BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seoul telah menjadi ibukota dari Korea Selatan selama lebih dari 600 tahun. Tetapi baru pada tahun 1970 kota ini menjadi kota modern yang memiliki populasi yang tinggi dengan industri-industri besar seperti sekarang ini. Beberapa dekade lalu, Korea Selatan tidak lebih baik dari negara dunia ketiga lainnya dalam ekonomi dan kondisi penduduknya. Pada tahun 1960 PDB per kapita Korea Selatan bahkan lebih rendah daripada beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin, dan negara di Asia lainnya (Kim dan Lim dalam Jensen 2008). Namun sekarang Korea Selatan telah menjadi pusat perhatian akademis maupun politis karena pada waktu yang bersamaan telah sukses baik dalam perkembangan ekonomi dan demokrasi. Perekonomian Korea Selatan selama 30 tahun terakhir (1961-1979) mengalami pertumbuhan yang ajaib di bawah pemerintahan otoriter Presiden Park Jung-Hee. Pada masa pemerintahannya presiden Park Jung-Hee menggunakan strategi Rencana Lima Tahun untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi besar-besaran. Strategi Rencana Lima Tahun yang pertama adalah pembangunan dengan berorientasi pada pertumbuhan, berorientasi pada industri dan penampilan luar. Presiden Park Jung-Hee menganggap pembangunan yang beorientasi pada pertumbuhan adalah solusi terbaik untuk berbagai masalah di negara miskin. Orientasi industri juga sangat dibutuhkan karena Korea Selatan kekurangan sumber daya alam. Sementara untuk penampilan luar dibutuhkan karena pasar domestik terlalu kecil sehingga Korea Selatan harus menarik pasar asing. Kemudian Rencana Lima Tahun berikutnya secara berkala dimodifikasi seiring dengan perekonomian Korea Selatan yang semakin matang. Pada tahun 1960 produk dari industri yang banyak menggunakan sumber daya manusia (buruh) adalah triplek, wig dan sweater yang menggunakan teknologi yang 1 sederhana. Pada tahun 1970, ekonomi berpindah fokus ke tekstil, kapal dan besi yang lebih fokus pada sumber daya kapital dan teknologi yang lebih kompleks. Industri-industri ini dimaksudkan untuk menjadi produk ekspor. Pada waktu itu strategi Presiden Park Jung-Hee adalah dengan mengikutsertakan para chaebol(konglomerat) dalam pembangunan. Presiden Park Jung-Hee melakukan kerjasama yang efektif dengan para chaebol sebagai agen sponsor pembangunan. Memasuki era industri dengan teknologi yang lebih kompleks, pembangunan infrastruktur menjadi objek penting pada kebijakan ekonomi. Program pertama dari Pembanguna Lahan Nasional dimulai pada tahun 1972. Target utama dari kebijakan pembangunan lahan ini berfokus pada konstruksi kompleks industri dan jaringan transportasi dan pembangunan di wilayah pinggiran. Kemudian pada tahun 1981 pemerintah Korea Selatan membangun Perusahaan Listrik dan Telekomunikasi Korea untuk menyediakan fasilitas telekomunikasi bagi industrialisasi yang ada. Pada periode ini banyak jalan-jalan layang (overpass) mulai dibangun. Fasilitas telekomunikasi juga menyebar dengan cepat untuk mendukung aktivitas yang produktif (Kim, 2006). Fase Tabel 1.1 Tingkat Pertumbuhan dari GDP Per Kapita, Investasi dan Permintaan Infrastruktur (%) Permintaan Infrastruktur GDP per Tingkat investasi Pembangunan kapita bruto dari GDP Transportasi Listrik Komunikasi 1954-1961 1,2 11,2 7,6 11,5 23,5 1962-1971 6 19,9 14,5 22,4 17,9 1972-1989 6,5 29,7 6,1 13,3 17,8 1990-2001 5,1 33,6 7,6 9,5 4,9 Jumlah 5,2 22,9 8,8 15,5 19 Sumber: Byoungki KIM (2006) 2 Setelah memasuki era industrialisasi besar-besaran dan pertumbuhan ekonomi selama beberapa dekade terakhir, Korea Selatan mendapat kesempatan untuk menunjukkan diri di tingkat global. Pada tahun 1988 Korea Selatan menjadi tuan rumah Olympic Games. Pada masa ini banyak infrastruktur besar terutama infrastruktur olahraga dibangun. Namun setelah olimpiade berakhir, fungsi infrastruktur-infrastruktur ini menjadi tidak lagi optimal. Pengaruh yang diberikan acara besar ini bagi perkembangan Seoul maupun Korea Selatan tidak signifikan. Namun acara ini berhasil menjadi ajang bagi Korea Selatan untuk memamerkan wajahnya di tingkat internasional. Pada tahun 2002 Korea Selatan bersama Jepang menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA. Acara ini menjadi titik balik krusial bagi Korea Selatan. Acara ini meningkatkan citra Korea Selatan dan memberikan kesempatan bagi negara ini untuk unjuk diri pada standar global di bidang politik, diplomasi, ekonomi, sosial dan budaya. Keuntungan Ekonomi dari Piala Dunia bahkan lebih menjanjikan. Industri-industri canggih dari sektor TIK, budaya, pariwisata dan olahraga dinaikkan ke level yang lebih tinggi dan akan meningkatkan daya saing industri lokal secara keseluruhan (Seoul Development Institute, 2004). Selama beberapa dekade perkembangan Kota Seoul mulai dari paska Perang Dingin hingga menjadi tuan rumah mega event Piala Dunia tahun 2002, Kota Seoul mengalami perkembangan perekonomian yang cukup signifikan. Perkembangan perekonomian Seoul yang pesat terutama di bidang industri memicu timbulnya berbagai masalah perkotaan seperti kemacetan, emisi karbondioksida yang tinggi, kurangnya ruang terbuka publik, volume kendaraan yang berlebihan dan sebagainya. Pada tahun 2004 Pemerintah Seoul mengusung sebuah konsep pengembangan kota berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mengatasi berbagai permasalahan kota tersebut yaitu ubiquitous city. Ubiquitous city di Seoul menjadi sebuah konsep pembangunan dimana pemerintah menyediakan berbagai layanan publik melalui infrastruktur TIK (infrastruktur ubiquitous) yang diintegrasikan dengan berbagai infrastruktur fisik perkotaan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi bagi masyarakat. 3 Berbagai infrastruktur dengan teknologi mutakhir dalam penerapan konsep ubiquitous city ini berhasil mengatasi beberapa permasalahan perkotaan yang ada namun masyarakat merasa bahwa dalam penerapannya, berbagai infrastruktur yang telah dibangun pada konsep ini hanya memenuhi layanan-layanan pemerintah untuk masyarakat terutama layanan administrasi namun pemanfaatan infrastruktur TIK pada berbagai infrastruktur perkotaan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat pada kehidupan sehari-hari (tidak citizen-friendly) dan tidak mencerminkan bagaimana dalam kehidupan sehari hari masyarakat berinteraksi di dalam ruang perkotaan. Dengan munculnya persepsi masyarakat ini juga mulai berkembang teknologi smartphone dimana sebuah perangkat dapat mengakses berbagai layanan dengan menggunakan berbagai macam aplikasi dalam satu perangkat smartphone tersebut. Pemerintah Seoul memutuskan untuk meningkatkan konsep pembangunan kota ini ke tingkat selanjutnya yaitu konsep smart city. Pada konsep smart city peran masyarakat semakin ditingkatkan. Layanan yang tadinya bergantung kepada operator menjadi layanan yang dapat diakses dan dioperasikan dengan mudah oleh pengguna akhir. Pada konsep smart city di Seoul bukan hanya teknologinya yang cerdas tetapi masyarakatnya juga menjadi pengguna layanan yang cerdas dalam sebuah sistem perkotaan yang cerdas. Berbagai kota di dunia menerapkan konsep smart city maupun konsekonsep lain yang melibatkan TIK untuk mengatasi berbagai permasalahan keruangannya. Perkembangan Seoul dalam menerapkan TIK pada konsep pembangunan perkotaannya yang diawali dengan konsep ubiquitous city kemudian menjadi smart city inilah yang membuat kasus ini unik dan menarik untuk diteliti. 1.2 Pertanyaan Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Seperti apa garis besar perkembangan Seoul menuju smart city ? 4 2. Bagaimana Seoul menerapkan konsep ubiquitos city? 3. Bagaimana Seoul menerapkan konsep smart city setelah menerapkan konsep ubiquitous city? 4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan konsep dari ubiquiotus city ke smart city di Seoul? 5. Apa dampak keruangan dari penerapan ubiquitous city dan smart city tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menggambarkan garis besar perkembangan Seoul menuju smart city 2. Mendeskripsikan penerapan konsep ubiquitous city di Seoul 3. Mendeskripsikan penerapan konsep smart city setelah penerapan ubiquitous city di Seoul 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari ubiquitous city ke smart city di Seoul 5. Mengidentifikasi dampak keruangan dari penerapan ubiquitous city dan smart city tersebut 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sebagai bahan acuan model pembangunan berbasis TIK bagi perencanaan di Indonesia 5 2. Tambahan literatur dan informasi ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang perencanaan berbasis TIK bagi studi Perencanaan Wilayah dan Kota 1.5 Batasan Penelitian Karena keterbatasan waktu dan data yang tersedia untuk penelitian ini maka penulis membuat batasan-batasan dalam pengerjaan penelitian ini. 1. Batasan Waktu Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2003 dimana konsep u-city mulai diterapkan di Seoul hingga saat ini. Data mengenai kegiatan sebelum tahun 2003 digunakan sebagai latar belakang. 2. Batasan Analisis Analisis akan dibatasi pada eksplorasi kegiatan-kegiatan dari penerapan konsep u-city dan smart city di Seoul dan analisis faktor yang mempengaruhinya serta implikasinya terhadap kondisi keruangan Seoul 3. Batasan Wilayah Penelitian ini dibatasi pada wilayah Kota Seoul namun terdapat juga beberapa data dan analisis menyangkut Korea Selatan sebagai pengantar. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ubiquitous city dan smart city di Seoul telah ada sebelumnya. Adapun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan ubiquitous city dan smart city di Seoul adalah sebagai berikut: 1. Nama : Dr Hee Sun Choi - Comer Bulan-Tahun : 2012 6 Judul : Public Place in The Advanced Hi-technology Infrastructure of the City: Lessons from Seoul Penelitian ini juga berlokasi di Kota Seoul namun penelitian ini berfokus pada ruang terbuka yang ada di Seoul bukan konsep u-city di Seoul secara keseluruhan. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana individu dan masyarakat menggunakan TIK pada ruang terbuka publik dan efeknya pada identitas sosial dan budaya masyarakat. 2. Nama : Yulia Pratiwi dan Ogi Dani Sakarov Bulan-Tahun : 2014 Judul : Perbedaan Implementasi Smart City di Negara Berkembang dan Negara Maju (Kasus: Indonesia dan Korea Selatan) Di dalam penelitian ini penulis menganalisis bagaimana penerapan smart city di Kota Seoul, Korea Selatan sebagai negara maju untuk dibandingkan dengan smart city yang sudah diterapkan di Indonesia sebagai negara berkembang. Penelitian ini menggunakan metode studi komparasi yang bersifat kualitatif. 3. Nama : Sang Ho Lee dkk Bulan-Tahun : 2008 Judul : Toward Ubiquitous City: Concept, Planning and Experieneces in the Republic of Korea Pada penelitian ini penulis menganalisis bagaimana Republik Korea mengembangkan strategi nasional pembangunan berbasis ilmu pengetahuan melalui Cyber Korea, E-Korea dan U-Korea. Penelitian ini tidak membahas Kota Seoul secara khusus. Penelitian ini berfokus pada pemaparan konsep-konsep u-city yang diterapkan pada perencanaan kota 7 berbasis TIK kemudian melihat bagaimana Republik Korea mengaplikasikannya. 1.7 Sistematika Penulisan 1. Bab 1 yaitu Pendahuluan. Pendahuluan berisi uraian mengenai latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab 2 yaitu Tinjauan Pustaka. Bab ini memuat tinjauan pustaka dan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian. Tinjauan pustaka berisikan kajian pustaka dari buku-buku, jurnal ilmiah, maupun sumber-sumber lain yang mendukung penelitian ini. 3. Bab 3 yaitu Metode Penelitian. Bab ini terdiri dari uraian yang menjelaskan pendekatan penelitian, unit amatan dan unit analisis, instrumentasi penelitian, cara dan langkah pengumpulan data, metode analisis data, dan tahapan penelitian. 4. Bab 4 yaitu Gambaran Wilayah Penelitian. Bab ini menjelaskan secara umum gambaran wilayah Korea Selatan dan secara lebih spesifik gambaran Kota Seoul. 5. Bab 5 yaitu Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasan dari data yang telah diperoleh dan diolah oleh peneliti. Dan pemaparan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penelitian ini. 6. Bab 6 yaitu Penutup. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian serta saran bagi pemerintah dan akademisi. 8