10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1 Pengertian kepuasan kerja
Handoko (2001 : 193) menyatakan kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Hasibuan (2002 :
202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Pendapat lain dari Martoyo (2000 : 142) mengenai kepuasan kerja
adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik
temu antara nilai batas jasa karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan
tingkat balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikatakan kepuasan kerja adalah
sikap emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari karyawan
terhadap pekerjaannya bila dibandingkan dengan balas jasa yang seharusnya
mereka terima yang sesuai dengan harapannya.
2.1.2 Teori Kepuasan Kerja
Beberapa teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal menurut Rivai
(2005 : 475) antara lain.
10
1) Teori ketidaksesuaian
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga
apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan maka orang
akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tapi tergantung
pada selisih antar sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa dicapai.
2) Teori keadilan
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung pada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi
kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input,
hasil, keadilan, dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan
yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman,
kecakapan jumlah tugas dan peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan
untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap
bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya seperti upah
atau gaji, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi
diri.
3) Teori dua faktor
Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan merupakan hal yang
berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu
variabel yang kontinue. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi
dua kelompok yaitu motivator / satifies dan Dissatisfes . Motivator / satifies
adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan
11
kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada
kesempatan untuk berpartisipasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan
promosi. Dissatisfes adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan
yang terdiri dari gaji, pengawas, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan
status.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan menurut
Robbins (2001 : 49) adalah.
1) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik
mengenai betapa baik mereka bekerja karakteristik ini membuat kerja secara
mental menantang. Pekerjaan yang
kurang menantang menciptakan
kebosanan, pekerjaan terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan
perusahaan gagal. Pada kondisi yang sedang, kebanyakan karyawan akan
mengalami kesenangan dan kepuasan.
2) Ganjaran yang pantas
Pada karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai
adil, tidak meragukan dan segaris dengan
penghargaan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada
12
tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan
komonitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan kerja.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan
kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi
memperagakan para karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang
tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, keributan dan faktorfaktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrim. Disamping itu, kebanyakan
karyawan lebih menyukai bekerja dekat rumah dengan fasilitas yang bersih
dan relatif modern dengan peralatan yang memadai.
4) Rekan sekerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang
berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan,
mengisi kebutuhan akan interaksi
sosial.
Oleh
kerja juga
karena itu, tidaklah
mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung
menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku studi berpendapat
bahwa kepuasan karyawan meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah
dan dapat memberikan pujian untuk kreteria
yang baik, mendengarkan
pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
Pendapat lain menurut Furtwengler (2002 : 44) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja antara lain.
13
1) Keanekaragaman
Keanekaragaman dalam hal ini, karyawan diberikan kebebasan untuk
menggunakan fasilitas yang ada dikantor maupun fasilitas lain yang
menunjang pekerjaannya seperti : computer, handphone, radio dan
sebagainya.
2) Peluang untuk berkembang
Pada umumnya karyawan menginginkan pekerjaan yang menarik dan
memberikan
kesempatan untuk belajar serta menerima tanggung jawab.
Karakteristik pekerjaan yang memberikan peluang untuk menggunakan
keterampilan dan kemampuan mereka, serta menawarkan tugas bervariasi,
kebebasan, dan umpan balik atas pekerjaan yang dijalankan.
3) Pembelajaran
Perusahaan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan
bakat
dan
kemampuan
dalam
melaksanakan
pekerjaannya
dengan
memberikan pendidikan dan pelatihan yang menunjang kelancaran tujuan
perusahaan.
4) Partisipasi
Perusahaan memberikan karyawan kesempatan untuk ikut
berpartisipasi
dalam menentukan ukuran kinerja, tenggang waktu, sasaran, dan prioritas.
Dan membiarkan karyawan untuk memilih pendekatan mereka sendiri untuk
menangani pekerjaannya, membangun rencana pengembangan mereka sendiri
sehingga mereka sendiri menikmati pekerjaannya.
14
5) Pengakuan
Perusahaan memberikan pengakuan atas prestasi yang dicapai oleh
karyawannya sehingga karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi.
6) Keamanan
Perusahaan meningkatkan keamanan kerja bagi karyawannya diantaranya
yaitu dengan memberikan jaminan sosial tenaga kerja.
7) Perbedaan karyawan
Adanya perbedaan
pendapat karyawan mengenai kepuasan kerja yang
diperoleh masing-masing karyawan. Kepuasan kerja yang dianggap paling
utama adalah uang.
2.1.4 Faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap kepuasan kerja
karyawan
Menurut konsep Two Factor Theory yang dikemukakan Herzberg dalam
As’ad (2001 : 108) ada tujuh faktor yang didefinisikan sebagai pemberi kontribusi
terhadap kepuasan kerja karyawan. Ketujuh faktor tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Kondisi kerja
Kondisi kerja adalah kondisi dari lingkungan yang ada disekitar tempat kerja
seorang karyawan dalam suatu perusahaan. Lingkungan ini tidak hanya berupa
tempat fisik yang terdiri atas meja, kursi, serta peralatan kerja saja, tetai
mencakup hal yang lebih luas lagi. Di dalam lingkungan kerja juga terdapat
hubungan kerja, baik antara rekan sekerja, antara bawahan dan atasan, bahkan
15
juga sistem dan prosedur serta tata aturan yang berlaku. Oleh karena itu,
apabila manajemen atau pimpinan ingin menciptakan lingkungan kerja yang
menyenangkan, maka penataan itu akan meliputi ruang secara fisik, peralatan
kerja, sistem, tata aturan, dan prosedur kerja yang harus ditetapkan sehingga
dapat menimbulkan gairah kerja bagi karyawan.
2) Kompensasi
Kompensasi mempengaruhi prestasi kerja dan tendensi untuk tetap bersama
organisasi atau mencari pekerjaan lainnya. Kompensasi adalah apa yang
diterima oleh
para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka terhadap
organisasi (Simamora, 2004 : 442).
3) Supervisi / pengawasan
Supervisor
diistilahkan
sebagai
penyelia
yang
mempunyai
fungsi
memecahkan permasalahan. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan
turn over.
4) Kesempatan berprestasi
Pada umumnya orang berpendapat bahwa terdapat korelasi yang positif antara
kepuasan kerja dengan kesempatan berprestasi (Utama, 2001 : 255). Seorang
karyawan merasa “puas” tidak langsung dapat disebut sebagai karyawan yang
berprestasi tinggi. Jika demikian halnya, dapat dikatakan bahwa kepuasan
kerja tidak selalu menjadi
faktor
motivasional kuat untuk berprestasi.
Seorang karyawan yang puas belum tentu terdorong untuk berprestasi karena
“kepuasannya” tidak terletak pada motivasinya, akan tetapi dapat terletak
pada faktor-faktor lainnya. Terlepas dari faktor-faktor apa yang dijadikan alat
16
mengukur kepuasan kerja, tetap penting untuk mengusahakan agar terdapat
korelasi positif antara kepuasan kerja dengan prestasi karyawan. Makin puas
seorang karyawan terhadap pekerjaannya makin terbuka kesempatan untuk
berprestasi lebih tinggi. Artinya dengan menjadikan kepuasan untuk memacu
prestasi kerja yang lebih baik.
5) Pengakuan
Ada tiga kunci pokok untuk mendorong kemajuan para karyawan, yaitu
perhatian,
umpan
balik
yang
terus-menerus,
dan
perasaan
saling
membutuhkan. Pengakuan merupakan bukti bahwa karyawan dapat diterima
dilingkungan kerjanya, sehingga karyawan merasa aman dan merasa menjadi
bagian dari perusahaan. Keadaan seperti ini memberikan pengaruh positif
pada perusahaan, karena tanpa disadari karyawan yang merasa menjadi bagian
perusahaan telah termotivasi untuk berprestasi.
6) Tanggung jawab
Besar kecilnya tanggung jawab menjadikan karyawan merasa lebih berperan
atau tidak merasa berperan terhadap organisasi. Bekerja dan berkarya
dilakukan oleh tiap-tiap orang bukan saja untuk dapat memuaskan kebutuhan
materialnya saja, akan tetapi juga untuk memenuhi berbagai kebutuhan
lainnya seperti yang bersifat mental,
psikologikal, sosial, dan spiritual
(Utama, 2001 : 258). Berdasarkan pandangan tersebut, besar-kecilnya
tanggung jawab turut berpengaruh pada kepuasan kerja. Besar-kecilnya
tanggung jawab juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya organisasi. Berarti jika
karena besarnya organisasi para karyawannya “terbenam” dalam massa kerja
17
yang jumlahnya besar sehingga jati diri dari identitasnya pun menjadi kabur
maka hal tersebut perlu diwaspadai sebagai dampak negatif dari kepuasan
kerja.
7) Pekerjaan yang lebih menantang
Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk pindah kerja
menurut Siagian (2003 : 297) adalah adanya ketidakpuasan pada tempat
bekerja sekarang. Sebab-sebab
ketidakpuasan itu beranekaragam, seperti
penghasilan rendah atau dirasakan kurang memadai, kondisi kerja yang
kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi antar rekan kerja ataupun
dengan atasan, pekerjaan yang tidak sesuai, serta sebagai faktor lainnya.
2.1.5 Indikator-indikator kepuasan kerja
Indikator kepuasan kerja menurut Handoko (2001 : 193 ) adalah sebagai
berikut.
(1) Kerja yang menantang adalah hal-hal yang mendorong karyawan pada
PT. Kardisa Denpasar untuk memacu atau meningkatkan kualitas kerja
karyawan dengan adanya pekerjaan yang menantang. Kerja yang
menantang diukur berdasarkan penilaian karyawan tentang adanya variasi
pekerjaan yang disesuaikan dengan keahlian dan kemampuan yang
dimiliki karyawan.
(2) Ganjaran yang pantas merupakan balas jasa yang diterima oleh karyawan
PT. Kardisa Denpasar
atas pekerjaan yang dilakukan. Ganjaran yang
pantas diukur dari penilaian karyawan terhadap pemberian kompensasi
dan kesempatan promosi.
18
(3) Kondisi
kerja
merupakan lingkungan kerja karyawan yang ada di
PT. Kardisa Denpasar, dalam hal ini diukur dari penilaian karyawan
terhadap lingkungan kerja dan peralatan kerja yang tersedia di PT. Kardisa
Denpasar.
(4) Rekan kerja merupakan orang-orang di lingkungan PT. Kardisa Denpasar
yang ikut mendukung tugas / pekerjaan yang ada, hal ini diukur dari
penilaian karyawan terhadap rekan kerja dan atasan yang ikut membantu
pekerjaan yang ada.
2.2 Kepemimpinan
2.2.1 Pengertian kepemimpinan
Menurut Martoyo (2000 : 176) pengertian kepemimpinan adalah
keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja
sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama. Hasibuan
(2003 : 169) menyatakan pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan
wewenang dan kepemimpinannya. Mengarahkan bawahan untuk mengerjakan
pekerjaannya dalam pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan
adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan agar mau
bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan pengertian diatas kepemimpinan merupakan cara seorang
pemimpin mempengaruhi, mengarahkan bawahan agar mau bekerja sama secara
produktif untuk mencapai suatu tujuan.
19
2.2.2 Ciri-ciri Kepemimpinan
Menurut Siagian (2003 : 155) kepemimpinan tersebut sebagai berikut.
1) Kemampuan berkembang secara mental
Seperti halnya dengan seseorang, termasuk pimpinan harus tumbuh secara
mental
sehingga
terhindar
dari
proses
stagnasi
dalam
kehidupan
kepemimpinan.
2) Ingin tahu
Perubahan
merupakan sesuatu yang tetap dalam dunia, kesadaran akan
perubahan-perubahan
tersebut akan menghantarkan seorang pemimpin
menjadi kreatif dan inovatif.
3) Pendidikan umum yang jelas
Seseorang pemimpin adalah
seorang generalis yang baik sehingga
mempunyai kemampuan untuk mengembangkan skill yang dituntut oleh
tugasnya.
4) Kemampuan analisis
Syarat sukses seorang pemimpin adalah kemampuannya dalam menganalisis
situasi yang dihadapi dengan cermat mantap dan matang.
5) Memiliki daya ingat yang kuat
Kekuatan daya ingat yang mantap akan mampu menghantarkan pemimpin
menjaring informasi yang relevan.
6) Keterampilan berkomunikasi
Efektivitas seorang pemimpin adalah sangat ditentukan oleh keterampilannya
dalam berkomunikasi.
20
7) Keterampilan mendidik
Pemimpin juga seorang pendidik ketika bawahan menghadapi kesulitan dan
obyektivitas.
8) Rasionalitas dan obyektivitas
Pemimpin
harus rasional dan obyektif tidak boleh emosional, sehingga
keputusan yang akan diambil selalu tepat.
9) Sense of Urgency
Seorang pemimpin mesti mampu mengatur prioritas-prioritas
mana yang
penting dan mana yang tidak.
10) Sense of Relevance
Pemimpin perlu selalu mengkaitkan keputusan dengan tujuan yang hendak
dicapai / persoalan yang akan dipecahkan.
11) Ketegasan
Pemimpin mesti tegas dalam menghadapi bawahan serta ketidak tentuan demi
stabilitas organisasi.
12) Kemampuan mendengar
Seorang pemimpin harus siap mendengar saran / pendapat orang lain.
13) Keberanian
Keberanian adalah modal bagi pemimpin dalam menghadapi segala tugas dan
tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
2.2.3 Tanggung Jawab Kepemimpinan
Menurut Martoyo (2000 : 180) adapun tanggung jawab para pemimpin
yaitu sebagai berikut.
21
1) Menentukan tujuan pelaksanaan kerja yang realitas.
2) Melengkapi para karyawan dengan sumber dana yang diperlukan untuk
menjalani tugasnya.
3) Mengkomunikasikan dengan para karyawan mengenai apa yang mereka
harapkan.
4) Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi.
5) Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi
apabila memungkinkan.
6) Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.
7) Menunjukkan perhatian kepada karyawan.
2.2.4 Wewenang Kepemimpinan
Wewenang kepemimpinan dapat diperoleh dari 2 sumber yakni berasal dari
atas atau penetapan dari atas (Top Down Authery) dan dapat pula berasal dari
pilihan anggota yang menjadi bawahannya (Bottom up Authory). Pada
Down Authery”,
kewenangan
“Top
pemimpin atau pemerintah diberikan oleh
atasannya (kekuasaan puncak bawah) sedangkan pada “Bottom up Authery”,
pimpinan dipilih dan diterima oleh mereka akan menjadi bawahannya. Dengan
demikian bawahan akan menghargai wewenang itu karena mereka mempunyai
respek pribadi untuk menghargai orang yang telah dipilih mereka menjadi
pemimpin yang berkewenangan.
22
2.2.5 Sifat Kepemimpinan
Sifat-sifat kepemimpinan menurut Martoyo (2000 : 182) antara lain.
1) Penuh energi
Agar tercapai kepemimpinan yang baik harus diperlukan energi yang baik
pula, jasmani maupun rohani. Seorang pemimpin harus sanggup bekerja
dalam jangka panjang dan dalam waktu yang tidak tertentu.
2) Memiliki stabilitas emosi
Seorang pemimpin seharusnya tidak berapreori jelek terhadap bawahannya
dan tidak boleh cepat naik pitam, sebaliknya ia harus tegas, konsekuen dan
konsisten dalam tindakannya, percaya diri dan memiliki jiwa sosial terhadap
bawahannya.
3) Memiliki pengetahuan tentang hubungan antara manusia
Seorang pemimpin
harus mengetahui
banyak tentang sifat-sifat orang
bagaimana mereka mengadakan reaksi terhadap sesuatu tindakan atau situasi
yang bermacam-macam, apa dan bagaimana kemampuan yang dimiliki untuk
melaksanakan tugas yang dibebankan dan lain sebagainya.
4) Motivasi pribadi
Keinginan untuk dapat
memimpin harus datang dari dorongan batin
pribadinya sendiri dan bukan paksaan dari luar, yang tercermin dalam
keteguhan pendiriannya, kemauan yang keras dalam bekerja, dan penerapan
sifat-sifat pribadi yang baik dalam pekerjaannya.
23
5) Kemahiran mengadakan komunikasi
Seorang pemimpin harus mampu dan cakap dalam mengutarakan gagasan
baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting bagi pemimpin untuk
dapat memotivasi bawahannya, memberi atau menerima informasi bagi
kemajuan organisasi dan kepentingan bersama.
2.2.6 Gaya Kepemimpinan
Seorang pemimpin dibandingkan dengan pemimpin lainnya
tentulah
berbeda dalam sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadiannya sehingga
tingkah laku dan gayanya tentunya tidak sama diantara mereka. Menurut Martoyo
(2000 : 184) terdapat enam tipe kepemimpinan antara lain.
1) Tipe pribadi
Pemimpin tipe ini kepemimpinannya didasarkan pada kontak pribadi secara
langsung dengan bawahannya. Tipe ini sifatnya umum, sangat efektif dan
secara relatif sederhana pelaksanaannya.
2) Tipe non pribadi
Pada tipe ini hubungan pemimpin dengan bawahannya hanya melalui sarana
atau media tertentu seperti rencana-rencana, instruksi-ainstruksi, janji-janji
dan
sebagainya sehingga hubungan tersebut bersifat tidak langsung dan
biasanya hubungan yang demikian itu tidak dinamis.
3) Tipe otoriter
Pemimpain
tipe ini menganggap kepemimpinannya merupakan hak
pribadinya dan berpendapat bahwa ia dapat menentukan apa saja dalam
organisasinya, tanpa mengadakan konsultasi dengan bawahannya.
24
4) Tipe demokratis
Pemimpin tipe ini menitik beratkan pada partisipasi kelompok dengan
memanfaatkan pandangan-pandangan atau
pendapat-pendapat kelompok.
kegagalan kepemimpinan dari pemimpin tipe ini adalah apabila anggota
kelompok tidak cakap dan kurang bergerak untuk bekerja sama.
5) Tipe paternalistis
Tipe ini cenderung sangat memikirkan keinginan dan kesejahteraan
bawahannya serta
terlalu membimbing dan melindungi, karena itu
kepercayaan diri dan kebebasan kelompok tidak berkembang.
6) Tipe indigenous
Pemimpin tipe ini timbul dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan yang
bersifat informil dimana interaksi antar perorangan dalam organisasi tersebut
ditentukan oleh keaslian dan pembawaan pimpinan.
2.2.7 Indikator Kepemimpinan
Menurut Martoyo ( 2000 :176 ) indikator yang berhubungan dengan
kepemimpinan adalah sebagai berikut.
1) Struktur tugas yang diberikan oleh pimpinan diukur dari responden
mengenai kejelasan dalam prosedur kerja yang diberikan pimpinan pada
PT. Kardisa Denpasar sesuai dengan kemampuan masing-masing.
2) Kuasa posisi pimpinan diukur dari persepsi atau penilaian PT. Kardisa
Denpasar dalam melaksanakan pengawasan kerja, kekuasan pimpinan
dalam pemberian penghargaan, sikap adi dalam pemberian motivasi
financial, pengikutsertaan dalam menentukan suatu kebijakan dan
25
kekuasaan pimpinan dalam memberikan sanksi kepada para karyawan
yang melanggar peraturan.
3) Hubungan pimpinan dengan karyawan
Suatu keadaan pada perusahaan mengenai hubungan pimpinan dengan
karyawan. Hubungan pimpinan dengan karyawan diukur dari persepsi atau
penilaian responden mengenai kesediaan pimpinan membimbing dalam
pekerjaan, pengembangan sikap dapat berinteraksi dengan semua
karyawan dan perhatian pimpinan PT. Kardisa Denpasar terhadap keluhan
karyawan serta tindak lanjutnya.
2.3 Penempatan
2.3.1 Pengertian penempatan
Penempatan karyawan merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan
karena nantinya akan berhubungan dengan berbagai kepentingan perusahaan
maupun kepentingan karyawan itu sendiri. Penempatan sumber daya yang tepat
pada posisi yang tepat bukan saja menjadi idaman suatu perusahaan ataupun
organisasi tetapi juga menjadi keinginan karyawan. Tentunya penempatan ini
paling tidak disesuaikan dengan persyaratan yang dilihat dari tingkat pendidikan,
bakat, kemampuan dan minat karyawan.
Mengenai pelaksanaan penempatan sumber daya manusia, Utama (2001 :
140) mengemukakan bahwa : penempatan sumber daya manusia adalah proses
kegiatan yang dilaksanakan
manajer sumber daya manusia dalam suatu
perusahaan untuk menentukan lokasi dan posisi seorang karyawan dalam
melaksanakan pekerjaan. Tidak hanya itu, masih tetap menurut Utama (2001 :
26
140) bahwa : penempatan sumber daya manusia adalah suatu proses memberikan
tugas dan pekerjaan
kepada karyawan yang lulus
dalam seleksi untuk
dilaksanakan secara continue dan wewenang serta tanggung jawab yang melekat
sebesar porsi dan komposisi yang ditetapkan serta mampu mempertanggung
jawabkan
segala resiko yang mungkin terjadi atas tugas dan pekerjaan,
wewenang dan tanggung jawab tersebut.
Berbeda dengan pendapat Rivai (2004 : 211) bahwa penempatan adalah
penugasan atau penugasan kembali seorang karyawan kepada pekerjaan barunya.
Dimana hal ini berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu
baik untuk karyawan baru ataupun karyawan lama. Bagi karyawan lama yang
telah menduduki jabatan atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan
karyawan dalam arti memperhatikan pada posisinya atau memindahkannya pada
posisi lain.
Dengan demikian penempatan karyawan merupakan usaha menyalurkan
kemampuan sumber daya manusia sebaik-baiknya. Hal ini dilakukan dengan
jalan menempatkan pegawai pada suatu tempat atau jabatan yang paling sesuai.
Dengan penempatan pegawai yang tepat, akan dapat meningkatkan semangat
kerja yang bersangkutan.
2.3.2 Jenis-jenis penempatan karyawan
Menurut Rivai (2005 : 211) terdapat tiga jenis penempatan, antara lain.
1) Promosi
Promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab atau
27
lebel. Umumnya diberikan sebagai penghargaan, hadiah atau usaha dan
prestasinya di masa lampau.
2) Transfer
Transfer terjadi kalau seorang karyawan dipindahkan dari satu bidang tugas ke
bidang tugas lainnya
yang tingkatannya hampir sama baik tingkat gaji,
tanggung jawab maupun tingkatan strukturalnya. Transfer mungkin akan
bermanfaat bagi karyawan karena pengalaman kerja mereka akan bertambah
dan mempunyai keahlian baru dan dalam perspektif yang berbeda mereka
juga akan menjadi karyawan yang lebih baik sehingga menjadi calon kuat
untuk dipromosikan di masa yang akan datang. Transfer juga akan
memperbaiki motivasi dan kepuasan individu, terutama ketika karyawan
tersebut mengalami hambatan pada bidang tugas yang lama. Transfer juga
paling tidak memberikan berbagai variasi kerja yang dapat meningkatkan
kepuasan kerja.
3) Demosi
Demosi terjadi kalau seorang karyawan dipindahkan dari satu posisi ke posisi
lainnya yang lebih rendah tingkatannya baik berupa gaji, tanggung jawab
maupun tingkat strukturalnya. Demosi jarang menimbulkan hasil yang negatif
bagi seorang karyawan. Biasanya hal tersebut terjadi karena masalah
kedisiplinannya, kinerja yang kurang baik atau ketidaktaatan pada disiplin
kerja seperti terlalu sering tidak hadir. Permasalahan yang timbul akibat
demosi yaitu karyawan mungkin akan kehilangan motivasi kerja
atau
menimbulkan keraguan yang lebih besar yang disebabkan oleh keputusan
28
demosi. Di samping menimbulkan pengaruh negatif bagi moral karyawan
yang lain, karyawan yang di demosi juga akan makin tidak produktif dan
makin berkurang loyalitasnya.
2.3.3 Proses penempatan
Proses penempatan tidak terbatas pada sumber daya manusia yang baru
lulus seleksi tetapi juga termasuk penempatan sumber daya manusia yang lama
dan akan menempati jabatan yang baru, karena rotasi atau mutasi dan promosi
jabatan. Pada hakekatnya yang menjadi sasaran proses penempatan sumber daya
manusia menurut Utama (2001 : 141) adalah sebagai berikut.
1) Mengisi informasi atau lowongan pekerjaan yang tersedia di perusahaan.
2) Sumber daya manusia yang baru lulus tidak terlalu lama menunggu diangkat
dan apa yang akan dikerjakan.
3) Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat.
4) Agar perusahaan dapat bekerja dengan efisien dengan memanfaatkan sumber
daya manusia yang tepat tersebut.
Menurut Siagian (2004 : 156), bahwa yang terpenting ketika memasuki
proses penempatan adalah melalui program pengenalan dimana titik tolak yang
tepat digunakan untuk menyusun suatu program pengenalan ialah pandangan yang
mengatakan bahwa pegawai baru pada dasarnya ingin diterima sebagai anggota
baru dari suatu keluarga besar.
Dengan titik tolak demikian, melalui program pengenalan mereka menyerap
kultur, norma dan tradisi organisasi dan dijadikannya sebagai bagian dari cara dan
gaya hidupnya. Masih menurut Siagian (2004 : 158) bahwa suatu program
29
pengenalan mencakup empat hal utama yaitu berbagai aspek kehidupan
organisasi, keuntungan bagi para pegawai, perkenalan dan berbagai aspek tugas.
Banyak orang yang berpendapat bahwa penempatan merupakan akhir dari proses
seleksi. Menurut Siagian (2004 : 168) bahwa penempatan tidak hanya berlaku
bagi para pegawai baru, akan tetapi berlaku pula bagi para pegawai lama yang
mengalami alih tugas
dan mutasi. Berarti konsep penempatan
mencakup
promosi, transfer dan bahkan demosi sekalipun.
Menurut Rivai (2005 : 214) penempatan memiliki manfaat sebagai berikut.
1) Mengurangi ketidaksesuaian
Preview terhadap pekerjaan yang realistis dapat menutup kesenjangan
psikologis antara harapan
pendatang baru dengan kenyataan
yang ada.
Perbedaan antara harapan dan kenyataan disebut ketidaksesuaian kognitif.
2) Mencegah berhentinya pekerjaan baru
Berhentinya pekerjaan baru adalah mahal harganya. Disamping biaya
rekrutmen dan seleksi, biaya yang terkait dengan administrasi pekerja baru
pada departemen sumber daya manusia, pembuatan gaji pada catatan
akuntansi dan biaya pelatihan akan hilang begitu pekerjaan itu berhenti.
2.3.4 Indikator Penempatan
Menurut Rivai ( 2005 :211 ) indikator- indikator yang berhubungan dengan
penempatan adalah sebagai berikut.
1) Orientasi / pengenalan terhadap pekerjaan.
2) Mutasi yang sesuai dengan keahliannya.
3) Penyesuaian pendidikan dan kemampuan dengan pekerjaan.
30
4) Bidang pekerjaan yang membantu pekerjaan.
5) Penyesuaian ilmu dan kemampuan dengan pekerjaan.
2.4 Budaya Organisasi
2.4.1 Pengertian budaya organisasi
Menurut Amnuai dalam Tika (2005 : 4) budaya organisasi adalah
seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota
organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalahmasalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Baik definisi budaya
organisasi yang dikembangkan oleh Drucker maupun Amnuai menunjukkan
adanya kesamaan dengan definisi budaya yang dikemukakan oleh Schein. Dari
definisi yang dikemukakan oleh para tokoh budaya organisasi diatas terkandung
unsur-unsur dalam budaya organisasi sebagai berikut.
1) Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang berfungsi sebagai
pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
2) Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan
oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang
dapat berbentuk slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi /
perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
31
3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin
organisasi / perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau
perusahaan tersebut.
4) Pedoman mengatasi masalah
Dalam organisasi / perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering
muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal.
Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan
yang dianut bersama anggota organisasi.
5) Berbagai nilai (sharing of value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling
diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6) Pewarisan (learning proses)
Asumsi dasar keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan
kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk
bertindak dan berperilaku dalam organisasi / perusahaan tersebut.
7) Penyesuaian (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang
berlaku dalam kelompok atau organisasi, serta adaptasi organisasi /
perusahaan terhadap perusahaan lingkungan.
32
2.4.2 Faktor-faktor budaya organisasi
Berkaitan dengan dimensi budaya, Susanto (1997 : 50) mengemukakan
sepuluh
faktor yang merupakan dasar atau karakteristik dari suatu budaya
organisasi. Adapun kesepuluh faktor itu adalah.
1) Individual initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan, kemandirian
dan kesempatan yang dimiliki individu untuk menggunakan inisiatif dalam
perusahaan.
2) Risk tolerance, yaitu seberapa jauh tingkat resiko yang boleh atau mungkin
diambil oleh anggota dalam perusahaan.
3) Direction, yaitu seberapa jauh perusahaan memberikan penjelasan tentang
tujuan yang ingin dicapai dan kinerja yang diharapkan.
4) Integration, yaitu sejauh mana unit-unit kerja dalam perusahaan di dorong
untuk bekerja dalam suatu sistem yang terkoordinasi.
5) Management support, yaitu sejauh mana manajer-manajer dalam perusahaan
memberikan pengarahan, dukungan dan berkomunikasi dengan bawahannya.
6) Control, yaitu sejauh aturan kebijaksanaan dan pengawasan langsung yang
digunakan untuk mengawasi dan mengontrol perilaku karyawan.
7) Indentity, yaitu sejauh mana anggota mengidentifikasi diri pada perusahaan.
8) System, yaitu bagaimana tingkat penghargaan yang diberikan perusahaan
kepada karawan.
9) Conflict tolerance, yaitu tingkat toleransi terhadap konflik yang muncul dalam
perusahaan.
33
10) Community patterns, yaitu sejauh mana komunikasi
dalam perusahaan
dibatasi berdasarkan susunan wewenang secara formal.
Faktor diatas yang dinamakan sepuluh karakteristik budaya organisasi /
perusahaan. Menurut kesepuluh karakteristik ter sebut dapat dijadikan ukuran
kekuatan dari setiap organisasi untuk mencapai sasarannya dan menjadi patokan
sumber daya manusia dalam memandang perusahaan tempat mereka bekerja.
Budaya organisasi bukan hanya gambaran dan sikap dan kepribadian anggotanya,
tetapi lebih dari itu, budaya sentralisasi atau desentralisasi, tingkat interpendensi
wewenang dan lain-lain.
2.4.3 Fungsi dan peran budaya organisasi
Budaya melakukan sejumlah fungsi penting dalam sebuah organisasi,
budaya perusahaan sebagai nilai dan keyakinan
yang dimiliki bersama
memberikan beberapa fungsi penting. Pertama, membawa suatu perasaan identitas
sebagai anggota organisasi. Kedua, sebagai sarana untuk membangun komitmen
akan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Ketiga, budaya perusahaan
meningkatkan suatu sense-making devies yang dapat memberikan pedoman dan
mempertajam perilaku.
Budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan kegiatan
para anggota perusahaan, yakni terdiri atas sekumpulan individu dengan latar
belakang kebudayaan yang khas, meningkatkan dan memelihara kohesi diantara
anggota perusahaan. Pengendalian melalui budaya perusahaan melihat manusia
itu emosional, pencinta symbol, butuh untuk dimiliki oleh suatu identitas yang
34
superior ataupun kolektivitas. Manifestasi atas budaya organisasi telah menjadi
suatu alternatif untuk pengendalian yang mungkin paling efektif.
Menurut Robbins (2004 : 106) fungsi budaya organisasi adalah sebagai
berikut.
1) Menentukan peran yang membedakan perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain.
2) Menentukan tujuan bersama yang lebih besar dari sekedar
kepentingan
individu.
3) Menjaga stabilitas sosial perusahaan, yang membantu mempersatukan
organisasi.
4) Meningkatkan identitas bagi anggota perusahaan.
5) Memberi pengertian dan mekanisme control yang membantu membentuk
sikap dan perilaku karyawan.
2.4.4 Indikator budaya organisasi
Indikator yang berhubungan dengan budaya organisasi menurut Tika (2005
: 4 ) adalah sebagai berikut.
Sikap karyawan / pegawai dalam mematuhi peraturan dan norma-norma yang
berlaku.
1) Penyesuaikan diri karyawan dalam organisasi.
2) Loyalitas kepedulian karyawan terhadap organisasi.
3) Adanya keinginan untuk mempelajari tugas dan kewajiban yang diberikan
perusahaan.
4) Loyalitas dalam menyelesaikan tugas dan penuh tanggung jawab.
35
2.5
Pengaruh Kepemimpinan dan Penempatan Karyawan Serta Budaya
Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Hasibuan (2003 : 202) menyatakan karyawan adalah makhluk sosial yang
menjadi kekayaan utama bagi setiap perusahaan
mereka menjadi perencana,
pelaksana dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan,
mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikapsikapnya terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan
sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan karyawan
meningkat. Menurut Rivai (2005 : 475) kepuasan kerja pada dasarnya merupakan
sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Adapun
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
kepuasan
kerja
adalah
gaya
kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, pemenuhan harapan penggajian dan
efektivitas kerja. Selain itu menurut Job Descriptive Index (JDI) seperti yang
tercantum dalam Rivai (2005 : 479) faktor penyebab kepuasan kerja adalah
bekerja pada tempat yang tepat, pembayaran yang sesuai, organisasi dan
manajemen, supervisi pada pekerjaan yang tepat dan orang yang bekerja pada
tempat yang tepat.
Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam
kepemimpinannya. Kepemimpinan partisipatif memberikan kepuasan kerja bagi
para karyawan ikut aktif memberikan pendapatnya untuk menentukan kebijakan
organisasi. Kepemimpinan otoriter menyebabkan kepuasan kerja karyawan rendah
menurut Hasibuan (2003 : 203).
36
Kejelasan tentang apa yang menjadi pekerjaan karyawan akan berpengaruh
pula terhadap kepuasan kerja karyawan. Banyak perusaahan yang memiliki
kebijakan untuk secara rutin memindahkan karyawan dari suatu tempat ketempat
yang lain baik untuk membuka mereka kepada kisaran pekerjaan yang lebih luas
atau mengisi posisi yang terbuka dengan karyawan yang telah terlatih menurut
Dessler (2005 : 46). Penempatan pegawai sesuai dengan kemampuan bakat dari
pegawai itu sendiri akan mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap
kepuasan kerja karyawannya.
Teori yang
organisasi
dikemukakan oleh Schein mengungkapkan bahwa budaya
dapat ditemukan dalam 3 tingkatan menurut Hatch (1997 : 320).
Pertama, adalah “Artifak” di mana budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali
tidak dapat diartikan. Analisis pada tingkat ini cukup rumit karena mudah
diperoleh tetapi sulit ditafsirkan. Kedua, adalah “Nilai” yang memiliki tingkat
kesadaran yang lebih tinggi daripada
artifak. Nilai ini sulit diamati secara
langsung, oleh karenanya seringkali perlu untuk menyimpulkan melalui
wawancara dengan anggota kunci organisasi atau menganalisa kandungan artifak
seperti dokumen. Terakhir, adalah “Asumsi Dasar” yang merupakan bagian
penting dari budaya organisasi. Pada tingkat ini budaya diterima begitu saja,
tidak kasat mata dan tidak disadari, merupakan reaksi yang bermula sebagai nilainilai yang didukung. Bila asumsi telah diterima, maka kesadaran menjadi tersisih,
dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada apakah nilainilai
yang didukung. Bila asumsi telah diterima, maka kesadaran menjadi
tersisih., dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada
37
apakah nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau
tidak. Esensi “Nilai” dalam budaya organisasi erat kaitannya dengan kepuasan
kerja karena mempengaruhi nilai, sikap dan perilaku anggota organisasi.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa
kepemimpinan dan penempatan karyawan serta budaya organisasi yang baik akan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dengan demikian sangat layak adanya
perhatian terhadap kepemimpinan, penempatan karyawan, dan budaya organisasi
untuk lebih meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang terkait dengan penelitian sekarang ini adalah penelitian
dari Sudibia (2004) yang berjudul “Analisis Beberapa Variabel Yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan Kuta Utara
Pemerintah Kabupaten Badung”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh kompensasi, penempatan, lingkungan pekerjaan, sikap
pimpinan, dan karakteristik pekerjaan secara
bersama-sama dan secara parsial
terhadap kepuasan kerja pegawai. Tujuan lainnya untuk mengetahui var iabel
yang paling dominan yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Teknis
analisis yang digunakan adalah analisis liner berganda, analisis determinasi, uji F
dan uji T. Hasil dari penelitian ini adalah kompensasi, penempatan, lingkungan
pekerjaan, sikap pimpinan dan karakteristik pekerjaan berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja karyawan dengan R2 = 0,9228 dan tingkat signifikan
0,000 dibawah 0,05. Sedangkan variabel
yang paling dominan dalam
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah kompensasi.
38
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah dimensi waktu dan tempat
dilakukannya penelitian. Dan persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah
sama-sama menggunakan variabel kepuasan kerja.
Penelitian yang terkait dengan penelitian sekarang ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Ayu, tahun 2002, dengan judul “Hubungan Kompensasi
dengan Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Loper Pada Prima Agency”. Pokok
masalahnya adalah bagaimana hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja.
Hipotesisnya diduga ada hubungan psoitif antara kompensasi dengan kepuasan
kerja karyawan. Lokasi penelitian pada Prima Agency Denpasar yang berlokasi
di Jalan Suli Nomor 51, metode penentuan sampel diambil sampel secara acak
sebanyak 25 orang dari 30 orang. Metode pengumpulan data yaitu dengan
wawancara dan kuisioner. Teknik analisis data dengan analisis kuantitatif, analisis
diperoleh nilai determinasi sebesar 70,9 persen sedangkan sisanya 29,1persen
ditentukan oleh variasi variabel lainnya yang tidak dianalisis. Dari hasil
perhitngan analisis regresi berganda diperoleh nilai regresi sebesar 8,525 insentif
finansial dan lingkungan kerja fisik berpengaruh terhadap produtkivitas kerja
karyawan.
Penelitian
lainnya
yaitu
jurnal
yang
ada
dalam
sebuah
situs http://digilib.itb.ac.id/gld.php?mpd=browse&op=read&id=jbtunikompp-gdlsl-2004-lianuzulli-534&q=kepuasan%20kerja
yang
berjudul
“Pengaruh
Pemberian Kesejahteraan Terhadap Kepuasan Kerja Pada Pegawai PT. PLN
(Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten”. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode yang bertujuan
39
untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya sehubungan dengan bahan
permasalahan mengenai variabel-variabel yang diteliti. Penelitian dalam skripsi
ini ditujukan untuk memperoleh bukti empiris tentang sejauh mana pengaruh
pelaksanaan pemberian kesejahteraan pegawai terhadap kepuasan kerja pegawai
di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Variabel indenpenden
(X), yaitu pelaksanaan pemberian kesejahteraan diukur dengan melakukan
penyebaran kuisioner, begitu juga dengan variabel dependen (Y), yaitu kepuasan
kerja pegawai.
Hipotesis yang diajukan dengan menggunakan analisis keofisien korelasi Rank
Spearman. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, di mana hipotesis yang penulis
ajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara pelaksanaan pemberian
kesejahteraan pegawai terhadap kepuasan kerja pegawai, ternyata dapat diterima
dengan koefisien korelasi sebesar 664 persen. Besarnya pengaruh pelaksanaan
pemberian kesejahteraan pegawai terhadap kepuasan kerja pegawai didapat dari
koefisien determinasi sebesar 44,08 persen. Persamaan penelitian adalah samasama menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel terikat.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah dimensi waktu dan tempat
dilakukannya penelitian. Dan persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah
sama-sama menggunakan variabel kepuasan kerja.
2.7 Rumusan Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dari permasalahan ini
adalah sebagai berikut.
40
1) Kepemimpinan dan penempatan karyawan serta budaya organisasi secara
simultan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan
PT. Kardisa Denpasar.
2) Kepemimpinan dan penempatan karyawan serta budaya organisasi secara
parsial berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan
PT. Kardisa Denpasar.
3) Variabel kepemimpinan memiliki pengaruh yang
lebih kuat terhadap
kepuasan kerja karyawan pada perusahaan PT. Kardisa Denpasar.
41
Download