BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 perihal Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan BPR, adalah sebagai berikut : 1) Permodalan (Capital) Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah dimaksudkan untuk maupun kualitasnya. Penilaian permodalan mengevaluasi kecukupan modal bank dalam menutupi risiko saat ini dan mengantisipasi risiko di masa datang. Standar yang ditetapkan oleh Bank indonesia tentang kewajiban penyediaan modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu sebesar 8%. 2) Kualitas Aktiva Produktif (Asset Quality) Aktiva produktif adalah penyediaan dana oleh BPR dalam rupiah untuk memperoleh penghasilan dalam bentuk kredit, SBI dan penempatan dana 12 antar bank (diluar giro). Penilaian didasarkan kepada kualitas aktiva yang dimiliki Bank. 3) Manajemen (Management) Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya. Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan BPR dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian didasarkan kepada manajemen umum yang meliputi strategi/sasaran BPR, struktur, sistem dan kepemimpinan. Lalu juga dilakukan penilaian kepeda manajemen risiko yang meliputi risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum serta risiko pemilik dan pengurus. 4) Rentabilitas (Earning) Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat. Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi dan kemampuan rentabilitas bank dalam mendukung kegiatan operasional dan permodalan dalam rangka menciptakan laba. 13 5) Likuiditas (Liquidity) Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan Bank memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen risiko likuiditas. 2.1.2 Profitabilitas Menurut Riyadi (2006:155) menyatakan bahwa profitabilitas suatu bank menunjukkan perbandingan laba setelah pajak dengan modal inti atau laba sebelum pajak dengan total aset yang dimiliki oleh bank pada periode tertentu. Profitabilitas merupakan suatu penilaian yang mencerminkan kemampuan dari setiap perusahaan untuk menghasilkan laba dan menentukan kredibilitas suatu perbankan serta keefektifan bank yang bersangkutan. Performa manajerial dari setiap perbankan akan dapat dikatakan baik apabila tingkat profitabilitas perusahaan perbankan yang dikelolanya tinggi atau maksimal (Elviani, 2010). Jurnal pertama yang mendasari profitabilitas dari aktivitas tradisional yang dikemukakan yang mendasari profitabilitas dari aktivitas tradisional yang dikemukakan oleh Ho dan Saunders (1981) menyatakan bahwa bank dalam melakukan aktivitas tradisional yaitu dalam menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat akan menetapkan suku bunga kredit yang lebih tinggi daripada suku bunga untuk mendapatkan spread positif yang akan berdampak pada profitabilitas suatu bank. Hal ini juga dapat disebut dengan dealership theory. Spread didefinisikan sebagai selisih antara pendapatan bunga 14 atas aset bank dan beban bunga atas kewajiban bank sebagai proporsi dari ratarata bank asset-margin. Profitabilitas menurut ketentuan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 salah satunya diukur dengan menggunakan rasio laba terhadap aktiva (ROA). Pengukuran kinerja dengan ROA dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari keseluruhan aktiva yang digunakan oleh bank (Wiagustini, 2010:81). Semakin besar ROA menunjukkan bahwa kinerja dari suatu bank semakin baik karena tingkat pengembaliannya semakin besar. ROA yang bernilai positif menunjukkan bahwa total aktiva yang dipergunakan untuk operasi perusahaan perbankan dapat memberikan laba bagi perusahaan, sebaliknya jika ROA dari bank bernilai negatif menunjukkan bahwa total aktiva yang dipergunakan tidak memberikan keuntungan atau rugi. Return on asset adalah rasio yang menunjukkan kemampuan bank secara keseluruhan baik dari manajemen bank hingga kinerja keuangannya untuk mencapai tingkat profitabilitas yang ditargetkan dalam memanfaatkan aktiva dari suatu bank. 2.1.3 Risiko Kredit Menurut peraturan Bank Indonesia No. 5 Tahun 2013, risiko adalah potensi terjadinya peristiwa (event) yang dapat menimbulkan kerugian, salah satu risiko usaha bank adalah risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko yang timbul akibat kegagalan counterparty (pihak lain) memenuhi kewajiban. Dalam UndangUndang perbankan No. 10 Tahun 1998 Pasal 21 Ayat 11, pengertian kredit adalah 15 penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian kredit. Kredit selain menimbulkan risiko, juga menimbulkan pendapatan. Pendapatan kredit dapat berupa bunga atau pendapatan bagi hasil (Taswan, 2010:309). Kredit merupakan sumber utama yang juga menjadi sumber masalah bagi bank karena akan menentukan tingkat kesehatan bank tersebut. Menurut Idroes (2011:23), risiko kredit didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo. Menurut ketentuan Bank Indonesia indikator untuk menilai risiko kredit dalam suatu bank yaitu dengan menggunakan Non Performing Loan (NPL). Dalam SE BI No.3/33/DPNP tanggal 14 Desember 2001, Bank Indonesia menginstruksikan bahwa besarnya NPL adalah dibawah 5 persen. Angka ini menunjukkan besarnya kredit bermasalah dari keseluruhan kredit yang diberikan kepada masyarakat. Apabila suatu bank memiliki nilai terhadap NPL diatas 5 persen berarti bank tersebut berpredikat tidak sehat. NPL merupakan presentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kredit dengan perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet) terhadap total kredit yang disalurkan bank. Bank dalam melakukan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya yang bertujuan untuk memperkecil risiko kredit (Rosario, 2012). 16 2.1.4 Kecukupan Modal Menurut Taswan (2010:214), modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter. Fungsi dari modal bank adalah: a) Untuk melindungi deposan dengan menangkal semua kerugian usaha perbankan sebagai akibat dari satu atau kombinasi risiko usaha perbankan. b) Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat berkenaan dengan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dan memberikan keyakinan mengenai kelanjutan operasi bank meskipun terjadi kerugian. c) Untuk membiayai kebutuhan aktiva tetap seperti gedung, peralatan dan sebagainya. d) Untuk memenuhi regulasi permodalan yang sehat menurut otoritas moneter. Menurut Idroes (2011:73), rasio kecukupan modal merupakan rasio yang bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul dari aktivitas yang dilakukannya. Dalam mengukur kecukupan modal dapat digunakan indikator Capital Adequacy Ratio (CAR), yang merupakan rasio untuk mengukur kemampuan modal dari suatu bank dan manajemen bank untuk mengurangi risiko-risiko atau kerugian yang diakibatkan dari kegiatan perkreditan dan perdagangan surat berharga. CAR merupakan perbandingan dari aktiva yang 17 mengandung risiko maka perlu terlebih dahulu untuk mengetahui besarnya estimasi dari risiko yang terjadi dalam pemberian kredit. Modal bank yang terlalu besar dipandang tidak efisien, namun modal besar akan mengarahkan pemegang saham bertindak hati-hati (prudent) dalam mengelola bank, sebaliknya modal yang terlalu kecil akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Oleh karena itu, standar kecukupan modal diperlukan agar dapat menjamin kualitas pelayanan bank, melindungi bank dari kegagalan (risiko) serta menjamin keberlanjutan bank (Taswan, 2010:213). Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008, bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aktiva Terimbang Menurut Risiko (ATMR), dan Kewajiban Penyedia Modal Minimum (KPPM) insentif sebesar 14%. 2.2 Rumusan Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap suatu hasil penelitian yang kebenarannya harus diuji melalui penelitian secara empiris. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.2.1 Pengaruh Risiko Kredit terhadap Kecukupan Modal Risiko kredit dalam arti yang luas dapat diartikan sebagai risiko kerugian keuangan karena kegagalan peminjam untuk melakukan kewajibannya. Pada dasarnya, risiko kredit ini bisa muncul baik dari kegiatan bank dalam 18 menyalurkan kredit dan kegiatan lain seperti aktivitas perdagangan dan pasar modal (Alexiou dan Sofoklis, 2009). Ekspansi di sektor perbankan yang dianggap berisiko tinggi, akan meningkatkan risiko kredit dan modal yang lebih rendah yang dimiliki oleh bank. Oleh karena itu, hubungan antara risiko kredit dan modal perbankan diperkirakan akan negatif (Sufian, 2011). Pengaruh negatif ini disebabkan oleh semakin besar risiko kredit yang dihadapi suatu bank akan meningkatkan PPAP sehingga berkurangnya ekuitas yang merupakan rasio komponen kecukupan modal bank tersebut Margaretha dan Setiyaningrum (2011). Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut : H1 : Risiko Kredit Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap Kecukupan Modal 2.2.2 Pengaruh Risiko Kredit Terhadap Profitabilitas NPL atau dapat dikatakan sebagai kredit macet merupakan pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan. Menurut Putri (2013) rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Artinya semakin besar nilai dari rasio ini menunjukkan bahwa semakin meningkat jumlah kredit bermasalah sehingga akan memperburuk profitabilitas karena bank tersebut mengalami kesulitan dalam memutar kembali dana yang diperoleh dari pihak ketiga. Maka dari itu, suatu bank harus dapat memperkecil nilai dari NPL agar profitabilitas dan kepercayaan terhadap bank terus meningkat. Kesimpulan diatas sesuai dengan hasil penelitian Al Haq dkk. (2012) dalam penelitiannya pada bank umum di indonesia periode 2008-2010 19 menemukan bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap ROA. Hasil penelitian Farhan et al. (2011) pada bank umum di pakistan periode 2006-2009 juga menemukan bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap ROA. Nawaz (2012) juga menyimpulkan bahwa NPL berhubungan negatif terhadap profitabilitas. Penelitian tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Poposka dan Trpkoski (2013) yang menunjukkan hasil bahwa NPL mempunyai pengaruh negatif terhadap profitabilitas. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H2 : Risiko Kredit Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap Profitabilitas 2.2.3 Pengaruh Kecukupan Modal terhadap Profitabilitas CAR adalah kemampuan bank dalam menyediakan modal untuk menutupi penurunan aktiva yang disebabkan karena kredit macet. Secara fungsional, modal yang memadai dianggap sebagai jumlah modal yang efektif dalam melaksanakan kegiatan primer. Fungsi modal mencegah kegagalan bank dengan menyerap kerugian. Kerugian tersebut terkait dengan risiko yang bank lakukan sebagai konsekuensi alami dari upaya mereka untuk melayani kebutuhan kredit yang sah dari masyarakat. Modal yang memadai akan memberikan perlindungan utama terhadap kepailitan dan likuidasi yang timbul dari risiko bisnis perbankan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Poernawatie (2009) menjelaskan bahwa untuk meminimalisir besarnya kredit bermasalah, bank harus mempertahankan CAR diatas 8%. Ini menunjukkan NPL memiliki pengaruh negatif signifikan pada CAR. Penelitian yang dilakukan oleh Poposka dan Trpkoski (2013) pada bank di 20 Macedonia menunjukkan hasil bahwa CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Begitu juga penelitian yang dilakukan Jha dan Hui (2012) pada bank umum di nepal periode 2005-2012 yang menunjukkan bahwa CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Farhan et al. (2011) menemukan bahwa CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA pada bank umum di pakistan periode 2006-2009. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut : H3 : Kecukupan Modal Berpengaruh Negatif dan Signifikan Terhadap Profitabilitas 2.2.4 Peran Kecukupan Modal Dalam Memediasi Pengaruh Risiko Kredit terhadap Profitabilitas Menurut Idroes (2011:23), risiko kredit didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo. Semakin banyaknya kredit macet pada suatu bank maka hal tersebut akan menyebabkan kerugian. Untuk menutupi kerugian tersebut bank mengembalikannya dari permodalan yang dimilikinya sehingga akan menurunkan nilai CAR dari perbankan (Fitrianto dan Mawardi, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Margaretha dan Setiyaningrum 2011) pada bankbank yang terdaftar di BEI menunjukkan risiko kredit (NPL) memiliki pengaruh negatif pada CAR. Sementara itu, Guidara et al. (2013) menyelidiki kinerja bank, risiko dan modal penyangga di bawah siklus bisnis dan regulasi perbankan di 21 Kanada, mereka menyimpulkan bahwa bank-bank di Kanada dengan baik mengkapitalisasi dan yang menjelaskan mengapa bank Kanada terisolasi untuk krisis keuangan dunia. Profitabilitas bank terbaik diukur dengan ROA, dalam ROA tidak terdistorsi oleh pengganda ekuitas tinggi dan ROA merupakan ukuran yang lebih baik dari kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pengembalian portofolio aset. Dengan kata lain dapat dikatakan semakin tinggi NPL maka hal tersebut akan berdampak negatif terhadap CAR dan secara langsung akan berpengaruh negatif pada profitabilitas bank. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut : H4 : Kecukupan Modal Mampu Dalam Memediasi Pengaruh Risiko Kredit Terhadap Profitabilitas. Gambar 2.1 Model Penelitian Pengaruh Risiko Kredit Terhadap Profitabilitas Dengan Kecukupan Modal Sebagai Variabel Mediasi Studi Kasus Pada Bank BPR Cahaya Bina Werdi 2012-2014 H2 Non Performing Loan Return On Asset (X1) (Y1) H1 H3 H4 Capital Adequacy Ratio (X2,Y2,M) 22