BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian kepuasan kerja Handoko (2001 : 193) menyatakan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Hasibuan (2002 : 202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Pendapat lain dari Martoyo (2000 : 142) mengenai kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai batas jasa karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dikatakan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dari karyawan terhadap pekerjaannya bila dibandingkan dengan balas jasa yang seharusnya mereka terima yang sesuai dengan harapannya. 2.1.2 Teori Kepuasan Kerja Beberapa teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal menurut Rivai (2005 : 475) antara lain. 10 1) Teori ketidaksesuaian Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tapi tergantung pada selisih antar sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa dicapai. 2) Teori keadilan Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan, dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan jumlah tugas dan peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya seperti upah atau gaji, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. 3) Teori dua faktor Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinue. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu motivator / satifies dan Dissatisfes . Motivator / satifies adalah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan 11 kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berpartisipasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Dissatisfes adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari gaji, pengawas, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan menurut Robbins (2001 : 49) adalah. 1) Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, pekerjaan terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perusahaan gagal. Pada kondisi yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. 2) Ganjaran yang pantas Pada karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan penghargaan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada 12 tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan komonitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan kerja. 3) Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi memperagakan para karyawan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur, cahaya, keributan dan faktorfaktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrim. Disamping itu, kebanyakan karyawan lebih menyukai bekerja dekat rumah dengan fasilitas yang bersih dan relatif modern dengan peralatan yang memadai. 4) Rekan sekerja yang mendukung Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh kerja juga karena itu, tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku studi berpendapat bahwa kepuasan karyawan meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memberikan pujian untuk kreteria yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. Pendapat lain menurut Furtwengler (2002 : 44) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain. 13 1) Keanekaragaman Keanekaragaman dalam hal ini, karyawan diberikan kebebasan untuk menggunakan fasilitas yang ada dikantor maupun fasilitas lain yang menunjang pekerjaannya seperti : computer, handphone, radio dan sebagainya. 2) Peluang untuk berkembang Pada umumnya karyawan menginginkan pekerjaan yang menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar serta menerima tanggung jawab. Karakteristik pekerjaan yang memberikan peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka, serta menawarkan tugas bervariasi, kebebasan, dan umpan balik atas pekerjaan yang dijalankan. 3) Pembelajaran Perusahaan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan dalam melaksanakan pekerjaannya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang menunjang kelancaran tujuan perusahaan. 4) Partisipasi Perusahaan memberikan karyawan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan ukuran kinerja, tenggang waktu, sasaran, dan prioritas. Dan membiarkan karyawan untuk memilih pendekatan mereka sendiri untuk menangani pekerjaannya, membangun rencana pengembangan mereka sendiri sehingga mereka sendiri menikmati pekerjaannya. 14 5) Pengakuan Perusahaan memberikan pengakuan atas prestasi yang dicapai oleh karyawannya sehingga karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. 6) Keamanan Perusahaan meningkatkan keamanan kerja bagi karyawannya diantaranya yaitu dengan memberikan jaminan sosial tenaga kerja. 7) Perbedaan karyawan Adanya perbedaan pendapat karyawan mengenai kepuasan kerja yang diperoleh masing-masing karyawan. Kepuasan kerja yang dianggap paling utama adalah uang. 2.1.4 Faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap kepuasan kerja karyawan Menurut konsep Two Factor Theory yang dikemukakan Herzberg dalam As’ad (2001 : 108) ada tujuh faktor yang didefinisikan sebagai pemberi kontribusi terhadap kepuasan kerja karyawan. Ketujuh faktor tersebut adalah sebagai berikut. 1) Kondisi kerja Kondisi kerja adalah kondisi dari lingkungan yang ada disekitar tempat kerja seorang karyawan dalam suatu perusahaan. Lingkungan ini tidak hanya berupa tempat fisik yang terdiri atas meja, kursi, serta peralatan kerja saja, tetai mencakup hal yang lebih luas lagi. Di dalam lingkungan kerja juga terdapat hubungan kerja, baik antara rekan sekerja, antara bawahan dan atasan, bahkan 15 juga sistem dan prosedur serta tata aturan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila manajemen atau pimpinan ingin menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan, maka penataan itu akan meliputi ruang secara fisik, peralatan kerja, sistem, tata aturan, dan prosedur kerja yang harus ditetapkan sehingga dapat menimbulkan gairah kerja bagi karyawan. 2) Kompensasi Kompensasi mempengaruhi prestasi kerja dan tendensi untuk tetap bersama organisasi atau mencari pekerjaan lainnya. Kompensasi adalah apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka terhadap organisasi (Simamora, 2004 : 442). 3) Supervisi / pengawasan Supervisor diistilahkan sebagai penyelia yang mempunyai fungsi memecahkan permasalahan. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over. 4) Kesempatan berprestasi Pada umumnya orang berpendapat bahwa terdapat korelasi yang positif antara kepuasan kerja dengan kesempatan berprestasi (Utama, 2001 : 255). Seorang karyawan merasa “puas” tidak langsung dapat disebut sebagai karyawan yang berprestasi tinggi. Jika demikian halnya, dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja tidak selalu menjadi faktor motivasional kuat untuk berprestasi. Seorang karyawan yang puas belum tentu terdorong untuk berprestasi karena “kepuasannya” tidak terletak pada motivasinya, akan tetapi dapat terletak pada faktor-faktor lainnya. Terlepas dari faktor-faktor apa yang dijadikan alat 16 mengukur kepuasan kerja, tetap penting untuk mengusahakan agar terdapat korelasi positif antara kepuasan kerja dengan prestasi karyawan. Makin puas seorang karyawan terhadap pekerjaannya makin terbuka kesempatan untuk berprestasi lebih tinggi. Artinya dengan menjadikan kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik. 5) Pengakuan Ada tiga kunci pokok untuk mendorong kemajuan para karyawan, yaitu perhatian, umpan balik yang terus-menerus, dan perasaan saling membutuhkan. Pengakuan merupakan bukti bahwa karyawan dapat diterima dilingkungan kerjanya, sehingga karyawan merasa aman dan merasa menjadi bagian dari perusahaan. Keadaan seperti ini memberikan pengaruh positif pada perusahaan, karena tanpa disadari karyawan yang merasa menjadi bagian perusahaan telah termotivasi untuk berprestasi. 6) Tanggung jawab Besar kecilnya tanggung jawab menjadikan karyawan merasa lebih berperan atau tidak merasa berperan terhadap organisasi. Bekerja dan berkarya dilakukan oleh tiap-tiap orang bukan saja untuk dapat memuaskan kebutuhan materialnya saja, akan tetapi juga untuk memenuhi berbagai kebutuhan lainnya seperti yang bersifat mental, psikologikal, sosial, dan spiritual (Utama, 2001 : 258). Berdasarkan pandangan tersebut, besar-kecilnya tanggung jawab turut berpengaruh pada kepuasan kerja. Besar-kecilnya tanggung jawab juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya organisasi. Berarti jika karena besarnya organisasi para karyawannya “terbenam” dalam massa kerja 17 yang jumlahnya besar sehingga jati diri dari identitasnya pun menjadi kabur maka hal tersebut perlu diwaspadai sebagai dampak negatif dari kepuasan kerja. 7) Pekerjaan yang lebih menantang Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk pindah kerja menurut Siagian (2003 : 297) adalah adanya ketidakpuasan pada tempat bekerja sekarang. Sebab-sebab ketidakpuasan itu beranekaragam, seperti penghasilan rendah atau dirasakan kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi antar rekan kerja ataupun dengan atasan, pekerjaan yang tidak sesuai, serta sebagai faktor lainnya. 2.1.5 Indikator-indikator kepuasan kerja Indikator kepuasan kerja menurut Handoko (2001 : 193 ) adalah sebagai berikut. (1) Kerja yang menantang adalah hal-hal yang mendorong karyawan pada PT. Kardisa Denpasar untuk memacu atau meningkatkan kualitas kerja karyawan dengan adanya pekerjaan yang menantang. Kerja yang menantang diukur berdasarkan penilaian karyawan tentang adanya variasi pekerjaan yang disesuaikan dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki karyawan. (2) Ganjaran yang pantas merupakan balas jasa yang diterima oleh karyawan PT. Kardisa Denpasar atas pekerjaan yang dilakukan. Ganjaran yang pantas diukur dari penilaian karyawan terhadap pemberian kompensasi dan kesempatan promosi. 18 (3) Kondisi kerja merupakan lingkungan kerja karyawan yang ada di PT. Kardisa Denpasar, dalam hal ini diukur dari penilaian karyawan terhadap lingkungan kerja dan peralatan kerja yang tersedia di PT. Kardisa Denpasar. (4) Rekan kerja merupakan orang-orang di lingkungan PT. Kardisa Denpasar yang ikut mendukung tugas / pekerjaan yang ada, hal ini diukur dari penilaian karyawan terhadap rekan kerja dan atasan yang ikut membantu pekerjaan yang ada. 2.2 Kepemimpinan 2.2.1 Pengertian kepemimpinan Menurut Martoyo (2000 : 176) pengertian kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama. Hasibuan (2003 : 169) menyatakan pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya. Mengarahkan bawahan untuk mengerjakan pekerjaannya dalam pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan pengertian diatas kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi, mengarahkan bawahan agar mau bekerja sama secara produktif untuk mencapai suatu tujuan. 19 2.2.2 Ciri-ciri Kepemimpinan Menurut Siagian (2003 : 155) kepemimpinan tersebut sebagai berikut. 1) Kemampuan berkembang secara mental Seperti halnya dengan seseorang, termasuk pimpinan harus tumbuh secara mental sehingga terhindar dari proses stagnasi dalam kehidupan kepemimpinan. 2) Ingin tahu Perubahan merupakan sesuatu yang tetap dalam dunia, kesadaran akan perubahan-perubahan tersebut akan menghantarkan seorang pemimpin menjadi kreatif dan inovatif. 3) Pendidikan umum yang jelas Seseorang pemimpin adalah seorang generalis yang baik sehingga mempunyai kemampuan untuk mengembangkan skill yang dituntut oleh tugasnya. 4) Kemampuan analisis Syarat sukses seorang pemimpin adalah kemampuannya dalam menganalisis situasi yang dihadapi dengan cermat mantap dan matang. 5) Memiliki daya ingat yang kuat Kekuatan daya ingat yang mantap akan mampu menghantarkan pemimpin menjaring informasi yang relevan. 6) Keterampilan berkomunikasi Efektivitas seorang pemimpin adalah sangat ditentukan oleh keterampilannya dalam berkomunikasi. 20 7) Keterampilan mendidik Pemimpin juga seorang pendidik ketika bawahan menghadapi kesulitan dan obyektivitas. 8) Rasionalitas dan obyektivitas Pemimpin harus rasional dan obyektif tidak boleh emosional, sehingga keputusan yang akan diambil selalu tepat. 9) Sense of Urgency Seorang pemimpin mesti mampu mengatur prioritas-prioritas mana yang penting dan mana yang tidak. 10) Sense of Relevance Pemimpin perlu selalu mengkaitkan keputusan dengan tujuan yang hendak dicapai / persoalan yang akan dipecahkan. 11) Ketegasan Pemimpin mesti tegas dalam menghadapi bawahan serta ketidak tentuan demi stabilitas organisasi. 12) Kemampuan mendengar Seorang pemimpin harus siap mendengar saran / pendapat orang lain. 13) Keberanian Keberanian adalah modal bagi pemimpin dalam menghadapi segala tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. 2.2.3 Tanggung Jawab Kepemimpinan Menurut Martoyo (2000 : 180) adapun tanggung jawab para pemimpin yaitu sebagai berikut. 21 1) Menentukan tujuan pelaksanaan kerja yang realitas. 2) Melengkapi para karyawan dengan sumber dana yang diperlukan untuk menjalani tugasnya. 3) Mengkomunikasikan dengan para karyawan mengenai apa yang mereka harapkan. 4) Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi. 5) Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila memungkinkan. 6) Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya. 7) Menunjukkan perhatian kepada karyawan. 2.2.4 Wewenang Kepemimpinan Wewenang kepemimpinan dapat diperoleh dari 2 sumber yakni berasal dari atas atau penetapan dari atas (Top Down Authery) dan dapat pula berasal dari pilihan anggota yang menjadi bawahannya (Bottom up Authory). Pada Down Authery”, kewenangan “Top pemimpin atau pemerintah diberikan oleh atasannya (kekuasaan puncak bawah) sedangkan pada “Bottom up Authery”, pimpinan dipilih dan diterima oleh mereka akan menjadi bawahannya. Dengan demikian bawahan akan menghargai wewenang itu karena mereka mempunyai respek pribadi untuk menghargai orang yang telah dipilih mereka menjadi pemimpin yang berkewenangan. 22 2.2.5 Sifat Kepemimpinan Sifat-sifat kepemimpinan menurut Martoyo (2000 : 182) antara lain. 1) Penuh energi Agar tercapai kepemimpinan yang baik harus diperlukan energi yang baik pula, jasmani maupun rohani. Seorang pemimpin harus sanggup bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu yang tidak tertentu. 2) Memiliki stabilitas emosi Seorang pemimpin seharusnya tidak berapreori jelek terhadap bawahannya dan tidak boleh cepat naik pitam, sebaliknya ia harus tegas, konsekuen dan konsisten dalam tindakannya, percaya diri dan memiliki jiwa sosial terhadap bawahannya. 3) Memiliki pengetahuan tentang hubungan antara manusia Seorang pemimpin harus mengetahui banyak tentang sifat-sifat orang bagaimana mereka mengadakan reaksi terhadap sesuatu tindakan atau situasi yang bermacam-macam, apa dan bagaimana kemampuan yang dimiliki untuk melaksanakan tugas yang dibebankan dan lain sebagainya. 4) Motivasi pribadi Keinginan untuk dapat memimpin harus datang dari dorongan batin pribadinya sendiri dan bukan paksaan dari luar, yang tercermin dalam keteguhan pendiriannya, kemauan yang keras dalam bekerja, dan penerapan sifat-sifat pribadi yang baik dalam pekerjaannya. 23 5) Kemahiran mengadakan komunikasi Seorang pemimpin harus mampu dan cakap dalam mengutarakan gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting bagi pemimpin untuk dapat memotivasi bawahannya, memberi atau menerima informasi bagi kemajuan organisasi dan kepentingan bersama. 2.2.6 Gaya Kepemimpinan Seorang pemimpin dibandingkan dengan pemimpin lainnya tentulah berbeda dalam sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadiannya sehingga tingkah laku dan gayanya tentunya tidak sama diantara mereka. Menurut Martoyo (2000 : 184) terdapat enam tipe kepemimpinan antara lain. 1) Tipe pribadi Pemimpin tipe ini kepemimpinannya didasarkan pada kontak pribadi secara langsung dengan bawahannya. Tipe ini sifatnya umum, sangat efektif dan secara relatif sederhana pelaksanaannya. 2) Tipe non pribadi Pada tipe ini hubungan pemimpin dengan bawahannya hanya melalui sarana atau media tertentu seperti rencana-rencana, instruksi-ainstruksi, janji-janji dan sebagainya sehingga hubungan tersebut bersifat tidak langsung dan biasanya hubungan yang demikian itu tidak dinamis. 3) Tipe otoriter Pemimpain tipe ini menganggap kepemimpinannya merupakan hak pribadinya dan berpendapat bahwa ia dapat menentukan apa saja dalam organisasinya, tanpa mengadakan konsultasi dengan bawahannya. 24 4) Tipe demokratis Pemimpin tipe ini menitik beratkan pada partisipasi kelompok dengan memanfaatkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat kelompok. kegagalan kepemimpinan dari pemimpin tipe ini adalah apabila anggota kelompok tidak cakap dan kurang bergerak untuk bekerja sama. 5) Tipe paternalistis Tipe ini cenderung sangat memikirkan keinginan dan kesejahteraan bawahannya serta terlalu membimbing dan melindungi, karena itu kepercayaan diri dan kebebasan kelompok tidak berkembang. 6) Tipe indigenous Pemimpin tipe ini timbul dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan yang bersifat informil dimana interaksi antar perorangan dalam organisasi tersebut ditentukan oleh keaslian dan pembawaan pimpinan. 2.2.7 Indikator Kepemimpinan Menurut Martoyo ( 2000 :176 ) indikator yang berhubungan dengan kepemimpinan adalah sebagai berikut. 1) Struktur tugas yang diberikan oleh pimpinan diukur dari responden mengenai kejelasan dalam prosedur kerja yang diberikan pimpinan pada PT. Kardisa Denpasar sesuai dengan kemampuan masing-masing. 2) Kuasa posisi pimpinan diukur dari persepsi atau penilaian PT. Kardisa Denpasar dalam melaksanakan pengawasan kerja, kekuasan pimpinan dalam pemberian penghargaan, sikap adi dalam pemberian motivasi financial, pengikutsertaan dalam menentukan suatu kebijakan dan 25 kekuasaan pimpinan dalam memberikan sanksi kepada para karyawan yang melanggar peraturan. 3) Hubungan pimpinan dengan karyawan Suatu keadaan pada perusahaan mengenai hubungan pimpinan dengan karyawan. Hubungan pimpinan dengan karyawan diukur dari persepsi atau penilaian responden mengenai kesediaan pimpinan membimbing dalam pekerjaan, pengembangan sikap dapat berinteraksi dengan semua karyawan dan perhatian pimpinan PT. Kardisa Denpasar terhadap keluhan karyawan serta tindak lanjutnya. 2.3 Penempatan 2.3.1 Pengertian penempatan Penempatan karyawan merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan karena nantinya akan berhubungan dengan berbagai kepentingan perusahaan maupun kepentingan karyawan itu sendiri. Penempatan sumber daya yang tepat pada posisi yang tepat bukan saja menjadi idaman suatu perusahaan ataupun organisasi tetapi juga menjadi keinginan karyawan. Tentunya penempatan ini paling tidak disesuaikan dengan persyaratan yang dilihat dari tingkat pendidikan, bakat, kemampuan dan minat karyawan. Mengenai pelaksanaan penempatan sumber daya manusia, Utama (2001 : 140) mengemukakan bahwa : penempatan sumber daya manusia adalah proses kegiatan yang dilaksanakan manajer sumber daya manusia dalam suatu perusahaan untuk menentukan lokasi dan posisi seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Tidak hanya itu, masih tetap menurut Utama (2001 : 26 140) bahwa : penempatan sumber daya manusia adalah suatu proses memberikan tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan secara continue dan wewenang serta tanggung jawab yang melekat sebesar porsi dan komposisi yang ditetapkan serta mampu mempertanggung jawabkan segala resiko yang mungkin terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut. Berbeda dengan pendapat Rivai (2004 : 211) bahwa penempatan adalah penugasan atau penugasan kembali seorang karyawan kepada pekerjaan barunya. Dimana hal ini berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu baik untuk karyawan baru ataupun karyawan lama. Bagi karyawan lama yang telah menduduki jabatan atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti memperhatikan pada posisinya atau memindahkannya pada posisi lain. Dengan demikian penempatan karyawan merupakan usaha menyalurkan kemampuan sumber daya manusia sebaik-baiknya. Hal ini dilakukan dengan jalan menempatkan pegawai pada suatu tempat atau jabatan yang paling sesuai. Dengan penempatan pegawai yang tepat, akan dapat meningkatkan semangat kerja yang bersangkutan. 2.3.2 Jenis-jenis penempatan karyawan Menurut Rivai (2005 : 211) terdapat tiga jenis penempatan, antara lain. 1) Promosi Promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab atau 27 lebel. Umumnya diberikan sebagai penghargaan, hadiah atau usaha dan prestasinya di masa lampau. 2) Transfer Transfer terjadi kalau seorang karyawan dipindahkan dari satu bidang tugas ke bidang tugas lainnya yang tingkatannya hampir sama baik tingkat gaji, tanggung jawab maupun tingkatan strukturalnya. Transfer mungkin akan bermanfaat bagi karyawan karena pengalaman kerja mereka akan bertambah dan mempunyai keahlian baru dan dalam perspektif yang berbeda mereka juga akan menjadi karyawan yang lebih baik sehingga menjadi calon kuat untuk dipromosikan di masa yang akan datang. Transfer juga akan memperbaiki motivasi dan kepuasan individu, terutama ketika karyawan tersebut mengalami hambatan pada bidang tugas yang lama. Transfer juga paling tidak memberikan berbagai variasi kerja yang dapat meningkatkan kepuasan kerja. 3) Demosi Demosi terjadi kalau seorang karyawan dipindahkan dari satu posisi ke posisi lainnya yang lebih rendah tingkatannya baik berupa gaji, tanggung jawab maupun tingkat strukturalnya. Demosi jarang menimbulkan hasil yang negatif bagi seorang karyawan. Biasanya hal tersebut terjadi karena masalah kedisiplinannya, kinerja yang kurang baik atau ketidaktaatan pada disiplin kerja seperti terlalu sering tidak hadir. Permasalahan yang timbul akibat demosi yaitu karyawan mungkin akan kehilangan motivasi kerja atau menimbulkan keraguan yang lebih besar yang disebabkan oleh keputusan 28 demosi. Di samping menimbulkan pengaruh negatif bagi moral karyawan yang lain, karyawan yang di demosi juga akan makin tidak produktif dan makin berkurang loyalitasnya. 2.3.3 Proses penempatan Proses penempatan tidak terbatas pada sumber daya manusia yang baru lulus seleksi tetapi juga termasuk penempatan sumber daya manusia yang lama dan akan menempati jabatan yang baru, karena rotasi atau mutasi dan promosi jabatan. Pada hakekatnya yang menjadi sasaran proses penempatan sumber daya manusia menurut Utama (2001 : 141) adalah sebagai berikut. 1) Mengisi informasi atau lowongan pekerjaan yang tersedia di perusahaan. 2) Sumber daya manusia yang baru lulus tidak terlalu lama menunggu diangkat dan apa yang akan dikerjakan. 3) Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. 4) Agar perusahaan dapat bekerja dengan efisien dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang tepat tersebut. Menurut Siagian (2004 : 156), bahwa yang terpenting ketika memasuki proses penempatan adalah melalui program pengenalan dimana titik tolak yang tepat digunakan untuk menyusun suatu program pengenalan ialah pandangan yang mengatakan bahwa pegawai baru pada dasarnya ingin diterima sebagai anggota baru dari suatu keluarga besar. Dengan titik tolak demikian, melalui program pengenalan mereka menyerap kultur, norma dan tradisi organisasi dan dijadikannya sebagai bagian dari cara dan gaya hidupnya. Masih menurut Siagian (2004 : 158) bahwa suatu program 29 pengenalan mencakup empat hal utama yaitu berbagai aspek kehidupan organisasi, keuntungan bagi para pegawai, perkenalan dan berbagai aspek tugas. Banyak orang yang berpendapat bahwa penempatan merupakan akhir dari proses seleksi. Menurut Siagian (2004 : 168) bahwa penempatan tidak hanya berlaku bagi para pegawai baru, akan tetapi berlaku pula bagi para pegawai lama yang mengalami alih tugas dan mutasi. Berarti konsep penempatan mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi sekalipun. Menurut Rivai (2005 : 214) penempatan memiliki manfaat sebagai berikut. 1) Mengurangi ketidaksesuaian Preview terhadap pekerjaan yang realistis dapat menutup kesenjangan psikologis antara harapan pendatang baru dengan kenyataan yang ada. Perbedaan antara harapan dan kenyataan disebut ketidaksesuaian kognitif. 2) Mencegah berhentinya pekerjaan baru Berhentinya pekerjaan baru adalah mahal harganya. Disamping biaya rekrutmen dan seleksi, biaya yang terkait dengan administrasi pekerja baru pada departemen sumber daya manusia, pembuatan gaji pada catatan akuntansi dan biaya pelatihan akan hilang begitu pekerjaan itu berhenti. 2.3.4 Indikator Penempatan Menurut Rivai ( 2005 :211 ) indikator- indikator yang berhubungan dengan penempatan adalah sebagai berikut. 1) Orientasi / pengenalan terhadap pekerjaan. 2) Mutasi yang sesuai dengan keahliannya. 3) Penyesuaian pendidikan dan kemampuan dengan pekerjaan. 30 4) Bidang pekerjaan yang membantu pekerjaan. 5) Penyesuaian ilmu dan kemampuan dengan pekerjaan. 2.4 Budaya Organisasi 2.4.1 Pengertian budaya organisasi Menurut Amnuai dalam Tika (2005 : 4) budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalahmasalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Baik definisi budaya organisasi yang dikembangkan oleh Drucker maupun Amnuai menunjukkan adanya kesamaan dengan definisi budaya yang dikemukakan oleh Schein. Dari definisi yang dikemukakan oleh para tokoh budaya organisasi diatas terkandung unsur-unsur dalam budaya organisasi sebagai berikut. 1) Asumsi dasar Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. 2) Keyakinan yang dianut Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi / perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha. 31 3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin organisasi / perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan tersebut. 4) Pedoman mengatasi masalah Dalam organisasi / perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. 5) Berbagai nilai (sharing of value) Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang. 6) Pewarisan (learning proses) Asumsi dasar keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi / perusahaan tersebut. 7) Penyesuaian (adaptasi) Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku dalam kelompok atau organisasi, serta adaptasi organisasi / perusahaan terhadap perusahaan lingkungan. 32 2.4.2 Faktor-faktor budaya organisasi Berkaitan dengan dimensi budaya, Susanto (1997 : 50) mengemukakan sepuluh faktor yang merupakan dasar atau karakteristik dari suatu budaya organisasi. Adapun kesepuluh faktor itu adalah. 1) Individual initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan, kemandirian dan kesempatan yang dimiliki individu untuk menggunakan inisiatif dalam perusahaan. 2) Risk tolerance, yaitu seberapa jauh tingkat resiko yang boleh atau mungkin diambil oleh anggota dalam perusahaan. 3) Direction, yaitu seberapa jauh perusahaan memberikan penjelasan tentang tujuan yang ingin dicapai dan kinerja yang diharapkan. 4) Integration, yaitu sejauh mana unit-unit kerja dalam perusahaan di dorong untuk bekerja dalam suatu sistem yang terkoordinasi. 5) Management support, yaitu sejauh mana manajer-manajer dalam perusahaan memberikan pengarahan, dukungan dan berkomunikasi dengan bawahannya. 6) Control, yaitu sejauh aturan kebijaksanaan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengontrol perilaku karyawan. 7) Indentity, yaitu sejauh mana anggota mengidentifikasi diri pada perusahaan. 8) System, yaitu bagaimana tingkat penghargaan yang diberikan perusahaan kepada karawan. 9) Conflict tolerance, yaitu tingkat toleransi terhadap konflik yang muncul dalam perusahaan. 33 10) Community patterns, yaitu sejauh mana komunikasi dalam perusahaan dibatasi berdasarkan susunan wewenang secara formal. Faktor diatas yang dinamakan sepuluh karakteristik budaya organisasi / perusahaan. Menurut kesepuluh karakteristik ter sebut dapat dijadikan ukuran kekuatan dari setiap organisasi untuk mencapai sasarannya dan menjadi patokan sumber daya manusia dalam memandang perusahaan tempat mereka bekerja. Budaya organisasi bukan hanya gambaran dan sikap dan kepribadian anggotanya, tetapi lebih dari itu, budaya sentralisasi atau desentralisasi, tingkat interpendensi wewenang dan lain-lain. 2.4.3 Fungsi dan peran budaya organisasi Budaya melakukan sejumlah fungsi penting dalam sebuah organisasi, budaya perusahaan sebagai nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama memberikan beberapa fungsi penting. Pertama, membawa suatu perasaan identitas sebagai anggota organisasi. Kedua, sebagai sarana untuk membangun komitmen akan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Ketiga, budaya perusahaan meningkatkan suatu sense-making devies yang dapat memberikan pedoman dan mempertajam perilaku. Budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan kegiatan para anggota perusahaan, yakni terdiri atas sekumpulan individu dengan latar belakang kebudayaan yang khas, meningkatkan dan memelihara kohesi diantara anggota perusahaan. Pengendalian melalui budaya perusahaan melihat manusia itu emosional, pencinta symbol, butuh untuk dimiliki oleh suatu identitas yang 34 superior ataupun kolektivitas. Manifestasi atas budaya organisasi telah menjadi suatu alternatif untuk pengendalian yang mungkin paling efektif. Menurut Robbins (2004 : 106) fungsi budaya organisasi adalah sebagai berikut. 1) Menentukan peran yang membedakan perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. 2) Menentukan tujuan bersama yang lebih besar dari sekedar kepentingan individu. 3) Menjaga stabilitas sosial perusahaan, yang membantu mempersatukan organisasi. 4) Meningkatkan identitas bagi anggota perusahaan. 5) Memberi pengertian dan mekanisme control yang membantu membentuk sikap dan perilaku karyawan. 2.4.4 Indikator budaya organisasi Indikator yang berhubungan dengan budaya organisasi menurut Tika (2005 : 4 ) adalah sebagai berikut. Sikap karyawan / pegawai dalam mematuhi peraturan dan norma-norma yang berlaku. 1) Penyesuaikan diri karyawan dalam organisasi. 2) Loyalitas kepedulian karyawan terhadap organisasi. 3) Adanya keinginan untuk mempelajari tugas dan kewajiban yang diberikan perusahaan. 4) Loyalitas dalam menyelesaikan tugas dan penuh tanggung jawab. 35 2.5 Pengaruh Kepemimpinan dan Penempatan Karyawan Serta Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Hasibuan (2003 : 202) menyatakan karyawan adalah makhluk sosial yang menjadi kekayaan utama bagi setiap perusahaan mereka menjadi perencana, pelaksana dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan, mempunyai pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikapsikapnya terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan karyawan meningkat. Menurut Rivai (2005 : 475) kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Selain itu menurut Job Descriptive Index (JDI) seperti yang tercantum dalam Rivai (2005 : 479) faktor penyebab kepuasan kerja adalah bekerja pada tempat yang tepat, pembayaran yang sesuai, organisasi dan manajemen, supervisi pada pekerjaan yang tepat dan orang yang bekerja pada tempat yang tepat. Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan partisipatif memberikan kepuasan kerja bagi para karyawan ikut aktif memberikan pendapatnya untuk menentukan kebijakan organisasi. Kepemimpinan otoriter menyebabkan kepuasan kerja karyawan rendah menurut Hasibuan (2003 : 203). 36 Kejelasan tentang apa yang menjadi pekerjaan karyawan akan berpengaruh pula terhadap kepuasan kerja karyawan. Banyak perusaahan yang memiliki kebijakan untuk secara rutin memindahkan karyawan dari suatu tempat ketempat yang lain baik untuk membuka mereka kepada kisaran pekerjaan yang lebih luas atau mengisi posisi yang terbuka dengan karyawan yang telah terlatih menurut Dessler (2005 : 46). Penempatan pegawai sesuai dengan kemampuan bakat dari pegawai itu sendiri akan mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap kepuasan kerja karyawannya. Teori yang organisasi dikemukakan oleh Schein mengungkapkan bahwa budaya dapat ditemukan dalam 3 tingkatan menurut Hatch (1997 : 320). Pertama, adalah “Artifak” di mana budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat diartikan. Analisis pada tingkat ini cukup rumit karena mudah diperoleh tetapi sulit ditafsirkan. Kedua, adalah “Nilai” yang memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada artifak. Nilai ini sulit diamati secara langsung, oleh karenanya seringkali perlu untuk menyimpulkan melalui wawancara dengan anggota kunci organisasi atau menganalisa kandungan artifak seperti dokumen. Terakhir, adalah “Asumsi Dasar” yang merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Pada tingkat ini budaya diterima begitu saja, tidak kasat mata dan tidak disadari, merupakan reaksi yang bermula sebagai nilainilai yang didukung. Bila asumsi telah diterima, maka kesadaran menjadi tersisih, dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada apakah nilainilai yang didukung. Bila asumsi telah diterima, maka kesadaran menjadi tersisih., dengan kata lain perbedaan antara asumsi dengan nilai terletak pada 37 apakah nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan dan diterima apa adanya atau tidak. Esensi “Nilai” dalam budaya organisasi erat kaitannya dengan kepuasan kerja karena mempengaruhi nilai, sikap dan perilaku anggota organisasi. Berdasarkan uraian yang dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa kepemimpinan dan penempatan karyawan serta budaya organisasi yang baik akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dengan demikian sangat layak adanya perhatian terhadap kepemimpinan, penempatan karyawan, dan budaya organisasi untuk lebih meningkatkan kepuasan kerja karyawan. 2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang terkait dengan penelitian sekarang ini adalah penelitian dari Sudibia (2004) yang berjudul “Analisis Beberapa Variabel Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan Kuta Utara Pemerintah Kabupaten Badung”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompensasi, penempatan, lingkungan pekerjaan, sikap pimpinan, dan karakteristik pekerjaan secara bersama-sama dan secara parsial terhadap kepuasan kerja pegawai. Tujuan lainnya untuk mengetahui var iabel yang paling dominan yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis liner berganda, analisis determinasi, uji F dan uji T. Hasil dari penelitian ini adalah kompensasi, penempatan, lingkungan pekerjaan, sikap pimpinan dan karakteristik pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan dengan R2 = 0,9228 dan tingkat signifikan 0,000 dibawah 0,05. Sedangkan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah kompensasi. 38 Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah dimensi waktu dan tempat dilakukannya penelitian. Dan persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel kepuasan kerja. Penelitian yang terkait dengan penelitian sekarang ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ayu, tahun 2002, dengan judul “Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Loper Pada Prima Agency”. Pokok masalahnya adalah bagaimana hubungan kompensasi dengan kepuasan kerja. Hipotesisnya diduga ada hubungan psoitif antara kompensasi dengan kepuasan kerja karyawan. Lokasi penelitian pada Prima Agency Denpasar yang berlokasi di Jalan Suli Nomor 51, metode penentuan sampel diambil sampel secara acak sebanyak 25 orang dari 30 orang. Metode pengumpulan data yaitu dengan wawancara dan kuisioner. Teknik analisis data dengan analisis kuantitatif, analisis diperoleh nilai determinasi sebesar 70,9 persen sedangkan sisanya 29,1persen ditentukan oleh variasi variabel lainnya yang tidak dianalisis. Dari hasil perhitngan analisis regresi berganda diperoleh nilai regresi sebesar 8,525 insentif finansial dan lingkungan kerja fisik berpengaruh terhadap produtkivitas kerja karyawan. Penelitian lainnya yaitu jurnal yang ada dalam sebuah situs http://digilib.itb.ac.id/gld.php?mpd=browse&op=read&id=jbtunikompp-gdlsl-2004-lianuzulli-534&q=kepuasan%20kerja yang berjudul “Pengaruh Pemberian Kesejahteraan Terhadap Kepuasan Kerja Pada Pegawai PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode yang bertujuan 39 untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya sehubungan dengan bahan permasalahan mengenai variabel-variabel yang diteliti. Penelitian dalam skripsi ini ditujukan untuk memperoleh bukti empiris tentang sejauh mana pengaruh pelaksanaan pemberian kesejahteraan pegawai terhadap kepuasan kerja pegawai di PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten. Variabel indenpenden (X), yaitu pelaksanaan pemberian kesejahteraan diukur dengan melakukan penyebaran kuisioner, begitu juga dengan variabel dependen (Y), yaitu kepuasan kerja pegawai. Hipotesis yang diajukan dengan menggunakan analisis keofisien korelasi Rank Spearman. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, di mana hipotesis yang penulis ajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara pelaksanaan pemberian kesejahteraan pegawai terhadap kepuasan kerja pegawai, ternyata dapat diterima dengan koefisien korelasi sebesar 664 persen. Besarnya pengaruh pelaksanaan pemberian kesejahteraan pegawai terhadap kepuasan kerja pegawai didapat dari koefisien determinasi sebesar 44,08 persen. Persamaan penelitian adalah samasama menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel terikat. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah dimensi waktu dan tempat dilakukannya penelitian. Dan persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel kepuasan kerja. 2.7 Rumusan Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dari permasalahan ini adalah sebagai berikut. 40 1) Kepemimpinan dan penempatan karyawan serta budaya organisasi secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan PT. Kardisa Denpasar. 2) Kepemimpinan dan penempatan karyawan serta budaya organisasi secara parsial berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan PT. Kardisa Denpasar. 3) Variabel kepemimpinan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan PT. Kardisa Denpasar. 41