V. M I L , PEMBAHASAN DAN ANWE mum Dalam bagian ini pertama-tama akan diketengahkan had! andisis stmktvr pasar lada dunia. Kemudian berdasarkan gambaran struktur patat t~tsebut,w a r 8 khusus akan dikaji peranan Indonesia dan tiga negara pi0du$en utsrma Xainnya dalam pasat lada dunia. Dengan kata lain, akan dikemukakan atlalisia keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas lada empat negara produseh utamii. Darf gambaran itu, maka analisis ekonomi lada dunia akan diuraikan melalui andi$i$p6iOawBfan dan permintaan lada dunia. Analisis ini meliputi pendugaan wed usahat#i lada, prduksi, dan penawaran ekspor di satu sisi dan permintaan impor di sisi lain. S;stlarljuthya bab ini akan diakhiri dengan menyajikan analisis kebijakan (pblicy a~alysis)untuk melihat dampak perubahan beberapa peubah instrumen kebijakan dm peubah lainnya terhadap pengembangan lada di Indonesia secara nasional. Secara qperasional perdagangan lada internasional, tidak hanya dilakukan oleh negara produsen, tetapi juga oleh beberapa negara pengimpor seperti Singapura, Amerika Serikat, dan Inggris. Ketiga negara pengimpor melakukam proses lebih lanjut dari komoditas lada yang diimpor sehingga dapat memenuhi berbagai kebutuhan, baik untuk industri makanan, farmasi, kosmetika, maupun kebutuhan langsung rumahtangga sebagai penyedap makanan. Kajian struktur pasar meliputi tiga aspek, yaitu: (1) konsdntrasi pasar, (2) diferensiasi produk, dan (3) rintangan masuk pasar. Tingkat konsentrasi pasar, kajiannya dapat ditinjau dari sisi penawaran melalui perkembangan volume dan harga yang terjadi. Perkembangan volume penawaran betkaitan erat dengan perkernbangan volume produksi negara-negara produsen. Negarawnegara produsen komoditas lada dunia adalah Indonesia, Brazil, India, Malaysia, Madagaskar, Sri Lanka, Thailand, Vietnam, RRC, Kamboja, Costa Rica, dan Mebiko, Akan tetapi I hingga saat ini hanya Indonesia, India, Malaysia, dan Brazil yang metup- negara produsen dan pengekspor utama lada dunia. Dalam kurun waktu 1969-1991, volume ekspornya rata-rata 94.04 persen, sedangkan sisanya 5.92 persen diekspor oleh negara lainnya ('Ribel Lampiran 2). Dengan demikian pangsa ekspor komoditas lada dunia didominasi oleh negara produsen utama ini. Jika dilihat dari besarnya pangsa pasar ekspor, maka pengendalian harga (price formation) -- harga ekspor atau harga internasional -- seharusnya berada pada keempat negara tersebut. Akan tetapi kenyataannya tidak menunjukkan indikasi demikian. Perkembangan harga selama ini sangat fluktuatif, bahkan bila produksi meningkat -- penawaran juga meningkat -- harga cenderung merosot (Lampiran 3). 'Rimpaknya peranan pembentukan harga lebih ditentukan dari sisi perrmintaan daripada sisi penawaran, mengingat perkembangan permintaan lada dunia relatif konstan yaitu lebih kurang 3.0 persen per tahun. Artinya ketidakstabilarl harga (price instability) bersumber dari ketidakstabilan volume penawaran. Ha1 ini akibat dari volume produksi tidak stabil dan ketidakberhasilan IPC dalam proaram MEP-nya. Lebih lanjut untuk melihat apakah empat negara produseri Cltama bertihdak sebagai monopolis atau tidak di pasar internasional, d8pat diukut dengan Indeks Herfindahl (IH). Nilai indeksnya dalam periode 1969-1991 antat4 0.2109 hingga 0.2967 atau rata-rata 0.2415 (Xibe1 Lampiran 3). Secara grafis nilai-nilai indeks tersebut mentrnjdkkari trend yang aandaung mendatar. Artinya selama kurun waktu analisis, konmtrasi pasar ekspar lada dunia relatif tidak mengalami perubahan yang cukup berarti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara-negara produsen utama lada dunis d W bertindak Wagai monopolis (Gambar 8). I Tahun Gambar 8. Gdeks Pangsa Pasar Ekspor Lada Negara Produrn flndeks Herfindahl] . Diferensiasi produk lada yang siap pakai pada dasarnya terdiri dari enam jenis yaitu (1) lada hijau yang diawetkan, (2) lada hijau kering, (3) lada hijau kering beku, (4) lada oleoresin, (5) minyak lada, dall (6) lada bubuk (Gambar Lampiran 5). Tiga jenis pertama biasanya diekspor oleh India, tetapi jumlahnya sedikit sekali hanya rata-rata 0.34 persen dari ekspor lada keseluruhannya tiap tahun (IPC, 19821991). Di samping itu penggunaanyapun sangat terbatas sebagai tambahan penyedap masakan yang biasanya ditempatkan di meja makan sekaligus sebagai penghias meja makan. Jenis keempat dan kelima diolah dari lada hitam, sedangkan jenis keenam merupakan lada putih yang digiling menjadi lada bubuk. Perlgolahan tiga jerlis yang terakhir umumnya dilakukan di negara pengimpor terutama Singapura, Amerika Serikat, dan Inggris. Produk ini diolah selain untuk kebutuhan sqndiri, juga diebpor kembali (reexport) ke negara konsumen lainnya. Derlgan defnikian ekspor negara produsen yang populer adalah l&a hitam dan lads sebalgai bahan baku (bentuk asal) lada oleoresin, minyak lada, dan lada bubuk. Selama kurun waktu 1969-1991 ekspor lada hitam dan putih masieg-masing 79.49 dan 21.5 1 persen. Pasokan lada putih umumnya Ice Eropa Batat (38.50 persen) dan selebihnya menyebar rata ke wilayah pasar impor yang lain (IPC,' 19691991). Jadi, lada yang paling dominan diekspor oleh negara produsen adalah lada hitam. Oleh karena pengolahan lada yang siap pakai tidak dilakukan di negara produsen, maka proses nilai tambahnya dinikmati oleh negara pengimpor terutama Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat. Hal ini berarti pula bahwa, diferensiasi produk dan perdagangan produk lada olahan berada dipihak negara pengimporl prosessor tertentu saja. Produk lada olahan ini bukan tidak mungkin dapat dilakukan di negara produsen. Hanya saja selama ini penguasaan pasar (market outlet) belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh negara produsen. Rintangan masuk pasar -- sebagai unsur struktur pasar yaog ke tiga -- dapat dikaji dari sisi produsen dan sisi konsumen. Dari sisi pmksen sssungguhnya tidak ada masalah, karena lada ini dapat berkembang di negm tropis. Perketnbangm yang tejadi justeru timbulnya berbagai upaya negara produsen untuk memperluas pasar di luar pasar tradisionalnya. Hal ini disebabkan oleh meningkatnyb produksi secara fluktuatif karena adanya perkembangan tanaman dibebempa hagata, Perkembangan tanaman ini pulih kembali setelah PD I1 terutama di Ind~nesia,Irldia, dm Malaysia. Perkembangan tanaman lada di Indonesia sejak 15 tahdn kemetrddkaan~ya melalui rehabilitasi dan pengembangan. Di samping sebagai akibst dati folktor harga, iklim, kesuburan tanah, serangan hamalpmyallt, dan *opportunity wst*, maka terjadi pergeseran kantong produksi dari Lampung dan Mob kp da~rahlain seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Suldwesi Selatan datl 8ulawlesi Pergeseran daerah produksi di negara lain juga terjadi, mi&#ya di Pvralayrgia, kantong produksi yang semula di Johor (Semenanjung Malii~sia)&it.nya 8ektiMng bergeser ke Serawak. Di India, pusat produksi berada di ?)amilWadu, Karriataka dan lain-lain, namun saat ini bergeser ke Kerala. Dernikian pulb di Brazil, yang awalnya menyebar di daerah Paraiba, Amazonas, Mato Ofosso, dan Para. Tetspf akhirnya yang berkembang hanya di Negara Bagian Pata. 'lbmpaknya Thailand dan Vietnam juga mulai mengembangkan produksi lada dah dalam jangkla panjang diperkirakan memiliki potensi untuk menyaingi negara produseq utama. Jadi perkambangan dan pergeseran tanaman lada selain disebabkan oleh faktar fluktuaii harga, juga ditentukan oleh faktor kebiasaan, keuletan, alternatif keuntungan dari aneka tanaman yang dihadapi petani, iklim, dan serangan hama penyakit. Dari sisi negara konsumen sampai sejauh ini tidak ada rintangan untuk melakukan impor lada. Pada umumnya kebijakan yang diteriipkan pemerintah masing-masing negara pengimpor tidak membatasi jumlah impor maupun impottir. Impor lada untuk wilayah Amerika Utara dan Eropa Barat pada dasarnya dikendalikan oleh agen (broker). Kedudukan, peranan, dan jaringan mereka sangat kuat dan luas serfa komoditas yang ditangani mencakup beranekaragam produk pertanian impor, sehingga para eksportir dan importir sangat tergantung pada mereka. Besarnya komisi yang diperoleh broker berkisar antara 1.5 hingga 2.5 persen dari nilai kontrak, yang dipungut dari eksportir atau importir. Berbeda halnya dengan kedua wilayah pasar impor di atas, impor lada negara-negara sosialis sepenuhnya diatur oleh pemerintah melalui monopoli perusaham negara. Baik volume maupun harga impor sepenuhnya ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan volume impor biasanya disesuaikan dengan kebutuhan sotiap tahun. Selain itu pengaturan distribusi hingga konsumen akhir di dalam negeri juga dibawah kendali pemeriniah. Jadi tampak disini bahwa, aktivitas pemasaran lada tidak sepenuhnya bergantung pada mekanisme pasar, sehingga terjadi kekakuan dalam bolume dan harga impor (ITC-UNCTAD/GATT, 1977; ITC-UNCTAD/GATT, 1982). Dari uraian di atas secara ringkas dapat dinyatakan bahwa, dalam perdagangan lada dunia terjadi hal-ha1 sebagai berikut: (a) negara produsen bertindak sebagai penerima harga (price taker), (b) adanya kebebasan untuk melakukan dan tidak melakukan produksi, ekspor dan impor (free entry and free exit), dan (c) cukup banyak pembeli (negara konsumen) dan penjual (negara produsen dan negara yang melakukan ekspor kembali). Jadi dapat disimpulkan, baik di p a w ekspor maupun pasar impor lada dunia cenderung mengarah kepada s t d r p w r yang bersaing SempWM. Perkembangan harga lada dunia tidak terlepas dari perkembangan tetjadinya harga di pasar Singapura, London, dan New York. Ke tiga pasar ini mer~pakan pusat pasar lada dunia dan sekaligus juga sebagai barometer penentu hilrga lada, baik yang berlaku di negara produsen maupun negara konsumen secara keseluruhah. Harga yang berlaku -- tidak berkaitan dengan peranan broker -- etiap waktu betkaitan erat dengan kondisi impor dan stok di tiga pasar tersebut, di am ping perkttmbangan produksi/volume ekspor dari negara produsen dan faktar-faktor penentu lainnya. Kondisi harga yang berhubungan dengan volume impat pMa pusat paw 1ada dunia -- Singapura, London, dan New York -- secara grafis ditunjukkan aleh Gambar 9. Jelas sekali terlihat bahwa, harga yang terjadi ssarah dengan besar kecilnya volume impor. Volume impor yang cenderung naik dari 1971 hingga 1981 diikuti oleh harga yang juga cenderung naik. Sesudah itu tahue 1982 hingga 1984 volume impor menurun, hargapun i h t menurun. A k a tctspl ksm~dlmkwdrannya menjadi terbalik yaitu turunnya impor, harga meningkat tajarn. Hal ini disebabkan menipisnya stok di tiga negara tersebut dan menurunnya pemasokan lada kareha pro- - - duksi dunia turun m b e l Lampiran 1 - 6 dan Gambar Lampiran 1 3, dan 6 8). 5 0 Impor (000 ton) Harga (US$/ton) 1 1 1 1 1 100 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 71 72 73 74 75 70 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 Tahun Gambar 9. Volume Impor dan Harga Rata-rata Lada di Pusat Pasar Jada Dunia Keterkaitan pasar impor dan ekspor dapat dicerminkan oleh hubungan harga antar pasar impor atau hubungan harga antara pasar irnpor dengan pasar ekspor. Hal ini dapat diketahui melalui tiga pengukuran yaitu analisis-analisis korelasi harga, - transmisi harga, dan indeks keterpaduan pasar (index market cannection IMC). Analisis keterkaitan harga di pasar dunia dalam penelitian ini meliputi antar pusat pasar impor dunia yaitu Singapura, London, dan New York setta antara pasar impor dengan pasar ekspor dari negara produsen utama (nbel25). Korelasi harga antar pasar menunjukkan koefisien yang tinggi yaitu lebih besar dari 90 persen, kecuali antara New York dengan London. Artinya hubungan harga antara berbagai pasar lada di dunia sangat tinggi. Xibe1 25. Korelasi Harga, Elastisitas Transmisi Harga, dan Indeks Keterpaduan Pasar Lada Dbnia - Negara Pengekspor dan Pasar Impor Korelasi Harga (r1 Elastisitas Transmisi Harga (n) Singapura-New York Singapura-London London-New York New York-London ~ndonesia-~ingapura Indonesia-London Indonesia-New York Brazil-Singapura Brazil-London Brazil-New York India-Singapura India-London India-New York Malaysia-Singapura Malaysia- ond don Malaysia-New York Integrasi Pasar Jangka Pendek (ZMC) Jan ka Panyang Indonesia merupakan pemasok utama ke tiga pusat pasar Iada dunia tersebut. Brazil hanya memasok pasar London dan Amerika Serikat, sedan~ksnMalaysia hanya memasok pasar Singapura. Sementara itu Singapura sangat berperan memasok lada ke Amerika Serikat dan Inggris. Jadi dapat disimpulkan, tingginya k~relasi harga semata-mh disebabkan oleh informasi antar pusat pasar sangat transfaran. Analisis korelasi harga ini pada dasarnya masih bersifat kasar, karena walaupun antar negara ada yang tidak melakukan transaksi tetap memiliki korelasi harga. Contoh, misalnya London dan New York, Singapura dengan India dan Brazil, berdasarkan statistik IPC menunjukkan aktivitas perdagangan yang relatif kecil. Untuk memperhalus analisis korelasi harga, maka dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan indeks keterpaduan pasar (IMC). Analisis mengenai indeks kerterpaduan pasar (IMC) jangka pendek didapat- kan nilai yang lebih kecil dari satu (IMC < 1) untuk semua pasar, sedangkan integrasi dalam jangka panjang menunjukkan nilai London -- berkisar antara 0.80 -- kecuali antata pasat New York dan - 1.45 atau rata-rata 1.10. Kedua nilai ini mengan- dung arti bahwa, antara pasar impor dan p a w ekspor terdapat keterpaduanJintegrasi yang tinggi. Hal ini dicerminkan oleh informassi pasar yang sangat transfaran dan makin bersaingnya eksportir dan importir di pasar dunia. Elastisitas transmisi harga antara berbagai pasar berkisar antdra 0.80-1.32, kecuali antara pasar London dan New York. Artinya perubahan h#ga lada di pasar dunia antara 0.80-1.32 persen, menyebabkan harga Iqda di negara pemasok berubah sebesar 1.0 persen. Atau dengan kata lain fleksibilitas transmisi hw$8 bemilai ahtara 0.76 - 1.25, yang berarti perubahan harga di p m r dunia sebesat 1.0 parsen mengakibatkan perubahan harga di negara pengekspor antars 0.70 - 1,29 persen. Ternyata bahwa perubahan harga lada di pasar dunia swatta uepat dittansmisilcan ke pasar negara pemasok dengan persentase yang hampir sama. Dari ke tiga analisis ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan harga lada di pasar dunia dengan negara pemasok sangat tinggi sekali. Gejolak harga di pasar internasional segera dapat menimbulkan perubahan yang searah dipasat lada domestik. Kajian keunggulan komparatif pada dasarnya bertitiktolak dari distorsi barga. Umumnya distorsi harga terjadi bila harga barang dan jasa tidak menccrminkan kelangkaan relatif sosial dan ekonominya. Dalam bidang pertanim tt.lisaloya, penyebab utama distorsi harga meliputi: penetapan harga yang rendah, nilai tukat, biaya kredit, dan upah tenaga kej a (Mohamed, 1989). Pengukuran keunggulan komparatif meliputi Manfaat 86~181Brsih (Met Emnomic Benefit - NEB), Biaya Sumberdaya Domestik (Domestic Resource Cost - DRC), Laju Proteksi Efektif (Effective Protection Rate - Em),clan Tingkat Kepe- kaan Harga, khususnya harga produk (output). Sebagai aumbef psrhitutlgan keempat indikator ini dapat dilihat pada 'Ribel Lampiran 7 - 10. m k t u r Biava Usahatani Kegiatan usahatani lada meliputi penanaman dan pemsrlibaraan kebun, pmeliharaan tanaman belum berproduksi, pemeliharaan tantiman barproduksi, dan panenlpasca panen (Lampiran 7 sampai dengan 10). Pengeloliiannyrrr dapst dibagi dalam periode investasi dan periode eksploitasi. Periode investaai adalah pariode selama tanaman belum menghasilkan, sedangkan periode @kaploita$iodalah masa tanaman mulai berproduksi hingga akhir pengelolaan. Struktur biaya usahatani lada pada empat negara pradussn utartia dianalisis berdasarkan biaya finansial dan ekonomi (sosial), Analisis biaya wsial dipidahkan antara komponen dalam negeri dan asing. Faktor produksi dalam investasi perke- bunan lada dibagi menjadi empat kelompok: lahan, modal, tenaaa kerja, dan irlput antara. Input antara terdiri dari pupuk, pestisida, dan bahan tanaman (Tabel 26). Tanaman lada merupakan tanaman yang memiliki kerapaun dan intansitas yang tinggi, meskipun umur ekonominya relatif pendek. Penggunaar, input ghtarit bagi usahatani lada di Brazil dan Malaysia lebih tinggi daripada biaya input yang lainnya. Hal ini menunjukkan, usahatani lada kedua negara -gat irlterlsif meqggu- nakan pupuk, pestisida dan input lainnya. Sebaliknya biaya input antara dan biaya tenaga kerja usahatani lada Indonesia dan India relatif berimbang, artinya penggunaan input kimia dan teknologi sangat rendah dibandirlgkttn dengan B r ~ z i ldan Malaysia, sehingga dikatakan bahwa kedua negara ini rnerlgmut w l a ~kstelrsif, Komponen biaya dalam negeri lebih tinggi dari pad8 karnpnen asing, minya bahwa usahatani ini dapat menghasilkan produk dengad kaddungan impor (import content) yang rendah. Dengan demikian komoditas ini s a g a t s&s~lpiuhtuk dirstks~r karena dapat menghasilkan devisa lebih besar dari korbaqan it.lp~tyang diimpor. Pada dasarnya produk yang memiliki kandungan impor tinggi membutuhkan proteksi tinggi, misalnya dengan subsidi atau pengurangan pajak. Oleh Wens itu usahatani lada ini tidak saja sebagai sumber pendapatan utama petani, te@pi j q a mempclnyai justifikasi ekonomi yang rasional. Lebih lanjut dapat dilihat, biaya sosial input antara lebih tinfbgl daripada biaya finansialnya. Artinya faktor input menunjukkan adanya "distarbi har)glWsebagai konsekuensi dari berbagai kebijakan pemerintah baik melalui k e b l j w subsidi pertanian maupun bentuk regulasi lainnya. Kebijakan seperti ini rhemang tidak dapat dihindari dalam mengembangkan suatu produk. Namun demikian diprlukan suatu upaya untuk mengurangi subsidi dan regulasi seperti itu agw dapat lebih befsaing di pasar internasional. Tmbel 26. Struktur Biaya Usahatani Lada di Empat Negara Produsen Utama Dunia Per Ha Dalam Nilai Sekarang (Present Value) - Negara/ Input Biaya Finansial Biaya Sosial ................................. Dlm Negeri Asing Total .......................................................... 1. Indonesia . . . . . . . . (Rupiah) . . . . . . . . . Lahan q96860.00 Modal 1200372.50 T. Kerja 1417189.12 Input Antara 1259834.33 466860.00 805807.40 992032.39 978250.21 ---------- ---------- Jumlah 4344255.95 3242950.00 0.00 106234.44 0.00 342615.56 466860.00 912041.84 992032.39 1320865.77 ----we--- ------*-*- 448850.00 3691800.00 ------------------------------------------------------+--- 2. Brazil Lahan Modal T.Kerja Input Antara Jumlah . . . . . . . . (Cruzeiros) . . . . . . . . . 8215.48 36916.36 185852.00 198748.00 8215.48 26079.72 148681.60 79874.00 ---------- ---------429731.84 0.00 6432.48 0.00 104149.52 --------rr 262850.80 170582.00 8215.48 32512.20 148681.60 244023.52 dr------i- 433432.80 ------------------------------------------------------+--- 3. India Lahan Modal T.Kerja Input Antara Jumlah . . . . . . . 6812.40 5987.33 47934.08 31387.01 (Rupee) 6812.40 3773.57 33614.79 28517.83 --------- ---------92120.82 72718.59 ........... 6,OO 419.31 0.00 6640 ,34 ---mc*-* 6812.40 4192.88 33614.79 34558.57 *---c1--- 7917111 ,64 6460,0$ -----------i-----------------------i*e-r+-++w-b-*t-4++~+-- 4. Malaysia Lahan Modal T.Kerja Input Antara Jumlah . . . . . . Ringgit.., . . . * . . . 1199.75 3660.72 22279.68 24473.04 1199.75 2655.75 17676.52 16257.83 --------- --------- 51613.19 37789.85 0,OO 119(Bb75 3134 22 27676.52 14484.03 4884 @7 O+QO 82(16+10 *CIC*++* -*+I+*u.-I- 86rd4.37 46484.62 Keterangan : 1 ) Modal d i a r t i kan sebagai uang t m a i yang digunakhh untu(c m&I!ryai ~ s a h a t a n lLada. 2) Tenrga kerja merupakan curahan kerja yang terdistribK1si prrb) pbnqolrhan IChrh, &n Lnin-t)irM a. penanaman, pemcliraan t a m n , panen, p s c a pa& 3) Input antarr t e r d i r i dari puprk anorganik, p t i r i d a , pu(Jldr or#an k ( k @ d W ) , k h a n tanman ( b i b i t ) , don r l a t - a l a t p e r t m i m . : Diolah dari label Lvnpiran 7 hlngga 10. Surkr T Sebagai salah satu indikator keunggulan komparatif adalah Manfaat Sosial Bersih yang sedikit berbeda dengan DRC. Perbedaan dasar dad k e d ~ aindikator tersebut adalah besaran NEB tergantung dengan unit pengukuqdn yang dipakai misalnya, meter kubik, kilogram, meter, dan lain-lain, sedmgkan DRC bebas dari satuan seperti itu (Bunasor, 1986). Ptinsip NEB meny~tupaiNet Present @ h e (NPV)dalam analisis finansial. Hasil analisis ini nlenunjukkan, bahwa usahatani lada ti8p nogara produsan utama mempunyai nilai NEB positip (Tmbel27). Artinya, k~moditastersebut mamiliki manfaat positip terhadap perekonomian nasional, khususnya 4014 segi perolehan devisa. Berdasarkan nilai NEB (dalam dolar merika Serikat), maka Indonesia menempati urutan pertama, disusul oleh Malaysia, India, dan Bmil, flctcata spesifik, dilihat dari segi ekonomi (sosial), maka usahatani lacfa di frtdonelsia retatif Iebih besar keunt~ngannyadari pada tiga negara produsen lainnya. F~rbedaanini disebabkan oleh perbedaan biaya produksi usahatani karena perbedaan tingkbt tgknalogi yang diadopsi, dan harga output rang berlaku. Usahatani lada Indonesia menganut sistem semi intehsif. Brnpaknya sistem ini mempunyai daya tahan yang cukup baik bila berhadapar) dsngom kondisi harga yang fluktuatif, sedangkan usahatani di Malaysia lebih intensif, tetapi tidak sslntmsif usahatani di Brazil. Dengan demikian dapat diIihat bahwa usahatmi Iada Malaysia lebih beruntung daripada Brazil. Sebagaimana diketahui bahwa, pola budidaya lada India sangat rzkstensif. Dengan demikian penggunaan input modern dan kultur teknik belunl dilaksanakan dengan baik, sehingga produktivitasnya sangat rendah dan tingkat keuntungan per satuan luas jauh lebih kecil dibandingkan dengan usahatani di Indonesia. lhbe127. Pendu aan Keuntun an Sosial Bersih Usahatani Lada dalam Nilai f e w g Present Value) 1990 U r a i a n Indonesia (RP) Brazil (Cr) India (Rs) Penerimaan (R) 9784580 437632.23 94081.37 5257$. 51 Biaya Sosial (C) 3691800 433432.80 79178.64 46484.62 3242950 262850.80 72718.59 37789.85 448850 170582.00 - Komp. Dlm. Neg. - Komponen Asing Keuntungan Sosial Bersih Keterangan : (. .) Angka &lam 6092780 (3306.24) 4199.43 (61.48) 6490+Q5 8694.77 14902-73 6092.89 (833+39) ( 2 1 8 2 . $ 4 ) kurung A t a h n i l a i NEB &lam doldr m r i k e berskat, Investasi pada subsektor perkebunan berimplikasi m@nglor*ba@lcm sumberdays dalam negeri untuk menghasilkan komoditas ekspor. flermasuk dralam ha1 ini komoditas lada, yang dibudidayakan hanya oleh beberolpa negata. Efisiensi suatu investasi komoditas lada dapat diukur dengan DRC, yaitu mehgukur b$Wyra biaya sumberdaya dari dalam negeri yang dikorbankan -- dalam mgta Uang domestik -untuk memperoleh s a t ~satuan devisa melalui ekspor. S w a m t ~ r i t i 6bila DRC kblh kecil daripada nilai tukar bayangan atau bila rasio DRC d&# oilai tukat bayangan kurang dari satu, maka investasi tersebut memenuhi kriteria efisfed. Bila nilri rasionya makin kecil, berarti keunggulan komparatifnyzt m a n bdk, Hasil analisis menunjukkan bahwa, usahatani lada di Nmu& n6gara prrrdusen utama memiliki DRC lebih kecil daripada nilai tukar bayarlgan. Jedi dapat diaimpulkan bahwa, usahatani lada memililri keunggub kompmtif. Artitly~nilai sumberdaya dalam negeri yang dikorbankan lebih kecil daripada nilai d~visakomoditas lada @be1 28). Lebih lanjut berdasarkan teori, jika analisis r a ~ i oDRC tcrhadap satu komoditas antar negara diperbandingkan, maka usahatani yang memiliki nilai rasio DRC terkecil merupakan usahatani yang paling efisien. %be1 28. Pendugaan Biaya Sumberdaya Dalam Negeri (DRC) Lada Dalam Nilai Sekarang (Present Value) 1990 U r a i a n Indonesia Brazil (RP) (Cr) India (Rs) 437632.23 94041b37 52877r51 '433432.80 79178.64 48484.42 Neg. 3242950 262850.80 727$0rS9 37'789.85 sing 170582.00 Penerimaan (R) 9784580 Biaya Sosial (C) 3691800 - Komp.Dlm. - Komponen 448850 Malaysia (N61 6460w03 8694.77 ---------r-------------------------LI$LC-*-h-~-**M+~*-**-** 640.1364 67.2260 14 t 6R69 2.3293 Keung. Komparatif 0.2994 0.7690 0.7184 0.8611 Keung. Kompetitif 0.3474 0.9843 0.8299 0.8611 DRC Keterangan: Harga bayangan n i l a i tukar dengan sebagai berikut: Cr 68.30/USS, 'fep 28 X, mka Cr Rs 17.506/USS,fep 16 X, maka Rs Rp 1842.81/USS,fep 16 X,mka Rp US 2.7049/USS, devisa bebas fep -- diasunsikan fopelgh e%ch#hb)eprrtnlm (tap) 86.424/USS 20.3046/USt 2137,6596NSS 0 X, US konstan Ditinjau dari segi besarnya rasio DRC, maka usahamni lada Ipdbnersia yang paling efisien karena menduduki peringkat pertama dengan nil4 mio DRC mhesar 0.2994. Tempat berikutnya adalah India, Brazil, dan Malaysia. Bengan dermikian dapat disimpulkan bahwa, keunggulan komparatif usah8tatri lad8 tiap negara secara berumtan adalah Indonesia, India, Brazil, dan Malaysia. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu (Bab Paw dm Kelembagaan) bahwa, berbagai kebijakan telah ditempuh oleh masing-masin$ negm produsen utama, baik dari aspek produksi, pemasaran domestik, maupun aspek perdagangan luar negerinya untuk meningkatkan daya saing dan prolehen devisa dari komoditas lada. Di Indonesia tidak kurang dari 11 macam kebijakan pernetinah, antara lain mengatur pembinaanipengembangan areal dm prtxlukgi rn~laluiekstensifikasi dan intesifikasi, kebijakan subsidi ekspor, pen8hapusan tarif ekspar, kebijrakgn nilai tukar (devaluasi), kebijakan impor bahan baku input pwtmiorn, dan lprtd-lain. Sementara itu kebijakan pemerintah Brazil lebih menekankarl pads penglaturan perrdagangan luar negeri -- termasuk kebijakan nilai tukar -- dikenddilm Bank Elwil, sedangkan dari aspek produksi difokuskan pada penelitian ptngendqlian hama/ penyakit tanaman lada. Di samping itu pemerintah India juga merl&rapWkebijakan seperti pelaksanan penelitian bibit unggul, kredit prod~ksi,d m kebijakbn penguranggan tarif ekspor. Demikian pula di Malaysia, pemerintah jbga mefiempkan kebijakan kredit produksi -- meski jumlah petani peserta reletif kwil --,pengurangan tarif ekspor, dan pembinaan petani dan pedagang melalu! Badan Pemasaran Lada (Pepper Marketing Board). Dampak kebijakan-kebijakgn tarsebut secrra lafigsung dan tidak lansung dapat.tercermin dari besar kecilnya nil4 keunpgulm komparatif komoditas ekspor, khususnya komoditas lada seperti disajikan di am, Dalam aktivitas perdagangan internasional untuk kolnodftas sejenis, maka masing-masing negara bersaing dalam merebut peluang pasar, Oleh karena itu komoditas yang unggul secara komparatif belum tentu dapat berqing (comptitive advautage) di pasar internasional. Banyak persyaratan yang diperlukan agar komoditas itu dapat benar-benar bersaing, antara lain, efisiensi biaya operasianal tataniaga 1 dan berbagai macam kebijakan pernerintah negara yang bersangkutan seper,ti yang diuraikan di atas. Salah satu kebijakan pemerintah terutama mengenai kebijakan makro ekonomi adalah kebijakan nilai tukar (foreign exchange rate), Kebijakan nilai tukar resmi dari pemerintah (official exchange rate) dapat digunakan untuk mengukur kriteria bersaing atau tidaknya suatu komoditas di pasat internadonal. Menurut Mohamed (1989), suatu komoditas memiliki keunggulan bersaing bila harganya di pasar internasional, sama atau lebih kecil dari nilai tukar resmi. Pengukuran kriteria keunggulan bersaing bagi komoditas lada yaitu dengan menggunakan nilai tukar resmi tahun 1990. Rasio antara nilai DRC dan nilai tukar resmi (official exchange rate) masing-masing negara produseh utama menghdsilkan nilai yang lebih kecil dari satu. Atau dengan kata lain, nilai DRC-nya lebib kecil dari nilai tukar resmi. Artinya komoditas lada tiap negarra memiliki keunggulan bersaing. Jika disusun menurut peringkatnya, maka Indonesia borada diurutan pcrtama dan ditempat berikutnya berturut-turut adalah India, Ma&qJia, clan Braajl. Kedudukan komoditas lada Indonesia yang berada pada ped~glbtpemma -baik secara komparatif maupun kompetitif -- didasarkan pada sfstern usahatani dan kriteria petaninya. Sistem usahataninya adalah semi intensif dm biaya operasional relatif tidak terlalu tinggi . Apabila terjadi kegagalan , maka risiko kerugiannya tidak mengakibatkan petani rneninggalkan kebunnya. Pengalsmatr, rn@nutljukkan,jika harga merosot, petani tetap memelihara kebunnya walaupun tidak intr~rrsif, Dengan demikian usahatani lada ini sesungguhnya tidak layak diusahskan secara besarbesaran dan secara intensif. Sementara dari sisi kritetia petarllnya senditi pada umumnya adalah petani-petani kecil dan biasanya memiliki wbzUI# uulha yang lain, misalnya usahatani tanaman pangan, sehingga meskipun terjadi kagagalan dthlam usahatani lada tidak mengakibatkan terputusnya ntatapencahariatt petouri. Tin~katProteksi Efektif EPR) Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa Analisis Tingkat Protaksi Efektif ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengusahaan komoditas lada bq8i tiap negara mempunyai insentif ekonomi. Dalam arti lain apakah komoditas ihi mars ekonomi dapat dikembangkan atau tidak. Jika nilai EPR positip, berarti menandakan komoditas itu mendapat subsidi dan memiliki insentif untuk dikembangkan karena pemerin- tah memberi rangsangan pada produsen. Sebaliknya, jika nilainya negatip berarti tidak ada insentif ekonomi untuk dikembangkan dan kemungkfnan pemetintah membebani pajak pada produsen (Mohamed, 1989). I 'Ribel 29. Nilai Tingkat Proteksi Efektif EPR) Usahami Lada Negara Produsen tama Negara Produsen Nilai EPR Brazil I n d i a Indonesia Malaysia Hasil analisis menunjukkan nilai EPR tiap usahatmi lads tiap negarra produsen utama bernilai positip. Dengan demikian komoditas l ~ d arne~punyaiinsentip ekonomi (Tmbe129). Komoditas ini telah lama diusahakan, bahkan aajjak sebelum perang dunia pertama telah menjadi andalan utama penghaail detvisa, Jadi hasil analisis ini lebih memperkuat pembuktian betapa komoditak ini telah m$marlatig pman sejak lama dalam menghasilkan pendapatan negara. Perkembangan ekonomi dan teknologi memun~kinkMtlaf) nagara batpacu meningkatkan devisa dari berbagai sektor, yang pada akhitnya cmderung memperkecil pangsa devisa dari produk hasil pertanian. Maskipun damikian patanan komoditas lada dilihat dari komposisi bahan baku tertento, balk dalam thakhnan maupun farmasi dan kosmetika tidak dapat diabaikan. B a h b hingga saat ini belum ditemukan secara akurat bahan sintetis pengganti lada. Analisis ini berkaitan dengan analisis kebijakan yang menggambatkan sebe- rapa jauh kepekaan keunggulan komparatif apabila terjadi perubahan-pewbahan dari peubah kebijakan seperti nilai tukar, subsidi input dan output melalui harganya, t teknologi, perkreditan/permodalan, dan kebijakan-kebijakan lairrnya. Secara konkret analisis ini mengukur besarnya dampak suatu perubahan peubah-peubah kebijakan tersebut terhadap besaran DRC. Indikator tingkat kepekaan perubahan diukur dengan elastisitas DRC yaitu besarnya perubahan DRC (dalam persen) akibat adanya perubahan satu persen suatu peubah, ceteris paribus. Makin besar elastisitas (nilai mutlak), makin besar pula tingkat kepekaan terhadap perubahan suatu peubah yang mempengaruhinya. Hasil analisis (Tmbel 30) menunjukkan, perubahan harga masing-masing input (secara tunggal) kurang berpengaruh terhadap perubahan nilai DRC. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai elastisitas yang kurang dari satu. Attlnya jika harga masing-masing input berubah sebesar 1.0 persen, maka nilai i-asio DRC mengalami perubahan dalam arah yang sama sebesar kurang dari 1.0 persen. Dengan kata lain perubahan harga input secara tunggal (naiWturun) kurang metmberikan dampak terhadap nilai rasio DRC. Nilai elastisitas input antara paling bgsar dia~ltarainput yang lain, karena memang mempunyai peranan paling besar dalam usahatmi. Dapat dilihat bahwa peranan input ini sangat menonjol terutama di Bwil dm Malaysia -- elastisitas sebesar 0.91 dan 0.63 -- dengan kultur teknik yatlgt balk dan padat input kimia (intensif). Apabila semua input berubah bersama-sama dan searah sebesar 1.0 persen, maka nilai rasio DRC menjadi lebih besar dari 1.0 persen (ttlastisitasnya h m W a 1.07 dan 1.64). Perubahan ini menandakan kepekaan DRC terhadap harga input eecatr simultan dapat mengakibatkan kerugian usahatani yang seriur bila t i d a dapat diim- bangi oleh harga output yang layak. Perubahan nilai tukar bayangan relatif tidak begitu peka tethadap perubahan DRC (elastisitas umumnya kurang dari satu). Artinya kebijakan devaluasi dan pengambangan nilai tukar mata uang negara produsen lada utama kurang berpengaruh terhadap keragaan usahatani la& sebagai produk ekspor. 'lhbel30. Elastisitas Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) Usahatani Lada Empat Negara Produsen Utama Peubah Indonesia Brazil Zndia Malay- sia ------------------------------------.L-*-+--*d*-d**+-*+---* Opportunity Cost Lahan 0.1670 0.0260 0,0978 0.0348 Opportunity Cost Modal 0.2672 0,1170 8.0669 0.0813 Harga Bayangan T. Kerja 0.3340 0.5592 Q,46i3 0.4761 Harga Bayangan Input Antara 0.3674 0.9103 0,4623 0.6271 Harga Bayangan Semua Input 1.6385 1,0763 1.8077 Nilai Tukar ~ a y a n g a n 1.0688 -0.9686 -1.0013 -0,9924 -0.9831 Harga Paritas Ekspor Output-1.0354 -1.6295 -1,0683 -1.1845 Produktivitas -1.6125 -1,0613 ea.0364 *l,1845 Pengaruh perubahan harga output sangat peka terhadap k@t%gaafiua&atani lada. Hal ini ditandai oleh naiknya harga output sebesar 1.0 pcetrsorl, maka rasio DRC lebih besar dari 1.0 persen (elastisitasnya antara 1.63 4M 1,452 persen), Nilai yang paling besar berturut-turut terdapat pada usahatani lads Btatil dan Malayysia. Dua negara ini sangat peka sekali terhadap perubahan hatga lada kanwkuen- si logis dari biaya produksi yang tinggi. Fluktuasi haqa ymg sangat tajam selama dua dekade terakhir mengakibatkan produksi lada kedua negm Mraebut sangat tidak stabil dibandingkan dengan dua negara yang lain. Untuk menggambarkan tingkat teknologi usahatani, maka pendekatan yang dipakai adalah perubahan produktivitas. Apabila produktivitas ubhstani berubah 1.0 persen, maka nilai rasio DRC berubah tidak searah lebih besar dari 1.0 persen, ceteris paribus. Atau nilai elastisitasnya berada diantara -1.03 dm -1.61, K@p&an produktivitas ini menunjukkan peranan teknologi yang sangat besrlr bagi usahatani lada. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penggunaan input, tesruttirha piupuk dan pestisida yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar d a nierneflukafi ~ pctmeliharaan yang baik. Analisis ini bertujuan terutama untuk melihat tingkat kepekaan terhadap penurunan harga output di pasar internasional dengan asumsi harga-harga input konstan. Maksudnya adalah sebagai tolok ukur kemampuan dalam m~mpertahmkan usahatani jika harga yang terjadi sangat rendah. Tingkat kepekaan dapat dilihat dari harga minimum yang diterima petani dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi. Keadaan itu dicapai jika harga yang terjadi menghasilkan NPV sama dengan nol, nilai BCR sama dengan satu, dan IRR sama dengan tingkat diskonto yang dipalcai dalam analisis. Titik tolak perbitungannya adalah biaya total yang diperhitungkan (imputedcost) seperti dalam nbel Lampiran 7 - 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa, harga minimum lada hitam per kilogram yang harus diperoleh untuk dapat disebut sebagai usahatani lada yang layak harus lebih besar dari Cr 95.5823 (US $ 1.40) untuk Brazil, Rs 31.3454 (US $ 1.79) untuk India, Rp 1 212.67 (US $ 0.658) untuk Indonesia, dan M$ 3.7402 (US $ 1.38) untuk Malaysia @be1 31 - 34). Dari informasi harga ini bila dibandingkan dengan harga pasar internasional yang tejadi pada tahun 1990 dm 1991 ywg ldu, maka petani-petani di Brazil, India, dan Malaysia sebetulnya sudah terpukul,, kwena harga sudah berada di bawah harga toleransi minimum. mbel 3 1. Perhitungan Harga Minimum Usahatani Lada Lampung Indonesia 1.0 ha (2000 pohon), 1990 Present Value 17 X Tahun Produksi (kg.) Harga/kg Manfaat Biaya . Manfaat Bersih Manfaat Biaya Manfaat Bersih %be1 32. Perhitungan Harga Minimum Usahatani Lada Brazil 1.0 ha (1000 pohon), 1990 Present Value 28 X Tahun Produksi (kg.) Harga/kg Manfaat Biaya Manfaat Bersih Manf rbt blayp Manf @at BCrsi h . . . . . . . . . . . . . . . . Cruzeiros. . . . . . . . . . . . . . . 4 JUMLAM 422951 .4? 482V51.47 0.00 lhbel33. Perhitungan Harga Minimum Usahatani Uda fddi8 1.0 ha (1050 pohon), 199Q Prhacnt Value 10 # Tahm Produksi Harga/kg Manfaat Biaya Manfaat Bersi h (kg.) ................ I II II I IV V VI VI I VlI1 1X X XI XII 420.0 525.0 577.5 630.0 640.0 630.0 577.5 525 .O 420.0 367.5 31.3454 31.3454 31.3454 31.3454 31.3654 31.3454 31.3454 31.3454 31 A354 31.3454 31.3454 31.3454 0.0 0.0 13165.0 16456.0 18102.0 19747.6 20061 .O 19747.0 18102.0 16456.3 13165.0 11519.0 17191.0 9343.0 11946.0 12177.0 12292.5 12408.0 12430.0 12408.0 12292.5 12177.0 11946.0 11830.5 Rupee (17191.0) ( 9343.0) 1219.0 4279.Q 5809.S 7339.6 7631 .O 7339.0 5809.5 4279.3 1219.0 ( 311.51 JUMLAH Manfaat B1ayI Mlnfwt Bersih ...,...,,........ 0.00 0.00 0889.50 1123?.80 11237.72 11145.54 10291.29 9298.03 7675.24 6342.26 4613.01 3668.80 ls&za,~4 t i ~ 2 8 . 3 4 ) 85309.19 85309.19 ~;EI,OC ( 8 9 a . 03 #31&.80 7630.41 7001(.$2 63H.08 $788.33 8213.a~ 4694.23 4187,Of 3?69,10 nbel 34. Perhitungan Harga Minimum Usahatani Lada Malaysia 1.0 ha (1600 pohon), 1990 Present Value Tahun Produksi Harga/kg Manfaat Biaya Bersih . . . . . . . . . . . . . . . . Ringgit. VII Vlll IX X XI XII 0.00 0.00 1392.00 1984.00 3168.00 3968.00 3168.00 2384.00 1600.00 1360.00 1200.00 960.00 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 3.7402 0.00 0.00 5206.43 7420.65 11849.11 14841.31 11849.11 8916.75 5984.40 5086.74 4488.30 3590.64 21038.42 2989.60 4355.46 4498.73 4970.76 4978.86 4785.26 6595.53 4405.80 4533.22 4279.00 4220.92 914.47 d920.91 11603,31 4141.a~ S912,21 3419.70 2461.99 1648.03 425.94 ( 100.39) 0.00 ' 7 X Manfaat (kg.) 1 II 111 1V V VI ml.OS) (21038.42) 2898.60) 850.97 2921.92 6878.35 9862.45 7063.85 4321.22 1578.60 553.52 209.30 (630.28) ( Manfaat Biaya Manfaat Bersih Secara keseluruhan estimasi model permintaan impor dan paoaWa\ran ekspor lada dunia dengan menggunakan metode kuadrat terkecil tiga tahap (Three Stage Least Square -- 3-SLS) memberikan hasil yang lebih baik daripada m~todekuadrzltI terkecil biasa (Ordinary Least Square - OLS). Dengan menggunakan 3-SLS nilai koefisien determinasi dalam sistem (Weighted R-Square for System) menjadi lebih tinggi yaitu sebesar 0.98 dan lebih banyak peubah yang menunjukkan tanda sesuai dengan dugaan, serta berpengaruh nyata dan sangat nyata secara statistik. Oleh karena itu pembahasan berikut ini difokuskan pada hasil estimasi 3-SLS. Penafsiran hasil OLS hanya digunakan untuk estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal dan produksi lada negara produsen selain Indonesia. Hal ini dilakukan karena: (1) dengan keterbatasan data bila kedua persamaan tersebut dimasukkan ke dalam sistem -- jumlah persamaan bertambah 8 buah karena ada empat negara produsen di luar Indonesia --,maka Secara statistik sistem persamaan menjadi tidak teridentifikasi (not identified), dan (2) fokus analisisnya adalah Indonesia, maka persamaanpersarnaan yang berkenaan dengan perladaan nasional perlu disertakan dalam sistem. Pada bagian ini uraian diawali dari sisi penawaran yang mencakup pend~gaan areal tanaman lada, produksi, dan penawaran ekspor dari masing-masing aegara produsen, serta dari Singapura dan Hongkong berperan sebagai qegerra "entreport" yang kedudukannya sangat penting dalam perekonomian lada dutlia. Uraian dad sisi permintaan dilakukan dengan menganalisis permintaan impor lada di lima segmen pasar impor, yaitu pasar Amerika Utara, Eropa Barat, Jepmg, atopa Timur dan Uni Soviet, dan negara-negara lain (Negara Sisa Dunia). Akhimya, dengan memanfaatkan parametereparameter dugaan dari fiid p&rmintaan dan penawaran kemudian dilakukan simulasi analisig kcsbijakan, yaltu menganalisis bagaimana dampak perubahan beberapa peubh pndntu porkembangan perladaan dunia terhadap perkembangan lada nasional. Produksi lada Indonesia dipengaruhi secara bersama+samadan aangat nyata oleh faktor-faktor harga riil lada tingkat petani (PFOl), produksi lada tahun lalu (QIO-I), luas areal lada (AIO), harga FOB kopi Indonesia (PCIO), d w ourah hujan tahunan di Indonesia (RFIO). Dari kelima faktor tersebut secata prafoial yang berpengaruh nyata dan sangat nyata adalah PFOl dan A10 (Xibe1 35). Harga lada riil di tingkat petani berpengaruh nyata pad4 Waf 5.0 perwri dengan elastisitas sebesar 0.09, artinya, jika harga naik 10 perm, ptPduksi lada turun sebesar 0.90 persen dalam jangka pendek dan 1.0 persen dalam jmgka parijang, ceteris paribus. Hal yang bertentangan dengan dugaan semula irli tampakrlya erat kaitannya dengan penanganan mutu dan cara-cara panen yang dilakukan aleh petani. Petani lada cenderung melakukan penanganan lada secara lebih baik bila harga lada meningkat. Mutu lada yang baik sesungguhnya berasal dari pemanenan selektif yaitu memetik b u d lada yang cukup tua dan masak disertai perlakuiin pasca panen yang baik. Penanganan yang bertambah baik ini berakibat pada bertambah sedikitnya volume lada yang dihasilkan. Peubah luas areal (AIO) berpengaruh sangat nyata terhadap produksi. Elastisitasnya sebesar 0.90 dalam jangka pendek dan 0.99 dalam jangka panjang, artinya bila areal naik 1.0 persen, produksi akan naik 0.90 persen dalam jangka pendek dan 1.0 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Selama kurun waktu analisis -- dari tahun 1969 hingga tahun 1991 -- perkembangan areal naik rata-rata 8.45 persen Tmbel35. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempmgarubi Produksi b d a Indonesia (QIOJ Konstanta PFOl (Harga lada riil tingkat petani) Model OLS Modal 0.6141 (0.090) 3.5653++ (1.308) 3-SLS Elastisitas Jatlgka Pe~dek Pmjang - 1.57581 - 1.85222'. + (-1.496) (-2.6 1) 1.8475++ (1.455) 0.9264 (1.149) - - -0.0900 -0.0990 QIO-1 (Produksi lada Indonesia t- 1) A10 (Luas area1 lada Indonesia) PC10 (Harga FOB kopi Indonesia) - RFIO (Curah hujan) - Keterangan :(...)angka d a l m kurung merupakan n i l a i - t ** Nyata pada t a r a f 5.0 persen *** Nyats pada t e r e f 1.0 persen ++ Nyata pada t b r a f 20 persefi -- EE ll aa ss tt ii ss ii tt aa ss Jangka ~endek= bi.i/G -~angka'panjang= ( 1 - b j ) ' l ( b i . ~ / ~ ) b i = Koefisien regresi yang bersangkutan b j = Koef i s i e n regresi lag t - 1 d a r i peubah persamaan y6ng bersangkutan -X = Rataan paubeh k b e s (penjetas) ; -Y = Rataan peubeh tak bebas (yang dijelaskan) per tahun yaitu dari 40 093 hektar pada tahun 1969 menjadi 118 000 hektar pada tahun 1991. Perluasan ini terutama terjadi di Lampung, Kalimwtan Barat, Kalimantan Timur, Sumatra Selatan (Bangka), dan Sulawesi. Di daerah ktalimantan patluasan areal umumnya dilakukan pada lahan-lahan yang betul-betul b ~ sehingga , belum terkontaminasi oleh jamur penyebab busuk pangkal batang atau penyakit lainnya, Positipnya pengembangan perluasan areal dapat pula dilihat pada pubah T7l @be1 36 dan nyata pada taraf 5.0 persen. Peubah ini menunjukkan program pengem- bangan lada -- melalui peremajaan dan penanaman baru -- setjak tolhun 1971 cuhp berhasil, tidak saja di pusat produksinya (Lampurlg datr Batlgka), tetspi julga ke daerah Kalimantan dm Sulawesi. Akibatnya, produksi lada di lhdorlesia tiap tahun meningkat rata-rata 11.19 persen (Ditjenbun, 1989 ; IPC, 1991). Lebih lanjut luas areal usahatani lada Indonesia dipngmhi secara bersama- sama dan sangat nyata oleh faktor-faktor harga lada nil FOB tiga t&un twb@lUmnya (PDO-3), areal lada tahun sebelumnya (AIO-I), tingkat slth burllfa tiga tzlhun &$be+ lumnya (RIO-3), dan perkembangan areal sejak tahun 1971 (T71). Dpri keempat faktor tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata dan sangat nyatrn adalah PDO-3, AIO-1, dan T71 mbel36). Peubah harga riil FOB lada Indonesia tiga tahun sebelumnya (PRO-3) berpengaruh sangat nyata terhadap perkembangan areal dengan elastisitas sebesar 0.07 dan 0.10 masing-masing dalam jangka pendek dan jangka panjag. Kenaim harga riil lada pada tahun t sebesar 10 persen akan diikuti oleh meningkstrrya luaai areal usahatani lada tiga tahun kemudian sebesar 0.7 persen dalan, jangh pendek dm 1.0 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Relatif kecilnya dampak perubahan harga terhadap perluasan areal pertanaman lada ini tampaknya erat kafmnya dengan meluasnya serangan penyakit busuk pangkal batang di Lampun8 dm penyak!t kuning di Bangka yang sangat sulit ditanggulangi. Peubah luas areal pada tahun sebelumnya (AIO-1) berpengatuh nytzta pada taraf 10 persen dan bersifat inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Peubah ini menunjukkan bahwa luas areal usahatani lada yang tinggi pada tahun sebelumnya akan berdampak positip terhadap luas areal pertanaman lada kini. lkmpaknya ha1 ini rnerupakan dampak residual dari harga harapan lada pe&i pada tahun-tahun sebelumnya. %be1 36. Estimasi Faktor-Faktor yang Memp$fi@ruhi Lu@$Areal Usahatani Lada Indonesia (AIOJ Model OLS Peubah Model 3-StS Blastisitas Jm@a Pehdek Panjang Konstanta PDO-3 (Harga lada riil FOB t-3) AIO-1 (Areal ldda Indonesia t- 1) RIO-3 (Tingkat suku bunga t-3) T71 (Pen aruh Perkembangan Areal sejak 1 9 6 ) 1.5967+ (1.467) + 1.4629" (2.544) - . Keterangan : (. .) angka dalanr'kurvtg merupakan n i l a i - t *** Nyeta pada taraf 1.0 persen ** Nyata pada teref 5.0 Mrsen * Nyata pada taraf 10 persen ++ Nyata pada taref 20 persen Harga Lada FOB Riil Indonesia sangat nyata dipengaruhi secara bersamasama oleh harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY I), harga lada nil FOB tahun lalu (PDO1-l), dan nilai tukar riil Rupiah/US$ (ERIO)m b e l 37). Peubah penjelas PNY 1 berpengaruh sangat nyata derlgan elastisitas sabesar 1.08 untuk jangka pendek dan 1.65 untuk jangka panjang, artitrya jika h a r p lada dunia (PNY 1) naik sebesar 1.0 persen, harga FOB lada I~doneeia&in naik fsbesar 1.08 hingga 1.65 persen (ceteris paribus). Ini menunjukkan besarriya p m a n pasar lada hitam Lampung di New York sebagai barometer harga ladg dunia dan d ~ m paknya terhadap perkembangan lada di pasar domestik (FOB). Peubah harga riil FOB lada Indonesia tahun seb$lumny@[l?&Xl1_1) befpngsruh sangat nyata dengan elastisitas sebesar 0.34 dan Q.5a. Naiknys hguga tahuXi lalu sebesar 1.0 persen, akan diikuti oleh naiknya harga tahuq ini seibasat 0.34 petsen dalam jangka pendek dan 0.52 persen dalam jangka panja~g(Octaris paribus). Peubah ini sesungguhnya merupakan faktor ekspektasi hwga @rimwcpctadon) yang lebih banyak berdampak psikologis kepada pelaku pemssaran. Thbel37. Estimasi Faktor-Faktor yang M&m dgaruhi Hat'ga FOB Rill Lada Indonesia (PD$ Model OLS Peubah M el 3-& Blastisitas-Jmgka Pendctk PNwg - Konstanta -2.0032"" (-3.010) PNY 1 (Har a riil lada hitam Lampung di New Yor ) 0.8902"' (4.798) tj:d2&IC' 1.0827 1.6512 PDOl -1 (Hkga riil FOB lada Indonesia t- 1) 0.3619" (2.471) 0 3 43*++ 0.21436 0,5240 ERIOl (Nilai tukar riil Rupiah/US$ O.oolO** (2.358) 1.0 91*'* 0,3634 0,9543 (a39a) R2 0.7767 . 26.5 14"' - F-Statistik Kctarewan :( (3.4'6) .*** .. Nyata angka dalam kurung rncrupakan n i l a i - t pada taraf 1.0 persen ** Nyata pada tarof 9.0 .c - - ) wrs6h Peubah nilai tukar riil (Rp/US$) sangat berperlgaruh nyatitl terhadap harga lada FOB di Indonesia secara riil dengan elastisitas sebesar 0,36 dm 0.52. AtZinya, depresiasi mata uang rupiah terhadap dollar secara riil sebesar 1,O XH&rsenmeriyebabkan meningkatnya harga lada FOB secara nil sebesar 0.36 Wrsen dalam jangka pendek dan 0.52 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. lbmpzrknya kenaikan harga riil FOB hal ini merupakan salah satu penyebab mengapa nilai tukar riil (ERIO1) tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran ekspor lada Indonesia (lbbel 5.16), sehingga,tidak sesuai dengan hipotesis. beta- Harga Lada Riil Tingkat Petani Indonesia (PFO1)djpen$mhi ma-sama dan sangat nyata oleh harga lada riil FOB Indonegia (PDQl), harga riil lada tingkat petani tahun sebelumnya (PFO1-l), dan jumlah p n a w m lada doma- tik (XDIO). Secara parsial dua faktor yang pertama berljeflgaruh sanpt nyau dan faktor yang ketiga berpengaruh nyata (Tabel 38). Peubah harga FOB riil lada Indonesia (PDOl) bcrpengaruh sangat nyata terhadap harga petani dengan elastisitas sebesar 0.92 dan 1.23, Petngan naiknya harga di tingkat eksportir naik sebesar 1.0 persen akan diikuti oleh kendbn hwga di tingkat petani sebesar 0.92 persen untuk jangka pendek dm 1.23 petsen untuk jangka panjang (ceteris paribus). Thbe138. Estimasi Faktor-Faktor yan Mempen aruhi Harga Riil Lada Tingkat Petani dl In onesia (P 01) d 8 Model OLS Peubah M el #astitisitas-Jangka 3- LS Pendek Pwjang F' Konstanta PDOl (Harga,FOB riil lada Indonesia) 0.6209"' 0.6105"' 0.9245 (9.205) (10.626) 1.2274 PFOl-1 (Harga riil lada tingkat petani t-1) 0.2141" (2.446) 0.3299 0.2469"' (3.459) 0.2485 XDIO (Jumlah penawaran lada domestik) -0.0241 + -0.0247" -0.0856 -0.1 136 (-1.560) (-2.165) ++ . Keterangan :(. .) angka dalum kuruig inerupakan n i l a i - t ; ** Yyata pada taraf 5.0 pcrsen *** Nyata padd taraf 1.0 persen +++ Nyata pada taraf 15 persen Peubah harga tingkat petani tahun sebelumnya (PFOl-1) berpengaruh sangat nyata terhadap harga riil tingkat petani tahun kini (PFO1) dengan elstisitas sebesar 0.25 untuk jangka pendek dan 0.33 untuk jangka panjang. Artinya dengan naiknya harga sekarang sebesar 1.0 persen harga tingkat petani tahun depan naik sdbesar 0.25 hingga 0.33 persen (ceteris paribus). Pengaruh harga disini lebih cendttung bersifat psikologis, dalam arti adanya suatu ekspektasi harga @rice leccpecptation) yatlg positip, yaitu terjadinya kenailcan harga tahun lalu berdampak terhadap keanaikan harga tahun sekarang. Volume penawaran lada domestik (XDIO) berpengatuh nyata trttrhadap bwga yang tejadi di tingkat petani pada taraf 5.0 persen dengan ~ l ~ s t i r i tssbesrr ra -0.08 dan -0.1 1. Artinya naiknya penawaran domestik sebesu 1,a pcBt$#n, haqa dalam negeri a h turun sebesar 0.09 dalam jangka pendek dan 0.1 1 &darn jmgh panjang, ceteris paribus. Relatif rendahnya reswn harga terhsdap p&n&wlbmndomestik ini tampaknya memberi indikasi mengenai relatif tingginya kol~ai tat#nittf$ulada domestik. Uraian berikut memperkuat kontatasi ini. Analisis transmisi harga menunjukkan bahwa nilai eltb$ti$ft8$#yainsbestar 1.064'1, artinya perubahan harga lada sebesar 1.064 petzlefi di pa4ar eksrportir, menyebabkan perubahan harga di tinght petani sebesw 1,O WrMfl, Abu Aekdbiltgs harganya sebesar 0.94~),artinya naiknya harga sebesar 1.0 persen Ws p-af eksportir, akan diikuti oleh perubahan harga di tingkat petani wbew 0.94 prsrsein. Dctngan kata lain perubahan harga di tingkat eksportir seatah dengw prubahan harga di tingkat petani dalam persentase yang relatif sama. Hail petlelidan Unila @asyim, Hamim, dan Ratna 1988), mengenai tataniaga lada di L,ampuIi# mcedufljttkk8n, perubahan harga di tingkat eksportir 1.13 persen diik~tioich p e ~ b a h a tharga ~ di tingkat petani sebesar 1.0 pemn. Angka transmisi yang mmdekatl ratu ini bukan berarti a& integrasi tinggi, tetapi justeru menunjukkan tingginya kolusi yly&\gterjadi. p p - 7bl5.14 - - 1) EWutu t n d u hrg.dihituq &ri pendugun prnmafer a m mbagai bcrikut (Olo and King, 1980): n = (dP/dPJ(PJPd = (llb)(PJPJ = (1/0.6209)(1744.74t2642.02) = 1.W36. D i ~ m n bkrtlrw ttwurnid brrga, b = k o e f i h re@ uun hrga di cingtrrt p.clld dm olrrpor(ir, P, d~ Pr harp hunt. tkl, rkrpoctit dm p t d . 2) Plclrribiis hrp = b (P/p,) = 0.6209 (2642.W1744.74) = 0.94. T 282 Kajian mengenai keterpaduan pasar tarnpak mendukung konstat8ei di atAs (%be1 39). Perhitungan indeks hubungan pasar (IMC)dalam jangka ~#andiltkmranunjulrkaul hasil IMC = 1.191). Semen-tara dalam jangka panjang nilai iddeks in@$Wipasar $&&XU 0.63~). Kedua nilai ini mengandung arti bahwa, antara pasu t k ~ p r t i rdm p a w tingkat petani menunjukkan k e t ~ m n t e ymg g ~nrrtdrlh. Hd idi diwminlaan oleh harga yang terjadi 'Ihbel39. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempenganrhi Ketd urn P a w Melalui Persamaan Harga Lada di Tinglcat PeMi (P 01) a"' Xoeflden Peubah Konstanta PFO1-1 (Harga lada riil petani tahun lalu) FOB10 Selisih harga FOB tahun ini dengan tahun lalu: PDOl -bW1-1) PDO1-1 (Harga lada FOB riil tahun lalu) K8ter.ng.n . :(. .) angka &lam kurung merupakan n i l a i - t *** Nyata pada taraf 1.0 persen ** Nyata pada teraf 5.0 persan di tingkat petanani' lebih ditentukan oleh faktor-faktor lokal. Sebagaimana yang dijel a s h oleh Peter Timmer (1987) bahwa, rendahnya ketelpaduan pagat korkoditas pertanian pada dasarnya ditentukan oleh faktor-faktor biaya pemasaran lokal, inflasi, kondisi perhubungb, dan informasi pasar. Ini tampaknya juga berlaku bagi komoditas lada, terutama di pusat produksi. Akibatnya masih tetap terbuka peluang yang 1) 2) Metode rnrlisis IMC menggunrh pcmmun (3) dra (4). Bcrrnyr indeb IMC diukur drri nsio hrrgr nil lrdr pcuni dcngrn hrrgr riil FOB trhua lrlu. Dcngrn m c n g g u ~ k r nTabel 39, nilri IMC = (PPOI-I)I(PDC)l-1) = 0.4768)/(0.40lS) = 1.1867. lntegrrsi p8Ur drlrmjrngkr prnjrng diukur drri nilri toefirion n g n s i rollsih hrrgr FOB uhun kin1 drn uhun lrlu 01-PDOl-I). tinggi terhadap praktek kolusi atau persekongkolan pedagang antam eksgartir dengan agen-agennya di desa, kecamatan, atau kabupaten. Bahkan hinggti saat ini masih wadi praktek ijon antara pelepas uang dengan petani lada. Penawaran Ekspor lada Indonesia dipengaruhi seeara befsama-sama dan sangat nyata oleh harga riil lada hitam Lampung di New Ybrk ( P w l ) , &spat lada Indonesia tahun lalu (X10-l), produksi lada Indonesia (QIO), ekspat lada Indonesia (TIO), nilai tukar riil Rupiah/US$ (ERIO), p@hdttp&tlilti fiil per kapita Indonesia (AYIOl), dummy Indonesia masuk IPC lag t-1 (r)'!3), dm dtlrbrny ebkspaf Indonesia turun tahun 1970, 1974, 1979, dan 1984 (DXIO), Dati dulapah faktar tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata adalah PNY 1, QIO,TIQ, AYIO, dan DXIO @be1 40). Peubah harga lada hitam Lampung di New Yotk (PEJYI), cendrtrung bQrpe.. ngaruh negatif terhadap pendugaan ekspor lada Indonesia dengan taraf nyata 25 persen dan inelastis. Ini'berbeda dengan hasil penelitim terdahulu bmhwa, gengatvh faktor harga terhadap penawaran ekspor adalah positip, HIzll itli dapat disebabkan dua kemungkinan : (1) berkaitan dengan sistem tranmksi -- ol$h ebaglan ekspartrt melalui per~etujuankontrak jangka panjang, sehingga dengan harga tidak segera &pat disesuaikan, dan (2) tin* +- & # ~ a petubahan menghindad rtsiko kerugian dalam menghadapi ketidakpastian harga, mendorong para ekspolrlr mQirlg8da- kan transaksi. Sementara itu di pasar dunia, eksportir Indanwia seaantiraga mcitnghadapi persaingan ketat terutama di wilayah pasar Amerilca Utaw ddln Eropa Barat, Dengan demikian para eksportir cenderung menerima har&ldy&n$ tSd#k semlestinya untuk volume ekspor yang lebih besar. Peubah produksi (QIO) berpengaruh sangat nyata pada tataf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.86 dan 0.9 1. Artinya dengari adanya l;eIlaiM produkoi sebesar 1.0 persen, akan diikuti oleh kenaikan ekspor st?b&$&r0.86 parsen daam jangka pendek dan 0.91 persen &lam jangka panjang, Weds paribus. Wrl k w produksi bemti makin besar pula volume ekspor. Ini ada rehvanrinya dengan konsumsi domestik yang relatif kecil disatu pihak dan pa& pihak ldfi harat untuk menyimpan komoditas ini, baik oleh petani maupun oleh ekspomir skflgat kumg #ekati, sehingga produksi yang tinggi sekaligus mencerminkan ting$it.rya vl#rlumesbpot. lhbel40. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawm Bkspar Lada Indonesia (XI03 Peubah Konstanta PNY 1 (Har a riil lada hitarn Lampung di New Yor ) E XIO-1 (Ekspor lada Indonesia t-1) QIO (Produksi lada Indonesia) TI0 (Pajak ekspor lada) EM01 (Nilai tukar riil Rupiah/US$) A n 0 1 (Pendapatan riil per kapita Indonesia) D73 (Dummy, Indonesia anggota IPC tahun 1972 lag \-1) DXIO (Dumm Eks r Indonesia turun th. 1970, h74, B79, dan 1984) . k a d a l r k u r q ncrupakrn ni lri - t +* Nyrta prdr t a r r f 5.0 perran p d a taraf 1.0 perrm + Nyrtr prdr taraf $5 person ++ Nyata pad8 t r r a f 20 perrm Keterangm : (. .) w ++*Nyatr Pajak ekspor (TIO)berpengaruh nyata terhaddp penawaran ekspor pada taraf 5.0 persen. Respon penawaran ekspor bersifat inelastis terhadap perubahan pajak. Kalau pajak berubah 1.0 persen, ekspor berubah sebesar 0.79 persen dalam jangka pendek dan 0.83 persen dalam jangka panjang serta memiliki arah yang sama, ceteris paribus. Perhitungan pajak ekspor dalam penelitian ini ti&& -ukkun pajak tambahan MPO, kliring bank, dan biaya lain-lain karena data untuk itu tidak dapat diperoleh. Dengan demikian perhitungannya menjadi kurahg tepat yaitu berbias kebawah (under estimate). Ximpaknya kelemahan perhitungan pajak sangat mungkin menyebabkan pengaruh pajak menjadi positip tefhadap ekspor dab ini menyimpang dari teori. Sehubungan dengan itu, selama tahun 1969 hingga tahun 1991 pemerintah secara berangsur-angsur mengurangi pdjak untuk mcamacu skspor. Sampai 1976, beban pajak ditetapkan 10 persen dan sesudah itu turun menjadi 5 persen. Kemudian sejak 1982 hingga sekarang kamoditas ini diM&&an d d pajak ekspor untuk kualitas ASTA (American Spice Trade A$swiatidn) dm FAQ (Fairly Average Quality), sedangkan untuk kualitas campurn (lada bstmutu fendah) masih dikenakan pajak ekspor 10 persen. Di samping itu masih ada pufigutan lain yaitu MPO, biaya kliring bank, dan biaya-biaya lain. Faktor pendapatan riil perkapita (AYIO1) berpengaruh nyata pada taraf 20 persen dengan slope (arah) yang positip dan bersifat inelads, P W t brsebut ~ecara tidak langsung mempengaruhi ekspor melalui permintam (konsumai) domestik, Dari hasil analisis ini menunjukkan ada kecenderungan makin t$nggi pandap~~tan, berarti makin tinggi konsumsi tetapi ekspor juga makin tinggi. DaJam Wtmnya drrngan ekspor lada, makin tingginya pendapatan penduduk tid& mengakfbatkan konsumsi meningkat secara tajam untuk kemudian menurunkan volume okapof, Ini disebabkan konsumsi lada penduduk Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain seperti India. Meskipun konsumsi men$alsmi kenaikan, tetapi laju pertumbuhannya lebih rendah dari laju pertumbuhan ebpbr, Dafatn period@19691991 rata-rata pertumbuhan konsumsi sebesar 2.25 perSeh, sdiillgkm pttumbuhan ekspor sebesar 8.94 persen (IPC, 1969-1991). Peubah DXIO menunjukkan selama kurun waktu 1969-1991 ekspor lada pernah empat tahun mengalami penurunan drastis. Menurunnya produksi terutama pada tahun 1974, 1979, dan 1984 masing-masing sebe~ar3,60, 11.62, dair 10.1 1 persen dari tahun sebelumnya yang berpengaruh nyata dan negatip pada taraf 1.0 persen terhadap keragaman penawaran ekspor. Brazil Produksi lada Brazil secara bersama-sama dan sagat nysa di~nganrhi oleh luas areal (AB), harga lada nil FOB rata-rata (PDB),dan p f d u b i lada Bmil tahun lalu (QB-1). Ketiga peubah tersebut secara parsial bietpcb#$mth nytlta &ha- dap produksi lada di Braiil ('hbel41) Faktor harga lada riil FOB rata-rata (PDB)berp@ngmhnytita pludla tslnaf 5.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.02 dan 0.04. Artinya k~rallaulbarla &ear 10 persen diikuti kenailcan produksi sebesar 0.20 persen datam jangka pendek dan 0.40 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Relatif rendahnya dampak harga terhadap produksi tampaknya berkaitan dengan faktsr iklim dan semgdn harndpenyakit yang seringkali tidak mendukung usahatani lada di Br&zil. %rjadhya cuaca dingin dengan embun beku (frost) atau serangan hamalpenyaklt dapat mengakibatkan panen yang kurang berhasil. Peubah produksi lada tahun sebelumnya (QB-1) nyata pada taraf 10 persen dengan elastisitas sebesar 0.37 dan 0.61. Artinya, pertarnbahan produksi tahun lalu sebesar 1.0 diikuti pertarnbahan produksi tahun sekarang sebuu 0.37 pasen dalam jangka pendek dan 0.61 persen &lam jangka panjang. Peubah ini menunjuk- kan bahwa produksi yang tinggi pada tahun sebelumnya akan berdampak positip terhadap produksi tahun kini. "Ribel 41. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Lada Brazil (QB) Elastisitas-Jmgka Peubah Model OLS Konstanta 9042.6321" (2.805) i . Pendek - Panjang - AB (Luas areal) 0.4365" (2.438) 0.2719 0.4481 PDB (Harga lada riil FOB rata-rat. ((t- 1)+t)/2) 0.0235" (2.358) 0.0233 0.0384 QB-1 (Produksi Lada t-1) R2 F-Statistik Keterangan : ( .*** . angka &Lam kurwg m r ~ p ~ k aninLai - t Nyata pada t r r a f 1.0 persen ** Nyatr pada t l r l f 8.0 ~)rsan .) * Nystr p d a t a r r f 10 persen Koefisien regresi peubah luas areal (AB) nyat8 pada tataf S persen dengan elastisitas sebesar 0.27 dan 0.45. Artinya pertambahan luds 10 pcErsen diikuti oleh pertambahan produksi sebesar 2.72 prsen daam janpka pendkk dan 4.50 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Lebih lanjut Luas areal lada Brazil dipengaruhi swam betsama+aamadan sangat nyata oleh harga lada riil FOB Brazil tiga tahun sabelumnya (PDB1_3), tinght s u h bunga tiga tahun sebelumnya (RB_3), areal lad&tahun lalu (AB-I), dm dummy areal naik sejak 1975 (DB75). Dari empat faktor tersebut )19ng berpengatuh nyata adalah PDB1-3, AB-1, dan DB75 m l 4 2 ) . Harga lada riil FOB tiga tahun lalu (PDB1-3) berpengaruh dyata dan positif pada taraf 10 persen dengan elastisitas sebesar 0.24 dan 0.6 1 perscan, Artinya, bila harga tiga tahun lalu naik sebesar 1.0 persen mengakibatkan lu& pertanaman lada bertambah sebesar 0.24 persen dalam jangka pendek dan Q,61 p@fsendalam jlurgka panjang, ceteris paribus. Pengaruh peubah ini terhadap areal sama sepertf negara produsen utama lainnya, bahkan harga FOB tersebut sangat beqenglaruh nyata. Tibe1 42. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi A r d Usahatani Lada Brazil (AB) Konstanta - Eliwtisitas-farlgka Model OLS Peubah Pendek Panjmg 0. 2 4 a ~ 0.6062 ' PDB1-3 (Harga lada riil FOB t-3) 503.2894' (1.871) RB-3 (Tingkat suku bunga t-3) AB-1 (Areal lada t-1) DB75 @ummy,areal naik sejak 1975) . 3911.1298+ (1.357) Keterangan : (. .) angka &lm kurung mrupaku, ni l a i * t * Nyata pada taraf 10 persm + *** NyMb pKk ++ Myata pi& t l r a f 1.O p(rrldn tllraf 80 persw Peubah areal lada tahun sebelumnya (AB-1) sangat berpengmh nyata terhadap keragaman areal. Peubah ini memiliki elastisitas sebesat 0.56 dan 1.41. Artinya areal tahun lalu naik sebesar 1.0 persen, diikuti keliaikan areal tahun kini hanya 0.56 persen dalam jangka pendek dan 1.4 1 persen dalam jangka panjang (ceteris paribus). Ini menunjukkan, areal tidak meningkat dalam seluruh waktu secara autonomous ( ~ a d dan e Smit, 1991) dan berdampak residual bagi perkembangan areal berikutnya. Peubah boneka (DB75)) menunjukkan bahwa, areal naik sejak 1975 dan berpengaruh positif terhadap perkembangan areal tanaman lada di Brazil. Pengaruhnya ditandai dengan meningkatnya "intercept" pada pendugaan persamaan luas areal. Penawaran ekspor lada Brazil secara bersama-sama dan sangrat nyata dipengaruhi oleh faktor-faktor harga lada hitam Lampung di New York (PNY I), ekspor lada Brazil tahun lalu (XB-l), produksi lada Brastil (QB), nilai tukar riil Crusados/US$ (ERBl), dummy Brazil masuk IPC tahun 1981 lag t-1 @82), dummy ekspor lada Brazil turun tahun 1970 (DB70), dan pendapatan riil per kapita penduduk Brazil (AYBl). Dari tujuh faktor tersebut secara parsial yaog berpenggruh nyata adalah QB, ERB1, D82, DB70, dan AYBl (Xibe1 43). Peubah produksi lada (QB) berpengaruh sangat oyata dibn pooltif terhadap penawaran ekspor. Elastisitasnya sebesar 1.22 dan 1.37, muinpmuing untulc jangka pendek dan jangka panjang. Ini ada relevansinya dmgan k(maumsi domeatik ymg relatif kecil dan tampaknya hasrat untuk melakukan penyiFipman pedagang -- sangat kurang sekali. Keadaan aeperti ini relatif -* oleh pettani dan ssma dengan yang terjadi di Indonesia, sehingga tingginya produksi seldigus juga mcncerminkan tingginya volume ekspor. Nilai tukar yang digunakan dalam persamaan ini adalah nild tukar riil berda- sarkan laju ekspor efektif. Peubah ini nyata pada taraf 25 persen clan inelastis baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Maksudnya, pengamh perubahm nilai tukar Crusados terhadap dolar Amerika Serikat secara riil cenderung berdampak negatif terhadap volume ekspor. Hal ini tampak ada kaitannya dengan kondisi perekonomian di Brazil yang sangat menurun dalam dua dekade terakhfr. Kebijakan nilai tukar ini tampaknya masih "overvalued", karena meskipun telah dilakuksln revaluasi drastis pada nilai tukar Crusados/dolar Amerika Serikat dari 0.0062 pada tahun 1985 menjadi 406.61 pada tahun 1991, perkembangan ekspor leda merlunjuk- kan laju peningkatan yang pesat. %be1 43. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengmhi Penawaran Ekspor Lada Brazil (XBJ Peubah Model OLS Model 3-SLS -1518.2306 (-1.085) -l (-0.61) - Elastiditas Jmgka 4 ' " ' Pendek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga riil lada hitam Lampung dl N.York) *PS2 *) XB-1 (Ekspor lada Brazil t-1) QB (Produksi lada Brazil tahun t) 1016.5804"' (4.809) 1.1191*** 1.2230 (7.561) E m 1 (Nilai tukar riil CrfUSS) - 1547.3603 - 1983.59$)0+ (-0.730) (-1.3 5 ) D82 (Dummy,Brazil anggota IPC 1981 t-1) 3630.7363 (0.690) DB70 (Dummy, eks r lada turun pada tahun 19 0) AYBl (Pendapatan riil per kapita Brazil) -5468.1672 (-1.115) -5.4555 (-0.775) Y' m0.3274 "*487' (-1. 1) -$,033+++4.4844 (-1.573) -- . Keterangan : (. .) mgka d.l# kurung mrrprkan n i l a i - t ***Nyatr pad8 t r r a f 5.0 perrrn +++ Nyata prdr taraf 15 perrrn *** * Nyatr pldr t r r l f 1.0 p8rreh Nyatr pods t l r l t 10 prrm + Nyrtr prdr t r r r f 25 p o r r m Peubah boneka (dummy) 082 sebagai pengaruh dad masuknya Brazil menjadi anggota IPC sejak 1981 terhadap ekspor. Ternyata keanggotaan Brazil dalam IPC cenderung mendorong ekspor (uji-t nyata pada taraf 25 p@rsen), Artinya peranan P C cenderung berpengaruh positip bagi perkembangan ekspor la& di Brazil. Dalarn periode tahun 1969 hingga 1991 pemah terjadi penurunan ekspor yang sangat tajam, yaitu tahun 1970 dari 14 500 ton pada tahun 1969 manjadi 9 018 ton pada tahun 1970 dan setelah itu ekspor naik kembali menjadi 17 325 ton di tahun 1971. Penurunan ekspor pada tahun 1970 tersebut berdampak nccgatip terhadap analisis ekspor dalam kurun waktu analisis. Hal ini ditunjukkan oleh peubah dummy DB70 yang berbeda nyata pada taraf 10 persen. Faktor pendapatan riil penduduk Brazil (AYB1) cenderung mehgurangi ekspor. Peubah tersebut nyata pada taraf 15 persen dengan elastisitas -0.48 untuk dan -0.54. Artinya, kenaikan pendapatan sebesar 10 persen, diik~tiberkurat'lgnya volume ekspor sebesar 4.80 persen dalam jangka pendek dan 5.40 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Ini erat kaitannya dengan relatif mlakin tingginya konsumsi lada di Brazil. Pendapatan yang meningkat berdampak meningkatkan kualitas konsumsi makanan -- konsumsi makanan yang mengandung lada meningkat -- yang pada gilirannya akan mengurangi volume ekspor. India Produksi lada India secara bersarna-sarna dan sangat nyata dipengan'hi oleh faktor-faktor harga riil FOB lada tahun sebelumnya (PDA-I), luas areal tanaman lada (AIA), clan produksi lada tahun lalu (QIA-1). Dari ketiga peubah tersebut yang berpengaruh sangat nyata addah peubah PDA-1 Wbel44). Peubah harga FOB tahun sebelumnya (PDA-1) berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.43 dan 0.47, Artinya, kcnaikan harga ekspor lada tahun sebelumnya sebesar 1.0 persen diikuti oleh naiknya produksi tahun sekarang sebesar 0.43 persen dalam jangka pendek dan 0.47 porserr dalam jangka panjang, ceteris paribus. Apabila dibandingkan dengm negm prdusen lain, misalnya elstisitas harga di Indonesia lebih kecil dan negatip (-0.09 dan -0. lo), sedangkan di Brazil meskipun nilainya lebih rendah daripada India (0.02 dan 0.04), tetapi slopenya positip. Hal ini menunjukkan bahwa, faktar harga merupakan syarat mutlak dalam menentukan volume produksi. %be1 44. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Lada India (QIAJ Model OLS Peubah - Elastisitas Jan'gka Pendek Panjang Konstanta PDA-1 (Harga Lada Riil FOB t-1) 0.1084 (0.904) - - - - R* -0.103 1 (-0.438) 0.7102 F-Statistik 15.524*** AIA (Luas areal Lada) QIA-1 (Produksi Lada t-1) -- - ..) a k a &lam Keterangan : (. kurwtg merupakan n i l a i - t - - *** Nyata pacia taraf . 1.0 perseh Luas areal lada India dipengaruhi secara bersama-sam8 dan sangat hyata oleh faktor-faktor harga lada FOB dua tahun sebelumnya (PDA-2), luas areal lada India tahun lalu (AIA-I), tingkat suku bunga dua tahun sebelumoya (RIA-2), dan dummy luas areal turun tahun 1979 (DIA79). Keempat faktor t e r ~ b u sctcara t parsial berpengaruh sangat nyata sangat nyata pada taraf 1.0 parsen, kecuali peubah suku bunga t-2 (RIA-2) nyata pada taraf 10 persen ('hbe145). Elastisitas peubah seluruhnya lebih kecil dari satu (inelastis), kecuali elastisitan jan#ka panjang untuk Artinya perubahan sebesar 1.0 persen masing-masing peubah petnjelas dii- AIA-1. kuti oleh perubahan areal tanaman lada lebih kecil dari 1.0 perm, ~tcbriaparibus, %be1 45. Estimasi Faktor-Faktor yang mempengaruhi Luas A d Usahatani Lada India (AIAJ - - - Model OLS Elastisitas Jangka Peubah Pendek Panjang PDA-2 (Harga lada FOB t-2) 749.9188"' (3.654) 0,1264 0.2760 AIA-1 (Luas areal lada t-1) RIA-2 (Tingkat Suku Bunga t-2) DIA79 Dummy luas areal turun tahun 1 79) 4 R2 F-Statistik . - - Kateragan : (. .),w k a &lam kurmg merupakm n i t a i - t *** Nyata pada taraf 1.0 persen * Nyats pada tersf 10 parsen Tingkat suku bunga kredit dua tahun sebelumnya (RIA-2) berpengaruh nyata dan negatif pada taraf 5.0 persen terhadap areal dengan elastisitas jangka pendek dan panjang masing-masing sebesar 0.16 dan 0.34. Artinya naiknya tingkat suku bunga dua tahun lalu sebesar 1.0 persen, berpengaruh terhadap menurunya luas areal sekarang sebesar 0.16 dan 0.34 persen masing-masing untuk jangka pendek dan panjang, ceteris paribus. Pengembangan areal lada di India dipacu dengan berbagai usaha, misalnya dengan fasilitas kredit. Pemerintah menetapkan kebijakan kredit dalam tiga bentuk: (1) kredit jangka pendek satu tahun, (2) kredit jatlgka menengah tiga tahun, dan (3) kredit jangka panjang 5-7 tahun. Ketiga mawm hexlit ini bunganya bervariasi mulai dari 9.5 sampai 13.5 persen per tahun, tc&tgMtungbew pinjaman dan luas areal. Peubah boneka (dummy) DIA79, merupakan indikatat a m 1 yang turun secara drastis tahun 1979 yaitu dari 111 970 ha pada tahun 1978 metlj8di 84 910 ha pada tahun 1979 dan berlanjut sampai tahun 1980. Setelah itu pulih kembali pada keadaan semula hingga tahun 1983. Namun dua tahun setelah itu -- areal sedikit menurun dan baru kemudian sejak tahun -- 1984 dan 1985 1986 hingga 1991 areal mengalami perkembangan. Fluktuasi perkembangan areal lada di India tarnpdaya berkaitan dengan kondisi berikut yaitu: (1) serangan penyakit lay^ yang ucepat merusak tanaman, (2) tanaman tua dan rusak sangat luas, $&hinp&abarryak mengurangi luas areal, dan (3) penurunan kesuburan tanah sanBat ceptit (George and Lakshmanachar, 1981). Penawaran ekspor lada India dipengaruhi secara bersama-sama dan nyata oleh faktor-faktor harga riil lada hitam Lampung di New ?bfk (PNY I), takspor lada tahun sebelumnya (XIA-I), nilai tukar riil Rupee/US$ (ERIAl), pfljak ekgpor lada (TIA), produksi Sada (QIA), dummy ekspor turun tahun 1978 dan 1985 (DXIA), dan kaitan konsumsi domestik dalam negosiasi di IPC (D73*AYIAI). Dari ketujuh faktor tersebut yang berpengaruh nyata adalah XIA-1, ERIA 1, QIA, DXIA, dan D73*AYIA1 (Titbe1 46). Peubah produksi (QIA) berpengaruh sangat nyata dan relatif elastis. Naiknya produksi sebesar 1.0 persen, aka. diikuti oleh kenailcan ekspor sebesar 0.88 persen dalam jangka pendek dan 1.08 persen dalam jangka panjang , ceteris paribus. Peubah boneka, DXIA, berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen terhadap keragaman ekspor lada India. Turunnya ekspor sebesar 36.09 dan 23.16 persen masing-masing pada tahun 1978 dan 1985 dari &hug sebelumnya, tampaknya cukup berpengaruh terhadap penawaran ekspor dalam periodd 1969-1991. Hal ini tercermin melalui penurunan konstanta dari estimasi persamaan penawaran ekspor lada India. 'hbel46. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengarubi P e n a w m Ekspor Lada India (XIAJ Model OLS Peubah Model 3-SLS Pendek I Konstanta PNY 1 (Harga riil lada hitam Lampung dl N.Y.) XIA-1 (Ekspor lada India t- 1) P ERIAl ilai tukar riil India RupeIU $) TIA (Pajak ekspor lada) ' . QIA (Produksi lada India) DXIA dumm ekspor turun th. 197b clan h85) D73*AYIA1 (Kaitan konsumsi domestik dalarn negosiasi di IPC) -- - Kettrangan : ( -12704.W" (-4.034) - 12.4432"' (-7.053) 17.9996+ (1.282) .*** . angka &lm kurung merupakan n i l a i - t ** Ny8t8 prdr t r r r f Nyatr pad8 t r r r f 1.0 prrsm .) Nyata psd. t a r r f 10 persen + Nyrta prdr t r r r f Panjang ~ e r u b a h hnilai tukar riil Rupee terhadap dolar Amerika Serikat (ERIAI) berpengaruh negatif dan nyata pada taraf 5.0 persen dengan elstisitas sebesar -0.0003 dan -0.0004. Artinya kenaikan rupee terhadap dolar sebesar 10 persen hanya menurunkan ekspor sebesar 0.003 dalam jangka pendek dan 0.004 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Perubahan nilai tukar ini tampaknya telah mendekati "over valued", sehingga cenderung berdampak menurunkan ekspor. Secara nominal perubahan nilai tukar (Rs/US$) di India selama periode tahun 19691991 rata-rata sebesar 9.24 persen yaitu dari Rs 7.500/US$ menjadi Rs 22.742/US$. Peubah D73*AYIA1 menunjukkan setiap negosiasi dalam forum internasional -- perundingan dengan IPC -- pemerintah India senantiasa memperhatikan kepentingan konsumsi atau permintaan domestiknya. Faktor tersebut berpengaruh nyata pada taraf 5.0 persen dan sangat inelastis. Peubah penawaran ekspor tahun lalu (XIA-1) berpengaruh nyata dan negatif pada taraf 10 persen dengan elastisitas sebesar -0.19 dan -0.23, Artinya kenaikan ekspor tahun sebelumnia sebesar 1.0 persen diikuti oleh penurunan ekspor tahun sekarang sebesar 0.19 persen dalam jangka peridek dan 0.23 pefsdn dalam jangka panjang, ceteris paribus. Hal ini tampaknya berkaitan deegan: (1) tingginya kebutu- han konsumsi domestik, dan (2) tidak stabilnya produksi. Produksi lada Malaysia dipengaruhi secara bersama-ma dan sangat nyata oleh harga riil FOB lada Malaysia dua tahun sebelumnya (PbM1-2), produksi lada tahun lalu (QM-I), dan luas areal lada Malaysia (AM), Dari k~tigafaktor tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata adalah PDMl-2 dan QM-1 @be1 47), Harga riil FOB dua tahun sebelumnya (PDM1-2) mempsrngaruhi produksi saat kini (QMJ dengan taraf nyata 5.0 persen. Elastisitar jangk. pcndek sebesar 0.26 dan jangka panjang 2.38. Artinya dengan naiknya harga dua tahun lalu ~ebesar 1.0 persen diikuti oleh naiknya produksi sebesar 0.26 persen untuk jangka pendek dan 2.38 persen untuk jangka panjang, ceteris paribus. Peubah tetrscttbut mempunyai kesamaan dengan negara produsen lainnya yaitu, berpengaruh nyata terhadap produksi. Perbedaannya dengan Indonesia adalah elastisitasnya lebih besar dan positip. 'bbel47. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Lada Malaysia (QMJ Elastisitas - Jangka Model OLS Peubah Pendek Panjang Konstanta PDMl 2 (Harga riil FOB lada Malaysia fI2) 1220.4435" (2.650) 0.2559 2.3804 QM-1 (Produksi lada Malaysia t-1) 0.9002"' (5.037) 0.8925 8.3002 AM (Luas areal lada ~ d a y s i a ) Keterangan : ( ... ) *** angka dalm k u r w awrupakan n i l a i - t Nyata pads taraf 1.0 persen ** Nyeta pada taraf 5.0 persen Peubah produksi setahun sebelumnya (QM-1) sangat berpengaruh terhadap produksi tahun kini dengan elastisitas 0.90 dan 8.30 masing-masing untuk jangka pendek dan jangka panjang. Ini berarti bahwa, kenaikan produksi tahun sekarang sebesar 1.0 persen, diikuti oleh kenaikan produksi sebesar 0.90 Wrsen untuk jangka pendek dan 8.30 persen untuk jangka panjang, ceteris paribus. Hal ini mencermin- kan efek residual produksi, yaitu produksi yang tinggi tahun se-8 terhadap meningkatnya produksi pada tahun berikutnya. berpengaruh Luas areal lada Malaysia dipengaruhi secara bersama-sama dan sangat nyata oleh faktor-faktor harga lada riil FOB dua tahun seblumnya (PDM1-2), luas areal lada tahun sebelumnya (AM-l), tingkat suku bunga dua tahun sebelumnya (RM-2), dan dummy areal turun tahun 1985 (DM85). Dari keempat faktor tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata adalah faktor-faktor PDM 1-2, AM-1, dan DM85 (lkbel48). Peubah harga riil FOB dua tahun sebelumnya (PDM1-2) berpengaruh m g a t nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.19 datr 1.06. Artinya dengan naiknya harga sebesar 1.0 persen diikuti oleh naiknya luas areal produktif se- besar 0.19 persen untuk jangka pendek dan 1.06 persen untuk jmgka panjang , atteris paribus. Nilainya jauh lebih besar dibandingkan dengan Indonesia (0.07 dan 0.10) maupun India (0.13 dan 0.28). Hal ini menunjukkan bahwa, variasi harga sangat menentukan perkembangan areal tanaman lada. Pengaruh peubah areal tahun lalu (AM-1) terhadap perkembangan areal tahun kini sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.80 dan 4.56. Peubah ini relatif elastis dalam jangka pendek dan sangtat elastis untuk jmgka panjang, ceteris paribus. Artinya kondisi kebun yang sangat baik tahun lalu masih berdampak positip -- bersifat residual -- pada tahun berikutnya. Peubah dummy, DM85, menggambarkan penurunan a r d tanaman ymg $angat drastis pada tahun 1985 sebesar 52 persen dari tahun sebelumnya atau turun menjadi 5 042 hektar dari 10 510 hektar dan pulih kembali sretelah tahun 1988. d ioi tampaknya ada Peubah ini berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen. W kaitan dengan: (1) serangan penyakit akar yang melanda tanaman lada mengakibatkan tanaman rusak berat, dan (2) dalam waktu yang relatif sama hargla lada tidak menguntungkan, sehingga banyak kebun-kebun ditinggalkan ptani dan menjadi rusak. 'Ribel 48. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas At@ Usahatmi Lada Malaysia (AM,) Model OLS Peubah Konstanta 574.6432 (0.500) PDMl-2 (Harga' lada riil FOB t-2) 323.0466"' (2.989) Elastisitas - Jangka Pendek Panjang AM-1 (Luas areal lada Malaysia) RM-2 (Tingkat suku bunga t-2) DM85 (Dummy, areal turun th. 1985) -4779.2377"' (-3.677) .. Kcterangan : (. ) angka d a t a kurung merupakan n i l a i - t *** Nyata pada taraf 1.0 persen Penawaran ekspor lada Malaysia dipengaruhi secara bersama-sama dan sangat nyata oleh faktor-faktor harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY l), ekspor lada Malaysia tahun lalu (XM-I), produksi (QM), nilai tukar riil Ringgit/US$ (ERMl), pajak ekspor (TM), pendapatan riil per kapita Malaysia (AYMl), dan dummy Malaysia masuk IPC tahun 1972 dengan lag t-1 (D73). Dari ketujuh faktor tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata adalab faktor-faktor QM, ERM1, dan TM @be1 49). Peubah produksi (QM) berpengaruh sangat nyata dengan elastisitas sebesar 0.95 dan 0.97. Artinya dengan naiknya produksi sebesar 10 p m e n , m&a penawaran ekspor naik sebesar 9.50 persen dalam jangka pendek dan 9.70 pcrsen dlalam jangka panjang. Makin besar produksi, makin besar volume pengwaran ekspor. Hal ini ada relevansinya dengan konsumsi yang relatif kecil disnhl pihak dm hasrat untuk menyimpan komoditas ini oleh petani dan eksportir relatif kurang di pihak lain, maka tingginya produksi sekaligus mencerminkan tingginya ekspor. 'bbel49. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Lada Malaysia (XMJ Peubah .Model OLS Model 3-SLS -0.0005 (-1.124) -0.33Q1 (-1.12 ) Elastisitas - Jangka Pandek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga riil lada hitam Larnpung dl New York) - - XM 1 (Ekspor lada Malaysia t-1)QM (Produksi lada Malaysia) \ ERMl Nilai tukar riil Ringgit/us$ TM (Pajak ekspor lada Malaysia) AYMl (Pendapatan riil per kapita Malaysia) D73 umm , Malaysia masuk I C th.l 72 lag t-1) 6" 6 R* F-Statistik dalm kurung mrupakan n i l a i - t .*** .. angka Nyata pada t a r r f 1.0 persm ** Nyata pada taraf 5.0 prsan - Keterangm : ( +++ Nyata pada taraf 15 perscn ++ Nyata pada taref 20 Wrstn Peubah kebijakan nilai tukar riil (ERMl) berpengaruh aahlat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar -0.00008 dm -0.0008. Attinya, bertambah kuatnya nilai tukar ringgit terhadap dolar Amerika Serikat (apresiasi) sebesar 10 persen, maka ekspor menurun sebesar 0.0008 persen .dalamjangka pendek dan 0,008 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Hal ini berkaitan dengan kebijakan nilai tukar yang diambil pemerintah Malaysia. Selama periode tahun 1969-1991 secara nominal telah ditempuh kebijakan penguatan dan petnurunan (apresiasi dm dcpresiasi) nilai tukar. Apresiasi nilai mata uang Malaysia yaitu 3.06 12 ringgit/US$ pada tahun 1969 menjadi 2.1769 ringgit/US$ pada tahun 1980, sedangkan depmiasi dari 2.1769 ringgit/US$ pada tahun 1980 menjadi 2.7501 ringgit/US$ pada tahun 1991, Atau rata-rata per tahun -- selama 1969 hingga 1991 -- telah terja- di penguatan (abresiasi) nilai ringgit per dolar Amerika sebesar 1.41 persen. Artinya secara umum nilai kurs ringgit menjadi "overvalued", sehingga cenderung menurunkan volume ekspor lada Malaysia. Kebijakan pajak ekspor (TM) berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.14 dan 0.15. Artinya dengan kenaikan pajak sebesar 1.0 persen, ekspor naik sebesar 0.14 persen dalam jangka pendek dan 0.15 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Nilai positip dari besaran elastisitas pajak ini meragukan karena bertentangan dengan yang umum berlaku. Hal ini tampaknya ada kaitannya dengan terbatasnya data mengenai pajak, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selama kurun waktu analisis -- tahun 1969-1991 -- data pajak yang tekedia hanya ada 11 tahun yaitu dari tahun 1980 hinggal990. Itupun belum betul-betul menampung semua jenis pajak yang dibebankan. ra Produsen Lainnva Produksi lada negara produsen lainnya dipengaruhi s e ~ a r abersama-sama dan sangat nyata oleh faktor-faktor luas areal lada (AOC), produksi tahun lalu (QOC-I), dan harga riil lada hitam Lampung di New Yark tahun lalu (PNY1-1). Secara parsial yang berpengaruh nyata adalah faktor AOC dan QOC-1 ('Ihbel50). 'Ribel 50. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempen aruhi PKKlluksi Lada Negara Produsen Lainnya (QO $ t! -,-- Model OLS Peubah Konstanta 4251.5123++ (1.388) AOC (Areal lada Negara Produsen Lain) 0.2822*** (3.345) QOC-1 (Produksi lada t-1) PNY 1- 1 (Harga riil lada hitam Lampung di New York t-1) . Ketermgan : (. .) angka dillam kurung mertpakan n i l a i - t *** Nyata pad8 taraf 1.0 persen ++ Nyata pad8 taraf 26 persen Peubah produksi tahun yang lalu (QOC-1) berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.63 dan 1.91. Artinya dengan kenaikan produksi tahun sebelumnya sebesar 1.0 persen diikuti oelh kenaikan produksi tahun sekarang sebesar 0.63 persen dalam jangka pendek dan 1.91 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Produksi yang tinggi pada tahun lalu berdampak positip bagi produksi tahun sekarang. Atau dengan perkataan lain besarnya produksi tahun sekarang karena efek residual dari tahun sebelumnya. Ini terlihat pada kebun-kebun lada di Thailand dan Vietnam yang dipelihara dan dipupuk dengan teratur, sehingga produksinya cukup tinggi -- 2.50 ton per hektar -- dan efeknya berlanjut pada tahun berikutnya. Peubah luas areal (AOC) berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.22 dan 0.67. Artinya pertambahan steal tanam sebcsar 1.0 persen diikuti oleh pertambahan produksi sebesar 0.22 persen untuk jangka pendek dan 0.67 persen untuk jangka panjang, ceteris paribus. Peningkatan produksi pada dasarnya lebih dominan ditentukan oleh perkembangan areal produktif besar dibandingkan dengan yang terjadi di Indonesia dan Brazit -- lebih -- seperti di Muangthai, Sri Lanka, dan Vietnam. Lebih lanjut luas areal negara produsen lainnya dipengaruhi sangat nyata dan bersama-sama oleh harga riil lada hitam Lampung di New York tahun sebelumnya (PNY 1-1) dan luas areal tahun sebelumnya (AOC-I). Dari kdua faktor tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata adalah peubah AOC-1 ('Ribel 51). I %be1 5 1. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Usahatani Lada Negara Produsen Lain (AOCJ - Model OLS Peubah Elastisitas - Jangka Pendek Panjang ---- 61 1.4623 (0.277) - - PNY 1 1 (Harga riil lada hitam Lampung di ~ e York w t-1) 0.1204 (0.185) - - AOC-1 (Luas Areal t-1) 1.0356"' (17.759) 0.8976 25.2134 0.9407 - - 158,738*** - - Konstanta R2 F-Statistik Keterangan : (...)angka daLm kurung merupakan n i l a i - t *** Nyata pa& taraf 1.0 persen Areal tahun sebelumnya (AOC-1) berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.90 dan 25.21. Artinya peningkatan luas areal tahun sebelumnya sebesar 1.0 persen diikuti oleh peningkatan luss &real tahun seka- rang sebesar 0.90 persen dalam jangka pendek dan 25.21 persen dalam jangka pjang, ceteris p&bus. Kondisi seperti ini sama seperti pada negara produsen utama lainnya yang menunjukkan bahwa luas areal yang tinggi pada tahun sebelumnya akan positip terhadap areal pertanaman lada tahun sekarang, Hal ini merupakan dampak residual dari harga harapan lada petani pada tahun-tahun sebelumnya. Penawaran ekspor lada negara produsen lainnya (XOCJ dipengaruhi secara bersama-sama dan sangat nyata oleh faktor-faktor harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY l), ekspor lada tahun lalu (XOC-I), produksi (QOC), pendapatan riil per kapita kelompok negara produsen lainnya (AYOCl), dummy produksi dan ekspor lada Thailand mulai tercatat sejak tahun 1981 (DT8 I), dan dummy produksi dan ekspor lada Vietnam mulai tercatat sejak tahun 1985 (DV85). Dari keenam peubah tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata adalah peubahpeubah PNY 1, QOC, dan DV85 (lkbel52). Peubah harga riil lada dunia (PNYl) berpengaruh nyata pada t m f 15 persen dengan elastisitas sebesar -0.43 dan -0.45. Artinya dengan kenaikan harga sebesar 1.0 persen diikuti penurunan ekspor sebesar 0.43 persen dalam jan$ka pendek dan 0.45 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Ini ada relevsinsinya terhadap faktor: (1) tingginya harga lada dunia karena pasokan dunia b~rkutang,dan (2) budidaya lada pada kelompok negara ini berorientasi memetnuhi kebutuhan damcstik. Secara simultan kedua faktor ini dihadapi oleh kelompok negara tersebut dan pilihan mereka lebih cenderung pada faktor kedua dengan konwkuensi ekspor cenderung berkurang. Peubah produksi lada (QOC,) berpengaruh nyata pada taraf 5.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.65 dan 0.67. Artinya naiknya pfaduksi sebesar 1.0 persen, diikuti oleh kenaikan ekspor 0.65 persen untuk jangka pendek dan 0.67 untuk jangka panjang, ceteris paribus. lhmpaknya disini sama gcgpbtrti negah produsen utama bahwa, kelebihan dari kebutuhan konsumsi langsung diekspor karena hasrat untuk melakukan penyimpanan (pengadaan stok) sangat kecil. lhbel52. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengwhi Ekspor Lada Negara Produsen Lainnya (XOCJ Model OLS Peubah PNY 1 (Harga riil lada hitam Lampung dl New York) Modal 3-SLS Elastisitas-Jangka . Pondek Panjang -845.4215+ -0,9472+++ -0.4358 (-1.255) (-1.727) -0,4500 XOC 1 (Ekspor lada Negara lain t 7 ) QOC (Produksi lada Negara bukan produsen utama) 326.4433+ (1.738) AYOC 1 (Pendapatan riillkap, Neg. bukan produsen utama) 10,5361 (0.747) lTr81 (Dummy, roduksi dan ekspor lada Thai and mulai tercatat sejak 1981) -34 11.1056 ( 1.104 P DV85 (Dummy, produksi dan ekspor lada Vietnam mula tercatat sejak 1985) ++ 0.3504" (2.760) 0.6464 0.6674 3.2033 (0.336) -1.8668 (-0.861) - - - . 5 130.2827++ + 4.215 1' (1.622) (2.002) - - d a l m kurung ntrupakan n i l a i - t .." . angka Nyata pada taraf 5.0 persen - Keterangan : ( +++ Nyata pada taraf 15 persen *** Nyata pada taraf 1.0 persen Nyata pada taraf 10 persen + Nyata pada taraf 25 persen Peubah dummy, DV85, berdasarkan uji-t nyata pada taraf 10 persen. Ini menunjukkan bahwa, sejak 1985 ekspor lada Vietnam cenderung berpengaruh positip terhadap ekspor kelompok negara non produsen utama, bahkan berpengaruh pula pada ekspor dunia secara keseluruhan. Barangkali ha1 ini sudah harus diperhitung- kan oleh negara produsen utama, agar dalam strategi produksi dan ekspornya tidak lagi mengabailcan peranan Vietnam. permintaan dan Penawaran Lada di P e r Entreqort Penawaran ekspor lada Singapura dan Hongkong secara bersama-sama dan sangat nyata dipengaruhi oleh harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY I), ekspor Singapura dan Hongkong t-1 (XSH-I), impor Singapura dan Hongkong (MSH), ekspor negara produsen 0, pendapatan per kapita Singapura (YS), nilai tukar riil efektif S$/US$ (ERS2), dan pengaruh IPC sejak 1973 (D73). Dari ketujuh faktor itu secara parsial yang berpengaruh nyata adalah PNY 1, MSH, XW, YS, dan ERS2 ('Ribel 53). Peubah harga riil lada dunia (PNY 1) berpengaruh nyata pada taraf 9.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.26 dan 0.28. Artinya, naiknya harga lada sebesar 1.0 persen diikuti kenaikan ekspor Singapura dan Hongkong sebesar 0,26persen dalam jangka pendek dan 0.28 persen dalam jangka panjang , ceteris paribus. Pengaruh harga lada dunia dalam analisis sebelumnya yang menggunakan model OLS (Bade and Smit, 1991), juga menunjukkan slope yang positip dan nyata pada taraf 5.0 persen dengan koefisien regresi sebesar 2553.39 (tidak dikeMui b e m y a elastisitas). Dengan demikian hasil studi ini lebih memperkuat hasil atudi s@belumnya. Peubah jumlah impor lada Singapura dan Hongkong (MSH)berpengaruh sangat nyata terhadap penawaran ekspornya pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.54 dan 0.57. Artinya dengan kenaikan impor sebesar 1.0 persen, maka ekspor lada negara ini naik sebesar 0.54 persen dalam jangka pendek dan 0.57 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Kedua negara ini lebih berptran dalam melakukan "processing" dan "stok" untuk memperolch nilai tambah, 'Ifibel53. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Lada Singapura dan Hongkong (XSHJ Model OLS Peubah Model 2-SW: Pendek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga riil lada hitam Lampung dl New York) XSH 1 (Ekspor lada Singapura dan Hongkong t-1) MSH (Jumlah impor Singapura dan Hongkong) X W (Jumlah ekspor total negara produsen) YS Pendapatan per kapita SingaP"ra ERS2 Nilai tukAr riil efektif S$/US ) \ 5 4 D73 Dummy, pengaruh .IPC sejak 1 73) .. Keterengen : (. ) *** angka dalam kurvlg rsarupaken n i l a i - t ** Nyata pada taraf 5.0 persen Nyata taraf t . 0 persm Nyata pads t e r a f 10 persm +++ Nyata pada taraf 15 persen Peubah jumlah ekspor lada negara-negara produsen (XW) berpengaruh sangat nyata terhadap ekspor lada Singapura dan Hongkong. Tingkat elastisitas sebesar 1.33 dalam jangka pendek dan 1.41 dalam jangka panjang, artinya jika ekspor negara produsen naik 1.0 persen, ekspor akan naik 1.33 dan 1.41 persen masingmasing untuk jangka pendek dan jangka panjang, ceteris paribus. Ini menunjukkan betapa pentingnya peranan kedua negara ini dalam perekonomian lada dunia. Pangsa ekspomya dalam lima tahun terakhir sekitar 21.0 persen dari ekspr dunia p r tlhun. Peubah pendapatan per kapita penduduk Singapura (YS) berpengwuh nyata dan positip pada taraf 15 persen dengan elastisitas sebesar 0.15 dan 0.16. Artinya dengan pertambahan pendapatan sebesar 1.0 persen diikuti oleh pertgmbahan ekspor sebesar 0.15 persen dalam jangka pendek dan 0.16 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Dampak positip peubah pendapatan -- dengan nild koefisien yang kecil -- terhadap ekspor tarnpaknya ada kaitan dengan: (1) jumlah penduduk Singapura dan Hongkong relatif kecil, sehingga total konsumsi lada juga relatif sangat kecil -- kira-kira 0.61 persen -- dibandingkan dengan ekspor, dsln (2) sesuai fungsinya sebagai negara persinggahan barang (transit), maka apapun yang dilakukan negara ini senantiasa orientasinya ekspor kembali (reexport) untuk mendapatkan nilai tambah dari barang tersebut. Dengan demikian faktor pendapatan penduduk tergantung dengan ekspor yang bersumber dari nilai tambah tersebut. Peubah nilai tukar riil S$/US$ (ERS2) berpengaruh nyata dan positif tetrhadap ekspor pada taraf 5.0 persen dengan elastisitas sebew 0.0005, Artinya dengan naiknya kurs dolar Singapura terhadap dolar Amerika -- depresiasi -- sebesar 1.0 persen akan diikuti oleh kenailcan ekspor sebesar 0.0005 persen dalam jangka pendek maupun jangka panjang , ceteris paribus. Dampak kebijakan moneter (nilai tukar) Singapura -- peranan ekspor dan impor lada Singapura lebih besar daripada Hongkong -- relatif sangat kecil terhadap peningkatan ekspor lada. Hal ini berkaitan dengan: (1) harga lada dunia selama 20 tahun terakhir sangat berfluktuasi karena pasokan lada dunia tidak stabil, dan (2) dalam periode yang sama pemerintah Singapura sediRt demi seciikir menguatkan nilai uangnya (apresiasi) terhadap dolar Amerika Serikat, yaitu secara riil rata-rata 3.15 persen per tahun. Permintaan impor lada Singapura dan Hongkong secara bersama-sama dan sangat nyata dipengaruhi oleh faktor-faktor harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY I), impor tahun lalu (MSH-l), ekspor (XSH), nilai tukw riil efektif S$/US$ (ERS2), dan kaitan kepentingan domestik dalam negosiasi di IPC (D73"YS). Secara parsial seluruh peubah tersebut berpengaruh nyata pada taraf 1.0 hingga 10 persen (lhbel54). %be1 54. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempen aruhi Impot M a Singapura dan Hongkong ( M S ~ Model OLS Peubah Model 3-SLS Elastisitas-Jangka Pendek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga lada riil hitam Lampung dl New York) MSH 1 (Impor lada Singapura dan Hongkong t-1) r XSH (Eks r lada Singapura dan Hong ong) !F ERS2 ilai tukar nil efektif S$/US ) D73'Yv! mestik aitan kepeqtin an doam negosiasi dl PC) . Keterangm : (. .) angka &lam k u r w rncrupakan n i l r i - t **,Nyrta p d a t r r r f 5.0 persen *** Nyatr pada t e r e f 1.0 persen Nyata pada t a r a f 10 persen Peubah harga riil lada dunia (PNY 1) berpengaruh nyata dan negatif pada taraf 10 persen dengan elastisitas sebesar -0.23 dan -0.29. Artinya, jika kenaikan harga sebesar 10 persen, akan diikuti oleh penurunan impor sebesar 2.30 persen dalam jangka pendek dan 2.90 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Hal ini berbeda dengan hasil drnasi fstrtof-faktor yrn& mmpagaruhi ekspor ladr Sin* pura dalam studi terdahulu (Bade and Smit, 1991 ; Jumadi, 1991) ymg menemukan bahwa, faktor harga tidak berpengaruh nyata. perbedaan metode yang dip&. lhmpaknya hal ini disebabkan oleh Kedua peneliti terdahulu masinpmasing menggu- nakan analisis model "OLS"dan "Armington", sedangkan studi ini menggunakan 3SLS, di samping data yang digunakan dalam studi ini lebih panjang serinya dan mencakup dua negara , yaitu Singapura dan Hongkong. Peubah impor tahun lalu (MSH-1) berpengaruh nyata terhadap impor tahun kini pada taraf 10 persen dengan elastisitas sebesar 0.22 dan 0.28. Artinya impor tahun lalu naik 10 persen menyebabkan impor tahun kini naik ~ b e s a r2.20 persen untuk jangka pendek dan 2.80 persen untuk jangka panjang , ceteris paribus. Hal ini menyiratkan bahwa aktivitas impor tahun lalu berdampak positip terhadap aktivitas impor tahun sekarang. lhmpaknya keadaan ini ada kaitannya dengan uraian pada Bab I1 dan Bab IV bahwa, volume ekspor seringkali lebih besar -- sekitar 10 000 ton -- dari volume impor dan diperkirakan berkurangnya pengadaan stok. t Ekspor Singapura dan Hongkong (XSH) berpengaruh sangat nyata terhadap impornya dengan elastisitas sebesar 0.53 dalam jangka pendek dan 0.67 dalam jangka panjang. Artinya, bila ekspor naik 10 persen maka impor naik 5.30 persen dalam jangka pendek dan 6.70 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Pengaruh peubah ini sesungguhnya timbal balik dengan impor mengingat kedua negara ini berfungsi sebagai "entreport" dalam pasar lada dunia. Hal ini menyiratkan bahwa di kedua negara masih tetap ada stok meskipun secara kuantitatip tidak diketahui dengan pasti. Peubah kebijakan nilai tukar riil (ERS2) berpengaruh nyata dan negatif pada taraf 5.0 persen dengan elastisitas sebesar -0.0002 dan -0.0003. Artinya dengan kenaikan kurs dolar Singapura terhadap dolar Amerika -- aprcsiasi -- sebesat 1.0 persen akan diikuti oleh penurunan impor sebcsar 0,0002 perscn dalam jmgh pendek dan 0.0003 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa, makin lemahnya nilai tukar (apresiasi), maka makin kecil jumlah impor karena secara nominal harga impor menjadi lebih mahal. Akan tetapi dampak kebijakan nilai tukar ini terhadap impor relatif sangat kecil keuena harga la& dunia sangat tidak stabil dan dolar Singapura secara riil selama ini menjadi "overvalued" terhadap dolar Amerika Serikat, rata-rata 3.15 persen per tahun, Dalam praktek perdagangan luar negeri, khususnya impor l a d kedua negara ini, setiap negosiasi di forum intemasional selalu mengacu pada kepentingan domestiknya. Hal ini dapat dilihat dari peubah D73*YS yan8 berpengaruh sangat nyata terhadap pendugaan impor lada. Peubah ini merupakan, kaitan antara pengaruh IPC dengan pendapatan per kapita penduduk Singapura. Usis Ekonometrih Permintaan Im~orLadq Permintaan impor lada Amerika Utara (MNA) dipengaruhi oleh harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY l), impor lada tahun lalu Amerika Utara (MNA-I), pendapatan riil per kapita Amerika Utara (AYNAl), dan dummy penga- ruh IPC sejak 1973 (D73) secara bersama-sama dan sangat nyata. Keempat peubah tersebut secaratparsial yang berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap impor (label 55). Peubah harga riil lada dunia (PNY 1) berpengaruh nyata pada taraf 10 persen dengan elastisitas sebesar -0.23 dan -0.27. Artinya bila harga naik 1.0 persen, impor turun 0.23 persen dalam jangka pendek dan 0.27 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Sementara itu seperti yang dijelaskan dalam Bab I1 bahwa, hasil studi terdahulu (Hasyim, 1986 ; FAO, 1972) yang menggunakan analisis 2-SLS dan O W menemukan harga lada dunia tidak berpengaruh nyata terhadap variasi penawaran ekspor lada dunia. Ini tampaknya disebabkan seri data yang digunakan relatif singkat yaitu hanya 16 tahun. 'Bbel55. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Impor Lada Amerika Utara (MNAJ Model Peubah OLS Model 3-SLS Elastisitas-Jangka Pendek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga riil lada hitam Larnpung di New York) MNA 1 (Impor lada Amerika Utara'i- 1) AYNA 1 (Pendapatan riillkapita Amerika Utara) . D73 (Dummy, pengaruh IPC sejak tahun 1973) R2 Ketermgan : C...) m a drlw kurung r r r p r k m n i l a i - t * Nyata pada taref 10 persen Nyata p8da taraf 1.0 persen ++ Yyata p d a taraf 20 persen + Nyata pada taref 25 persen *- Peubah impor tahun lalu (MNA-1) berpengaruh nyata pada taraf 25 persen dengan elastisitas sebesar 0.14 dm 0.16. Artinya, dengan kenaikan impo; tahun sebelumnya sebesar 1.0 persen, diikuti impor tahun sekarang sebesar 0.14 persen dalam jangka pendek dan 0.16 persen dalam jangka panjang , ceteris paribus. Hal ini tampaknya ada kaitan dengan ekspektasi harga dan pengadaan stok. Oleh karena harga lada tidak stabil -- sebagai akibat ketidakstabilan pasokan --,maka untuk menjaga keamanan stok, setiap importir, industri pengolahan m a b a n dan industri farmasi melakukan peningkatan impor pada tahun sebelumnya dan in! berdampak positip bagi impor tahun sekarang. Peubah pendapatan riil perkapita (AYNA1) berpengaruh sangat nyata terhadap permintaan impor pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 1.4 1 dan 1.64. Artinya dengan kenaikan pendapatan sebesar 1.0 persen, impor akan naik 1.41 persen dalam jangka pendek dan 1.64 dalam jangka panjang, ceteris paribus. Elastisitas yang dihasilkan dalam studi ini lebih tinggi daripada hasil studi sebelumnya. Hasil studi tersebut -- yang menggunakan model OLS dengan data seri 18 tahun -menunjukkan elastisitas pendapatan -- hanya dalam jangka pendek -- sebesar 0.92 dan nyata pada k a f 1.O persen (Bade dan Smit, 1991). Dengan demikian hasil analisis 3-SLS saat ini, menunjukkan ada prospek yang cerah bagi 1ndone;ia dan negara produsen utama la& lainnya, karena dengan makin meningkatnya pendapatan di Amerika Utara, permintaan impornya akan makin meningkat. Dan ini berarti ekspor lada negara produsen akan makin meningkat bila keadaan lain konstan. Peranan IPC (peubah dummy D73) terhadap perkembangan impor lada Amerika Utara berpengaruh nyata pada taraf 20 persen. Berarti bahwa negosiasinegosiasi yang dilakukan IPC dengan pelaku ekonomi lada (importir dan pemerin- tah) di wilayah pasar Amerika Utara berindikasi positip terhadap impor lada negara di kawasan Amerika Utara. Masvarakat Ekonomi E r m Permintaan impor lada Masyarakat Ekonomi Eropa (MMQ secara bersamasama dan nyata dipengaruhi oleh harga riil lada hitam Lampung di New Yofk (PNYI), impor lada Masyarakat Eropa tahun sebelumnya (MME-I), pcndapatan nil I per kapita Masyarakat Eropa (AYMEl), dummy pengaruh IPC sejak 1973 (D73), dan nilai tukar poundsterling/US$ (ERME)(Tibe1 56). 'hbel56. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Impor Lada Masyarakat Ekonomi Eropa (MME) Model OLS Peubah Model 3-SLS Elastisitas-Jangka Pendek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga riil lada hitam Lampung di New York) MME 1 (Impor lada Masyarakat Bropa t-1) AYMEl (Pendapatan riil/kapita Masyarakat Eropa) D73 (Dummy, pengaruh IPC sejak tahun 1973) ERME (Nilai tukar poundsterling/US$) Keterurgur : ( .*** .. Nyata angka &lam kurung mrupakan n i l a i - t ** Nyata peda taraf 5.0 peda taraf 1.0 persm ) +++ Nyata pada taraf 15 persen persen + uyatr pada taraf 25 ptrsen Peubah harga riil lada dunia (PNY1) berpengaruh nyata pada taraf 5.0 persen dengan elastisitas sebesar -0.30 dan -0.47. Artinya dengm kenailcan harga ladadunia sebesar 1.0 persen diikuti oleh penuruan permintaan impor sebesar 0.30 persen dalam jangka pendek dan 0.47 persen dalam jangh panjang, ceteris paribus. Hail studi sebelurnnya dengan model OLS oleh FA0 (1972), menunjukkan permintaan impor lada beberapa negara Eropa Barat -- Jerman Barat, Inggris, dan Belanda -- daiam jangka pendek dipengaruhi oleh harga pada taraf 1.0 hingga 20 persen dcngan elastisitas sebesar -19 hingga -0.29. Dengan demikian apa yang dihasilkan dalam penelitian saat ini sedikit berbeda karena model yang digunakan yaitu 3-SLS dan seri data lebih panjang. Impor tahun lalu (MME-1) berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas sebesar 0.34 clan 0.54. Artinya, kenaikan impor tahun sebelumnya sebesar 1.0 persen diikuti oleh kenaikan impor tahun sekarang sebesar 0.34 persen dalarn jangka pendek dan 0.54 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Seperti pada wilayah pasar Amerika Utara, maka ha1 ini tampaknya ada kaitan dengan ekspektasi harga dan pengadaan stok. Oleh karena harga lada tidak stabil akibat ketidakstabilan pasokan -- sebagai --,maka untuk menjaga keamanan stok, setiap importir, industri pengolahan makanan dan industri farmasi melakukan peningkatan impor pada tahun sebelumnya dan ini berdampak positip bagi impor tahun sekarang. Peubah pendapatan riil perkapita Masyarakat Ekonomi Eropa (AYME1) berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.0 persen dengan elastisitas 1.03 dan 1.61. Artinya dengan naiknya pendapatan riil perkapita sebesar 1.0 persen, diikuti oleh kenaikan impor sebesar 1.03 persen dalam jangka pendek dan 1.61 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Menurut hasil studi terdahulu (Bade and Smit, 1991; FAO, 1972) bahwa, elastisitas pendapatan jangka pendek berkisar antara 0.56 hingga 1.23 terhadap permintaan impor. Jadi berdasarkan hasil-hail studi tersebut menunjukkan bahwa, untuk waktu-waktu mendatang tampaknya prospek permintaan impor cukup baik seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk Eropa Barat. Peranan IPC (peubah dummy D73) terhadap perkembangan impor lada Eropa Barat berpengaruh nyata pada taraf 25 persen. Artinya bahwa, perundingan- perundingan Masyarakat Lada Dunia dengan pelaku ekonomi-lada di wilayah pasar Eropa Barat berindikasi positip dalam mempengaruhi impor lada negara-negara Eropa Barat. Peubah kebijakan nilai tukar poundsterling/US$ -- untuk Eropa Barat diwakili mata uang Inggris -- berpengaruh nyata dan positip pada taraf 25 persen dengan elastisitas sebesar 0.0002 dan 0.0003. Artinya dengan naiknya jumlah poundsterling terhadap dolar Amerika -- depresiasi -- sebesar 1.0 persen akan diikuti oleh kenailcan impor sebesar 0.0002 persen dalam jangka pendek dan 0.0003 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa, makin lemahnya nilai tukar (depresiasi), maka makin besar jumlah impor karena harga secara nominal makin murah. Sungguhpun demikian dampak nilai tukar terhadap impor lada sangat kecil dan bertentangan dengan dugaan semula. Hal ini tampaknya erat brkaitan dengan: (1) harga lada dunia selama dua dasa warsa sangat tidak stabil , dan (2) Inggris memberlakukan depresiasi mata uangnya terhadap dolar Amerika rata-rata hanya 1.57 persen per tahun, sehingga dampaknya terutama bagi impor lada sangat kecil, seperti yang ditunjukkan oleh kecilnya nilai elastisitas. Permintaan impor lada Jepang (MJJ dipengaruhi oleh faktor-faktor harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY I), impor lada Jepang tahun lalu (MJ-l), pendapatan per kapita Jepang (AYJ), dummy pengaruh IPC sejak tahun 1973 @73), dan nilai tukar Yen/US$ (Em) secara bersama-sama. Dari kelima peubah tersebut yang berpengaruh nyata secara parsial adalah peubah-peubah PNY 1, Ul_l,dan AYJ ('Ribel 57). 187 Peubah harga riil lada dunia (PNY1) berpengaruh nyata terhadap impor lada Jepang pada taraf 15 persen dengan elastisitas sebesar 0.40 dan 0.60. Artinya, kenaikan harga sebesar 1.0 persen maka impor akan naik 0.40 persen untuk jangka pendek dan 0.60 persen untuk jangka panjang, ceteris paribus, Dalam studi scbelumnya menunjukkan harga lada hitam dan putih tidak berpengaruh nyata terhadap impor lada di Jepang (Jumadi, 1991). Hal yang bertentangan dengan dugaan semula tampaknya berkaitan dengan: (1) konsumsi lada di Jepang tumbuh rata-rata 9.30 persen, sehingga impor juga meningkat sesuai laju pertumbuhan konsumsinya, (2) telah terjadi perubahan pola konsumsi di Jepang yang cenderung kebarat-baratan dengan makanan banyak berbahan penyedap lada, misalnya steak, (3) secara psikologis importir Jepang khawatir jika harga mulai naik, tahun berikutnya diperkirakan akan lebih meningkat lagi, dan (4) ada desakan yang lebih h a t dari negara pengekspor melalui promosi dan perdagangan imbal beli dan berhasil meningkatkan ekspor lada ke Jepang. Impor tahun lalu (MJ-1) berpengaruh nyata dan positip pada taraf 5.0 persen. dengan elastisitas sebesar 0.32 dan 0.47. Artinya dengan kenaikan impor tahun sebelumnya sebesar 1.0 persen, diikuti kenaikan impor tahun sekarang sebesp 0.32 persen dalam jangka pendek dan 0.47 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Dampak positip impor lada Jepang tahun sebelumnya terhadap impor tahun kini menyiratkan bahwa, importir atau pedagang mempunyai antisipasi terhadap kebutuhan yang makin meningkat dan tetap mempertahankan cadangan yang ada untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan berkurangnya pasokan dunia. Peubah pendapatan perkapita Jepang (AYJ) berpengaruh nyata terhadap permintaan impornya dengan elastisitas pendapatan sebesar 0.42 dan 0.63. Artinya, pendapatan per kapita naik sebesar 1.0 persen, akan diikuti oleh kenaikan permin- taan impor 0.42 dan 0.63 persen masing-masing dalam jangka pendek dan janglsa panjang, ceteris paribus. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa,,pendapatan penduduk Jepang bersifat elastis terhadap permintaan impor (FAO, 1972). Implikasi hasil penelitian ini bahwa terdapat prospek yang ce- rah bagi negara produsen (pengekspor lada) untuk masa mendatang karena impor lada Jepang akan makin meningkat. Apalagi akhir-akhir ini masyarakat Jepang cenderung dipengaruhi pola konsumsi barat yang menyukai makanan siap santap (fast food) seperti steak dan aneka masakan barat lainnya. Tmbel57. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Impor Lada Jepang (MJ) Model OLS Peubah Model 3-SLS Elastisitas-Jangka Pendek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga nil lada hitam Lampung di New York) MJ-1 (Impor lada Jepang t-1) AYJ (Pendapatanlkapita Jepang) D73 (Dummy, pengaruh IPC sejak tahun 1972) EFU (Nilai tukar YenlUS$) Keterangan : ( ... - angka &lm kurmg merupakan n i lri t Nyata pa& taraf 5.0 persen +++ Nyatr. pada t r r a f 15 p r s e n ) ** *** * Nyrtr pa& taraf 1.0 parsen Nyrtr padr t a r r f 10 p r e e n ++ Nyrtr pcdr t r r r t 20 parson ur dan Bekas Uni Soviet Permintaan impor lada Negara-negara Eropa Timur dan bekas Uni Soviet dipengaruhi oleh peubah-peubah harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY I), impor lada Eropa Timur dan Soviet tahun lalu (MES- I), pendapatan riil per kapita (AYES),dummy pengaruh IPC sejak tahun 1973 (D73), dan nilai tukar Rubel/US$ (ERSOV) secara bersama-sama dan sangat nyata. Dari kelima peubah tersebut secara parsial yang berpengaruh nyata adalah peubah AYESl dan peubah ERSOV @be1 58). W e 1 58. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perrnintaan Impor Lada Eropa Timur dan Bekas Uni Soviet (MESJ Peubah PNY 1 (Harga riil lada hitdm Lampung di New York) MES 1 (Impor lada Eropa ~imu?dan bekas Soviet) Model Modd OLS 3-SLS -374.3883 (-0.429) -0.4972 (-0.604) 206.3026 (0.897) 0.0918 (0.563) Elastisitas-Jangka Pendek - Panjang - AYESl (Pendapatan W k a pita E.Timur dan Soviet) D73 (Dummy, pengaruh IPC sejak 'Mun 1973) ERSOV (Nilai Tukar Rubel/ US$) 82 F-Statistik Keterangan : ( . . . I angkr &lam k u r q awruprkrn n i l r l - t Nyrtr pad8 t r r r f 10 person ++ Nyrtr pad8 trrrC 20 porson *** ~ y r t rpad8 t r r r f 1.0 person +++ Nyrtr pa& t r r r f 15 (nrsm + ~ y a t aprck t r r r f 25 p r r r m 190 Peubah pendapatan riil per kapita (AYES1) berpengaruh nyata pada taraf 10 persen terhadap volume impor dengan elastisitas sebesar 0.43 dafi 0.47. Artinya dengan adanya kenaikan pendapatan 1.0 persen, maka impor lada akan naik 0.43 persen untuk jangka pendek dan 0.47 persen untuk jangka panjmg, ceteris paribus. Berbeda dengan segmen pasar Amerika Utara dan Eropa Barat -- pendapatan riil penduduk bersifat elastis (E> 1) --,maka di kawasan Eropa Timur dan Soviet pen- dapatan penduduk bersifat inelastis terhadap impor lada. Akan tetapi terlihat bahwa hasrat konsumsi masyarakat di kawasan ini relatif baik. Apalagi adanya negaranegara baru setelah runtuhnya dominasi Uni Soviet, akan membuka peluang besar untuk melakukan perdagangan secara langsung. Kebijakan nilai tukar -- diwakili kurs mata uang rube1 Soviet terhadap dolar AS -- berpengaruh nyata pada taraf 20 persen dengan elastisitas sebesar -0.0006 dan -0.0007. Artinya dengan bertambahnya kurs rubel terhadap dolar Amerika -- depresiasi -- sebesar 1.0 persen diikuti menurunnya impor sebesar 0.0006 persen dalam jangka pendek dan 0.0007 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Dalam kurun waktu analisis (1969 - 1991) kurs mata uang rube1 terhadap dolar dari 0.89 rubel/US$ pada tahun 1969 menjadi 0.685 rubel/US$ pada tahun 1991, atau menguatnya nilai rube1 terhadap dolar rata-rata 1.05 persen per tahun. Relatif kwilnya dampak perubahan nilai tukar terhadap impor lada tampaknya berkaitan dengan kecilnya apresiasi mata uang rubel terhadap dolar AS yang w a d i selama ini. Neeara I'eIlfZb~orSisa ~~~ Yang dimaksud dengan wilayah pasar sisa dunia adalah meliputi 74 negara yang tersebar di Afrika Utara dan Timur Tengah, Asia-Pasifik, Sisa Eropa (selain Masyarakat Eropa), Amerika Latin, dan Negara-negara Afrika lainnys. Penyatuan negara-negara tersebut dalam satu segmen pasar bcrdasarkan suatu asumsi bahwa, I impor lada hanya digunakan untuk komsumsi langsung sebagai penyedap makanan dan secara umum tidak ada pembatasan i m k r terutama yang berasal dari negara produsen. Permintaan impor lada negara sisa dunia (MROWJ dipengaruhi oleh faktorfaktor harga riil lada hitam Lampung di New York (PNY I), impor lada sisa dunia tahun lalu (MROW-I), pendapatan per kapita negara sisa dunia (AYROW), dummy pengaruh IPC sejak tahun 1973 @73), dan nilai tukar Franc Swiss/US$ (ERROW) secara bersama-sama dan sangat nyata. Secara parsial seluruh peubah -- kecuali peubah ERROW -- berpengaruh nyata terhadap impor @be1 59). 'We1 59. Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Impor La& Sisa Dunia (MROWJ Model OLS Peubah Model 3-SLS Elastisitas-Jangka Pendek Panjang Konstanta PNY 1 (Harga riil lada hitam Lampung dl New York) MROW 1 (Im r la& negara Sisa Duiiia t- 1 r AYROW.(Pendapatanlkapita negara Sisa Dunia) D73 @umm sjk tahun i8+Yf'garuh *PC ERROW ilai tukar Franc swiss/us ) !? - ..)angka &lam kurung marupakan n i l r i - t Nyata pada t a r r f 10 persen Keterrngrn : (. *+ Nyata pada t a r r f 20 p e r r m *** Nyrta pado t r r r f 1.0 p e r r m +++ Nyrtr prdr t a r r f 15 porsen + uyrtr pods t r r r f 195 perren Peubah harga riil lada dunia (PNY 1) berpengaruh nyata pada taraf 20 persen terhadap variasi permintaan impor dengan elastisitas sebesar -0.32 dan -0.41. Artinya, dengan naiknya harga sebesar 1.0 persen, impor akan turun sebesar 0.32 persen dalam jangka pendek dan 0.41 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Secara umum hasil studi sebelumnya seperti yang diuraikan dalam Bab I1 (FAO, 1972) -- menggunakan model OLS dan seri data 15 tahun --,menunjukkan harga lada tidak berpengaruh nyata terhadap keragamam impor lada di kawasan ini. Dengan demikian h'arga lada yang dihasilkan dalam studi saat ini lebih dapat menjelas- kan keragaman impor lada di kawasan pasar negara pengimpor lainnya (Sisa Dunia). Impor tahun lalu (MROW-1) berpengaruh nyata pada taraf 25 persen dengan elastisitas sebesar 0.19 dan 0.25. Artinya, kenaikan impor tahun sebelumnya sebesar 1.0 persen diikuti oleh kenaikan impor tahun sekarang sebesar 0.19 persen dalam jangka pendek dan 0.25 persen dalam jangka panjang, ceteris paribus. Seperti pada wilayah pasar impor yang lain, maka ha1 ini tampaknya ada kaitan dengan ekspektasi harga dan pengadaan stok. Oleh karena harga lada tidak stabil -- sebagai akibat ketidakstabilan pasokan --,maka untuk menjaga keamanan stok, setiap importir, industri pengolahan makanan dan industri farmasi melakukan peningkatan impor pada tahun sebelumnya dan ini berdampak positip bagi impor tahun sekarang. Peubah pendapatan perkapita (AYROW)berpengaruh sangat nyata pada taraf 1.O persen dengan elastisitas sebesar 1.03 dan 1.32. Artinya, dengan adanya kenaik- an pendapatan sebesar 1.0 persen akan diikuti oleh kenaikan impor sebesar 1.03 persen untuk jangka pendek dan 1.32 persen untuk jangka panjang ceteris paribus. Besaran elastisitas pendapatan ini sama seperti di kawasan pasar impor yang lain. Berarti bahwa, ada potensi yang cukup besar bagi negara produaen untuk meningkatkan arus perdagangan lada di kawasan ini. Untuk itu tergantung kepada kemampuan negara produsen dalam memanfaatkan peluang tersebut. Peubah IPC (peubah dummy D73) terhadap perkembangan impor lada Negara Sisa Dunia berpengaruh nyata dan negatif pada taraf 15 persen. Artinya bahwa, perundingan-perundingan Masyarakat Lada Dunia dengan pelaku ekonomi lada di kawasan ini belum berhasil dan bahkan ada indikasi yang cenderung menurunkan impor lada. Analisis permintaan dan penawaran lada dunia secara keselumhan menggunakan sebanyak 98 peubah yang meliputi peubah struktural dan peubah kebijakan. Hasil analisis -- dengan menggunakan model 3-SLS dan OLS -- menunjukkan sebanyak 67 peubah nyata dan sangat nyata pada taraf 1.0 hingga 25 persen. Untuk keperluan analisis kebijakan (policy analysis), peubah-peubah yang dipakai adalah peubah-peubah penentu yang mempunyai dampak besar dalam perekonomian lada dunia, seperti produksi negara produsen, pendapatan negara pengimpor, ekspor dunia, harga lada dunia, kebijakan nilai tukar, dan kebijakan pajak ekspor negara produsen. Dalam uraian ini, lcajian analisis kebijakan difokuskaa terhadap dampak perubahan beberapa peubah penentu dalam ekonomi lada dunia bag€budidaya dun ekspr la& Indonesia. Adapun persamaan-persamaan ymg disimulasi khususnya untuk perlaclaan di Indonesia adalah produksi, luas areal, harga tingkat petani, harga FOB, dan penawaran ekspor. Untuk mengukur seberapa jauh pengaruh perubahm-perubahan peubah penentu di atas, maka analisis yang dilakukan adalah mensimulasi peubah penentu tersebut dengan cara menaikkan volume atau nilainya dalarn persentase tertentu, sesuai dengan perubahan atau perkembangan peubah-peubah penentu tersebut selama kurun waktu analisis, yaitu dari tahun 1969 hingga tahun 1991, Dalam h d ini petrubahan peubah-peubah tersebut berkisar antara 3.0 hingga 15 persen. Oleh karena itu persentase perubahan yang digunakan adalah dengan mendkkan volume atau nilai peubah penentu tersebut sebesar 10 persen. Kemudian secara sendiri-sendiri dihitung berapa besar darnpaknya terhadap persentase perubahan areal, produksi, harga domestik, dan penawaran ekspor lada Indonesia. 'Ifabel60 menunjukkan hasil analisis simulasi dampak peningkatan sebesar 10 persen pada masing-masing peubah produksi negara produsen selain Indonesia, pendapatan penduduk negara pengimpor, clan ekspor dunia terhadap parameter perkembangan lada Indonesia mbel60). 'Ribel 60. Hasil Simulasi Pengaruh Perubahari Peubah Struktural Terhadap Perladaan Indonesia Peningkatan 10 % dari Peubah Uraian PJ3xubhan (96); Areal Lada Indonesia (AIO) Produksi Lada Indonesia (QIO) Eks r Lada Indonesia @I& Har a FOB Lada Indonesia ( P D 1) ~ Harga Lada Tin kat Petani di Indonesia (PJ? 01) Produksi Negara Lain - 9.88 - 9.02 Pendapatan Negara Pengimpor Ekspor Dunia + 16.13 + 16.13 + 10.87 - 9.02 Secara rinci ha1 ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Apabila w a d i kenaikan produksi lada selain Indonesia -- Brazil, India, dan Malaysia -- sebesar 10 persen, maka secara nasional akan terjadi penurunan luas areal sebesar 9.88 persen, produksi sebesar 8.42 persen, ekspor 9.46 persen, harga lada tingkat FOB 9.02 persen dan tingkat petani 18.56 persen. (2) Jika pendapatan per kapita negara pengimpor -- wilayah pasar Amerika Utara, Eropa Barat, dan negara konsumen lainnya -- meningkat sebesar 10 persen, secara nasional akan terjadi kenaikan luas areal 16.13 persen, produksi 15.28 persen, ekspor 15.45 persen, harga tingkat FOB 10. 87 persen dan tingkat petani 10.32 persen. (3) Apabila volume ekspor lada dunia meningkat sebesar 10 persen mengakibatlcan secara nasional peningkatan areal lada sebesar 16.13 persen, produksi 15.28 persen, ekspor 15.45 persen, sementara harga FOB turun 9.02 persen dan di tingkat petani turun 18.56 persen. Perubahan peubah kebijakan, seperti kebijakan nilai tukar (kurs) dm pajak ekspor terutama di negara pengekspor di luar Indonesia akan berdampak besar bagi perkembangan lada Indonesia ('hbel61). Dengan perkataan lain bahwa, jika tiga negara pengekspor utama di luar Indonesia menentukan kebijakan dspresiasildevaluasi mata uangnya terhadap dolar Amerika Serikat, maka volume ekspornya akan meningkat dan ha1 ini berdampak negatip bagi perkembangan lada di Indonesia. Keadaan sebaliknya, apabila pemerintah di tiga negara produsen utarna -- selain In- donesia -- menaikkan pajak ekspor lada, akan memberi dampak positip bagi perkembangan la& di Indonesia @be1 61). Secara rinci &pat dijelaskan sebagai berikut: (1) Jika terjadi depresiasi atau devaluasi mata uang di negara produsen utama di luar Indonesia sebesar 10 persen, maka di 1ndoneiia akan terjadi penurunan areal lada sebesar 9.88 persen, produksi 8.42 persen, ekspor 9.46 persen, harga FOB 9.02 persen, dan harga lada di tingkat petani 18.56 persen. (2) Apabila pemerintah di negara produsen utama -- selain Indonesia -- meningkat- kan pajak ekspor sebesar 10 persen, maka secara nasional akan terjadi peningkatan areal lada 16.13 persen, produksi 15.28 persen, ekspor 15.45 persen, harga FOB' 2 1.87 persen, dan harga lada petani 35.45 persen. Implikasinya, ratifikasi hasil keputusan Putaran Uruguay, GATT, yang antara lain memberlakukan pengurangan pajak, maka dalam jangka pendek -- masa transisi -- di- perkirakan akan menyebabkan terjadinya penurunan produksi, harga dan ekspor. Namun dalam jangka panjang dampak ratifikasi diperkirakan akan positip terhadap perkembangan lada nasional karena berlakunya keunggulan komparatif (lihat bagian terdahulu). 'Itabel61. Hasil Simulasi Pen aruh Perubahan Peubah Kebijakan dan % arga I Lada Dunia Peningkatan 10 % dari Peubah Uraian +- Kebijakan Kurs Pajak Harga da Dunia P e r u b w (96); Areal Lada Indonesia (AIO) - 9.88 Produksi Lada Indonesia (QIO) - 8.42 - 9.46 - 9.02 Ekspor Lada Indonesia (XIO) Harga FOB Lada Indonesia (PDOI) + 16.13 + 15.28 + 15.45 +21,87 Har a Lada Tkt Petani di Indonesia P F ~ Sunbcr : Diolah dari h a s i l simulasi cklwn sirtam p r r r ~ ~ w s i rm l t r n 3-SLU, + 16.13 + 15.28 + 15.45 + 10.87 Salah satu faktor penentu ut;una dan pertama dalam permintaan dan penawaran lada di pasar lada dunia adalah harga. Harga yang menjadi acuan adalah harga lada hitam Lampung di pasar New York karena dari analisis permintaan dan penawaran secara simultan ditemukan bahwa, harga la& hitam Lampung menjadi barometer harga lada dunia. Hasil simulasi menunjukkan bahwa, j i b harga lada hitam Lampung di New York mengalami peningkatan sebesar 10 persen, maka secara nasional akan terjadi kenaikan areal lada sebesar 16.13 persen, produksi 15.28 persen, ehpor 15.45 persen, harga e h p r 10.87 persen dan harga di tinglcat petani 10.32 persen. Implikasi kebijakan dari analisis simulasi menunjukkan bahwa dalam upaya pengembangan lada nasional perhatian utama seyogianya diarahkan untuk mewaspadai perkembangan kebijakan negara produsen lainnya. Di samping itu memantau peluang pengembangan ekspor di negara-negara konsumen tradisional maupun "baru"yang potensial seperti negara-negara bekas Uni Soviet dan di Asia lainnya.