3 B. Saran ......................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi. Dalam perkembangannya tersedianya dana dan sumber dana merupakan faktor yang paling dominan sebagai motor penggerak kegiatan usaha. Setiap organisasi ekonomi dalam bentuk apapun dan dalam skala apapun selalu membutuhkan dana yang cukup agar laju kegiatan usahanya dapat berjalan sesuai perencanaan. Kebutuhan dana tersebut adakalanya dapat dipenuhi sendiri (secara internal) sesuai dengan kemampuan tetapi adakalanya pula tidak dapat dipenuhi sendiri. Untuk itu dibutuhkan bantuan dari pihak lain yang bersedia menyediakan dana (secara eksternal) sesuai dengan tingkat kebutuhan dengan cara meminjam kepada pihak lain atau dengan kata lain “berutang.” Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku usaha yang masih “solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”. 1 Pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau dengan kata lain berada dalam keadaan berhenti membayar dapat saja menjadi cikal bakal munculnya kepailitan. 1 Maria Regina Fika. “Penyelesaian Utang Debitor Terhadap Kreditor Melalui Kepailitan” Tesis (Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.2007), hlm 2. 5 Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan dan usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditur. Kepailitan akan membawa dampak yang besar dan penting terhadap perekonomian suatu negara yang dapat mengancam kerugian perekonomian negara yang bersangkutan. Kerugian tersebut ditimbulkan akibat banyaknya perusahaan-perusahaan yang menghadapi ancaman kesulitan membayar utangutangnya terhadap para krediturnya. Untuk menghindari terjadinya penetapan kepailitan oleh pengadilan dengan suatu keputusan hakim yang tetap, maka akan di lakukan suatu upaya hukum yang dapat menyeimbangi keberadaan dan fungsi hukum kepailitan itu sendiri, yaitu dengan dilakukannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU). PKPU dapat diajukan oleh debitur maupun kreditur yang memiliki itikad baik, dimana permohonan pengajuan PKPU harus diajukan sebelum diucapkannya putusan pernyataan 6 pailit. 2 PKPU adalah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utangnya kepada kreditur. PKPU akan membawa akibat hukum terhadap segala kekayaan debitur, dimana selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya, dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan. Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UUK dan PKPU), debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utangutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan caracara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut. 3 2 Hartini Rahayu. Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Malang: UPT Percetakan Uiversitas Muhammadiyah, 2008), hlm.221. 3 Munir Fuady. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 15 7 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sesungguhnya merupakan bentuk perlindungan terhadap debitur yang masih beritikad baik untuk membayar utang-utangnya kepada seluruh krediturnya. PKPU diatur dalam Pasal 222 s/d Pasal 294 UUK dan PKPU. Dalam Pasal 222 ayat (1) disebutkan bahwa PKPU ini dapat diajukan oleh: 1. Debitur. Debitur tidak yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditur yang dapat, atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat mengajukan permohonan PKPU, dengan maksud untuk mengajukan Rencana Perdamaian, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruhnya kepada kreditur. 2. Kreditur: Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tersebut tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon ke Pengadilan Niaga, agar kepada debitur diberi PKPU, untuk memungkinkan si debitur mengajukan Rencana Perdamaiannya kepada mereka, yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya kepada para kreditur. 3. Pengecualian, terhadap debitur Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penyelesaian, Perusahaan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan 8 Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam hukum kepailitan kreditur diklasifikasikan dalam beberapa jenis. Penggolongan ini didasarkan kepada hak yang diberikan oleh undang-undang. Adapun penggolongan yang dimaksud adalah: A. Kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi secara proporsional dari penjualan harta debitur. Dengan kata lain untuk jenis kreditur ini kedudukannya sama. B. Kreditur preferen, kreditur yang didahulukan dari kreditur lainnya untuk pelunasan utang debitur karena kreditur jenis ini mendapat hak istimewa yang diberikan oleh undang-undang C. Kreditur separatis, kreditur pemegang hak jaminan kebendaan. Yang diberikan hak untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya untuk memperoleh hasil penjualan untuk melunasi piutangnya mendahului kreditur lainnya. Dari penjabaran diatas bisa dilihat bahwa ada hal kekhususan yang diberikan kepada kreditur separatis atas hak jaminan kebendaan yang dimiliki debitur , dan kreditur separatis didahulukan dalam hal pelunasan piutang mendahului kreditur lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus-PKPU/2014) 9 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh debitur? 2. Bagaimanakah Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesaian sengketa Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)? 3. Bagaimanakah penetapan Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU) tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis ? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui upaya Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU) 2. Untuk mengetahui Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesaian sengketa Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU) 3. Untuk mengetahui penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur Separatis menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis. Digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum perdata, khususnya dibidang hukum Kepailitan yang terkait dengan . 10 2. Manfaat praktis. Memberikan masukan yang sangat berharga bagi berbagai pihak baik, akademisi, praktisi hukum dan pihak-pihak terkait dengan penyelesaian utang. D. Keaslian Penulisan Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait dengan Adanya Kreditur Separatis Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya. E. Tinjauan Kepustakaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady PKPU ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditur dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian 11 (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian PKPU merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium. 4 Permohonan PKPU dapat diajukan oleh kreditur maupun debitur kepada Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU dapat diajukan sebelum ada permohonan pailit yang diajukan oleh debitur maupun kreditur atau dapat juga diajukan setelah adanya permohonan pailit asal diajukan paling lambat pada saat sidang pertama pemeriksaan permohonan pernyataan pailit. Namun jika permohonan pailit dan PKPU diajukan pada saat yang bersamaan maka permohonan PKPU yang akan diperiksa terlebih dahulu. Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan utama bagi si debitur, dimana si debitur sebagai orang yang paling mengetahui keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari kemungkinankemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap sekalian krediturnya. Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk menyusun suatu strategi baru bagi si debitur menjadi sangat penting. Namun karena faktor kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitur terpaksa membuat suatu konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak 4 Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 82 12 kreditur, dengan demikian si debitur masih dapat nantinya, tentu saja jika perdamaian ini disetujui oleh para kreditur untuk meneruskan berjalannya perusahaan si debitur tersebut. Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah dapat tercapainya perdamaian antara debitur dan seluruh kreditur dari rencarta perdamaian yang diajukan/ditawarkan si debitur tersebut. Bentuk PKPU ada dua yaitu PKPU sementara dan PKPU tetap. Yang dimaksud dengan PKPU sementara adalah putusan Pengadilan Niaga terhadap surat permohonan pengajuan PKPU yang diputuskan setelah diajukannya surat permohonan baik oleh debitur maupun kreditur. Dalam hal pengajuan dilakukan oleh debitur paling lambat PKPU sementara diputuskan adalah 3 (tiga) hari , dan dalam hal diajukan oleh kreditur adalah paling lambat 20 (dua puluh) hari masingmasing terhitung sejak tanggal dan hari diajukannya permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga. Hal tersebut diatur dalam Pasal 225 UUK dan PKPU. Setelah adanya PKPU sementara maka rapat permusyawaratan hakim untuk memutuskan PKPU tetap oleh Pengadilan Niaga dilaksanakan dan waktu yang diberikan tidak boleh lewat dari 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak diputuskannya PKPU sementara. Jangka waktu PKPU secara tetap tidak melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari terhitung sejak PKPU sementara diucapkan. Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu 13 siding tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus (Pasal 226 UUK dan PKPU). Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan: a. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut (Pasal 229 UUK dan PKPU). Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada dasarnya, hanya berlaku/ditujukan pada para kreditur konkuren saja. Walaupun pada Undangundang UUK dan PKPU Pasal 222 ayat (2) tidak disebut lagi perihal kreditur konkuren sebagaimana halnya Undang-undang No. 4 Tahun 1998 pada Pasal 212 jelas menyebutkan bahwa debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren. 14 Pengadilan Niaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 adalah Pengadilan dalam Lingkungan Badan Peradilan Umum. Jadi bukan merupakan badan peradilan yang berdiri sendiri. 5 Pengadilan Niaga memiliki kewenangan untuk menangani masalah-masalah yang yang khusus tentang kepailitan dan PKPU. Tugas lembaga ini pada saat sekarang hanyalah memeriksa dan memutus permohonan kepailitan dan PKPU pada pengadilan tingkat pertama dengan majelis hakim. Dalam perkembangannya Pengadilan Niaga telah dibentuk dibeberapa kota besar lainnya selain Jakarta seperti Medan, Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang. Kompetensi Pengadilan Niaga termasuk kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif merupakan kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Niaga. Penyelesaian perkara di pengadilan niaga ditetapkan dengan cepat (yakni ditentukan jangka waktunya), sedangkan penyelesaian sengketa di pengadilan negeri sama sekali tidak ditentukan jangka waktunya. Sifat penyelesaian sengketa pada pengadilan niaga ditetapkan harus efektif. Maksudnya, putusan perkara permohonan kepailitan bersifat serta merta. Artinya, putusan pengadilan niaga dapat dilaksanakan terlebih dahulu meski terhadap putusan tersebut dilakukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan kembali. F. Metode Penelitian 5 Sudargo Gautama. Op.cit. hlm.13. 15 Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang peneliti gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan oprasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan sampel. 6 Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah : 1. Spesifikasi penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. 7 Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan. 8 Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. 9 Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian 6 Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105. Ibid.. 8 Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994), hlm. 9. 9 Ibid., hlm 105. 7 16 dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 10 2. Data penelitian Data penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu: A. Bahan hukum primer, yaitu: Undang-undang Dasar 1945, UUK dan PKPU Tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) B. Data penelitian sekunder, yakni bahan-bahan yang meberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku, karya ilmiah, atau hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. C. Data penelitian tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia. 11 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian Kepustakaan (Library Research) studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis 10 11 Ibid., hlm 225. Ibid., hlm 224 17 lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari, dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian. 12 4. Analisis data Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang didapat. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum. 13 Bahan hukum yang dianalisi secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud. G. Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan skripsi ini oleh penulis dimaksudkan untuk memberikan perincian secara garis besar isi dari skripsi ini. Dalam penyusunannya skripsi ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan susunan sebagai berikut: 12 13 Ibid., hlm 225 Ibid., hlm 225 18 BAB I PENDAHULUAN Bab ini diuraikan mengenai latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR Bab ini menguraikan mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), syarat dan prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU yang diajukan debitur, akibat hukum dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta berlaku Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) BAB III PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) Bab ini menguraikan kedudukan Pengadilan Niaga dalam sistem peradilan di Indonesia, bentuk sengketa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang menjadi ranah Pengadilan Niaga dan Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) BAB IV PENETAPAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TETAP OLEH PENGADILAN NIAGA TERKAIT 19 ADANYA KREDITUR SEPARATIS MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 Bab ini menguraikan syarat penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara ke Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tetap dan Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis serta akibat hukum putusan nomor 134 K/Pdt.Sus/PKPU/2014 terhadap kedudukan kreditur separatis dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Memuat uraian tentang kesimpulan dan saran berdasarkan pembahasan dari permasalahan yang ada dan alternatif pemecahan masalah.