BAB III ANALISIS A. Pandangan Umum GSBI Terhadap Sistem Outsourcing/Sistem Kerja Kontrak Kebijakan sistem outsourcing telah menjadi peraturan yang sah untuk dua pihak yang saling berkaitan yaitu antara pihak pekerja/buruh dan pihak perusahaan. Peraturan sistem outsourcing atau sistem kontrak sudah diatur di dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003yang secara sah prakteknya adalah bersifat legal. Akan tetapi, sistem kontrak ini banyak mengundang pertanyaan dan keluhan dari salah satupihak yaitu pihak buruh sendiri yang merasa sangat dirugikan dari berbagai bidang. Sistem kontrak ini memberi tidak adanya kepastian kerja, buruh dengan status kontrak dengan perjanjian kerja waktu tertertu (PKWT) tidak lagi mendapatkan hak atas uang pesangaon, uamh penghargaan serta uang ganti rugi jika di PHK. Dalam teori yang di kemukakan oleh Maurice F Greave bahwa ada beberapa kerugian yang ditimbulkan dari sistem outsourcing terutama kepada pihak buruh sendiri. Kerugian yang pertama adalah suatu keberlanjutan mendapatkan pekerjaan yang tidak pasti. Disini perusahaan hanya mampu menampung para pekerja yang mengikatkan diri pada perusahaan outsourcing mereka, namun tidak serta merta langsung dijadikan pekerja tetap dari perusahaan pemberi kerja. Dapat dikatakan bahwa mereka bekerja ketika ada pesanan pekerjaan. 57 57 Prin Mahadi, ‘outsorcing’: Komoditas Politikkah? Ketua II Asosiasi Pengusaha Alih-Laksana Indonesia (APALINDO) Semarang. Universitas Sumatera Utara Yang kedua adalah dengan sistem kontrak akan menyulitkan mereka dalam menetukan masa depan. Sistem kontrak akan berjalan sesuai dengan tanggal berlaku atau masa berlaku sesuai yang diperjanjikan awal. Maka dari itu kontrak tidak memberikan jaminan bagi kehidupan pekerja outsourcing dimasa datang. 58 Yang ketiga bahwa di dalam buruh outsourcing tidak akan dapat mendirikan serikat buruh karena semua buruh outsourcing harus patuh kepada perusahaan penyedia jasa dan perusahaan pemberi kerja. Ketika pihak pekerja mendapatkan masalah dalam pekerjaan maka harus diselesaikan dengan campur tangan pihak perusahaan yang memungkinkan adanya kepentinga perusahaan dimasukan dalam proses pengaambilan solusi dari masalah tersebut. 59 Di dunia nyatatanya memang telah terjadi kesewenangan perusahaan dalam memperlakukan buruh outsourcing dengan tidak memberi upah yang layak. Selain itu buruh juga tidak mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja baik itu Jaminan Pemeliharaan Pesehatan (JPK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), maupun Jaminan Kematian (JK). Seperti dalam wawancara dengan bung Budi Pratono sebagai Ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia Medan, beliau mengungkapkan demikian : “...Sistem outsourcing ini tidaklah pantas untuk perburuhan dikarenakan ini adalah suatu perbudakan modern, karena didalam outsorcing tidak ada jaminan kalau buruh dapat memenuhi standar kehidupannya. Sebagai contoh kecilnya adalah masalah Tunjangan Hari Raya yang dilakukan perusahaan semena-mena dan masalah Pemutusan 58 59 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara Hubungan Keja (PHK) yang mana tidak ada uang pesangaon yang diberikah perusahaan...” 60 Sistem kerja kontrak/outsourcing sebenarnya di latar belakangi oleh keinginan dan kepentingan imperialis agar dapat menciptakan tenaga kerja murah dan fleksibel, sebagai jawaban atas kiris yang dialaminya. Hal ini sudah menjadi tren di dunia bahwa pasar tenaga kerja yang fleksibel di terapkan hampir di seluruh negara-negara di dunia. Sistem ini mungkin saja cocok untuk di terapakan di negara maju, dimana buruh sudah memiliki posisi tawar yang tinggi dihadapan pengusaha sehingga dapat meningkatkan upah buruh sendiri. Namun, sistem ini masih sangat tidak relevan dijalankan di indonesia, sebab indonesia adalah negara yang masih berkembang dengan angka penganguran yang cukup tinggi, akibat dari industri yang masih tertinggal. Kondisi seperti ini menjadikan posisi kaum buruh sangat lemah dan tak memiliki posisi tawar di hadapan para pengusaha, motif di terapkannya sistem kerja kontrak ini sesunguhnya adalah merupakan bagian dari skema politik upah murah yang masih dipertahankan oleh pemerintah dan merupakan bagian nyata dari bentuk perampasan upah yang dipertahankan oleh negara. Lebih jauh lagi,hal ini adalah suatu kebuasan dan kerakusan imperialis agar mendapatkan tenaga kerja yang murah serta sumber bahan baku dan kekayaan alam yang melimpah dan murah. Seperti yang dikatakan bung M.Faisal Nasution sebagai sekretaris PTP.DAMAI ABADI GSBI. Beliau menugungkapkan demikian : 60 Wawancara dengan Budi Pranoto (Ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia,Medan) Medan, 15 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara “...Dalam sistem kontrak ini sejujurnya ini merupakan perampasan upah yang dilakukan pihak perusahaan terhadap buruh. Kita lihat saja para pekerja kontrak ini jika ada lebaran mereka tidak seceria pekerja tetap karena tidak akan mendapatkan uang THR dan parahnya lagi mereka dijadikan korban dari uang pesangon yang tidak jelas. Pemerintah ini kemungkinan ada mengambil suatu keuntungan dari sistem outsourcing ini, karena kita lihat di pemerintahan ini banyak yang berlatarbelakang pengusaha atau mempunyai perusahaan-perusahaan besar. Hal ini jelas kepentingan mereka ini diterapkan tetapi dengan dibungkus dengan undang-undang ketenagakerjaan...”61 Gabungan Serikat Buruh Indonesia sebagai serikat buruh yang seharusnya menjadi perahu bagi kaum buruh dalam menuntut hak-hak dan kewajiban mereka sangat tidak menginginkan sistem kerja kontrak/outsourcing ini terus diterapkan di indonesia. Masalah-masalah kaum buruh ini adalah masalah kesehjateraan mereka yang tidak dipertimbangka oleh perusahaan yang dimana pemerintah juga ikut tidak memperhatikannya dengan di keluarkannya Undang-undang Ketenagakerjaan. Durasi dari kepahitan yang diterima kaum buruh outsourcing sudah sangat lama karena sistem kerja kontrak yang tidak memasukan kepastian buruh kontrak dalam hal pekerjaan. Sebelum diterapkannya Undang-undang ketenagakerjaan pada tahun 2013, kaum buruh outsourcing sudah mengalami ketidakpastian pekerjaan dan ketidakpastian kesejateraan mereka. Sistem kerja kontrak masih dapat dikatakan sebagai hal yang ilegal karena belum diatur oleh pemerintah., namun setelah Undang-undang ketenagakerjaan tahun 2013 dikeluarkan, bahwa harapan kaum buruh bisa mendapatkan yang 61 Wawancara dengan M.Faisal Nasution (Sekretais PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan, 15 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara mereka ingkinkan dengan diberinya kejelasan pekerjaan mereka hingga biayabiaya yang harus diberikan pengusaha kepada buruh kontrak selama bekerja di suatu perusahaan. Tetapi Undang-undang yang dikeluakan oleh pemerintah ini malah melegalkan sistem kerja kontrak yang semakin menguntungkan perusahaan namun sangat merugikan kaum buruh kontrak. Perusahaan jadi memiliki alasan hukum yang kuat untuk selalu memberi upah yang sangat murah kepada buruh kontrak dan ditambah tidak adanya kepastian apapun dari perusahaan dalam hal kesehjateraan mereka. Bentuk penindasan terhadap buruh kontrak sudah menjadi hal yang sering dijumpai di dalam permasalahan-permasalahan perburuhan di Indonesia. Hal demikian terjadi akibat dari terikatnya buruh kontrak dengan perusahaan dengan yang namanya Undang-undang Ketenagakerjaan. Kaum buruh sendiri sangat menginginkannya dihapuskan sistem kerja kontrak karena hal ini hanya menguntungkan satu pihak namun merugikan banyak pihak yaitu semua kaum buruh kontrak. Perusahaan mendapatkan keuntungan dengan memberi harga murah terhadap pekerjaanyang dilakukan buruh kontrak dan secara tidak langsung perusahaan dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan. Seperti dalam wawancara dengan Eben sebagai Ketua Umum GSBI Medan. Beiau mengatakan demikian : “...kalau di indonesia sendiri kan sistem outsourcing ini lebih dikenal sebagai sistem kerja kontrak. Ya kalau kita punya keahlian seperti Universitas Sumatera Utara bung lah seorang lawyer, itu kan tidak merugikan bung sendiri. Tapi kalau pekerjaan yang sifatnya sederhana dan tidak punya keahlian ya sangat merugikan...”62 Sebuah eksploitasi terhadap kaum buruh akan membuat semakin sengsaranya kehidupan buruh kontrak yang nantinya tidak akan memiliki harapan untuk kehidupan di masa tua mereka. Kaum buruh kontrak jugaharus memukirkan kehidupan keluarganya terutama kepada anak-anak yang mana semua itu mereka bisa lakukan dengan penghasilan dari mereka bekerja sebagai buruh kontrak di perusahaan. Upah murah yang diberikan perusahaan tidak akan mencukupi kehidupan buruh kontrak dan keluarganya, sehingga kesehjateraan merekapu tidak akan dapat dicapai dengan upah yang rendah tersebut. Kaum buruh seluruhnya sangat menolak penerapan sistem kerja kontrak, hal ini terlihat dengan dibentuknya serikat buruh diseluruh indonesia terutama di perusahaan-perusahaan. Gabungan Serikat Buruh Indonesia sebagai salah satu serikat buruh di indonesia juga memiliki kewajiaban untuk selalu menolak sistem outsourcingdikarenakan tidak mengharapkan kaum kapitalis terus menerus mengekspolitasi sumber daya yang dimiliki buruh dan setelah perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar kemudian kaum buruh dibuang tanpa diberi apa-apa untuk melanjutkan kehidupan mereka di masa tua nanti. Gabungan Serikat Buruh Indonesia tidak ingin masa lalu dimana kapitalis berkuasa dengan sewenang-wenangnya dan juga dapat mempengaruhi setiap kebijakan yang 62 Wawancara dengan Eben (Ketua Umum GSBI Medan) Medan, 18 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara dikeluarkan pemerintah dimana kebijakan ini hanya melihat keuntunga yang akan didapatkan oleh pengusaha atau perusahaan. B. Bentuk Resistensi GSBI Dalam Sistem Outsourcing Masalah yang sering terjadi pada kaum buruhdi era reformasi ini adalah seperti perlawanan buruh hingga protes kepada pemilik perusahaan banyak bermunculan karena buruh merasa di perlakukan tidak layak. Pada umumnya perlawanan itu bertujuan untuk memperbaiki nasib kaum buruh dengan menuntut hak-hak mereka sebagai pekerja yang harus diberi perusahaan dengan adil. Secara garis besar tuntutan mereka adalah dalam hal upah yang layak, kepastian pekerjaan hingga jaminan hari tua mereka. Namun, ada masalah yang baru muncul yaitu penolakan buruh terhadap sistem kerja kontrak/outsourcing. Pada dasarnya sistem outsourcing ini tidak secara langsung dituliskan di dalam Undang-undang no 13 Tahun 2013, hanya saja istilah ini di ambil dari sistem kerja kontrak atau pemborongan yang mana buruh kontrak bekerja di perusahaan yang meminta jasa mereka namun dengan banyak permasalahan yang ada seperti tidak adanya ikatan buruh kontrak dengan perusahaan jika terjadi suatu kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini membuat kaum buruh yang tergabung dalam serikat buruh di perusahaan seperti Gabungan Serikat Buruh Indonesia melakukan banyak penolakan untuk dihapuskannya sistem Outsourcing.Dalam penolakan GSBI ini, banyak yang sudah dilakukan untuk Universitas Sumatera Utara mengingatkan kepada perusahaan agar tidak memakai sistem kerja kontrak ini. Seperti dalam wawancara dengan bung Budi Pranoto sebagai ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Beliau mengatakan demikian : “...Kalau hal untuk meolak sistem outsourcing ini, GSBI sudah dari awal menolaknya hal ini terbukti di dalam program kerja GSBI dituliskan untuk menolak diterapkannya kerja kontrak tersebut. Namun, ada 5 hal yang memang bisa dikontrakan ya seperti cleaning service, supir, security sama satu lagi catering. Kalau ini kita tidak mungkin mengangkangi perusahaan untuk tidak memakai buruh kontrak kerena kan ini tidak langsung berkaitan dengan produksi jadi boleh-boleh saja...”63 Dari wawancara ini bentuk perlawanan atas penolakan GSBI telah ada sejak berdirinya serikat buruh tersebut. Hal ini terbukti telah diaturnya di dalam program perjuangan lapangan GSBI di bidang politik pada butir keenam yang menyatakan menuntut kepastian kerja dan menolak serta menuntut dihapuskannya system kerja kontrak jangka pendek (PKWT) dan outsourcing. 64 Sebagai serikat buruh yang sudah sah di Kemetrian Ketenagakerjaan, Gabunga Serikat Buruh Indonesia tidak hanya terpaku dalam tulisan di kertas yang menyatakan perlawanan terhadap sistem outsourcing. Namun, aksi yang nyata di lapangan juga harus dilakaukan agar tamapk bahwa GSBI benar-banar melakukan penolakan. Dalam wawancara dengan bung Eben sebagai Tim Advokasi GSBI,beliau mengatakan demikian : “...Kita kemaren itu seiring berjalannya waktu kita juga dalam memperjuangkannya ya kita ajak dulu dengan sistem komunukasi yang 63 Wawancara dengan Budi Pranoto (ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan, pada 15 Mei 2017. 64 Dikutip dari program perjuangan di lapangan politik GSBI. Universitas Sumatera Utara baik, namun setelah adanya delegasi yang masuk untuk membicarakan masalah ini toh juga pihak perusahaan tidak menghiraukan, nah ini kita adakan perlawanan seperti berdemo hingga mogok kerja. Nah disini piahak perusahaan harus berpikir karena yang dipekerjakan itu memang layak dijadiakan buruh tetap atau karyawan tetap di PT.DAMAI ABADI...”65 Perlawanan kaum buruh terhadap perusahaan dalam permasalahan sistem kerja kontrakdilakuakan dengan aksi mogok kerja yang ditujukan agar perusahaan memikirkan kembali memakai sistem kerjakontrak dan menjadikan buruh kontrak menjadi buruh tetap atau permanen. Sebagai pihak yang menentang sistem outsourcing ini, GSBI merasa bahwa harus melakukan aksi-aksi yang dapat membuat pihak perusahaan berpikir ulang untuk menerapkan sistem outsourcing. Beberapa aksi seperti demonstrasi hingga mogok kerja adalah bentuk dari resistensi pihak buruh sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh James Scoot tentang bentuk-bentuk dari resitensi adalah salah satunya resistensi terbuka yang merupakan bentuk resistensi yang terorganisasi, sistematis dan berprinsip. Manifestasi yang digunakan dalam resistensi adalah cara-cara kekerasan (violent) seperti pemberontakan. Dalam melakukan aksi demonstrasi dan mogok kerja dapat dipastikan adanya pihakpihak yang mengatur semuanya dengan sistematis dan mengorganisasikan setiap demonstrasi agar sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mrngingatkan kepada perusahaan bahwa sistem outsourcing merugikan kaum buruh. 65 Wawancara dengan bung Eben (Ketua Umum Advokasi GSBI) Medan, 18 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara Aksi-aksi penolakan GSBI dilapangan sudah dilakukan dengan alasan adanya kerugian yang ditimbulkan sitem kontrak ini dan adanya keinginan perusahaan untuk memanfaatkan buruh murah agar mendapatkan keuntungan yang banyak. Dalam wawancara dengan bung M.Faisal Nasution ( Sekretaris PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) beliau mengatakan demikian : “...Kalau kita dan perusahaan tidak mendapatkan kata sepakat, kami ujung-ujungnya ya melakukan aksi. Pokoknya kitaharus ikuti dulu jalurnya, kan gak mungkin gitu ada masalah langsung aksi. Pertama kita jumpai personalianya, kita omongkan. Tapi nampaknya belum pernah sekalipun kita bicara atau komunikasi langsung bisa deal...”66 Pergerakan-pergerakan atas perlakuan sistem kerja kontrak yang diterima para kaum buruh kontrak seperti melakukan mogok kerja hingga adanya demonstrasi terhadap pihak perusahaan menjadaikan resistensi ini dapat di kategorikan ke dalam bentuk resistensi semi terbuka. Resistensi semi terbuka yang dimaksud oleh James Scoot adalah seperti protes sosial dan demontrasi mengajukan klaim kepada pihak yang berwenang. Bentuk resistensi ini diwujudkan untuk menghindari kerugian yang lebih besar yang dapat menimpa dirinya. 67 Dalam melakukan perlawanan oleh GSBI terhadap pihak perusahaan untuk menuntuk penghapusan sistem kerja kontrak/outsourcing, cara yang dilakukan oleh GSBI cukup baik dengan selalu mengikuti aturan yang ada dengan 66 Wawancara dengan M.Faisal Nasution (Sekretaris PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan, 15 Mei 2017. 67 Bayu Febrianto, Faktor Resistensi Buruh Terhadap Sistem outsourcing, Jurnal Program Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang. Universitas Sumatera Utara duduk bersama pihak perusahaan membahas semua kemungkinan yang bisa terjadi. Ketika usaha yang dilakukan oleh pihak GSBI untuk membujuk pihak perusahaan agar tidak menerapkan sistem kerja konrak ini, maka dilakukan langkah selanjutnya dengan cara bersama-sama dalam suatu demonstrasi. Sebauh aksi demonstrasi adalah suatu yang cukup wajar dikarenakan belum tercapainya harapan dari pihak yang merasa dirugikan dalam hal ini adalah pihak buruh di dalam serikat GSBI. Seperti wawancara dengan bung Budi Pranoto sebagai Ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Indonesia, beliau mengatakan demikian : “...Ya kita sebagai pengurus harian init tidak bosan-bosanlah untuk mengajak para anggota itu supaya mengadakan pendidikan dasar tentang apa itu buruh dan apa itu pengusaha dan memahami AD/ART GSBI sendiri supaya anggota itu paham apa arti perjuangan kaum buruh itu tadi. Dipendidikan dasar ini diberitahu hak-hak buruh itu apa, kewajiban buruh itu apa terutama apa itu outsourcing dan kerugian yang dihasilkan...”68 Sebagai bentuk dari penolakan GSBI terhadap sistem kerja kontrak ini juga dilakukan bukan hanya dilapangan. Namun penolakan yang sangat mendasar dilaksanakan dengan memberi pendidikan dasar kepada setiap anggota yang tergabung dalam serikat buruh GSBI. Ini termasuk cara yang paling baik karena memberi pengetahuan mendasar agar niat yang kuat tertanam di benak seluruh anggota GSBI untuk menolak outsourcing, dimana cara persuasif ini dapat mempengaruhi semua perilaku anggota GSBI sendiri. 68 Wawancara dengan Budi Pranoto (Ketua PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan, 15 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara Semua penolakan oleh pihak GSBI dilakukan hanya pada pihak perusahaan yaitu pihak PT.DAMAI ABADI yang menerapkan sistem kerja kontrak ini. Perlawanan kepada pihak pemerintah belum sampai dilakukan karena walaupun pemerintah yang mengeluarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan namun yang melaksanakannya adalah pihak perusahaan. Kedua pihak ini terikat dalam suatu hubungan kerja, hal ini terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan taitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu,buruh, mengikatkan diri utuk bekerja dengan menerimaupah pada pihak lainnya. Majikan yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah pada pihak lainnya. Seperi dalam wawancara dengan M.Faisal Naution sebagai sekretaris PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Beliau mengatakan demikian : “... kalau berhadapan langsung dengan pihak pemerintahan terutama dengan dinas ketenagakerjaan kita gak sampai kesanalah aksinya cukup di perusahaan aja...”69 Dari setiap perlawanan yang dilakukan oleh GSBI akan selalu menerima suatu timbal balik yang diharapkan atau tidak diharapkan. Resiko yang harus diterima memang sudah dipikirkan terlebih dahulu sebagai aksi yang dilakukan. Pihak perusahaan adalah pihakyang paling punya hak untuk memberikanya karena telah adanya hubungan kerja atau kontrak kerja yang dilkukan sebelumnya dengan sebuah perjanjian tertulis. Seperti dalam wawancara dengan bung Eben 69 Wawancara dengan M.Faisal Nasution (sekretaris PTP.DAMAI ABADI Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan,15 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara sebagai Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Beliau mengatakan demikian : “...kalau menurut sejarahnya berdiri GSBI dulu ya ketua pertama sendiri lah yang mengalami PHK,waktu itu masih bung Ridwan, jadi ketika itu dengan hanya masalah sepele dengan menyebarkan selebaran bahwa GSBI telah disahkan oleh dinas ketenagakerjaan...”70 Dari semua perlawanan yang di lakukan GSBI untuk menolak diterapkannya sistem outsourcing dapat disimpulkan bahwa pihak buruh telah berangsung-angsur mengalami kerugian besar dalam pengalamannya bekerja di suatu pabrik atau perusahaan. Seperti yang di jelaskan oleh James Scoot bahwa ada beberapa alasan mengapa seseorang atau kelompok melakukan tindakan perlawanan/resistensi yaitu karena terdiri dari peristiwa lokal dan kondisi perasaan serta pengalaman dari masing-masing individu. Hampir setiap individu dapat dikatakan memiliki hubungan dengan perorangan atau lembaga. Hubungan kerja termasuk adalah hal yang harus ada antara perusahaan dan pekerja/buruh untuk mengikat kedua belah pihak dengan tertulis. Tujuan hubungan ini termasuk didalamnya adalah untuk meningkatkan suatu produksi. Namun ketika adanya permasalahan yang terjadi antara kedua pihak maka harus diselesaikan sesuai dengan apa yang telah disepakati. Ketika perusahaan melakukan kesalahan maka pihak buruh dapat menuntut hak-haknya tetapi ketika buruhyang melakukan kesalahan dan dianggap mengganggu jalannya perusahaan maka sanksi PHK adalah sebuah kewajaran. Hal ini telah terjadi 70 Wawancara dengan Eben (Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia) Medan, 18 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara kepada ketua pertama GSBI yang mengalami pemecatan akibat dari timbulnya anggapan perusahaan akan adanya sebuah perlawanan yang akan selalu dilakukan yaitu telah terlahirnya serikat buruh yang sah dimana serikat buruh ini memiliki tujuan untuk melakuakan sebuah perlawanan dengan mengatasnamakan serikat buruh yang sah di mata hukum. C. Efektifitas Perlawanan GSBI Dalam Menolak Sistem Outsourcing Sebuah sistem yang baik akan selalu menghasilkan output yang baik pula, namun sebaliknya apabila sistem yang diterapkan tidak menghendaki mayoritas pihak ataupun kurang baik maka akan mengasilkan hal yang tidak baik dan bahkan akan ditolak oleh banyak pihak yang merasa dirugikan akan adanya sistem tersebut. Sistem outsourcing telah dilegalkan oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 13 tahun 2003 yang mengatur sistem kerja kontrak terhadap para pekerja dimana istilah lainnya disebut sebagai outsourcing. Serikat buruh seperti GSBI telah melakukan banyak penolakan dan perlawanan terhadap sistem kerja kontrak. Hal ini dilakukan karena serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari,oleh dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan atau diluar perusahaan, yang bersifat bebas,terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta Universitas Sumatera Utara melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesehjateraan pekerja/buruh dan keluarganya. Pada dasarnya setiap organanisasi buruh mempunyai peran yang sama yakni melindungi dan membela hak dan kepentingan mereka. Ketika sebuah perlawanan serikat buruh dilakukan maka akan ada hasil yang diciptakan, namun sebuah hasil itu bisa dinilai dengan keefektifan perlawanan tersebut seperti yang dilakukan oleh GSBI. Seperti dalam wawancara dengan bung Budi Pranoto sebagai ketua GSBI Medan. Beliau mengatakan demikian : “...kemaren itu di tahun 2014 kita membebaskan buruh outsourcing menjadi buruh tetap karena dahulunya ada buruh kontrak. Ya menaikkan status merekalah menjadi buruh tetap...” 71 Perlawanan serikat buruh GSBI telah memberi hasil yang cukup baik dengan membebaskan buruh kontrak menjadi buruh tetap atau karyawan tetap. Pada dasarnya dalam hal status buruh kontrak hanya bisa diberi kepada pekerja seperti security, careting, cleaning service, driver. Sebuah perlawanan ini sangat mempunyai alasan yang kuat dikarenakan jika pekerja yang ada dibagian produksi tidak boleh berstatus buruh kontrak. Sebuah hasil kerja yang dilakukan oleh GSBI tidak serta merta puas atas apa yang telah dicapai. Pembebasan buruh kontrak tersebut hanya sebagian contoh dari hasil dari bentuk perlawaan GSBI. Seperti dalam wawancara dengan 71 Wawncara dengan Budi Pranoto (Ketua PTP.DAMAI ABADI- GSBI) Medan,15 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara bung M.Faisal Nasution sebagai Sekretaris Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Beliau mengatakan demikian : “... ya namanya perjuangan atau perlawanan ini dikatakan berhasil mungkin sombong ataupun cukup puas, karena perjuang tidak cukup sampai disitu, masih banyak yang harus kita perjuangkan. Seperti lembur hidup yang masih dicabut sama perusahaan, kemaren itu kita melakuakan untuk meminta lembur hidup bersamaan dengan pembebasan buruh kontrak tetapi lembur hidup ini belum diberi...”72 Permasalahan yang ditimbulkan oleh sistem outsourcing ini, GSBI menilai ini adalah perbudakan modern yang dilakuka kaum kapitalis. Pekerja disini ridungdung ketidakpastian dalam upah, jaminan sosial hingga jaminan kesehatan. Didalam penyelesaiannya, GSBI sudah cukup berhasil dalam menuntut perusahaan untuk tidak menerapkan sistem outsourcingwalaupun demikian masih ada kekurangan yang harus diselesaikan GSBI karena sebagai buruh tetap kewajibannya harus diberi lembur hidup, jika ini belum juga diberikan maka buruh tetap sama halnya dengan buruh kontrak yang tidak mendapatkan hakhaknya oleh perusahaan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditemukan sebelumnya. Pengukuran sebuah efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah keberhasilan program, keberhasilan sasaran, kepuasan terhadap program. Seperti 72 Wawancara dengan M.Faisal Nasution (Sekretaris PTP.DAMAI ABADI- GSBI) Medan, 15 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara dalam wawancara dengan bung Budi Pranoto sebagai ketua Gabungan Serikat Buruh Indonesia Medan. Beliau mengatakan demikian : “...Kita ketahuikan sementara sebelum adanya GSBI seperti yang dikatakan tadi kita separuh sendiri buruh kontrak dan buruh permanen. Kalau gak salah selama ada masuk personalia di tahun akhir 2008 disituka dia pindahan dari KIM Belawan, kebijaknan disana itu dibawak kemari kalau ada buruh masuk yang baru meskipun sudah traning tiga bulan tapi tetap masih berstatus buruh kontrak...”73 Dari hasil wawancara itu terlihat bahwa GSBI sendiri sudah mampu dan berhasil memperjuangkan buruh kontrak menjadi buruh tetap atau permanen. Buruh yang menjadi sasaran dari perjuangan GSBI telah menerima hasil yang cukup baik. Sebagai serikat buruh yang ada di Medan, maka GSBI sudah dapat dikatakan cukup berhasil dalam perjuangannya dengan tidak lagi menerapkan sistem kerja kontrak di PT.DAMAI ABADI. Sebuah keberhasilan yang didapatkan oleh GSBI menjadi prestasi yang cukup membanggakan. Namaun keberhasilan ini tidak serta merta menjadi sebuah keberhasilan dari pihak perusahaan karena pada dasarnya ketika sistem kontrak tidak lagi diterapkan oleh pihak perusahaan maha perusahaan tidak bisa menekan biaya produksi hingga bertambahnya pihak buruh yang harus diberi jaminan dalam pekerjaan. Tidak hanya pihak GSBI yang memberi perlawanan kepada perusahaan, namaun perusahaan juga memberi perlawanan kepada pihak GSBI. Seperti dalam wawancara dengan Bung Eben sebagai tim advokasi Gabungan Serikat Buruh Indobesia. Beliau mengatakan demikian : 73 Wawancara dengan Budi Pranoto (ketua PTP.DAMAI ABADI-GSBI) Medan, 15 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara “...adanya pengurangan tenaga kerja karena dari mogok kerja yang kemeren itu, perusahan berdalih karena alasan efisiensi namun setelah diselidiki ada usaha perusahaan untuk pengecilan atau pengerucutan di kubu GSBI tadi, jadi setiap ada pengurangan pasti ada orang-orang GSBI sendiri. Tetap dia ada comot satu dua orang...”74 Dari wawancara diatas bahwa sikap perusahaan terhadap GSBI menunjukan rasa berberat hati untuk tetap membiarkan berdirinya GSBI di perusahaan PT.DAMAI ABADI. Strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam menumbangkan perlahan-lahan serikat buruh GSBI cukup berhasil dengan adanya pemecatan yang dilakukan dengan sasarannya dalah orangorang yang ada di dalam unsur GSBI. Walaupun demikian pihak GSBI masih tetap kokoh berdiri di perusahaan untuk selalu mengkritisi dan menuntut hak-haknya ketika pihak perusahaan sewenang-wenang dalam memeberi sebuah kebijakan yang merugikan pihak buruh. Pihak GSBI akan selalu tetap mempertahankan serikat buruh ini agar selalu menjadi tempat kaum buruh terutama burh kontrak dalam menyampaikan masalahya dan berharap GSBI menjadi senjata untuk melawan perusahaan yang tidak mau memperhatikan kesejahteraan kaum buruh. 74 Wawancara dengan Eben (ketua umum GSBI) Medan,18 Mei 2017 Universitas Sumatera Utara BAB IV PENUTUP A . Kesimpulan Kebijakan yang telah di keluarkan oleh pemeritah sudah harus ditimbang dan diamati apakah akan berdampak baik oleh pihak yang mengikatnya atau malah menjadi sebuah masalah yang timbul untuk pihak tertentu. Seperti hal nya untuk kebiajakan sistem outsourcing yang telah di terapkan oleh banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan di keluarkannya undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sistem outsourcing atau dengan kata lain adalah sistem kerja kontrak yang dapat disimpulankan sebagai pengalihan sebagian pekerjaan sebuah perusahaan kepada perusahaan yang menawarkan jasa tenaga kerja. Sistem outsourcing dinilai sebagai bentuk sebuah perampasan hak-hak pihak pekerja/buruh dalam melakukan pekerjaannya di sebuah perusahaan. Banyaknya hak-hak yang tidak dijamin oleh pihak perusahaan seperti hal nya jaminan kesehatan, jaminan hari tua hingga jaminan upah yang layak telah menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi kaum buruh kontrak. Perusahaan sangat diuntungkan dengan legalnya sistem kerja kontrak ini karena perusahaan dapat menyewa pekerja untuk melakuka sebagia pekerjaan perusahaan dengan biaya yang murah, dengan kata lain pihak perusahaan dapat menekan biaya untuk produksi yang akan menghasilkan keuntungan besar untuk perusahaan. Keuntungan lain yang di dapat oleh perusahaan adalah tidak adanya kewajiban perusahaan untuk memberi jaminan apapun kepada pihak pekerja yang kontrak, Universitas Sumatera Utara perusahaan juga tidak akan ada hubungan apapun kepada pihak pekerja ketika sudah habis kontraknya. Banyaknya kerugian yang ditimbulkan sistem outsourcing ini membuat para kaum buruh merasa harus melawan apa yang telah di terapkan oleh perusahaan walaupun semua sistem itu sudah di atur di undang-undang ketenagakerjaan. Perlawanan buruh ini diutarakan menjadi sebuah serikat buruh, pada kasus ini adalah Gabungan Serikat Buruh Indonesia yang berada di Medan. GSBI sendiri sangat menolak sistem outsourcing ini dengan melakukan perlawanan yang berbentuk seperti demonstrasi hingga melakukan sebuah pemogokan besar-besaran terhadap pihak perusahaan yang di dalam kasus ini adalah perusahaan PT.DAMAI ABADI dan PT.HOKINDA LESTARI. Perlawanan GSBI kepada pihak perusahaan dinilai sudah cukup baik dengan memberi tekanan-tekanan agar pihak perusahaan mau berpikir ulang untuk tidak menerapkan sistem outsourcing. Pihak GSBI bersama buruh di PT.DAMAI ABADI dan PT.HOKINDA melakukan demonstrasi dan berlanjut kepada mogok kerja selama dua minggu untuk menuntut upah yang layak dan menghapus sistem outsourcing di perusahaan dan memberi status pekerja tetap kepada pekerja yang masih kontrak. Pembebasan pihak buruh kontak menjadi pekerja tetap atau permanen adalah sebuah hasil yang sangat baik di lapangan. Namun sebuah kesuksesan ini tidaklah bulat diterima semua oleh pihak dan pengurus GSBI. Pihak perusahaan juga memberi tekanan kepada GSBI dengan memecat pengurus GSBI dengan tujuan agar meruntuhkan semangat Universitas Sumatera Utara perjuangan hingga tidak mau lagi melakukan aksi-aksi yang membuat perusahaan harus memikirkan keuntungan pihak buruh. Kemudian pada PT.HOKINDA LESTARI banyak buruh hingga ratusan di PHK dan semuanya kebanyakan yang punya hubungan dengan GSBI. Namun, hal itu tidak membuat serikat buruh GSBI menjadi patah saemangat karena akan selalu ada penerus-penerus yang muncul untuk membawa GSBI ke arah yang seharusnya di menjadi fungsi serikat buruh yaitu menolak setiap kebijakan yang sewenang-wewnag dang merugikan buruh. Penolakan terhadap sistem outsourcing yang di lakukan oleh GSBI tidak akan sampai disitu, sebuah strategi untuk terus melawan sistem ini di tanamkan kepada seluruh anggota dan pengurus GSBI dengan memberi pendidikan dasar agar semua anggota selalu mengerti akan kerugian yang ditimbulkan sistem outsourcing dan memberi pengetahuan yang baik untuk hak-hak kaum buruh. Secara garis besar perlawanan dan perjuangan GSBI telah berhasil untuk menperjuangkan hak-hak buruh. Universitas Sumatera Utara B . Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disampaikan beberapa saran yaitu : 1. Penerapan undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengatur sistem outsourcing/sistem kerja kontrak harus dipikirkan ulang dengan memberi jaminan-jaminan kepada pekerja kontrak. 2. Berdirinya serikat buruh di perusahaan harus tetap ada untuk menjadi wadah bagi pihak buruh dan jembatan bagi buruh yang memiliki masalah dengan pihak perusahaan dalam menyelesaikan masalahmasalah pekerjaan. 3. Perlawanan serikat buruh harus diadakan di segala bidang seperti di bidang kebudayaan, ekonomi hingga di bidang politik dengan memberi pendidikan kepada buruh tentang hak-hak dan kewajiban yang harus diberi dan diterima. Universitas Sumatera Utara