BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Data mining 2.1.1 Definisi Data mining Data mining menyediakan teknologi yang pintar dan kemampuan untuk menjelajahi kemungkinan pengetahuan atau informasi yang tersimpan dalam suatu data (Berson, 2000, p33). Data mining adalah proses untuk menemukan pola yang bernilai dan hubungan yang tersembunyi dalam database yang berukuran sangat besar (Seidman, 2001, p3). Data mining adalah beberapa cara pengembangan dari ilmu statistik dengan sedikit artificial intelligence dan seperti sebuah mesin yang mempelajari data untuk mengatasi masalah dengan menghasilkan informasi yang tidak kelihatan atau tidak disadari oleh pengguna informasi tersebut (Thearling, 1995, p7). 2.1.2 Metodologi Data mining Sebagai salah satu bagian dari sistem informasi, data mining menyediakan perencanaan dari ide hingga implementasi akhir. Komponen-komponen perancangan data mining (Seidman, 2001, pp9-11) adalah sebagai berikut: 1. Analisis masalah. 2. Mengekstrak dan membersihkan data. 7 8 3. Validasi data. 4. Membuat dan melatih model. 5. Query data. 6. Pemeliharaan model data mining. Analisis Masalah Mengekstrak dan Membersihkan Data Validasi Data Membuat dan Melatih Model Query data Pemeliharaan Model Data mining Gambar 2.1 Diagram Alir Komponen-komponen Perancangan Data mining Sumber: Seidman, 2001, p9 2.1.3 Teknik Pembelajaran Data Mining Teknik yang digunakan dalam data mining erat kaitannya dengan “penemuan” (discovery) dan “pembelajaran” (learning) yang terbagi dalam tiga kelompok utama 9 pembelajaran, yaitu: supervised learning, unsupervised learning, dan reinforcement learning (Berson, 2000, p36). 2.1.3.1 Supervised Learning Supervised learning adalah teknik yang paling umum digunakan. Teknik ini serupa dengan ”programming by example”. Teknik ini melibatkan fase pelatihan di mana pelatihan historis yang karakter-karakternya dipetakan ke hasil-hasil yang telah diketahui diolah dalam algoritma data mining. Proses ini melatih algoritma untuk mengenali variabel-variabel dan nilai-nilai kunci yang nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam membuat perkiraan-perkiraan ketika diberikan data baru. 2.1.3.2 Unsupervised Learning Teknik ini tidak melibatkan fase pelatihan seperti yang terdapat pada supervised learning. Teknik ini bergantung pada penggunaan algoritma yang mendeteksi semua pola, seperti associations dan sequences, yang muncul dari kriteria penting yang spesifik dalam data masukan. Pendekatan ini mengarah pada pembuatan banyak aturan (rules) yang mengkarakterisasikan penemuan associations, clusters, dan segments. Aturanaturan ini kemudian dianalisis untuk menemukan hal-hal penting. 2.1.3.3 Reinforcement Learning Meskipun teknik ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan kedua teknik lainnya, teknik ini memiliki penerapan-penerapan yang terus dioptimalkan dari waktu ke waktu dan memiliki kontrol adaptif. Teknik ini menyerupai kehidupan nyata seperti ”onjob-training”, di mana seorang pekerja diberikan sekumpulan tugas yang membutuhkan 10 keputusan-keputusan. Pada beberapa titik waktu kelak diberikan penilaian atas performa pekerja itu, kemudian pekerja itu diminta untuk mengevaluasi keputusan-keputusan yang telah dibuatnya sehubungan dengan hasil performa pekerja itu. Reinforcement learning tepat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit dan bergantung pada waktu. 2.1.4 Teknik Data mining 2.1.4.1 Decision Trees Algoritma ini merupakan salah satu algoritma klasifikasi yang paling populer dan digunakan dalam Data mining and Machine Learning. Algoritma ini bisa digunakan sebagai introduksi / pengenalan pada suasana dan terminologi dari data mining tanpa harus me-review banyak kemungkinan statistikal. Algoritma ini cocok diimplementasikan oleh mereka yang masih awam terhadap data mining. Setelah mendefinisikan klasifikasi, akan dijelaskan tentang bagaimana perolehan informasi dapat digunakan untuk menemukan atribut-atribut prediktif yang diinput. Pengaplikasian prosedur ini secara rekursif memungkinkan user dalam membangun suatu decision trees untuk memprediksi kejadian di masa mendatang. Decision trees merupakan suatu model prediksi yang berbentuk seperti pohon (tree) dengan setiap cabangnya (branches) merupakan hasil klasifikasi dari pertanyaan dan daunnya (leaf) merupakan hasil partisi dari kumpulan data sesuai dengan klasifikasinya. Sebagai contoh, jika dilihat dari sudut pandang bisnis, decision trees dapat dilihat sebagai segmentasi dari data, di mana setiap segmen merupakan data yang mempunyai 11 sifat yang sama, sehingga memudahkan pengguna bisnis dalam memahami informasi yang terkandung di dalamnya. Melalui decision trees, user dapat memprediksi sumbersumber penyebab suatu masalah bisnis, yang diurutkan mulai dari yang paling berpengaruh hingga yang berpengaruh lebih sedikit. Decision tree dapat digunakan untuk menangani berbagai masalah bisnis, yaitu untuk eksplorasi, preproses data, dan prediksi. Eksplorasi dilakukan dengan melihat predictor dan nilai yang dipilih pada setiap segmen dari tree. Preproses data merupakan keadaan di mana decision trees digunakan untuk mencari predictor pada tahap awal proses data mining, di mana hasilnya kemudian dapat digunakan oleh algoritma lainnya, seperti neural networks, nearest neighbour, atau statistik. Terdapat banyak variasi algoritma dalam mengkonstruksi decision trees. Dalam menyusun skripsi ini, digunakan teknik Microsoft Decision Trees yang merupakan Probabilistic Classification Tree. Teknik ini menggunakan Bayesian score sebagai default-nya. (Lihat halaman 133) 2.1.4.2 Clustering Clustering merupakan suatu metode di mana record-record dikumpulkan bersama dengan tujuan untuk dapat memberikan pandangan terhadap apa yang ada di dalam database. Clustering juga dapat berarti segmentasi yang berguna dalam hal prediksi masalah bisnis. Salah satu varian dari algoritma clustering adalah algoritma Microsoft Clustering, yang berdasarkan pada algoritma Expectation and Maximization (EM). Algoritma ini terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama, yang disebut dengan tahap E atau ”expectation”, dilakukan pengkalkulasian cluster-cluster dari setiap kasus. Pada tahap kedua, yang disebut dengan tahap M atau ”maximization”, dilakukan 12 estimasi ulang terhadap parameter-parameter dari model dengan menggunakan clustercluster yang ada. Algortima ini terdiri lima tahap penting: 1. Menerapkan metode / cara initial. 2. Menerapkan kasus-kasus yang ada ke setiap metode dengan menggunakan beberapa distance measure. 3. Mengkomputasi metode-metode yang baru dengan berdasarkan pada setiap cluster. 4. Menerapkan bin boundaries baru yang berdasarkan pada metode-metode baru. 5. Ulang sampai terjadi konvergensi. Teknik EM ini berbeda dengan K-Means, di mana teknik EM tidak memiliki batasan yang ketat antar cluster. Setiap kasus diterapkan ke setiap cluster dengan kemungkinan tertentu. Umumnya, beberapa algoritma clustering harus me-load semua data points ke memory, yang di mana dapat menyebabkan masalah skalabilitas yang serius ketika dihadapkan dengan keadaan pemrosesan dataset dalam jumlah besar. Algoritma Microsoft Clustering menggunakan scalable framework, yang dapat menyimpan bagianbagian dari database yang penting dan merangkum bagian-bagian yang lain. Algoritma Microsoft Clustering hanya perlu melakukan scanning data mentah sebanyak satu kali. 13 2.1.5 Istilah-istilah Data Mining 2.1.5.1 Data Mining Model Suatu model data mining serupa dengan tabel relasi. Model data mining mengandung sejumlah kolom key, kolom input, dan kolom predictable. Model ini berhubungan dengan algoritma data mining. Suatu model data mining menyimpan polapola yang ditemukan oleh algoritma data mining tentang dataset. Suatu model data mining dapat dikategorikan sebagai suatu ”truth table” yang mengandung baris-baris untuk setiap kombinasi nilai setiap kolom dari model yang mungkin. Model ini kemudian dapat digunakan sebagai alat prediksi. 2.1.5.2 Columns Suatu kolom pada model data mining serupa dengan kolom pada tabel relasi., yang di mana pada tabel relasi kolom ini disebut dengan ”variable” atau ”attribute”. Terdapat tiga jenis kolom pada model data mining, yaitu kolom input, kolom predictable, atau kolom yang merupakan gabungan dari kolom input dan predictable. Suatu model data mining menggunakan suatu set atribut input dari kasus untuk memprediksi atribut output. 2.1.5.3 States Setiap atribut memiliki suatu set nilai yang mungkin. Nilai-nilai ini disebut dengan state dari atribut. 14 2.1.5.4 Cases Suatu case (kasus) merupakan entiti dasar dari informasi. Suatu kasus dapat berbentuk sederhana, sebagai contoh, ketika menganalisa resiko pinjaman kredit dari pelanggan, di mana informasi pelanggan menjadi suatu kasus. Suatu kasus dapat berbentuk lebih rumit. Sebagai contoh, suatu model data mining dapat memprediksi daftar produk apa saja yang mungkin dibeli oleh pelanggan, dengan berdasarkan pada informasi demografi pelanggan. Model yang mengkombinasikan informasi demografi pelanggan dengan daftar produk yang dibelinya seperti disebutkan di atas disebut dengan ”nested tables”. 2.1.5.5 Case Tables dan Nested Tables Case table merupakan tabel yang mengandung informasi kasus yang berhubungan dengan bagian non nested dari data. Nested table merupakan tabel yang mengandung informasi yang berhubungan dengan bagian nested dari data. Pada contoh di atas, terdapat dua tabel input pada model data mining. Tabel yang satu mengandung informasi seputar demografi pelanggan. Tabel ini disebut dengan case table. Sedangkan tabel yang lainnya mengandung informasi seputar transaksi pembelian pelanggan. Tabel ini disebut dengan nested table. Suatu nested table serupa dengan tabel transaksi dalam terminologi database. 15 2.2 Customer Relationship Management (CRM) 2.2.1 Definisi CRM Menurut buku E-Business Roadmap for Success (Kalakota dan Robinson, 1999, p117), CRM adalah kombinasi dari proses bisnis dan teknologi untuk memperoleh informasi agar dapat memahami pelanggan-pelanggan perusahaan dari berbagai sudut pandang: siapa mereka, apa yang mereka lakukan, dan apa yang mereka suka. CRM didefinisikan sebagai suatu integrasi antara strategi penjualan, pemasaran, dan pelayanan yang tidak melihat keputusan masing-masing departemen dalam perusahaan dan bergantung pada tindakan-tindakan terkoordinasi perusahaan. 2.2.2 Mengapa CRM? Kunci utama dalam mempertahankan stabilitas ruang lingkup pemasaran, khususnya yang bergerak dalam bidang e-commerce, saat ini adalah dengan menciptakan suatu hubungan jangka panjang dengan para pelanggan. Pelanggan (customer) dapat dibedakan ke dalam tiga zona: 1. Zone of defection, di mana para pelanggan merasa tidak puas akan pelayanan yang ditawarkan dan memiliki kemungkinan besar untuk berpindah ke perusahaan lain. 2. Zone of indifference, di mana para pelanggan bersikap tidak begitu pasti dan memiliki tingkat kepuasan dan loyalitas terhadap perusahaan yang medium. 3. Zone of affection, di mana para pelanggan merasa puas akan pelayanan yang ditawarkan dan menempatkan loyalitas yang tinggi pada perusahaan. 16 Pelanggan menuntut adanya kustomisasi pelayanan yang semakin beragam seiring berjalannya waktu. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan memindahkan fokus mereka dari “mass production” ke “mass customization”. Hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan e-commerce saat ini adalah tentang penerapan strategi multi-channels dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas para pelanggan. Berdasarkan hasil studi IT Consulting Firm Aberdeen, perusahaan-perusahaan yang mengimplentasikan CRM dan mengubah bisnis mereka menjadi e-business memiliki kemungkinan yang lebih besar dalam menarik perhatian para pelanggan. Pengorganisasian bisnis untuk memuaskan para pelanggan seperti pada pengimplemtasian CRM menuntut adanya pengorganisasian atau penyederhanaan fungsi-fungsi internal dalam suatu perusahaan. Dengan CRM, suatu perusahaan dapat mengurangi alur kerja, cycle time, dan alur informasi tentang pelanggan yang tidak penting dapat dieliminasi. 2.2.3 Tujuan dan Manfaat CRM Tujuan CRM adalah untuk mengoptimalkan keuntungan perusahaan dengan membuat perusahaan lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada untuk melayani pelanggan yang diinginkan dan memelihara hubungan dengan pelanggan. (Kalakota dan Robinson, 1999, p117). Pendapat lain tentang tujuan diterapkannya konsep CRM adalah (Seybold, Maret 2002, p5): 1. Mendapatkan pelanggan baru (Acquire) 17 Memulai hal baru merupakan pengalaman yang penting bagi pelanggan. Perusahaan dapat melakukan promosi dengan memasang iklan pada beberapa media massa juga pemberian potongan harga untuk menarik pelanggan baru. 2. Mempertahankan pelanggan untuk selamanya (Retain) Fokus pada kemampuan untuk mengadaptasi pada pelayanan apa yang diperlukan dan sesuai untuk pelanggan serta memberikan layanan yang bersifat one-stop-service untuk semua hal yang berhubungan dengan pelanggan. 3. Meningkatkan nilai transaksi pelanggan (Enhance) Tujuan pada enhance adalah pengembangan relasi ke arah peningkatan nilai transaksi penjualan yang bersifat cross-selling (produk komplemen) maupun upselling (produk yang bermutu lebih baik). Kunci keberhasilan pelaksanaan CRM tergantung pada tiga hal yang harus saling mendukung satu dengan yang lain, yaitu: 1. People (sumber daya manusia) Adalah keseluruhan anggota perusahaan, dari manajemen sampai staf terendah. a. Budaya kerja. Adanya kesamaan visi CRM, pemahaman konsep ’customer-focused’ dalam pelaksanaan praktek kerja, kerja sama dan kekompakan tim, antara pihak manajemen dan staf. Hal ini dapat diperoleh dengan diadakannya pelatihan (training) dan penanaman konsep CRM dan ’customer-focused’ bagi staf dan manajemen. 18 b. Keterampilan Keterampilan staf dan pihak manajemen dalam menjalin hubungan dengan pelanggan, dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan tentang pelanggan, serta kemampuan menganalisis dan menarik kesimpulan dari keseluruhan informasi pelanggan. 2. Process (proses bisnis yang dilakukan) Adalah proses bisnis perusahaan yang berorientasi pada ’customer-focused’, yang lebih difokuskan pada sisi penjualan, pemasaran, dan pelayanan pelanggan. 3. Technology (teknologi informasi yang digunakan) Adalah teknologi informasi yang digunakan sebagai piranti pembantu yang mendukung unsur people dan process. Kombinasi antara ketiganya disimbolkan dengan: ( People + Process ) Technology artinya: 1. Jika (People + Process) < adequate (memadai), maka penggunaan teknologi informasi akan memperbesar kesalahan pada inisiatif CRM. 2. Jika (People + Process) > adequate (memadai), maka penggunaan teknologi informasi akan mempercepat kesuksesan dan memperbesar keuntungan yang dapat diraih perusahaan. 19 Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan CRM dijabarkan sebagai berikut : 1. Meningkatkan pendapatan. 2. Mendorong loyalitas pelanggan. 3. Menekan biaya. 4. Meningkatkan efisiensi operasional. 5. Meningkatkan time to market. 2.2.4 Arsitektur dan Komponen CRM Dalam arsitektur CRM (gambar 2.2), dapat dilihat sejumlah customer touch- points dan delivery channels yang menghasilkan dan menggunakan informasi. Yang dimaksud dengan customer touch-points (Berson, 1999, p46) adalah points of contact dimana perusahaan dapat berinteraksi dan “touch” pelanggan dan begitu pula sebaliknya. Informasi ini perlu diintegrasikan dan dianalisis untuk mendapatkan sebuah gambaran yang lengkap dan akurat tentang preferensi, kebutuhan, keluhan, dan atribut lainnya dari pelanggan yang dapat menjadikannya menjadi pelanggan jangka panjang sebagai pelanggan produk atau jasa perusahaan. Komponen-komponen yang menjadi bagian dari CRM tidak hanya data warehouse dan data marts, tetapi juga meliputi data mining, reporting, OLAP engines, dan penyimpanan metadata. Gambar 2.2 CRM Architecture (Sumber : Berson ,1999, p45) 20 21 2.2.5 Jenis-Jenis CRM Secara garis besar, CRM dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu (Bearson, 1999, p45): 1. Operational CRM Mencakup otomatisasi yang terintegrasi dari keseluruhan proses bisnis, termasuk di dalamnya customer touch-points dan customer channels dan integrasi front office-back office. 2. Analytical CRM Merupakan proses analisis dari data-data yang dihasilkan pada Operational CRM. 3. Collaborative CRM Aplikasi pelayanan yang terkolaborasi, seperti e-mail, personalized publishing, e-communities, forum diskusi, dan sarana lainnya yang dirancang untuk memfasilitasi interaksi antara pelanggan dan pihak perusahaan. CRM yang terdiri dari ketiga komponen di atas memiliki tujuan secara umum yaitu untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan sejalan dengan meningkatkan dan memelihara kepuasan pelanggan. Operational CRM mengoptimasi proses bisnis yang berinteraksi secara langsung dengan pelanggannya (Beck dan Summer, 2001, pp1-2). CRM memiliki berbagai macam aplikasi yang diterapkan dalam pemasaran, penjualan, dan pelayanan yang mendukung proses bisnis. Aplikasi proses bisnis yang menerapkan hal di atas tergolong dalam aplikasi operasional. Aplikasi operational CRM dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Customer-Facing Applications 22 Faktor utama dari aplikasi CRM Customer-Facing adalah contact center, Sales Force Automation, dan field service. Disebut Customer-Facing karena pada kenyataannya, pihak perusahaan ini langsung berhubungan dengan pelanggannya. 2. Customer-Touching Applications Faktor utama dari aplikasi CRM Customer-Touching Applications adalah Campaign management, e-commerce, dan Self-Service Customer Support. Disebut Customer-Touching karena pelanggan berhubungan langsung dengan aplikasi sistem daripada berhubungan dengan perwakilan perusahaan. Strategi operational CRM ini memfasilitasi traditional CRM, yang berfokuskan bagaimana membuat pelayanan, penjualan, dan/atau departemen pemasaran lebih efisien dan meningkatkan profitabilitas perusahaan dan pelanggan. Sedangkan infrastruktur dan servis dari Collaborative CRM membuat perusahaan dapat berinteraksi dengan channelnya, yakni semua pihak yang memungkinkan berhubungan dengan perusahaan. Gambar 2.3 CRM Cycle (Sumber : Beck dan Summer, 2001, p2) 23 2.2.6 Analytical CRM Tantangan bagi perusahaan sekarang ini adalah untuk mengerti apa yang menjadi permintaan pelanggan dan memberikan respon, secara lebih baik, mengantisipasi kebutuhan mereka. Namun, banyak perusahaan hanya berfokus untuk mengimplementasikan penggunaan CRM hanya sebatas untuk “mendengar” kebutuhan dan keluhan dari pelanggan, yang pada praktisnya hanya berkonsentrasi pada komponen Operational dan Collaborative CRM, sehingga analisis akan pemahaman dan pengenalan terhadap pelanggan yang sebenarnya belum terjadi. Diperlukan komponen Analytical CRM untuk mengoptimalkan hubungan perusahaan dengan pelanggannya. Analytical CRM memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan suatu pengetahuan akan pelanggan dan melakukan penaksiran atau estimasi terhadap pelanggan berdasarkan data-data analisis yang dipakai. Pengetahuan yang didapat perusahaan adalah tentang nilai pelanggan, yang dapat mendukung channel pelayanan interaksi dengan lebih baik dan mendukung berbagai keputusan dalam mensinergi penerapan Operational dan/atau Collaborative CRM dalam proses penjualan dan pemasaran produk, sehingga kedudukannya menjadi sangat esensial bagi komponen CRM lainnya (Beck dan Summer , 2001, p2). 2.2.6.1 Pengertian Analytical CRM Analytical CRM merupakan feedback loop antara interaksi pelanggan yang realtime yang terjadi pada front-end atau back-end scorecard untuk menganalisa apa yang telah terjadi dan bagaimana meningkatkan cara perusahaan berinteraksi di kemudian hari. (Beck dan Summer, 2001, p5) mengatakan bahwa analytical CRM adalah penggunaan data pelanggan untuk analisis, pemodelan, dan evaluasi yang ditujukan untuk 24 mendukung perusahaan untuk membentuk suatu hubungan yang profitable antara perusahaan dan pelanggannya. Analytical CRM terdiri dari semua programming yang menganalisis data tentang pelanggan perusahaan, sehingga keputusan yang lebih cepat dan lebih baik dapat dihasilkan (Anonymous, 2001 pp1-1). Berdasarkan sebuah artikel dalam Info World analytical CRM dapat menyediakan hal-hal sebagai berikut: 1. Kelompok segmentasi pelanggan. 2. Analisa profitabilitas, mengetahui pelanggan mana yang profitable selama kurun waktu tertentu. 3. Personalisasi, kemampuan untuk memasarkan kepada pelanggan secara personal berdasarkan data-data yang ada tentang pelanggan itu. 4. Event monitoring, yaitu segala aktifitas yang dilakukan pelanggan yang berkaitan dengan perusahaan dan begitu pula sebaliknya tindakan perusahaan terhadap segala yang berhubungan dengan pelangannya, seperti promosi, transaksi, dsb. Analytical CRM mampu melakukan segmentasi pelanggan, membedakan pelanggan yang memiliki profitabilitas tinggi dengan tingkat akurasi yang lebih matang, maka Return On Investment (ROI) akan suatu pelanggan dapat diprediksi dengan baik (Meta Group, 2000, p1). Dengan pengetahuan tersebut maka penawaran yang tepat, harga yang tepat dapat ditawarkan pada saat yang tepat, kepada pelanggan yang memang berpotensi untuk membelinya, hal ini akan mengoptimasi pelanggan dan perusahaan. Dengan kombinasi informasi tentang pelanggan dari semua sumber dan sarana informasi vital lainnya yang berinteraksi dengan pelanggan, maka perusahaan dapat memperoleh gambaran yang pasti tentang pelanggan dan perilakunya. Dengan demikian mendukung 25 perusahaan dalam melakukan personalisasi terhadap pelanggan dan menyesuaikan diri seiring dengan kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi dari permintaan pelanggan. Analytical CRM digunakan juga sebagai alat untuk mengevaluasi profitabilitas pelanggan, berdasarkan segmentasi dari hasil analisa yang kuat, dan meningkatkan ROI dari pelanggan perusahaan. Dengan menganalisa profitabilitas pelanggan, perusahaan dapat melakukan segmentasi pelanggannya berdasarkan tingkat profitabilitasnya sehingga dapat menetapkan target tingkat penjualannya terhadap masing-masing pelanggan. Langkah selanjutnya adalah menindaklanjuti feedback loop dari hasil analisa yang telah dilakukan untuk menentukan interaksi selanjutnya yang akan dibangun dengan pelanggan (Meta Group, 2000, p2). Gambar 2.4 Aliran Proses feedback Loop Knowledge (Sumber : Meta Group, 2000, p2) 26 2.2.6.2 Perbedaan Operational CRM dan Analytical CRM Tabel berikut ini menjelaskan perbedaan antara Operational CRM dan Analytical CRM. Tabel 2.1 Perbedaaan Operational CRM dan Analytical CRM Operational CRM Dibuat untuk menyediakan respon Didesain untuk proses yang kompleks dan yang cepat kepada banyak user memerlukan waktu proses yang lama dan hanya User mengakses dan mengupdate digunakan untuk beberapa user saja data. Analytical CRM Selama pemrosesan, jumlah data yang diproses User melakukan proses transaksi banyak dan biasanya hanya dapat diretrieve dalam waktu yang singkat. (read-only), dengan menggunakan query yang kompleks. 2.3 Pelanggan 2.3.1 Definisi Pelanggan Pelanggan adalah semua orang yang menurut perusahaan memenuhi suatu standard kualitas tertentu, dan karena itu akan memberikan pengaruh kepada performa organisasi (Gaprez, 1997, p73). 27 A c t iv e C u sto m e r I n a c t iv e C u s to m e r P ro s p e c t S uspect T h e R e s t o f t h e W o rl d Gambar 2.5 Unsur-unsur Pokok Piramida Pelanggan (Sumber : Curry, 2000, p7) Piramida pelanggan di atas (Gambar 2.5) menjelaskan tentang tahapan secara umum seorang pelanggan organisasi. Unsur-unsur dari piramida pelanggan adalah sebagai berikut : 1. Pelanggan Aktif (Active Customer) Adalah orang atau perusahaan yang telah melakukan pembelian barang atau jasa dari perusahaan dalam periode tertentu, katakanlah dalam 12 bulan terakhir. 2. Pelanggan yang tidak aktif (Inactive Customer) Adalah orang-orang atau perusahaan yang telah membeli barang atau jasa pada masa lalu, akan tetapi tidak dalam periode tertentu. Pelanggan yang tidak aktif merupakan sumber yang penting untuk pendapatan potensial dan juga merupakan sumber informasi tentang apa yang perlu perusahaan lakukan untuk mencegah pelanggan aktif menjadi pelanggan tidak aktif. 28 3. Prospects Adalah orang atau perusahaan yang mempunyai suatu hubungan dengan perusahaan kita, akan tetapi sampai sekarang mereka belum membeli barang atau jasa perusahaan. Contoh prospects adalah orang yang telah meminta brosur perusahaan, orang-orang yang telah melakukan kontak lewat pameran dagang. Prospects merupakan orang-orang atau perusahaan yang diharapkan akan meningkat menjadi status pelanggan aktif dalam waktu dekat. 4. Suspects Adalah orang-orang atau perusahaan yang sanggup kita layani dengan produk atau jasa dari suatu perusahaan, akan tetapi sampai sekarang belum memiliki hubungan dengan perusahaan. Biasanya perusahaan memulai hubungan dengan suspects dan mengkualifikasikan mereka sebagai Prospects, dengan tujuan jangka panjang untuk mengkonversikannya menjadi pelanggan aktif. 5. The Rest of the World Adalah orang-orang atau perusahaan yang memang tidak mempunyai keperluan atau keinginan untuk membeli atau menggunakan produk atau jasa perusahaan. 2.3.2 Model Segmentasi Pelanggan Seringkali perusahaan mengalokasikan sebagian besar pemasarannya dibelanjakan untuk non-customers. Piramida pelanggan merupakan alat yang berguna untuk memvisualisasikan, menganalisis, dan memperbaiki perilaku dan profitabilitas pelanggan. (Curry, 2000, p9). 29 Nilai dari piramida pelanggan meningkat apabila perusahaan mensegmentasikan pelanggan aktif ke dalam kategori perilaku yang kritikal terhadap keberhasilan perusahaan, seperti pendapatan penjualan. Namun ini akan disesuaikan dengan perusahaan masing-masing yang menentukan tolak ukurnya. "Top" "Big" Active Customer "Small" "Inactive" Prospect Suspect The Rest of the World Gambar 2.6 Piramida pelanggan yang Standar (Berdasarkan Penghasilan) (Sumber : Curry, 2000, p9) CRM terbentuk untuk memungkinkan setiap pelanggan diperlakukan secara personal selama proses pemasaran. Segmentasi adalah kunci langkah pertama. Dengan mengelompokan pelanggan ke dalam segmen-segmen berdasarkan profitabilitas, kontribusi penghasilan bagi perusahaan, perilaku dan faktor lainnya, maka setiap segmen akan mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda. Dengan demikian, maka memperlakukan pelanggan secara personalisasi dapat diwujudkan dan dilakukan dengan tepat. 30 2.3.3 Membangun Model Pengukuran Profitabilitas Pelanggan Adalah sesuatu yang sangat efektif bagi perusahaan jika dapat mengetahui pelanggan mana yang berpotensi meningkatkan profitabilitas perusahaan dan berapa lama pelanggan tersebut akan memberikan nilai bagi perusahaan, dan sebaliknya mengetahui mana yang menjadi beban perusahaan dan tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan. Sangat penting bagi perusahaan memiliki kemampuan untuk mengetahui pengetahuan ini, sehingga perusahaan dalam hal ini pimpinan dapat membuat keputusan dengan lebih baik dengan mengetahui bagaimana, kapan, dan apa yang harus ditawarkan pada setiap pelanggan. Hal ini akan mendukung dan mampu meningkatkan efektifitas pelayanan dan interaksi dengan pelanggan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi profitabilitas seorang pelanggan, antara lain : 1. Nilai Pelanggan (Customer Value) 2. Perilaku Pelanggan (Customer Behavior) 3. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) 4. Masa Umur Pelanggan (Customer Lifetime) 5. Return on Investment (ROI) 2.3.3.1 Nilai Pelanggan (Customer Value) Secara garis besar, Customer Value atau nilai pelanggan digambarkan sebagai suatu pemahaman tentang nilai yang sebenarnya terhadap produk atau jasa yang diberikan perusahaan (Childers, 2003, p25). Value berbicara tentang apa yang akan pembeli bayar untuk sebuah produk atau jasa. Penting untuk mengetahui bagaimana 31 untuk mengelola customer value secara konsisten, karena hal tersebut dapat merupakan investasi yang terbaik yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Customer value secara langsung dihubungkan dengan benefit yang dapat diperoleh dari produk dan jasa yang diberikan kepada masing–masing pelanggan yang mengkonsumsi barang dan jasa. Pemahaman akan nilai pelanggan merupakan salah satu competitive advantage perusahaan untuk menghadapi pesaingnya (Childers, 2003, p37) Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat customer value antara lain: 1. Product Value Nilai yang didapat pelanggan dari produk yang ditawarkan perusahaan. 2. Service Value Nilai yang diperoleh pelanggan dari tingkat pelayanan yang diberikan kepada pelanggan baik pelayanan secara langsung maupun tidak langsung. 3. Personnel Value Nilai yang diperoleh pelanggan dari pelayanan serta tingkah laku karyawan perusahaan. 4. Image Value Nilai yang diperoleh pelanggan dari merek produk yang ditawarkan/yang dibeli dari perusahaan. Dapat dipastikan bahwa pelanggan pasti memperhitungkan penawaran mana yang akan memberikan nilai tertinggi. Para pelanggan membentuk suatu harapan akan nilai dan bertindak berdasarkan hal itu. Pada praktisnya, penawaran yang memenuhi 32 harapan nilai pelanggan mempengaruhi kepuasan dan kemungkinan pelanggan membeli kembali (Tunggal, 2000, p18). 2.3.3.2 Perilaku Pelanggan (Customer Behaviour) Dalam hubungannya dengan perusahaan, identifikasi perilaku pelanggan dapat diukur dengan beberapa parameter berikut (Tunggal, 2000, pp20-21) : 1. Penghasilan (Revenue) Tingkat profitabilitas seorang pelanggan dapat dilihat dari tingkat penghasilan yang dikontribusikan oleh pelanggan tersebut kepada perusahaan. Ini dapat diukur dalam jumlah rupiah atau volume produk yang dipesan selama suatu periode tertentu. Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan kotor yang diperoleh perusahaan atas transaksi penjualan yang dilakukan pelanggan. Semakin tinggi kontribusi seorang pelanggan bagi perusahaan dalam hal penghasilan yang perusahaan terima, maka semakin tinggi tingkat profitabilitas pelanggan. Perusahaan akan mengalihkan pelayanannya dan mengoptimalkan penawarannya bagi seorang atau perusahaan pelanggan yang memberikan keuntungan yang tinggi bagi perusahaan. Tentu saja hal ini dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan praktek pemasaran dan servis lainnya yang diberikan perusahaan untuk pelanggan. 2. Customer Lifeture Customer Lifeture dapat diukur dari rata-rata lamanya waktu, diukur dalam bulanan atau tahunan, yaitu rata-rata pelanggan melakukan transaksi dengan perusahaan dalam memenuhi produk atau jasa yang dibutuhkan. 33 3. Customer Share Customer Share yaitu sejauh mana seorang pelanggan memenuhi kebutuhannya atas produk atau jasa yang diinginkan pelanggan dengan berbisnis dengan perusahaan kita. 4. Corporate Value Corporate value ini diukur berdasarkan sejauh mana seorang pelanggan dapat bekerjasama dengan baik dengan perusahaan, yang dilihat dari ketepatan dalam melakukan pembayaran yang telah ditargetkan (khusus untuk pembayaran kredit) serta seberapa sering giro yang dikeluarkan pelanggan ditolak oleh pihak bank. 2.3.3.3 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) Secara umum kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja produk atau jasa perusahaan berada dibawah harapan, maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan akan merasa puas. Jika kinerja melebihi harapan, maka pelanggan amat puas dan senang (Tunggal, 2000, p21). Perusahaan harus mulai berfokus untuk memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada pelanggannya, karena hanya para pelanggan yang merasa tidak puas yang mudah untuk berubah pikiran bila mendapat tawaran yang lebih baik. Pelanggan yang puas akan memenuhi target perusahaan akan penjualan produk atau jasa kepada pelanggan yang dituju, bahkan melebihi dari yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan mempengaruhi 34 perilakunya terhadap perusahaan, sebagai hasilnya adalah kesetiaan pelanggan yang tinggi. Para pembeli akan membeli dari perusahaan yang mereka anggap menawarkan customer delivered value yang tertinggi. Customer delivered value ini yang nantinya menjadi faktor untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan yang sebenarnya terhadap pelayanan dan produk perusahaan yang telah diberikan. Beberapa metode berikut dapat digunakan untuk melacak kepuasan pelanggan (Kotler , 2000, pp30-35): 1. Sistem Keluhan dan Saran (Complaint and Suggestion Systems) Sistem keluhan dan saran mempermudah pelanggannya memberikan keluhan dan sarannya. Contohnya restoran dan hotel menyediakan formulir bagi tamu untuk melaporkan hal-hal yang disukai dan tidak disukai. Ada pula perusahaan yang menyediakan layanan hot-lines bagi pelanggan dengan nomor telepon gratis sehingga memudahkan pelanggan dalam menyampaikan keluhannya. 2. Survei Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Surveys) Perusahaan-perusahaan yang responsif memperoleh ukuran kepuasan pelanggan secara langsung biasanya dilakukan dengan cara ini. Perusahaan dapat membuat daftar pertanyaan yang kemudian dibagikan atau menelepon pelanggan sebagai sampel acak untuk menanyakan apakah mereka puas, biasa saja, kurang puas, atau amat tidak puas dengan berbagai aspek kinerja perusahaan. Perusahaan juga dapat meminta tanggapan pelanggan tentang kinerja para pesaing perusahaan. Selain itu juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli kembali. Nilai 35 positif tinggi dari pelanggan menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan kepuasan yang tinggi bagi pelanggannya. Pelanggan akan membeli dari perusahaan yang dianggap menawarkan customer delivered value yang tertinggi. Customer delivered value (Nilai yang diterima pelanggan) adalah selisih antara total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) dan total customer cost (biaya total pelanggan). Value=Benefits= product value+service value+personnel value+image value = Total Get Costs 3. Monetary costs+time costs+energy costs+psychic costs Total Give Belanja Siluman (Ghost Shopping) Cara ini biasa dilakukan dengan membayar orang-orang bertindak sebagai pembeli potensial untuk melaporkan temuan-temuan tentang kekuatan dan kelemahan yang ditemui dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing, dan juga kinerja pelayanan dari staf perusahaan yang terlibat dalam transaksi operasional perusahaan dengan pelanggan. 4. Analisis Kehilangan Pelanggan (Lost Customer Analysis) Perusahaan dapat menganalisis kehilangan pelanggan dengan mengidentifikasi sejumlah pelanggan yang dimiliki yang dikategorikan sebagai inactive customer, yaitu orang-orang atau perusahaan yang telah membeli barang atau jasa pada masa lalu, akan tetapi tidak dalam periode tertentu (Widjaja, 2000, p40). Penting bagi perusahaan untuk mempelajari kegagalannya yang biasa diakibatkan karena perusahaan gagal memuaskan pelanggannya. Pelanggan yang hilang berdampak terhadap penurunan pendapatan perusahaan, perusahaan 36 dapat menghitung berapa pendapatan yang hilang pertahunnya dikarenakan kehilangan satu pelanggan. Contoh kasusnya : penjualan rata-rata pelanggan tahun lalu (2003) adalah Rp 400 Juta. Margin laba perusahaan adalah 5%, berapa biaya kehilangan pelanggan ? Maka perhitungannya adalah : a. Katakanlah perusahaan mempunyai 100 pelanggan. b. Perusahaan kehilangan 5% dari pelanggannya tahun 2003 karena pelayanannya yang buruk. Hal ini berarti perusahaan kehilangan 5 pelanggan (5% x 100). c. Rata-rata penurunan pelanggan yang hilang mencerminkan Rp 400 juta penurunan pendapatan bagi perusahaan. Oleh karenanya, perusahaan kehilangan 2 milyar pendapatan pada tahun ini (5 x Rp 400 juta). Margin laba perusahaan adalah 5%. Oleh karenanya, perusahaan kehilangan Rp100 juta pada tahun 2004 (5% x Rp 2 Milyar). Total Customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) diperoleh dari nilai yang didapatkan dari customer value (nilai pelanggan) yang telah dijelaskan sebelumnya. Total Customer Value ini merupakan benefit yang diterima pelanggan dari melakukan bisnis dengan perusahaan. Total Customer Cost (total biaya pelanggan) ini merupakan akumulasi dari 4 jenis biaya, yaitu : Physic Cost, Energy Cost, Time Cost, Monetary Cost. 1. Physic cost 37 Physic Cost = Biaya PBB + biaya sewa prasarana 2. Energy Cost, dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan dalam mendapatkan produk perusahaan secara langsung. 3. Time Cost, merupakan nilai atau jumlah biaya atas waktu yang dihabiskan pelanggan dalam mendapatkan produk yang diinginkan. 4. Monetary cost : Monetary cost = Production cost + Marketing cost + Operational cost a. Perhitungan Production cost Production cost = Raw material cost+ electric cost + biaya penyusutan mesin + biaya tenaga kerja b. Perhitungan marketing cost didapat dari biaya promosi yang dikeluarkan seperti biaya iklan, brosur, reklame, spanduk, katalog, promosi umum, dsb. c. Perhitungan operational cost : Operational Cost = Gaji karyawan + biaya peralatan + biaya perlengkapan Rumus untuk menghitung customer delivered value ( Nilai yang diterima pelanggan) yang menggambarkan nilai kepuasan pelanggan yaitu : CUSTOMER DELIVERED VALUE = CUSTOMER BENEFIT - CUSTOMER COST 38 CUSTOMER DELIVERED VALUE TOTAL CUSTOMER VALUE TOTAL CUSTOMER COST PERSONEL VALUE MONETARY COST SERVICE VALUE TIME COST PRODUCT VALUE ENERGY COST IMAGE VALUE PHYSIC COST Gambar 2.7 Penentu Nilai yang Diterima Pelanggan (Sumber : Kotler, 2000, p35) 2.3.3.4 Masa Umur Pelanggan (Customer Lifetime) Model lifetime value ini digunakan untuk mengestimasi jangka waktu keuntungan yang diharapkan perusahaan dari setiap pelanggan. Dengan mengetahui ini, memungkinkan servis atau produk yang khusus ditawarkan untuk memiliki nilai yang tinggi. (Kotler , 2000, pp30-35). pelanggan yang 39 2.3.3.5 Return on Investment (ROI) Perusahaan melakukan penanaman modal untuk mencari tingkat pengembalian yang memuaskan. Untuk menentukan tingkat pengembaliannya tergantung dari jumlah biaya yang terpakai, dan faktor lainnya. Tingkat pengembalian yang perlu didapatkan harus sama atau melebihi dari besarnya modal. Perhitungan tingkat ROI mengkalkulasi tingkat pengembalian modal yang telah diinvestasikan dengan menyesuaikan pemasukan dari modal yang dikeluarkan termasuk depresiasi. ROI dapat dihitung dengan menghitung rata-rata dari keuntungan bersih. Keuntungan bersih ini dibagi dengan total investasi awal untuk mendapatkan ROI. Rumusnya adalah : Net Benefit = ROI Net Investment Lemahnya tingkat ROI dapat mempengaruhi lemahnya time value of money. ROI dapat memodifikasi/mengubah keuntungan di masa yang akan datang. Keuntungan dengan melakukan perhitungan ROI adalah : 1. Perbandingan dalam menghitung keuntungan. 2. Memudahkan penghitungan dari tahun tertentu yang khusus. 2.4 Data Warehouse Sebagai Pondasi dalam CRM 2.4.1 Definisi Data Warehouse Sebuah analytical database biasanya didesain sebagai read-only database. Basisdata untuk proses analisis pengguna hanya dapat melakukan view terhadap data, 40 dan tidak dapat melakukan pengubahan terhadap data, seperti update dan delete. Yang menjadi perbedaan antara basisdata operasional dan analisis adalah desain dari basisdatanya. Sebuah basisdata operasional dibangun untuk capturing atau mendapatkan data, mengubah data, rekonsiliasi jumlahnya, tetap menjaga track transaksi, membangun laporan, menjaga integrasi data dan memaintain transaksi sesegera mungkin. Sebuah basisdata analisis dibangun dalam volume yang besar yang bersifat read-only, menyediakan informasi yang akan digunakan dalam pembuatan keputusan. Data warehouse adalah suatu basisdata analitikal yang bersifat read-only yang digunakan sebagai pondasi dari Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Basisdata analitikal dan data warehouse menjadi sesuatu yang dapat bertukar dan hampir sama (Poe, 2000, pp60-75). 2.4.2 Arsitektur Data Warehouse Pada gambar 2.8 diperlihatkan Data Warehouse Architecture berdasarkan sebuah Relational Database Management System (RDBMS), server berfungsi sebagai pusat penyimpanan secara terpusat basisdata perusahaan. Dalam arsitektur ini, dapat terlihat bahwa data operasional dan proses terpisah dari proses data warehouse. Penyimpanan terpusat ini dikelilingi oleh sejumlah komponen kunci untuk kepentingan fungsi lainnya, pengaturan dan pengaksesan bersama baik oleh sistem operasional yang merupakan sumber data dari data warehouse dan oleh end-user query serta analysis tools. Data warehouse berasal dari data operasional yang terdiri dari data history sampai kepada data operasional sampai dengan periode tertentu (contoh : sampai dengan minggu terakhir bulan kemarin). Data warehouse mentransformasinya ke dalam bentuk 41 dan struktur yang terintegrasi. Proses transformasinya meliputi conversion, summarization, filtering of data. 6 Operational & Eksternal Data 7 Information Delivery System Management Platform Metadata Report, Query, EIS Tools MRDB Data Extract Data CleanUp Data Load Data Warehouse DBMS 1 OLAP Tools 3 MDDB Data Mining Tools Data Marts Admin Platform 4 2 5 Application & Tools Repository Gambar 2.8 Data Warehouse Architecture (Sumber : Berson , 1999, p57) 2.5 Data Marts Definisi yang dapat menggambarkan konsep data mart adalah sebuah penyimpanan data yang merupakan tambahan lainnya dari sebuah data warehouse yang mengintegrasikan data. Data mart menunjuk kepada sebuah partisi data (sering juga disebut sebagai sebuah subjek area) yang ditujukan untuk digunakan oleh kelompok pengguna tertentu. Data mart bersifat residen dalam basisdata server yang terpisah, dan datanya dapat berupa summarized, denormalisasi atau agregasi data (Berson, 1999, p72).