama,
dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota
tim (Setiadi, 2012).
Proses
perencanaan
keperawatan
meliputi
penetapan
tujuan
perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan
61
rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan
(Setiadi, 2012).
Tujuan dari intervensi adalah suatu sasaran yang menggambarkan
perubahan yang diinginkan pada setiap kondisi atau perilaku klien dengan
kriteria hasil yang diharapkan perawat. Pedoman penulisan kriteria hasil
berdasarkan SMART (Spesifik, Measurable, Achieveble, Reasonable, dan
Time). Spesifik adalah berfokus pada klien. Measurable dapat diukur, dilihat,
diraba, dirasakan dan dibau. Achieveble adalah tujuan yang harus harus
dicapai. Reasonable merupakan tujuan yang harus dipertanggung jawabkan
secara ilmiah. Time adalah batasan percapaian dalam rentang waktu tertentu,
harus jelas batasan waktunya (Dermawan, 2012).
Penulis menyusun rencana tindakan dalam diagnosa keperawatan
nyeri akut, gangguan pola tidur, hambatan mobilitas fisik dan resiko infeksi
berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) dengan menggunakan
metode ONEC (Observasi, Nursing Intervention, Education, Collaboration).
Tujuan dan kriteria hasil ini disusun berdasarkan NOC (Nursing Output
Classification) dengan menggunakan metode SMART (Spesific, Measurable,
Achievable, Realistic, Time) (Dermawan, 2012).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama penulis menyusun
perencanaan antara lain: kaji karakteristik nyeri pasien (PQRST), berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi nyaman,
ajarkan pasien untuk melakukan tarik napas dalam ketika nyeri muncul,
62
Kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri (santagesik 2x500 mg/8
jam (Amin dan Hardhi, 2013).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua penulis menyusun
perencanaan antara lain: monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari,
ciptakan lingkungan yang nyaman, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat,
pemberian aromaterapi lavender(amin dan Hardhi, 2013).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga penulis menyusun
perencanaan antara lain:monitor vital sign dengan, latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan
pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan,
kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi (Amin dan Hardhi, 2013).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang keempat penulis menyusun
perencanaan antara lain: monitor tanda dan gejala infeksi, pertahankan tehnik
apsesis, lakukan perawatan luka, kolaborasi dengan dr terkait pemberian
antibiotik (Amin dan Hardhi, 2013).
D. Tindakan Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari
intervensi keperawatan antara lain : mempertahankan daya tahan tubuh,
mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, memantapkan hubungan
klien dengan lingkungan, implentasi pesan dokter (Setiadi, 2012).
63
Berdasarkan masalah keperawatan tersebut perawat melakukan
implementasi dan evaluasi selama 3 hari sesuai tujuan, kriteria hasil, dan
intervensi yang telah dibuat berdasarkan NIC dan NOC.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Nn. R sama dengan yang
ada di intervensi pada diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik (Post operasi laparatomi) dengan mengkaji karakteristik
nyeri pasien (PQRST), memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa
nyeri dan berikan posisi nyaman, mengajarkan pasien untuk melakukan tarik
napas dalam ketika nyeri muncul, mengkolaborasi pemberian obat analgesik
pereda nyeri (santagesik 2x500 mg/8 jam ).
Penulis
melakukan implementasi
untuk diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi) selama 3
hari. Tindakan yang pertama yaitu mengobservasi karakteristik nyeri
(PQRST), didapatkan respon subyektif pasien mengatakan nyeri, Provocate
pasien mengatakan nyeri muncul saat badan digerak-gerakkan, Quality pasien
mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk, Region nyeri pada bagian perut(luka
operasi), Scale pasien mengatakan nyeri skala 6, Time nyeri dirasakan hilang
timbul durasi nyeri berlangsung ± 4-6 menit, pasien terlihat meringis
menahan nyeri, pasien melindungi area nyeri, pasien sangat berhati-hati.
Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu
36 ⁰C. Dalam teori, observasi karakteristik nyeri dilakukan untuk mengetahui
pemicu nyeri, kualitas nyeri, lokasi nyeri, intensitas nyeri dan waktu serangan
nyeri (Saputra, 2013).
64
Relaksasi nafas dalam melibatkan sistem otot dan respirasi tidak
membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktuwaktu dan dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih lama. sesuai
dengan teori Syaiful & Rachmawan (2014). Penulis melakukan tehnik
relaksasi nafas dalam ini selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari berikan
teknik relaksasi 2 kali.
Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai
berikut pada hari pertama skala nyeri 6, hari kedua skala nyeri 5, hari ketiga
skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful & Rachmawan
(2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami penurunan skala nyeri.
Manfaat dari melakukan tarik nafas dalam adalah penurunan nadi,
penurunan ketegangan otot, penurunan kecepatan metabolisme, peningkatan
kesadaran global, perasaan damai dan sejahtera dan periode kewaspadaan
yang santai (Perry & Potter, 2006). Dalam pengelolaan kasus ini setelah
diberikan implementasi mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas
dalam ketika nyeri muncul dalam 3 hari pengelolaan ini skala nyeri pasien
mengalami penurunan, hal ini sesuai dengan jurnal Syaiful & Rachmawan
(2014) bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan skala
nyeri pada pasien post operasi laparatomi.
Memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri.Pada pasien
post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun tersedia obat-obatan
analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak dapat diatasi dengan
65
baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu
kenyamanan pasien (Wals, 2008).
Mengkolaborasikan pemberian obat analgesik pereda nyeri ketorolac
30mg/8jam. Dimana obat analgesik ketorolac berfungsi untuk penatalaksnaan
jangka pendek nyeri akut derajat sedang – berat segera setelah operasi
(Midian, 2013-2014).
Diagnosa
keperawatan
kedua
implementasi
yang
dilakukan
memonitor tidur klien, menciptakan lingkungan yang nyaman, mendiskusikan
dengan klien dan keluarga tentang tehnik tidur klien, mengkolaborasi
pemberian aromaterapi lavender (Amin dan Hardhi, 2013).
Penulis mengajarkan tehnik cara mengatasi gangguan kebutuhan tidur
non farmakologi dengan pemberian aromaterapi lavender didapatkan respon
subjektif pasien mengatakan bersedia diberikan aromaterapi lavender, pasien
menghirup aromaterapi lavender, pasien tampak rilek. Berdasarkan teori
aromaterapi lavendermempunyai banyak manfaat yaitu mengobatiinsomnia
dan kualitas tidur. Aromaterapilavender diketahui dapat mengurangi
rasanyeri, memberikan relaksasi dan mengurangikebutuhan obat penenang di
malam harisehingga mampu memperbaiki kualitas tidurdan juga dapat
mengurangi kecemasan (Hale, 2008)
Seseorang
yang
menghirup
uap
aromaterapi
lavender
akan
memfokuskan pikiran dan perhatiannya (konsentrasi pikiran) pada uap atau
aroma yang diterimanya, sehingga fokus perhatiannya terhadap nyeri dan rasa
cemas teralihkan atau berkurang (Nightcrawler, Shinobi, 2008).
66
Aroma ditangkap oleh reseptor di hidung yang kemudian memberikan
informasi lebih jauh ke area di otak yang mengontrol emosi dan memori
maupun memberikan informasi juga ke hipotalamus yang merupakan
pengatur sistem internal tubuh, suhu tubuh, dan reaksi terhadap stress. Bagi
yang kesulitan tidur dapat dibantu dengan aromaterapi lavender karena
meningkatkan gelombang – gelombang alfa di dalam otak dan gelombang
inilah yang membantu untuk menciptakan keadaan yang rileks (Woodcock,
2008).
Aktivitas tidur diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang
merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf
pusat termasuk pengaturan kewaspadaan
dan tidur. Pusat pengaturan
aktivitas kewasapadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas
pons (Wahit, 2008). Selain itu, reticularactivating system (RAS) dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat
memberikan stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsanganemosi dan
proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam reticular activating system
(RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga
pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelapasan serum serotinin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu
bulbarsynchronizing regional (BSR), sedangkan dalam keadaan bangun
tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem
limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan
67
bulbarsynchronizing regional (BSR) (Hidayat, 2006). Dalam jurnal Virgianti
Nur Faridah (2014).
Pemberian aromaterapi lavender harus diberikan (jurnal). Pemberian
aromaterapi lavender pada Nn. R diberikan dengan menggunakan alat
penguap yang mana diberikan 5 tetes aromaterapi lavender kedalam alat
penguap dengan air 10 cc, kemudian pasien dapat menghirup aromaterapi
lavender tersebut, terapi tersebut diberikan selama 60 menit. Dengan
menggunakan alat penguap aromaterapi, dapat membantu klien dalam
menghirup aroma terapi lavender. Sehingga pemenuhan gangguan kebutuhan
tidur yang dialami Nn. R dapat teratasi dengan maksimal.
Setelah pemberian aromaterapi lavender dilakukan observasi tidur,
dengan hasil respon subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur selama 7
jam/hari. Objektif, pasien terlihat segar, mata tidak sayu, kantung mata tidak
hitam, mata tidak cowong.
Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian aromaterapi lavender efektif
memenuhi gangguan kebutuhan tidur pasien. Hal ini sesuai dengan jurnal,
dimana dalam jurnal disebutkan bahwa gangguan kebutuhan tidur pasien post
operasi laparatomi akan menurun setelah diberikan aromaterapi lavender
(jurnal). Aromaterapi lavender memiliki bau yang khas dan lembut sehingga
dapat membuat seseorang menjadi relaks atau santai, disamping itu lavender
juga dapatmengurangi rasa tertekan, stress, rasa sakit, emosi yang tidak
seimbang, histeria, rasa frustasi dan kepanikan (Buckle, J. 2003).
68
Diagnosa keperawatan ketiga implementasi melatih pasien untuk
memulai menggerak-gerakkan kaki kanannya. Mobilisasi sangat penting
dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring
lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan/penegangan otot-otot diseluruh
tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan
peristaltik maupun berkemih. Sering kali dengan keluhan nyeri, klien tidak
mau melakukan mobilisasi ataupun tidak berani merubah posisi. Disinilah
peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien
tidak mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan (Carpenito, 2009).
Diagnosa keperawatan keempat implementasi yang dilakukan
mengkaji ada tidaknya tanda dan gejala infeksi yang dapat menghambat
penyembuhan luka (Dongoes, 2000). Melihat tanda-tanda infeksi atau
peradangan diantaranya adalah rubor (kemerahan), color (panas), tumor
(bengkak), dolor (nyeri) dan fungsio laesa terganggu, ini sesuai dengan teori
Price, A dan L.Wilson (2006) yaitu sistem pertahanan tubuh rusak bila ada
trauma pada jaringan dimana respon pasien mengatakan ada luka operasi di
perut dan sudah tidak begitu nyeri. Objektif, pada saat dibuka luka tampak
belum kering, tanda-tanda infeksi sudah tidak ada. Melakukan perawatan luka
dilakukan untuk mencegah adanya infeksi dan membersihkan luka (Herdman,
2012-2014).
69
E. Evaluasi Tindakan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur dan Saiful, 2012).
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan dengan metode SOAP
(Subyektif, Obyektif, Asessment, Planning). Evaluasi pada hari pertama
dilakukan pada hari kedua diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi), Kamis 07 Januari 2016
pukul08:30 WIB dengan hasil Subyektif (S) pasien mengatakan nyeri karena
bekas operasi, Provocate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat
badan digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk. Region nyeri
dibagian perut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 5 (agak mengganggu).
Time nyeri hilang timbul durasi 4-6.Obyektif (O) keadaan pasien terlihat
meringis menahan nyeri, pasien terlihat melindungi area nyeri, pasien sangat
berhati-hati bila ingin bergerak, Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 88
x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 36 ⁰C.Asessment (A) masalah belum
teratasi dan Planning (P) lanjutkan intervensi dengan kaji karakteristik nyeri
pasien (PQRST), berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan
berikan posisi nyaman, ajarkan pasien untuk melakukan tarik napas dalam
ketika nyeri muncul,kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri
(santagesik 2x500 mg/8 jam).
70
Evaluasi diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan
dengan kurang kontrol tidur (nyeri), Kamis 07 Januari 2016 pukul 09:10
WIB. Subyektif (S) pasien mengatakan susah tidur dan hanya tidur 5
jam/hari. Obyektif (O) pasien terlihat pucat, mata terlihat sayu,
mata
kemerahan,mata terlihat hitam berkantung dan mata terlihat cowong, pasien
sering menguap. Asessment (A) masalah belum teratasi dan Planning (P)
lanjutkan intervensi monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari, ciptakan
lingkungan yang nyaman dengan, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat,
pemberian aromaterapi lavender.
Evaluasi diagnosa ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan muskuloskeletal (post operasi laparatomi), Kamis 07
Januari 2016 pukul 09:40 WIB Subyektif (S) pasien mengatakan sudah bisa
melakukan miring kanan-kiri walau agak sulit.Obyektif (O) didapatkan
pasien terlihat bisa menggerakkan badannya miring kanan-kiri dan sudah bisa
duduk di bed, dalam aktivitasnya klien tampak dibantu oleh keluarganya.
Asessment (A) masalah teratasi sebagian dan Planning (P) lanjutkan
intervensi monitor vital sign, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau
okupasi.
Evaluasi diagnosa keempat yaitu resiko infeksi berhubungan dengan
tindakan invasif, Kamis 07 Januari 2016 pukul 10:10 WIB Subyektif (S)
pasien mengatakan ada luka operasi di perut.Obyektif (O) pada saat dibuka
71
luka terlihat belum kering, terlihat kemerahan (rubor) disekitar luka.
Asessment (A) masalah belum teratasi dan Planning (P) monitor tanda dan
gejala infeksi, pertahankan tekhnik apsesis, lakukan perawatan luka,
kolaborasi dengan dr terkait pemberian antibiotik.
Evaluasi yang kedua dilakukan pada hari ketiga nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi), Jumat 08
Januari 2016 pukul 09:10 WIB dengan hasil Subyektif (S) pasien mengatakan
nyeri karena bekas operasi, Provocate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri
pada saat badan digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Region nyeri dibagian perut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 4. Time
nyeri hilang timbul durasi 4-6 menit. Obyektif (O) keadaan pasien terlihat
meringis menahan nyeri, pasien terlihat melindungi area nyeri, pasien sangat
berhati-hati bila ingin bergerak, Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 80
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,2⁰C. Asessment (A) masalah teratasi
sebagian dan Planning (P) lanjutkan intervensi dengan kaji karakteristik nyeri
pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan pasien untuk melakukan tarik
nafas dalam, kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri santagesik
2x500 mg/8 jam.
Evaluasi diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan
dengan nyeri, Jumat 08 Januari 2016 pukul 09:20 WIB Subyektif (S) pasien
mengatakan masih sedikit susah tidur dan hanya tidur 6 jam/hari. Obyektif
(O) pasien tampak sedikit pucat, mata tidak sayu. Asessment (A) masalah
teratasi sebagian dan Planning (P) lanjutkan intervensi monitor/catat
72
kebutuhan tidur pasien setiap hari, ciptakan lingkungan yang nyaman,
jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, pemberian aromaterapi lavender.
Evaluasi diagnosa ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan muskuloskeletal (post operasi laparatomi), Jumat 08
Januari 2016 pukul 09:40 WIB Subyektif (S) pasien mengatakan sudah bisa
miring kanan-kiri, duduk. Obyektif (O) didapatkan pasien terlihat bisa
menggerakkan badannya miring kanan-kiri, duduk dan tampak bisa latihan
berjalan, dalam latihan jalan pasien tampak dibantu oleh keluarganya.
Asessment (A) masalah
teratasi sebagian dan Planning (P) lanjutkan
intervensi monitor vital sign, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau
okupasi.
Evaluasi diagnosa keempat yaitu resiko infeksi berhubungan dengan
tindakan invasif, Jumat 08 Januari 2016 pukul 10:20 WIB Subyektif (S)
pasien mengatakan ada luka operasi di perut.Obyektif (O) pada saat dibuka
luka tampak belum kering, masih tampak kemerahan (rubor) disekitar luka.
Asessment (A) masalah belum teratasi dan Planning (P) monitor tanda dan
gejala infeksi, pertahankan tekhnik apsesis, lakukan perawatan luka,
kolaborasi dengan dr terkait pemberian antibiotik.
Evaluasi yang ketiga dilakukan pada hari keempat, nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi), Sabtu 08
Januari 2016 pukul 06:00 WIB dengan hasil Subyektif (S) pasien mengatakan
73
nyeri, Provocate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat badan
digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk. Region nyeri dibagian
perut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 3. Time nyeri hilang timbul durasi
2 menit. Obyektif (O) keadaan pasien terlihat lebih segar, tidak pucat, sudah
tidak meringis menahan nyeri, Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 80
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,5⁰C. Asessment (A) masalah teratasi
sebagian dan Planning (P) lanjutkan intervensikaji karakteristik nyeri pasien,
berikan posisi yang nyaman, ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas
dalam, kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri santagesik 2x500
mg/8 jam.
Evaluasi diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan
dengan kurang kontrol tidur (nyeri), Sabtu 09 Januari 2016 pukul 06:10 WIB
Subyektif (S) pasien mengatakan sudah bisa tidur selama 7 jam/hari. Obyektif
(O) pasien terlihat segar, mata tidak sayu, kantung mata tidak hitam, mata
tidak cowong. Asessment (A) masalah teratasi dan Planning (P) hentikan
intervensi.
Evaluasi diagnosa ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan muskuloskeletal (post operasi laparatomi), Sabtu 09
Januari 2016 pukul 06:40 WIB Subyektif (S) pasien mengatakan sudah bisa
miring kanan-kiri,duduk di bed dan sudah bisa berjalan. Obyektif (O)
didapatkan pasien terlihat bisa menggerakkan badannya miring kanan-kiri,
duduk di bed dan tampak sudah bisa berjalan walaupun di bantu orangtuanya.
Asessment (A) masalah teratasi dan Planning (P) hentikan intervensi.
74
Evaluasi diagnosa keempat yaitu resiko infeksi berhubungan dengan
tindakan invasif, Sabtut 09 Januari 2016 pukul 07:00 WIB Subyektif (S)
pasien mengatakan ada luka operasi di perut dan sudah tidak begitu
nyeri.Obyektif (O) pada saat dibuka luka tampak belum kering, tanda-tanda
infeksi sudah tidak ada. Asessment (A) masalah teratasi sebagian dan
Planning (P) monitor tanda dan gejala infeksi, pertahankan tekhnik apsesis,
lakukan perawatan luka, kolaborasi dengan dr terkait pemberian antibiotik.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,
implementasi dan evaluasi tentang Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap
Gangguan Kebutuhan Tidur pada Nn. R dengan Post Operasi Laparatomi di
Ruang Kanthil 1 RSUD Karanganyar. Secara metode studi kasus, maka dapat
ditarik kesimpulan.
A. Kesimpulan
1.
Pengkajian
Pengkajian terhadap masalah gangguan pola tidur pada Nn. R telah
dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu terdapat keluhan
utama pasien mengatakan susah tidur dan hanya tidur 4 jam/hari. Data
objektif
didapatkan
pasien
tampak
pucat,
mata
terlihat
sayu
kemerahan,mata tampak hitam berkantung dan mata tampak cowong,
pasien sering menguap. Tekanan darah 110/70 mmHg. Nadi 88x/menit.
Pernafasan 22 x/menit. Suhu 36,5⁰C. Pengkajian fisik terdapat ada bekas
jahitan, panjang jahitan 10 cm dengan 10 jahitan, tampak kemerahan
(rubor) disekitar luka, kolor (panas) pada area sekitar luka operasi perut
bekas operasi laparatomi.
75
76
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada Nn. R yang pertama adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi laparatomi).
Diagnosa kedua adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang
kontrol tidur (nyeri pasca operasi). Diagnosa ketiga adalah hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (post operasi
laparatomi). Diagnosa keempat adalah resiko infeksi berhubungan
dengan tindakan invasif.
3.
Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut yaitu kaji
karakteristik nyeri pasien, berikan posisi yang nyaman, ajarkan pasien
untuk melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obat analgesik.
Pada diagnosa gangguan pola tidur intervensinya yaitu monitor/catat
kebutuhan tidur pasien setiap hari, ciptakan lingkungan yang nyaman,
jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, pemberian aromaterapi lavender.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik intervensinya yaitu monitor vital
sign, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau
okupasi.
Resiko
infeksi
berhubungan
dengan
tindakan
invasif
intervensinya yaitu monitor tanda dan gejala infeksi, pertahankan tekhnik
apsesis, lakukan perawatan luka, kolaborasi dengan dr terkait pemberian
antibiotik.
77
4.
Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi
dari rencana keperawatan yang telah disusun.
5.
Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah
dilakukan secara komprehensif dengan acuan Rencana Asuhan
Keperawatan (Brunner dan Suddarth, 2002) serta telah berkolaborasi
dengan tim kesehatan lainnya didapatkan hasil evaluasi keadaan klien
dengan kriteria hasil sudah teratasi, maka nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik (post operasi laparatomi) pada Nn. R belum teratasi dan
intervensi dilanjutkan. Pada diagnosa pola tidur berhubungan dengan
kurang kontrol tidur (nyeri pasca operasi) pada Nn. R teratasi dan
intervensi
dihentikan.
Pada
diagnosa
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal hasil evaluasi keadaan
klien dengan kriteria hasil sudah tercapai, maka hambatan mobilitas fisik
pada Nn. R teratasi dan intervensi dihentikan. Pada diagnosa resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan invasif hasil evaluasi keadaan klien
dengan kriteria hasil belum tercapai, maka resiko infeksi pada Nn. R
belum teratasi dan intervensi dilanjutkan.
6.
Analisa Praktik Aromaterapi Lavender
Pemberian aromaterapi lavender untuk meningkatkan kualitas tidur
pada Nn. R dapat menunjukkan hasil yang signifikan karena dalam waktu
78
3 hari pemberian aromaterapi lavender jumlah tidur pasien meningkat
dari 4 jam/hari menjadi 7 jam/hari.
Aromaterapi lavender adalah minyak essensial yang digunakan
untuk membantu seseorang yang kurang tidur. Pemberian aromaterapi
ada 3 tahap yaitu mencampur minyak essensial lavender, menghirup,
memposisikan pasien.Aromaterapi lavender merupakan linaloolbebas
atau sebagai ester dengan asam asetat, butirat, valerianat, dan kaproat
yang manadapat meningkatkan gelombang – gelombang alfa di dalam
otak dan gelombang inilah yang membantu untuk menciptakan keadaan
yang rileks.Pemberian aromaterapi lavender dilakukan 1x sehari setiap
malam hari saat pasien akan tidur. Cara pemberian aromaterapi lavender
yaitu nyalakan alat penguap, masukkan 2-5 tetes minyak essensial
lavender kedalam alat penguap, tambahkan air 10 cc kedalam alat
penguap, setelah itu pasien disuruh menghirup uap aromaterapi lavender
sampai habis kurang lebih 1 jam, pasien dalam keadaan berbaring dan
tenang (tidak mengobrol). Setelah 3 hari pemberian aromaterapi lavender
jumlah tidur pasien meningkat dari 4 jam/hari menjadi 7 jam/hari.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
nyeri akut, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif
khususnya dibidang kesehatan antara lain :
79
1.
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan
kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim
kesehatan maupun klien. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan klien post
operasi laparatomi khususnya dan diharapkan rumah sakit mampu
menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat
mendukung kesembuhan klien.
2.
Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih
maksimal, khususnya pada klien dengan post operasi laparatomi.
Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan
komprehensif.
3.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat profesional,
terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan
keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Edisi 2. Salemba Medika :
Jakarta
Amin, Huda dan Hardhin Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi 2. MediAction : Yogyakarta
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Klien.
Salemba Medika : Jakarta
Brooker. 2008.Laparatomi, http://aqos-gembong08.blogspot.com /2008/09/laparatomi.html
Diakses pada 06 Februari 2011 16:00 WIB
Brunner, L and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H. Kuncara, A.
Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). (Ed.8) Vol 1. EGC : Jakarta
Brunner & Suddart. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Buckle, J. 2003. Clinical aromatherapy, Essential Oil in Pratice Second Edition. Churchill
Livingstone. New York
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnose Keperawatan Edisi 6. Egc : Jakarta
Depkes RI. 2010.ProfilKesehatan IndonesiaDepkes Republik Indonesia : Jakarta
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.
Gosyen Publising. Yogyakarta.
Dewi, I. P. 2012. Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. Jurnal Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
Hadibroto, I. and Alam, S. 2006. Seluk-beluk Pengobatan Alternatif dan Komplementer. PT
Bhuana Ilmu Populer : Jakarta
Hale, G. 2008. Lavender – nature’s aid to stress relief, www.aromatherapystressrelief.com.Diakses padatanggal 22 Oktober 2013 jam 13.00WIB
Herdman H. T. 2012-2014. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Penerjemah
Monika Ester, S.Kep. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
81
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: AplikasiKonsep dan
Proses Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Kozier, Erb, Berman and Synder. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep
&Praktek, ahli.
Maifrisco, 2005. Pengaruh Aromaterapi Terhadap Tingkat Stress
www.Indoskripsi.com. Diakses pada tanggal 22 Oktober jam 13.30 WIB
Mahasiswa,
Median Sirait. (2013-2014). Informasi Spesialite Obat Indo.PT ISFI Penerbit : Jakarta
Nurlela. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Patricia A, potter. 2006. fundamental keperawatan. EGC : Jakarta
Price, S A dan Wilson, L M . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
(Ed.6). EGC : Jakarta
Potter, P. A,.& Perry, A. G. 2006.Buku Ajar Fundamental KeperawatanKonsep, Proses
danPraktek Volume2 Edisi 4. EGC : Jakarta
Potter. Patricia A. dan Perry. Anne Griffin., 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan PraktikEdisi 4, Vol.2. EGC : Jakarta
Saferi, andra dan Yessi.2013.KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Nuha Medika : Yogyakarta
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu : Yogyakarta
Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Ed. 8) Vol 3. EGC : Jakarta
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Medikal Bedah (Ed. 2).EGC : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth.
(8 edition) : editor, Suzanne. C. Smeltzer, Brenda G. Bare : Ahli Bahasa, Agung
Waluyo..[et, al]: editor bahasa Indonesia. Monica Ester. [et al] Ed.8. EGC : Jakarta
Syaiful Y. &Rachmawan S. H. 2014.EfektifitasRelaksasiNafasDalamdanDistraksi Baca
MenurunkanNyeriPascaOperasi. 5(2):101-107.
Sugeng. 2009. Asuhan Keperawatan Bedah. Nuha Medika : Jakarta
82
Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. EGC : Jakarta
Wahit Iqbal Mubarak. 2008. Buku ajar kebutuhan dasar Manusia Teori & Aplikasi dalam
praktek. EGC : Jakarta
Wals.
2008.DistraksidanRelaksasiSuatuTeknikUntukMengatasiNyeri.
Jakarta
SalembaMedika
:
Woodcock,
C.
2008.
Aromatherapy
in
labour
guidelines,http://www.dbh.nhs.uk/Library/Patient_Information_Leaflet/WPR21180Aro
matherapy.pdf.Diakses padatanggal 22 Oktober 2013 jam 15.00
Download